Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Insan Kamil

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
1. Apa pengertian insan kamil?
2. Bagaimana ciri-ciri insan kamil?
3. Bagaimana proses pembentukan insan kamil?
4. Bagaimana insan kamil dalam Al-qur’an?
5. Bagaimana kedudukan insan kamil?

A. Pengertian Insan Kamil


Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: insan dan kamil.
Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna.Dengan demikian,
insan kamil berarti manusia yang sempurna.
Menurut Jamil Shaliba sebagaimana dikutif Abuddin Nata bahwa kata insan
menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi
sifatnya, bukan fisiknya. Dalam bahasa Arab kata insan mengacu kepada sifat manusia yang
terpuji seperti kasih sayang, mulia dan lainnya. Selanjutnya kata insan digunakan oleh para
filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara
langsung mengarah pada hakikat manusia. Kata insan juga digunakan untuk menunjukkan
pada arti terkumpulnya seluruh potensi intelektual, rohani dan fisik yang ada pada manusia,
seperti hidup, sifat kehewanan, berkata-kata dan lainnya.

B. Ciri-ciri Insan Kamil


Ciri-ciri insan kamil antara lain, yaitu :
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Mu’tajzilah.Menurutnya
manusia yang akalnya berfunsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan
baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan
hal semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu.Manusia yang berfungsi akalnya
sudah merasa wajib melakukan perbuatan yang baik.Dan manusia yang demikianlah yang
dapat mendekati tingkat insan kamil.Dengan demikian insan kamil akalnya dapat
mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada
esensi perbuatan tersebut.
2. Berfungsi Intuisinya
Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam
dirinya.Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional
soul).Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya,
maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan.
3. Mampu Menciptakan Budaya
Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai
insan, manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh
potensi rohaniahnya secara optimal.Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk
berfikir.Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan
berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh
perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses
semacam ini melahirkan peradaban
Tetapi dalam kacamata Ibn Khaldun, kelengkapan serta kesempurnaan manusia tidaklah
lahir dengan begitu saja, melainkan melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut
sekarang ini dikenal dengan revolusi.
4. Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai naluri ketuhanan (fitrah).Ia cenderung
kepada hal-hal yang berasal dari Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut
membuat ia menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang
demikian itu merupakan gambaran ideal.Yaitu manusia yang berusaha menentukan
nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok masyarakat maupun sebagai individu.Yaitu
manusia yang memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak
yang bebas.
5. Berakhlak Mulia
Insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia.Hal ini sejalan dengan pendapat
Ali Syari’ati yang mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek,
yakni aspek kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki
pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan
dan kreativitas.Manusia yang ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang
briliyan sekaligus memiliki kelembutan hati.Insan Kamil dengan kemampuan otaknya
mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang
menyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dan kelemahan.
6. Berjiwa Seimbang
Menurut Nashr, bahwa manusia modern sekarang ini tidak jauh meleset dari siratan
Darwin. Bahwa hakikat manusia terletak pada aspek kedalamannya, yang bersifat
permanen, immortal yang kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan
hidupnya yang teramat panjang. Tetapi disayangkan, kebanyakan dari merekan lupa
akan immortalitas yang hakiki tadi. Manusia modern mengabaikan kebutuhannya yang
paling mendasar, yang bersifat ruhiyah, sehingga mereka tidak akan mendapatkan
ketentraman batin, yang berarti tidak hanya keseimbangan diri, terlebih lagi bila
tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat, maka keseimbangan akan semakin
rusak.
C. Cara Membentuk Insan Kamil
Proses atau tahapan pembentukan insan kamil dibedakan menjadi beberapa
bagian antara lain :
1. Proses Pembentukan Kepribadian.
Dapat dipahami bahwa insan kamil merupakan manusia yang mempunyai kepribadian
muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari
keseluruhan tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah
maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti kata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan teman, tamu, orang tua, guru, teman sejawat, anak famili
dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji lainnya
yang timbul dari dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan
tuntunan Allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia yang ditempuh
melalui proses pendidikan Islam. Sabda Rasululah SAW yang artinya: “sesungguhnya
aku diutus adalah untuk membetuk akhlak mulia” Dalam kaitan dengan hal itu dalam
satu hadits beliau pernah bersabda : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya”.
2. Pembentukan Kepribadian Muslim.
Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan
kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri
khas seseorang dalam sikap dan tingkahlaku, serta kemampuan intelektual yang
dimilikinya.
a. Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Individu
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat dilakukan melalui
tiga macam pendidikan.
1)Pranata Pendidikan (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini dimula
disaat pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak.
Sabda Rasulullah SAW : “ Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih (mani) mu
karena keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan sikap prilaku orang tua yang
islam”.[6]
2)Mendidik orang lain (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses pendidikan ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di
rumah tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para
ulama). Manusia sewaktu dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang
ada dalam dirinya dan diluar dirinya. Firman Allah SWT :
َ G‫ ْيئًا َو َج َع‬G ‫م اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش‬Gْ ‫ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُطُو ِن أُ َّمهَاتِ ُك‬Gُ ‫ر َواأْل َ ْفئِ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون ََوهَّللا‬Gَ ‫صا‬
‫ل لَ ُك ُم‬G َ ‫َواأْل َ ْب‬
‫ال َّس ْم َع‬
yang artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu
mengetahui apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati
” ( Q.S. An-Nahl : 78 )
3)Mendidik diri sendiri (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti
membaca buku-buku, majalah, Koran dan sebagainya melalui penelitian untuk
menemukan hakikat segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Muzayyin,
Self Education timbul karena dorongan dari naluri kemanusiaan yang ingin
mengetahui. Ia merupakan kecenderungan anugrah Tuhan. Dalam ajaran islam
yang menyebabkan dorongan tersebut adalah hidayah. Firman Allah SWT
‫قَا َل َربُّنَا الَّ ِذي أَ ْعطَ ٰى ُك َّل َش ْي ٍء َخ ْلقَهُ ثُ َّم هَد َٰى‬

artinya : “Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
makhluk bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk” (QS. Thoha:50)
b. Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Ummah.
Komunitas muslim ini disebut ummah. Abdullah al-Darraz membagi kajian
pembentukan itu menjadi empat tahap, sebagaimana dikutip sebagaiberikut :
1)Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah dengan cara melaksanakan pendidikan akhlak di
lingkungan rumah tangga, langkah-langkah yang di tempuh adalah:
 Memberikan bimbingan berbuat baik kepada kedua orang tua
 Memelihara anak dengan kasih saying
 Memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga
 Membiasakan untuk menghargai peraturan dalam rumah tangga
 Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara kerabat
2)Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubunga social
Kegiatan pembentukan hubungan sosial mencangkup sebagai berikut:
 Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela
 Mempererat hubungan kerjasama
 Menggalakkan perbuatan terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan
bermasyarakat seperti memaafkan, dan menepati janji
 Membina hubungan menurut tata tertib seperti berlaku sopan, meminta izin
masuk rumah orang lain.
 Perbuatan nilai-nilai islam dalam berkehidupan sosial bertujuan untuk
menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan antar sesama anggota
masyarakat.
D. Konsep Insan Kamil menurut Al-Qur’an
Nabi Muhammad Saw disebut sebagai teladan insan kamil atau istilah populernya di
dalam Q.S. al- Ahdzab/33:21:
‫ُول هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم‬
ِ ‫اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًالَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرس‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.
Allah SWT tidak membiarkan kita untuk menginterpretasikan tata nilai tersebut semaunya,
berstandard seenaknya, tapi juga memberikan kepada kita, Rasulullah SAW yang menjadi
uswah hasanah.Rasulullah SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada
satupun sisi-sisi kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya.Ia adalah ciptaan
terbaik yang kepadanya kita merujuk akan akhlaq yang mulia. Sebagaimana firman Allah
SWT:
‫َظيم‬ ٍ ُ‫ك لَ َعلَ ٰى ُخل‬
ِ ‫قع‬ َ َّ‫َوإِن‬
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia.” (QS.
Al-Qolam:4)
Nur atau cahaya yang menjadi sosok diri Muhammad adalah sebagai seorang Rasulullah
Rahmatan Lil’alamin. Muhammad adalah nabi akhir zaman dan karena itu menjadi penutup
semua nabi terdahulu yang diutus untuk menjadi saksi kehidupan manusia dan pembawa
berita tentang kehidupan mendatang di akhirat sesuai dengan firman Allah SWT
ِ ‫ا‬GGَ‫ل ْال ِكت‬G
‫ يُبَيِّنُ لَ ُك ْم‬G‫ولُنَا‬G‫ ا َء ُك ْم َر ُس‬G‫ ْد َج‬Gَ‫ب ق‬ َ G‫ا أَ ْه‬GGَ‫ابٌ ُّمبِي‬GGَ‫ير ۚ قَ ْد َجا َء ُكم ِّمنَ هَّللا ِ نُو ٌر َو ِكت‬ ِ ‫ِمنَ ْال ِكتَا‬
ٍ ِ‫ب َويَ ْعفُو عَن َكث‬
َ‫َكثِيرًا ِّم َّما ُكنتُ ْم تُ ْخفُون‬
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
menerangkan.Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya
ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus.” (Al Maidah 15-16)

E. Kedudukan Insan Kamil


Insan kamil jika dilihat dari segi fisik biologisnya tidak berbeda dengan manusia
lainnya. Namun dari segi mental spiritual ia memiliki kualitas-kualitas yang jauh lebih tinggi
dan sempurna dibanding manusia lain. Karena kualitas dan kesempurnaan itulah Tuhan
menjadikan insan kamil sebagai khalifah-Nya.Yang dimaksud dengan khalifah bukan
semata-mata jabatan pemerintahan lahir dalam suatu wilayah negara (al-khilāfah az-
zāhiriyyah) tetapi lebih dikhususkan pada khalifah sebagai wakil Allah (al-khilāfah al-
ma’nawiyyah) dengan manifestasi nama-nama dan sifat-Nya sehingga kenyataan adanya
Tuhan terlihat padanya.
Di sisi lain, insan kamil dipandang sebagai orang yang mendapat pengetahuan
esoterik yang dikenal dengan pengetahuan rahasia (‘ilm al-asrār),ilmu ladunni atau
pengetahuan gaib. Jika seseorang telah dapat mengosongkanaql dan qalbnya dari egoisme,
keakuan, keangkuhan, dengan keikhlasan total dan kemudian berusaha keras, dengan
menyiapkan diri menjadi murid memohon Allah mengajarkan kepadanya kebenaran, dan
dengan aktif ia mengikuti aql dan qalbnya merangkaikan berbagai realitas yang hadir dalam
berbagai dimensinya, maka Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan ia masuk ke
dalamnya, memasuki kebenaran itu, dan ketika ia keluar, maka ia menjadi dan menyatu
dengan kebenaran yang telah dimasukinya.[7] Pengetahuan esoterik adalah karunia
(mawhibat) dari Tuhan, setelah seseorang menempuh penyucian diri (tazkiyah an-nafs).
Insan kamil juga dipandang sebagai wali tertinggi, atau disebut juga qutb(poros).
Dalam struktur hierarki spiritual sufi, quthb adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para
wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman.[8]
Dari kajian di atas dapat dipahami bahwa insan kamil adalah wadahtajalli Tuhan
yang berkedudukan sebagai khalifah dan sebagai wali tertinggi (qutb). Sebagai wadah tajalli
Tuhan ia merupakan sebab tercipta dan lestarinya alam, dalam kedudukannya sebagai
khalifah ia adalah wakil Tuhan di muka bumi untuk memanifestasikan kemakmuran,
keadilan, dan kedamaian, dan dalam kedudukannya sebagai quthb, ia adalah sumber
pengetahuan esoterik yang tidak pernah kering.

Anda mungkin juga menyukai