Salawat Dedaunan
Salawat Dedaunan
Salawat Dedaunan
Oleh
Yanusa Nugroho
Masjid itu hanyalah sebuah bangunan kecil saja. Namun, jika kau memperhatikan, kau akan
segera tahu usia bangunan itu sudah sangat tua. Temboknya tebal, jendelanya tak berdaun
hanya lubang segi empat dengan lengkungan di bagian atasnya. Begitu juga pintunya, tak
berdaun pintu. Lantainya menggunakan keramik putihkuduga itu baru kemudian dipasang,
karena modelnya masih bisa dijumpai di tokotoko material.
Masjid itu kecil saja, mungkin hanya bisa menampung sekitar !" orang berjemaah.
Namun, halaman masjid itu cukup luas. #an di hadapan bangunan masjid itu tumbuh pohon
trembesi yang cukup besar. Mungkin saja usianya sudah ratusan tahun. Mungkin saja si
pembangun masjid ini dulunya beranganangan betapa sejuknya masjid ini di siang hari
karena dinaungi pohon trembesi. Mungkin saja begitu.
Begitu besarnya pohon trembesi itu, dengan dahan dan cabangnya yang menjulur ke segala
arah, membentuk semacam payung, membuat kita pun akan berpikir, masjid ini memang
dipayungi trembesi. $antik sekali.
Namun, masjid ini sepi. Terutama jika siang hari. %ubuh ada lima orang berjemaah, itu pun
pengurus semua. Maghrib, masih lumayan, bisa mencapai dua sa&. 'sya( hanya paling
banyak lima orang. Begitu setiap hari, entah sejak kapan dan akan sampai kapan hal itu
berlangsung.
Bagi )aji Brahim, keadaan itu merisaukannya. %ejak, mungkin, *" tahun lalu dia dipercaya
untuk menjadi ketua masjid, keadaan tidak berubah. Bahkan, setiap +umat, jumlah jemaah,
paling banyak ,! orang. -ernah terpikirkan untuk memperluas bangunan, tetapi dana tak
pernah cukup. Mencari sumbangan tidak mudah, dan )aji Brahim tak mengi.inkan pengurus
mencari sumbangan di jalan rayasebagaimana dilakukan banyak orang. /%eperti pengemis
saja(,/ gumamnya. %eiring dengan berjalannya 0aktu, maka pikiran untuk memperluas
bangunan itu tinggal sebagai impian saja. 1as masjid nyaris berdebu karena kosong
melompong. #an itu pula sebabnya masjid itu tak bisa memasang listrik, cukup dengan
lampu minyak.
#aundaun trembesi berguguran setiap hari, seperti taburan bunga para pe.iarah makam.
Buahbuahnya yang tua berserakan di halaman. %atudua anak memungutnya, mengeluarkan
bijibijinya yang lebih kecil daripada kedelai itu, menjemurnya, menyangrai, dan
menjadikannya camilan gurih di sore hari. +elas tak ada orang yang secara khusus menyapu
halaman setiap hari.
Terlalu luas untuk sebuah pekerjaan gratisan. %emua maklum, termasuk )aji Brahim.
222
%uatu siang, seusai shalat +umat, ketika orangorang sudah lenyap semua entah ke mana, )aji
Brahim dan dua pengurus lainnya masih duduk bersila di lantai masjid. )aji Brahim masih
ber.ikir sementara dua orang itu tengah menghitung uang amal yang masuk hari itu.
/Tiga puluh ribu, -ak,/ ucap salah seorang seperti protes pada entah apa.
/3lhamdulilah./
/#engan yang minggu lalu, jumlahnya 4!.""". Belum cukup untuk beli cat tembok./
/Ya, sudah( nanti kan cukup,/ ujar )aji Brahim tenang.
%esaat ketika kedua orang itu akan berdiri, di halaman dilihatnya ada seorang nenek tua
tengah menyapu pandang. )aji Brahim pun menoleh dan dilihatnya nenek itu dengan badan
bungkuk, tertatih mendekat.
/3laikum salam( nek,/ ja0ab salah seorang pengurus, sambil mengangsurkan uang !""an.
Tapi si nenek diam saja. Memandangi si pemberi uang dengan pandangannya yang tua.
/3da apa5/ tanya )aji Brahim, seraya mendekat.
/%aya tidak perlu uang. %aya perlu jalan ampunan./
%esaat ketiga pengurus masjid itu terdiam. 3ngin bertiup merontokkan dedaunan trembesi.
%atu dua buahnya gemelatak di atap.
/%ilakan nenek ambil 0udu dan shalat,/ ujar )aji Brahim sambil tersenyum.
Nenek itu diam beberapa saat. Tanpa berkata apa pun, dia kemudian memungut daun yang
tergeletak di halaman. #aun itu dipungutnya dengan kesungguhan, lalu dimasukkannya ke
kantong plastik lusuh, yang tadi dilipat dan diselipkan di setagen yang melilit pinggangnya.
%etelah memasukkan daun itu ke kantong plastik, tangannya kembali memungut daun
berikutnya. #an berikutnya. #an berikutnya(.
1etiga orang itu ternganga. %esaat kemudian, karena melihat betapa susah payahnya si nenek
melakukan pekerjaan sederhana itu, salah seorang kemudian mendekat dan membujuk agar si
nenek berhenti. Tapi si nenek tetap saja memunguti daundaun yang berserakan, nyaris
menimbun permukaan halaman itu.
)aji Brahim dan seorang pengurus kemudian ikut turun dan mengambil sapu lidi.
/+angan( jangan pakai sapu lidi( dan biarkan saya sendiri melakukan ini./
/Tapi nanti nenek lelah./
/3dakah yang lebih melelahkan daripada menanggung dosa5/ ujar si nenek seperti
bergumam.
)aji Brahim tercekat. 3da sesuatu yang menyelinap di sanubarinya.
#ilihatnya si nenek kembali memungut dan memungut daundaun itu helai demi helai. #an,
demi mendengar apa yang tergumam dari bibir tua itu, )aji Brahim menangis.
#ari bibirnya tergumam kalimat permintaan ampun dan sanjungan kepada 1anjeng Nabi
Muhammad. -ada setiap helai yang dipungut dan ditatapnya sesaat dia menggumamkan
/6usti, mugi paringa aksama. -aringa kanugrahan dateng 1anjeng Nabi./ %ebelum
dimasukkannya ke kantong plastik.
)aji Brahim tergetar oleh kepolosan dan keluguan si nenek. #i matanya, si nenek seperti
ingin bersaksi di hadapan ribuan dedaunan bah0a dirinya sedang mencari jalan
pengampunan.
222
)ari bergulir ke Magrib. #an si nenek masih saja di tempat semula, nyaris tak beranjak,
memunguti dedaunan yang selalu saja berguguran di halaman. Tubuh tuanya yang kusut
basah oleh keringat. Napasnya terengahengah. 1etiga orang itu tak bisa berbuat lain, kecuali
menjaganya. 1etika maghrib tiba, dan orangorang melakukan sembahyang, si nenek masih
saja memunguti dedaunan.
/%iapa dia5/ bisik salah seorang jemaah kepada temannya, ketika mereka meninggalkan
masjid. Tentu saja tak ada ja0aban, selain /entah/.
/Nek, istirahatlah( ini sudah malam./
/1alau bapak mau pulang, silakan saja( biarkan saya di sini dan melakukan ini semua./
/Nek, mengapa nenek menyiksa diri seperti ini5/
/Tidak. %aya tidak menyiksa diri. 'ni( mungkin bahkan belum cukup untuk sebuah
ampunan,/ ucapnya sambil menghapus air matanya.
)aji Brahim terdiam. Mencoba merekareka apa yang telah diperbuat si nenek di masa
lalunya.
222
Malam itu, )aji Brahim pulang cukup larut karena merasa tak tega meninggalkan si nenek.
-engurus masjid yang semula akan menunggui, sepulang )aji Brahim, ternyata juga tak
tahan. Bahkan, belum lagi lima menit )aji Brahim pergi, dia diamdiam pulang.
Tak ada yang tahu apakah si nenek tertidur atau terjaga malam itu. Begitu subuh tiba, Mijo
yang akan a.an
%ubuh mendapati si nenek masih saja melakukan gerakan yang sama. 7dara begitu dingin.
Beberapa kali si nenek terbatuk.
222
-eristi0a si nenek itu ternyata mengundang perhatian banyak orang. Mereka berdatangan ke
masjid. Niat mereka mungkin ingin menyaksikan si nenek, tetapi begitu bertepatan 0aktu
shalat masuk, mereka melakukan shalat berjemaah. Tanpa mereka sadari sepenuhnya, masjid
itu jadi semarak. Orang datang berduyunduyun, memba0a makanan untuk si nenek, atau
sekadar memberinya minum. #an, semuanya selalu berjemaah di masjid.
#ua hari kemudian, tepat ketika kumandang 0aktu 3shar terdengar, si nenek tersungkur dan
meninggal. Orangorang terpekik, ada yang mencoba memba0anya ke puskesmas, tetapi
entah mengapa tak jadi.
)ari itu juga polisi datang. 1arena semua orang tak tahu siapa keluarga si nenek, akhirnya
diputuskan si nenek dimakamkan di halaman belakang masjid.
1etika semua orang sibuk, )aji Brahim tercekat. #ia tibatiba merasa sunyi menyergapnya.
#ia menyapu pandang, ada yang aneh di matanya. #edaunan yang berserak itu lenyap.
)alaman masjid bersih. Menghitam subur tanahnya, seperti disapu, dan daun yang gugur
ditahan oleh jaring raksasa hingga tak mencapai tanah.
%udut mata )aji Brahim membasah. /%emoga kau temukan jalanmu, nek,/ gumamnya.
#an ketika semua orang, yang puluhan jumlahnya itu, secara bersamaan menemukan apa
yang dipandang )aji Brahim, mereka ternganga. Bagaimana mungkin halaman masjid bisa
sebersih seperti itu.
222
Lama setelah kisah itu sampai kepadaku, aku tercenung. 8upanya, menurut )aji Brahim
kepadaku, nenek itu hadir mungkin sebagai contoh. /Mungkin juga dia memang berdosa
besarsesuai pengakuannya kepada saya,/ ucap )aji Brahim kepadaku beberapa 0aktu lalu.
/#an( dia melakukan semacam istig&ar dengan mengumpulkan sebanyak mungkin daun
yang ada di halaman, mungkin begitu( saya tak yakin. Yang jelas, mata kami jadi terbuka.
%ekarang masjid kami cukup ramai./
/-asti banyak yang mau menyapu halaman,/ godaku.
/'ya( hahaha( benar./
/Memangnya bisa begitu, +i5/
/Maksudnya, ampunan 3llah5 Ya, saya yakin bisa saja. 3llah mahaberkehendak, apa pun
jika #ia berkenan, masak tidak dikabulkan5/ ucap )aji Brahim tenang.
3ku terdiam. 1ubayangkan dedaunan itu, yang jumlahnya mungkin ribuan helai itu,
melayang ke hadirat 3llah, memba0a goresan permohonan ampun.
-inang 9:;