Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah PKN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH : KELOMPOK 11
● Asminar Siregar ( 0305171011)
● Selvy Rani Boru Sembiring ( 0305171014 )
●Sri Rahmadani ( 0305171013)

Dosen Pengampu : Fauza Djalal, SH,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
NUIVERSITAS ISLAM NEGERI ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN 201
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat taufik dan hidayah – Nya sehingga Penulisan Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah saya ini berjudul “Good and Clean Governance)“. Didalam Makalah ini
penulis terdapat beberapa pembahasan diantaranya, Pengertian dari Good and Clean
Governance dan Prinsip – Prinsip Good Governance dan Clean Governance.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta
semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan
datang.

Medan, 14 Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam negara tentu setiap rakyatnya mengharapkan negara yang sejahtera dan bias
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Karena negara memiliki lembaga-lembaga yang berwenang
untuk membuat kebijakan. Dalam membuat kebijakan lembagapemerintahan itu harus melihat
kebutuhan rakyat.Namun sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Banyak pejabat negara
yang tidak terbuka dalam membuat suatu kebijakan. Mereka juga seperti tidak memikirkan
kepentingan rakyat dan lebih mementingkan kepentingan priabadi maupun kelompok.
Sehingga rakyat tidak percaya terhadap para petinggi negara. Meski negeri ini menganut
sistem demokrasi namun partisipasi rakyat masih belum maksimal.Dari beberapa
permasalahan di atas maka saya akan membahas bagaimana mengatasinya. Yaitu dengan
menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam good and clean governance. Good and clean
governance merupakan pemerintahan yang baik dan bersih. Sehingga jika prinsip-prinsip
dalam good and clean governance diterapkan maka akan tercipta masyarakat yang sejahtera.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari good and clean governance?
2. Apa saja prinsip-prinsip yang ada dalam good and clean governance?
3. Apa saja unsur-unsur yang ada dalam clean governance?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian good and clean governance?
2. Mengetahui prinsip – prinsip good and clean governance?
3. Mengetahui unsur- unsur good and clean governance?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Good and Clean Governance

Istilah Good and Clean Governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik.
Ia muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah Good and Clean Governance memiliki
pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, pengertian Good Governance
tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga
baik pemerntah maupun non pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) dengan
istilah Good Corporate. Bahkan, prinsip-prinsip Good Governance dapat pula diterapkan
dalam pengelolaan lembaga sosial dan kemasyarakatan dari yang paling sederhana hingga
yang berskala besar, seperti arisan, pengajian, perkumpulan olahraga di tingkat Rukun
Tetangga (RT), organisasi kelas, hingga organisasi di atasnya.
Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap di
mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah
Negara yang berkaitan dengan sumber – sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi.
Dalam praktiknya pemerintahan yang bersih (clean government), adalah model pemerintahan
yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.[2]
Sejalan dengan prinsip di atas, pemerintahan yang baik itu berarti baik dalam proses
maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak
saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintahan juga bisa dikatakan
baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal namun dengan
hasil yang maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu pemerintahan dapat dikatakan
baik jika produktivitas bersinergi dengan peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat,
baik dalam aspek produktivitas, daya beli, maupun kesejahteraan spiritualitasnya.[3]
Pada saat yang sama, sebagai komponen di luar birokrasi negara, sektor swasta
(Corporate Sectors) harus pula bertanggung jawab dalam proses pengelolaan seumber daya
alam dan perumusan kebijakan publik dengan menjadikan masyarakat sebagai mitra strategis.
Dalam hal ini, sebagai bagian dari pelaksanaan Good and Clean Governance, dunia usaha
berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR),
yakni dalam bentuk kebijakan sosial perusahaan yang bertanggung jawab langsung dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana suatu perusahaan beroperasi. Bentuk
tanggung jawab sosial (CSR) ini dapat diwujudkan dalam program-program pengembangan
masyarakat (Community Empowerment) dan pelestarian lingkungan hidup.

B. Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance


Untuk meralisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang berstandar
pada prinsip-prinsip Good Governance, Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan
sembilan aspek fundamental (asas) dalam Good Governance yang harus diperhatikan, yaitu:
[4]
1) Partisipasi
Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah berdasarkan prinsip
demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam
sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus
diminimalisasi.
Paradigma birokrasi sebagai pusat pelayanan publik seyogianya diikuti dengan deregulasi
berbagai aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Efisiensi pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dengan biaya murah.
Paradigama ini tentu saja menghajatkan perubahan orientasi birokrasi dari yang dilayani
menjadi birokrasi yang melayani.

2) Penegakkan Hukum
Asas pengakkan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus
didukung oleh penegakkan hukum yang berwibawa. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan
hukum dan penegakkannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi
tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan ketegasan dan kepastian hukum. Tanpa
kepastian dan aturan hukum, proses politik tidak akan berjalan dan tertata dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud Good and Clean Governance, harus
diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
a) Supremasi hukum (supremacy of law), yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara,
dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan
pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta
independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas
dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).
b) Kepastian hukum (legal certainly), bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara
diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara satu
dengan lainnya.
c) Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi
masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d) Penegakkan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakkan hukum berlaku
untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang memiliki
integritas moral dan bertanggung jawab terhadap kebenaran hukum.
e) Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa
atau kekuatan lainnya.

3) Transparansi
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya Good and Clean
Governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, menurut banyak ahli, Indonesia telah
terjerembab ke dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi
pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan publik, khususnya bidang ekonomi,
pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan prinsip transparansi dalam proses kebijakan
publik. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan
pelaksana pemerintahan baik pusat maupun yang di bawahnya.
Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan.
b. Kekayaan pejabat publik.
c. Pemberian penghargaan.
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
g. Keamanan dan ketertiban.
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test
and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen. Uji
kelayakan bisa dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi
yudisial, kepolisian, dan pajak.
4) Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip Good and Clean Governance
bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan-
keinginannya, tetapi pemerintah harus proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-
kebutuhan masyarakat.
Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika,
yakni: etika Individual dan etika Sosial
5) Konsensus (kesepakatan)
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan konsensus, selain dapat memuaskan
semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar komponen
yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa (coersive power) terhadap semua
yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Sekalipun para pejabat pada tingkatan tertentu dapat mengambil kebijakan secara
personal sesuai batas kewenangannya, tetapi menyangkut kebijakan-kebijakan penting dan
bersifat publik seyogianya diputuskan secara bersama dengan seluruh unsur terkait.
Kebijakan individual hanya dapat dilakukan sebatas menyangkut teknis pelaksanaan
kebijakan, sesuai batas kewenangannya.
Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena
urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses
pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan
kebutuhan masyarakat yang terwakili. Selain itu, semakin banyak yang melakukan
pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi
tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin
dipertanggungjawabkan.

6) Kesetaraan
Asas kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.
Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan
berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku,
jenis kelamin, dan kelas sosial.
7) Efektivitas dan Efisiensi
Untuk menunjang asas-asas yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik
dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien, yakni berdaya guna dan berhasil
guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau
sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial.
Adapun, asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk
kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori
pemerintahan yang efisien.

8) Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik
dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun
netralis sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam
upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
9) Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang
akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi Good and Clean
Governance. Dengan kata lain, kebijakan apa pun yang akan diambil saat ini, harus
diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar
memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang yang menempati jabatan
publik atau lembaga profesional lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.

10) negara, masyarakat dan sektor swasta


Dalam penyelenggaraan Kepemerintahan di suatu Negara, terdapat Aktor dalam
Pemerintahan yang harus diperhatikan, karena peran dan fungsinya yang sangat berpengaruh
dalam menentukan maju mundurya pengelolaan Negara, yaitu :[5]
a) Negara dan Pemerintah
Negara dan Pemerintah merupakan keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peran dan
tanggung jawabnya adalah di bidang hukum, pelayanan publik, desentralisasi, transparansi
umum, pemberdayaan masyarakat, penciptaan pasar yang kompetitif, membangun
lingkungan yang kondusif bagi terciptanya tujuan pembangunan baik pada level Lokal,
Nasional maupun Internasional.
Fungsinya adalah :
1. menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil
2. membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;
3. menyediakan public service yang efektif dan accountable;
4. menegakkan HAM;
5. melindungi lingkungan hidup;
6. mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

b) Masyarakat Madani
Masyarakat madani yakni kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan
ekonomi. Dalam konteks kenegaraan, masyarakat merupakan subjek pemerintah,
pembangunan, dan pelayanan publik yang berinteraksi secara social, politik, dan ekonomi.
Masyarakat harus diberdayakan agar berperan aktif dalam mendukung terwujudnya
kepemerintahan yang baik.
1. Menjalankan industri;
2. Menciptakan lapangan kerja;
3. Menyediakan insentif bagi karyawan
4. Meningkatkan standar kehidupan masyarakat;
5. Memelihara lingkungan hidup;
6. Menaati peraturan;
7. Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat;
8. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

c) Sektor Swasta
Sektor swasta adalah perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi pasar, seperti : industri,
perdagangan, perbankan, dan koperasi sektor informal. Peranannya adalah meningkatkan
produktivitas, menyerap tenaga kerja, mengembangkan sumber penerimaan Negara,
investasi, pengembangan dunia usaha, dan pertumbuhan ekonomi Nasional.
1. Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;
2. Mempengaruhi kebijakan;
3. Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah;
4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;
5. Mengembangkan SDM;
6. Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

11) program prioritas pemerintahan yang baik dan bersih


Good and Clean Governance, dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni:
1) Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan. Pengaturan peran lembaga perwakilan
rakyat, MPR, DPR, dan DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi mereka
sebagai pengontrol jalannya pemerintahan.
Selain melalukan check and balance, lembaga legislative harus pula mampu menyerap dan
mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang berorientasi
pada kepentingan masyarakat kepada lembaga eksekutif.
2) Kemandirian lembaga peradilan. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa berdasarkan prinsip Good and Clean Governance peningkatan profesionalitas
aparat penegak hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan. Akuntabilitas
aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif merupakan pilar yang menentukan dalam
penegakkan hukum dan keadilan.
3) Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah. Perubahan paradigma aparatur negara
dari birokrasi populis (pelayan masyarakat) harus dibarengi dengan peningkatan
profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintah. Akuntabilitas jajaran
birokrasi akan berdampak pada naiknya akuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri.
Aparatur birokrasi yang mempunyai karakter tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan
birokrasi secara cepat, efektif, dan berkualitas.
4) Penguatan partisipasi Masayarakat Madani (Civil Society). Peningkatan partisipasi
masyarakat adalah unsure penting lainnya dalam merealisasikan pemerintah yang bersih dan
berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak dilakukan dan
difasilitasi oleh negara (pemerintah).
Peran aktif masyarakat dalam proses kebijakan public pada dasarnya dijamin oleh prinsip-
prinsip HAM. Masyarakat mempunyai hak atas informasi, hak untuk menyampaikan usulan,
dan hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat
dilakukan melalui lembaga-lembaga perwakilan, pers, maupun dilakukan secara langsung
lewat dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik, maupun
organisasi sosial lainnya.
5) Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka otonomi daerah. Untuk merealisasikan
prinsip-prinsip Good and Clean Governance, kebijakan otonomi daerah dapat dijadikan
sebagai media transformasi perwujudan model pemerintahan yang menopang tumbuhnya
kultur demokrasi di Indonesia.

Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan


kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam
politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan
secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.

12) reformasi birokrasi


Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good
governance. Melihat pengalaman sejumlah Negara menunjukan bahwa reformasi birokrasi
merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah Negara. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi memang akan diterapkan dijajaran
kementerian dan lembaga pemerintah. Mereformasi birokrasi kementerian dan lembaga
memang sudah saatnya dilakukan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi saat ini. Dimana
birokrasi dituntut untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional.
Birokrasi merupakan faktor penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.[6]
Beberapa gambaran nyata tentang kondisi umum birokrasi pemerintah sekarang ini
antara lain:
1. Praktek KKN terjadi secara meluas dan dianggap perbuatan yang biasa atau membudaya
pada hampir semua tingkatan, baik dalam lembaga eksekutif maupun legislatif, di pusat dan
daerah. Penanganan terhadap berbagai kasus KKN pun tampak setengah hati, kurang tuntas
dalam penindakan hukumnya;
2. Kegiatan manjemen banyak diwarnai dengan praktek perbuatan in-efisiensi, seperti
tindakan pemborosan dan tidak hemat;
3. Mutu penyelenggaraan pelayanan publik masih lemah, banyak terjadi praktek pungli, tidak
ada kepastian, prosedur berbelit-belit;
4. Otonomi daerah sebagai instrumen demokratisasi telah dimaknai kurang tepat sehingga
memunculkan berbagai efek negatif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa perwujudan civil society melalui reformasi
birokrasi masih sangat jauh dari jangkauan. Oleh karena itu, pada dasarnya secara umum
yang menjadi tujuan reformasi birokrasi adalah agar terciptanya good governance, yaitu tata
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa :
1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien
2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki
integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi
masyarakat dan abdi negara
3. Pemerintah yang bersih (clean government)
4. Bebas KKN
5. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat[7]

13) good and clean governance dan kinerja birokrasi pelayanan publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah,
pihak swasta, atas nama pemerintah ataupun atas nama pihak swasta kepada masyarakat,
dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, yang bisa memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan
hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan
oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta
mencari dukungan suara. Adapun, pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi,
yakni mencari keuntungan.
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun
disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya
merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun,
pemberian pelayanan publik yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya
didasarkan pada harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan
berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah. Dalam hali ini rasionalitas
dan transparansi biaya pelayanan publik harus dijalankan oleh aparat pelayanan publik, demi
tercapainya penerapan prinsip-prinsip Good and Clean Governance.[8]
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan Good and Clean Governance di
Indonesia. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi area di mana Negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan
publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja
birokrasi; Kedua, pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek Good and Clean
Governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah; Ketiga, pelayanan publik melibatkan
kepentingan semua unsur Governance, yaitu pemerintah, masayarakat, dan mekanisme pasar.
Dengan demikian, pelayanan public menjadi titik pangkal efektifnya kinerja birokrasi.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan
elemen-elemen indikator sebagai berikut:
1. Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu
menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia,
informasi, kebijakan, dan sebagainya.
2. Indikator proses (process) yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan
dengan kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai
dari suatau kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator produk (outputs) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
4. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya produk
kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
5. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
6. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun
negative pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

D. Unsur-unsur Clean Governance


Dalam tata kelola pemerintahan clean governance terdapat unsur-unsur yang mendukung
adanya clean governance yaitu:

a. Negara
Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-
hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam
masyarakat. Negara dengan birokrasi pemerintahannya dituntut untuk mengubah pola
pelayanan public dari perspektif birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Birokrasi populis
merupakan tata kelola pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak kepada
kepentingan masyarakat.

b. Masyarakat Madani

Masyarakat madani menurut Anwar Ibrahim merupakan sebuah sistem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat. Kemapuan suatu negaraa dalam mencapai tujuan-tujuan
pembangunan itu sangat bergantung pada kualitas tata pemerintahannya dimana pemerintah
melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial dan masyarakat madani.

Dasar utama masyarakat madani menurut Dawam Rahardjo adalah persatuan dan integrasi
sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan
permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance)
merupakan segala hal yang terkait dengan model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur,
transparan, dan bertanggung jawab. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara
sinergis, tidak saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat.
Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya Good and Clean
Governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip Good and Clean Governance, maka tiga
pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil, saling menjaga, mensupport dan
berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara. Pemerintah dan masyarakat menjadi
bagian penting tercapainya good governance. Good governance tidak akan bisa tercapai
apabila integritas pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum
hanya akan menjadi bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi
lebih buruk apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan
masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap
pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah


Mada University Press. 2005,
Feisal Tamin. Reformasi Birokrasi , Jakarta: Blantika, 2004
Hadimulyo, (2000), Otonomi Daerah dan Good Governance, dalam Harian Republika, 4
November, Jakarta.
Komarudin Hidayat & Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education),
(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007
Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.Jakarta : Graha Ilmu, 2009

[1] Hadimulyo, Otonomi Daerah dan Good Governance, dalam Harian Republika, 4
November, Jakarta 2000
[2] Komarudin Hidayat & Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education), (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup) Hal 160
[3] Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha Ilmu,
2009 ) h. 78
[4] Ibid,. h. 161
[5] Ubaedillah, A., dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Predana Media
Group. 2012) hal. 123

[6] Feisal Tamin. Reformasi Birokrasi (Jakarta: Blantika, 2004), hlm 78


[7] Ibid, h. 79
[8] Dwiyanto Agus, dkk.. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press 2006) Hlm 214
Diposting oleh aris tion di 19.08.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai