Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Observasi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT OBSERVASI

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Belajar
Menurut Bruner dalam Degeng (1989), teori pembelajaran bersifat
preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan
teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok
supaya memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan
dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar
dapat memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar
adalah menjelaskan proses belajar, sehingga teori belajar menaruh perhatian pada
bagaimana seseorang belajar. Pada dasarnya teori belajar yang banyak dianut
adalah teori belajar kognitivisme, behaviorisme, konstruktivisme dan humanisme.
B. Teori Belajar Kognitivisme
IstilahCognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti. Pengertian

yang lebih luas cognition (kognisi) adalah perolehan,

penataan, dan penggunaan pengetahuan. Kognisi adalah kemampuan psikis atau


mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan,
menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang.
Kognitif merupakan salah satu aspek dalam taksonomi pendidikan. Secara
umum kognitif dapat diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan;
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional (akal).
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang
dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah
memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam

proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang


belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon,
aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respon
yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan
kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Oleh karena
itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang
tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya (Baharuddin
& Wahyuni, 2007: 88).
Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspekaspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan
tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama
proses belajar. Diantara tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme adalah J. Piaget dan
Jerome S. Brunner.
1) Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah
suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu di dasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syarat. Oleh sebab itu makin
bertambahnya umur seorang siswa, mengakibatkan kompleksnya susunan selsel syaraf dan juga makin meningkatkan kemampuannya khususnya dalam
bidang kualitas intelektual (kognitif).
Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek
yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa
perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula
pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Jean Piaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia
kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang
mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan
penyesuaian (adaptasi).
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata
(Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat

mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan


karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis,
sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Piaget memakai
istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang
dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
1. Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, makan, minum.
2. Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation.
( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah
laku yang dapat diamati).
2) Teori Belajar Brunner
Jerome S Brunner adalah seorang ahli pendidikan yang setuju dengan
teori kognitif, hal ini didasarkan atas asumsi bahwa pembelajaran adalah
proses untuk membangun kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang
ada dalam diri siswa. Perkembangan kualitas kognitif ditandai dengan ciri-ciri
umum:
a. Kualitas intelektual ditandai dengan adanya kemampuan menanggapi
rangsangan yang datang pada dirinya. Artinya, semangkin mampu
menanggapi rangsangan semangkin besar peluang kualitas kognisi
diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu upaya atau proses untuk
melatih dan membimbing siswa dalam melakukan tanggapan terhadap
rangsangan yang datang ke dalam dirinya.
b. Kualitas atau peningkatan pengetahuan seseorang ditentukan oleh
perkembangan system penyimpanan informasi secara realis. Artinya
semangkin lama mampu menyimpan informasi maka kualitas dan
peningkatan

pengetahuan

akan

mudah

diwujudkan.

Pembelajaran

merupakan salah satu proses untuk melatih dan membimbing siswa agar
memiliki kemampuan menyimpan informasi yang diperoleh dari realitas
lapangan.
c. Perkembangan kualitas kognitif bisa dilakukan dengan cara melakukan
interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua. Oleh
sebab itu jaringan kerja sama intensif antara sekolah, masyarakat dan
orang tua menjadi penting dalam konteks pembelajaran. Tri Sentra
Pendidikan

(tiga

pusat

pendidikan)

perlu

dikembangkan

secara

komprehensif dan simultan agar pengembangan kualitas intelektual


(kognitif) siswa benar-benar dapat diwujudkan.
d. Kemampuan kognitif juga ditentukan oleh

kemampuan

dalam

mendeskripsikan bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi


manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa
untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
e. Kualitas perkembangan kognitif juga bisa ditandai dengan keterampilan
untuk menggunakan beberapa alternatif penyelesaian masalah secara
simultan dan melaksanakan alternatif sesuai dengan realitas.
f. Jerume S Brunner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi
oleh dinamika perkembangan relitas yang ada disekitar kehidupan siswa.
Asumsi ini lebih dikenal dengan teori free discovery learning, artinya
proses pembelajaran akan efektif dan efesien jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam
kehidupannya.
Menurut piaget (dalam Hudoyono,1988) Manusia berhadapan dengan
tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya
secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema
pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan
menginterpretasikan

pengalaman-pengalaman

tersebut.

Dengan

cara

itu,

pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut


meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap
mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal
sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya

(skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari


disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Dikemukakan pula bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
Mayers (1999) mengemukakan belaiar dipandang sebagai perolehan
pengetahuan. Hal ini merupakan cerminan dari teori kognitif, yang didominasi
oleh model prosesing informasi dari memori manusia. Pendekatan kognitivisme
sering dipertentangkan dengan pendekatan behaviorisme, namun tidak berarti
psikologi kognitif anti terhadap aliran behaviorisme. Hanya menurut para ahli
kognitif, aliran behaviorisme belum lengkap sebagai teori psikologi, sebab tidak
memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta seperti berfikir dan
mengambil keputusan.

Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif (Dahar, 2011)


yaitu:
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru,
tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman
tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak
memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan
membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu
akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung
dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan
dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari
individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun baik. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun,
jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Dalam tahapan ini,
anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan
kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat
dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau
bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya
C. Siswa Sekolah Dasar

Siswa atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha


mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan
baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan tertentu. Siswa sekolah dasar merupakan siswa yang berada
pada jenang sekolah dasar dan pada umumnya memiliki usia yang berkisar antara
6-12 tahun.
Berdasarkan pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah
dasar masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional (concrete operational
thought), yaitu masa di mana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek
yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Menurut Piaget,
operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skemaskema. Sedangkan opersi kongkret adalah aktifitas mental yang difokuskan pada
objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkret dapat di ukur.
Hal ini berarti anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali berbagai cara
pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga dapat
mempertimbangkan secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu
beberapa aturan atau strategi berpikir, seperti penjumlahan, pengurangan
penggandaan, mengurutkan sesuatu secara berseri dan mampu memahami operasi
dalam sejumlah konsep.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu
mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindra, karena mereka mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan yang sesungguhnya, dan anatar yang bersifat sementara dengan yang
bersifat menetap. Mereka tidak lagi mengandalkan persepsi penglihatannya,
melainkan sudah mampu menggunakan logikanya. Mereka dapat mengukur,
menimbang, dan menghitung jumlah, sehingga perbedaan yang nyata tidak lagi
membodohkan mereka. Pemahaman tentang waktu dan ruang anak usia sekolah
dasar juga semakin baik.
Dalam buku psikologi perkembangan peserta didik karangan Desmita
(2009) juga disebutkan bahwa menurut Piaget, anak-anak pada masa kongkret

operasional (masa sekolah dasar) ini telah mampu menyadari konservasi, yakni
kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara
serempak. Hal ini karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam
proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi dan identitas
(Desmita, 2009) .

Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan

akhir dari deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan
dan akhirnya saja tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa
kongkret opersional, anak memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu
dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Contohnya pada deretan
benda-benda, anak bisa mengembalikan atau membatalkan perubahan yang terjadi
sehingga bisa menjawab bahwa jumlah benda-benda adalah tetap sama.

Hubungan timbal balik (resiprokasi)


Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak

mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi
dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal
balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih
rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua
deretan itu sama. Sehingga dalam masa ini anak mulai mengerti tentang hubungan
timbal balik.

Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda yang

berada dalam suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam
deret di pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama (Gunaris, 1990) dalam
(Desmita, 2009). Setelah mampu mengkonservasi angka, maka anak bisa
mengkonservasikan dimensi-dimensi lain seperti isi dan panjang. Jadi, anak telah
memiliki struktur kognitif yang memungkinkannya dapat berpikir untuk
melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata. Hanya saja, apa
yang dipikirkan oleh anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya
dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda yang benarbenar nyata. Sebaliknya, benda-benda atau peristiwa yang yang tidak ada

hubungannya secara jelas dan konkret dengan realitas masih sulit diipkirkan oleh
anak.
Perkembangan moral dan spiritual siswa sekolah dasar menurut teori
Fowler dalam Desmita (2010) termasuk pada Tahap intuitive-projective, yang
berlangsung antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat
peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil
pengajaran dan contoh-contoh signifikan dari orang dewasa, anak kemudian
berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian
spontan serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada Ilahi.

BAB III
METODE OBSERVASI
A. OBJEK OBSERVASI
Pada observasi ini, objek yang diamati adalah siswa kelas II SD di SDN
SUMBERSARI III. Pada kelas tersebut terdapat 42 siswa yang terdiri atas 16
siswa laki-laki dan 26 siswa perempuan. Guru kelas yang merupakan guru tetap
untuk kelas II tersebut adalah Bapak Haryono

B. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN


C. METODE
D. HASIL OBSERVASI

BAB IV
PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai