Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

LP Kolingitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CHOLANGITIS DI RUANG

KERINCI DI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:

FAIZAL DINULLAH

(21144010019)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2024
LAPORAN PENDAHULUAN CHOLANGITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1.1 Definisi

Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada

obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat

pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.

1.2 Etiologi

Pada negara-negara barat, Choledocholithiasis merupakan penyebab utama

cholangitis akut, diikuti oleh ERCP dan tumor.

Setiap kondisi yang menimbulkan stasis atau obstruksi saluran bilier pada

ductus choledochus, termasuk striktur jinak atau ganas, infeksi parasit, ataupun

kompresi ekstrinsik yang ditimbulkan oleh pancreas, dapat menimbulkan infeksi

bakteri dan cholangitis. Obstruksi parsial memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi

daripada infeksi komplit.

Batu saluran empedu merupakan predisposisi bagi cholangitis. Kira- kira 10-

15% pasien dengan cholecystitis memiliki choledocholithiasis, kira- kira 1% pasien

pasca cholecystectomy memiliki choledocholithiasis yang tersisa. Sebagian besar

choledocholithiasis bersifat simtomatik, sementara sebagian dapat bersifat

asimtomatik selama bertahun-tahun.

Tumor yang bersifat obstruktif dapat menyebabkan cholangitis. Obstruksi

parsial berhubungan dengan peningkatan tingkat infeksi bandingkan dengan

obstruksi neoplastik total. Tumor-tumor yang dapat menyebabkan cholangitis adalah:

a. Kanker pancreas

b. Cholangiocarcinoma

c. Kanker ampulla vateri

d. Tumor porta hepatis atau metastasis

Penyebab lain yang dapat menimbulkan cholangitis adalah:


a. Striktur atau stenosis

b. Manipulasi CBD secara endoskopik

c. Choledochocele

d. Sclerosing cholangitis (dari sklerosis bilier)

e. AIDS cholangiopathy

f. Infeksi cacing Ascaris lumbricoides.

1.3 Manifestasi Klinis

Charcot menjelaskan cholangitis sebagai "triad" yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik berupa: nyeri kuadran kanan atas, demam, dan Jaundice. Pentad

Reynolds menambahkan perubahan status mental dan sepsis pada triad tersebut.

Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam, menggigil dan

kekakuan (rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau hypocholis, dan

malaise.

Anatomi Fisiologi

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang

terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan

dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada

orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL.

Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung

vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati.

Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,

dan kolum (Avunduk, 2002), Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang

kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus

hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta

hepatis.

Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus

komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara

umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju
pangkal pankreas, dan kemudian menuju. ampula Vateri (Avunduk, 2002). Suplai

darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal dari arteri

hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95%

berasal dari arteri hepatik kanan (Debas, 2004). Aliran vena pada kandung empedu

biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan

kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran

empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung

empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke

hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus.

Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal.

Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik,

yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan

T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama

dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik

berasal dari cabang nervus vagus.

Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut: 1. Menyimpan dan

mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua periode

makan. 2. Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan

kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga membantu

proses pencernaan lemak (Barett, 2006).

Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 ml. per hari, terdiri dari air,

elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa organik

terlarut lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan

empedu pada saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel

kandung empedu, yang menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik

(Avunduk, 2002). Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung

empedu dan dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus,

keberadaan makanan terutama produk lemak akan memicu pengeluaran


kolesistokinin (CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari kandung empedu dan

relaksasi sfingter Oddi, sehingga empedu dikeluarkan ke duodenum dan membantu

pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu secara aktif disekresikan ke

dalam empedu dan akhirnya disekresikan bersama dengan konstituen empedu lainnya

ke dalam duodenum. Setelah berperan serta dalam pencernaan lemak, garam empedu

diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme transport aktif khusus di ileum

terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke sistem porta hepatika lalu ke hati,

yang kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu. Proses pendaurulangan

antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik (Sherwood,

2001). Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan baik, garam

empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatic sebagian besar akan disimpan di

usus halus.

1.3 Patofisiologi

Factor utama dalam petogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran

bilier, peningkatan tekanan intraluminal dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier

yang terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan

menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier

menurunkan pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih

belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier

secara retrograd melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai

hasilnya, infeksi akan naik menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang

serius. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier,

vena hepatica, dan saluran limfatik perihepatik, yang akan menimbulkan hacteriemia

(25%-40%). Infeksi dapat bersifat supuratif pada saluran bilier.

Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada

kandung empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus choledochus

(choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling umum

yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies
Klebsiella (16%). Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus (8%), Spesies

Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Organisme yang

ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam empedu. Patogen

tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%), spesies

Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus (4%).

Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu (30-

87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%).

Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap

steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi

antibakteri seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu

memfasilitasi kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak

menimbulkan cholangitis secara klinis, kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan

dan obstruksi bilier diperlukan bagi terbentuknya cholangitis.

Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia

dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus perihepatik

bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total, tekanan intrabilier

akan meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul secara cepat

pada darah dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis

merupakan hasil dari hacteremia sistemik yang ditimbulkan oleh refluks

cholangiovenososus dan cholangiolimfatik.

Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, striktur

jinak, striktur anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau karsinoma

periampuler. Sebelum tahun 1980-an batu choledocholithiasis merupakan 80%

penyebab kasus cholangitis yang tercatat.


WOC
1.4 Pemeriksaan Penunjang

Uji Laboratorium

1) Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien dengan cholangitis, 79%

memiliki sel darah putih melebihi 10.000/mL, dangan angka rata-rata 13.600. Pasien

sepsis dapat leukopenik.

2) Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar

kalsium darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat

menimbulkan hipokalsemia, dicurigai. Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten

dengan keadaan cholestasis, hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan

peningkatan kadar alkali fosfatase pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya

sedikit meningkat.

PTT dan aPTT biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang

menimbulkan Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis

pada pasien tersebut. Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien

memerlukan intervensi operatif. Golongan darah, screening darah dan crossmatch

biasanya dilakukan apabila pasien memerlukan cadangan darah untuk operasi.

Kadar C-reactive protein dan LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set):

antara 20% dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya

menunjukkan infeksi polimikrobial

Hasil urinalisis biasanya normal

1) Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah dapat menimbulkan

pancreatitis dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari pasien mengalami sedikit

peningkatan pada kadar lipase. Peningkatan enzim pankreas menunjukkan bahwa

batu saluran empedu menimbulkan cholangitis, dengan ataupun tanpa gallstone

pancreatitis (pancreatitis yang disebabkan oleh batu empedu). Kultur empedu: kultur
empedu dilakukan apabila pasien mengalami drainase bilier oleh interventional

radiology atau endoscopy.

Studi Pencitraan.

1) Studi pencitraan penting untuk mengkonfirmasi keberadaan dan penyebab

obstruksi bilier dan untuk menyingkirkan kondisi yang lain. Ultrasonografi dan CT

scan merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan.

Ultrasonografi sangat baik untuk melihat batu empedu dan cholecystitis.

Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik untuk memeriksa kandung empedu dan

menilai dilatasi saluran bilier, namun pemeriksaan ini sering melewatkan batu yang

terdapat pada ductus biliaris distal.

2) Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan

pemeriksaan yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar

bagi pencitraan sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan

intervensi terapeutik. Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis

sebaiknya segera dilakukan ERCP.. ERCP memiliki tingkat keberhasilan yang besar

(98%) dan dianggap lebih aman daripada intervensi bedah dan percutaneus.

3) Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan studi

noninvasif yang semakin sering dipergunakan untuk diagnosis batu bilier dan

patologi bilier lain. MRCP akurat untuk mendeteksi choledocholithiasis, neoplasma,

striktur, dan dilatasi sistem bilier. Keterbatasan MRCP meliputi ketidakmampuan

untuk melakukan tes diagnostik invasif seperti pengambilan sample empedu, uji

sitologis, pengambilan batu, ataupun stenting. Pemeriksaan MRCP memiliki

keterbatasan dalam melihat batu dengan ukuran kecil (<6mm>)

Pemeriksaan lain

1) Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl

iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional

dari kandung empedu. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil.

Scan HIDA pada obstruksi total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran
bilier. Keuntungannya adalah kemampuan untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya

dapat positif dapat muncul sebelum pembesaran ductus dapat dilihap melalui USG.

1.5 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi:

1) antibiotik intravena dan resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal

cefazolin, cefoxitin) merupakan obat pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang.

Apabila kasusnya berat atau memburuk secara progresif. obat-obatan aminoglikosida

ditambah clindamycin ataupun metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen

pengobatan. Pasien tersebut. mungkin memerlukan pemantauan di ICU dan

dukungan vassopressor. Sebagian besar pasien akan merespon terhadap tindakan ini.

Namun. saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera

mungkin setelah pasien stabil. Sekitar 15% pasien tidak akan merespon terhadap

terapi antibiotik intravena dan resusitasi cairan

2) Dekompresi bilier dapat diakukan melalui endoskopi, melalui rute transhepatic

percutaneus, ataupun secara bedah. Pemilihan prosedur tersebut sebaiknnya

berdasarkan pada tingkat dan sigat obstruksi bilier.

3) Pasien dengan choledocholithiasis atau keganasan periampuler paling baik

ditangani menggunakan pendekatan endoskopik, dengan sphincterotomy dan

pengangkatan batu, atau dengan penempatan stent bilier secara endoskopi.

4) Pada pasien dengan obstruksi yang lebih proksimal atau terletah pada perihiler,

atau penyakitnya disebabkan striktur pada anastomosis enterik- bilier, atau apabila

usaha melalui jalur endoskopi mengalami kegagalan. drainase transhepatik

perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC tidak memungkinkan, operasi

darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T tube mungkin diperlukan

untuk menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat bahwa mortalitas pasien yang

diobati dengan terapi bedah lebih tinggi daripada pasien yang berhasil diobati dengan

endoskopi. Secara keseluruhan tingkat kematian pada pasien dengan cholangitis


karena batu empedu sebesar 2% dan kematian pada pasien dengan toxic cholangitis

adalah sebesar 5%.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Identitas

Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain

yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah prosedur ERCP, 1-

3% pasien mengalami cholangitis).

2) Keluhan utama

klien mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri tidak menjalar/menetap, nyeri pada saat

menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk-tusuk.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari keadaan-

keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis:

Batu kandung empedu atau batu saluran empedu

o Pasca cholecystectomy

o Manipulasi endoscopik atau ERCP, cholangiogram

o Riwayat cholangitis sebelumnya

o Riwayat HIV atau AIDS: cholangitis yang berhubungan dengan AIDS memiliki ciri

edema bilier ekstrahepatik, ulserasi, dan obstruksi bilier.

4) Riwayat Penyakit Sekarang

Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala-

gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen

kuadran lateral atas, namun sebagian pasien (misal: pasien lansia) terlalu sakit untuk

melokalisasi sumber infeksi.

5) Riwayat penyakit keluarga


Perlu dikaji apakah klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus,

hipertensi, anemia sel sabit

PEMERIKSAN FISIK

1) System pernafasan

Inspeksi Dada tampak simetris, pernapasan dangkal, klien tampak gelisah.

Palpasi: Vocal vremitus teraba merata.

Perkusi: Sonor.

Auskultasi: Tidak terdapat suara nafas tambahan (ronchii, wheezing)

2) System Kardiovaskuler

Terdapat takikardi dan diaforesis.

3) Sistem Neurology

Tidak terdapat gangguan pada system neurology.

4) System Pencernaan.

Inspeksi tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas, klien mengeluh mual dan

muntah.

Auskultasi peristaltic (5-12 x/mnt) flatulensi.

Perkusi adanya pembengkakan di abdomen atas/quadran kanan atas, nyeri tekan

epigastrum.

Palpasi: hypertympani.

5) System Eliminasi

Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat

6) System integument

Terdapat icterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal.

7) System muskuluskeleta

Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas (D.0080)

Definisi

Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas

dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan

tindakan untuk menghadapi ancaman.

Penyebab

1. Krisis situasional.

2. Kebutuhan tidak terpenuhi.

3. Krisis maturasional.

4. Ancaman terhadap konsep diri.

5. Ancaman terhadap kematian.

6. Kekhawatiran mengalami kegagalan.

7. Disfungsi sistem keluarga.

8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan.

9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)

10. Penyalahgunaan zat.

11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain).

12. Kurang terpapar informasi.

Gejala dan Tanda Mayor.

Subjektif.

1. Merasa bingung.

2. Merasa khawatir dengan akibat.

3. Sulit berkonsenstrasi.
Objektif.

1. Tampak gelisah.

2. Tampak tegang.

3. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor.

Subjektif.

1. Mengeluh pusing.

2. Anoreksia.

3. Palpitasi.

4. Merasa tidak berdaya.

Objektif.

1. Frekuensi napas meningkat.

2. Frekuensi nadi meningkat.

3. Tekanan darah meningkat.

4. Diaforesis.

5. Tremos.

6. Muka tampak pucat.

7. Suara bergetar.

8. Kontak mata buruk.

9. Sering berkemih.

10. Berorientasi pada masa lalu.

Kondisi Klinis Terkait.

1. PenyakitKronis.

2. Penyakit akut

3. Hospitalisasi

4. Rencana opersai

5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas

6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang

2. Nyeri akut (D.0077)

Definisi :

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambatberintensitas

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab:

1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimia (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat

berat, prosedur operasi, trauma, latiihan fisik berlebih)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

1. Menyeluh nyeri

Objektif

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. (tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat

2. Pola napas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berpikir terganggu


5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaphoresis

Kondisi klinis terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom coroner akut

5. Glaucoma

2. Defisit Nutrisi (D.0019)

Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism

Penyebab

1. Ketidakmampuan menelan makanan

2. Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme

5. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)

6. Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif :

1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Cepat kenyang setelah makan

2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun .

Objektif :

1. Bising usus hiperaktif

2. Otot pengunyah lemah

3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun

7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

Kondisi Klinis terkait :

1. Stroke

2. Parkinson

3. Mobius syndrome

4. Celebral palsy

5. Cleft lip

6. Cleft palate

7. Amyotropic lateral sclerosis

8. Kerusakan neuromuskular

9. Luka bakar

10. Kanker

11. Infeksi

12. AIDS

13. Penyakit Crohn’s

14. Enterokolitis

15. Fibrosis kistik


INTERVENSI KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATA KRITERIA HASIL
1. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Terapi Relaksasi Observasi
tindakan keperawatan (I. 08238) 1. untuk
selama 3x24 jam , mengetahui
diharapkan Tingkat Observasi Teknik relaksasi
Ansietas menurun 1. identifikasi yang efektif
dengan kriteria hasil : teknik 2. untuk
relaksasi yang mengetahui
Tingkat Ansietas pernah efektif kesediaan
(L. 09093) digunakan kemampuan dan
1. Perilaku gelisah 2. identifikasi penggunaan
menurun (5) kesediaan, Teknik relaksasi
2. Keluhan pusing kemampuan, 3. untuk
menurun (5) dan mengetahui
3. Tremor penggunaan respon klien
menurun (5) teknik
4. Konsentrasi sebelumnya Terapeutik
membaik (5) 3. monitor respon 1. agar klien
5. Pola tidur terhadap merasakan
membaik (5) relaksasi nyaman dan
aman
Terapeutik 2. agar klien lebih
1. ciptakan leluasa ketika
lingkungan ingin bergerak
tenang dan 3. agar klien lebih
tanpa rileks dalam
gangguan menghadapi
dengan penyakitnya
pencahayaan
dan suhu ruang Edukasi
nyaman, jika 1. agar klien dan
memungkinkan keluarga
2. gunakan mengetahui
pakaian teknik relaksasi
longgar yang benar
3. gunakan 2. agar klien dan
relaksasi merasa nyaman
sebagai strategi Ketika
penunjang beristirahat
dengan 3. agar klien
analgetic atau merasa lebih
tindakan medis rileks ketika
lain, jika sesuai beristirahat

Edukasi
1. jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
2. anjurkan
mengambil
posisi yang
nyaman
3. anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi
relaksasi
NO. DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATA KRITERIA HASIL
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Observasi
(D.0077) tindakan keperawatan (I. 08238) 1. untuk
selama 3x24 jam , mengetahui
diharapkan Tingkat Observasi Lokasi,
nyeri menurun dengan 1. Identifikasi karakteristik,
kriteria hasil : Lokasi, durasi,
karakteristik, frekuensi,
Tingkat Nyeri durasi, kualitas,
(L. 08066) frekuensi, intensitas nyeri
6. keluhan nyeri kualitas, 2. untuk
menurun (5) intensitas nyeri mengetahui
7. meringis 2. identifikasi skala nyeri yg
menurun (5) skala nyeri dirasakan klien
8. gelisah 3. identifikasi 3. untuk
menurun (5) factor yang mengetahui
9. frekuensi nadi memperberat factor yg
membaik (5) dan memperberat
10. pola napas memperingan dan
membaik (5) nyeri memperingan
rasa nyeri
Terapeutik
1. berikan Teknik Terapeutik
non 1. agar klien juga
farmakologis mengetahui
untuk Teknik non
mengurangi farmakologis yg
rasa nyeri bisa mengurangi
2. kontrol rasa nyeri
lingkungan 2. agar klien
yang mengetahui
memperberat factor
rasa nyeri lingkungan yg
3. fasilitasi memperberat
istirahat dan rsa nyeri
tidur 3. agar klien
tercukupi
Edukasi istirahat dan
1. jelaskan tidurnya
penyebab,
peroide, dan Edukasi
pemicu nyeri 1. agar klien dan
2. jelaskan keluarga
strategi mengetahui
meredakan penyebab,
nyeri periode, dan
3. anjurkan pemicu nyeri
memonitornyer 2. agar klien dan
i secara mandiri keluarga
mengetahui
Kolaborasi strategi
1. kolaborasi meredakan
pemberian nyeri
analgetic jika
perlu Kolaborasi
1. agar klien
merasa lebih
membaik Ketika
nyerinya
kambuh
NO. DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATA KRITERIA HASIL
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi Observasi
(D.0019) tindakan keperawatan (I.03119) 1. untuk
selama 3x24 jam , mengetahui
diharapkan status Observasi status nutrisi
nutrisi membaik 1. identifikasi klien
dengan kriteria hasil : status nutrisi 2. untuk
2. identifikasi mengetahui
Status Nutrisi alergi dan alergi dari
(L.03030) intoleransi makanan
1. porsi makanan makanan 3. untuk
yang dihabiskan 3. identifikasi mengetahui
meningkat (5) makanan yang makanan yang
2. kekuatan otot disukai disukai klien
pengunyah (5)
3. kekuatan otot Terapeutik Terapeutik
menelan (5) 1. lakukan oral 1. agar klien
4. perasaan cepat hygiene terpenuhi oral
kenyang sebelum hygiene nya
menurun (5) makan, jika 2. untuk
5. frekuensi makan perlu mengetahui diet
membaik (5) 2. fasilitasi yang sesuai
menentukan 3. agar klien
pedoman diet tertarik untuk
3. sajikan makan
makanan
secara menarik Edukasi
dan suhu yang 1. agar klien
sesuai merasakan rasa
yang nyaman
Edukasi 2. untuk
1. anjurkan posisi mengetahui diet
duduk, jika yang sesuai
mampu untuk klien
2. ajarkan diet
yang di Kolaborasi
programkann 1. untuk
mencukupi
Kolaborasi kebutuhan klien
1. kolaborosi
pemberian
medikasi
sebelum
makan
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long (1996). Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal - Bedah Jilid 1,


Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

CM Townsend, RD Beauchamp et al., 2004. Sabiston Textbook of Surgery.


Biological basis of modern surgical practice, 17th Ed. Elsevier-Saunders

CT Albanese, JT Anderson et al., 2006. Current surgery diagnosis and treatment. Mc


Graww Hill Companies.

FC Brunicardi, DK Andersen et al., 2007. Schwartz Principle's of Surgery, 8th Ed.


Mc Graww Hill Companies.

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai