Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Hadis Munkar

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

HADIS MUNKAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“ULUMUL HADIS III”

Dosen pengampu :

Fadhilla Azkia Khairi, M.Ag

Disusun oleh kelompok 2 :

1. Misbah Hayati / 12130420493


2. Nurul Afina / 12130420502

KELAS ILHA 4A

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

UIN SUSKA RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun yang menjadi judul makalah adalah “ Hadis Munkar ” Tujuan penulis membuat
makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing Fadhilla Azkia Khairi,
M.Ag dalam mata kuliah Ulumul Hadis III.
Jika dalam penulisan makalah terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan, maka kepada para pembaca, penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas koreksi-
koreksi yang telah dilakukan. Hal tersebut semata-mata agar menjadi suatu evaluasi dalam
pembuatan makalah ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang Penulis miliki sangat
kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada pembaca untuk memberikan saran-saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Pekanbaru, 5 Maret 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadis Munkar ................................................................................. 3
2.2 Contoh Hadis Munkar ....................................................................................... 4
2.3 Kedudukan Hadis Munkar ................................................................................ 10
2.4 Perbedaan Hadis Munkar Dan Hadis Syadz ..................................................... 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................................. 12
Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hadits sebagai pedoman (hujjah) menjalani kehidupan bagi umat Islam sudah tidak perlu
diragukan lagi. Ayat-ayat Alquran yang menerangkan hal tersebut tersebar di berbagai tempat
baik di dalam Alquran maupun hadits. Oleh karena itu,kaum muslimin pada abad-abad pertama
Islam berlomba-lomba untuk mendapatkan suatu hadits. Kejadian tersebut terus berlanjut
hingga masa perpecahan politik pada masa khalifah Ali dan Mu’awiyah. Dan hal terus berlanjut
hingga masa kini. Oleh karena hadits tidak seperti Alquran yang diriwayatkan secara mutawatir
tentu saja memungkinkan banyak kesalahan baik berasal dari penyampai maupun penerima
hadits (ruwaah) tentu saja tidak semua haditsdemikian keadaannya. Hal tersebut terjadi ada
kalanya karena kelemahan hafalansang perawi dan ada kalanya karena kesalahan kecil perawi.
Karena perawi tsiqah sekalipun tidak akan lepas dari kesalahan.

sebuah hadits menjadi dha’if, di antaranya karena adanya seorang perawi yang bermasalah.
Bisa jadi pada kesalehan atau pada hafalannya. Seorang perawi yang sempurna adalah seorang
perawi yang saleh dan kuat hafalannya. Sehingga hadits yang dia riwayatkan memiliki kualitas
yang mumpuni. Istilahnya adalah ‘adil dan dhabith. Sebaliknya, sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang cacat secara kepribadian atau kemampuan hafalan akan
diragukan kualitasnya.

2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Hadis Munkar ?


2. Bagaimana Contoh Hadis Munkar ?
3. Bagaimana Kedudukan Hadis Munkar ?
4. Bagaimana Perbedaan Hadis Munkar Dan Hadis Syadz ?

3. Tujuan Masalah

1. Mengetauhi Apa Pengertian Hadis Munkar


2. Mengetauhi Bagaimana Contoh Hadis Munkar
3. Mengetauhi Bagaimana Kedudukan Hadis Munkar
4. Mengetauhi Bagaimana Perbedaan Hadis Munkar Dan Hadis Syadz

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hadis Munkar

Kata munkar dari akar kata inkar : ‫أنكر ينكر إناكرإ فهو منكر‬ yang artinya menolak,

tidak menerima lawan dari kata iqrar yang artinya mengakui dan menerima. Cacat yang ada

pada perawi itu membuat tertolak dan diingkarinya. Secara Bahasa yang mana kata ‫إملنكر‬
adalah isim maf’ul dari kata kerja ‫ َأن َك َر‬yang berarti menentangnya atau tidak mengenalnya.
Dan kebalikannya adalah ‫ إمل َ ْع ُر ُوف‬artinya yang dikenal .
1

Adapun pengertian hadits munkar secara istilah ada beberapa pendapat yaitu, di
antaranya :

‫إحلديث إذلي يف إس ناده رإو حفش غلطه أو كرثت غفلته أو ظهر فسقه‬

Hadis yang pada sanadnya ada seorang perawi yang parah kesalahannya atau banyak
kelupaan atau Nampak kefasikannya.

‫ماروإه إلضعف خمالفا للثقات‬

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang dha’if menyalahi periwayatan yang tsiqah.(
pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar dan As-Suyuthi )

‫ أو ما خيالف به من هو أقوى منه‬،‫هو إحلديث إذلي ينفرد بروإيته إلرإوي إلضعيف‬

1
Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, Mu’jam Al-Musthalahat al Haditsiyyah cetakan
pertama 1428 H / 2007 M, hlm. 790.

3
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang dha’if, atau hadits itu
bertentangan dengan periwayat yang lebih kuat.2

Syaikh Al-Baiquni dalam Manzhumah Baiquniyah-nya mengatakan bahwa yang


dimaksud dengan hadits munkar adalah:

‫يتفرد به إلرإوي إذلي ِح ْف ُظه ال جيعهل أ اهًل لن يتفرد مبثل هذه إلروإية‬
َّ ‫ إحلديث إذلي‬:‫هو‬
Hadits yang perawinya sendirian dalam meriwayatkannya namun kekuatan hafalannya

tidak menjadikannya layak untuk bersendirian dalam meriwayatkan semisal riwayat tersebut.3

Dari defenisi di atas jelas bahwa di antara periwayat hadis munkar ada yang sangat
lemah daya ingatannya, sehingga periwayatannya menyendiri tidak sama dengan periwayatan
orang tsiqah. Periwayatan munkar tidak sama dengan syadz, karna dalam munkar
periwayatannya bersifat dha’if yang menyalahi periwayatan tsiqah. Sedang hadis syadz
periwayatan orang tsiqah menyalahi orang yang lebih tshiqah4.

2. Contoh Hadis Munkar

1. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Melalui Usamah Bin Zaid Al-Madani
Dari Ibnu Syihab Dari Abu Salamah Bin Abdurrahman Bin Auf Dari Ayahnya Secara
Marfu’ :

ِ َ ‫إلس َف ِر ََكلْ ُم ْف ِط ِر ِيف‬


‫إحلض‬ ُ ِ ‫َص‬
َّ ‫اِئ َر َمضَ َان ِيف‬

Seorang puasa Ramadhan dalam perjalanannya seperti seorang berbuka dalam tempat
tinggalnya.

Hadis di atas munkar karena periwayatan Usamah Bin Zaid Al-Madani secara marfu’ (
dari Rasulullah saw.), bertentangan periwayatan Ibn Abi Dzi’bin Yang Tsiqah, menurutnya
hadis di atas mawquf pada Adurrahman Bin Auf.

2
Mahmud Thohan, Taysir Mushtalahul Hadits, (Surabaya: Al Hidayah), hlm. 256.
3
Ibid., hlm. 793.
4
Nuruddin ‘Itr, Manhaj An – Naqd Fii ‘Uluum Al- Hadis ( Bandung : Pt Remaja Rosdakarya 2012),
Hlm. 188.

4
Tingkatan kedhaifannya sangat dha’if setelah maatruk, karna cacat hadis munkar sangat
parah yaitu banyak kesalahan dan banyak kelupaan dalam periwayatan sehingga menyalahi
periwayatan para perawi yang tsiqah. Untuk mengetahui ini tentunya setelah diadakan
komparasi dengan periwayatan orang – orang yang tshiqah pada suatu tema hadis melalui
berbagai periwayatan, baik dari segi sanad maupun matan.5

2. hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1/191,195), Bukhari dalam at-Tarikh Al
Kabir (4/2/88) an-Nasa’I (4/158), Ibnu Majah (1321) Al Bazzar di dalam Musnad, Ibnu
Syahin di dalam Fadha-il Syahr Ramadhan (28) dengan jalan dari an-Nadhr bin Syaiban

‫ِيك َ َِس َع ُه‬ ْ َ ‫ َح ِدثْ ِِن ب‬،‫ قُلْ ُت ِ َل ِِب َسلَ َم َة ْب ِن َع ْب ِد َّإلر ْ َْح ِن‬:‫ قَا َل‬،‫ض ْب ُن َشيْ َب َان‬
َ ‫َِش ٍء َ َِس ْع َت ُه ِم ْن َأب‬ ُ ْ َّ‫َح َّدثَنَا إلن‬
‫إَّلل َص ََّّل َّإَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
ِ َّ ‫ول‬ َ ‫ لَيْ َس ب َ ْ َْي َأب‬،‫إَّلل َص ََّّل َّإَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
ِ ‫ِيك َوب َ ْ َْي َر ُس‬ ِ َّ ‫َأبُوكَ ِم ْن َر ُس ِول‬
َ َّ ‫ إ َّن‬:‫إَّلل َص ََّّل َّإَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
‫إَّلل‬ ِ َّ ‫ول‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫ قَا َل‬،‫ َح َّدثَ ِِن َأ ِِب‬،‫ ن َ َع ْم‬:‫ قَا َل‬،‫َأ َح ٌد ِيف َشهْ ِر َر َمضَ َان‬
ِ
‫ فَ َم ْن َصا َم ُه َوقَا َم ُه إيْ َماًنا َوإ ْح ِت َس ااًب خ ََر َج‬،ُ‫ َو َس نَن ْ ُت لَ ُ ُْك ِق َيا َمه‬،‫تَ َب َاركَ َوتَ َع َاَل فَ َر َض ِص َيا َم َر َمضَ َان عَلَ ْي ُ ُْك‬
ِ
‫ِم ْن ُذنُو ِب ِه َك َي ْو ِم َو َ ََلتْ ُه ُأ ُّم ُه‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami an-Nadhr bin Syaiban, ia berkata: Aku
berkata kepada Abu Salamah bin Abdurrahman, Ceritakan kepadaku hadits yang engkau
dengar dari ayahmu, yang telah dia dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara
langsung, yang tidak ada orang lain di antara ayahmu dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam pada bulan Ramadhan; Ia menjawab, Ya, telah menceritakan kepadaku ayahku,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda” Sesungguhnya Allah azza wa jalla
mewajibkn kalian berpuasa pada bulan Ramadhan, dan aku sunnahkan bagi kalian qiyam pada
malam harinya. Maka barangsiapa yang berpuasa, dan mendirikan dengan penuh keimanan dan
perhitungan, maka akan keluar darinya dosa-dosa seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.

Pada sanad ini ada rawi yang bernama Nadhr bin Syaiban. Dia adalah rawi yang dha’if.
Dalam periwayatan hadits ini pun terjadi kesalahan, yaitu ketika ia meriwayatkan hadits dari

5
Nuruddin ‘Itr, Manhaj An – Naqd Fii ‘Uluum Al- Hadis ( Bandung: Pt Remaja Rosdakarya 2012), Hlm.
190.

5
Abu Salamah dengan ungkapan bahwa Abu Salamah mengatakan, “Ayahku telah
menceritakan kepadaku …”

Para ahli hadits menyatakan bahwa Abu Salamah tidak pernah mendengarkan hadits
dari ayahnya. Inilah segi kemunkaran yang pertama.

Yang kedua, hadits seperti itu telah diriwayatkan oleh rijal lainnya
yang tsiqah (terpercaya) hafidz (banyak hafalan) atsbat (paling kuat), seperti Yahya bin Sa’id,
az-Zuhri, Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’ dengan
teks :

‫ َو َم ْن قَا َم ل َ ْي َ ََل إلْ َق ْد ِر إيْ َماًنا َوإ ْح ِت َس ااًب غُ ِف َر‬،‫َم ْن َصا َم َر َمضَ َان إيْ َماًنا َوإ ْح ِت َس ااًب غُ ِف َر َ َُل َما تَ َق َّد َم ِم ْن َذنْ ِب ِه‬
ِ ِ
‫َ َُل َما تَ َق َّد َم ِم ْن َذنْ ِب ِه‬

Artinya: Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan
perhitungan maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang
berdiri (untuk shalat malam) pada malam lailatul qadr dengan keimanan dan perhitungan maka
Akan diampuni dosanya yang telah lalu.
Dengan demikian An-Nadhr bin Syaiban menyelisihi rijal yang lebih terpercaya dan
lebih banyak sanad hadits dan matannya. Dan hadits dari jalannya adalah munkar.

3. Hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi di dalam Jami’ (3386) dengan jalan dari
Hammad;

‫ َع ْن‬،‫إَّلل‬ِ َّ ‫ َع ْن َسا ِل ِم ْب ِن َع ْب ِد‬،‫ َع ْن َحنْ َظ َ ََل ْب ِن َأ ِِب ُس ْفيَ َان إلْ ُج َم ِح ِي‬،‫َح َّدثَنَا َ َّْحا ُد ْب ُن ِع َيَس إلْ ُجه ِ َُِّن‬
‫إَّلل َص ََّّل َّإَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل إ َذإ َرفَ َع‬ ُ ‫ ََك َن َر ُس‬:‫ قَا َل‬،‫ َع ْن ُ َُع َر ْب ِن إلْخ ََّط ِاب َر ِِض َّإَّلل َع ْْنم‬،‫َأبِي ِه‬
ِ َّ ‫ول‬
ِ
‫يَدَ يْ ِه ِيف إَلُّ عَا ِء ل َ ْم َ َُي َّطهُ َما َح ََّّت ي َ ْم َس َح ِبِ ِ َما َو ْ َْج ُه‬

Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Isa Al Juhani, dari Handhalah bin Abu
Sufyan Al Juhami, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Umar bin Khaththab ra, ia
berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam
berdo’a, tidak menurunkannya sehingga mengusap wajah beliau dengan kedua tangannya.

6
Setelah mengeluarkan hadits ini at-Tirmidzi berkata, “Ini hadits gharib, aku tidak
menjumpainya kecuali dari jalan Hammad bin Isa, dan ia meriwayatkannya seorang diri”

Hammad bin Isa adalah dha’if haditsnya, Abu Hatim berkata, “Dia dha’if”. Abu
Dawud berkata, “Dia dha’if, dan ia meriwayatkan hadits-hadits munkar”. Al Hakim dan an-
Nuqasy berkata, “Dia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari Ibnu Juraij dan Ja’far Ash
Shadiq” Dengan demikian hadits yang diriwayatkan oleh Hammad bin Isa seorang diri
termasuk hadits munka..

Dari dua hadis tersebuat terdapat beberapa catatan,

1. Ketika kita menjelaskan definisi munkar, kita sebutkan bahwa ia adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang dha’if karena hafalannya, Pada
hakekatnya inilah yang biasanya terjadi. Tetapi sebagian ulama’ telah memasukkan
tokoh yang dicela karena moralnya (keadilannya) sebagai munkar. Karena itu kita
dapati banyak para imam terdahulu menyebut hadits maudhu’ dengan nama munkar,
karena pembedaan antara munkar dan maudhu’ ini terjadi pada ulama’ mutaakhkhirin.

2. Sebagian ahli hadits menyatakan tentang munkarnya hadits gharib, lalu mengatakan
“Ini adalah hadits gharib, maksudnya adalah hadits munkar, sedangkan
kata munkar digunakan untuk mengistilahkan hadits maudhu’.

3. kemunkaran itu tidak hanya berada pada sanad saja, tetapi juga terjadi pada matan.
Bentuknya, rijal yang siqah meriwayatkan suatu hadits dengan teks tertentu, dan
ada rijal dha’if yang meriwayatkan hadits dengan teks yang lainnya, seperti telah
dicontohkan pada hadits dari an-Nadhr bin Syaiban (contoh 2)

Atau sejumlah rijal yang siqah meriwayatkan hadits, dan rijal yang dha’if meriwayatkan
hadits dengan teks yang sama, hanya saja ia memberikan ziyadah (tambahan)
pada matan hadits, dengan suatu tambahan yang tidak terdapat pada hadits yang diriwayatkan
oleh rijal yang siqah.

7
Contoh. Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (3/101,282), Bukhari (1/40), Muslim
(1/283), Abu Dawud (4-5) Tirmidzi (5-6) an-Nasa’I dalam Al Yaum wa Al Lailah (74) dan
lain-lainnya dengan jalan dari Abdul Aziz bin Shuhaib

‫ول ََك َن إلنَّ ِ ُِّب َص ََّّل َّإَّلل عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل إ َذإ َد َخ َل‬
ُ ‫ َ َِس ْع ُت َأن َ اسا ي َ ُق‬:‫ قَا َل‬،‫َع ْن َع ْب ِدإلْ َع ِزي ِز ْب ِن ُصهَ ْي ٍب‬
ِ
‫ إللَّهُ َّم إ ِّن َأ ُعو ُذ ب َِك ِم َن إلْ ُخ ُب ِث َوإلْ َخ َبائِ ِث‬:‫إلْخ ًََل َء قَا َل‬
ِ
dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik ra, ia berkata; Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam apabila memasuki wc berkata, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari setan laki-laki dan setan perempuan.

Tetapi di dalam hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/11) dengan jalan dari
Abu Ma’syar –najih bin Abdurrahman- an-Sindi, ia dha’if haditsnya, dari Abdullah bin Abi
Thalhah, dari Anas ra, ia berkata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila memasuki wc
membaca do’a,

‫ إللَّهُ َّم إ ِّن َأ ُعو ُذ ب َِك ِم َن إلْ ُخ ُب ِث َوإلْ َخ َبائِ ِث‬،‫هللا‬


ِ ‫ب ِْس ِم‬
ِ
Dengan nama Allah, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-
laki dan setan betina, Hadits ini teksnya sama dengan yang diriwayatkan dari rijal yang siqah,
hanya saja terdapat perbedaan pada basmalah ketika akan masuk wc, maka tambahan
ini munkar.

4. Bahwa rawi yang siqah kadang - kadang haditsnya dinilai munkar apabila ia
meriwayatkan seorang diri dari rawi yang dha’if, seperti hadits Ma’mar dari Qatadah.
Ma’mar bin Rasyid siqah hafidh hanya saja riwayat dari Qatadah lemah karena ia
mendengar darinya ketika masih sangat kecil sehingga sanadnya tidak terjaga, maka
apabila ia meriwayatkan hadits seorang diri dari Qatadah, tidak ada tabi’ ( hadits yang
menguatkan ) dari rijal yang siqah, maka periwayatannya seorang diri itu
dinilai munkar.

8
5. Bahwa rawi yang shaduq, dia di bawah derajat siqah dalam hal dhabth sehingga
haditsnya dinilai hasan, kadang - kadang haditsnya dikategorikan munkar dalam dua
kondisi;Pertama, Apabila ia meriwayatkan seorang diri
dengan matan yang munkar tanpa diikuti dengan tabi’ dari periwayat yang lain, atau
riwayatnya bertentangan dengan riwayat dari rawi yang siqah. Contohnya, hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/423 dan 510), Abu Dawud (2350) dengan jalan
dari Hammad bin Salamah

ِ َّ ‫ول‬
‫إَّلل َص ََّّل َّإَّلل‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫ قَا َل‬،َ‫ َع ْن َأ ِِب ه َُرْي َرة‬،‫ َع ْن َأ ِِب َسلَ َم َة‬،‫ َع ْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َ ُْع ٍرو‬،ٌ‫َح َّدثَنَا َ َّْحاد‬
َ ِ ‫ إ َذإ َ َِس َع َأ َحدُ ُ ُُك إلنِدَ َإء َو ْإالًنَ ُء عَ ََّل ي َ ِد ِه فَ ًَل يَضَ ْع ُه َح ََّّت ي َ ْق‬:‫عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
‫ِض َحا َجتَ ُه ِم ْن ُه‬
ِ ِ
Telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah,
dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda; Apaila salah seorang
di antara kalian mendengar adzan sedangkan piring ada di tangannya, maka janganlah
diletakkan sehingga selesai memakannya.

Muhammad bin Amr bin Alqamah adalah shaduq, haditsnya hasan dalam riwayat yang
tidak diriwayatkan seorang diri dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Dia telah melakukan
kesalahan dalam meriwayatkan hadits Abu Salamah. Ibnu Ma’in berkata, “Ia meriwayatkan
hadits dari Abu Salamah sekali dengan riwayatnya, kemudian meriwayatkan hadits itu sekali
lagi dari Abu Salamah dari Abu Hurairah”

Ia meriwayatkan hadits ini seorang diri dari Abu Salamah, dan tak ada tabi’ dari seorang
pun. Demikian juga matan hadits ini munkar, jika dibandingkan dengan matan hadits dari
Aisyah ra, yang tersebut di dalam shahihain secara marfu’;

‫إْشبُوإ َح ََّّت ي ُ َؤ ِذ َن إ ْب ُن ُأ ِم َم ْك ُتو ٍم فَان َّ ُه َال ي ُ َؤ ِذ ُن َح ََّّت ي َ ْطلُ َع إلْ َف ْج ُر‬


َ ْ ‫ُ ُُكوإ َو‬
ِ
Makanlah dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan,
karena ia tidak akan mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar.

Kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sehingga Ibnu Ummi Maktum


mengumandangkan adzan” berfungsi untuk menetapkan batas waktu. Maksudnya bahwa
makan dan minum akan membatalkan puasa apabila telah dikumandangkan adzan. Adapun

9
hadits Abu Hurairah, di dalamnya terkandung makna bolehnya melanjutkan makan setelah
adzan dikumandangkan, dan menjadikan batasannya adalah selesainya makan dan minum.

Dengan demikian hadits ini munkar, padahal hadits datang dari rawi yang shaduq,
yang secara umum haditsnya hasan.6

4. hadits munkar adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan
Hubayyib bin Habib Az-Zayyat dari Ibnu Ishaq dari Al-‘Aizar bin Huraits dari Ibnu
‘Abbas dari nabi saw, beliau bersabda,

‫ َد َخ َل إلْ َجنَّ َة‬, ‫ َوقَ َرى إلضَّ ْي َف‬,‫ َو َصا َم‬, ‫ َو َح َّج إلْ َبيْ َت‬, ‫ َوأ ََت َّإلز ََك َة‬, ‫إلصًل َة‬
َّ ‫َم ْن َأقَا َم‬

”Siapa saja yang mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah, berpuasa
(di bulan Ramadhan) dan memuliakan tamu akan masuk surga.”
Abu Hatim berkata,”Ini hadits munkar karena para perawi lain yang tsiqat
meriwayatkannya dari Abu Ishaq secara mauquf (berhenti pada sahabat Nabi saw) dan inilah
yang ma’ruf.”7

3. Kedudukan dan status Hadis Munkar

Hadits munkar adalah hadits dha’if yang amat sangat dha’if (hadits dha’if syadiidudh
dha’f) karena dari satu sisi, perawinya dha’if dan di sisi lain, perawi ini menyelisihi para perawi
yang tsiqah. Hadits munkar termasuk hadits yang sangat dhaif, dan ia berada di peringkat ketiga
setelah hadits maudhu’ dan hadits matruk.8

Hadits Mungkar termasuk hadits yang dha’if. Tapi hadits mungkar ini masih lumayan
baik. Bila dibandingkan Hadits Maudhu’ dan Hadits Matruk. Jadi urutan hadits yang paling
dha’if adalah Hadits Maudhu’. Setelah itu Hadits Matruk. Kemudian Hadits Mungkar. Tapi

6
Syaikh Al-Albani, Silsilah Dhof’idahwalMaudhu’ah, hadis nomor 6022.
7
Mu’jam Al-Musthalahat al Haditsiyyah, Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, cetakan
pertama 1428 H / 2007 M, hlm. 791.
8
mu’jam Al-Musthalahat al Haditsiyyah, Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, cetakan
pertama 1428 H / 2007 M, hlm. 791-792.

10
sebenarnya hadits maudhu’ itu bukan merupakan hadits. Ibaratnya seperti seseorang yang ikut
kuliah. Tapi tidak pernah mendaftar kuliah. Lalu dia mengaku sebagai mahasiswa.

Adapun hadits matruk dan mungkar ini masih hadits. Namun sangat dha’if. Ibaratnya
seperti seseorang yang sudah mendaftar sebagai mahasiswa. Tapi kemudian dia melanggar
sebuah tata tertib kampus. Sehingga dia harus dikeluarkan, alias drop out.

4. Perbedaan Hadis Munkar Dan Hadis Syadz


a. Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul namun
menyelisihi perawi yang lebih utama dari dirinya.
b. Hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dha’if yang menyelishi
perawi yang tsiqah.
Dari sini bisa diketahui bahwa kedua jenis hadits tersebut sama – sama melakukan
penyelisihan, namun mereka berbeda dalam hal bahwa hadits syadz itu diriwayatkan oleh
perawi yang maqbul sedangkan hadits munkar itu diriwayatkan oleh perawi yang dha’if.

Ibnu Hajar berkata, ”Orang yang menyamakan antara kedua jenis hadits tersebut benar-
benar telah lalai.”9

9
Ibid., hlm. 790.

11
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Hadist mungkar ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perowi yang lemah yang
bertentangan dengan riwayat perawi tsiqoh Hadits munkar termasuk hadits yang sangat dhaif,
dan ia berada di peringkat ketiga setelah hadits maudhu’ dan hadits matruk.

Adapun perbedaan antara munkar dan syadz adalah apabila munkar adalah riwayat seorang
yang lemah atau dhoif sedangkan syadz adalah riwayat seorang yang tsiqoh namun
bertentangan dengan riwayat yang lebih tsiqoh. Dan Cakupan Hadist syad mencakup sanad dan
matan. Hadits Mudraj sebuah hadist yang asal sanadny berubah atau matannya tercampur
dengan sesuatu yang bukan bagianya tanpa ada pemisah.

2. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. kami sadar bahwa di dalam makalah
ini masih terdapat kekurangan yang perlu dibenahi. penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang positif
agar kami dapat memperbaikinya di tugas mendatang, semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan kami sebagai penulis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nuruddin ‘Itr, Manhaj An – Naqd Fii ‘Uluum Al- Hadis ( Bandung, Pt Remaja Rosdakarya
2012)

Dr. Sayyid Abdul Majid Al-Ghouri, Dar Ibnu Katsir, Beirut, Mu’jam Al-Musthalahat al
Haditsiyyah cetakan pertama 1428 H / 2007 M

Dr. H. Abdul Majid Khon, M,Ag., Ulumul Hadis ( Jakarta, Amzah, 2008)

Mahmud Thohan, Taysir Mushtalahul Hadits, (Surabaya: Al Hidayah)

Syeikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadist, Terj Mifdhol Abdurrahman Lc
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005)

Syaikh Al-Albani, Silsilah Dhof’idahwalMaudhu’ah, hadis nomor 6022

Subhi Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993)

13

Anda mungkin juga menyukai