MAKALAH KEL 1 BAHASA MENURUT FERDINAND de SAUSSURE-1
MAKALAH KEL 1 BAHASA MENURUT FERDINAND de SAUSSURE-1
MAKALAH KEL 1 BAHASA MENURUT FERDINAND de SAUSSURE-1
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Filsafat Barat Kontemporer
Disusun oleh:
FAKULTAS USHULUDDIN
1445 H/2024 M
KATA PENGANTAR
Segalah puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam dengan segala rahmat,
hidayah dan inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul “Bahasa Menurut Ferdinand de Saussure” untuk memenuhi tugas
mata kuliah penulis, yaitu Filsafat Barat Kontemporer.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu penulis berterima kasih kepada siapapun yang memberikan kritik maupun saran
yang membangun agar dapat menambah kualitas dari makalah ini untuk menjadi
lebih baik lagi dan juga menambah wawasan penulis terhadap tema ini.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan........................................................................................................... 2
A. Kesimpulan .................................................................................................. 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saussure juga membedakan antara langue dan parole. Langue merujuk pada
sistem bahasa itu sendiri, sedangkan Parole merujuk pada pemakaian atau realisasi
dari langue itu sendiri.
Dalam makalah ini pemakalah mencoba untuk mengkaji materi yang berkaitan
dengan permasalahan di atas.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Annisa Nur, “Semiotika Langit dan Bumi dalam Alquran: Perspektif Ferdinand De
Saussure”. h. 25
2
Mei Ariani Sudarman, “Hate Speech Ustaz Soni Ernata (Maaher At-Thuwailibi) di Media
Sosial Twitter Perspektif Ferdinand De Saussure”. h. 35
3
Mei Ariani Sudarman, “Hate Speech Ustaz Soni Ernata (Maaher At-Thuwailibi) di Media
Sosial Twitter Perspektif Ferdinand De Saussure”. h. 36
3
sur le systeme primitif des voyelles dans les langues Indo-europeennes” (Catatan
mengenai sistem primitif vokal bahasa - bahasa Indo Eropa).4
Pada tahun 1880 saat menginjak usia ke 23 tahun, Saussure berhasil meraih
gelar doktornya di Universitas Leipzig, Jerman. Kemudian, ia memasuki jenjang
karirnya sebagai pengajar di Ecole Pratique des Hautes Etudes yang berada di Paris.
Saussure mengajar di sana cukup lama, yakni dari tahun 1881 - 1891.
Selepas mengajar di Paris pada tahun 1891, Saussure berpindah ke
Universitas Jenewa Yang merupakan almamaternya dan menjadi pengajar di sana.
Ia mengajar mata kuliah Linguistik umum serta sejarah dan perbandingan bahasa -
bahasa Indo Eropa. Saussure mengajar secara sistematik, yakni mahasiswa tahun
pertama disuguhkan dengan hal - hal yang berkaitan sejarah bahasa. Kemudian, ia
memperkenalkan secara ringkas mengenai linguistik sinkronis di tahun kedua.
Sementara itu di tahun ketiga, ia menghabiskan satu semester penuh untuk
membahas secara mendalam teori linguistik sinkronis yang telah
dikembangkannya.
Saussure meninggal pada tahun 1913 di usianya yang ke 56 tahun. Pemikirannya
kemudian disebarkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehaye. Meskipun
keduanya ini tidak pernah mengikuti perkuliahan Saussure, tetapi mereka berhasil
merekonstruksi pemikiran Saussure dengan cara menghimpun catatan - catatan
perkuliahan yang diperoleh dari mahasiswa Saussure serta catatan milik Saussure
sendiri yang kemudian menerbitkannya dengan diberi judul Cours de linguistique
generale (Kuliah Linguistik Umum).5
4
Didi Sukyadi, “Dampak Pemikiran Saussure bagi Perkembangan Linguistika dan Disiplin
Ilmu Lainnya,” Jurnal Parole, vol. 3, no. 2 (2013). h 2.
5
Didi Sukyadi, “Dampak Pemikiran Saussure bagi Perkembangan Linguistika dan Disiplin
Ilmu Lainnya,”………… h.2.
6
Abdul Chaer, Filsafat Bahasa (Jakarta: Rineka Cipta, 2015)
4
Saussure merupakan tokoh yang mempelopori aliran strukturalis. Aliran
stukturalis memiliki pandangan bahwa bahasa adalah satu sistem tertutup yang
setiap unsurnya merujuk pada unsur lain.7 Aliran strukturalisme ini menempatkan
fokus kajian mereka pada struktur bahasa seperti fonem, morfem, dan sintaksis.
Dalam pengkajiannya, aliran strukturalis juga memposisikan bahasa sebagai gejala
saja dan tidak ada hubungannya dengan emosi, konteks sosial, ataupun kesenian.
Menurut Saussure, langue (system bahasa) adalah sistem bahasa itu sendiri,
yang terdiri dari aturan, struktur, dan pola yang memungkinkan kita memahami dan
menggunakan bahasa. Langue adalah aspek internal atau sistematis dari bahasa,
yang meliputi tata bahasa, kosakata, dan konvensi-konvensi linguistic (aturan
bahasa) lainnya yang diterima dalam masyarakat. Contohnya, "The cat (subjek) eats
(kata kerja) the fish (objek)". Ini adalah aturan sistematis yang menjadi bagian dari
bahasa Inggris sebagai "langue".
Jadi, Tatabahasa yang tertuang dalam buku, atau kosakata dalam kamus
merupakan langue, sedangkan ucapan atau tulisan yang di hasilkan saat
7
Abdul Chaer, Filsafat Bahasa (Jakarta: Rineka Cipta, 2015). h.179.
5
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis yang bisa saja di dalamnya terdapat
kesalahan, pengulangan, atau penyederhanaan merupakan parole.8
Salah satu penemuan Saussure yang terpenting adalah teori tentang tanda
bahasa. Ia menampilkan tiga istilah di dalam teorinya ini, yaitu tanda bahasa (sign),
Penanda (signifier), dan Petanda (signified). Menurut pendapatnya, setiap tanda
bahasa terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penanda yang berupa imaji bunyi (a sound
image) dan petanda yang berupa konsepnya. 9
Tanda yang bersifat dua sisi (a two sided or bilateral sign) ini meniadakan acuan
(referend). Jadi, menurut Saussure tanda bahasa tidak menyatukan “nama” dengan
acuannya. Acuan berada di luar bahasa. Itulah sebabnya ada berbagai bahasa di
dunia. Setiap bahasa berhak menyebut acuan yang sama dengan kata yang berbeda.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Ogden dan Richards, yang memasukkan
unsur luar bahasa yang tampil sebagai segitiga sematik dengan Pikiran/konsep
berada di atas segitiga, kemudian Simbol berada di kiri segitiga, dan Acuan berada
di kanan segitiga. Menurut para ahli tersebut, memasukkan acuan bukan berarti
mengharuskan acuan itu disebut selalu dengan kata yang sama. Dalam bahasa yang
sama pun kita mengenal sinonim.
Saussure mengemukakan adanya dua ciri tanda bahasa yang sangat mendasar,
yaitu:
1. Tanda Bahasa bersifat semena (arbiter). Artinya, tidak ada hubungan atau
ikatan tertentu antara penanda dan petandanya. Yang dimaksudkan dengan
semena adalah tidak ada alasan tertentu mengapa konsep “saudara
perempuan” dalam bahasa Perancis, mempunyai soeur. Itulah sebabnya
mengapa konsep yang sama dikemukakan secara berbeda-beda dalam
8
Sukyadi, D. (2013). Dampak pemikiran Saussure bagi perkembangan linguistik dan
disiplin ilmu lainnya. Jurnal Parole, 3(2), h.3.
9
Zamar, Okke Kusuma Sumantri 2014, Semiotika dalam Analisis Karya Sastra Depok: PT
Komodo Books
6
bahasa yang berbeda-beda. Ini tidak berarti bahwa setiap individu bebas
menentukan sendiri tanda bahasa karena bahasa merupakan konvensi antara
anggota masyarakat.
2. Penanda bersifat linear. Pada hakikatnya, penanda bersifat auditif dan
berlangsung dalam waktu tertentu. Seseorang tidak menampilkan imaji
bunyi sekaligus, melainkan secara berurutan.
7
5. Sapir Whorf (analisis transformasional) pencetus sapir whorf hyphotesis
mengenai hubungan antara bahasa dan realitas.10
10
Didi Sukyadi, DAMPAK PEMIKIRAN SAUSSURE BAGI PERKEMBANGAN
LINGUISTIK DAN DISIPLIN ILMU LAINNYA, (Jawa Barat: 2013) hal.6
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
10