Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Tanaman Jagung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 406

PENDAHULUAN

Potensi lahan kering di Indonesia sangat besar,


terhampar dari mulai dataran rendah sampai dataran
tinggi. Lahan kering seringkali identik dengan lahan
marjinal, karena lahan tersebut memiliki ketersediaan
air yang terbatas, miskin unsur hara, dan rentan akan
terjadinya erosi. Salah satu faktor pembatas yang sangat
spesifik terdapat pada lahan kering adalah rendahnya
ketersediaan air, baik yang terikat dalam partikel tanah
maupun yang terdapat disekitar perakaran (rhizosfer).
Seperti dilaporkan EFFENDI dan AZRAI (2008), stres
kekeringan merupakan salah satu faktor abiotik yang
paling mendominasi lahan kering, sehingga kondisi ini
sangat memengaruhi dan membatasi pertumbuhan dan
produksi tanaman di areal pertanian tersebut. Sejalan
dengan itu YULISTYARINI dan SUPRAPTO (2001),
menyatakan bahwa selain ketersediaan air yang
terbatas, permasalahan yang muncul pada lahan kering
adalah erosi dan kondisi tanah yang miskin unsur hara,
oleh karena itu pengelolaan lahan harus memperhatikan
upaya konservasi tanah dan air. Salah satu teknik
HERDIAWAN et al. Karakteristik morfologi tanaman Indigofera zollingeriana pada
berbagai taraf stress kekeringan
konservasi tanah dan air adalah melalui penanaman
tanaman penutup tanah dan penguat teras yang berasal
dari tanaman jenis leguminosa dan rumput-rumputan,
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
manusia dan ternsk sebagai pakan bermutu tinggi.

Budidaya tanaman pakan pada lahan kering sudah sejak


dahulu dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak, juga dimanfaatkan sebagai
tanaman pelindung dan pencegah erosi. Pada kondisi
agroekosistem lahan kering diperlukan tanaman pakan
yang toleran terhadap cekaman kekeringan, kandungan
unsur hara yang rendah, dan dapat mencegah terjadinya
erosi, sehinga sumber daya pakan ternak dapat terjamin
sepanjang tahun, disamping sumber daya lahan dan air
dapat terjaga. Menurut HASSEN et al. (2007), salah satu
jenis hijauan pakan ternak yang memiliki kandungan
nutrisi, dan produksi tinggi, serta toleran terhadap
kondisi kekeringan, tanah berkadar garam tinggi
(saline), tanah asam, serta logam berat adalah
Indigofera. Selanjutnya dikatakan bahwa species
tanaman Indigofera memiliki bentuk perakaran yang
dalam dan kuat, sehingga mampu beradaptasi pada
daerah yang memiliki curah hujan yang rendah,
disamping tahan akan pemangkasan atau
penggembalaan berat. Menurut SINAGA (2007),
tanaman yang mengalami stres kekeringan pada waktu
yang cukup lama akan mengalami perubahanperubahan morfologi, anatomi, fisiologi dan biokimia
yang tidak dapat kembali pulih sehingga dapat
menyebabkan kematian. Selanjutnya perubahanperubahan morfologi pada tanaman yang mengalami
stres kekeringan antara lain terhambatnya pertumbuhan
akar, tinggi tanaman, diameter batang, luas daun dan

jumlah daun. Sedangkan pengaruh fisiologi dan


biokimia adalah, penurunann hasil atau bahan kering,
perubahan alokasi asimilat, penurunan laju fotosintesis,
penurunan diameter hidraulik xilem akar dan laju
pertumbuhan tanaman. Perubahan morfologi dan
fisiologis pada tanaman merupakan respons tanaman
terhadap faktor cekaman biotik maupun abiotik dalam
upaya mempertahankan diri atau adaptasi terhadap
lingkungan ekstrim. VALLEJO dan KELLY (1998),
menyatakan bahwa karakter morfologi atau fenotipik
yang umum digunakan untuk menduga tingkat toleransi
tanaman terhadap stres kekeringan adalah dengan
mengamati perkembangan perakaran dan tajuk yang
dapat membedakan tanaman yang toleran atau peka.
Menurut WATERS dan GIVENS (1992), perlakuan
interval dan intensitas pemangkasan mempengaruhi
komposisi anatomi dan morfologi tanaman, antara lain
adalah rasio daun/batang. Demikian pula halnya KABI
dan BAREEBA. (2008), melaporkan bahwa frekuensi
pemangkasan tanaman legum yang tinggi dapat
menurunkan produksi bahan kering sehingga dapat
mempengaruhi produksi biomasa tanaman, komposisi
morfologi, komposisi nutrisi dan kecernaan pakan.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui interaksi antara
stres kekeringan dan interval pemangkasan terhadap
perubahan morfologi tanaman I. zollingeriana.
MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kaca Agrostologi,


Balai Penelitian Ternak, Ciawi dengan materi penelitian
tanaman I. zollingeriana Kegiatan penelitian ini
meliputi pengecambahan, persemaian, pemindahan
tanaman dari persemaian ke polybag, pemindahan
tanaman dari polybag ke pot plastik, penentuan
kapasitas lapang (KL) dan kadar air tanah tersedia
(KAT).
Penanaman I. zollingeriana diawali dengan proses
perendaman biji dalam air panas bersuhu 70oC, selama
2 jam, kemudian biji ditiriskan dan ditempatkan pada
beberapa cawan petridis beralas kertas merang yang
diberi aquadest. Cawan-cawan tersebut dimasukan
kedalam inkubator selama 1 minggu dan setelah biji-biji
tersebut membentuk kecambah, dipindahkan ke nampan
persemaian (seeding tray) yang berisi tanah dan
kompos dengan perbandingan 1 : 1 sampai umur 4
minggu, selanjutnya tanaman dipindahkan ke polybag
ukuran 0,5 kg, masing-masing diisi satu tanam I.
zollingeriana sampai umur 8 minggu. Selanjutnya
tanaman dipindahkan pada pot plastik berdiameter 50
cm dan tinggi 50 cm, yang telah diisi media tanam
sebanyak 40 kg, berupa 2 bagian tanah podzolik merah
kuning (PMK) dan 1 bagian kompos. Masing-masing
pot diisi satu tanaman I. zollingeriana yang dipelihara
sampai umur 2 bulan masa periode adaptasi.
Penentuan kapasitas lapang

Penentuan kapasitas lapang (KL) dilakukan untuk


mengetahui volume penyiraman yaitu dengan cara
menimbang 2 bagian tanah podzolik merah kuning
(PMK) dan 1 bagian kompos dicampur sampai
homogen. Sebanyak 5 buah pot/polybag ukuran 1 kg
disiapkan, masing-masing diisi media tanam tadi
sebanyak 500 g, kemudian disiram sampai keadaan
jenuh dan biarkan selama 3 x 24 jam, sampai air tidak
menetes lagi, ditimbang sebagai berat basah (Tb) (Tabel
1). Selanjutnya tanah dimasukan ke dalam oven selama
24 jam pada suhu 100oC, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang sebagai berat kering (Tk). Percobaan
dilakukan secara berulang selama 2 bulan masa adaptasi
tanaman untuk mendapatkan rataan, kemudian dihitung
kapasitas lapang (W) tanah menggunakan rumus
sebagai berikut: (ISLAMI dan UTOMO, 1995)
Kapasitas lapang (W) = (Tb Tk) x 100% Tk

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jagung atau biasa disebut dengan Maize adalah makanan serta pakan terpentingdi belahan
bumi bagian barat. Jagung dapat tumbuh di berbagai kondisi iklim. Sejak zaman prasejarah,
jagung telah menjadi makanan pokok bangsa Meksiko dan Amerika Latin. Dalam perdagang
global, kata maize lebih sering digunakan dari pada jagung. Meksiko merupakan negara
tempat jagung berasal. Meksiko memiliki banyak varietas jagung yaitu sebanyak 65 .
Tanaman jagung merupakan tanaman biji-bijian yang jumlah produksi setiap tahunnya
terbesar dibanding tanaman biji-bijian yang lain. (Malti et al., 2011).
Jagung adalah tanaman rerumputan tropis yang sangat adaptif terhadap perubahan iklim dan
memiliki masa hidup 70-210 hari. Jagung dapat tumbuh hingga ketinggian 3 meter. Jagung

memiliki nama latin Zea mays. Tidak seperti tanaman biji-bijian lain, tanamn jagung
merupakan satu satunya tanaman yang bunga jantan dan betinanya terpisah (Belfield dan
Brown, 2008).
Temperatur maksimal dari tanaman jagung mulai dari fase pertumbuhan dan perkembangan
adalah 18-32 derajat Celcius. Temperatur 35 derajat Celcius akan menyebabkan kematian
pada tanaman jagung. Suhu udara atau temperatur yang baik untuk perkecambahan adalah 12
derajat Celcius, dan fase pertumbuhan adalah 21-30 derajat Celcius. Di daerah Asia Tenggara,
fase kekeringan yang terjadi pada April-Mei akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan
tanaman jagung (Belfield dan Brown, 2008).
Jagung dapat menghasilkan hasil panen melimpah dengan curah hujan 300 mm perbulan.
Jikakurang dari 300 mm perbulan akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman jagung,
namun demikian, faktor dari kelembapan tanah juga berdampak pada berkurangnya hasil
panen (Belfield dan Brown, 2008).
Biji jagung digunakan untuk berbagai macam kebutuhan diseluruh dunia. Jagung digunakan
sebagai makanan pokok bagi beberapa negara didunia. Jagung juga digunakan sebagai tepung
gandum untuk membuat roti (Malti et al., 2011).
Jagung manis (sweet corn) adalah varietas yang secara genetis tinggi aakan gula dan rendah
akan zat tepung dan sering dimakan pada saat kondisinya belum matang. Beberapa varietas
jagung telah dikembangbiakkan menjadi berbagai macam penambahan fase pada
pertumbuhan bunga betina, yang sekarang kita kenal sebagai baby corn. Zat tepung atau
starch dari tanaman jagung juga dapat dibentuk menjadi plastik, bahan perekat, dan berbagai
macam produk kimia lainnya (Malti et al., 2011).
Jagung adalah tanaman yang sensitif terhadap cekaman banjir. Akibat dari banjir, tanaman
jagung tidak dapat dipanen. Ini dikarenakan banjir mengurangi kadar oksigen dalam tanah
dan menggantikannya dengan air. Akibatdari banjir, metabolisme tanaman akan terganggu
dari bersifat aerob menjadi unaerob. Hal ini menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan
tanaman jagung (Souza, 2009).
Untuk mengetahui lebih dalam tentang tanaman jagung, perlu adanya pemahaman morfologi,
anatomi, dan hal-hal yang berkaitan dengan tanaman jagung, mulai dari kondisi iklim, lahan
tanam, cara penanaman serta pertumbuhannya.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui morfologi tanaman jagung.
2. Mengetahui anatomi tanaman jagung.

3. Mengetahui fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung


4. Mengtahui hal hal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Tanaman Jagung


Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotiledon

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Zea

Spesies : Zea mays L.


2.2 Morfologi Tanaman Jagung
2.2.1 Biji
Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama, yaitu dinding sel,
endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian yang terpenting dari hasil
pemaneman (Belfield dan Brown, 2008).
2.2.2 Daun.
Daun terbentuk dari pelepah dan daun (leaf blade & sheath). Daun muncul dari ruas-ruas
batang. Pelepah daun muncul sejajar dengan batang. Pelepah daun bewarna kecoklatan yang
menutupi hampir semua batang jagung(Belfield dan Brown, 2008).
2.2.3 Batang
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya
tidak bercabang.

2.2.4 Akar
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara.
2.2.5 Bunga
Tanaman jagung memiliki bunga jantan dan betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan
terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol
jagung.
2.3 Anatomi Tanaman Jagung
2.3.1 Akar
Akar pada tanaman jagung terdiri dari epidermis, ground tissue, endodermisyang
mengelilingi sistem vaskular akar. Sistem vaskular terdiri dari xilem dan floem. Epidermis
tersusun atas sel-sel eliptik dan perhadapan dengan 2 lapis hypodermis.
2.3.2 Batang
Pada potongan melintang tanaman jagung terdapat jaringan epidermis, sklerenkim,
parenkim, dan sistem vaskular.
2.3.3 Daun
Anatomi dari daun tanaman jagung adalah berkarakter sama dengan rerumputan yang hidup
didaerah iklim sedang (mesophytic grass). Jaringan paling luar disebut epidermis yang
memiliki kutikula sehingga bersifat kasar. Pada tanaman monokotil seperti jagung, daun tidak
memiliki jaringan palisade.
2.3.4 Biji
Embrio pada tanaman jagung terletak dibawah endosperma. Jaringan endosperma bersifat
padat. Embrio terdiri dari radicula dan plumula. Radikula pada embrio dilindungi oleh sel-sel
colerorhiza. Plumula dilindungi oleh sel-sel aleuron sel. Sel aleuron bertipe kecil, padat dan
berbentuk persegi.Lapisan pelindung paling luar yang menutupi seluruh biji adalah pericarp
(Malti et al., 2011).
III. PEMBAHASAN

3.1 Morfologi Tanaman Jagung


3.1.1 Biji

Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama, yaitu dinding
sel, endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian yang terpenting dari hasil
pemaneman. Bagian biji rata-rata terdiri dari 10% protein, 70% karbohidrat, 2.3% serat. Biji
jagung juga merupakan sumber dari vitamin A dan E. (Belfield dan Brown, 2008).
3.1.2 Daun.
Pada awal fase pertumbuhan, batang dan daun tidak bisa dibedakan secara jelas. Ini
dikarenakan titik tumbuh masih dibawah tanah. Daun baru dapat dibedakan dengan batang
ketika 5 daun pertama dalam fase pertumbuhan muncul dari tanah.
Daun terbentuk dari pelepah dan daun (leaf blade & sheath). Daun muncul dari ruas-ruas
batang. Pelepah daun muncul sejajar dengan batang. Pelepah daun bewarna kecoklatan yang
menutupi hampir semua batang jagung(Belfield dan Brown, 2008).
Daun baru akan muncul pada titik tumbuhnya. Titik tumbuh daun jagung berada pada ruas
batang. Daun jagung berjumlah sekitar 20 helai tergantung dari varietasnya. Sejalan dengan
pertumbuhan jagung, diameter batang akan meningkat. Pertumbuhan diameter pada tanaman
jagung menyebabkan 7-8 daun pada bagian bawah tanaman jagung mengalami kerontokan
(Belfield dan Brown, 2008).
3.1.3 Batang
Jagung berbentuk ruas. Ruas-ruas berjajat secara vertikal pada batang jagung. Pada tanaman
jagung yang sudah tua, jarak antar ruas semakin berkurang (Belfield dan Brown, 2008).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya
tidak bercabang. Batang memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat daun dan sebagai tempat
pertukaran unsur hara. Unsur hara dibawa oleh pembuluh bernama xilem dan floem. Floem
bergerak dua arah dari atas kebawah dan dari bawah ke atas. Floem membawa sukrose
menuju seluruh bagian tanaman dengan bentuk cairan.
3.1.4 Akar
Pada tanaman jagung, akar utama yang terluar berjumlah antara 20-30 buah. Akar lateral
yang tumbuh dari akar utama mencapai ratusan dengan panjang 2,5-25 cm. Botani tanaman
jagung termasuk tanaman monokotil (Tim Kerja Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, 2011).
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara.
Akar utama muncul dan berkembang kedalam tanah saat benih ditanam. Pertumbuhan akar
melambat ketika batang mulai muncul keluar tanah dan kemudian berhenti ketika tanaman
jagung telah memiliki 3 daun.
Pertumbuhan akar kemudian dilanjutkan dengan pertumbuhan akar adventif yang
berkembang pada ruas pertama tanaman jagung. Akar adventif yang tidak tumbuh dari
radikula tersebut kemudian melebar dan menebal. Akar adventif kemudian berperan penting
sebagai penegak tanaman dan penyerap unsur hara. Akar adventif juga ditemukan tumbuh

pada bagian ruas ke 2 dan ke 3 batang, namun fungsi utamanya belum diketahui secara pasti
(Belfield dan Brown, 2008).
3.1.5 Bunga
Tanaman jagung memiliki bunga jantan dan betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan
terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol
jagung. Tangkai kepala putik merupakan rambut yang terjumbai di ujung tongkol yang selalu
dibungkus kelobot yang jumlahnya 6-14 helai. Pada bunga betina, terdapat sejumlah rambut
yang ujungnya membelah dan jumlahnya cukup banyak (Tim Kerja Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan, 2011).
3.2 Anatomi Tanaman Jagung
3.2.1 Akar
Akar pada tanaman jagung terdiri dari epidermis, ground tissue, endodermisyang
mengelilingi sistem vaskular akar. Sistem vaskular terdiri dari xilem dan floem. Epidermis
tersusun atas sel-sel eliptik dan perhadapan dengan 2 lapis hypodermis.
3.2.2 Batang
Pada potongan melintang, jaringan epidermis berbentuk persegi. Sel epidermal mengandung
bagian kristal yang memanjang. Di dalam setelah jaringan epidermis, terdapat jaringan
sklerenkim yang tebal. Sklerenkim pada batang saling berselang-seling dengan jaringan
klorenkim. Sklerenkim sebagian mengandung kumpulan sistem vaskular yang melingkari
batang. Terdapat 3-5 sistem vaskular yang mengitari batang. Bagian sistem vaskular yang
terluar merupakan yang terkecil. Bagian utama sistem vaskular yangterdiri dari xilem dan
floem menyebar di bagian dalam tengah pada batang. Sistem vaskular yang berada di tengah
tidak seluas sistem vaskular yang berada pada bagian periferal (pinggir). Sistem vaskular
yang terletak pada bagian tengah batang tidak memiliki jaringan sklerenkim. Pada bagian
tengah batang. Sklerenkim digantikan oleh jaringan keran bernama parenkim (Malti et al.,
2011).
3.2.3 Daun
Anatomi dari daun tanaman jagung adalah berkarakter sama dengan rerumputan yang hidup
didaerah iklim sedang (mesophytic grass). Jaringan paling luar disebut epidermis yang
memiliki kutikula sehingga bersifat kasar. Bentuk selnya adalah batang. Jaringan epidermis
selalu berada di luar. Silika kristal terdapat pada beberapa tipe daun yang bervarietas berbeda.
Silika kristal bersebelahan dengan jaringan epidermis yang berfungsi sebagai pengikat. Pada
tanaman monokotil seperti jagung, daun tidak memiliki jaringan palisade. Setiap sistem
vaskular, dikelilingi oleh jaringan parenkim yang keras namun tipis. Sistem vaskular
dikelilingi bundle sheath. Jagung adalah tipe tanaman C4. Tanaman C4 memiliki sel

kloroplas yang besar dan tersebar secara kaku. Kloroplas terletak didaerah mesofil daun yang
terletak pada bagian tengah jaringan daun. (Malti et al., 2011).
3.2.4 Biji
Embrio pada tanaman jagung terletak dibawah endosperma. Jaringan endosperma bersifat
padat. Embrio terdiri dari radicula dan plumula. Radikula pada embrio dilindungi oleh sel-sel
colerorhiza. Plumula dilindungi oleh sel-sel aleuron sel. Sel aleuron bertipe kecil, padat dan
berbentuk persegi. Lapisan pelindung paling luar yang menutupi seluruh biji adalah pericarp
(Malti et al., 2011).
3.3 Struktur Reproduksi Tanaman Jagung
Jagung merupakan tanaman monoecious dimana setiap individu tanaman memiliki bunga
jantan dan betina. Bunga jantan terletak pada titik tumbuh tanaman jagung. Ketika fase
pertumbuhan terhenti, bentuk untuh dari bunga betina akan terlihat jelas. Bunga betina
terletak pada bagian tengah tanaman. Penyerbukan terjadu pada bagian kelobot yang
kemudian akan berkembang menjadi jagung.
Bunga jantan memiliki central spike dan beberapa cabang lateral. Setiap spike memiliki
banyak bunga. Bunga tersebut disebut spikelet. Spikelet membawa serbuk sari. Serbuk sari
mulai berterbangan selama 2 hari sebelum bunga betina siap untuk menerima. Lepasnya
serbuk sari dari bunga jantan akan terus berlangsung selama 8 hari dimana bunga betina
sudah siap menerimanya.
Bagian bunga betina muncul pada daerah sumbu daun (leaf axis). Tidak semua sumbu daun
dapat mengeluarkan bunga betina, hanya 1 atau 2 sumbu daun yang dapat menjadi tempat
tumbuhnya bunga betina.
Pada tanaman jagung, bunga betina muncul pada bagian tengah batang. Bunga betina mirip
dengan bunga jantan dalam bentuk berambut.
Serbuk sari dari dari bunga jantan tertambat oleh silk atau bagian utama bunga betinayang
b erbentuk seperti rambut. Serbuk sari kemudian membuahi telur.
3.4.1. Perkecambahan
Biji jagung akan tumbuh optimum jika ditanam pada tanah yang berkelembapan 21 derajat
Celcius. Dengan suhu tersebut. Biji akan berkecambah dalam waktu 2-3 hari. Jika temperatur
tanahnya rendah yaitu kurang dari 18 derajat Celcius, tanaman jagung akan sulit untuk
berkecambah. Secara keseluruhan jika suhu tinggi dan kelembapan kurang, dimungkinkan
dapat menghambat atau membunuh biji yang akan ditanam (Belfield dan Brown, 2008).
3.4.2 Pertumbuhan Vegetatif Awal

Akar yang tumbuh awal (akar adventif) akan tumbuh dari ruas batang bertama yang berada di
bawah permukaan tanah,dan akan menjadi akar utama setelah 10 hari setelah muncul. Daun
akan muncul dalam jumlah sedikit dan berbentuk kecil. Dikarenakan titik tumbuhnya masih
berada di bawah tanah, daun yang muncul pada minggu ke 2 dan ke 3 ini masih rentan
terhadap banjir. Pada 3 minggu awal ini, tanaman jagung telah memunculkan lebih dari 5
daun dan mulai nampak bakal tempat bunga jantan dan bakal tempat bunga betina (Belfield
dan Brown, 2008).
3.4.3 Pertumbuhan Vegetatif Lanjutan
Pada minggu ke 5 sampai ke 7, merupakan fase paling kritis pada tanaman jagung. Batang
dan akar tumbuh secara cepat, dengan kebutuhan akan zat hara dan air cukup tinggil. Pada
minggu ke 5, pertumbuhan daun sudah sempurna dan sistem perakaran telah kompleks. Pada
vase ini, bunga jantan mulai berkembang diikuti oleh perkembangan bunga betina. Satu atau
dua bauh bunga betina akan tumbuh. Sikitar minggu ke 7, bunga betina akan berada pada
ukuran penuh. Serangan kekeringan dan hama penyakit akan berdampak besar pada hasil
panen. Pada fase ini, tanaman jagung sangat membutuhkan air untuk tumbuh (Belfield dan
Brown, 2008).
3.4.4 Fase Pembungaan
Fase pembungaan dapat diindikasi apabila daun telah berjumlah lebih dari 20 helai. Fase ini
juga diindikasikan dengan bunga jantan yang berkembang penuh. pada masa ini, tanaman
tidak membutuhkan unsur Kalium, namun masih membutuhkan unsur hara lain serta jumlah
pengairan yang banyak. Jumlah panen yang sedikit sebenarnya dikarenakan pada masa
pembungaan tanaman kekurangan air. Penyerbukan sering terjadi pada sore hari. Hal ini
dikarenakan pada terik matahari yang terlalu panas, dapat merusak serbuk sari yang akan
menuju bunga betina (Belfield dan Brown, 2008).
3.4.5 Fase Pertumbuhan Buah
Biji atau buah jagung akan tumbuh 7 hari setelah pembungaan. Tanaman kini menggunakan
energinya untuk memperbesar buah. Pada masa ini, biji pada buah jagung terasa berair seperti
susu bila ditekan. Pada masa ini unsur hara N dan P sangat dibutuhkan. Pengerasan pada biji
akan terjadi sekitar 20 hari setelah penyerbukan (Belfield dan Brown, 2008).
3.4.6 Fase Pematangan Buah
Sekitar 30 hari setelah penyerbukan, tanaman telah mencapai berat kering maksimum. fase
ini disebut fase kematangan fisiologis. Pada fase ini, biji telah berwarna kuning, dan garis
berwarna putih yang membatasi tiap biji telah tertutup oleh biji jagung yng masak.
Kelembapan kernel (biji) pada masa ini adalah 30%. Masa siap panen ditandai dengan daun
yang telah kering dan kelembapan biji kurang dari 20% (Belfield dan Brown, 2008).
3.5 Penanaman Tanaman Jagung

Jagung tidak tahan dengan cekaman kekeringan, sama halnya dengan wijen
dantanaman panen dataran tinggi lain. Kelembapan tanah yang baik sangat dibutuhkan pada
tanaman jagung. Tanaman jagung minimal membutuhkan sekitar 30cm profil tanah yang
bersifat lembab. Tanah alluvial merupakan tanah yang baikuntuk menanam jagung.
Jagung butuh penanaman yang hati-hati dan akurat akar perkecambahan terjadi. Tempat
penanaman biji sekurang-kurangnya harus bebas dari rerumputan dan gulma dengan
kedalaman tanah 5-7 cm. Agar tempat penamanan (seedbed) baik, pembajakan harus
dilakukan.
Jagung dapat tumbuh subur pada tanah yang tidak diolah khusus untuk pertanian. Sisa-sisa
tumbuhan mati yang tidak dibersihkan akan berfungsi sebagai mulsa alami dan dapat
mengurungi temperatur tanah, sehingga berkorelasi positif terhadap perkecambahan jagung.
Saat penanaman, biji harus ditanam pada kedalaman 3-5 cm untuk memungkinkan air
terserap oleh biji sebagai syarat mutlak perkecambahan. Jika penanaman biji atau benih lebih
dangkal dari yang ditentukan, pasitikan bahwa suhu tidak terlalu tinggi sehingga merusak
fisiologi benih. Jarak penanaman yang ideal adalah dengan panjang 70 cm dan leber 50 cm.
Untuk setiap lubang benih, minimal diberi 2 buah benih.
Jagung merupakan tanaman dengan satu batang. Hal itu berarti tidak dapat toleran terhadap
kondisi yang tidak mendukung, karena batang yang tipis dan pendek tidak akan mampu
menopang daun dan akan terjadi penurunan produksi panen. Maka dari itu, pembagian yang
seimbang antara jumlah biji yang ditanam pada setiap lubang harus menjadi pertimbangan.
3.6 Pupuk dan Nutrisi
Nutrisi sangat penting bagi pertumbuhan tanaman jagung, sehingga pupuk sering
digunakan untuk menyediakan unsur hara yang tidak dapat diberikan oleh tanah. Kekurangan
unsur hara biasanya dikarenakan oleh sifat kesuburan tanah yang kurang baik atau
penggunaan lahan yang terus menerus di bidang pertanian.
3.6.1 pH Tanah
Tanaman jagung akan tumbuh subur pada kisaran pH 5,5-7,8. Jika tanah terlalu asam, bisa
ditambahkan kapur pada tanah. Namun yang perlu diperhatikan adalah pengaplikasian kapur
sebaiknya dilakukan 3 bulan sebelumnya agar kapur dapat mengubah pH profil tanah secara
lebih merata. Pengolahan tanah juga dapat menambahkan kadar pH tanah menjadi tidak
terlalu asam. Jika tanah terlalu asam, kapur bisa di aplikasikan di setiap 2/3 tanaman.
Jika tanah terlalu basa (pH >7), tanah akan kekurangan unsur mangan (Mn), besi (fe), seng
(Zn), dan boron (B). Namun demikian, tanah basa memiliki kandungan P (fosfor) yang tinggi
karena tanah basa mampu manahan unsur P dengan baik.
3.6.2 Hara Makro

N merupakan hara yang penting bagi tumbuhan, termasuk jagung. Nitrogen berpengaruh
besar pada kuantitas jumlah helaipada tanaman jagung, yang secara tidak langsung
berhubungan dengan kuantitas hasil panen. Dalam 1 hektar, tanaman jagung membutuhkan
115 kg/ha. N dapat diperoleh dari pupuk organik atau urea. Kekurangan N pada jagung
terlihat pada saat fase pertumbuhan awal. Tanaman yang kekurangan unsur tersebut akan
akan bewarna kuning, dan ketika tanaman telah dewasa. Bagian daun yang tidak terkena sinar
matahari akan menguning dan nampak terbakar.
P (phosporus) merupakan unsur hara makro yang penting bagi jagung. Pada tanaman Jagung,
P harus diberkan langsung pada saat penanaman benih ditanah. P merunpakan unsur hara
yang diambil oleh tanaman pada saat muda (pertumbuhan). Hal itu disebabkan oleh P
sangat berperan penting bagi pertumbuhan akar. P dapat ditingkatkan pengambilannya oleh
tanaman jagung secara organik jika terdapat mikoriza pada tanaman jagung. Kekuranan P
diindikasikan dengan akar yang tidak kuat danpendek, serta daunnya melengkung tidak
beraturan.
K adalah unsur yang sangat berperan penting dalam pembungaan tanaman jagung. Sekitar
86% Kalium diserap oleh bunga. Dalam 1 hektar wilayah, jagung membutuhkan 75 kg.
Kekurangan unsur K akan berdampak buruk pada biji jagung yang akan dipanen.
3.6.3 Hara Mikro
Unsur mikro perlu ditambahkan ketika menanam tanaman jagung. Jika tanah terlalu basa,
unsur Mg, Zn, B akan kurang. Maka dari itu, perlu menambahkan unsur hara ini. Namun jika
tanah bersifat asam, unsur Mo (Molibdenum) akan bersifat kurang. Penambahan kapur akan
menambah kadar Mo yang ada dalam tanah dengan durasi waktu yang lama.
3.7 Pemanenan
Masa pemanenan ditandai dengan daun tanaman jagung yang telah menguning dan bonggol
terlihat kering. Jika pemanenan pada saat musim hujan, masa panen dilakukan saat hujan
tidak turun selama 2 hari guna menjaga tanaman agar tetapkering ketika dipanen dan
memudahkan penyimpanan.
IV. KESIMPULAN
Tanaman jagung merupakan tanaman tropis yang bijinya dimanfaatkan sebagai
makanan pokok. Termasuk tanaman C4 dimana bercirikan tidak memiliki jaringan palisade
pada daun. Fase tumbuh dan berkembang kurang lebih selama 120 hari. Termasuk tanaman
yang bunga jantan dan bunga betina berpisah namun masih dalam 1 tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Malti, Ghosh, Kaushik, Ramasamy, Rajkumar, Vidyasagar. 2011. Comparative Anatomy of


Maize and its Application.Intrnational Journal of Bio-resorces and Stress Management,
2(3):250-256
Souza, Castro, Pereira, Parentoni, Magelhaes. 2009. Morpho-anatomical Characterization of
root in Recurrent Selection Cycles for Food tolerance of Maize (Zea mays L.). Plant Soil
Environ, 55(11):504-510.
Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual: Maize (A Guide to
Upland Production in Cambodia). Canberra

BUDIDAYA JAGUNG
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia
dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai
bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga
merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus
meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per
tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
Jagung merupakan bahan dasar / bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena,
ethanol, asam organic, makanan kecil dan industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas
membutuhkan jagung sebagai komponen utama sebanyak 51, 4 %.
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain
gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di
Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai
pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal
dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan
tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku
pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai
penghasil bahan farmasi.
Deskripsi
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua
untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian
antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa

diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa
varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki
kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian
besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif
dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti
padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman
berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku.
Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun
terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin
dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia
Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan
penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman
(monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang
disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga
jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari
berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh
dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat
menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa
varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai
varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini
daripada bunga betinanya (protandri).
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.Nama
binomial
ZeamaysL.
B. SYARAT TUMBUH
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah
lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8. Temperatur untuk
pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 C. Tanaman jagung pacta masa pertumbuhan
membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk
buatan yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk
melindungi dari rumput liar dan serangan hama.

Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan
pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau
menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu
optimum antara 23 C 30 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun
tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,67,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan
tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.
Ketinggian antara 1000 m -1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl
BAB II. TEKNIK BUDIDAYA
A. BENIH
1. Selalu mempergunakan benih segar yang berkualitas dengan tingkat berkecambahnya 85
%.
2. Gunakan varietas benih yang telah mengalami perbaikan clan diakui oleh Pemerintah,
belilah benih dari perusahaan benih.
3. Benih harus dari varietas yang cocok dengan kondisi setempat.
4. Jumlah benih yang dianjurkan untuk setiap ha adalah 25 kg.
5. Hindari terjadinya kecambah yang jelek, serangan serangga, penyakit, burung dan hewan
pengerat.
Syarat benih
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya
tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam,
sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
B. Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar,
abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah
yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat
saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm.
Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek. Di daerah dengan pH kurang
dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan
tanaman, 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang
sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman
jagung.
C. JARAK TANAM
1. Jarak antar bedengan 75 -80 cm
2. Jarak antar tanaman pada bedengan 20 -25 cm

3. Kerapatan yang dianjurkan 53.333 tanaman / ha.


D. PELAKSANAAN PENANAMAN
1. Persiapan Lahan
a. Pemberian pupuk alami dan kompos pada lahan
b. Buat bedengan rendah dengan jarak antar bedeng 75 cm
2. Waktu tanam dan kedalaman tanam
a. Waktu tanam pada saat musim hujan tiba
b. Masukan 1 benih pada tiap lubang
c. Kedalaman tanam tergantung pada jenis tanah, kelembapan dan suhu. Pada kondisi
penanaman yang baik kedalaman ideal adalah 5 cm. Agar dapat berkecambah dengan baik,
setelah benih ditaburkan, benih ditekan -tekan dengan kaki. Benih dapat masuk lebih dalam
pada tanah berpasir dari pada tanah berlempung
d. Tentukan lubang untuk pupuk dasar dengan menggunakan cangkir pupuk setelah benih
ditaburkan. Pada kondisi suhu udara 24 -34 C dan tanah berkelembaban ideal, maka benih
jagung akan dapat berkecambah 4 -5 hari setelah ditaburkan.
F. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama
atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari
beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh:
jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ): pola tanam dengan menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau
waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang
panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) : penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh
tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi
riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung,
kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam

Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak
tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam
semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya
40100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 2575
cm (1 tanaman/lubang).
G. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat
di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena
akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk
mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah
dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda
dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu
perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah
maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
1. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang
agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan
tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan
waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul,
kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang
memanjang.
1. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab,
tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang
diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan
tanaman jagung.
G. Hama dan Penyakit
1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan,
bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu,
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna
lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan,
warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak
dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan
dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA

b. Ulat Pemotong
Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas
gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa
jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia
furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam
serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di
dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.
E. PEMUPUKAN DAN PEMELIHARAAN
1. Pemupukan yang dianjurkan, untuk pupuk organic ( pupuk kandang / kompos ) 20 ton
/ ha. Sedangkan untuk pupuk an organik : Urea 300 kg / ha, TSP 100 kg / ha, KCI 50
kg / ha. Pupuk dasar diberikan sebelum tanam atau bersamaan tanam sejumlah 20
ton / ha pupuk organic, 100 kg / ha Urea, 100 kg TSP, daD 50 kg / ha KCl dengan
membuat larikan atau ditugalkan kemudian ditutup kembali dengan tanah dengan
jarak 10 cm dari garis tanam / lubang tanam. Pupuk susulan diberikan 3 minggu
setelah tanam berupa Urea 100 kg / ha, diteruskan pupuk susulan kedua pada tanaman
berumur 5 minggu sejumlah 100 kg Urea / ha.
2. Penyiangan pertama dilakukan segera setelah rumput / gulma mulai tumbuh dengan
cara pengerjaan tanah secara dangkal pada tanaman berumur 2 minggu. Penyiangan
kedua dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 minggu sekaligus dilakukan
pembumbunan pada barisan tanaman jagung.
1. PENYAKIT
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis,
merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3
minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi
bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami
gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah
bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.
Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan
pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan
musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO.
b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum.
Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi
warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun,
semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan,
kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat.
Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3)
Prenventif diawal dengan GLIO.
c. Penyakit karat (Rust)

Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman
dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta
terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan
memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap
penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae
Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol
sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini
menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur
kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam
dicampur GLIO dan POC NASA .
e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw),
Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah
membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah
kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1)
menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2)
GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida
kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO
810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
Pengelolaan Air Tanaman Jagung
Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan
agribisnis jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen
Tanaman Pangan 2005). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa hampir 79% areal
pertanaman jagung di Indonesia terdapat di lahan kering, dan sisanya 11% dan 10% masingmasing pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan (Mink et al . 1987). Data
tahun 2002 menunjukkan adanya peningkatan luas penggunaan lahan untuk tanaman jagung
menjadi 10-15% pada lahan sawah irigasi dan 20-30% pada lahan sawah tadah hujan
(Kasryno 2002). Kegiatan budi daya jagung di Indonesia hingga saat ini masih bergantung
pada air hujan. Menyiasati hal tersebut, pengelolaan air harus diusahakan secara optimal,
yaitu tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga efisien dalam upaya peningkatan
produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Selain
itu, antisipasi kekeringan tanaman akibat ketidakcukupan pasokan air hujan perlu disiati
dengan berbagai upaya antara lain pompanasi.
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500
mm (FAO 2001). Namun demikian, budi daya jagung terkendala oleh tidak tersedianya air
dalam jumlah dan waktu yang tepat.Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah,
masih tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu pertumbuhan
tanaman. Sementara itu, penundaaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman
kekurangan air pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh karena itu, dibutuhkan

teknologi pengelolaan air bagi tanaman jagung. Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan
sumber daya fisik alam (tanah, iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai
disiplin ilmu untuk membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan
produksi (Nobe and Sampath 1986). Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya empat
tujuan pokok, yaitu: (1) efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, (2)
efisiensi biaya penggunaan air, (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan air
yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta jumlahnya, dan (4) tercapainya
keberlanjutan sistem penggunaan sumber daya air yang hemat lingkungan. Dalam
hubungannya dengan pengelolaan air untuk tanaman jagung yang banyak dibudidayakan di
lahan kering dan tadah hujan, pengelolaan air penting untuk diperhatikan.
G. Panen dan Pasca Panen
1. Ciri dan Umur Panen
Umur panen 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn)
dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen
ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen
jika sudah matang fisiologis.
2. Cara Panen
Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.
3. Pengupasan
Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai, agar kadar air
dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.
4. Pengeringan
Pengeringan jagung dengan sinar matahari ( 7-8 hari) hingga kadar air 9% -11 % atau
dengan mesin pengering.
Pemipilan
Setelah kering dipipil dengan tangan atau alat pemipil jagung.
Penyortiran dan Penggolongan
Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki (sisa-sisa
tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran untuk menghindari serangan
jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan kualitas panenan.
laporan_praktikum

METODE PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG (MENYERBUK SILANG)

A.

Pendahuluan

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas areal


panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman jagung
di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas
(komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20% varietas
lokal (Pingali, 2001). Berdasarkan data Nugraha et al. (2002), jagung varietas
unggul yang ditanam petani di Indonesia telah mencapai 75% (48% besari bebas dan
27% hibrida). Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar petani jagung
masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Hal ini dilakukan oleh petani
dengan luas lahan terbatas dan pada daerah marjinal (kurang subur) karena harga
benih jagung bersari bebas yang lebih murah daripada harga benih hibrida, atau
karena benih hibrida sukar diperoleh terutama pada daerah-daerah terpencil.
Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak
pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung karena daerah
produksi jagung di Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya yang masingmasing membutuhkan varietas yang sesuai. Varietas yang toleran terhadap
cekaman lingkungan (penyakit, hama dan kekeringan) merupakan komponen
penting
stabilitas
hasil.
Penanaman satu jenis varietas dalam skala luas dan secara terus menerus
menyebabkan penurunan hasil. Program pemuliaan diarahkan untuk menghasilkan
varietas yang beradaptasi spesifik untuk iklim dan lahan tertentu. Di samping itu,
pergiliran varietas perlu dilakukan untuk melestarikan efektifitas ketahanan
varietas
terhadap
hama/penyakit
tertentu.
Varietas jagung yang dihasilkan dari perbaikan populasi perlu diuji di daerahdaerah pertanaman jagung yang mempunyai agroklimat yang berbeda untuk
mengetahui tanggapannya pada berbagai lingkungan. Adanya interaksi genotipe
dengan lingkungan akan memperkecil kemajuan seleksi (Hallauer dan Miranda,
1981). Untuk memperkecil pengaruh interaksi ini, evaluasi genotipe perlu
dilakukan
pada
dua
lingkungan
atau
lebih.
Program pemuliaan tanaman mencakup tiga tahap, yaitu : (a) pembentukan
populasi dasar, (b) perbaikan berulang populasi dasar, dan (c) pembuatan galur
untuk induk pembuatan hibrida, sintetik dari populasi dasar yang telah diperbaiki.
B.

Konstitusi

Genetik

Tanaman

Menyerbuk

Silang

Konstitusi genetik tanaman menyerbuk silang berada dalam keadaan heterosigot


dan heterogenus, sebab terjadi persilangan antara anggota populasi, sehingga
populasi merupakan pool hibrida. Pada populasi terjadi kumpulan gen, yang
merupakan total informasi genetik yang dimiliki oleh anggota populasi dari suatu
organisme yang berproduksi secara seksual. Kumpulan gen ini akan terjadi
rekombinasi antar gamet, masing-masing gamet mempunyai peluang yang sama
untuk bersatu dengan gamet yang lainnya. Persilangan demikian disebut kawin
acak (random mating). Dalam Individu tanaman populasi menyerbuk silang ini
terdapat kemungkinan adanya suatu lokus yang homosigot tetapi pada lokus
lainnya heterosigot. Hal ini terjadi karena jumlah rekombinasi gen hampir tidak

terbatas sehingga tiap-tiap individu tanaman dalam suatu populasi memiliki


genotipe yang berbeda. Pembentukan rekombinasi gen ini akan sama dari suatu
generasi ke generasi berikutnya sebagaimana kaidah Hardy Weinberg yang dikenal
dengan prinsip Keseimbangan Hardy Weinberg sebagai berikut: Frekuensi gengen dalam suatu populasi kawin acak yang jumlah anggotanya tidak terhingga akan
tetap konstan dari generasi ke generasi. Keseimbangan ini dapat berubah apabila
terdapat seleksi, tidak terjadi kawin acak, migrasi, ada mutasi dan jumlah
tanaman
sedikit.
Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang akan
mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterosigot, frekuensi
genotipe yang homosigot bertambah dan genotipe heterosigot berkurang, hal ini
akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga
depresi silang dalam. Homosigositas paling cepat didapat dengan melalui silang diri
(selfing).
Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, terjadi persilangan antara
tanaman, terjadinya silangdiri sangat kecil dengan persentase <5 -="" 0.="" 0=""
10="" 1="" 2="" 2pq="" 59049.="" 6="" 9="" a="" aa.="" aa="" acak="" ada="" adalah=""
akan="" allel="" antara="" apabila="" asal="" belum="" berasal="" berkurang.=""
berkurang="" bertambah="" besar="" besarnya="" dalam.="" dalam="" dan="" dapat=""
dari="" demikian="" dengan="" diatas="" dikatakan="" dipastikan="" diperoleh=""
diri="" disebut="" dua="" f="" frekuensi="" gen-gen="" gen="" genotipe=""
genotipenya="" hasil="" heterozigot="" homozigot.="" homzigot="" ialah=""
inbreedingnya="0,5.</span" ini="" jadi="" jagung="" jika="" juga="" jumlah="" kali=""
katakanlah="" kawin="" kedua="" kemungkinan="" keturunan="" keturunannya=""
koefisien="" lokus="" maka="" mating="" memberikan="" memperbesar=""
mengakibatkan="" mengalami="" mengandung="" menjadi="" multiplikasi="" p2=""
p="q" pada="" padahal="" peluang="" perbedaan="" populasi.="" populasi="" pula=""
q2.="" random="" ribuan="" sama.="" sama="" sangat="" satu="" sebaran="" sedang=""
segregasi="" sehingga="" sempurna="" sendiri="" setelah="" setengahnya="" silang=""
silangdalam="" silangdiri="" suatu="" sudah="" tanaman="" terdapat="" terfiksasi=""
terjadi="" terjadinya="" tersebut="" tetapi="" tidak="" tinggal="" umumnya=""
yang="">
Gambar 1 memperlihatkan bahwa persentase homosigositas dari 4 generasi
silangdiri (selfing) hampir sama dengan 10 generasi silang saudara tiri (half sib).
Progeni tanaman yang diserbuk sendiri ditandai dengan simbol S1, sedangkan S2
adalah progeni S1 yang diserbuk sendiri, dan seterusnya. Simbol x kadang-kadang
digunakan untuk menunjukkan biji hasil penyerbukan sendiri. Pada gambar 1.
dapat terlihat bahwa melalui penyerbukan sendiri, pada generasi 8 telah tercapai
keadaan homosigositas 100 persen (dengan peluang 99,6%), yang berarti telah
terbentuk galur murni. Namun ada kalanya terjadi apa yang disebut segregasi
lambat, sehingga karakter yang ditentukan oleh gen resesif baru nampak pada
generasi lanjut. Hal ini terlihat pada penurunan hasil biji dengan silang diri yang
masih terus berlangsung walaupun sudah mencapai generasi lanjut. Pada hasil biji,
penurunan hasil terus berlanjut dengan silang diri terus menerus. Pada generasi 6 10 penurunan hasil 53% dan pada generasi 25 - 30 penurunan mencapai 79%
(Hallauer dan Miranda, 1987). Galur-galur murni tersebut pada umumnya telah

stabil dalam karakter morfologi dan fisiologi, sehingga tidak akan terjadi lagi
kehilangan vigor, dengan demikian dapat dikatakan genotipenya dapat
dipertahankan sampai waktu yang tidak terbatas.

Gambar 1. Persentase homosigositas pada generasi berurutan melalui


penyerbukan sendiri dan perkawinan sedarah (Sumber: Poehlman dan Sleper
(1995).
Efek dari silang dalam (inbreeding) pada tanaman yaitu:
1. Timbul keragaman fenotipe, penampilan tanaman kurang baik dibandingkan
tanaman asalnya seperti hasil yang lebih rendah, tanaman lebih pendek,
defisiensi klorofil yang nampak dengan timbulnya noda-noda pada daun
sampai pada keseluruhan tanaman. Sifat lain yang jarang terjadi yaitu
timbulnya endosperm yang tidak berguna dan resistensi terhadap beberapa
penyakit seperti karat, hawar dan bercak daun Helminthosporium dan
sebagainya. Adanya keragaman sangat berguna untuk memilih tanaman yang
dikehendaki.
2. Silang dalam beberapa generasi akan mengakibatkan adanya perbedaan
antara galur, dan antara tanaman dalam galur makin seragam.
3. Ciri utama akibat silang dalam adalah berkurangnya vigor tanaman yang
diikuti dengan pengurangan hasil, dan ini berhubungan erat dengan
pengurangan tinggi tanaman, panjang tongkol, dan beberapa karakter lain.

Pengurangan hasil akan berlangsung terus meskipun pengurangan ukuran


tanaman sudah tidak nampak.
4. Adanya perbaikan dalam populasi dan perbaikan galur (recycle breeding)
penampilan galur semakin baik, dapat diperoleh galur yang hasilnya dapat
mencapai 2 - 4 t ha-1. Tanaman tegap, daun hijau, toleran rebah, tahan
hama dan penyakit.
C.
Sumber
Genetik
Plasmanutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki
karakter suatu populasi dan untuk membentuk varietas jagung. Indonesia miskin
plasmanutfah jagung sehingga dalam pemuliaan jagung perlu menjalin kerjasama
internasional untuk memperluas plasmanutfah kita. Tanpa adanya plasmanutfah
yang mengandung gen-gen baik, pemuliaan tanaman tidak dapat maju. Untuk
memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi varietas/galur dari luar
negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam negeri. Koleksi ini harus
tetap dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga sewaktu-waktu dapat
digunakan dalam program pemuliaan. CIMMYT (Mexico) merupakan sumber utama
plasma nutfah dengan potensi hasil yang tinggi dan tahan terhadap beberapa
penyakit
daun.
Dari koleksi plasma nutfah yang merupakan sumber gen karakter tertentu,
dikembangkan pool gen (gen pool) yang merupakan campuran/komposit dari
varietas-varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan hibirida. Pool gen ini
mengandung gen-gen yang diinginkan yang mungkin frekuensinya masih rendah.
Varietas atau hibrida hasil suatu program dapat dimasukkan ke dalam pool yang
telah ada (Subandi et al., 1988). Sebagai bahan untuk pembentukan varietas
sintetik diperlukan galur-galur inbrida yang memiliki daya gabung baik sedangkan
untuk varietas komposit diperlukan galur yang berdaya gabung umum yang baik
dan atau varietas yang memiliki variabilitas genetik yang luas.
D.
Pembentukan
dan
Perbaikan
Populasi
Dasar
Pembentukan populasi dasar didahului dengan pemilihan plasma nutfah untuk
menentukan potensi perbaikan genetik secara maksimum sesuai dengan yang
diharapkan dari program pemuliaan, sedangkan cara atau prosedur pemuliaan yang
dipakai menentukan berapa dari potensi maksimum ini bisa dicapai. Populasi dasar
jagung yang digunakan di Balittan Malang pada seleksi untuk hasil tinggi yaitu
MC.B, MC.C, dan MC.D; seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit busuk pelepah
yaitu Arjuna, Rama dan Pop.28; seleksi untuk umur genjah yaitu MC.A, MC.F, ACER,
dan Pop.31; dan seleksi untuk toleran terhadap kekeringan yaitu Pool-2 dan Malang
Komposit-9.
Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi dilakukan secara
kontinyu melalui perbaikan dalam populasi (Intra population improvement) dan
perbaikan antar poopulasi (interpopulation improvement). Seleksi dalam populasi
bertujuan memperbaiki populasi secara langsung, sedangkan seleksi antar populasi
bertujuan memperbaiki persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida
yang berasal dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam
perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable genes)

sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang ditentukan.


Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan populasi, yang
juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan membantu meningkatkan
toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan kapasitas populasi untuk
menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah
melaporkan kemajuan seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang bolak
balik (resiprocal recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan
Litbang Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas dan
delapan
hibirida.
E.

Pembentukan

Inbrida

Inbrida calon hibrida memiliki tingkat homozigositas tinggi. Inbrida jagung biasanya
diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) tetapi bisa juga diperoleh melalui
persilangan antar saudara. Dalam pembentukan inbrida perlu dipertimbangkan
antara kemajuan seleksi dengan pencapaian homozigositas. Persilangan antar
saudara dalam pembentukan inbrida akan memperlambat fiksasi alel yang merusak
dan memberi kesempatan seleksi lebih luas. Keuntungan sendiri untuk membuat
inbrida yang relatif homozigot dapat dilihat dari laju inbriding, yaitu bahwa untuk
memperoleh tingkat inbriding yang sama dengan satu generasi penyerbukan sendiri
diperlukan tiga generasi persilangan sekandung (fullsib) atau enam generasi
persilangan
saudara
tiri
(halfsib).
Inbrida dapat dibentuk melalui varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain.
Pembuatan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya berupa
seleksi tanaman dan tongkol selama selfing. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk
tanaman yang baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama.
Pembentukan inbrida dari inbrida lain dibuat dengan jalan menyilangkan dua
inbrida dan disebut seleksi kumulatif. Seleksi selama pembentukan galur
berikutnya lebih terbatas, yaitu dalam batas-batas genotip tanaman S0 yang
diserbukkan sendiri (Moentono, 1988). Seleksi selama pembentukan galur sangat
efektif dalam memperbaiki sifat-sifat galur inbrida, dan berfungsi memusnahkan
galur-galur yang sulit diperbanyak serta menghambat pembentukan benih.
F.

Pembentukan

Varietas

Unggul

Jagung

Bersari

Bebas

Varietas komposit pada dasarnya merupakan campuran berbagai macam bahan


pemuliaan yang telah diketahui potensi produksinya, umurnya, ketahanannya
terhadap cekaman biotic dan abiotik serta sifat-sifat lainnya. Dalam
pembentukannya, biji dari berbagai galur dan hibrida dicampur jadi satu dan
ditanam beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi dengan baik. Setelah
4-5 generasi seleksi dapat dilakukan yakni setelah banyak kombinasi-kombinasi
baru. Seleksi ini dilakukan untuk peningkatan sifat populasi tersebut yang
disebabkan
peningkatan
frekwensi
gen
yang
dikehendaki.
Oleh karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari bebas dan hibrida, maka
melalui kawin acak akan terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru. Dengan
demikian varietas ini dapat bertindak sebagai kumpulan gen (gene pool) yang amat
bermanfaat bagi pemuliaan tanaman menyerbuk silang, khususnya jagung

G.

Pembentukan

Varietas

Unggul

Jagung

Hibrida

Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama hasil persilangan sepasang


atau lebih tetua berupa galur inbrida, klon atau varietas bersari bebas yang
memiliki sifat unggul. Namun yang lebih banyak adalah persilangan antara galur
murni. Varietas hibrida dapat dibentuk baik pada tanaman menyerbuk sendiri,
maupun tanaman menyerbuk silang. Tanaman jagung merupakan tanaman pertama
yang menggunakan varietas hibrida secara komersial, yang telah berkembang di
Amerika
Serikat
sejak
tahun
1930an
(Hallauer
1987).
Pada awalnya hibrida yang dilepas ialah hibrida silang puncak ganda, namun
sekarang lebih banyak hibrida silang tunggal dan modifikasi silang tunggal yang
dilepas. Hibrida silang tunggal mempunyai potensi hasil tinggi dan tanaman lebih
seragam dari hibrida yang lain. Materi populasi dasar pembentukan galur inbrida
dapat berupa varietas bersari bebas, varietas hibrida, varietas lokal, dan
plasmanutfah
introduksi.
H.

Pembentukan

Varietas

Unggul

Jagung

Khusus

(speciality

Corn)

Jagung khusus adalah jagung yang memiliki sifat-sifat khusus seperti jagung yang
memiliki mutu protein tinggi (QPM = Quality Protein Maize), jagung yang berkadar
tepung, minyak dan bioetanol tinggi, jagung manis, jagung pulut, jagung biomas,
dan jagung umur genjah. Jagung dengan sifat khusus tersebut dapat dibentuk
melalui program pemuliaan tanaman yang berulang dan terprogram. Metode
pemuliaan silang balik dapat diterapkan untuk mengintrograsikan gen-gen donor
dari jagung khusus yang yang berproduktivitas rendah ke jagung normal yang
berproduktivitas tinggi. Dengan demikian, akan diperoleh jagung yang memiliki
sifat
khusus
yang
diinginkan
dengan
produktivitas
tinggi.
Jagung mutu protein tinggi (QPM) merupakan jagung yang memiliki kandungan
protein tinggi, khususnya lisin dan triptofan tinggi. Awal dari perbaikan genetik
terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-gen opaque dan floury yang
dilaporkan dapat mengubah kandungan lisin dan triptofan pada endosperma biji
(Zuber, et al., 1975). Dari sejumlah gen yang telah berhasil diidentifikasi, hanya
gen opaque-2 (o2) dan floury2 (fl2) yang sering dimanfaatkan dalam memperbaiki
sifat endosperma jagung (Mertz et al., 1964; Nelson et al., 1965). Pada awalnya,
CIMMYT menggunakan kedua gen tersebut, namun dalam perkembangan berikutnya
lebih memfokuskan kepada pemanfaatan gen o2 (Vasal, 2000).
Jagung pulut (waxy corn) di beberapa daerah sering digunakan sebagai jagung
rebus karena rasanya yang enak dan gurih. Hal ini disebabkan oleh kandungan
amilopektin pada jagung pulut yang hampir mencapai 100%. Endosperm jagung
biasa terdiri atas campuran 72% amilopektin dan 28 % amilosa (Jugenheimer, 1985),
sedangkan menurut Bates et el. (1943) dalam: Alexander dan Creech (1977 )
kandungan endosperm jagung pulut hampir semuanya amilopektin. Pada jagung
pulut terdapat gen resesif wx dalam keadaan homosigot (wxwx) yang
mempengaruhi komposisi kimia pati sehingga menyebabkan rasa yang enak dan
gurih.
Jagung pulut potensi hasilnya rendah hanya mencapai 2-2,5 ton/ha dan secara

umum tidak tahan penyakit bulai. Sampai saat ini varietas pulut belum banyak
mendapat perhatian, terutama dalam peningkatan potensi hasilnya padahal
permintaan jagung pulut terus meningkat terutama untuk industri jagung marning.
Untuk pembuatan jagung marning dibutuhkan biji jagung pulut yang ukurannya
lebih besar karena kualitasnya lebih bagus, lebih baik dibanding dengan
menggunakan biji kecil. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
mengintrogresikan gen pulut ke jagung putih yang bijinya lebih besar,
produktivitasnya lebih tinggi dan memiliki nilai biologis yang tinggi atau dengan
membentuk jagung pulut hibrida yang berdaya hasil tinggi dan berbiji lebih besar.
Jagung manis (sweet corn) sudah umum terdapat di kota-kota besar. Jagung ini
dikonsumsi dalam bentuk jagung muda, mempunyai rasa manis dan enak. Rasa
manis disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi, bahkan ada beberapa varietas
yang dapat dibuat sirup. Jagung manis mempunyai biji-biji yang berisi endosperm
manis, mengkilap dan tembus pandang ketika belum masak, dan bila kering
berkerut.
Pada varietas jagung manis terdapat suatu gen resesif yang mencegah perubahan
gula menjadi pati (Purseglove, 1992). Gen yang sudah umum digunakan adalah su2
(standard sugary) dan sh2 (shrunken). Gen su2 merupakan gen standar sedangkan
gen sh2 menyebabkan rasa lebih manis dan dapat bertahan lebih lama disebut
supersweet. Apabila kedua gen berada dalam satu genotype maka disebut sugary
supersweet. Menurut Straughn (1907) dalam: Alexander dan Creech (1977)
kandungan gula pada biji yang masak berbeda pada setiap kultivar jagung manis,
tergantung pada derajat kerutannya. Kerutan yang dalam lebih banyak
mengandung
gula
dibandingkan
kerutan
yang
dangkal.
I. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang mempunyai karakterkarakter yang diinginkan dan hasil biji tanaman terpilih dicampur untuk generasi
berikutnya. Seleksi massa tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi massa tidak
berbeda dengan seleksi massa untuk tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi massa
merupakan prosedur yang sederhana dan mudah, sudah dipraktekkan petani sejak
dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa kemungkinan dapat dijadikan
dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang dan seleksi massa adalah dasar
pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman menyerbuk silang,
sebelum
dikembangkan
program
perbaikan
tanaman.
Musim
I
Tanam populasi dasar dalam petak terisolasi yaitu tidak ada populasi lain yang
berbunga bersamaan pada jarak tertentu sehingga tidak terjadi kontaminasi
tepungsari. Gunakan kerapatan tanaman yang lebih rendah dari cara anjuran agar
genotipe dapat menunjukkan potensi yang maksimum, terutama untuk seleksi hasil
biji.
Pilih tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Pemilihan dapat
dilakukan bertahap, yaitu sebelum berbunga, setelah berbunga dan akhirnya pada
waktu panen hanya dipilih dari tanaman yang terpilih sebelumnya dan masih
menunjukkan karakter yang diinginkan. Biji hasil tanaman terpilih dicampur

menjadi satu untuk generasi berikutnya. Pencampuran dapat dilakukan dengan


mengambil jumlah yang sama untuk masing-masing tanaman terpilih agar semua
tanaman
terpilih
menyumbangkan
frekuensi
gamit
yang
sama.
Musim
II
Prosedur pada musim I dilakukan kembali sampai beberapa musim, sampai populasi
mempunyai karakter pada tingkat yang diinginkan. Seleksi massa efektif untuk
karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi artinya tidak banyak dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, karena pemilihan hanya berdasarkan satu individu pada satu
lokasi
dan
satu
musim.
Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung dipilih
berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan pasti
yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang
menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih
sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan
maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga penyerbukan
terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman
terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang
lebih
besar
daripada
seleksi
berdasarkan
satu
tetua
saja.
Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila
lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman
yang terpilih belum tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk
mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan
hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23% dari
populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10 tahun), dan respon tiap
generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan menggunakan seleksi massa
terhadap hasil biji jagng tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk
memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:

Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji
yang telah dikeringkan sampai kadar air konstan.

Lahan pertanaman berukuran 0.2 0.3 ha dipelihara dengan pemberian


pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil
keragaman lingkungan.

Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan ukuran
4 x 5 m.

Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman.

Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 5000 tanaman,
yakni 4 tanaman unggul dipilih dari masing-masing petak kecil yang terdiri
dari 40 tanaman.
Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)
Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut
head-to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan halfsib selection Bagan

pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di
Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein
yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini merupakan
modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan (progeny
test) dari tanaman yang terseleksi, untuk membantu/memperlancar seleksi yang
didasarkan
atas
keadaan
fenotip
individu
tanaman.
Langkah-langkah
pelaksanaan
seleksi
ear-to-row:
Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi
yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya
dipanen
terpisah.
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-barisan
keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu fenotip
tanaman yang terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-baris
keturunan.
Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk
ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak.
Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang
baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan
adalah saudara tiri (half sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian
tanpa ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih.
Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah
kemungkinan terjadinya inbreeding cukup besar. Karena satu tongkol menjadi satu
baris yang dalam baris itu merupakan satu famili. Timbulnya inbreeding ini
mengurangi kemajuan genetik pada proses seleksinya.
Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)
Musim
1
Tanam populasi dasar sekitar 3000 5000 tanaman. Pilih 300 400 tanaman yang
mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silangdiri untuk menghasilkan
galur S1. Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih mempunyai karakter
yang
diinginkan.
Musim
2
Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris dengan
25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam famili (baris)
yang tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan sebagainya, dan
pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri. Panen terpisah masingmasing tongkol, pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh
biji
S2.
Musim
3
Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silangdiri (S2)
satu tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan
dalam baris. Pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri.
Panen
terpisah
masing-masing
tongkol
dan
diperoleh
biji
S3.
Musim
4
Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman lagi
seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk

memperoleh

galur

yang

mendekati

homozigot.

Pada pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama
dengan inokulasi/investasi buatan.
Seleksi Curah (Bulk Selection)
Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan jumlah yang
sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300 tanaman ambil
4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silangdiri lagi 300 tanaman
yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan pekerjaan ini dilakukan
4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya. Modifikasi dapat dilakukan
dengan mengevaluasi daya gabung pada S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri
tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil silangdiri masing-masing galur terpilih
dicampur dan silangdiri dilanjutkan sampai mencapai homozigot. Seleksi curah
dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan dengan banyak populasi sekaligus.
Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)
Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan diselingi
oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi rekombinasi.
Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam
menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung Stiff Stalk Synthetic.
Langkah-langkah
pelaksanaan
seleksi
fenotip
berulang
adalah:
Musim I : Tanam 100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing)
bijinya
diuji
kandungan
minyaknya.
Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu
tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang
sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.
Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum
(Recurrent Selection for General Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung
dapat
ditentukan
sejak
dini.
Prosedur
seleksi
sebagai
berikut:
Musim I
karakter
tersebut
yang

: Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai


yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih
untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman
masih
menunjukkan
karakter
yang
diinginkan.

Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1
dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa
benih
S1
disimpan
untuk
digunakan
dalam
rekombinasi.
Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim
kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis umum
(generalized lattice) dengan 2 4 ulangan pada 1 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi
ini
pilih
famili
superior.
Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada
musim pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk

populasi

baru.

Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan
sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.
Seleksi Silang Balik (Backcross)
Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi
perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama penyakit.
Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakterkarakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan
dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X,
selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang
balik dengan galur A akan diperoleh galur A yang karakternya sama dengan galur
tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang
balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses
seleksi. Pada tanaman F1 mengandung 50% gen-gen galur A, silang balik 1 (BC1)
peluangnya 75%, bc2 meningkat menjadi 87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75%
dan bc4 meningkat peluangnya menjadi 96,875%. Namun harus diikuti daya
gabungnya jangan sampai berubah dari galur pasangannya dalam pembuatan
hibrida.

Gambar 2. Metode penyerbukan silang tanaman jagung


Daftar Pustaka
Alexander,D.E. dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types.
In Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc.
Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding.
Iowa
State
Univ.
Press,
Ames.

Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan


teknologi budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi
Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. P. 3772.
Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs:
Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000. Mexico,
D.F.
:
CIMMYT.
Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian
Nasional
:
JAGUNG.
Puslitbangtan,
Bogor.
Moentono, M.D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Jagung.
Pustlitbangtan,
Bogor.
Zuber, M.S., W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for
endosperm
lysine
content.
Crop
Sci.
15:
93-94.
Vasal, S.K. 2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21
(
4):
445-450.
Mertz ET., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein
composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279280.
Nelson, O.E., E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the
amino acid pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470.
Purseglove. 1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.
Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley
and
Sons.
New
York.
Dahlan, M.M., 1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman.
Fakultas pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p.

Teknik Persilangan
I. PENDAHULUAN
I.1. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum pada acara ini adalah:
a. Mempelajari taknik persilangan pada tanamann menyerbuk sendiri dan tanaman
menyerbuk silang.
b. Menhitung persentasi keberhasilan persilangan.
I.2. Latar Belakang
Salah satu upaya yang perli kita lakukan untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan
penggunaan bibit unggul. Sifat bibit unggul pada tanaman dapat timbul secara alami karena

adanya seleksi alam dan dapat juga timbul karena adanya campur tangan manusia melalui
kegiatan pemuliaan tanaman.
Pemuliaan tanaman pada dasarnya adalah kegiatan memilih atau menyeleksi dari suatu
populasi untuk mendapatkan genotipe tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul yang
selanjutnya akan dikembangkan dan diperbanyak sebagai benih atau bibit unggul. Namun
demikian, kegiatan seleksi tersebut seringkali tidak dapat langsung diterapkan, karena sifatsifat keunggulan yang dimaksud tidak seluruhnya terdapat pada satu genotipe saja, melainkan
terpisah pada genotipe yang lainnya. Misalnya, suatu genotipe mempunyai daya hasil yang
tinggi tapi rentan terhadap penyakit, sedangkan genotipe lainnya memiliki sifat-sifat lainnya
(sebaliknya). Jika seleksi diterapkan secara langsung maka kedua sifat unggul tersebut akan
selalu terpisah pada genotipe yang berbeda. Oleh sebab itu untuk mendapatkan genotipe yang
baru yang memiliki kedua sifat unggul tersebut perlu dilakukan penggabungan melalui
rekombinasi gen.
Persilangan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan rekombinasi gen. Secara teknis,
persilangan dilakukan dengan cara memindahklan tepung sari kekepala putik pada tanaman
yang diinginkan sebagai tetua, baik pada tanaman yang menyerbuk sendiri (self polination
crop) maupun pada tanaman yang menmyerbuk silang (cross polination crop).
Keberhasilan persilangan sangat ditentukan oleh pemulia tanaman mengenai tehnik
persilangan itu sendiri maupun pada pengetahuan akan bunga, misalnya:
*. Stuktur bunga.
*. Waktu berbunga.
*. Saat bunga mekar.
*. Kapan bunga betina siap menerima bunga jantan (tepung sari).
*. Tipe penyerbukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi merupakan kemampuan mahluk hidup untuk memperbanyak diri. Reproduksi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu reproduksi seksual (reproduksi melalui peleburan
gamet tetua) dan reproduksi aseksual (reproduksi tanpa peleburan gamet tetua).
Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari kekepala putik. Sedangkan pembuahan adalah
bergabungnya gamet jantan dan gamet betina. (Anonim, ). Kriteria klasifikasi yang
dipergunakan hanya berdasarkan tingkat penyerbkan sendiri dan penyerbukan silang.
Polonasi sendiri sudah barang tentu hanya merupakan salah satu system perbanyakan
tanaman dan hanya sebagai salah satu jalan dimana populasi dapat dikawinkan. Didalam
group penyerbukan silang jumlah persilangan dari luar adalah sangat penting karena ia
memepengaruhi dalam kontaminasi stok pemuliaan. Ada perbedaan yang besar antara jumlah
persilangan dengan luar didalam species dari suatu kelompok. Jumlah persilangan dari
varietas yang diberikan juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang berubah. (R.W.
Allard, 1992)
Penyerbukan dapat dibedan atas dua cara yaitu:
1. Penyerbukan sendiri
Penyerbukan sendiri adalah jatuhnya serbuk sari dari anter ke stigma pada bunga yang sama
atau stigma dari bunga yang lain pada tanaman yang sama atau klon yang sama. Prinsipyang
memungkinkan terjadinya penyerbukan penyerbukan sendiri adalah kleistogami yaitu pada

waktu terjadi penyerbukan bunga yang belum mekar atau tidak terbuka, misalnya pada
kedelai, padi, tembakau dan lain-lain. Jumlah penyerbukan silang yang munkin terjadi pada
5tanaman-tanaman tersebut berkisar antara 0% sampai 4 atau 5%.
Terjadinya penyerbukan sendiri disababkan oleh :
a. Bunga tidak membuka.
b. Serbuk sari sudah matang dan jatuh sebelum bunga terbuka.
c. Stigma dan stamen tersembunyi oleh organ bung yang sudah terbuka.
d. Stigma memanjang melalui tabung staminal segera sesudah anter membuka.
e. Bunga matang serempak.
Penyerbukan diawali oleh pembungaan proses ini disebut anthesis.(Anonim, )
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan persilangan buatan, yaitu:
1. Periode bunga tertua jantan dan betina
Pengaturan waktu tanam yang perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga saat keluarnya
bunga hampir serentak antara kedua tetua yang disilangkan.
2. Waktu emaskulasi dan persilangan. (M. Nasir, 2001)
Metode pemuliaan yang terbukti telah berhasil terhadap species perbanyakan sendiri berada
pada kategori sebagai berikut :
1. Seleksi galur murni
Seleksi ini digunakan untk memilih varietas baru dari varietas yang dahulu telah melewati
petani dari generasi ke generasi. Sebagian besar tanaman diseleksi dari varietas tersebut dan
dapat diharapkan bersifat homozigot dan inilah titik awal dari perkembangan pemuliaan.
2. Seleksi massal
Seleksi ini berbeda dengan seleksi galur murni dalanjumlah tanaman dimana tidak hanya
sebatang yang diseleksi untuk mendapatkan varietas baru. Varietas yang dikembangkan
dengan cara ini mencakup beberapa genotipe yang lebih banyak dibandingkan populasi
induknya.
3. Metode hibridisasi, dengan pemisahan secara :
3a. Metode catatan terhadap galur asal usul
Metode silsilah digunakan secara luas oleh pemuliaan tanaman saat ini. Ia menurunkan
namanya dari catatan yang disimpan oleh pendahulunya. Seleksi ini keungulanya didasarkan
pada keadaan fisik dan sifat yang lain dari individu.
3.b. Metode curah
Metode ini digunakan jika seleksi buatan dilakukan selama perbanyakan massal, pemilihan
iini biasanya didasarkan atas tabiat dari individu tanaman.
3.c. Metode persilangan kembali
Dalam metode ini diulang manjadi induk yang dikehendaki selama seleksi di kerjakan
terhadap sifat karakteristik yang sedangdipindahkan dari dari satu donor induknya.(R.W.
Allard, 1992)
2. Penyerbukan silang
Penyerbukan silang adalah jatuhnya serbuk sari dari anter ke stigma bunga yang berbeda.
Contoh dari persilangan ini adalah ubi kayu, alfalfa, jagung, padi liar ,dan lain-lain.

Terjadinya penyerbukan silang disebabkan oleh:


a. Gangguan mekanis terhadap penyerbukan sendiri.
b. Perbedaan periode matang sebuk sari dan kepala putik.
c. Sterilitas dan inkompatibilitas
d. Adanya bunga monocious dan diocious.
Jagung adalah tipe monocious, staminate terdapat diujung batang dan pistilate pada batang.
Serbuk sari mudah diterbangkan angin sehingga penyerbukan lebih dominan meskipun
penyerbukan sendiri bisa terjadi 5% atau lebih. (Anonim,)
Ada perbedaan besar dalam hal penyerbukan pengontrolan polinasi silang dan juga
kemudahan pengontrolan polinasi silang oleh pemulia tanaman. Beberapa species
mempunyai sifat tidak serasi dan dapat dikawinkan tanpa adanya kesulitan terhadap sifat
yang tidak cocok.
Metode penting yang sesuai dengan penyerbukan silang antara lain:
1. Seleksi massal
Seleksi ini merupakan cara yang penting dalam pengembanan macam-macamvarietas yang
disilangkan.Dalam seleksi ini jumlah yang dipilih banyak untuk memperbanyak generasi
berikutnya .
2. Pemuliaan persilangan kembali
Metode ini digunakan dengan species persilangan luar yang nilainya sama baiknya dengan
species yang berpolinasi sendiri.
3. Hibridisasi dari galur yang dikawinkan
Varietas hibrida tergantung dari keunggulan keragamanyang mencirikan hibrid F1 diantara
genotipe tertentu.Tipe genotipe yantg disilangkan melahirkan galur-galur, klon, strain, dan
varietas.
4. Seleksi berulang
Seleksi yang diulang, genotip[e yang diinginkan dipilih dari genotipe ini atau turunan
sejenisnya disilangkan dengan luar semua kombinasi yang menghasilkan populasi untuk
disilangkan.
5. Pengembangan varietas buatan. (R. W. Allard, 1992).
III. BAHAN DAN METODE.
III.1. BAHAN DAN ALAT
Adapun bahan yang kami gunakan pada acara praktikum ini adalah:
a. Benih kedelai
b. Benih cabai
c. Pupuk jagung
d. Pupuk kandang
e. Pupuk NPK
f. Pestisida
Adapun alat yang kami gunakan selama praktikum ini adalah:

a. Pinset
b. Gunting
c. Kaca pembesar
d. Kertas label
e. Benang
f. Spidol permanen
g. Kantong kertas 40 x 50
h. Klip
i. Staples
III.2. METODE PELAKSANAAN
A. Tanaman Menyerbuk Sendiri (Kedelai)
A.1. Pelaksanaan Tanam
1. Menyiapkan lahan petakan ukuran 1,6 x 2 m untuk setiap mahasiswa.
2. Memberi pupuk kandang pada lahan sekitar 5 kg untuk setiap petakan
3. Membuat jarak tanam kedelai 40 x 20 cm, sehingga setiap petak terdapat 4 baris, 10
tanaman per baris, 2 baris tanaman ditengah untuk pengamatan keragaman genotipe, 2 baris
tanaman pinggir untuk persilangan.
4. Menugal tanah yang telah disiapkan dengan jkarak tanam tersebut. Benih dimasukkan 2
biji perlubang dan diberi furadan 3 G +/- 10 butir sebelumnya.
5. Lebih kurang 5 cn dari lubang tanam, buat alur pupul urea, SP 36,dan KCl.
6. Memberikan urea 2 gr/tanaman, SP 36 3 gr/tanaman, dan KCl 3 gr/ tanaman, pemupukan
urea diulang pada saat 4 mst dengan dosis 2 gr/ tanaman.
7. Jika ada gejala serangan hama dan penyakit lakukan pengendalian.
8. Melakuakn penyiraman setiap hari, jika tidak turun hujan.
A.2. Pelaksanaan Persilangan
Setelah berumur 4 minggu setelah tanam sudah mulai berbunga, penyilangan dapat
dil;akukan setiap hari pada pukul 07.30 10.00 WIB.
1. Memilih bunga yang diperkirakan mekar esok harinya dengan ciri-ciri kuncup bunga
membengkak dan corolla mulai kelihatan muncul sedikit pada kelopaknya. Kelopak bunga
dibuang dengan pinset. Kemudian buang bunga mahkota dengan cara menarik perlahan
lahan mahkota (sepal). Sampai kelima sepal habis.
2. Membuang seluruh stamen dengan menggunakan pinset sehingga hanya tertinggal kepala
putik.
3. Memilih bunga yang mekar sebagai sumber serbuk sari (pejantan), lalu buka mahkotanya
dan ambil anter yang sudah siap untuk diserbukkan kekepala putik atau stigma.
4. Melakukan pemindahan serbuk sari kekepala putik.
5. Setelah menyilangkan diberi label yang neggantung pada tangkai atau cabang bunga
tersebut dengan menulis tetua yang disilangkan (betina dan jantan), tanggal persilangan,
nama penyilang (pemulia).
6. Apabila kira-kira satu minggu bunga yang disilangkan masih segar dan hijau berarti
hibridisasi berhasil.

B. TANAMAN MENYERBUK SILANG (JAGUNG)


A.1. PELAKSANAAN TANAM
1. Menyiapkan lahan petakan ukuran 1,6 x 2 m untuk setiap mahasiswa.
2. Memberi pupuk kandang pada lahan sekitar 5 kg untuk setiap petakan.
3. Jarak tanam jagung 80 x 20 cm, sehingga setiap petakan terdapat 2 baris, setiap baris 10
tanaman, masing-masing baris dengan varietas berbeda.
4. Menugal tanah yang telah disiapkan dengan jarak tanam tersebut. Benih dimasukkan 2 biji
per lubang dan diberi furadan 3 G +/- 10 butir sebelumnya.
5. Lebih kurang 5 cn dari lubang tanam, buat alur pupul urea, SP 36,dan KCl.
6. Memberikan urea 2 gr/tanaman, SP 36 3 gr/tanaman, dan KCl 3 gr/ tanaman, pemupukan
urea diulang pada saat 4 mst dengan dosis 2 gr/ tanaman.
7. Jika ada gejala serangan hama dan penyakit lakukan pengendalian.
8. Melakuakn penyiraman setiap hari, jika tidak turun hujan.
B.2. PELAKSANAAN PERSILANGAN JAGUNG
Setelah berumur 5 mst,bunga jantan mulai keluar, penutupan bunga yang dilakukan setiap
hari.
1. Memilih bunga betina (tongkol) yang akan diserbuki sebelum rambut pada ujung tongkol
keluar, dibungkus dengan kantong kertas yang sudah disiapkan.
2. Memilih tanaman yang akan dipakai sebagai pejantan (sumber serbuk sari) dengan tandatanda bunga jantan sudah mekar, kemudian bungkus bunga jantan tersebut sampai
rapatdengan kantong kertas, jangan sampai serbuk sari jatuh beterbangan
3. Setelah satu atau dua hari bunga jantan tersebut telah siap untuk disilangkan. Untuk
memastikan dipeolehnya tepung sari yang cukup, maka tepuklah bunga jantan yang
terbungkus tersebut.
4. Ap[abila bunga betina yang dipilih telah siap diserbuki, yaitu pada tongkolyang telah
keluar rambut diujungnya, maka persilangan telah siap dilaksanakan.
5. Persilangan dilakukan dengan cara memindahkanbunga jantan (serbuk sari) ke bunga
betina(putik) dengan meletakkan serbuk sari pada rambut tongkol.
6. Menutup kembali tongkol yang telah disebuki. Tulis dan gantungkan label persilangan
pada tongkol tersebut.
C. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada saat panen, pada kedelai ditandai dengan perubahan warna
polong dari hijau menjadi kecoklatan, peubah yang diamati sebagai berikut:
1. Persentase keberhasilan persilangan dihitung dengan: jumlah bunga yang berhasil
disilangkan dibagi jumlah polong bunga yang disilangkan dikali 100%.
2. Jumlah biji per polong
Pengamatan tanaman jagung dilakukan saat panen meliputi:
1. Jumlah tongkol yang jadi (buah)
2. Panjang tongkol (cm), diukur setelah tongkol dikupas.
3. Diameter tongkol (cm), diukur pada bagian tengah tongkol.
4. Jumlah biji per tongkol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. 1. HASIL PERCOBAAN
A. Tingkat Keberhasilan Persilangan Tanaman Jagung
No Tetua Persilangan Jml bunga yg disilangkan Jml persilangan yg menghasilakan polong
Persentase keberhasilan
1 Bisi2xpioner 5 4 80%
Pioner x bisi 2 4 2 50%
B. Tingkat Keberhasilan Persilangan Kanaman Kedelai
No. Tetua Persilangan Jml bunga yg disilangkan Jml persilangan yg menghasilakan polong
Persentase keberhasilan Jml biji per polong
1 Var.Kipas putih x Kipas putih 6 4 66,6%
22 Var.Kipas putih x Var.Unib 5 2 40%
3 Var. Unibx Var. Kipas putih 3 1 33%
V.2. Pembahasan
Pada pembahasan ini kami akan menguraikan hasil percobaan kami menjadi dua (2) bagian
yaitu:
1. persilangan kedelai (persilangan sendiri)
Dari hasil persilangan yang kami lakukan pada tanaman kedelai, ternyata persen keberhasilan
yang didapat adalah sebesar nilai yang tertera dalam tabel, dimana, untuk persilangan antara
kedelai varietas kipas putih dengan kedelai varietas kipas putih didapatkan persentase
keberhasilan sebesar 66,6% dimana jumlah biji perpolong antara 1-2 biji kedelai. Untuk
persilangan antara kedelai varietas Kipas Putih dengan kedelai varietas Unib, didapatkan
persentase keberhasilan sebesar 40% dimana jumlah biji perpolong juga antara 1-2 biji
kedelai. untuk persilangan antara kedelai varietas Unib dengan kedelai varietas Kipas putih
didapatkan persentase keberhasilan sebesar 33% dimana jumlah biji perpolong juga antara 12 biji kedelai.
Hasil persilangan tersebut kemungkinan tidak 100% dihasilkan dari persilangan silang. Hal
ini disebabkan oleh adanya kesalahan penerimaan informasi, yaitu bunga yang kami
silangkan ternyata telah hampir mekar sehingga kemungkinan ada serbuk sari yang sudah
jatuh pada stigma dan telah terjadi pembuahan. Namun tidak semua hasil silang tersebut
berasal dari bunga yang hampir mekar, namun ada juga bunga yang disilangkan tersebut
berasal dari bunga yang disilangkan sewaktu kuncup dan hampir mekar.
Sebenarnya cukup banyak bunga yang kami silangkan yaitu sekitar 14 bunga. Namun dari
sebanyak itu hanya 7 bunga yang jadi dan sisanya tidak jadi, atau tingkat keberhasilan adalah
sekitar 50% , memang pada awalnya bunga itu telah hampir jadi pentil/buah polong. Namun
setelah beberapa hari kemudian bakal polong tersebut tidak berhasil menjadi polong
melainkan gugur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak
mendukung misalnya pada saat persilangan ada banyak turun hujan, akibatnya banyak
pentil/polong kedelai yang gugur karena kadar air yang banyak, kemungkinan ada juga
pengaruh penyakit, sebab pada saat persilangan ada juga miselia-miselia jamur. Namun
kondisi itu tidak berlangsung lama, karena pada saat itu kondisi cuaca mudah berubah-ubah.
Mungkin juga bisa disebabkan karena tiap varietas kedelai juga memiliki tingkat jadinya

penyerbukan yang berbeda-beda, dan kecocokan dalam persilangan, hal ini terlihat ada Ada
kegagalan yang begitu besar dari penyerbukan silang ini, mungkin lebih disebabkan oleh
pengaruh tingkat ketelitian oleh pemulia sendiri, sebab struktur bunga yang begitu kecil dan
kondisi lingkungan yang tidak stabil serta adanya faktor dalam misalnya perbedaan tingkat
persilangan antara varietas yang berbeda.
2. Persilangan pada jagung
Pada tanaman jagung keberhasilan persilangan keseluruhan didapatkan sebesar 66.67% dari 9
kali persilangan yang dilakukan. Yaitu bpada ntanaman jagung bisi 2 yang disilangkan
dengan pioner menghasilkan sekitar 80 % tingkat keberhasilan dari 5 kali persilangan. Dan
pada tanaman pioner yang disilangkan dengan bisi 2 menghasilkan sekitar 66.67% dari 6 kali
persilangan.
Hasil persilangan jagung terlihat jumlah biji yang dihasilkan tidak rata atau tongkol yang
bernas sedikit, hal ini menunjukkan serbuk sari pejantannya sedikit yang berhasil membuahi
putik. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pemulia dan faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Dan dari yang praktikan ketahui tentang persilangan jagung dengan varietas berbeda maka
biasanya tongkolnya tidak akan berbentuk atau berbiji sempurna Mengapa tongkol yang
disilangkan tidak berbiji sempurna dan mengapa tongkol tumbuh tidak besar dan panjang?
praktikan kira ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap perbedaan tersebut, antara lain:
a. Akibat dari persilangan, artinya akibat adanya persilangan maka tongkol tidak dapat
menghasilkan biji dengan sempurna. Hal ini terjadi karena pada saat penyerbukan belum
semua rambut jagung (stigma) keluar sehingga sewaktu penyerbukan ada stigma yang tidak
kena tepung sari.
b. Pengaruh organisme hidup, hal ini bisa terjadi karena pada saat penyerbukan banyak sekali
semut yang bersarang pada tongkol dan anter yang dibngkus oleh penutup.
c. Pengaruh iklin , sebab pada saat penyerbukan, kondisi cuaca tidak baik (ada hujan dan
angin) sehingga ada kemungkinan tepung sari jatuh dan tidak sampai ke ovule karena tebawa
air atau angin.
d. Kurangnya unsur hara, hal ini terjadi sebab kondisi yang kurang baik, mungkin tanaman
ini kekurangan unsur Phosfor untuk pengisian biji jagung.
V. KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang perlu kami simpulkan disini antara lain:
1. Setiap tumbuhan memiliki tehnik persilangan yang tidak sama.
2. Tehnik persilangan menyerbuk sendiri dilakukan pada tanaman yang dapat melakukan
penyerbukan dalam satu bunga.
3. Tehnik persilangan menyerbuk sendiri dilakukan pada tanaman yang dapat melakukan
penyerbukan pada bunga lain.
4. Banyak hal yang mempengaruhi pada tanaman menyerbuk sendiri antara lain kondisi
lingkungan, stuktur bunga, jenis varietas dan ketelitian si pemulia.
5. Demikian pula pada tanaman yang menyerbuk silang, ada beberapa faktor yang juga
berpengaruh pada persilangannya, antara lain pengaruh organisme hidup, iklim dan

keterampilan pemulia.
6. Persilangan pada tanaman menyerbuk silang lebih mudah dilakukan dari tanaman yang
menyerbuk sendiri.
7. Tingkat keberhasilan pada tanaman yang menyerbuk silang ternyata lebih besar dari
tanaman yang menyerbuk sendiri.
Jagung (Zea mays ssp. mays) adalah salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat yang
terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Bagi penduduk Amerika Tengah dan Selatan,
bulir jagung adalah pangan pokok, sebagaimana bagi sebagian penduduk Afrika dan beberapa
daerah di Indonesia. Di masa kini, jagung juga sudah menjadi komponen penting pakan
ternak. Penggunaan lainnya adalah sebagai sumber minyak pangan dan bahan dasar tepung
maizena. Berbagai produk turunan hasil jagung menjadi bahan baku berbagai produk industri.
Beberapa di antaranya adalah bioenergi, industri kimia, kosmetika, dan farmasi.
Dari sisi botani dan agronomi, jagung merupakan tanaman model yang menarik[1][2],
khususnya di bidang genetika, fisiologi, dan pemupukan. Sejak awal abad ke-20, tanaman ini
menjadi objek penelitiangenetika yang intensif. Secara fisiologi, tanaman ini tergolong
tanaman C4 sehingga sangat efisien memanfaatkan sinar matahari. Sebagian jagung juga
merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya terjadi jika mendapat penyinaran di
bawah panjang penyinaran matahari tertentu, biasanya 12,5 jam[3]
Statistik dan Informasi Tahun 2009
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
1
A.
Perkembangan Ekspor Impor Nasional (Volume(ton) dan Nilai (000 US$)) 1.
Perkembangan Ekspor Impor Nasional Komoditi Tanaman Pangan Volume Ekspor Beberapa
Komoditas Tanaman Pangan Indonesia, 2004 - 2008
(Ton) No. Komoditas Tahun Pertbhn 2008 2004 2005 2006 2007 2008 Thd 2007 (%)
1 Beras 904 42,286 959 1,604 865 -46.04 2 Beras Olahan 3,588 2,628 218 2,555 356 -86.06 3
Gandum 13,423 13,406 16,121 73,834 39,549 -46.44 4 Gandum Olahan 563,493 558,647
610,384 551,972 461,147 -16.45 5 Jagung 32,679 54,009 28,074 101,739 107,001 5.17 6
Jagung Olahan 18,800 8,739 1,091 312 1,168 274.47 7 Kacang Tanah Segar 8,118 5,102
2,520 5,363 8,196 52.83 8 Kacang Tanah Olahan 1,932 9,112 9,273 4,324 2,438 -43.61 9
Kedelai Segar 1,300 876 1,732 2,389 1,775 -25.70 10 Kedelai Olahan 17,080 8,276 7,057
7,334 7,239 -1.30 11 Ubi Jalar Segar 11,822 11,113 11,216 8,389 8,443 0.64 12 Ubi Kayu
Segar 234,169 229,789 132,005 209,669 129,696 -38.14 13 Ubi Kayu Olahan 214,427
82,851 7,091 22,897 36,990 61.55 14 Tananam Pangan Lainnya 48,511 96,597 33,477 7,079
7,466 5.47
Jumlah 1,170,247 1,123,431 861,219 999,460 812,330 -18.72
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : Tahun 2007 menggunakan kode HS 10 digit,
tahun-tahun sebelumnya menggunakan kode HS 9 digit
Nilai Ekspor Beberapa Komoditas Tanaman Pangan Indonesia, 2004 - 2008

(US$ 000) No. Komoditas Tahun Pert 08 2004 2005 2006 2007 2008 Thd 07 (%)
1 Beras 457 8,658 531 466 858 84.17 2 Beras Olahan 1,006 430 94 75 77 2.49 3 Gandum
3,294 2,972 3,315 13,730 17,841 29.94 4 Gandum Olahan 163,825 174,923 184,486 190,227
234,132 23.08 5 Jagung 9,074 9,048 4,306 18,503 28,906 56.22 6 Jagung Olahan 4,672 2,846
369 123 419 240.34 7 Kacang Tanah Segar 5,352 3,298 2,579 4,569 8,994 96.84 8 Kacang
Tanah Olahan 2,304 7,494 8,164 4,957 5,077 2.41 9 Kedelai Segar 501 485 2,891 2,466
1,594 -35.37 10 Kedelai Olahan 6,202 6,080 5,515 6,147 6,658 8.32 11 Ubi Jalar Segar 5,209
4,581 6,259 6,197 6,594 6.41 12 Ubi Kayu Segar 20,400 25,441 14,836 6,197 20,770 235.17
13 Ubi Kayu Olahan 36,946 15,588 1,847 7,991 15,101 88.98 14 Tananam Pangan Lainnya
15,256 24,900 28,962 27,401 1,893 -93.09
Jumlah 274,497 286,744 264,155 289,049 348,914 20.71
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : Tahun 2007 menggunakan kode HS 10 digit,
tahun-tahun sebelumnya menggunakan kode HS 9 digit

2008:Jagung pada 2008 telah tercapai swasembada dengan produksi 16,32 juta ton.
2009: target produksi ditargetkan mencapai 17,04 juta ton.
2010: target produksi menjadi 19,8 juta ton. Total produksi tercapai sebesar 18.327 ribu ton, produktivitas 44,35
ku/ha, dan luas panen 4,13 juta hektar.
2011: Berdasarkan Angka Ramalan III BPS produksi jagung tahun 2011 mencapai 17.230 ribu ton pipilan kering
atau 1.097 ribu ton (5,99%) lebih rendah dari produksi tahun 2010. Produktivitas jagung ratarata nasional
sebesar 44,52 ku/ha. Luas panen 3,87 juta hektar. Luas panen menurun dari tahun 2010.
Lalu, menurut angka ATAP, produksi sebesar 17,64 juta ton pipilan kering atau turun sebesar 684,39 ribu ton
(3,73 persen) dibandingkan 2010.
2012: menurut ARAM I diperkirakan produksi tahun 2012 sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau naik sebesar
1,30 juta ton (7,38 persen) dibandingkan 2011. Kenaikan produksi tersebut terjadi karena adanya perkiraan
peningkatan luas panen seluas 132,78 ribu hektar (3,44 persen) dan produktivitas sebesar 1,74 kuintal/hektar
(3,81 persen).
Pada tahun 2011 ini produksi jagung AS diperkirakan hanya 10,8 miliar gantang. Angka ini terendah sejak tahun
2006.Perkiraan baru ini juga turun 17 persen daripada perkiraan bulan lalu sebesar 13 miliar gantang.Menurut
perhitungan USDA, harga jagung akan melonjak hingga 8,90 dollar AS (Rp 84.327) per gantang dari harga Juli
yang sebelumnya hanya diproyeksikan 6,40 dollar AS (Rp 60.640). Satu gantang jagung setara dengan 31,5
kilogram.

B. Jagung Harga jagung di Indonesia bersifat fluktuatif dengan adanya pengaruh


dari harga jagung di pasar internasional. Penggunaan jagung sebagai pakan
ternak di Indonesia memaksa perlu adanya impor jagung. Saat ini pasar jagung
di dunia internasional cenderung mengalami penurunan volume sehingga
dipastikan adanya kenaikan harga (Kariyasa dan Sinaga, 2004) di pasar
internasional. Penggunaan bahan baku jagung sebagai bahan energi ikut
mempengaruhi harga jagung di pasar internasional. Akibat dari impor jagung
yang besar di Indonesia maka harga komoditas akan mengikuti sifat harga di
pasar internasional. Tabel Rata-Rata Harga Jagung Nasional 2005-2009 (Rp/kg)
Tahun Harga Komoditas Jagung 2005 850 2006 926 2007 1153 2008 1748 2009
1330 Sumber:BAPPEBTI.go.id Rata- Rata Harga Komoditas Jagung Nasional 20052009 Harga 2000 1800 1600 1400 1200 1000 Harga Komoditas Jagung 800 600
400 200 0 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun

Indonesia bukan negara penghasil komoditas jagung terbesar di dunia. Pasar jagung dikuasai
oleh dua negara adikuasa, Amerika Serikat dan China.
Dua negara ini mampu mengekspor jagung setelah berhasil dalam mendorong produksi yang
tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya. AS mengolah 79,3 juta hektar lahan
untuk tanaman jagung. China menanam jagung di atas lahan seluas 74,3 juta hektar.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sekitar 60 persen dari total 786 juta ton produksi jagung
dunia dihasilkan oleh AS dan China. Dalam periode yang sama, ekspor jagung AS rata-rata
mencapai 52 juta ton per tahun. Ekspor jagung di AS sudah dimulai tahun 1989-1990. China pun
sudah mengalami ekspor jagung yang tinggi tahun 2002, dengan volume mencapai 15,2 juta ton.
Kedua negara ini mampu memanfaatkan produksi jagung untuk pengembangan
perekonomiannya. AS dan China memanfaatkan paling tidak 6 juta ton produksi jagung mereka
untuk keperluan industri pakan ternak. Sebagian besar sisanya untuk pengembangan bahan
bakar nabati etanol. Tahun lalu, AS dan China merupakan negara yang masuk dalam lima besar
negara produsen terbesar etanol dunia.
Keberhasilan AS dan China mengembangkan komoditas jagung mereka tidak lepas dari catatan
sejarah yang cukup panjang dan alokasi lahan yang luar biasa luas. Kondisi ini sangat berbeda
dengan Indonesia.
Meski produksi jagung Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan ada sedikit
ekspor, kita melakukan impor jagung dalam waktu bersamaan. Data Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA) menyebutkan, antara tahun 2005 dan 2011 Indonesia mengimpor
jagung sedikitnya 1 juta ton per tahun. Impor jagung lebih banyak digunakan untuk kebutuhan
pakan ternak.
Pada era 1990-an, produksi jagung Indonesia baru sekitar 8,2 juta ton. Jumlah itu masih terbatas
untuk mencukupi konsumsi langsung di dalam negeri. Baru pada tahun 2000, Indonesia
mengekspor jagung hingga 3 juta ton. Namun, jumlah ekspor itu pun menurun pada tahun-tahun
berikutnya.
Data USDA mencatat, luasan lahan jagung Indonesia dalam lima tahun terakhir sekitar 7,7 juta
hektar. Sempitnya lahan jagung dalam negeri juga diikuti dengan produktivitasnya yang rendah.
China dan AS sudah berbicara produktivitas jagung pada kisaran 8 ton per hektar. Sementara
produktivitas jagung Indonesia hanya sekitar 3,7 ton per hektar.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab Indonesia tertinggal jauh dari AS dan China
dalam mengembangkan komoditas jagung.
Pertama, komoditas jagung belum menjadi komoditas utama untuk dikembangkan. Sistem pola
tanam jagung bergantian dengan tanaman padi. Petani akan menanam jagung jika mereka
memiliki waktu, biaya, dan tenaga yang lebih setelah mereka menanam padi. Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan, separuh dari total areal produksi jagung 3,87 juta hektar di Pulau Jawa
menggunakan pola sistem tanam bergantian ini.
Kedua, sistem manajemen stok jagung kita juga belum tertata. Kemampuan petani dalam
pengadaan sarana produksi juga disertai penerapan teknologi budi daya masih rendah.
Demikian pula dalam penanganan pascapanen yang berpengaruh pada kualitas jagung,
penyimpanan, hingga pemasaran.
Kendala pola tanam, keterbatasan lahan dan produktivitas, hingga lemahnya pengelolaan
pascaproduksi inilah yang berujung pada lemahnya pengembangan komoditas jagung
nasional. (BIMA BASKARA/ Litbang Kompas)
(Sumber: Kompas.com 25 Mei 2012)

Wacana mengenai perubahan iklim merupakan bagian dari isu lingkungan hidup yang menjadi isu
global sejak periode 1980-an. Kecepatan pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi telah
melahirkan lingkungan buatan manusia, seperti kota dan industri. Pertimbangan ekonomi untuk
mengejar kebutuhan manusia yang tumbuh secara eksponential dengan menggunakan bantuan
teknologi dan zat kimia telah menyebabkan perubahan fisik di alam raya, yang dikhawatirkan dapat
mengganggu kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Dalam perkembangannya, wacana
mengenai perubahan iklim telah menjadi isu utama melampaui permasalahan lingkungan hidup
lainnya, seperti: penipisan lapisan ozon, hujan asam, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),
serta degradasi keanekaragaman hayati.
Hasil kajian para ilmuwan yang tergabung dalam Inter-governmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa perubahan iklim yang semakin sering terjadi dalam 150 tahun terakhir
bukan hanya disebabkan karena proses alamiah, melainkan karena dipicu oleh pengaruh kegiatan
atau intervensi manusia (anthropogenic intervention), terutama aktivitas produksi dan pemanfaatan
energi dari bahan bakar fosil, serta aktivitas penebangan hutan dan alih guna lahan (land use change
and forestry/LUCF). Kegiatan industri dan transportasi modern yang dimulai sejak akhir abad ke-18
telah menimbulkan emisi gas buang -seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2)
dan klorofluorokarbon (CFC)- yang terakumulasi membentuk selimut gas rumah kaca (GRK) di
atmosfer.
Selimut GRK inilah yang menghalangi energi berupa gelombang sinar infra merah yang akan
dilepaskan kembali oleh bumi ke ruang angkasa. Akibatnya bumi selain tetap menerima radiasi dari
sinar matahari juga mengalami pemanasan dari sinar infra merah yang terperangkap dan tidak dapat
keluar menembus atmosfir bumi. Pertambahan suhu bumi tersebut menyebabkan pencairan es di
kutub dan kenaikan permukaan air laut, yang akhirnya berujung pada variabilitas iklim alamiah dan
perubahan iklim global, sehingga berdampak pada berbagai sektor kehidupan manusia, flora dan
fauna, seperti: kekeringan, kegagalan produksi pangan, kerusakan ekosistem, kelangkaan air bersih,
degradasi aneka ragam hayati, kebakaran hutan, penyebaran hama/penyakit, hingga ancaman pulau
tenggelam.
Wacana perubahan iklim sebagai bagian dari masalah ekonomi semakin menguat dengan kehadiran
laporan Sir Nicholas Herbert Stern yang berjudul The Economics of Climate Change: The Stern
Review (2007). Laporan Stern tersebut memperkirakan bahwa dalam situasi business as usual
(dimana negara maju tidak menurunkan emisi GRK dan negara yang terkena dampak tidak
melakukan upaya adaptasi) maka kerugian akibat perubahan iklim akan mencapai 14% PDB global
pada pertengahan abad ke-21. Laporan Stern juga mengajukan hipotesis bahwa jumlah biaya bagi
pencegahan kerusakan dengan menurunkan emisi GRK (upaya mitigasi) berkisar antara -2%
(surplus) hingga 5% dari PDB global, serta jumlah biaya bagi pengurangan dampak dan penyesuaian
terhadap perubahan iklim (upaya adaptasi) berkisar 0,5% dari PDB negara-negara maju. Dengan
kata lain hipotesa tersebut menunjukkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi
perubahan iklim jauh lebih murah dibandingkan biaya kerusakan yang akan ditimbulkan apabila
masing-masing negara tidak melakukan tindakan apa pun.
Untuk itulah maka Stern merekomendasikan agar masing-masing negara menyikapi masalah
perubahan iklim sebagai masalah ekonomi dan mulai mengambil langkah-langkah investasi secara
serius untuk mengurangi tingkat kerugian ekonomi. Namun pertanyaan selanjutnya yang selalu
muncul dan menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan adalah bagaimana menghitung beban
biaya mitigasi dan adaptasi bagi masing-masing negara?
BUMI ADALAH MILIK BERSAMA
Perubahan iklim merupakan proses panjang yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Konsentrasi
emisi GRK naik drastis sejak Revolusi Industri yang diikuti oleh industrialisasi besar-besar di berbagai
negara maju di Eropa dan Amerika. Konsentrasi emisi GRK terutama gas CO2 dalam 50 tahun
terakhir semakin meningkat seiring dengan gelombang industrialisasi di negara berkembang dan
relokasi pabrik manufaktur dari negara maju ke negara berkembang.
Hasil kajian IPCC memperlihatkan bahwa konsentrasi CO2 ketika Revolusi Industri dimulai pada
tahun 1850 baru sebesar 280 parts per million (ppm). Namun konsentrasi CO2 kemudian meningkat

rata-rata 1,4 ppm/tahun dan mencapai 380 ppm pada tahun 2005 dengan suhu bumi turut meningkat
sebesar 0,70 Celcius. Apabila pola produksi, konsumsi, gaya hidup dan pertumbuhan penduduk
dibiarkan seperti sekarang (skenario BAU = business as usual), maka dalam 100 tahun ke depan
diperkirakan konsentrasi CO2 akan menjadi 580 ppm dan suhu global akan meningkat hingga
sebesar 40 Celcius. Untuk mencegah kenaikan suhu global secara ekstrim yang akan
mengakibatkan kerugian ekonomi dan ekologi secara luas, maka United Nation Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) terus berupaya mendapatkan kesepakatan global untuk
menstabilkan konsentrasi CO2 pada level 450 ppm agar kenaikan suhu global tidak melebihi 20
Celcius.
Upaya mencapai kesepakatan global yang dilaksanakan secara konsisten oleh masing-masing
negara bukanlah merupakan hal yang mudah. Kelompok negara berkembang selalu menuntut agar
negara-negara maju yang sejak lama telah menikmati keuntungan dari industrialisasi agar
bertanggung jawab memberikan kontribusi yang besar dalam mengatasi permasalahan perubahan
iklim. Di sisi lain, kelompok maju berargumen bahwa proses perkembangan industri dan peningkatan
intensitas penggunaan energi berbasis bahan bakar fosil yang sangat pesat di negara berkembang
telah banyak memperburuk keadaan. Bahkan negara-negara berkembang dipersalahkan karena
melakukan kegiatan alih guna lahan dan penebangan hutan yang melepaskan kandungan CO2,
sesuatu aktivitas yang sebelumnya justru telah dilakukan bertahun-tahun lamanya oleh negara maju.
Dari data United Nations Statistic Division mengenai jumlah emisi CO2 yang dihasilkan oleh 231
negara pada tahun 2007, terlihat bahwa China (22,3%) merupakan negara yang paling banyak
menghasilkan emisi CO2 dan telah melampaui negara industri maju seperti AS (19,91%), Rusia
(5,24%), Jepang (4,28%) dan Jerman (2,69%). Sebagaimana terlihat dalam tabel 1, total emisi CO2
dari 40 negara maju yang termasuk kategori Annex 1 dari Protocol Kyoto berjumlah 48,95%,
sedangkan negara non-Annex 1 menghasilkan total emisi sebanyak 51,05%.

Meskipun masih terdapat polemik mengenai siapa harus berbuat apa, namun telah terdapat
kesadaran bahwa atmosfer tempat terkosentrasinya GRK adalah milik bersama secara global (global
common), sehingga urusan pengalokasian beban penanggulangannya tidak dapat ditimpakan
kepada salah satu kelompok negara saja. Sebagai institusi PBB yang khusus menangani mengenai
masalah perubahan iklim, UNFCCC yang terbentuk berdasarkan mandat KTT Bumi (Earth Summit)
di Rio de Janeiro tahun 1992 telah mengadopsi prinsip common but differentiated responsibility and
respected capabilities sebagai cerminan pengakuan bahwa atmosfer adalah milik bersama secara
global dan terdapat perbedaan kemampuan ekonomi antar negara dalam upaya menanggulangi
perubahan iklim. Dalam Conference of the Parties (COP) UNFCCC ke-3 yang diadakan di Kyoto
tahun 1997 telah dihasilkan suatu kesepakatan yang bersifat mengikat bagi negara peserta untuk
meratifikasinya. Kesepakatan yang dikenal sebagai Protokol Kyoto tersebut mengatur kewajiban dan
komitmen negara-negara industri maju yang memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya
ekonomi (yang dikenal sebagai Kelompok negara Annex 1) untuk mengurangi emisi GRK secara
kolektif paling sedikit 5% dari tingkat emisi tahun 1990, yang harus dicapai hingga periode 2012
melalui 3 instrumen pelaksanaan yang bersifat fleksibel, yaitu: Joint Implementation, Clean
Development Mechanism dan Emission Trading Scheme.
Meskipun tenggat waktu yang diamanatkan oleh Protokol Kyoto hampr mendekati babak akhir,
namun sayangnya kemajuan penurunan emisi GRK global tidaklah seperti yang diharapkan.
Keengganan AS (dan sebelumnya Australia) untuk meratifikasi Protokol Kyoto, kegagalan negaranegara Annex 1 dalam memenuhi kewajiban penurunan emisinya, serta pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan industri manufaktur yang sangat pesat di beberapa negara berkembang (seperti
China, India, Korea Selatan dan Mexico) menyebabkan jumlah emisi GRK global dipercaya justru
bertambah besar.
Fenomena ini pulalah yang menyebabkan perundingan COP UNFCCC ke-15 di Copenhagen,
Denmark pada bulan Desember 2009 tidak dapat menjalankan rekomendasi COP ke-13 Bali (Bali
road map dan Bali action plan) untuk melahirkan suatu kesepakatan global baru yang bersifat
mengikat secara hukum (binding) sebagai pembaharuan dari Protokol Kyoto yang akan berakhir
pada tahun 2012. Dalam COP tersebut setidaknya telah menghasilkan 12 butir catatan kesepakatan
yang dikenal sebagai Copenhagen Accord, yaitu antara lain:

Membatasi kenaikan suhu global menjadi 20C yang akan dikaji ulang pada tahun 2015,
termasuk mempertimbangkan penurunan batas kenaikan menjadi 1,50C sesuai permintaan
kelompok negara-negara kepulauan kecil di Samudera Pacific (alliance of small island
developing states, OASIS).

Negara-negara maju harus menentukan target penurunan secara kuantitatif (quantified


economy-wide emission target) untuk tahun 2020 dan negara-negara berkembang
mendaftarkan kegiatan mitigasi di negara masing-masing (nationally appropriate mitigation
action, NAMAs) yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (measurable, reportable,
verifiable, MRV).

Negara-negara maju akan memberikan komitmen pendanaan sebesar US$ 30 milliar dalam
periode 2010-2012 bagi kegiatan adaptasi dan mitigasi negara berkembang di bawah
supervisi COP UNFCCC, melalui mekanisme Copenhagen Green Climate Fund.

Bercermin dari hasil COP ke-15 tersebut, dunia tetap berharap dan menggantungkan asa yang tinggi
kepada perundingan berikutnya (COP ke-16) di Cancun, Mexico pada bulan Desember 2010 akan
dapat mengembalikan jalannya perundingan sesuai dengan roadmap yang telah disepakati
sebelumnya dan mencapai konsensus bulat dari semua negara peserta untuk menyempurnakan
tindak lanjut Copenhagen Accord menjadi suatu perjanjian kesepakatan yang terukur dan bersifat
mengikat secara hukum.
TANTANGAN BAGI INDONESIA
Sebagai negara kepulauan yang diapit oleh 2 samudera luas, Indonesia sangat rentan terhadap
dampak perubahan iklim. Peristiwa kenaikan suhu permukaan Samudera Pasific akan membawa
gelombang panas (warm pool) menuju Samudera Hindia sehingga terjadi fenomena El Nino yang
mengakibatkan kemarau panjang dan kekeringan, sebagaimana yang sering terjadi di wilayah Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan sebelah timur Pulau Jawa dan berimplikasi terhadap
ketersediaan air dan ketahanan pangan. Di sisi lain, apabila terjadi penurunan suhu permukaan
Samudera Pacific maka akan menyebabkan fenomena La Nina yang membawa angin kencang dan
awan hujan ke arah selatan, sehingga terjadi curah hujan ekstrim yang akan menimbulkan bencana
banjir dan tanah longsor.
Apabila berbicara mengenai profil emisi GRK di Indonesia, sebagaimana terlihat dalam tabel 2, emisi
GRK terutama disebabkan oleh pelepasan simpanan karbon akibat tingginya penebangan pohon dan
alih guna ruang di sektor kehutanan. Dan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk, maka emisi yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi
(terutama pembangkit listrik, industri dan transportasi) telah menunjukkan trend kenaikan yang cukup
signifikan.

Meskipun tidak termasuk dalam kelompok negara Annex 1 yang diwajibkan untuk menurunkan emisi
GRK sesuai Protokol Kyoto, namun Indonesia memiliki komitmen yang besar untuk berkontribusi
dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Komitmen Pemerintah Indonesia berpuncak pada
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT G-20 di Pittsburgh bulan September
2009 dan disampaikan kembali dalam COP ke-15 UNFCCC di Copenhagen bulan Desember 2009
bahwa Indonesia akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% dari prakiraan emisi pada tahun 2020
dengan memanfaatkan sumber daya sendiri, dan siap menurunkan hingga 41% apabila
mendapatkan bantuan dan kerjasama dari pihak internasional.
Dalam rangka mencapai komitmen penurunan emisi GRK tersebut, Pemerintah Indonesia telah
melakukan identifikasi sektor-sektor dan aktivitas yang berpotensi untuk menyumbangkan penurunan
emisi, yang secara resmi akan diformalkan dalam bentuk Peraturan Presiden mengenai Rencana
Aksi Nasional Penurunan Emisi. Secara garis besar strategi penurunan emisi GRK tersebut akan
dilakukan melalui:

1. Pengelolaan lahan gambut secara lestari.


2. Pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan.
3. Pengembangan penyerapan karbon di sektor kehutanan dan pertanian.
4. Pengurangan limbah padar dan cair.
5. Mendorong efisiensi energi dan penggunaan teknologi rendah karbon.
6. Pengembangan alternatif sumber energi terbarukan.
7. Perubahan menuju moda transportasi rendah emisi.
Berdasarkan sumber emisi GRK yang dominan di Indonesia, maka sektor kehutanan dan
pengelolaan lahan gambut merupakan sektor yang potensial untuk menurunkan tingkat emisi degan
ditunjang oleh 5 sektor lainnya (pengelolaan limbah, energi, pertanian, industri dan transportasi).
Sebagai negara yang memiliki wilayah hutan seluas 132,4 juta hektar, Indonesia merupakan salah
satu paru-paru utama dunia yang berfungsi mengikat, menyerap dan menyimpan CO2 (carbon sink).
Diharapkan sektor kehutanan bersama-sama pengelolaan lahan gambut dapat menyumbangkan
hingga 85% dari komitmen penurunan emisi GRK terhadap perkiraan net emission pada skenario
BAU di tahun 2020. Untuk itu maka penghijauan lahan dan penanaman pohon secara massive di
seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan harus terus
digalakkan, termasuk melalui Program Penanaman 1 Milyar Pohon Untuk Dunia (one billion
Indonesia trees for world) yang telah dicanangkan secara resmi oleh Presiden pada peringatan Hari
Menanam Pohon tanggal 28 November 2010.
Tantangan berikutnya dari kerjasama pelestarian hutan ini adalah bagaimana memastikan
keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan
degradasi hutan, termasuk peran dan partisipasi dari pemerintah daerah, masyarakat madani dan
penduduk lokal di sekitar hutan. Sejak COP ke-15 di Bali, UNFCCC telah mengakui konsep

pengurangan emisi dari penanggulangan penebangan dan degradasi hutan (reducing emissions from
deforestation and degradation, REDD) yang kemudian berkembang menjadi REDD+ (ditambah
dengan peran konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan stok karbon hutan).
Melalui konsep REDD+ ini negara berkembang yang memiliki hutan tropis dimungkinkan untuk
mendapatkan bantuan pendanaan dari negara industri maju, sebagaimana pelaksanaan rintisan
kerjasama antara Indonesia dengan Norwegia senilai US$ 1 Milyar yang telah ditandatangani pada
bulan Mei 2010, maupun kemungkinan kerjasama serupa dengan negara industri maju lainnya,
seperti: Kanada, AS, Jerman, Inggris dan Australia.
Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan tersebut, Pemerintah bukan hanya dituntut untuk
mempertimbangkan pendanaan yang dibutuhkan dan didapatkan, namun pada saat yang sama juga
harus mempertimbangkan nilai keekonomian dari hutan sebagai pengatur tata air, konservasi
keanekaragaman hayati, kandungan sumber daya alam (mineral dan panas bumi) yang bernilai
tinggi, serta tempat sandaran masyarakat lokal dalam mencari sumber penghidupan. Potensi
kesempatan ekonomi yang hilang haruslah mampu disubsitusi dengan penciptaan lapangan kerja
baru agar masyarakat tetap terjamin kesejahteraannya dan memiliki keperdulian terhadap kelestarian
hutan. Untuk itu maka diperlukan penyusunan perencanaan yang partisipatif dan pelaksanaan yang
inklusif dengan indikator MRV (measurable, reportable, and verifiable) yang jelas dan realistis untuk
dicapai, sehingga kerjasama REDD+ tidak menimbulkan kondisionalitas yang menciptakan
pembatasan terhadap ruang gerak masyarakat di sekitar hutan, maupun aktivitas perekonomian
nasional yang lebih luas.
MENUJU EKONOMI HIJAU
Kesiapan Pemerintah Indonesia untuk memberikan kontribusi yang besar dalam mengatasi
permasalahan perubahan iklim merupakan pengejawantahan dari potensi dan resiko yang dimiliki
oleh negara Indonesia. Sebagai negara yang terus membangun, Indonesia memerlukan
pembangunan yang berkelanjutan untuk membawa seluruh rakyat Indonesia menuju masyarakat
yang sejahtera dalam situasi yang harmonis dan kondisi ekologi yang lestari. Pembangunan yang
berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya terbukti dalam jangka
panjang justru akan menghambat keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri. Untuk itu maka kinerja
pertumbuhan ekonomi tidak hanya selalu diukur bardasarkan nominal Produk Domestik Bruto (PDB),
tetapi juga harus dilihat dari tingkat penurunan emisi karbon dalam mencapai besaran dan
pertumbuhan PDB tersebut (green growth).
Ekonomi Hijau telah menjadi salah satu paradigma penting dalam pembangunan. Paradigma
ekonomi hijau merupakan manifestasi dari konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable
development) yang bertujuan meninggalkan praktek ekonomi yang hanya mementingkan keuntungan
jangka pendek dan berdampak negatif pada lingkungan, menjadi praktek ekonomi yang ramah
lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan
kemampuan generasi mendatang. Pengembangan ekonomi hijau bukan hanya sekedar
mengkonversi energi dan mengurangi emisi karbon, tetapi juga mengektifkan penggunaan sumber
daya, memperluas permintaan pasar dan menciptakan lapangan pertumbuhan ekonomi baru.
Paradigma ekonomi hijau ini akan semakin banyak didiskusikan dan mencapai kulminasi pada saat
pelaksanaan UN Conference on Sustainable Development pada tahun 2012 di Rio de Janeiro, Brasil
(atau dikenal sebagai Rio+20) yang sekaligus merupakan peringatan 20 tahun penyelenggaraan KTT
Bumi/Earth Summit di tempat yang sama tahun 1992.
Dalam menyusun kebijakan ekonomi hijau, setiap negara memiliki fleksibilitas untuk menentukan
langkah menuju pembangunan berkelanjutan berdasarkan kepentingan nasional dan kearifan lokal.
Keperdulian Pemerintah Indonesia akan keseimbangan dalam pembanguan dapat terlihat jelas
dalam 10 direktif Presiden dalam rapat kerja (retreat) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi di
Istana Tampak Siring, Bali bulan April 2010, yaitu:

1. Pertumbuhan pembangunan ekonomi harus lebih tinggi.


2. Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak.

3. Tingkat kemiskinan harus semakin menurun.


4. Pendapatan per kapita harus meningkat.
5. Stabilitas ekonomi harus terjaga.
6. Pembiayaan dari dalam negeri harus kuat dan meningkat.
7. Ketahanan pangan dan air meningkat.
8. Ketahanan energi meningkat.
9. Daya saing ekonomi harus semakin menguat.
10. Memperkuat green economy atau ekonomi ramah lingkungan.
Dari kesepuluh direktif Presiden tersebut terlihat bahwa kebijakan ekonomi hijau (pro environment)
dapat selaras dan saling mendukung dengan strategi pertumbuhan ekonomi (pro growth), penciptaan
lapangan kerja (pro job), dan pemberantasan kemiskinan (pro poor). Langkah selanjutnya pengarusutamaan ekonomi hijau perlu semakin mendapat perhatian serius dari setiap instansi Pemerintah
Pusat maupun Daerah. Masing-masing Kepala Daerah perlu mempertimbangkan ulang orientasi
jangka pendek untuk mengejar peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui eksploitasi hutan
dan energi yang tak terbarukan (tambang mineral). Setiap daerah harus mampu mengarahkan pola
produksi dan konsumsi menuju penurunan resiko lingkungan dan kerusakan ekologi dalam rangka
menjamin ketahanan pangan, ketersediaan air dan energi, seperti melalui program pengembangan
lahan bagi energi terbarukan, moda angkutan rendah karbon, bangunan efisien energi, teknologi
produksi bersih, manajemen limbah (reduce, reuse, recycle), pelestarian hutan, pola pertanian dan
perikanan hijau, serta konservasi air bersih.
Pada tingkat lokal konsep ekonomi hijau harus dilaksanakan dengan selalu mempertimbangkan
prinsip common but differentiated responsibility and respected capabilities. Negara industri maju
harus menyadari keterbatasan anggaran dan sumber daya di negara berkembang yang tentunya
harus diprioritaskan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf pendidikan, kesehatan,
serta pencapaian sasaran MDGs (millennium development goals). Karenanya negara industri maju
harus membantu negara berkembang dalam melaksanakan kebijakan ekonomi hijau dengan cara
memfasilitasi pendanaan, investasi, akses pasar dan menyediakan alih teknologi yang sesuai dan
ramah lingkungan. Dan akhirnya komunitas internasional perlu menciptakan sistem yang kondusif
bagi ekonomi hijau dengan menghilangkan praktek proteksionisme dagang yang dibungkus dengan
dalih perlindungan lingkungan dan kriteria hambatan hijau yang sulit untuk dapat dipenuhi oleh
negara berkembang yang masih dalam berada dalam periode transisi menuju produksi hijau (green
product).
(chairil abdini/adyawarman).
Daftar Pustaka

1. Ahmad, Mubariq (2010) : Ekonomi Perubahan Iklim, Jurnal Prisma vol. 29, April 2010.
2. Hadad, Ismid (2010) : Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan, Jurnal Prisma vol.
29, April 2010.

3. Ling, Chee Yoke and Saradha Iyer (2010), The Green Economy Debate Unfolds in the UN,
Third World Network Update on Sustainable Development Conference 2012, http://www.
twnside.org.sg/title2/sdc2012/sdc2012.100502.htm

4. Pelangi Energi Abadi Citra Enviro (PEACE), 2007, Indonesia and Climate Change: Current
Status and Policies.

5. Salim, Emil (2010) : Walk the Talk of Climate Change, bahan presentasi Seminar di Lembaga
Ketahanan Nasional, 6 Oktober 2010.

6. Stern, Nicholas (2006) : What is the Economics of Climate Change?, World Economics, Vol.
7 No. 2, April June 2006.

7. Susandi, Armi (2009) : Emisi Karbon dan Potensi CDM Dari Sektor Energi dan Kehutanan
Indonesia, Prodi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung.

8. United Nations (2007) : The International Development Agenda and the Climate Change
Challenge, htpp://www.un.org/esa/policy/devplan/2007%20docs/climate.pdf

PENGARUH COUNTRY RISK INDEX TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA


Rabu, 29 September 2010
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang
membentang luas memiliki potensi sumber daya yang sangat besar dan pada saat yang sama
membutuhkan dana yang sangat besar pula untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk
menyediakan dana pembangunan dan menggerakan perekonomian nasional, maka Pemerintah
harus berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri dan juga mencari sumber pembiayaan
luar negeri sebagai pelengkap, salah satunya adalah Penanaman Modal Asing secara langsung atau
foreign direct invest (FDI).
Secara sederhana yang dimaksud dengan FDI adalah arus modal internasional dimana perusahaan
dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Sumber pembiayaan
FDI memiliki banyak keunggulan bagi negara penerima dibandingkan dengan sumber pembiayaan
luar negeri lainnya, seperti aliran portofolio dalam pasar modal. FDI sangat penting dalam menjamin
kelangsungan pembangunan di negara penerima, mengingat aktivitas FDI akan diikuti dengan
transfer of technology, know-how, management skill, serta menghasilkan lapangan pekerjaan dan
multiplier effect yang luas di sektor riil. Selain itu umumnya investor asing mempunyai akses dan
jaringan dengan pasar global, sehingga dapat lebih mudah menghimpun dana kredit dari lembaga
keuangan global serta memiliki akses pemasaran bagi kegiatan ekspor.
Pilihan untuk menanamkan modal di suatu negara bagi investor asing sangat dipengaruhi oleh
pertimbangan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan (profit), yaitu agar mendapatkan sumber
bahan baku dan faktor produksi lainnya (termasuk tenaga kerja) yang lebih baik atau lebih murah,
penetrasi pasar dan mengurangi resiko hambatan tariff perdagangan, serta memberikan pelayanan
yang lebih baik kepada konsumen. Namun faktor pertimbangan ekonomi bukanlah satu-satunya yang
menentukan.
Faktor lain yang diperhitungkan oleh investor asing adalah lingkungan atau kerangka kebijakan
(policy framework), khususnya yang berkaitan dengan regulasi yang mendukung keterbukaan pasar,
stabilitasi politik dan sosial, standarisasi kesepakatan internasional, perlindungan kepemilikan, serta
kebijakan perdagangan dan perpajakan. Untuk itulah maka setiap negara harus mempersiapkan
strategi, kebijakan, infrastruktur dan fasilitas yang baik agar dapat menciptakan iklim yang kondusif
dan memenangkan kompetisi atas negara lainnya dalam menarik minat investor asing, tanpa
meminggirkan keberadaan entrepreneur dan tenaga kerja domestik, serta nilai-nilai sosial, budaya
dan lingkungan ekologis.
Perkembangan FDI di Indonesia
Kehadiran penanaman modal asing telah banyak berperan dalam proses pembangunan di Indonesia.
Pemerintah sangat berkepentingan untuk menarik investasi asing dan tercermin dari diterbitkannya

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, serta pembentukan Panitia
Teknis Penanaman Modal pada tahun 1968 yang kemudian berubah menjadi Badan Kordinasi
Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 1973. Selanjutnya serangkaian kebijakan untuk memperbaiki
iklim investasi telah diterapkan, termasuk penerbitan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
Dari nilai nomimal, jumlah realisasi FDI di Indonesia mengalami fluktuasi yang tidak dapat dilepaskan
dari kondisi ekonomi global. Seperti tampak dalam grafik 1, krisis ekonomi dunia yang terjadi pada
era tahun 1997 menyebabkan arus masuk FDI ke Indonesia mengalami penurunan yang kurang
menggembirakan, meskipun kemudian dapat meningkat kembali sehingga mencapai angka US$ 9,8
milyar pada tahun 2000 dan kembali menurun hingga di bawah US$ 4 milyar pada periode tahun
2001-2002. Dalam 3 tahun terakhir terlihat bahwa nilai realisasi FDI selalu berada di atas angka US$
10 milyar, bahkan nilai realisasi tahun 2008 dapat mencapai angka US$ 14,8 milyar.

Lebih lanjut data BPKM menunjukan bahwa sektor usaha transportasi, gudang dan komunikasi
menempati peringkat pertama yang diminati oleh investor asing pada tahun 2009 (US$ 4,1 milyar),
diikuti oleh sektor industri kimia dan farmasi (US$ 1,1 milyar), perdagangan dan reparasi (US$ 706
juta), industri logam, mesin dan elektronika (US$ 654 juta), industri kendaraan bermotor dan
transportasi (US$ 583 juta), industri makanan (US$ 552 juta) dan konstruksi (US$ 349 juta).
Sedangkan negara asal investor asing yang banyak menanamkan modal di Indonesia adalah
berturut-turut: Singapura (189 proyek senilai US$ 4,3 milyar), Belanda (32 proyek senilai US$ 1,1
milyar), Jepang (124 proyek senilai US$ 678 juta), Korea Selatan (186 proyek senilai US$ 624 juta),
Inggris (61 proyek senilai US$ 587 juta), Seychel - Afrika (4 proyek senilai US$ 322 juta), Amerika
Serikat (27 proyek senilai US$ 171 juta) dan Mauritius (6 proyek senilai US$ 159 juta).
Untuk melihat lebih jauh kinerja penyerapan FDI dari suatu negara, salah satu indikator yang sering
dipakai adalah hasil Matrix of Inward FDI Performance and Potential yang dikeluarkan oleh United
Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD secara periodik telah melakukan
penelitian terhadap kinerja realisasi FDI (yaitu perhitungan share FDI suatu negara terhadap total FDI
global dibandingkan dengan share PDB suatu negara terhadap PDB global) dan potensi untuk
menarik FDI (seperti kualitas infrastruktur dan ketrampilan, kapasitas teknologi, stabilitas ekonomi
dan politik).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 141 negara pada tahun 2006, UNCTAD menempatkan
Indonesia pada peringkat 104 untuk Inward FDI Performance dan peringkat 100 untuk Inward FDI
Potential. Sebagaimana tabel 3 terlihat bahwa untuk negara di kawasan ASEAN yang turut diteliti,
tampak Singapura dan Thailand termasuk dalam kategori front runner (high performance, high
potential), serta Vietnam termasuk dalam kategori above potential (high performance, low potential).
Sedangkan 2 negara lainnya (Brunei Darussalam dan malaysia) termasuk dalam kategori below
potential (low performance, high potential) dan 3 negara (Indonesia, Philipina dan Myammar)
termasuk dalam kategori u

Statistik dan Informasi Tahun 2009


Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
2
Volume Impor Beberapa Komoditas Tanaman Pangan Indonesia, 2004 - 2008
(Ton) No. Komoditas Tahun Pert 08 2004 2005 2006 2007 2008 Thd 07 (%)
1 Beras 236,867 189,617 438,109 1,396,447 289,260 -79.29 2 Beras Olahan 9,390 5,398 1,673 151 14
-90.74 3 Gandum 4,555,706 4,440,360 4,492,921 4,626,939 4,514,852 -2.42 4 Gandum Olahan
406,794 588,533 644,456 676,625 644,486 -4.75 5 Jagung 1,088,928 185,597 1,775,321 701,953
264,665 -62.30 6 Jagung Olahan 26,166 49,109 67,636 69,753 128,639 84.42 7 Kacang Tanah Segar
90,016 121,644 169,111 173,359 205,332 18.44 8 Kacang Tanah Olahan 69,764 10,257 10,534 1,649

1,555 -5.70 9 Kedelai Segar 1,115,793 1,086,178 1,132,144 1,420,255 1,176,863 -17.14 10 Kedelai
Olahan 1,765,943 1,896,808 2,147,114 20,670 26,172 26.62 11 Ubi Jalar Segar 3 14 75 95 5 -95.03
12 Ubi Kayu Segar 1,812 53 39 44 23 -47.73 13 Ubi Kayu Olahan 56,269 102,994 305,204 306,303
158,077 -48.39 14 Tanaman Pangan Lainnya 247,156 259,875 272,174 4,277 4,352 1.75
Jumlah 9,670,604 8,936,436 11,456,509 9,398,520 7,414,295 -21.11
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : Tahun 2007 menggunakan kode HS 10 digit, tahun-tahun
sebelumnya menggunakan kode HS 9 digit
Nilai Impor Beberapa Komoditas Tanaman Pangan Indonesia, 2004 - 2008
(US$ 000) No. Komoditas Tahun Pert 08 2004 2005 2006 2007 2008 Thd 07 (%)
1 Beras 61,753 51,499 132,621 464,391 123,771 -73.35 2 Beras Olahan 3,195 2,254 1,285 49 12
-76.07 3 Gandum 841,286 802,037 819,032 1,185,165 1,981,757 67.21 4 Gandum Olahan 149,452
192,449 222,355 259,619 389,942 50.20 5 Jagung 177,675 30,850 277,498 151,613 87,395 -42.36 6
Jagung Olahan 11,464 14,784 21,615 22,995 48,464 110.76 7 Kacang Tanah Segar 28,875 39,613
54,161 62,191 99,640 60.22 8 Kacang Tanah Olahan 16,833 4,474 5,366 2,348 2,889 23.05 9 Kedelai
Segar 416,930 308,009 299,578 482,889 698,489 44.65 10 Kedelai Olahan 551,027 493,770 509,477
17,989 34,233 90.30 11 Ubi Jalar Segar 3 16 98 123 7 -94.09 12 Ubi Kayu Segar 398 67 47 49 19
-60.82 13 Ubi Kayu Olahan 10,048 24,565 70,237 77,751 57,929 -25.49 14 Tanaman Pangan Lainnya
154,479 150,751 155,084 1,975 2,413 22.17
Jumlah 2,423,418 2,115,140 2,568,453 2,729,147 3,526,961 29.23
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : Tahun 2007 menggunakan kode HS 10 digit, tahun-tahun
sebelumnya menggunakan kode HS 9 digi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 HasilTabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
PerlakuanUlanganRataRata123J
a
g
u
n
1
4
6
,
3
4
,
8
4
5
4
6
0
3
J
a
g
g
2
9
0
8
8
9
,
5
9
2
0
5
K
e
e
l
a
i
1
1
3
1
1
7
1
7
e
d
e
l
a
i
2
1
8
,
4
2
5
1
9
,
8
1
8
K
e
d
e
a
i
3
1
8
1
9
8
1
7
1
7
Jumlah Daun
PerlakuanUlanganRataRata123J
a
u
n
g
1
7
6
7
7
J
a
g
u
n
g
2
9
8
8
8
K
d
e
l
a

g
6
,
u

n
9
,

d
9
K
0
9

,
,
l
,

e
i

1
2
2
7
Jumlah Akar
PerlakuanUlanganRataRata123J
a
g
1
2
2
1
a
g
2
1
1
2
e
a
1
2
d
i
2
0
e
a
3
3

1
2

2
4

u
2
1
u
8
1

3
K

n
1
8
n
1
5

d
i
7
9

g
2
J
g
5
K

8
K

1
e

1
6
d
i
8
1

0
9
e

1
K
l

9
3

Panjang Akar (Rata-Rata 5 Terpanjang)


PerlakuanUlanganRata-Rata123J
1
5
2
5
7
2
6
3
J
2
4
7
5
4
9
3
6
K
a
i
1
1
9
3
5
,
K
e
d
i

,
,
a
,
,

2
8
g
1
2
e

9
1
n
5
0

d
,
5

l
3
4

g
,
,
g
,
,

e
5
3

5
6
u
5
3

4
a

2
5
3
4
6
K
l
a
3
2
3
0
Internood
PerlakuanUlanganRataRata123K
e
1
8
e
2
1
d
i
3
8
4.2 [embahasan
grafikjumlahdaun
0123456789100
3
minggu
grafiktinggitanaman
01020304050607080J
K
3
minggu

2
5

,
4

8
3

3
,
e

d
i
7
2

1
5

l
7
K

a
9

i
9

l
9
9

a
8
K

i
1
e

9
1

1
0

4
1

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum sebelumnyadi peroleh
grafik pertumbuhan tanaman kedelai dan jagung yang menunjukan pertumbuhan yang
terus meningkat. Pertumbuhan tinggi tanaman yang palingcepat terjadi pada minggu ke2 dan minggu ke-3. Pada minggu ke-3 menjelang minggu ke-4 pertumbuhan tinggi tanaman
mulai melamban. Pada perkembangan jumlah dau yang paling cepat terjadi pada minggu ke-2 dan ke3.D a r i t a b e l j u m l a h a k a r p a d a t a n a m a n K 2 m e m i l k i j u m l a h a k a r
y a n g ban yak dan subur dari pada tana man ya n g lain pada tiap-tiap polibag
y a i t u dengan rata-rata 18,6. Dibandingkan dengan panjang akar J1 memiliki rataratayang paling tinggi dibandingkan dengan tanaman yang lainnya. Internodid
yang paling banyak adalah K2 dengan rata-rata 6. Jadi Dari hasil yang di dapat
grafik pertumbuhan tanaman kedelai dan jagung mengalami pertumbuhan yang
terusmeningkat yaitu dari proses penanam hingga tumbuh daun,akar, dan batang.
Yaitud i k a r e n a k a n k a r e n a d e n g a n a d a n y a p e r a w a t a n d a n p e m b e r i a n p u p u k
m a k a pertumbuhan tanaman kedelai dan menjadi baik.Dari pengamatan yang telah dilakukan
pada tanaman jagung dan kedelaitanaman yang paling cocok dan layak di aplikasikan kelahan
atau kesawah adalahtanaman kedelai. Pada lahan sawah, kedelai bisa ditanam setelah
tanaman padi pada pola tanam padi-padi-palawija atau padi-palawija-palawija. Tanaman
kedelaiyang ditanam langsung setelah padi bisa mendapatkan manfaat dari residu
harad a r i p e m u p u k a n p a d i . O l e h k a r e n a n y a , k e d e l a i y a n g d i t a n a m
s e t e l a h p a d i memerlukan lebih sedikit pupuk dibandingkan ditanam setelah palawija
lainnya.Dosis pemupukan NPK spesifik lokasi ditetapkan berdasarkan hasil uji tanah
dilaboratorium atau uji cepat menggunakan PUTS (perangkat uji tanah sawah).Tanaman kedelai dapat
diusahakan di dataran rendah mulai dari 0 500 md.p.l. dengan curah hujan relatif rendah
(suhu tinggi), tetapi membutuhkan air y a n g c u k u p u n t u k p e r t u m b u h a n
t a n a ma n n ya . S e b a g a i b a r o m e t e r u n t u k mengetahui apakah
k e a d a a n i k l i m d i s u a t u d a e r a h , c o c o k a t a u t i d a k u n t u k tanaman kedelai,
dapat dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh diaderah tersebut.Apabila
tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya juga b a i k , b e r a r t i i k l i m d i d a e r a h
sesuai untuk tana man kedelai. Na mun kedelai
mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jagung.Dalam hal pemupukan,sebagian
besar petani belum melakukannya secara intensif atau semi intensif.Tidak menggunakan
pupuk sama sekali atau minim sekali jumlahnya. Dari datayang diperoleh pemupukan
yang paling baik adalah pemupukan yang dilakukan pada tanaman K2 dan J1 dengan
komposisi sebagai berikut:Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim.
Zona iklimmerupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut
yangterjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya
jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Kaitan pertumbuhan saat ini yaitu awal b u l a n
basah, Potensi lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai, baik
untuk program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Namun
untuk penge mbangan tana man kedelai ma sih ban ya k kendalan ya antara lain
n i l a i komparatif dan kompetitif kedelai paling rendah di antara komoditas
lainnya.P e n g e m b a n g a n a r e a l t a n a m k e d e l a i d a p a t d i l a k u k a n p a d a l a h a n s a w a h ,
lahank e r i n g ( t e g a l a n ) , l a h a n b u k a a n b a r u d a n l a h a n p a s a n g
s u r u t y a n g t e l a h direklamasi. Secara rinci peluang penambahan areal panen dapat
dilakukan padalahan. Lahan sawah MK II (Juli Oktober) yang biasanya diberokan seperti:
jalur p a n t u r a J a w a B a r a t , J a w a Te n g a h , J a w a T i m u r , S u l a w e s i S e l a t a n ,
L a m p u n g , Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Selatan. Lahan sawah tadah hujan
(MK IMaret Juni) awal musim hujan sebelum ditanami padi sawah seperti Jawa
dan N T B . D a n k e a d a a n i k l i m u n t u k t a n a m a n k e d e l a i y a i t u K l a s i f i k a s i i k l i m
y a n g dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh
tanaman,t e r u t a m a p a d a t a n a m a n p a d i . P a d a p r a k t i k u m y a n g
d i l a k u k a n p a d a s a a t penana ma n benih ikli m sesuai ya ng dibtuhkan oleh
t a n a m a n k e d e l a i u n t u k mengoptimalkan pertumbuhannya.

Anda mungkin juga menyukai