Ipi 62048
Ipi 62048
Ipi 62048
Abstract
Degradation and critical condition of watersheds in Java is showed by the damage of environmental
condition, such as vegetation covered area that is less than 20%, big fluctuation of the river
debit, frequent floods, land sliding and draught that its frequency is increased every year. These
all result in the decrease of water resource capacity in Java. Besides, Java, that is only 7% of
the area of Indonesia, has the highest population amongst islands in Indonesia and supplies
the largest Indonesian economy (60%), needs continuously increase water resource capacity..
Efforts to manage water resource through watershed environment rehabilitation, using functional
approach (organizational roles) or structural approach likes physical/building rehabilitation is
crucial to be carried out especially for the very critical watershed.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Koresponden Penulis
E-mail : ikhwanuddin@bappenas.go.id
irigasi teknis tidak sepenuhnya berhasil, malah Banyak kawasan konservasi yang telah berubah
dalam kenyataan terjadi sebaliknya terutama menjadi peruntukan lain, akibatnya penutupan
terjadi di daerah hinterland perkotaan(3). Upaya lahan oleh vegetasi (hutan, perkebunan, dan
lain adalah melalui penetapan Undang-Undang lain-lain) hanya tersisa kurang lebih 20,8 persen.
nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 2007 Pulau Jawa telah kelebihan penduduk 81,1
Perkembangan lahan pertanian 1986-2002 juta, apabila dikaitkan dengan kebutuhan lahan
menunjukkan peningkatan luas sawah dari 7,78 dengan standar hidup sangat sederhana, atau
juta hektar tahun 1986 menjadi 8,52 juta hektar kelebihan jumlah penduduk akan meningkat
tahun 1996, namun menyusut menjadi 7,77 juta menjadi 116,5 juta apabila standarnya ditingkatkan
hektar tahun 2002. Luas pertanian lahan kering menjadi standar hidup sedang(4).
tidak banyak berubah, dari 11,28 juta hektar
tahun 1986 menjadi 13,18 juta hektar tahun 2.2. Kondisi Lingkungan Daerah Aliran
2002. Perkembangan positif ditunjukkan pada Sungai
lahan perkebunan, yang meningkat dari 8,77 juta 1). Karakteristik Hidrologi
hektar tahun 1986 menjadi 19,91 juta hektar tahun
2001. Dinamika perubahan luas lahan pertanian Karakteristik hidrologi sungai utama di
juga terjadi dari lahan sawah ke penggunaan Pulau Jawa yang menempati luasan lebih dari
nonpertanian yang mencapai 1,6 juta hektar separuh luasan Pulau Jawa, status penggunaan
dalam kurun waktu 1981-1999, sekitar satu juta lahannya sudah didominasi oleh lahan budidaya
hektar terjadi di Jawa. dan perkotaan. Penggunaan lahan pertanian
Luas lahan kritis di Pulau Jawa menunjukkan dan padi sawah sebagai ciri kawasan perdesaan
peningkatan yang mengkawatirkan, baik di dalam telah mencapai 50 persen. Bahkan mencapai
kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. 90 persen untuk DAS Bengawan Solo, dan luas
Tabel 2 : Peningkatan Luas Lahan Kritis di Pulau Jawa
Luas Lahan Kritis Hasil Inventarisasi
Tahun 2000 Tahun 2004
No. Provinsi Tingkat Kekritisan Tingkat Kekritisan Jumlah
Dalam Kawasan Luar Kawasan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis
(Ha)
Hutan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1. Jawa Barat 5.966 362.828 -- -- -- --
2. Jawa Tengah 11.102 349.725 9.340 147.581 665.320 822.241
3. DI Yogyakarta 749 33.918 18.552 153.985 339.941 512.478
4. Jawa Timur 349.168 953.211 104.273 247.551 357.948 709.772
Sumber : Kajian Daya Dukung Pulau Jawa, Kementerian Perekonomian 2008(2)
perkotaan mencapai hampir 30 persen untuk air yang berfruktuasi, menunjukkan perlunya
Citarum dan Brantas. Sedangkan luas lahan pengembangan sistem Waduk/Dam sebagai
hutan sudah di bawah 20 persen. DAS Progo penyimpanan air untuk mengatasi kekurangan
dan Bengawan Solo hanya memiliki luas hutan air saat musim kemarau dengan menyimpan
4 persen dan 3 persen. kelebihan aliran saat musim hujan.
Perubahan penggunaan lahan pertanian
yang didorong oleh pertambahan jumlah 2). Perubahan Kondisi Lingkungan
penduduk sekitar 3 juta per tahun, diikuti oleh
peningkatan taraf hidup telah menyebabkan Karakteristik hidrologi yang dikemukan di
peningkatan kebutuhan pangan, lahan, dan air. atas tidak lepas dari kondisi hutan dan lahan
Dinamika perubahan lingkungan ini memberi yang telah mengalami perubahan sangat drastis
dampak serius terhadap respons hidrologi dalam dua-tiga dekade terakhir ini. Angka-angka
kawasan perdesaan dan kawasan hulu dan hilir laju deforestasi menunjukkan variasi tahunan
DAS. yang tinggi antara 634 ribu ha/tahun sampai 1,9
Karakteristik debit sungai sebagaimana juta ha/tahun dengan rata-rata tahunan sekitar
disajikan pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 menunjukkan 1,2 juta hektar.
variasi aliran yang tinggi, baik untuk regime aliran Penurunan luas vegetasi, khususnya hutan,
sungai-sungai tertentu maupun antarsungai. di Pulau Jawa telah berakibat pada penurunan
Rasio debit maksimum/minimum bervariasi dari jumlah curah hujan yang jatuh secara nyata.
kurang dari 20 kali sampai lebih dari 100 kali. Diperkirakan penurunan curah hujan mencapai
Nampak bahwa sungai-sungai utama tersebut 10 mm/tahun dalam seratus tahun terakhir di
memiliki sifat banjir yang moderate dibandingkan sebagian besar Pulau Jawa. Perubahan tutupan
dengan sungai-sungai di dunia, yaitu dengan vegetasi sejalan dengan tingginya laju deforestasi
debit antara 10 s/d 80 m 3/s/100km 2 kecuali yang telah meningkatkan luas lahan kritis. Saat ini
Tuntang dan Jeneberang yang melampaui 100 lahan kritis di Indonesia diperkirakan lebih dari 40
m3/s/100km2 atau termasuk tinggi. Debit minimum juta hektar. Jumlah lahan kritis ini tercatat masih
menyatakan kondisi ketersediaan air pada meliputi 22 DAS pada tahun 1984, meningkat
musim kering, sehingga saat itu penggunaannya menjadi 39 DAS pada tahun 1900 dan pada
harus dibatasi hanya untuk kegiatan tertentu tahun 1998 mencapai 62 DAS. Keadaan ini
saja, seperti penggunaan domestik dan industri, berpengaruh nyata terhadap ketersediaan air
dan tidak untuk pertanian. Kondisi ketersedian untuk berbagai penggunaan, khususnya untuk
pertanian di kawasan pedesaan yang sangat terjadinya kedua peristiwa ekstrim tersebut.
bergantung pada musim.
1). Frekuensi Banjir Pada Sungai Utama
III. INDIKATOR KERUSAKAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI Informasi banjir untuk sungai-sungai utama
3.1. Banjir dan Kekeringan dalam Siklus dapat diperoleh dari data debit sungai. Untuk
Hidrologi mengetahui tingkat banjir (flood severity) suatu
sungai dapat digunakan ukuran debit, dimana sungai
Dalam siklus hidrologi sering terjadi dua hal Tuntang dan Jeneberang dari sepuluh sungai yang
yang ekstrim yaitu kekeringan dan banjir. Untuk disajikan dalam Tabel 3.1 memiliki debit melampaui
memahami keadaan kedua ekstrim tersebut 100 m3/s/100km2. Dari data debit banjir dapat dihitung
diperlukan pengetahuan tentang pengelolaan statistik deskriptif maupun frekuensi debit banjir
sunberdaya air agar dapat mengantisipasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Koefisien variasi dapat dijadikan ukuran untuk menilai terbesar terjadi di Jawa Timur, yaitu dalam 2
variasi debit maksimum yang ada. Sungai Progo, tahun terakhir telah terjadi peningkatan kerusakan
Tuntang, dan Jeneberang berada pada posisi paling lahan sawah dari 7.422 hektar menjadi 30.577
bervariasi dari tahun ke tahun. Dari data tersebut hektar atau 37,86 persen pertahun. Kerusakan
juga dapat diketahui perubahan besaran banjir dari lahan persawahan di Jawa Barat, yaitu sebesar
tahun ke tahun. 11.321 hektar tahun 2007 meningkat menjadi
32.359 hektar tahun 2009 atau 32,5 persen/tahun.
2). Banjir pada Lahan Pertanian Sedang kerusakan lahan pertanian terendah
adalah di Provinsi Jawa Tengah atau 18,1 persen/
Di Pulau Jawa ada beberapa penyebab tahun.
utama terjadinya banjir antara lain adalah (1). Dari pengamatan Badan Meteorologi dan
Pendangkalan dasar sungai (sedimentasi); (2). Geofisika, setidaknya terdapat 30 kabupaten
Meluapnya aliran sungai melalui tanggul; (3). di Pulau Jawa mengalami kesulitan air, yang
Kondisi saluran yang kurang baik; dan (4). Lahan tergolong parah adalah di 13 kabupaten di
hutan yang makin kritis akibat penebangan pohon. Provinsi Jawa Timur, 12 kabupaten di Jawa
Banjir yang terjadi telah menimbulkan Tengah, 3 kabupaten di Jawa Barat, 2 kabupaten
dampak kerusakan dan kerugian pada aset di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 2 kabupaten
pemerintah, swasta maupun masyarakat. di Provinsi Banten. Data Biro Pusat Statistik (BPS)
Sehingga berbagai kegiatan ekonomi seperti tahun 2000, desa yang rawan air bersih meliputi
terganggunya transportasi darat sehingga desa-desa di Kabupaten Serang, Tangerang,
arus distribusi barang tidak lancar. Begitu juga Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon,
transportasi udara dan kereta api akan mengalami Garut, Sukabumi, Grobogan, Demak, Blora,
kerugian. Rembang, Brebes, Wonogiri dan Cilacap.
Kementerian Pekerjaan Umum dalam Kajian Data Kementerian Pekerjaan Umum (2007),
Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air (2009) dampak kekeringan bagi Pulau Jawa mencapai
(5)
melaporkan bahwa telah terjadi peningkatan 11,6 persen dari luas sasaran masa tanam (MT) II
kerusakan rumah, sarana transportasi, maupun 1,8 juta hektar, yaitu 209.332 hektar. Kekeringan
lahan pertanian di beberapa provinsi di Jawa terbesar terjadi di Jawa Barat yaitu 141.793 hektar
sebagaimana yang tertera pada Tabel .7 sawah yang merupakan 22,5 persen dari sasaran
Secara rinci, sebagaimana terlihat pada MT II, 11.590 hektar diantaranya mengalami puso.
Tabel 7 kerusakan lahan pertanian di Pulau Kekeringan sawah di Jawa Tengah juga cukup
Jawa meningkat dari tahun ke tahun. Kerusakan besar, yaitu 47.823 hektar atau 20,3 persen
Station Boro-
Nanjung B.negoro Pakel Siruar Ptarumn Rentang B-mas Glapan P-ikang
Name budur
Basin Area
(1.675) (12.804) (3.410) (3.782) (1.163) (948) (3.003) (2631) (798) (384)
[Km2]
Qaverage
279 1869 521 384 827 534 761 1.279 500 352
[m3/s]
Koef.Var 0,15 0,12 0,26 0,21 0,34 0,51 0,24 0,19 0,39 0,49
Skew 0,7841 -1,5368 0,2809 0,6276 -0,3205 0,393 0,8704 1,303 1,7629 0,1077
Q-2 z=0,0 279 1.869 521 384 827 534 761 1.279 500 352
Q-10
333 2.157 691 485 1.189 880 998 1.584 751 575
z=1,28
Q-25
353 2.263 754 522 1.322 1.007 1.085 1.696 843 657
z=1,75
Q-100
377 2.393 830 568 1.486 1.162 1.191 1.833 956 757
z=2,327
Basin area (1.675) (12.804) (3.410) (3.782) (1.163) (948) (3.003) (2.631) (798) (384)
Sumber: Kajian Daya Dukung Lingkungan Pulau Jawa, Kementrian Perekonomian, 2008 (2)
Tabel 7 : Data Kerusakan Akibat Bencana Banjir Daerah Pantura Pulau Jawa
Rumah Rusak Transportasi Darat (km) Lahan Pertanian (Ha)
No Provinsi
2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1. Jawa Barat 10 12 21,600 - 3 - 11,321 15,595 32,359
2. Jawa Tengah 328 66 41,695 14 - 42 3,827 1,010 18,055
3. Jawa Timur 12 54,004 2 91 473 15,041 7,422 30,577
Gtotal 350 78 116,899 16 94 42 30,189 24,027 80,991
Sumber: Data di olah dari berbagai sumber: BNPB, Kompas.com, Dep.PU, Direktorat Pengairan & Irigasi, Bappenas
dari total MT. Di Jawa Timur, relatif sedikit, yaitu meningkatkan laju erosi. Erosi yang berlangsung
3,1 persen dari total sasaran MT II atau seluas secara terus menerus pada musim hujan dapat
14.706 hektar. Sementara di Banten kekeringan menyebabkan hilangnya lapisan tanah atas (top-
di Kabupaten Pandeglang mencapai 5.000 hektar. soil), yang kemudian terbawa aliran sungai dan
seterusnya menyebabkan sedimentasi di sungai
3.2. Penurunan Kualitas Air (pendangkalan sungai). Laju erosi di berbagai
1) Erosi dan Sedimentasi DAS saat ini relatif tinggi, misalnya di sub DAS
Ciliwung Hulu, secara komulatif.
Sedimentasi merupakan dampak lanjutan Penggundulan hutan yang semakin
dari terjadinya erosi di daerah hulu sungai, yang lama semakin ke arah hulu sungai membuat
diakibatkan oleh limpasan. Hilangnya vegetasi kemampuan DAS menyerap air sangat berkurang.
(hutan) pada suatu daerah aliran sungai, Jumlah air permukaan yang mengalir menjadi
selain menyebabkan limpasan juga sekaligus lebih banyak. Dengan menggunakan istilah run
4.1. Penerapan Kebijakan Dalam Pengelolaan 4.2. Pencegahan Alih Fungsi Lahan
Lingkunan Hidup
Luas hutan di Pulau Jawa tahun 2007 hanya
Pendekatan fungsional guna mengatasi tersisa 8,2 persen atau 1,08 juta hektar dari total
kerusakan lingkungan Daerah Aliran Sungai luas daratan yang mencapai 13,2 juta hektar,
dan dalam rangka pengelolaan sumber daya padahal pada tahun 2005 luas hutan masih
air yang lebih baik adalah penerapan Undang- sekitar 19 persen atau 2,5 juta hektar. Intensitas
Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan kerusakan hutan dan alih fungsi lahan ini
Ruang (spacial planning). Sesuai dengan dipercepat dengan pengembangan infrastruktur
undang-undang tersebut semua pemerintah transportasi, permukiman, dan industri, yang terus
daerah diwajibkan untuk merevisi Rencana Tata dikembangkan sebagai akibat tekanan penduduk
Ruang Wilayahnya (RTRW). Untuk provinsi yang terus meningkat. Untuk mengatasi ini maka
tahun 2009, dan Kabupaten/Kota tahun 2010 di Pulau Jawa harus diberlakukan moratorium alih
sudah harus sudah menetapkan RTRWnya. fungsi lahan, terutama lahan yang mempunyai
Mengingat sebagian besar DAS di Pulau Jawa fungsi konservasi atau lindung (Mawardi I., 2009).
luasan vegetasinya kurang dari 30 persen (malah Penetapan Undang-Undang 26 tahun
beberapa DAS kurang dari dari 10 persen), 2007 dan Undang-Undang 41 tahun 2009,
maka dalam penyusunan RTRW tersebut harus dimaksudkan untuk mencegah terjadinya alih
mengalokasikan minimal 30 persen arealnya fungsi hutan menjadi lahan non hutan dan alih
berupa lahan bervegetasi. Dukumen RTRW fungsi lahan pangan menjadi areal non pangan
ini mengikat maka ada sangsi apabila tidak seperti permukiman, kawasan industri, perkotaan,
dilaksanakan perkantoran dan lain-lain. Undang-undang ini
Tabel 9 : Status Mutu Kualitas Air Sungai di Pulau Jawa, Tahun 2004
Status Kualitas Air
No. Provinsi Nama Sungai
Hulu Hilir
1. Banten Kali Angke tercemar ringan – sedang Tercemar sedang
2. Jawa Barat – Banten Cisadane tercemar berat Tercemar sedang
3. DKI Jakarta Ciliwung tercemar berat Tercemar sedang
4. Jawa Barat Citarum tercemar sedang Tercemar berat
5. Jawa Tengah dan DIY Progo tercemar ringan - memenuhi Tercemar sedang
6. Jatim Brantas tercemar sedang --
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup, 2004 dalam SLHI, 2005