Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Model Pelatihan Wirausaha

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 169

Model Pelatihan

Wirausaha
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
Pasal 9
(1) Pencipta atau pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
memiliki Hak Ekonomi untuk melakukan:
a. Penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
g. Pengumuman Ciptaan;
(2) Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang
melakukan penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pasal 113
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau
huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

ii
Model Pelatihan
Wirausaha

Asmar Yulastri, Ph.D

iii
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi
buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari
Penerbit.

© 2020, Penerbit Alfabeta, Bandung


Kwr25 (x + 214 Hal) 16 x 24 cm
Judul Buku : Model Pelatihan Wirausaha
Penulis : Asmar Yulastri, Ph.D
Penerbit : ALFABETA, cv
Jl. Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung
Telp. (022) 200 8822 Fax. (022) 2020 373
Website: www.cvalfabeta.com
Email: alfabetabdg@yahoo.co.id
Mobile/Message: 081.1213.9484
Cetakan Kesatu : 2020
ISBN : 978-602-289-594-7

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena atas limpahan rahmat serta hidayah nya sehingga kami
dapat selesai menyusun buku ini dengan judul “Model Pelatihan
Kewirausahaan”. Tujuan di buatnya Buku ini selain sebagai modal kami
untuk mengembangkan edisi buku yang berikutnya juga sebagai sumber
ilmu lain yang dapat masyarakat dapatkan dengan buku ini. Di dalam buku
ini dibagi tiga bagian yang berisi segala aspek yang berkaitan dengan
Konsep Dasar Pelatihan Kewirausahaan, Model Pelatihan Kewirausahaan
dan Pelatihan kewirausahaan Smart Entrepreneur Model (SEM).
Pada dasarnya penyusunan buku ini juga sebagai wacana bagi
kami untuk tetap selalu belajar, dan memandang kedepan bahwa ada jalan
untuk mencapai sukses, salah satunya dengan cara membantu
memberikan pandangan baru tentang Model Pelatihan Kewirausahaan.

Pelatihan kewirausahaan merupakan bagian program pendidikan


yang bersifat non formal yang dilakukan secara berjenjang ataupun tidak
berjenjang untuk mencapai satu tujuan khusus.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih karena


tanpa bantuan dari berbagai pihak mungkin kami tak akan mampu
menyelesaikan buku ini. Kedepan, semoga buku ini bermanfaat bagi
masyarakat dan mampu menjadi acuan dalam meningkatkan dan
menumbuhkembangkan jiwa wirausaha masyarakat.

Tidak ada gading yang tak retak, kami menerima semua komentar,
kritik, saran dan pesan-pesan yang dapat membangun kami untuk lebih
baik dalam mengeluarkan edisi buku yang berikutnya.

Padang, Maret 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... III


DAFTAR ISI ................................................................................... IV

Bagian I Konsep Dasar Pelatihan Kewirausahaan ........ 1

BAB I Disiplin Ilmu Kewirausahaan .................................... 2


a. Wirausaha ........................................................................... 2
b. Kewirausahaan ................................................................. 6
c. Disiplin Ilmu Kewirausahaan ...................................... 7

BAB II Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan ......... 11


a. Definisi dan Perbedaan Pendidikan dan
Pelatihan .............................................................................. 11
b. Pelatihan Kewirausahaan ............................................. 16
c. Perkembangan Pelatihan Kewirausahaan ............. 18
d. Program-program pelatihan Kewirausahaan
Abad 21 ................................................................................ 19

BAB III Pelatihan Kewirausahaan Untuk Membentukan


Karakter Wirausaha ..................................................... 23
a. Ruang Lingkup Karakter Wirausaha ........................ 23
b. Faktor-faktor Pembentuk Karakter Wirausaha ... 25
c. Teori Karakter Wirausaha ............................................ 27
d. Profil Wirausaha ............................................................... 33
e. Pelatihan Kewirausahaan Upaya Pembentukan
Karakter Unggul Wirausaha......................................... 35

BAB IV Karakter Wirausaha Era Revolusi Industri 4.0 . 37

vi
a. Karakter Wirausaha Milenial di Abad 21 ................ 37
b. Perubahan Paradigma Belajar Kewirausahaan
di Abad 21 ........................................................................... 39
c. Literasi Baru Wirausaha Abad 21 .............................. 42
d. Aktivitas Literasi Big Data Wirausaha ..................... 43
e. Aktivitas Literasi Teknologi Wirausaha ................. 45
f. Aktivitas Literasi Humanity Wirausaha .................. 48
g. Pelatihan Wirausaha dalam Membentuk
Karakter Wirausaha Abad 21 ...................................... 55

Bagian 2 Model Kepelatihan Kewirausahaan ................... 57

BAB V Model Kepelatihan ....................................................... 58


a. Pengertian Model ............................................................. 58
b. Teori Model Pembelajaran dan Pelatihan .............. 59
c. Hakekat Pelatihan ............................................................ 65
d. Tujuan Pelaksanaan Pelatihan .................................... 69
e. Prinsip-Prinsip Pelatihan .............................................. 71
f. Metode Pelatihan ............................................................. 72
g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan ..... 80
h. Indikator Keberhasilan Pelatihan
Kewirausahaan ................................................................. 83

BAB VI Model Pelatihan Kewirausahaan di Perguruan


Tinggi ................................................................................. 86
a. Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan
Model Kewirausahaan .................................................... 86

vii
b. Pengembangan Model Pelatihan Kewirausahaan di
Perguruan Tinggi.............................................................. 89
c. Rasionalisasi Perkembangan Model Pelatihan
Kewirausahaan ................................................................. 94
d. Kendala Pelatihan Kewirausahaan di Perguruan
Tinggi .................................................................................... 96

BAB VII Program Pendidikan dan Pelatihan


Kewirausahaan di Dunia ............................................. 99
a. Semangat pendidikan kewirausahaan di Namibia
(Wilfred Isak April) ......................................................... 99
b. Program Pendidikan Kewirausahaan Wanita di
Brazil berbasis Pengelolaan Aset Keluarga
(Elaine da Silveira Leite) ............................................... 103
c. Pendidikan Kewirausahaan di China (Weiming
Li dan Chunyan Li) .......................................................... 104
d. Pendidikan Kewirausahaan di Spanyol (José C.
Sánchez-García and Brizeida Hernández-
Sánchez) ............................................................................... 106
e. Program Magister Entrepreneur di Jepang ............ 109
f. Model Pendidikan Kewirausahaan Dunia .............. 111

Bagian 3 Pelatihan Kewirausahaan Smart Entrepreneur


Model (SEM) ..................................................................... 116

BAB VIII Latar Pengembangan Model Pelatihan


Kewirausahaan SEM ..................................................... 117

viii
a. Tinjauan tentang Model Pelatihan Kewirausahaan
SEM ........................................................................................ 117
b. Tujuan Pelatihan Kewirausahaan SEM .................... 125
c. Capaian (Output) yang diharapkan dari Pelatihan
Kewirausahaan SEM ....................................................... 127
d. Dasar Pengembangan Model Pelatihan
Kewirausahaan SEM ...................................................... 128
e. Permasalahan ................................................................... 134

BAB IX Pengembangan Model Pelatihan Kewirausahaan


SMART ENTREPRENEUR MODEL (SEM) ................. 137
a. Langkah I: Analysis .......................................................... 139
b. Langkah II: Design ........................................................... 141
c. Langkah III: Develop ....................................................... 145
d. Langkah IV: Implementation ....................................... 148
e. Langkah V: Evaluation .................................................... 149

BAB X Teknis Pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan


SMART ENTREPRENEUR MODEL (SEM) ................. 152
a. Persiapan ............................................................................. 152
b. Tahapan Design Model Pelatihan Kewirausahaan
SEM ........................................................................................ 157
c. Development ...................................................................... 177
d. Implementation ................................................................ 178
e. Evaluation ........................................................................... 178

BAB XI Implementasi SMART ENTREPRENEUR MODEL


(SEM) .................................................................................. 180
a. Fase 1: Persiapan Peserta Pelatihan ......................... 180

ix
b. Fase 2: Psikometri Tes ................................................... 186
c. Fase 3: Penetapan Kelompok dan Mentor ............. 188
d. Fase 4: Pelatihan Dasar Kewirausahaan ................. 188
e. Fase 5: Pekerjaan Proyek ............................................ 192
f. Fase 6: Pemantauan Proyek ........................................ 193
g. Fase 7: Seminar dan Laporan ...................................... 193
h. Fase 8: Postest Tes Psikometri ................................... 195
i. Fase 9: Evaluasi Pelatihan ............................................ 198
j. Wirausaha Mandiri Hasil Pelatihan SEM ................ 199
k. Harapan Penerapan Model SEM ................................. 206

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 208

BIODATA PENULIS ...................................................................... 213

x
Bagian 1
Konsep Dasar Pelatihan
Kewirausahaan
Kewirausahaan bermanifestasi dalam aktivitas ekonomi, perilaku dan aktivitas
wirausaha yang mencakup kegiatan formal dan informal dapat menciptakan
kesejahteraan bagi pewirausaha sendiri dan bahkan pada orang-orang yang terlibat
didalam kegiatannya. Pada gilirannya, kewirausahaan dapat berkontribusi pada
pembangunan ekonomi melalui perusahaan-perusahaan yang tumbuh dan berfungsi
sebagai sumber pendapatan dan mendatangkan lapangan pekerjaan bagi suatu populasi.
Beragam potensi manfaat dari kewirausahaan merangsang keputusan individu untuk
menjadi pribadi yang kuat dan tangguh dalam berwirausaha. Untuk itu pendidikan dan
pelatihan kewirausahaan adalah program yang patut didukung oleh segala pihak agar
dapat memberikan outcomes aktivitas wirausaha diberbagai jenis dan tingkat pendidikan
di masyarakat khususnya di perguruan tinggi.

Fokus promosi kewirausahaan diperguruan tinggi saat ini adalah peran pola pikir
dan keterampilan dalam memampukan individu untuk mengenali dan memanfaatkan
peluang wirausaha. Tujuan pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan diperguruan
tinggi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan kemampuan bertahan hidup bagi peserta
didik dengan nilai-nilai kreativitas yang dilakukan sesuai dengan kompetensi dan keahlian
mereka.

Pelatihan kewirausahaan merupakan bagian program pendidikan yang bersifat


non formal yang dilakukan secara berjenjang ataupun tidak berjenjang untuk mencapai
satu tujuan khusus. Untuk memahami lebih lanjut tentang pelatihan kewirausahaan maka
BAGIAN I ini akan membahas tentang Konsep Dasar Pelatihan Kewirausahaan, khususnya
tentang makna istilah wirausaha, kewirausahaan, disiplin ilmu kewirausahaan,
perbedaan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, kajian tentang karakter wirausaha,
serta karakter unggul wirausaha abad 21.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 1


BAB I
DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN

Memahami suatu istilah meski berangkat dari mengenal makna istilah


tersebut terlebih dahulu. Istilah wirausaha, kewirausahaan dan ilmu
kewirausahaan menjadi satu bagian yang tidak terpisah, telah banyak
sumber bacaan menjelaskan tentang kedua istilah tersebut. Umumnya
pembaca sudah mengetahui bahwa makna dari “wirausaha” adalah
personal yang melaksanakan suatu kegiatan dengan istilah
“kewirausahaan” sedangkan “disiplin ilmu kewirausahaan” menjelaskan
bagaimana wirausaha menjadi satu pengetahuan yang dapat dipelajari.
Namun untuk mengetahui lebih mendalam, pada bagian ini akan
dijabarkan apa sebenarnya konsep dasar istilah tersebut berdasarkan arti
kata maupun pendapat para pakar.

a. Wirausaha
Wirausaha merupakan subjek dalam melaksanakan aktivitas atau
proses dari kegiatan berwirausaha. Uraian definisi dari istilah
Kewirausahaan dapat dikenali melalui definisi-definisi secara
epistemologi. Dalam makna kata Wirausaha berasal dari dua kata
“wira” dan “swasta”. Kata wira memiliki kesamaan kata dengan
perwira, kesatria atau seseorang yang memiliki keberanian besar.
Sedang istilah swasta berdasarkan arti katanya merupakan suatu
bidang yang tidak dikuasai oleh pemerintah (non government).

Dengan demikian makna kata dari keduanya adalah seorang atau


sekelompok orang yang memiliki keberanian besar dalam kegiatan

2 | Model Pelatihan Kewirausahaan


usaha yang bukan milik pemerintah. Makna penggabungan kedua
kata tersebut menyiratkan arti bahwa wirausaha adalah personal
yang menjalankan usaha bukan milik pemerintah atau negara.
Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus,
2012), Wirausaha diidentikkan dengan wiraswasta, sehingga
wirausahawan dapat disebut sebagai orang yang pandai atau
berbakat mengenalkan produk baru, menentukan cara produksi baru,
dan menyusun pedoman operasi untuk pengadaan produk baru,
memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya”.

Meredith, et.al. (2002) mengatakan wirausaha adalah orang-orang


yang mempunyai kemampuan, melihat dan menilai kesempatan
bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna
mengambil keuntungan daripadanya serta mengambil tindakan yang
tepat, guna memastikan kesuksesan. Kasmir (2011), menyatakan
bahwa “Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah
orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha
dalam berbagai kesempatan”. Ganefri (2017) menyatakan bahwa
wirausaha (entrepreneur) adalah personal yang memiliki hubungan
erat dengan aktifitas kreatif, memiliki kemampuan memimpin orang-
orang untuk mencapai visi selain ia juga harus menanggung resiko.

Jika ditelusuri kembali istilah wirausaha ini terkait dengan karakter


unggul seorang satria. Wira adalah penggambaran kepribadian
tangguh dalam diri seseorang. Penulis berasumsi pula bahwa
wirausaha menggambarkan karakter seseorang, dengan arti bahwa
jika mendengar istilah wirausaha atau seseorang yang dipanggil
dengan sang wirausaha akan tergambar karakter unggul didalam

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 3


dirinya. Menyebut predikat wirausaha pada seseorang maka berarti
telah menyatakan suatu bentuk karakter unggul yang dimilikinya.

Sedangkan bagaimana seorang wirausaha bekerja dapat dipandang


dari individunya yang memiliki kemampuan dalam menciptakan
bisnis baru, menanggung sebagian besar risiko dan menikmati
sebagian besar penghargaan. Pengusaha umumnya dilihat sebagai
inovator, sumber ide-ide baru, barang, jasa, dan prosedur baru dalam
menjalankan bisnis.

Sampai saat ini kesepakatan makna tentang istilah wirausaha masih


belum dapat dirumuskan. Banyak pakar mengartikan siapa wirausaha
dengan versi yang berbeda-beda. Namun umumnya karakter muncul
dalam pengistilahan yang dimaknai. Wirausaha umumnya diartikan
sebagai watak, sikap, karakter atau ciri yang melekat dalam diri
seseorang yang memiliki keinginan yang keras dalam membangun
usahanya.

Beberapa istilah kunci yang dapat dilekatkan dengan wirausaha


adalah:
1) Seseorang yang memiliki karakter unggul dalam
memberdayakan keunggulan yang ada dalam dirinya untuk
membentuk suatu usaha
2) Seseorang yang mengambil resiko melalui bisnis baru yang
dikembangkannya
3) Seseorang yang memiliki fungsi dalam menyebarluaskan
kesempatan kerja kepada masyarakat

4 | Model Pelatihan Kewirausahaan


4) Seseorang yang memiliki watak unggul untuk bertahan dalam
menghadapi segala resiko saat melaksanakan usahanya
5) Seseorang yang melaksanakan usaha dengan resiko yang tinggi
namun juga mendapatkan keuntungan yang tinggi dari resiko
usahanya.
6) Seseorang yang memiliki pemikiran dan gagasan baru dalam
proses usaha yang dilaksanakannya
7) Seseorang yang kaya dengan inovasi dan mewujudkan
kesuksesan usahanya melalui inovasi yang dilakukan.

Pandangan-pandangan tentang konsep wirausaha telah


dikemukakan oleh para ahli dan melalui pengistilahan. Wirausaha
tidak dapat dikunci pada satu pengertian saja, prinsipnya pandangan-
pandangan tentang makna wirausaha jika dijabarkan harus
memahami terlebih dahulu dari sisa mana definisi wirausaha di
kemukakan, apakah dari sisi karakternya, proses kegiatannya atau
dari fungsinya dalam kehidupan sosial. Namun penulis berasumsi
bahwa seorang wirausaha dipastikan memiliki sebentuk karakter
dalam kepribadian unggul dan tangguh sehingga dia mampu
mempertahankan kemelut dan kesulitan bertahan dalam proses
usaha yang dilakukannya dengan tanggung. Wirausaha memiliki
ketajaman dalam berfikir yang akhirnya dituangkan dalam inovasi dan
keunggulan, tidak hanya keunggulan dari segi ide akan konten atau
produk maupun jasa yang dihasilkannya namun juga pada proses
pembuatan, proses memasarkan dan proses manajerial usaha yang
dilakukannya.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 5


b. Kewirausahaan
Jika wirausaha adalah personal yang melaksanakan aktivitas usaha,
maka Kewirausahaan adalah sebentuk aktivitasnya dalam arti umum.
Kewirausahaan dikenal pada lingkungan akademik sebagai suatu
disiplin ilmu yang tertuang dalam satuan mata kuliah. Hasil dari suatu
kegiatan pembelajaran Kewirausahaan sebagai suatu disiplin ilmu
adalah pengetahuan, sikap dan perilaku serta keterampilan dalam
berwirausaha.

Layaknya sebagai satu disiplin ilmu Kewirausahaan memiliki teori-


teori yang dikembangkan untuk dipelajari, dapat berasal dari kajian
penelitian ilmiah, pemikiran para pakar, pengalaman berulang,
konsep pemikiran berdasarkan sejarah dan sebagainya. Ilmu
Kewirausahaan hadir untuk memberikan bekal pengetahuan kepada
akademisi dan mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
Kewirausahaan. Kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin ilmu
serta proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memenuhi
kebutuhan dan peluang (Zimmerer, 2008).

Definisi kewirausahaan dikemukakan oleh Suryana (2010) yang


menyatakan bahwa Istilah Kewirausahaan pada hakekatnya adalah
sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam
mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif,
Zimmerer (2008), kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas
dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk
memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan
merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian

6 | Model Pelatihan Kewirausahaan


menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk
membentuk dan memelihara usaha baru.

Kewirausahaan pada saat ini telah menjadi primadona dalam


kehidupan manusia. Tidak tabu untuk berwirausaha pada abad
milenial telah ditunjukkan kalangan muda saat ini. Hal ini
mematahkan prinsip kegiatan wirausaha teori lama yang menyatakan
bahwa kewirausahaan tidak dapat dipelajari, namun kemampuan
wirausaha adalah suatu bentuk hereditas yang diwariskan.
Pandangan negatif ini lama bersemayam di masyarakat, akibatnya
kewirausahaan tidak dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang patut
dipelajari, namun hanya dapat diwarisi. Namun saat ini manusia tidak
dapat dicegah untuk mempelajari ilmu kewirausahaan, saat ini
manusia memandang bahwa berwirausaha adalah suatu kebutuhan.
Pemenuhan kebutuhan yang harus diselaraskan dengan pengetahuan
dan ilmu tentang aktivitas kewirausahaan.

c. Disiplin Ilmu Kewirausahaan


Ilmu kewirausahaan berkembang seiring dengan ilmu ekonomi,
karena keduanya memiliki keterkaitan yang kuat. Awal dari
munculnya pengetahuan ini adalah adanya keinginan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Diabad ke 17 kewirausahaan
muncul ilmu kewirausahaan yang pertama kali dikenalkan oleh
Richard Cantillon dan kemudian diseluruh dunia menyesuaikan
dengan filsafat ilmu dari masing-masing filsuf yang mengemukakan.
Dalam sejarahnya Cantillon adalah seorang ekonom yang pertama
mengembangkan wawasan tentang peran kewirausahaan dalam
ekonomi. Pemikiran Cantillon tentang Kewirausahaan banyak

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 7


memberikan pengaruh besar pada ekonomi dunia kemudian, salah
satu konsep pemikiran Cantillon yang terkenal adalah ilmu
ketidakpastian (ambiguitas) dalam kewirausahaan yang melahirkan
karakter keberanian mengambil resiko yang berimbang bagi seorang
wirausaha (locus of control).

Selanjutnya di abad ke 18 sekolah-sekolah di Amerika Serikat telah


memberikan pengetahuan dalam kurikulum pembelajaran
Kewirausahaan. Kewirausahaan diajarkan hampir disegala tingkatan
pendidikan, hal ini memberikan pengaruh pada perkembangan
karakter wirausaha peserta didik yang terbentuk semenjak dini, tidak
salah jika kewirausahaan berkembang di negara-negara besar di
benua Eropa.

Pendidikan Kewirausahaan di Indonesia mulai diajarkan menyeluruh


di Perguruan Tinggi dan beberapa tingkat pendidikan menengah di
akhir abad 19 atau sekitar tahun 1998, semenjak terjadinya krisis
moneter diseluruh dunia. Latar belakang keterpurukan ekonomi
dunia yang menyebabkan bangsa Indonesia harus mempertahankan
kekuatan ekonomi melalui kearifan lokal membuat pemerintah
mengambil kebijakan praktis melalui pemberdayaan UKM dan
wirausaha minor. Hal ini membuat ilmu kewirausahaan dipandang
menjadi suatu hal penting untuk dipelajari. Sebagai langkah antisipasi
masalah ekonomi ini, pemerintah Indonesia melakukan perubahan
melalui jalur pendidikan.

Perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia semakin


menampakkan aktivitas yang membanggakan diawal abad 21.

8 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Dukungan pemerintah pada program-program intra sekolah
kewirausahaan menjadi pemicu semangat berwirausaha dikalangan
mahasiswa. Di beberapa universitas kewirausahaan telah menjadi
mata kuliah wajib, dan didukung dengan pelatihan-pelatihan,
workshop maupun seminar-seminar kewirausahaan yang melibatkan
praktisi dan akademisi.

Yulastri, et.al (2018) Kursus kewirausahaan diadakan dalam bentuk


teoretis dan praktis sehingga bisa digunakan sebagai modal masa
depan siswa setelah lulus. Pembelajaran kewirausahaan adalah
proses meningkatkan semangat kewirausahaan siswa dengan
menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan kemampuan
yang disediakan. Prawirokusumo (1997) menyatakan bahwa
pendidikan kewirausahaan sebagai suatu disiplin ilmu yang harus
diajarkan dengan independen, menjadi satu mata pelajaran atau
mata kuliah tunggal.

Beberapa alasan mengapa kewirausahaan menjadi satu kesatuan


dalam disiplin ilmu yang terpisah adalah:
1) Sebagai suatu ilmu pengetahuan, kewirausahaan berisikan
tentang pengetahuan yang utuh dan nyata dan dapat dipelajari.
Memiliki kajian teoritis, konsep dan metode ilmiah yang lengkap
untuk dipelajari dan dikembangkan.
2) Kewirausahaan memiliki dua konsep yaitu posisi permulaan dan
didikan manajemen umum yang memisahkan antara manajemen
dan kepemilikan usaha. Karena itu kewirausahaan menjadi satu
disiplin ilmu yang terpisah dari manajemen dan ekonomi.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 9


3) Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek
tersendiri, yaitu kemampuan menciptakan suatu ide usaha yang
baru dan berbeda. Memiliki karakter wirausaha dan mampu
mengembangkan karakter wirausaha didalam diri sendiri.
4) Kewirausahaan merupakan suatu upaya dalam menciptakan
usaha dan memperoleh penghasilan. Ilmu kewirausahaan
membentuk kemampuan mulai dari mengemukakan ide, proses
wirausaha, mengembangkan dan bertahan dalam menghadapi
tantangan wirausaha.

Selain dari kemampuan dalam pengelolaan usaha yang dapat


didalami dalam ilmu manajemen dan strategi usaha, wirausaha
dilengkapi dengan pengetahuan yang bersifat psikologis dalam
aktivitas wirausaha dalam ilmu perilaku. Oleh karena itu disiplin ilmu
kewirausahaan memiliki kompleksitas yang meski difahami
menyeluruh, mulai dari menciptakan ide dan gagasan inovatif, proses
wirausaha hingga perilaku wirausahanya.

10 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB II
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN

Program Kewirausahaan berdasarkan tipologinya diklasifikasikan dalam


dua kelompok yakni pendidikan kewirausahaan dan pelatihan
kewirausahaan. Istilah pendidikan dan pelatihan sering kali disamakan
dalam penggunaannya. Pemahaman tentang kedua hal ini digunakan
dengan tumpang tindih karena makna dan batasan pendidikan dan
pelatihan memiliki konsep kabur. Meskipun keduanya memiliki tujuan
yang sama yakni membentuk sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan yang lebih baik sesuai dengan standar kompetensi yang
diharapkan. Pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan dalam pendidikan
kejuruan di tingkat pendidikan tinggi dilakukan dengan tujuan untuk
menyediakan pengetahuan dan menumbuhkan semangat kewirausahaan,
analisis kebutuhan, pasar peluang, perencanaan bisnis, studi kelayakan,
manajemen produksi, Pemasaran SDM dan perencanaan pengembangan
bisnis. Diharapkan melalui program kewirausahaan perguruan tinggi
mampu menyediakan lulusan yang memiliki semangat kewirausahaan
untuk mengurangi pengangguran berpendidikan, Yulastri et.al (2017).
Kesamaan dari pendidikan dan pelatihan adalah adanya proses belajar
yang dilakukan dalam kegiatannya. Untuk itu melalui bagian ini penulis
akan menjelaskan perbedaan yang lebih mendasar dari kedua istilah ini
dalam konteks kewirausahaan.

a. Definisi dan Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan


Secara hakekat, pendidikan dan pelatihan mempunyai tujuan yang
sama untuk pengembangan sumber daya manusia agar dapat

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 11


memperoleh tiga domain kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Namun selama melaksanakan pelatihan seseorang akan
diberikan pengetahuan tentang bagaimana cara-cara baik dalam
melakukan suatu pekerjaan, jadi latihan sebenarnya diadakan untuk
mengisi kesenjangan antara ilmu pengetahuan, keahlian, sikap, dan
pemikiran yang dimiliki seseorang sesuai dengan tuntutan pekerjaan
atau tugasnya. Jika cara-cara terbaik dalam pekerjaan itu sudah
benar-benar dapat dikuasai oleh seseorang yang akan
mengerjakannya maka kesenjangan yang akan terjadi semakin kecil,
dan pekerjaan pun menjadi lebih efektif dibandingkan sebelum ia
dididik dan dilatih.

Pendidikan lebih terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan


instruksional yang ditetapkan dalam kurikulum yang holistik dan
lengkap pada jenjang program pendidikan tertentu. Sedangkan
pelatihan memiliki kecenderungan tujuan yang berhubungan dengan
kemampuan pada suatu profesi dan keahlian tertentu, meskipun
dalam praktiknya pendidikan terutama pendidikan kejuruan juga
mengenal dan menggunakan istilah latihan atau pelatihan pada suatu
kompetensi yang menjadi bagian kemampuannya, karena pendidikan
kejuruan dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai satu
kemampuan kerja khusus. Pelatihan berhubungan dengan peran
khusus satu individu di unit kerja tertentu atau memiliki kompetensi
khusus yang handal dan lebih mendalam.

Pelatihan dilakukan berdasarkan pada kebutuhan akan kemampuan


maksimal pada suatu kegiatan kerja. Tujuan pelatihan yang dilakukan
dirumuskan dengan spesifik pada satu pekerjaan maupun pada satu

12 | Model Pelatihan Kewirausahaan


jabatan agar dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan standar
yang ditentukan. Dengan demikian yang membedakan pendidikan
dengan pelatihan adalah bahwa pendidikan lebih mengarahkan
pengetahuan dan hal-hal yang bersifat umum pada satu bidang atau
kompetensi keilmuan (knowledge problem), sedangkan pelatihan
mengarah pada satu keterampilan berperilaku secara khusus yang
memiliki standar kerja/kegiatan tertentu (skill problems).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan dengan


sistematik oleh penyelenggara program pendidikan, memiliki
tingkatan yang berjenjang dengan kurikulum capaian yang
dirumuskan dengan standar terukur dilakukan untuk mencapai
tujuan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan
pelatihan adalah teknik-teknik dalam pembelajaran yang
memusatkan belajar pada keterampilan-keterampilan khusus, sikap
dan pengetahuan khusus untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan
tugas tertentu.

Pelatihan pada umumnya dilakukan mengacu pada satu kurikulum


yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan tertentu, profesi
tertentu dan atau pada satu kemampuan tertentu. Pelatihan
dilakukan dengan jangka waktu yang relatif singkat sekedar
membekali seseorang pekerjaan tertentu bahkan dapat hanya pada
satu sub kompetensi tertentu. Dengan demikian maka dapat
diartikan bahwa pelatihan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
dengan maksud mengembangkan satu sikap, tingkah laku,
keterampilan dan pengetahuan personal pada satu kompetensi.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 13


Perbedaan antara pendidikan dan pelatihan dapat dijelaskan melalui
kesimpulan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan


Unsur Pendidikan Pelatihan
Jalur pendidikan Formal Non formal

Penyelenggara Lembaga pendidikan Lembaga pendidikan


formal/non formal formal/informal/non
formal

Tujuan Memiliki tujuan Mengacu pada satu


instruksional yang standar kerja
berjenjang pada kemampuan tertentu
kemampuan yang untuk meningkatkan
lengkap dan holistik peran pada satu unit
kerja

Proses Berkesinambungan Khusus pada tujuan


dan berjenjang tertentu

Waktu Panjang Cenderung singkat

Sifat Wajib Penunjang

Arah kemampuan Knowledge problem Skill problem

Secara umum, pendidikan dan pelatihan kewirausahaan keduanya


bertujuan untuk merangsang munculnya kewirausahaan, tetapi
mereka dibedakan satu sama lain oleh berbagai tujuan atau hasil
program. Walaupun berbeda keduanya cenderung berfokus pada
membangun pengetahuan dan keterampilan tentang tujuan
kewirausahaan.

Untuk mencapai kesuksesan satu program kewirausahaan maka


penyelenggara harus memperhatikan tiga hal penting konteks
program, subjek program dan karakteristik program

14 | Model Pelatihan Kewirausahaan


konteks
program

outcomes

peserta karakter
program program

Gambar 1. Kerangka Kerja Program Kewirausahaan


Sumber: Valerio et.al (2014)

Berdasarkan kerangka kerja program pendidikan dan pelatihan


kewirausahaan yang dikemukakan di atas maka dapat dijelaskan
bahwa untuk dapat mencapai kemampuan outcomes program
kewirausahaan maka program dipengaruhi oleh rumusan program
secara konteks, bentuk dan karakter program yang dilakukan serta
siapa peserta yang menjadi sasaran program.

Hal ini membuktikan bahwa untuk mencapai hasil program


pendidikan dan pelatihan kewirausahaan terdapat hal yang kompleks
dan tantangan pelaksanaan program yang multidimensi. Sedangkan
pengelompokan kategori outcomes yang diinginkan dari program
kewirausahaan adalah:
1) Domain pola pikir wirausaha. Mengacu pada keterampilan sosial
emosional, pembentukan kesadaran berwirausaha yang terkait
dengan motivasi wirausaha dan kesuksesan di masa depan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 15


sebagai wirausaha, pembentukan rasa kepercayaan diri,
kepemimpinan, kreativitas, kecenderungan risiko, motivasi,
ketahanan, dan self-efficacy.
2) Domain kemampuan kewirausahaan, mengacu pada
kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan wirausaha secara
teknis yang terkait dengan jenis aktivitas wirausaha yang
dilakukan seperti, keterampilan manajemen, akuntansi,
pemasaran, dan pengetahuan teknis lainnya.
3) Domain status kewirausahaan mengacu pada status temporal
penerima manfaat program yang diukur melalui. Proses
kesuksesan wirausaha dan seterusnya, seperti memulai bisnis,
mencapai aktivitas awal bisnis, usaha dalam berkembang hingga
peluang mencapai penghasilan yang lebih tinggi
4) Domain kinerja wirausaha, merujuk pada indikator perubahan
kinerja usaha sebagai hasil dari kegiatan wirausaha, seperti laba
yang lebih tinggi, meningkat penjualan, pekerjaan yang lebih
besar dari orang lain, tingkat kelangsungan hidup yang lebih
tinggi.

b. Pelatihan Kewirausahaan
Pengembangan dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan
Kewirausahaan dibanyak negara seluruh dunia patut menjadi acuan
bagi pendidikan Kewirausahaan di Indonesia, hal ini dilakukan sebagai
tolok ukur dalam melakukan pembelajaran berkualitas bagi peserta
didik dibidang Kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan memiliki
potensi untuk memungkinkan peserta didik mendapatkan
keterampilan dan menciptakan lapangan kerja sendiri, Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan secara

16 | Model Pelatihan Kewirausahaan


signifikan meningkatkan tingkat wirausaha di kalangan lulusan
universitas sekitar satu tahun setelah lulus.

Dalam rekomendasi resmi, pendidik didorong untuk mengadopsi


inovatif pedagogis untuk kursus kewirausahaan demi mencapai
dampak positif pada peserta didik. Oleh karena itu McMillan et.al
(2009) menyatakan bahwa membina kewirausahaan sebagai pola
pikir dapat dianggap sebagai kompetensi pendidikan, berdasarkan
pengalaman belajar secara instruksional demikian pula dalam sebuah
pelatihan. Jimenez (2015) menyatakan bahwa Kewirausahaan telah
menjadi indikasi pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara, dampak
positif pada pendidikan formal Kewirausahaan adalah adanya
kemampuan yang didapat melalui pendidikan yang diperlukan untuk
mendeteksi dan mengevaluasi peluang bisnis dengan lebih baik,
meningkatkan kepercayaan diri menanggung risiko yang dirasakan,
serta menumbuhkan kepedulian dan peluang kerja. Coduras et.al
(2010) menggaris bawahi bahwa individu cenderung untuk
memperoleh pengetahuan yang dapat memberikan manfaat pada
kemampuan keterampilan melalui pendidikan (terutama formal).

Berdasarkan kajian mengenai Pendidikan dan Pelatihan di Perguruan


Tinggi tersebut maka dapat dikatakan bahwa pembinaan sikap
berwirausaha bagi peserta didik meski dilakukan dengan upaya-
upaya pendekatan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
tepat dan sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewirausahaan.
Mempertimbangkan relevansi proses pendidikan dengan
keterampilan yang dibutuhkan secara faktual melalui pendekatan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 17


pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik terkait
dengan tujuan Pendidikan Kewirausahaan patut dilakukan.

c. Perkembangan Pelatihan Kewirausahaan


Lembaga pendidikan formal melaksanakan pendidikan
kewirausahaan sebagai kurikulum wajib. Seluruh program studi
menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan dalam satu mata
kuliah khusus menyesuaikan dengan kompetensi dan learning
outcomes lulusan. Namun tidak hanya cukup dengan melakukan
pendidikan dan pembelajaran kewirausahaan, saat ini banyak
kampus melakukan pelatihan kewirausahaan untuk menunjang
pencapaian tujuan pembelajaran kewirausahaan.

Akibat keterbatasan program belajar yang diberikan, beberapa


kampus masih memiliki kurikulum dengan bobot 2 SKS pada mata
kuliah kewirausahaan, tanpa pendekatan pembelajaran yang
membuat mahasiswa aktif mengembangkan keterampilannya dalam
berwirausaha. Saat ini mulai marak kampus-kampus menjadikan
kewirausahaan sebagai program tambahan. Kesadaran akan
pentingnya memberikan bekal lebih kepada mahasiswa pada
pengetahuan, sikap dan keterampilan wirausaha diyakini menjadi
latar belakang kampus-kampus tersebut aktif melaksanakan
perubahan.

Harapan menjadi kampus berbasis wirausaha adalah tingkatan


kualitas satu universitas yang patut dibanggakan. Tentu saja hal ini
membutuhkan kerja keras dari pihak-pihak yang berdedikasi tinggi
dalam memajukan kegiatan wirausaha yang patut diacungi jempol.

18 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Hal utama yang menjadi pertimbangan adanya pelatihan
kewirausahaan pada satu perguruan tinggi adalah adanya peluang
usaha, keinginan untuk meningkatkan daya saing, keterbatasan
lapangan kerja, masalah klasik pengangguran terdidik, kampus yang
berpikiran maju dan memahami konsep bersaing abad 21 dan adanya
fasilitas yang diprakarsai pimpinan maupun adanya kemampuan dan
motivasi mahasiswa dalam aktivitas wirausaha itu sendiri.

Saat ini kemampuan wirausaha adalah satu hal yang patut dan pantas
dimiliki oleh seorang wirausaha, pelaksanaan kegiatan pelatihan
wirausaha lebih kepada pembentukan karakter unggul yang pantas
bersaing diabad 21. Mahasiswa harus disiapkan untuk mengenai
dunia yang semakin sarat dengan perkembangan teknologi informasi
yang telah mempengaruhi cara berfikir dan bertindak masyarakat
disegala lapisan. Kehadiran internet telah merubah perilaku hidup
manusia, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah dengan
adanya perubahan cara menetapkan keputusan dalam membeli
sesuatu. Hal ini menjadi latar pengembangan program-program
kewirausahaan, pelatihan wirausaha berbasis teknologi dan
wirausaha online yang sebagian besar belum dibaurkan dalam
kurikulum pembelajaran kewirausahaan harus dilakukan melalui
pelatihan kewirausahaan.

d. Program-program pelatihan Kewirausahaan Abad 21


Penulis merangkum beberapa program pelatihan kewirausahaan
yang banyak ditawarkan pada situs-situs Entrepreneur Course, jenis
pelatihan kewirausahaan yang dilakukan dengan topik sebagai
berikut:

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 19


1) Program Kreativitas Kewirausahaan.
Pelatihan ini dilakukan dengan tujuan untuk melatih peserta
memanfaatkan kreativitas pribadi sebagai proses kreatif,
menerapkan konsep kegiatan mengamati, membuat prototipe,
selanjutnya melakukan latihan pengembangan karir dan inovasi
bisnis. Pelatihan dilakukan dengan melibatkan trainer
pengusaha terkenal, inovator, penulis lagu, produser, sutradara
kreatif, pendidik, pemain, seniman visual, koki dan profesional
lainnya yang memiliki kreativitas tinggi.

2) Program Analisis Keuangan


Dilakukan untuk mengembangkan kemampuan pengambilan
keputusan, pelatihan ini dilakukan untuk yang ingin cepat
memahami elemen-elemen keuangan untuk memulai sebuah
perusahaan. Pelatihan ini dirancang untuk “mengeluarkan
misteri” dari analisis keuangan dan membantu peserta membuat
keputusan bisnis yang tepat. Peserta akan mempelajari berbagai
opsi untuk mendanai bisnis, cara menentukan apakah suatu
produk atau layanan baru akan layak secara finansial, dan
bagaimana cara menilai suatu saham, obligasi, atau perusahaan
untuk peluang bisnis.

3) Pelatihan Dasar menjadi Wirausaha


Pelatihan ini memiliki bagian untuk memberikan pengetahuan
dan kemampuan tentang a) Mitos paling umum tentang menjadi
wirausaha, b) Cara menetapkan sasaran untuk bisnis, c)
Bagaimana cara mengidentifikasi peluang, d) Cara melakukan
riset pasar dan memilih target audiens, e) Cara mendesain dan
menguji produk, f) Bagaimana merencanakan logistik bisnis, g)
Cara melempar dan menjual ke pembeli.

20 | Model Pelatihan Kewirausahaan


4) Program Panduan Penting untuk Kewirausahaan.
Satu program pelatihan yang diperuntukkan bagi wirausaha baru
untuk mengetahui segala seluk beluk tentang kewirausahaan
secara mendasar.

5) Program Manajemen Produk Lengkap.


Pelatihan ini untuk memahami proses pembuatan produk, untuk
wirausaha yang menjalankan perusahaan sendiri, mengetahui
bagaimana sesuatu berubah dari konsep ke spesifikasi, alat mana
yang digunakan, dan bagaimana menemukan celah pasar.

6) Keuangan Wirausaha
Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pikir mendapatkan
investasi dari luar. Menangani tantangan keuangan utama yang
dihadapi pendiri ketika mendanai startup khususnya melihat
perusahaan teknologi di tahap awal. Pelatihan ini membahas:
Berapa banyak uang yang dapat hasilkan? Berapa yang harus
kumpulkan? Kapan harus mendapatkan dana dan dari siapa?,
Bagaimana menghasilkan penilaian yang masuk akal untuk
perusahaan?, Bagaimana menyusun pendanaan, kontrak kerja,
dan keputusan keluar?.

7) Kursus Pelatihan SEO Gratis, pelatihan ini bertujuan untuk


membangun Traffic berkelanjutan untuk Pertumbuhan Bisnis.
Peserta mengembangkan dan mendekati bisnis, dan
mengidentifikasi bidang-bidang khusus untuk peningkatan.

Pelatihan wirausaha yang marak berkembang saat ini banyak yang


dilakukan secara online ataupun offline. Meningkatnya animo
masyarakat untuk memahami ilmu kewirausahaan menjadi dasar
berkembangnya pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Di perguruan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 21


tinggi pelatihan kewirausahaan dilaksanakan melibatkan akademisi
dan praktisi. Saat ini telah banyak kampus-kampus yang semarak
melakukan pelatihan kewirausahaan. Namun diharapkan
pengembangan pelatihan kewirausahaan dengan intensitas yang
lebih tinggi dan memiliki model pelatihan yang teruji diharapkan lebih
serius dilakukan. Untuk itu kerjasama banyak pihak dalam
melaksanakan pelatihan kewirausahaan adalah hal penting yang
sangat disarankan.

22 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB III
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK MEMBENTUKAN
KARAKTER WIRAUSAHA

Kajian tentang kewirausahaan telah menjadi hal penting untuk dibahas


dikalangan ekonom dan akademisi. Seperti yang telah diuraikan pada
bagian definisi Kewirausahaan, bahwa Kewirausahaan merupakan suatu
disiplin ilmu tersendiri yang tidak dapat disatukan dengan disiplin ilmu
lainnya seperti ilmu ekonomi, manajemen ataupun psikologi. Meskipun
demikian terdapat unsur keilmuan lain dalam kewirausahaan, yang salah
satunya adalah tentang karakter, dan perilaku wirausaha yang layaknya
merupakan bagian dari ilmu psikologi dan kejiwaan.

a. Ruang Lingkup Karakter Wirausaha


Pendidikan memang mampu membentuk karakter seseorang, namun
pembentukan berdasarkan keberbakatan juga patut menjadi
perhatian pada pendidik kewirausahaan. Karakter wirausaha
memiliki kajian yang terkait dengan watak, perilaku, kejiwaan
maupun sikap-sikap yang dibentuk melalui latihan dan pendidikan.

Definisi karakter secara Etimologi: “character” dalam bahasa Latin


berarti instrument of marking, dalam bahasa Prancis disebut
“charessein” berarti to engrove atau mengukir, dan istilah “watak”
dalam Bahasa Indonesia berarti sifat pembawaan yang
mempengaruhi tingkah laku; budi pekerti; tabiat; perangai. Secara
Terminologi Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 23


karakter menurut "English Dictionary" bermakna suatu kualitas yang
dimiliki oleh seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Jika seseorang memiliki karakter khusus berarti seseorang itu
memiliki kualitas yang khusus dalam dirinya.

Karakteristik berarti ciri atau perwatakan dari sesuatu yang muncul


secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan
mudah di perhatikan. Dapat diartikan pula bahwa Karakteristik
merupakan ciri yang secara alamiah melekat pada diri seseorang.
Dengan demikian karakteristik dari seorang Wirausaha adalah ciri
yang melekat dan menjadi penanda dari diri seorang apakah dia
seorang wirausaha atau bukan.

Pendidikan wirausaha merupakan salah satu upaya dalam


pembentukan karakter yang unggul bagi anak bangsa. Wirausaha
selama ini dipandang hanya terkait dengan penjualan dan
perdagangan, padahal wirausaha merupakan hal yang kompleks
termasuk kegiatan pembentukan karakter unggul. Beberapa pakar
sepakat bahwa wirausaha merupakan sebentuk karakter yang
memiliki ciri untuk mencapai kecakapan hidup dan kemampuan
dalam bertahan hidup.

Patut difahami bahwa pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan


dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai kewirausahaan kepada
peserta didik, nilai-nilai tersebut antara lain jujur, percaya diri, kreatif,
kepemimpinan, inovatif, dan berani menanggung resiko. Nilai-nilai
tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter.
Sehingga pendidikan kewirausahaan menyumbangkan penanaman

24 | Model Pelatihan Kewirausahaan


nilai-nilai pendidikan karakter yang pada akhirnya akan membentuk
karakter bangsa, sesuai dengan tujuan dari pendidikan
kewirausahaan yaitu untuk membentuk manusia secara utuh
(holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan
ketrampilan sebagai wirausaha.

b. Faktor-faktor Pembentuk Karakter Wirausaha


Seorang wirausaha yang sukses harus memiliki karakter wirausaha
seperti yang telah dikemukakan dalam kajian sebelumnya. Karakter
tersebut tentu saja tidak terbentuk begitu saja, namun ada
pendidikan atau pengaruh dari lingkungan yang mengantarkan
seorang wirausaha memiliki karakter khusus yang menunjang
kesuksesannya dalam berwirausaha. Interaksi dengan lingkungan
adalah faktor yang berperan penting dalam pembentukan karakter.

Meski pada dasarnya karakter terkait dengan watak, perilaku, tabiat


seseorang, namun lingkungan adalah pendorong atau pembentuk
dari karakter seseorang, termasuk pembentuk karakter wirausaha.
Karakter wirausaha yang baik akan membentuk kearah positif dalam
perkembangan usaha.

Kajian pembentuk kepribadian atau karakter seseorang sering


dikaitkan dengan tiga lingkungan pembelajaran yakni keluarga,
sekolah dan masyarakat. Lingkungan pertama dan utama sebagai
pembentuk karakter wirausaha adalah keluarga. Keluarga merupakan
tempat paling awal dalam pembentukan karakter wirausaha. Teladan
yang ditunjukkan orangtua dalam keseharian membentuk perilaku
pada diri seseorang.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 25


Pola asuh anak menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak
dalam berwirausaha. Pola interaksi dengan anak dalam keseharian
adalah pondasi dalam membuat anak mengenal perilaku
berwirausaha. Penanaman nilai-nilai berwirausaha dari orangtua
dapat diwujudkan dengan melatih kemandirian anak dalam
memenuhi kebutuhannya dengan usaha. Pola asuh yang tidak
membiasakan anak menerima segala kebutuhan mutlak dari
pemberian orangtua adalah salah satu upaya yang tepat untuk
pembentukan karakter wirausaha.

Orangtua memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Pembentukan


karakter anak untuk dapat menjadi seseorang yang berwatak kreatif
ditentukan oleh bagaimana orangtua mengarahkan pola asuh yang
tepat pada anak. Pribadi kreatif yang ada didalam diri seseorang
sangat menentukan bagaimana mereka dapat memecahkan masalah,
mencari peluang usaha dan mencari solusi dari setiap hambatan dari
usaha. Pribadi tangguh dari seseorang yang berwirausaha dibentuk
oleh lingkungannya terutama pola asuh orangtua semenjak dini.

Pembentukan karakteristik berwirausaha yang diantaranya


ditentukan oleh faktor lingkungan dari Wirausaha yakni lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat, Hikmatul (2004) menyatakan
mengenai psikologi wirausaha yang menyatakan bahwa dalam
pembentukan karakteristik wirausaha terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi yakni:
1) Lingkungan keluarga dan masa kecil. Beberapa penelitian yang
berusaha mengungkap mengenai pengaruh lingkungan keluarga
terhadap pembentukan semangat berwirausaha. Selanjutnya

26 | Model Pelatihan Kewirausahaan


pengaruh pekerjaan orang tua terhadap pertumbuhan semangat
kewirausahaan ternyata memiliki pengaruh yang signifikan.

2) Pendidikan. Faktor pendidikan juga tak kalah memainkan


penting dalam penumbuhan semangat kewirausahaan.
Pendidikan tidak hanya mempengaruhi seseorang untuk
melanjutkan usahanya namun juga membantu dalam mengatasi
masalah dalam menjalankan usahanya.

3) Nilai-nilai Personal. Nilai personal akan membedakan seorang


wirausaha dengan pengusaha lain terutama dalam menjalin
hubungan dengan pelanggan, supplier, dan pihak-pihak lain,
serta cara dalam mengatur organisasinya.

4) Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja tidak sekedar menjadi


salah satu hal yang menyebabkan seseorang untuk menjadi
seorang entrepreneur. Pengalaman ketidakpuasan dalam
bekerja juga turut menjadi salah satu pendorong dalam
mengembangkan usaha baru.

Keberadaan faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan


karakteristik wirausaha seseorang. Memilih untuk menjadi seorang
wirausaha memang belum banyak tumbuh menjadi pilihan
dikalangan masyarakat Indonesia, terutama pada generasi muda.
Untuk itu membangun karakteristik kewirausahaan harus terus
menerus dilakukan oleh siapapun yang peduli terhadap masa depan
dirinya, keluarga dan masyarakat.

c. Teori Karakter Wirausaha


Banyak kajian yang mengemukakan mengenai karakteristik seorang
Wirausaha. Pandangan para ahli muncul sesuai dengan nilai-nilai yang

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 27


mencirikan sikap dan perilaku yang muncul dari seorang yang patut
dinyatakan sebagai seorang wirausaha. Karakteristik Wirausaha yang
mencari ciri tersebut dikemukakan oleh para ahli dalam beberapa
buku-buku kewirausahaan yang popular dan penelitian-penelitian.

Suryana (2010) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah


kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan
sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Dengan
demikian karakteristik seorang wirausaha adalah kemampuan untuk
menghadirkan ide kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan sumber
daya. Kuratko (2003) mengatakan ada 17 karakteristik yang melekat
pada diri entrepreneur yaitu: (1) komitmen, (2) dorongan kuat untuk
berprestasi, (3) berorientasi pada kesempatan dan tujuan, (4) inisiatif
dan tanggung jawab, (5) pengambilan keputusan, (6) mencari umpan
balik, (7) internal focus control, (8) toleransi terhadap ambiguitas, (9)
pengambilan resiko yang terkalkulasi, (10) integritas dan reliabilitas,
(11) toleransi terhadap kegagalan, (12) energi tingkat tinggi, (13)
kreatif dan inovatif, (14) visi, (15) independen, (16) percaya diri dan
optimis, (17) membangun tim.

Prawirokusumo (2010) menulis lima belas karakteristik adalah: (1)


creative, (2) open mind (terbuka), (3) patience (sabar), (4) courage
(keberanian), (5) cooperate, (6) understand of leverage (menghargai
bantuan), (7) honesty & integrity (jujur, integritas tinggi), (8) personal
vision (mempunyai visi), (9) ability to organize resources (dapat
mengelola sumberdaya), (10) intuition (intuisi), (11) believe in ideas-
motivation (mempunyai ide dan motivasi), (12) action orientation
(orientasi kerja), (13) risk taking (berani mengambil resiko), (14)

28 | Model Pelatihan Kewirausahaan


independence (mandiri), (15) individualism (percaya diri).
Kewirausahaan sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang yang
diperolehnya sejak lahir, bakat tersebut dapat dikembangkan melalui
berbagai macam pengalaman dalam bidang kegiatan individu. Tetapi
metode penerapannya dapat dipelajari dan ditiru setiap orang
walaupun hasilnya sulit dapat diramalkan.

Tambunan (2014) menyebutkan bahwa kewirausahaan harus


memiliki karakter berikut: (1) kesediaan untuk melayani, (2) reputasi
yang baik. (3) berpikir positif, (4) dedikasi, (5) kemampuan
beradaptasi, (6) sikap belajar dengan berpikiran terbuka, (7)
kemampuan manajerial yang efektif, termasuk mentoring yang
efektif, coaching, konseling, memfasilitasi dan jaringan. Christopher
(2014) menyatakan hal yang harus diperhatikan seorang wirausaha
jika ingin sukses dalam persaingan adalah Pertama, memiliki
pengetahuan dalam nilai ekonomi, terutama dibandingkan dengan
sifat yang lebih bersifat informasi. Kedua, pengetahuan ditandai
dengan asimetri across economic agen; pengetahuan yang sama
dapat ditugaskan atau memiliki nilai yang diharapkan dengan
economic agents yang berbeda. Ketiga, pengetahuan sering
membutuhkan komunikasi tatap muka, meningkatkan transaction
costs.

Biksea (2014) Kepercayaan diri dan motivasi tindakan, fleksibilitas,


berpikir kritis dan mandiri, dan independen untuk belajar sepanjang
hidup. Huarng (2014) menyatakan bahwa karakteristik seseorang
yang berwirausaha memiliki pola pikir global dan internasionalisasi,
inovasi, dan kinerja, motivasi dan bisnis untuk bertahan hidup,

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 29


mengorganisasi layanan kinerja Inovasi dan keberlanjutan
perusahaan seseorang akan berhasil dalam berwirausaha jika
memiliki reputasi yang baik dalam jaringan online dengan Kreativitas
gaya kognitif, konflik-penanganan, dan kreatif kesuksesan karir
pengusaha. Peter Drucker (1985), mengklaim bahwa inovasi adalah
alat utama kewirausahaan. Dia mengacu pada inovasi sebagai
pencarian sistematis untuk perubahan sebagai peluang pasar baru,
produk.

Berbagai penelitian telah menganalisis ciri-ciri tertentu dari


kepribadian sebagai karakteristik pengusaha. Beberapa kajian
penelitian yang dapat mengidentifikasi karakteristik Kewirausahaan
diantaranya Hastuti, et.al (2015) menyatakan 10 karakteristik utama
Wirausaha Minang yang menjalankan bisnis Restoran Padang yang
menjadi rahasia sukses dalam melakukan bisnis dalam perantauan
yakni: Kepercayaan diri, kerja keras, perhitungan yang
cermat/ekonomis, kemerdekaan, keuletan, kontribusi untuk
keluarga, konsistensi, kecerdikan, keluwesan, dan berani menghadap
tantangan bisnis. Dalam penelitian ini Hastuti et.al menyatakan
bahwa karakteristik dipengaruhi oleh etnik dan budaya dari mana
seorang berasal. Kesuksesan seorang wirausaha Minang dalam
mengembangkan dan mempertahankan bisnis restoran Padang yang
dilakoni banyak di nominasi oleh karakteristik asal daerah yang
umumnya dimiliki masyarakat suku Minangkabau dari Sumatera
Barat.

Studi yang dilakukan oleh Entrialgo et al. (2000) melakukan tindakan


yang terkontrol (berada dalam kendali), kebutuhan untuk berprestasi

30 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dan toleransi untuk pilihan yang rangkap dianggap sebagai penentu
kecenderungan kewirausahaan. Dalam penelitian oleh Stewart, et al.
(1998), di sisi lain, kebutuhan untuk berprestasi, pengambilan
kecenderungan resiko. Inovasi telah digunakan sebagai penentu
untuk membedakan "entrepreneur" dari "Manajer perusahaan" dan
pemilik usaha kecil.

Hansemark, (1998) menyimpulkan bahwa Inovasi memiliki definisi


yang komprehensif termasuk untuk menciptakan produk baru atau
baru kualitas, untuk menciptakan metode baru produksi, untuk
masuk ke pasar baru, untuk membuat yang baru sumber pasokan
atau untuk membuat organisasi baru atau struktur dalam bisnis.
Sukses inovasi menuntut tindakan kehendak, yaitu, menuntut
seorang pemimpin dan itu harus dilakukan melalui. Inovasi
disarankan sebagai perilaku yang ciri kewirausahaan dan orientasi
kewirausahaan (Entrialgo et al. 2000).

Cromie, (2000) dan Rauch, (2000) menyatakan bahwa inovasi diambil


sebagai ciri utama dalam mendefinisikan profil kewirausahaan.
Kebutuhan untuk berprestasi Kebutuhan teori prestasi McClelland
adalah salah satu teori yang paling diterapkan dalam kewirausahaan.
Menurut definisi tradisional, kebutuhan untuk berprestasi adalah
dorongan yang memaksa orang untuk berjuang dan sukses dan
kesempurnaan, hal ini dinyatakan oleh Sagie dan Elizur, (1999).

Individu yang memiliki kebutuhan yang kuat untuk memecahkan


masalah sendiri, mencapai target yang ditetapkan dan berusaha
untuk mencapai target tersebut melalui usaha mereka sendiri,

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 31


menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dalam tugas-tugas yang
menantang dan inovatif dalam rasa mencari cara-cara baru dan lebih
baik untuk meningkatkan kinerja mereka (Littunen, 2000; Utsch dan
Rauch, 2000). Locus of control (LoC) adalah kepribadian variabel yang
terkait dengan harapan umum dari seseorang apakah ia akan dapat
mengendalikan peristiwa dalam kehidupan. LoC mengacu pada
kecenderungan individu untuk menunjukkan pengambilan risiko atau
penghindaran risiko ketika dihadapkan dengan situasi berisiko. Dalam
salah satu contoh paling awal, Chantillon pada tahun 1755,
menunjukkan dalam karyanya, bahwa faktor utama dalam
membedakan pengusaha dari pekerja yang dipekerjakan adalah
ketidakpastian dan risiko yang diambil.

Muharika (2016) dalam kajian review mengenai Karakteristik


Kewirausahaan menyatakan beberapa karakteristik utama seorang
Wirausaha sukses adalah (1) Memiliki inovasi, inovasi merupakan alat
utama dalam berwirausaha, wirausaha tidak bisa menjalankan dan
mempertahankan usahanya tanpa adanya inovasi. (2) Reputasi yang
baik, hal ini merupakan nilai lebih yang patut dipertimbangkan oleh
setiap orang terutama bagi yang ingin berwirausaha. Seseorang yang
memiliki reputasi yang baik berkemungkinan besar mendapatkan
prioritas lebih maju karena lebih dipercaya, (3) Memiliki kebutuhan
untuk berprestasi, hal ini mendatangkan harapan dan dorongan akan
keberhasilan yang membuat seseorang memaksa dirinya untuk
mendapatkan kesuksesan. (4) Mampu mengontrol peristiwa
hidupnya dengan mengambil resiko yang berimbang. Tidak ada suatu
keputusanpun bagi seorang wirausaha yang tidak menimbulkan
resiko, semakin besar modal yang diinvestasikan akan semakin besar

32 | Model Pelatihan Kewirausahaan


resiko yang diambil. (5) Mampu melihat dan menilai peluang bisnis
(sense of business) (6) Mampu membangun dan memanfaatkan
sumber daya kerja untuk mencapai cita-cita dan tujuan, (7)
Bertanggungjawab, menyukai tantangan, berani, gigih dan memiliki
semangat juang untuk mempertahankan usaha.

Kajian teoritis tentang karakteristik wirausaha yang dikemukakan di


atas menyatakan bahwa banyak karakteristik unggul yang harus
dimiliki oleh seorang wirausaha yang dapat menjadi cirri dari seorang
wirausaha yang sukses. Untuk memulai berusaha, mempertahankan
maupun mengembangkan usahanya, karakteristik tersebut
memberikan pengaruh terhadap perilaku yang muncul dari sikap yang
ditunjukkan oleh seorang wirausaha.

d. Profil Wirausaha
Profil individu seorang wirausaha mengacu kepada identifikasi
demografis dasar dan faktor-faktor terkait kepribadian atau sifat-sifat
peserta. Profil disebut juga ciri-ciri khusus yang mengidentifikasi
tentang kepribadian seseorang. Kepribadian wirausaha yang
dikaitkan dengan hasil kewirausahaan yang positif yang seringkali
merupakan cerminan dari sosio-emosional yang ingin dibangun oleh
banyak program pendidikan dan pelatihan wirausaha. Keberhasilan
penerapan suatu program kewirausahaan ditentukan oleh beberapa
profil yaitu:
1) Pendidikan, latar belakang pendidikan peserta, termasuk tingkat
pencapaian dan keterampilan kognitif dasar yang mengalir dari
paparan pendidikan formal yang pernah dilakukannya.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 33


2) Pengalaman, mengacu pada pengalaman kerja dan semua
pengalaman industri tertentu. Pengalaman menghasilkan
tingkat fungsional pengetahuan bisnis dan keakraban dengan
pasar dan peluang tertentu. Di tingkat dasar, individu dengan
beberapa pengalaman kerja cenderung untuk memiliki
pemahaman yang lebih baik tentang keterampilan sosial-
emosional dan keterampilan teknis yang diperlukan untuk
mengembangkan dan mempertahankan suatu perusahaan.
Pengalaman dapat berasal dari pengalaman kerja mereka sendiri
atau dari sumber lain, seperti dari pengalaman wirausaha
keluarga atau kenalan.

3) Minat dan niat berwirausaha. Sejumlah program kewirausahaan


berhasil dilakukan dengan adanya profil motivasi dan niat yang
kuat, yang utama adalah bahwa kegiatan berwirausaha adalah
pilihan dan keinginan mereka sendiri. Kehadiran program juga
digunakan untuk mengukur keseriusan niat peserta.

4) Tingkah laku. Keputusan individu untuk berpartisipasi dan dalam


suatu program dapat mempengaruhi hasil program. Ini termasuk
bagaimana peserta merespons program atau memahami nilai
keseluruhan program. Nilai perilaku yang dirasakan peserta lain
dapat mempengaruhi keputusan individu untuk berpartisipasi
dalam program. Persepsi tentang apa artinya menjadi
wirausahawan sangat berarti dalam mewujudkan keberhasilan
pelaksana kegiatan wirausaha.

34 | Model Pelatihan Kewirausahaan


e. Pelatihan Kewirausahaan Upaya Pembentukan
Karakter Unggul Wirausaha
Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma
pertumbuhan yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang
menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, maka
dewasa ini terjadi perubahan paradigma pendidikan. Pendidikan
kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri
yang independen yang berisikan teori, konsep, dan metode ilmiah
yang lengkap mengenai kegiatan berwirausaha. Perkembangan
pelatihan kewirausahaan seiring dengan adanya persepsi bahwa
kemampuan dalam berwirausaha dapat dipelajari dan ditingkatkan.
Upaya dalam meningkatkan karakter unggul dari seorang wirausaha
dilakukan melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Banyak
program pelatihan kewirausahaan yang lebih menekankan pada
aktivitas kewirausahaan, sedangkan penanaman karakter wirausaha
hanya dilakukan sepintas saja untuk memberikan motivasi memulai
kegiatan wirausaha.

Semenjak tahun 2017 lalu telah dikembangkan model pelatihan


kewirausahaan bagi mahasiswa Universitas Negeri Padang khususnya
para mahasiswa pemenang hibah Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) yang diberikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Model pelatihan tersebut
bernama Smart Entrepreneur Model disingkat dengan SEM. Model
SEM memiliki langkah-langkah yang telah melalui revisi berulang kali
berdasarkan pada pendekatan yang dilakukan saat proses penerapan
model.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 35


Ciri utama dari model ini adalah adanya penilaian karakter wirausaha
diawal dan diakhir pelatihan menggunakan satu instrumen khusus
dalam suatu website. Pelatihan dilakukan dengan menggunakan
metode mentoring saat proses kegiatan wirausaha berlangsung.
Kegiatan pelatihan dilakukan dalam waktu yang relatif lama (4 sampai
5 bulan), aktivitas wirausaha yang dilakukan peserta pelatihan
diawasi dan dibina untuk menghasilkan usaha yang layak dikatakan
sebagai wirausaha mandiri dengan ciri memiliki manajemen usaha,
manajemen penjualan dan laporan keuangan yang bersih, usaha
mampu bertahan dan memiliki intensitas pertubuhan dan
perkembangan kearah yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Melalui pementoran yang dilakukan diharapkan peserta terampil


dalam melaksanakan aktivitas usahanya. Model pelatihan SEM
mendapatkan perhatian untuk dijadikan role model pelatihan
kewirausahaan bagi mahasiswa dikalangan Universitas Negeri Padang
dan diharapkan dapat menjadi model pelatihan yang digunakan oleh
perguruan tinggi lainnya. Pada bagian berikutnya penjelasan tentang
Smart Entrepreneur Model (SEM) akan dijelaskan pada satu bagian
berikutnya pada buku ini.

36 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB IV
KARAKTER WIRAUSAHA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Selain dari karakter-karakter yang dikemukakan pada BAB sebelumnya,


seiring dengan perkembangan teknologi informasi, maka saat ini
wirausaha juga harus memiliki kemampuan yang berbasiskan kemampuan
literasi baru era revolusi industri 4.0. Bahwa seorang wirausaha
hendaknya mampu menyesuaikan kemampuannya dengan kebutuhan
penggunaan dan pemanfaatan media informasi untuk berwirausaha.

a. Karakter Wirausaha Milenial di Abad 21


Menjalankan karir sebagai wirausaha di abad 21 terdapat beberapa
karakter yang harus dimiliki seseorang agar dapat sukses dan berhasil
mencapai tujuan usahanya. Sesuai dengan perkembangan
perniagaan di era globalisasi, lahir pula paradigma wirausaha internet
yang dengan kekhususannya menjalankan usaha melalui media
internet dituntut untuk memiliki beberapa karakter mumpuni selain
dari beberapa karakter yang telah dikemukakan sebelumnya.

Berikut beberapa karakter yang harus dimiliki wirausaha internet


dikemukakan Muharika & Mulyani (2019):
1. Passion yang kuat pada produk yang dijualnya
Passion adalah kegandrungan, kesukaan atau kegairahan yang
menimbulkan semangat, rasa tidak pernah bosan pada suatu
objek. Passion sering juga disebut dengan minat. Karakter
memiliki passion yang kuat untuk melaksanakan bisnis melalui
internet membuat seorang wirausaha rela mengorbankan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 37


waktu, tenaga dan biaya dengan tanpa keluhan. Dengan
memiliki passion maka motivasi untuk melaksanakan usaha akan
lebih tinggi, tidak menghitung untung rugi, hanya untuk
memuaskan hasrat terlibat dengan hal yang disenangi.

2. Memahami keinginan orang lain (Empati).


Wirausaha internet harus memiliki karakter empati, hal ini
bertujuan agar apa yang dibutuhkan, keinginan dan perilaku apa
yang diharapkan orang lain untuk diberikan, dapat dilakukan
oleh wirausaha internet. Setiap orang suka dilayani dengan baik,
dengan cepat dan tidak memiliki keraguan. Maka empati ini
dapat membuat sukses seorang wirausaha internet, karena
kecenderungan untuk mengabaikan orang lain akan rendah dan
mewujudkan keinginan pelanggan dengan pelayanan prima akan
terwujud. Hal ini terkait dengan kekhawatiran yang dapat
dirasakan pelanggan atas jarak antara penjual dan pembeli yang
melakukan transaksi melalui dunia maya.

3. Kemampuan meyakinkan orang lain dengan Komunikasi.


Iklan produk yang menarik tidak cukup menjamin seseorang
memutuskan untuk berbelanja. Maka komunikasi yang terjalin
antara wirausaha dan konsumen akan mampu mewujudkan
transaksi. Kemampuan meyakinkan ini tidak lepas dari
pengetahuan yang dimiliki tentang produk yang dijual.

4. Kejujuran.
Konsep sifat kejujuran adalah perilaku utama dari setiap manusia
terutama para pebisnis. Perilaku jujur adalah point penting
untuk seorang wirausaha sukses. Begitu mudah untuk seorang
pelanggan memutuskan untuk memberikan skor reputasi yang

38 | Model Pelatihan Kewirausahaan


buruk pada wirausaha karena menemukan kebohongan, janji
yang tidak ditepati, spesifikasi produk yang diterima konsumen
tidak sesuai dengan visualisasi didalam iklan melalui internet.

5. Inovatif.
Gagasan yang muncul harus diwujudkan dalam ide dan perilaku
inovatif. Keunikan dan keberbedaan memberikan informasi dan
produk memudahkan wirausaha internet mendapatkan peluang.
Dengan kata kunci unik dan spesifik pada situs dari lapak
perniagaan yang dimiliki maka kemungkinan kunjungan akan
lebih meningkat.

6. Visioner.
Memiliki pemikiran dan keinginan serta cara pandang yang
matang untuk karir wirausaha yang dilakukannya melalui
internet. Hal ini akan memunculkan perilaku kreatif dan tidak
cepat puas dengan keadaan.

7. Fokus.
Memiliki komitmen untuk fokus meskipun wirausaha internet
tidak terikat waktu dan jadwal bekerja, namun mendisiplinkan
diri untuk fokus pada bisnis yang dikerjakan harus dilakukan.

b. Perubahan Paradigma Belajar Kewirausahaan di


Abad 21
Kecenderungan perubahan konsep berwirausaha di abad 21 dengan
wirausaha cara lama akhirnya mendapat perhatian dari praktisi bisnis
yang menjadi pelaku dalam kegiatan wirausaha abad 21. Perubahan
yang harus disikapi dengan tindakan penyesuaian cara berfikir dan
bertindak dalam melakukan bisnis saat ini banyak menjadi

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 39


perbincangan. Dalam jalur pendidikan formal, melakukan suatu
perubahan bukanlah suatu hal yang mudah, meskipun akademisi
telah menyadari bahwa perubahan harus dilakukan.

Pengembangan metode belajar, pengembangan materi ajar, model


pembelajaran dari pendekatan berbasis pendidikan menjadi berbasis
peserta didik yang aktif mengembangkan kemampuannya melalui
belajar diupayakan oleh para akademisi. Namun kompleksitas
instruksional pada jalur pendidikan formal membuat perubahan
bukan suatu yang mudah untuk diterapkan. Saat ini sebagian besar
dosen-dosen kewirausahaan masih menggunakan cara pembelajaran
ataupun materi lama tentang ilmu wirausaha.

Jika diamati lebih lanjut, penulis merasakan adanya suatu bentuk


ketidaksesuaian (un relevansi) antara kemampuan yang dibutuhkan
dengan kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki oleh peserta
didik dalam melaksanakan pembelajaran kewirausahaan. Akibatnya
tentu saja kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan aktivitas
wirausaha hanya sebatas teoritis lama yang tidak terpakai dalam
berwirausaha dizamannya. Meskipun diharapkan dosen memberikan
kontribusi yang berarti dalam memberikan kemampuan wirausaha
diabad 21 ini, namun terkadang keterbatasan dosen dalam
memahami konsep pendidikan kewirausahaan para milenial ini
memang diakui lebih banyak di kuasa oleh kaum muda yang menjadi
pelaku kegiatan wirausaha. Oleh sebab itu, solusi yang ditawarkan
oleh kampus-kampus yang memiliki pemikiran yang lebih maju
tentang wirausaha abad 21 adalah melakukan pelatihan-pelatihan
wirausaha untuk para milenial.

40 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Saat ini pasar lebih mudah di temui d internet, mengalahkan
keramaian dibazar-bazar atau pasar. Karena itu cara menggaet
pasarpun harusnya dirubah. Mahasiswa akhirnya membutuhkan
kemampuan bagaimana mengenal pasar melalui internet, bagaimana
memasuki pasar internet, berselancar dengan internet untuk
mendapatkan closing (transaksi) yang menguntungkan. Beberapa trik
atau cara melakukan bisnis melalui internet banyak beredar dan
ditawarkan melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan abad 21.
Namun keterbatasan kemampuan dari segi biaya ataupun waktu yang
dimiliki mahasiswa membuat mereka tidak mampu mengikuti
pelatihan yang ditawarkan dengan harga yang relatif mahal.
Sedangkan mahasiswa membutuhkan kemampuan tersebut
dibutuhkan untuk bertahan di abad milenial untuk seorang
wirausaha.

Pelatihan kewirausahaan abad 21 pada dasarnya untuk memberikan


kemampuan kepada peserta untuk mampu bersaing di abad 21.
Kampus-kampus semestinya menyadari bahwa ini adalah perubahan
yang harus disikapi dengan tindakan dan perubahan. Jika program
pembelajaran belum sesegera mungkin dapat disesuaikan dengan
kebutuhan para wirausaha, maka melakukan pelatihan untuk
memiliki kemampuan wirausaha abad 21 harus dilakukan.

Keterbukaan kampus-kampus dalam menggandeng praktisi untuk


melibatkan diri mensukseskan program pendidikan kewirausahaan
dengan merangkul pelaku-pelaku bisnis abad 21 melalui
penyelenggaraan pelatihan-pelatihan wirausaha milenial di kampus-

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 41


kampus adalah hal yang penting. Relevansi pendidikan untuk
menyesuaikan kebutuhan wirausaha abad 21 selayaknya mendapat
perhatian dan pemikiran kritis dari pemangku kebijakan. Tidak hanya
itu dosen-dosen kewirausahaan harus senantiasa membuka diri
untuk mencari dan menggali kemampuan yang terkait dengan
kebutuhan mahasiswa dalam belajar tentang wirausaha abad 21, agar
terjadi pencapaian tujuan pembelajaran yang optimal.

c. Literasi Baru Wirausaha Abad 21


Gerakan literasi baru dimaksudkan untuk fokus pada tiga literasi
utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi dan 3) literasi
manusia (Aoun, 2017 dalam Yahya, 2018). Ketiga keterampilan ini
diprediksi merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam
masa depan atau di era revolusi industri 4.0. Literasi baru yang
disediakan diharapkan dapat menciptakan lulusan yang kompetitif
dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya berfokus
pada peningkatan kemampuan membaca, menulis dan matematika.

Setyawan (2018) merumuskan keterampilan yang dibutuhkan dalam


revolusi industri 4.0 yaitu 1) Information, Media and Technology
Skills: Media Literacy, Visual Literacy, Multicultural Literacy, Global
Awareness, Technological Literacy, 2) Learning and Innovation:
Complex Problem Solving, Creativity, Curiosity, Risk Taking, 3) Life and
Career Skills. Literasi baru dirumuskan agar lulusan perguruan tinggi
bisa kompetitif dalam menghadapi tantangan era globalisasi, maka
langkah strategis adalah dengan melakukan pembenahan kurikulum
berorientasi literasi baru, karena dengan adanya Era Revolusi Industri
4.0, literasi lama (membaca, menulis, & matematika) sebagai modal

42 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dasar untuk berkiprah di masyarakat tidak lagi mencukupi, namun
harus didukung oleh literasi baru yakni big data, teknologi, dan
humanity.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa literasi teknologi


merupakan kemampuan yang dimiliki berupa penggabungan
beberapa kemampuan dalam mengenal, mengolah dan
menggunakan serta mengevaluasi teknologi sehingga seseorang
dapat memiliki kesadaran dan kualitas yang lebih integrative terkait
dengan penyebaran keterampilan dan kompetensi dalam konteks
tugas dan kewajiban pada masyarakat. Karena untuk pengembangan
berbagai keterampilan yang dibutuhkan, peserta didik dapat
memahami cakupan saluran informasi dan sumber daya untuk
mendapatkan kepercayaan dalam memiliki akurasi, keandalan, dan
ketepatan informasi yang diperoleh, memiliki kontrol lebih besar atas
kemampuan sendiri dalam belajar.

d. Aktivitas Literasi Big Data Wirausaha


Pengguna Jasa Internet Indonesia pada tahun 2017 mengungkapkan,
dari segi pengguna Big Data, misalnya, jaringan sosial media
Facebook pada tahun 2012 saja telah memiliki jumlah pengguna
mencapai 1 miliar pengguna, dan menangani 350 juta unggahan foto,
4,5 miliar like dan 10 miliar pesan setiap hari. Artinya bahwa jejaring
sosial media ini menyimpan data lebih dari 100 petabytes untuk
kebutuhan analitik nya. Lemieux (2014) menyatakan bahwa Big data
berkaitan dengan (1) volume, (2) velositas (kecepatan data mengalir)
dan (3) varietas keberagaman data.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 43


Khan, dkk (2017) menyatakan bahwa big data merupakan integrasi
dari teknologi multi-disiplin dan memfasilitasi pelanggan dengan
menghadirkan layanan luar biasa untuk satu klik. Internet sebagai
penghubung melalui sistem jaringan dengan menambahkan
kemampuan komunikasi di setiap perangkat untuk terhubung ke
perangkat lain yang sama-sama mengakses Internet. Dengan
demikian kehadiran Big Data menimbulkan cakrawala dan peluang
baru untuk menyimpan dan mendapatkan data dengan lebih banyak.

Wirausaha abad 21 membutuhkan keterampilan dalam


menggunakan internet dalam aktivitas usahanya. Dapat diketahui
bahwa saat ini konsumen berkumpul di internet. Saat ini hampir 80%
manusia mendapatkan informasi tentang apa yang akan dibelinya
melalui internet. Hal ini menyebabkan wirausaha harus menguasai
aktivitas usaha menggunakan literasi big data. Aktivitas tersebut
adalah:
1) Melakukan sharing informasi usaha yang dimiliki melalui
internet. Wirausaha dapat menempatkan dirinya di internet,
segala informasi yang dibutuhkan oleh calon konsumen dapat
diberikan melalui big data. Informasi tersebut dapat berupa
company profil, info produk, promosi, dan pengetahuan yang
berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Biasanya
seorang calon pembeli akan mencari informasi tentang
kredibilitas usaha atau informasi tentang produk yang akan
dibeli melalui internet. Hal ini adalah cara mudah dalam
mempromosikan sesuatu, wirausaha dapat melakukan sharing
informasi melalui big data. Update tentang informasi secara
rutin adalah salah satu cara yang harus dilakukan.

44 | Model Pelatihan Kewirausahaan


2) Mendapatkan informasi dan akses data tentang usaha, seperti;
pemasok, target pasar, informasi tentang pesaing, aktivitas ini
disebut dengan download informasi. Seperti pihak lain
membutuhkan informasi tentang wirausaha maka demikian pula
wirausaha mendapatkan informasi tentang produk atau usaha
lain. Mendapatkan informasi melalui big data dinamakan dengan
aktivitas download.

3) Dokumentasi produk dengan aktivitas upload. Informasi yang


ingin dibagikan kepada pelanggan atau pihak yang menjadi
sasaran untuk mendapatkan informasi usaha dilakukan dengan
aktivitas upload. Data yang telah upload kemudian dapat di
sharing oleh pihak lain untuk menyebarluaskan. Untuk itu
berikanlah informasi usaha dengan benar dan tidak mengandung
unsur informasi yang berguna, menggunakan asas kebaikan
secara konten sehingga dapat memiliki manfaat. Informasi yang
di upload akan dengan mudah di sharing, hal ini menjadi satu
kebaikan dan keunggulan berbisnis menggunakan media
internet, kegiatan promosi lebih mudah dilakukan, namun sisi
buruknya informasi yang tidak baik tentang usaha yang dijalani
juga akan lebih mudah beredar.

e. Aktivitas Literasi Teknologi Wirausaha


Teknologi adalah bagian formatif dari masyarakat dan merupakan
faktor penting dalam kehidupan saat ini, bagi personal maupun bagi
professional. Teknologi memberikan pengaruh pada ekonomi,
lingkungan, budaya, kesehatan, memastikan perkembangan
berkelanjutan dan menjadi pusat inovasi dalam sebuah profesi.
Menurut Zinn (2014) Teknologi merespons tantangan sosial

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 45


mendasar dan menyediakan mobilitas, komunikasi dan inovasi,
teknologi mengubah kebiasaan manusia, gaya hidup dan proses kerja
yang menjadi berkah sekaligus beban dalam hidup manusia.

Teknologi tak terbantahkan memegang posisi kunci untuk perubahan


sosial dan menentukan bagaimana seseorang dan sekelompok orang
memandang dirinya dan dunia. Menurut Setyawan (2018) Literasi
teknologi adalah “Kemampuan seseorang untuk bekerja secara
independen maupun bekerjasama dengan orang lain secara efektif,
penuh tanggung jawab dan tepat dengan menggunakan instrumen
teknologi untuk mendapat, mengelola, kemudian mengintegrasikan,
mengevaluasi, membuat serta mengkomunikasikan informasi”.

Literasi teknologi dan media komunikasi dalam bagian skema pelangi


keterampilan abad 21 yang dikemukakan oleh Trilling dan Fadel
(2009) terdiri dari 1) Literasi informasi: peserta didik mampu
mengakses informasi secara efektif (sumber informasi) dan efisien
(waktunya); mengevaluasi informasi yang akan digunakan secara
kritis dan kompeten; menggunakan dan mengelola informasi secara
akurat dan efektif untuk mengatasi masalah. 2) Literasi media:
peserta didik mampu memilih dan mengembangkan media yang
digunakan untuk berkomunikasi. 3) Literasi ICT: peserta didik mampu
menganalisis media informasi; dan menciptakan media yang sesuai
untuk melakukan komunikasi.

Demikian juga dengan aktivitas wirausaha. Kemampuan literasi


informasi dapat dilihat dari bagaimana aktivitas wirausaha dalam
melakukan akses, evaluasi dan proses usahanya menggunakan media

46 | Model Pelatihan Kewirausahaan


informasi dengan berbagai bentuk media teknologi. Berikut aktivitas
literasi teknologi yang harus dikuasai oleh seorang wirausaha abad
21.
1) Literasi Digital
Gilster (1997) mengemukakan bahwa Literasi Digital adalah
kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari
berbagai sumber ketika disajikan melalui alat digital,
kemampuan untuk memahami bagaimana informasi dihasilkan
dan dikomunikasikan dalam berbagai bentuk melalui penciptaan
kerangka kerja kritis untuk retrieval, lembaga, evaluasi,
presentasi, dan menggunakan informasi menggunakan alat-alat
teknologi digital. Bawden (2008) mengemukakan konsep
tentang literasi digital dengan pemahaman bahwa literasi digital
merupakan kemampuan mengkombinasi berbagai jenis literasi
berdasarkan kompetensi komputer/informasi yang difokuskan
pada keterampilan untuk mengevaluasi informasi dan
mengumpulkan pengetahuan bersama dengan satu set
pemahaman dan sikap.

Dengan demikian konsep literasi digital teknologi diperluas dan


mencakup semua set keterampilan spesifik dan kompetensi yang
dibutuhkan untuk mencari, menemukan, mengevaluasi dan
menangani informasi dalam bentuk komputer. Tujuan dari
penguasaan literasi digital berdasarkan literasi media teknologi
informasi digital adalah:
a) Penguatan akses terhadap informasi usaha yang dilakukan
b) Mendukung dan menumbuh kembangkan informasi usaha
yang dimiliki

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 47


c) Mendapatkan dan memberikan inspirasi untuk
mengembangkan akses terhadap berbagai sumber
informasi usaha

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa literasi teknologi


merupakan kemampuan yang dimiliki berupa penggabungan
beberapa kemampuan dalam mengenal, mengolah dan
menggunakan serta mengevaluasi teknologi sehingga seseorang
dapat memiliki kesadaran dan kualitas yang lebih integrative
terkait dengan penyebaran keterampilan dan kompetensi dalam
konteks tugas dan kewajiban pada masyarakat.

f. Aktivitas Literasi Humanity Wirausaha


Tujuan pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan UNESCO
(2018) dalam bagan Lifelong Learning yang dirumuskan sebagai
pedoman agenda pembangun berkelanjutan yang bertujuan untuk
memenuhi tuntutan kepemimpinan global terdapat empat
kompetensi terkait dengan bagaimana seseorang dapat menghadapi
tantangan yang kompleks dengan empat kemampuan yakni Critical
thinking (berfikir kritis), Creativity (kreativitas), Communication
(komunikasi) dan Collaboration (kolaborasi). Empat kemampuan ini
menjadi indikator bagi seorang manusia diyakini secara humanity
dapat menaklukkan tantangan abad 21, empat kemampuan ini
disebut dengan competency 4C. Berikut uraian dari masing-masing
kompetensi dalam kaitan kemampuan seorang dalam berwirausaha:

1) Critical thinking (berpikir kritis)


Drake (2014) memiliki pandangan bahwa berfikir kritis adalah
kemampuan menyoroti tantangan, merancang pengalaman
belajar untuk mengatasi masalah lokal dan masalah dunia nyata

48 | Model Pelatihan Kewirausahaan


yang mungkin tidak ada jawaban yang jelas. Dalam kaitan
kemampuan berpikir kritis pada era revolusi industri 4.0 maka
berfikir kritis dapat dikombinasi dengan penggunaan media
digital dalam mendukung informasi yang didapat untuk berfikir.
Berpikir kritis menurut Bialik, dkk (2015) bentuk pemikiran kritis
“secara intelektual sebagai proses disiplin dalam konseptualisasi
aktif, terampil, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
dan/atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau
dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman, refleksi, alasan, atau
komunikasi, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan.
Seorang wirausaha yang memiliki kemampuan berfikir kritis akan
memiliki kemampuan untuk:
a) Mampu menggunakan penalaran induktif atau penalaran
deduktif dalam menganalisis suatu masalah. Masalah
adalah sumber inovasi untuk diselesaikan melalui suatu
pemikiran yang menjadi peluang usaha. Dengan menalar
masalah yang diharapi seseorang atau sekelompok orang,
maka seorang wirausaha dapat menghadirkan solusi, Solusi
yang ditawarkan tersebut adalah peluang berwirausaha.
Kemampuan berfikir kritis ini menjadi dasar analisis
kebutuhan dalam mengembangkan produk atau jasa yang
ditawakan kepada pengguna.
b) Menganalisis keterkaitan masing-masing bagian dari
keseluruhan untuk menghasilkan sistem yang kompleks.
Mengumpulkan informasi dan mengolahnya dengan kritis.
Fakta-fakta pendukung untuk dinalarkan dan menghasilkan
suatu keputusan kompleks. Seorang wirausaha harus
mampu berfikir kompleks, menelaah semua informasi

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 49


dengan objektif untuk mendapatkan suatu keputusan
terhadap usaha yang dijalaninya
c) Menganalisis dan mengevaluasi fakta-fakta. Informasi dan
fakta-fakta pendukung dianalisis dan dievaluasi. Menjadi
wirausaha yang berfikir kritis berarti mampu melihat
berdasarkan data objektif dan fakta yang benar untuk
dinilai, kepentingan-kepentingan khusus yang ada dalam
analisis data yang bersifat subjektivitas harus dihilangkan
atau diminimalisir, hal ini agar wirausaha tidak terjebak
pada pengambilan keputusan yang salah.
d) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis. Kesimpulan
yang baik akan dihadirkan ketiga data yang dianalisis tidak
memiliki unsur kepentingan sepihak. Wirausaha
menganalisis data sesuai dengan kenyataan, jika satu
keputusan layak untuk diambil adalah keputusan yang
berdasarkan fakta yang benar.
e) Menyelesaikan masalah yang tidak biasa/umum dengan
cara konvensional maupun inovatif. Ciri seorang wirausaha
yang mendasar adalah nilai kreativitas yang menghasilkan
gagasan inovatif. Memiliki kemampuan menalarkan ide
yang tidak mudah dipikirkan orang lain, berbeda namun
memiliki nilai lebih.

2) Creativity (kreativitas)
Kreativitas penting dalam pendidikan sebagai literasi dan kita
harus memperlakukan nya dengan status yang sama dengan
kompetensi lainnya, kesuksesan seorang individu adalah mereka
yang memiliki keterampilan kreatif, untuk menghasilkan visi
bagaimana mereka berniat menjadikan dunia tempat yang lebih

50 | Model Pelatihan Kewirausahaan


baik untuk semua orang, memiliki keterampilan intelektual
analitis, untuk menilai visi mereka dan orang lain, memiliki
keterampilan intelektual praktis, untuk melaksanakan visi dan
keterampilan untuk mampu membujuk dan mempengaruhi
orang-orang menerimanya.

Berdasarkan kajian teoritis mengenai kreativitas dalam


kompetensi abad 21 yang dikemukakan maka yang menjadi
indikator pengukur seorang wirausaha yang memiliki nilai kreatif
memiliki kemampuan mencakup:
a) Kemampuan untuk mengidentifikasi dan membingkai
masalah
b) Keterampilan yang diperlukan untuk memecah masalah
menjadi bagian-bagian sesuai komponennya
c) Kemampuan untuk menilai berbagai opsi yang tersedia
untuk mengatasi masalah
d) Kemampuan menciptakan ide baru untuk solusi dan
pemecahan masalah
e) Memperluas ide/konsep dasar untuk meningkatkan dan
memaksimalkan upaya kreatif
f) Mengembangkan dan menyampaikan ide baru kepada
orang lain secara efektif
g) Mengaplikasikan ide kreatif sebagai kontribusi nyata dalam
kehidupan.

Jika ditemukan kemampuan-kemampuan tersebut dalam diri


seorang wirausaha, maka mengindikasi bahwa seseorang
tersebut mampu bersaing diabad 21. Memiliki keunggulan,
keberbedaan dengan nilai lebih, keterampilan menalarkan dan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 51


memecahkan masalah dengan ide yang inovatif merupakan ciri
karakter wirausaha sukses abad 21.

3) Communication (komunikasi)
Komunikasi dalam konteks abad ke-21 merujuk tidak hanya pada
kemampuan untuk “berkomunikasi secara efektif, lisan, tertulis,
dan dengan berbagai alat digital” tetapi juga terkait dengan
keterampilan mendengarkan (Fullan, 2013). Meskipun saat ini
diketahui bahwa hanya beberapa profesi yang didasari
kemampuan dalam komunikasi (seperti terapis, pembicara
publik, customer service), namun pada dasarnya semua profesi
memerlukan berbagai bentuk aktivitas komunikasi seperti:
negosiasi, memberikan instruksi, memberi nasihat, membangun
hubungan, menyelesaikan konflik, dan sebagainya (Hobbs,
2015).

Aktivitas dalam menerapkan literasi komunikasi abad 21 bagi


seorang wirausaha tidak cukup hanya komunikasi lisan.
Kemampuan mengkomunikasikan suatu informasi kepada
pelanggan juga dengan menggunakan media berbasis ICT
menuntut seseorang mahir dalam berkomunikasi dengan
tulisan. Bagaimana menghadirkan informasi dengan tulisan,
membranding dan membingkai informasi dengan menarik dan
menimbulkan kesan di hati pembaca adalah satu ilmu yang harus
di kuasa wirausaha abad 21.

Beberapa kemampuan komunikasi wirausaha abad 21 adalah:


a) Kemampuan dalam mengungkapkan pikiran atau ide
melalui lisan, tulisan atau nonverbal.

52 | Model Pelatihan Kewirausahaan


b) Kemampuan untuk menggunakan media komunikasi untuk
berbagai kebutuhan, seperti komunikasi yang bertujuan
untuk menginformasikan, menginstruksikan, memotivasi
atau mengajak
c) Kemampuan menggunakan berbagai media atau teknologi
dalam berkomunikasi untuk tujuan usaha
d) Kemampuan membangun hubungan (link) melalui media
komunikasi dengan kemampuan mengungkapkan pesan
dengan benar.

4) Collaboration (kolaborasi)
Berkolaborasi adalah kebutuhan manusia. Tidak seorang dapat
menghindari diri dapat berhubungan dengan orang lain, hal ini
adalah bagian dimensi yang ada didalam diri manusia yaitu
dimensi sosial. Alber (2012) mengemukakan bahwa kegiatan
kolaborasi dilakukan dengan menetapkan perjanjian kelompok
dan pertanggungjawaban untuk tugas-tugas yang ditugaskan,
menentukan tahapan untuk pembagian kerja dan bersinergi
dalam kelompok sebagai upaya mencapai tujuan bersama.

Mengajarkan kolaborasi harus memiliki kegiatan yang mengasah


keterampilan mendengarkan yang memungkinkan terciptanya
ruang di mana ide bisa dibagikan, diterima, dan diterapkan,
mengajar seni mengajukan pertanyaan yang baik, terbuka dan
pertanyaan yang merangsang pemikiran memfasilitasi perluasan
pengetahuan dan membantu kemajuan menuju optimal solusi.
Alber (2012), menunjukkan keterampilan negosiasi,
mendengarkan, fleksibilitas, mengartikulasikan poin
kesepakatan, dan mempertahankan kemampuan untuk berpikir

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 53


jernih di bawah tekanan sangat penting dalam kolaborasi
apapun situasi yang dihadapi dalam pembelajaran.

Sesuai dengan kajian yang telah dikemukakan terkait dengan


kemampuan kolaborasi yang menjadi bagian literasi humanity
pada era revolusi industri 4.0 maka dapat dirumuskan indikator
yang menjadi dasar penilaian kemampuan berkolaborasi
seorang wirausaha sukses abad 21 adalah:
a) Kemampuan bekerja sama dalam tim, usaha yang dilakukan
tidak dapat dilakukan tanpa bantuan dan kerjasama dari
orang lain. Usaha tidak hanya untuk diri sendiri tetapi
mampu berkontribusi untuk memberikan kesempatan
kepada orang lain.
b) Kemampuan menggunakan keterampilan jejaring sosial.
Jaringan sosial online maupun offline aka memberikan
peluang berkembang bagi usaha. Jaringan dapat dibangun
dengan kolaborasi yang baik. Tidak semua kemampuan
dikuasai oleh satu orang, namun dukungan kemampuan
orang lain akan mampu menghebatkan usaha yang
dilakukan.
c) Kemampuan menunjukkan empati dalam bekerja dengan
orang lain dalam lingkungan yang beragam, mampu
menghadapi lingkungan dengan personal yang berbeda-
beda, melakukan penyesuaian diri menghadapi perilaku dan
karakter yang beragam
d) Kemampuan bekerjasama secara digital dan berkontribusi
pada basis pengetahuan kolektif, baik dalam jarak jauh
maupun dalam satu lingkungan yang sama.

54 | Model Pelatihan Kewirausahaan


e) Kemampuan dalam memecahkan masalah bersama untuk
membuat keputusan yang lebih baik
f) Kemampuan untuk menetapkan perjanjian kelompok dalam
usaha yang dilakukan
g) Kemampuan bertanggungjawab untuk tugas-tugas yang
dibebankan dalam usaha
h) Kemampuan menentukan tahapan untuk pembagian kerja
dan bersinergi dalam kelompok
i) Keterampilan mendengarkan yang memungkinkan
terciptanya ruang di mana ide bisa dibagikan, diterima, dan
diterapkan
j) Menunjukkan keterampilan negosiasi, memiliki fleksibilitas,
mengartikulasikan poin kesepakatan
k) Mempertahankan kemampuan untuk berpikir jernih di
bawah tekanan

g. Pelatihan Wirausaha dalam Membentuk Karakter


Wirausaha Abad 21
Telah dijelaskan bahwa perlu dilakukan penyesuaian kemampuan
manusia abad 21 yang memiliki karakter unggul bersaing dan
memenangkan tantangan berwirausaha di era digital ini. Untuk
menyesuaikan kebutuhan akan tuntutan karakter wirausaha abad 21
ini maka pelatihan wirausaha adalah cara praktis untuk mencapainya.
Pelatihan kewirausahaan berbasis karakter unggul era revolusi
industri 4.0 saat ini telah banyak diupayakan untuk dilakukan.

Beberapa karakter unggul abad 21 yang perlu dilatih melalui


pelatihan wirausaha saat ini harus mampu memfasilitasi kebutuhan
peserta pelatihan akan kemampuan-kemampuan wirausaha di era

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 55


revolusi industri 4.0 ini. Metode-metode pelatihan bermunculan
dengan keunggulan masing-masing. Wirausaha yang membutuhkan
kemampuan dalam melaksanakan usaha berbasis teknologi tidak
hanya terkait dengan penggunaan media informasi saja, namun
bagaimana melakukan pendekatan pemasaran dan promosi dengan
beriklan di media sosial, dan yang tidak kalah penting adalah
bagaimana membangun branding untuk membuat persepsi
masyarakat tentang usaha yang dilakukan.

56 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Bagian 2
MODEL PELATIHAN
KEWIRAUSAHAAN
Pertumbuhan jumlah wirausaha memiliki dampak luar biasa pada perkembangan
ekonomi suatu negara. Kewirausahaan dipandang sebagai solusi untuk perubahan cepat tuntutan
akan ekonomi di seluruh dunia dan telah diakui sebagai jalan menuju pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan. Pentingnya keberadaan wirausaha pada suatu negara selayaknya diiringi dengan
perhatian pada program kewirausahaan melalui jalur pendidikan. Salah satu upaya dalam
mencapai tujuan ekonomi global adalah dengan memperhatikan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan kewirausahaan.

Banyak negara mengembangkan program pendidikan dan pelatihan kewirausahaan


dengan berbagai inovasi dan keunggulan. Tujuan pengembangan disesuaikan dengan masalah
dan kebutuhan spesifik dengan lingkungannya. Pembentukan karakter, mengarahkan perilaku
dan aktivitas wirausaha untuk memulai usaha, mengembangkan dan bertahan dalam usaha
adalah beberapa target kemampuan yang diharapkan dalam program kewirausahaan.

Dikembangkannya model pelatihan kewirausahaan sebagai patron untuk mengarahkan


pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang dilakukan. Model mengacu kepada ciri yang
dikemukakan yakni tujuan, adanya fase (sintaktis), strategi pembelajaran, factor pendukung dan
adanya dampak dari pelaksanaan model. Bagian 2 ini menjelaskan tentang konsep model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pelatihan kewirausahaan, program-program
kewirausahaan di beberapa belahan dunia dan model-model pelatihan kewirausahaan di
beberapa universitas.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 57


BAB V
MODEL PELATIHAN

Perguruan Tinggi memiliki tiga peran penting dalam pendidikan


kewirausahaan. Pertama, perguruan tinggi sebagai fasilitator budaya
kewirausahaan, yaitu fokus yang kuat pada pendidikan kewirausahaan
serta membantu mempromosikan budaya kewirausahaan. Kedua
perguruan tinggi sebagai mediator keterampilan, yaitu mahasiswa
kewirausahaan mampu mengejar karir kewirausahaannya dengan
dilengkapi seperangkat keterampilan. Ketiga, perguruan tinggi sebagai
lokomotif pengembangan bisnis regional, yaitu mendorong universitas
berelasi dengan pemegang kepentingan lainnya dalam lingkup
kewirausahaan. Universitas juga memfasilitasi penciptaan kebijakan
regional dan infrastruktur kewirausahaan yang menguntungkan. Pada
hakikatnya, tujuan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi, bukan
sekedar mencetak pencari kerja tetapi juga sebagai pencipta lapangan
kerja.

a. Pengertian Model
Model secara harfiah berarti “bentuk”, dalam pemakaian secara
umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan
pengukurannya yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan
menurut Suprijono (2012), “Model diartikan sebagai bentuk
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu”.

58 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
mempresentasikan sesuatu hal, sesuatu yang nyata dan dikonversi
pada suatu bentuk yang lebih komprehensif. Model dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, ukuran dan gaya. Model
bukanlah objek yang sesungguhnya melainkan hasil konstruksi
manusia yang dapat membantu memahami sistem yang ada (Mayer,
W.J. 1985). Berdasarkan teori yang disampaikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa definisi model adalah sesuatu yang
menggambarkan sebuah pola dengan menggunakan sistem atau
gagasan dengan cara sederhana antara satu konsep dengan konsep
yang lainnya.

b. Teori Model Pembelajaran dan Pelatihan


Sagala (2005) mengemukakan bahwa Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Suprijono (2012)
menyatakan bahwa Model pembelajaran ialah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
maupun tutorial. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu.

Dalam kajian lainnya terdapat pula definisi mengenai Model


pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Rahyubi (2012) Model

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 59


pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Joyce et. al (2009)
menyatakan bahwa saat seorang pendidik membantu siswa
memperoleh informasi, gagasan, skill, nilai, cara berfikir dan tujuan
mengekspresikan diri mereka sendiri, kita sebenarnya tengah
mengajari mereka untuk belajar, mengajar yang sesungguhnya
adalah mengajarkan siswa bagaimana belajar. Menurut Arends
(2008) konsep model pembelajaran lebih luas dari konsep strategi
maupun metode pembelajaran.

Dengan demikian dalam mengembangkan suatu Model Pembelajaran


menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tersusun
secara sistematis dan telah teruji melalui penelitian untuk mencapai
hasil belajar berupa kompetensi yang spesifik untuk model-model
tersebut. Melalui model mengajar, seorang pendidik dapat
merangsang serta meningkatkan jalannya kualitas proses
pembelajaran agar tujuan pembelajaran lebih efektif dapat dicapai.
Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pendidik selama pembelajaran berlangsung.
Setiap pendidik akan memiliki alasan-alasan penunjang mengapa
mereka melakukan suatu model pembelajaran

Joyce et al. (2009) mendefinisikan model pembelajaran sebagai


berikut: A model of teaching is a plan or pattern that we can use to
design face to face teaching in classrooms or tutorial settings and to
shape instructional materials-including books, films, tapes, and
computer-mediated programs and curriculums (long term courses of

60 | Model Pelatihan Kewirausahaan


study). Sedangkan Arends (2008:24) mengemukakan: “Models of
teaching is an overall plan, or pattern, for helping students to learn
spesific kinds of knowledge, attitudes, or skills.

Dengan demikian setiap model pembelajaran berfungsi memberikan


arah dalam pendesainan pembelajaran dalam rangka membantu
peserta didik mencapai berbagai tujuan dan/atau kompetensi.
Berdasarkan kajian mengenai Model Pembelajaran yang penulis
kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang menjadi
petunjuk bagi seorang pendidik dalam melakukan pembelajaran,
Model pembelajaran memiliki sistematika tersusun yang telah teruji
melalui hasil penelitian untuk mencapai hasil belajar berupa
kompetensi yang spesifik untuk model-model tersebut. Seorang
pendidik harus memiliki alasan mengapa suatu Model pembelajaran
yang dipilih dan menjamin bahwa Model pembelajaran yang
diterapkan efektif menunjang keberhasilan pendidik dalam mengajak
peserta didik memahami suatu masalah melalui semua tahap proses
belajar yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Dalam kajian penelitian model pembelajaran yang dikemukakan


dikembangkan menjadi Model Pelatihan, karena pada hakekatnya
pelatihan merupakan suatu proses pembelajaran yang sama-sama
bertujuan untuk memberikan dan membekali peserta didik untuk
meningkatkan kemampuan dan memungkinkan peserta didik untuk
melakukan perubahan perilaku. Oleh karena itu dalam melakukan
suatu pelatihan maka tetap dibutuhkan suatu Model Pembelajaran

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 61


yang dapat menjadi patrom (panduan) dalam melaksanakan proses
pelatihan.

Pengembangan suatu model pelatihan Kewirausahaan menjadi


sebuah kerangka konseptual yang menjadi petunjuk bagi pelatih atau
instruktur dalam melakukan pelatihan, yang memiliki sistematika
tersusun. Pengujian Model Pelatihan ini akan dilaksanakan pada
tahun kedua penelitian. Sedangkan pada tahun pertama penelitian ini
Model Pelatihan Kewirausahaan yang dilakukan untuk
mengembangkan kerangka konsep model pelatihan beserta
perangkat yang digunakan dalam menerapkan pelatihan
kewirausahaan.

Layaknya sebuah patron pembelajaran, suatu model pelatihan


Kewirausahaan memiliki spesifikasi sehingga dapat dicirikan sebagai
sebuah Model. Hal ini bertujuan untuk dapat membedakan antara
Model pembelajaran dan strategi serta Metode pembelajaran.
Arends (2008:259) menyatakan bahwa: Model Pembelajaran
memiliki beberapa atribut yang tidak dimiliki beberapa strategi dan
metode pembelajaran yang spesifik. Atribut sebuah Model adalah
basis teoritis yang koheren atau sebuah sudut pandang tentang apa
yang seharusnya dipelajari dan bagaimana mereka belajar, model
pembelajaran merekomendasikan berbagai perilaku mengajar dan
struktur kelas yang dibutuhkan untuk mewujudkan berbagai tipe
pembelajaran yang berbeda. Model pembelajaran memiliki sebuah
sintaksis model yaitu aliran kegiatan belajar secara keseluruhan.

62 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Setiawan (2009) mengidentifikasi lima karakteristik suatu model
pembelajaran yang baik, yang meliputi:
1) Prosedur ilmiah Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu
prosedur yang sistematik untuk mengubah tingkah laku peserta
didik atau memiliki sintaks yang merupakan urutan langkah-
langkah pembelajaran yang dilakukan guru-peserta didik.
2) Spesifikasi hasil belajar yang direncanakan Suatu model
pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara rinci
mengenai penampilan peserta didik.
3) Spesifikasi lingkungan belajar Suatu model pembelajaran
menyebutkan secara tegas kondisi lingkungan di mana respon
peserta didik diobservasi.
4) Kriteria penampilan Suatu model pembelajaran merujuk pada
kriteria penerimaan penampilan yang diharapkan dari para
peserta didik. Model pembelajaran merencanakan tingkah laku
yang diharapkan dari peserta didik yang dapat didemonstrasikan
nya setelah langkahlangkah mengajar tertentu.
5) Cara-cara pelaksanaannya Semua model pembelajaran
menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksi peserta
didik dan interaksinya dengan lingkungan.

Eggen (2012) menyatakan cirri-ciri Model Pembelajaran memiliki tiga


cirri utama yaitu tujuan, fase dan fondasi, lebih lengkap Eggen
mendeskripsikan dalam gambar berikut:

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 63


Gambar 1 Ciri-ciri Model Pembelajaran
Sumber: Eggen (2012)

Berdasarkan kerangka model pembelajaran Arends (2008) model


pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
peserta didik, antara lain sebagai berikut:
1) Rasional teoretik; landasan berpikir bagaimana hakikat peserta
didik dapat belajar dengan baik.
2) Sintaks, bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru.
3) Prinsip interaksi; bagaimana guru memposisikan diri terhadap
siswa, maupun sumber-sumber belajar.
4) Sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam
komunitas belajar.
5) Dampak pembelajaran bagaimana hasil dan dampak
pembelajaran yang diharapkan baik dampak instruksional
(instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant
effect).

Berdasarkan kajian teori mengenai ciri-ciri yang menjadi karakteristik


suatu Model pembelajaran, seorang pendidik dapat merancang
Model pembelajaran yang digunakan untuk mengajar.

64 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Pengembangan Model pembelajaran mengacu kepada cirri yang
dikemukakan yakni tujuan, adanya fase (sintaktis), strategi
pembelajaran, factor pendukung dan adanya dampak dari
pelaksanaan Model. Dosen sebagai perancang pembelajaran harus
mampu mendisain seperti apa pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Demikian pula dengan model pelatihan, mengacu kepada model


pembelajaran, seperti yang telah dikemukakan bahwa pada
hakekatnya pembelajaran dan pelatihan merupakan suatu proses
untuk mencapai satu tujuan instruksional untuk satu kemampuan
tertentu. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan tujuan dari
pembelajaran dengan pelatihan. Namun pada dasarnya suatu
pelatihan merupakan proses membelajarkan peserta. Dengan
demikian model pembelajaran yang dikemukakan di atas dapat
digunakan dalam melaksanakan pelatihan sebagai suatu proses
pembelajaran.

c. Hakekat Pelatihan
Hakekatnya pelatihan dan pendidikan mempunyai tujuan yang sama
yaitu bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
agar dapat memperoleh manfaat dari kegiatan pelatihan atau
pendidikan yang dilakukannya. Menurut Sulchan (2007) Pelatihan
adalah suatu upaya dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia, oleh karena itu pelatihan kerja merupakan bagian dari suatu
proses pendidikan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemampuan atau keterampilan tertentu pada seseorang atau
kelompok orang.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 65


Hamalik (2013), menyatakan bahwa pelatihan adalah suatu proses
yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan
dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga
kerja yang dilakukan oleh tenaga professional kepelatihan dalam
satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja
peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan
efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi“.
Sastrohadiwiryo (2003) menyatakan bahwa pelatihan merupakan
proses membantu para tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas
dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang
melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan,
kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak.

Sedangkan Hasibuan (2000), menyatakan latihan adalah “suatu


proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur
yang sistematis dan terorganisasi, sehingga karyawan operasional
belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan
tertentu”. Pengertian yang lebih mendasar tentang latihan ini,
dikemukakan oleh Moenir (2008) yang mengemukakan bahwa
Latihan berorientasi pada “Praktek“ dan lebih banyak dilakukan
terhadap kecakapan, kecekatan dan keterampilan menggunakan
anggota badan atau alat kerja.

Moekijat (2010) mendefinisikan pelatihan sebagai suatu bagian


pendidikan yang berkaitan dengan proses belajar untuk memperoleh
dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang
berlaku dalam waktu yang relative singkat dan dengan metode yang
lebih mengutamakan praktek ketimbang teori. Pernyataan diatas

66 | Model Pelatihan Kewirausahaan


didukung Yoder (1962:368) yang mendefinisikan pelatihan sebagai
upaya mendidik dalam arti sempit terutama dilakukan dengan cara
instruksi, berlatih, dan sikap disiplin.

Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang


menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi
maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu
rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan
sumber daya manusia yang didalamnya terjadi proses perencanaan,
penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses
pengembangan, manusia dapat diberdayakan secara maksimal
sehingga yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia tersebut dapat terpenuhi.

Pendidikan dan pelatihan merupakan proses kegiatan pembelajaran


yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber
kepada penerima, walaupun demikian perbedaan keduanya akan
terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut.
Pendidikan umum (formal) berkaitan dengan mata pelajaran secara
konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap
dan falsafah pribadi seseorang. Pelatihan lebih menitik beratkan pada
kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam
menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitikberatkan pada
pengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan
lingkungan sedangkan pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan
mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada keterampilan yang
bersifat motorik dan mekanistik (Halim, 1993:3).

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 67


Kenneth Robinson (1981) yang dikutip Sudirman (2001:20)
mengemukakan bahwa “Training, Therefore we are seeking by any
instructional or experiential means to develop a person behavior
patterns in the areas of knowledge, skill or attitude in order to
achievea disered, standar”. Pendapat di atas menerangkan bahwa
pelatihan merupakan wadah untuk mengembangkan pola-pola
perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan, keterampilan atau
sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Pendapat lain
disampaikan oleh Michael J. Jacius (1986:296) yang dikutip oleh
Moekijat (1993:2) mendefinisikan pelatihan sebagai suatu proses
peningkatan sikap, kemampuan dan kecakapan dari para pekerja
untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Diketahui bahwa
pendapat di atas menerangkan bahwa pelatihan sebagai suatu proses
membantu peserta belajar untuk memperoleh keefektifan dalam
melakukan pekerjaan mereka baik pada saat sekarang maupun masa
yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran,
kecakapan, pengetahuan, dan sikap.

Hasil penyelenggaraan program pelatihan adalah penguasaan


kompetensi, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang sebelumnya
tidak dikuasai oleh peserta. Pelatihan dapat menciptakan
pengalaman belajar yang sengaja dirancang agar dapat membantu
peserta dalam menguasai kompetensi yang tidak dimiliki
sebelumnya.

Dengan demikian pelatihan ialah suatu upaya yang dilakukan untuk


memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dilaksanakan dalam waktu relatif singkat bertujuan untuk

68 | Model Pelatihan Kewirausahaan


meningkatkan kinerja seseorang. Penyelenggaraan program
pelatihan berfokus pada pemberian pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan oleh karyawan untuk melakukan tugas dan
pekerjaan secara efektif dan efisien. Melalui kegiatan pelatihan para
mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya sehingga dapat memberikan kontribusi yang tinggi
terhadap produktivitas suatu universitas. Dengan meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil pelatihan maka
seseorang tersebut akan semakin matang dalam menghadapi semua
perubahan dan perkembangan yang dihadapi.

d. Tujuan Pelaksanaan Pelatihan


Pelaksanaan pelatihan bertujuan sebagai usaha untuk memperbaiki
dan mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan, sesuai
dari keinginan individu, masyarakat, maupun lembaga yang
bersangkutan. Hasil yang diharapkan ialah nantinya pelaksanaan
pelatihan tidak terbatas hanya untuk mengembangkan keterampilan
dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan dengan harapan bahwa
peserta pelatihan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Alumni peserta pelatihan yang telah mengikuti pelatihan dengan baik
biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik
pula dari pada masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan (Alex,
1982).

Tujuan dari dilaksanakannya pelatihan kewirausahaan untuk


mahasiswa menurut Muhtarom, dkk (2017) ialah untuk
menumbuhkembangkan industri kecil menengah melalui penciptaan
mahasiswa menjadi wirausaha baru, memberikan pengetahuan dan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 69


wawasan mengenai konsep kewirausahaan dan membangkitkan
motivasi dan semangat guna menumbuhkembangkan usaha yang
mandiri dan professional sesuai potensi yang dimiliki dan
mengembangkan sumber daya manusia yang mampu menciptakan
lapangan kerja.

Beberapa tujuan dari kegiatan pelatihan kewirausahaan bagi


mahasiswa antara lain:
1) Mendorong minat para mahasiswa terhadap kegiatan
kewirausahaan.
2) Mengsinkronisasikan pengetahuan psikologi dengan dunia
wirausaha, agar mahasiswa memiliki kepekaan dan wawasan
bisnis berbasis ilmu yang dipelajarinya.
3) Membentuk pola pikir (mindset) wirausaha dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa tentang manajemen (produksi,
distribusi, dan konsumsi),
4) Membekali mahasiswa dengan berbagai akses informasi dan
pasar kerja, strategi membangun kemitraan, etika berwirausaha
dan penyusunan perencanaan bisnis.

Pelatihan yang dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk


membenahi kelemahan-kelemahan yang sering menghambat dalam
penyelesaian tugas. Upaya ini untuk meningkatkan mutu, keahlian,
dan keterampilan seseorang yang mengikuti kegiatan pelatihan.
Disamping itu juga akan mengembangkan metode kerja dan
menciptakan pengembangan SDM kearah yang lebih baik.

Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan


seseorang, baik yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas

70 | Model Pelatihan Kewirausahaan


tertentu maupun yang baru akan melangkah ke dunia kerja, sehingga
lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan
cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja actual, dengan
menekankan pada pengembangan skill, knowledge dan ability.

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukakan maka dapat


ditarik kesimpulan bahwa terkait dengan pengembangan Model
Pelatihan yang dilakukan Pelatihan Kewirausahaan adalah suatu
pendidikan singkat yang diberikan kepada mahasiswa penerima dana
Program Kewirausahaan Mahasiswa yang bertujuan untuk
memberikan keterampilan praktis dalam melaksanakan kegiatan
usaha secara aktual kepada peserta PMW untuk meningkatkan
kemampuan melaksanakan kegiatan usaha melalui pengembangan
keterampilan, pengetahuan dan perilaku dalam berwirausaha.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa


tujuan dari dilaksanakannya pelatihan kewirausahaan untuk
mahasiswa ialah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan
mengenai konsep kewirausahaan. Hal yang diharapkan nantinya ialah
mampu membangkitkan motivasi dan semangat berwirausaha
sehingga mampu menciptakan lapangan usaha kerja sendiri. Usaha
yang mandiri dan professional sesuai potensi yang dimiliki.

e. Prinsip-Prinsip Pelatihan
Menurut Sofiyandi (2013) mengemukakan lima prinsip pelatihan
sebagai berikut:
1) Participation, artinya dalam pelaksanaan pelatihan para peserta
harus ikut aktif karena dengan partisipasi peserta akan lebih

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 71


cepat menguasai dan mengetahui berbagai materi yang
diberikan.
2) Repetition, artinya senantiasa dilakukan secara berulang karena
dengan ulangan-ulangan ini peserta akan lebih cepat untuk
memenuhi dan mengingat apa yang telah diberikan.
3) Relevance, artinya harus saling berhubungan sebagai contoh
para peserta pelatihan terlebih dahulu diberikan penjelasan
secara umum tentang suatu pekerjaan sebelum mereka
mempelajari hal-hal khusus dari pekerjaan tersebut.
4) Transference, artinya program pelatihan harus disesuaikan
dengan kebutuhan-kebutuhan yang nantinya akan dihadapi
dalam pekerjaan yang sebenarnya.
5) Feedback, artinya setiap program pelatihan yang dilaksanakan
selalu dibutuhkan umpan balik yaitu untuk mengukur sejauh
mana keberhasilan dari program pelatihan tersebut.

f. Metode Pelatihan
Latihan adalah proses belajar dalam organisasi yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan maupun mengubah
perilaku, Hasibuan (2006), pengertian latihan adalah merupakan
suatu usaha meningkatkan pengetahuan dan keahlian seseorang
untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.

Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2000:197) pelatihan


adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada
pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawab, atau satu
pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan
keterampilan seseorang, baik yang sudah menduduki suatu pekerjaan

72 | Model Pelatihan Kewirausahaan


atau tugas tertentu maupun yang baru akan melangkah ke dunia
kerja, sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan
merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja
actual, dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge
dan ability.

Berdasarkan kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang


dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk membenahi
kelemahan-kelemahan yang sering menghambat dalam penyelesaian
tugas. Upaya ini untuk meningkatkan mutu, keahlian, dan
keterampilan seseorang yang mengikuti kegiatan pelatihan.
Disamping itu juga akan mengembangkan metode kerja dan
menciptakan pengembangan sumber daya manusia kearah yang lebih
baik.

Pada dasarnya pelatihan memiliki beberapa kategori metode yang


dibedakan menjadi dua metode pelatihan yaitu metode pelatihan
tradisional dan metode pelatihan berbasis teknologi (Robbins dan
Coulter, 2010). Metode pelatihan tradisional terdiri dari:
1) Rotasi kerja: karyawan bekerja di berbagai bidang pekerjaan,
sehingga mengenali beragam tugas.
2) Mentoring dan coaching: karyawan bekerja dengan karyawan
yang berpengalaman yang memberikan informasi, dukungan,
dan dorongan; disebut juga apprenticeship diberbagai industry
tertentu.
3) Latihan pengalaman: karyawan berpartisipasi dalam permainan
peran, simulasi, atau jenis pelatihan yang melibatkan tatap muka
langsung

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 73


4) Manual/buku kerja: karyawan merujuk pada buku pelatihan dan
manual untuk mendapatkan informasi
5) On The Job Training dan Off The Job Training.
Dalam kaitannya dengan model pelatihan Atmodiwirio (2002:56)
mendefinisikan “desain (rancang bangun) adalah proses
perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan
(sistematika) mengenai suatu program”. Hal ini di perjelas oleh
Hamalik (2001:20) menyatakan bahwa “model pelatihan adalah
suatu bentuk pelaksanaan pelatihan yang di dalamnya terdapat
program pelatihan dan tata cara pelaksanaannya”. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka model pelatihan merupakan
gambaran secara menyeluruh tentang langkah-langkah apa saja
yang harus dilakukan dalam siklusnya terbagi kedalam tiga
tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap
evaluasi. Pendapat tersebut didukung oleh (Gomes, 2003:204)
bahwa “model pelatihan terdapat paling kurang tiga tahapan
utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni penentuan
kebutuhan pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi
program pelatihan”.

Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak


digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi baik
pemerintah maupun swasta, dan juga perusahaan, dengan
menggunakan model-model yang berbeda. Model- model
pelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan
untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang
akhirnya dapat meningkatkan produksi. Pelaksanaan pelatihan
juga dapat saja dilakukan di masyarakat, yang juga bertujuan

74 | Model Pelatihan Kewirausahaan


untuk meningkatkan kualitas dari warga masyarakat seperti
pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu (Gomes, 2003).

Beberapa bentuk model-model pelatihan yang dimuat oleh


Kamil dalam buku Model Pendidikan Dan Pelatihan (Konsep dan
Aplikasi), diantaranya:
1) Model Magang Atau Pemagangan (Apprenticeship
Training/Learning By Doing)
2) Model Internship (Internship Training)
3) Model Pelatihan Kerja (Job Training)
4) Model Pelatihan Keaksaraan (Literacy Training)
5) Model Pelatihan Kewirausahaan (Entrepreneurship
Training)
6) Model Pelatihan Manajemen Peningkatan Mutu (Quality
Management Training)

Dessler (2015) mengemukakan beberapa metode pelatihan


adalah sebagai berikut:
1) On the job training. Para peserta latihan langsung belajar
ditempat untuk bekerja dan meniru suatu pekerjaan
dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode pelatihan
ini dibedakan dalam dua cara, yaitu:
a) Cara formal yaitu supervisor menunjuk seorang
karyawan senior untuk melakukan pekerjaan tersebut
dan selanjutnya para peserta pelatihan melakukan itu
sesuai dengan cara-cara yang dilakukan oleh karyawan
senior.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 75


b) Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta
pelatihan untuk memperhatikan orang lain yang
sedang mengerjakan pekerjaannya, kemudian peserta
disuruh mempraktikkannya.

2) Vestibule.
Metode pelatihan ini dilakukan di dalam kelas yang
biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan untuk
memperkenalkan pekerjaannya kepada karyawan baru dan
melatih mereka untuk melakukan pekerjaannya.

3) Demonstration and Example.


Metode pelatihan yang dilakukan dengan cara peragaan
dan menjelaskan bagaimana cara-cara mengerjakan suatu
pekerjaan melalui contoh-contoh dan percobaan yang
didemonstrasikan. Demonstrasi merupakan metode latihan
yang melihat sendiri teknik mengerjakannya dan diberikan
penjelasannya, bahkan jika perlu boleh dicoba
mempraktekkan.

4) Simulation.
Situasi atau kejadian yang harus ditampilkan semirip
mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya
merupakan tiruan saja.

5) Classroom Methods.
Program latihan di satu ruangan khusus di tempat bekerja
biasa.

6) Apprenticeship.
Suatu cara untuk mengembangkan keahlian sehingga para
karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala

76 | Model Pelatihan Kewirausahaan


aspek dari pekerjaannya dengan cara memberikan
informasi peralatan dan perlengkapan yang modern serta
cara penggunaannya.

Rachmawati (2007:114) mengemukakan pelatihan dapat


dilakukan dengan dua metode, yaitu On the job training dan off
the job training berikut penjelasannya:
1) On the job training
Bentuk pelatihan ini mempunyai keuntungan karena cukup
fleksibel, baik dalam lokasi dan organisasi. Bentuknya pun
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan berkaitan
langsung dengan pekerjaan karyawan. On the job training
adalah pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang
pekerjaannya sambil benar-benar mengerjakannya.
Beberapa bentuk pelatihan On the job training antara lain:
a) Couching/Understudy
Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di
tempat kerja oleh atasan atau karyawan yang
berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan
pelatihan secara informal dan tidak terencana dalam
melakukan pekerjaan seperti menyelesaikan masalah,
partisipasi dengan tim, kekompakan, pembagian
pekerjaan dan hubungan dengan atasan atau teman
kerja.
b) Pelatihan Magang/Apprenticeship Training
Pelatihan yang mengombinasikan antara pelajaran di
kelas dengan praktik di tempat kerja setelah beberapa
teori diberikan pada karyawan. Karyawan akan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 77


dibimbing untuk mempraktikkan dan mengaplikasikan
semua prinsip belajar pada keadaan pekerjaan
sesungguhnya.

2) Off the Job Training


a) Lecture
Teknik ini seperti kuliah dengan presentasi atau
ceramah yang diberikan penyedia/pengajar pada
kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi
dua arah dan diskusi. Hal ini digunakan untuk
memberikan pengetahuan umum pada peserta.
b) Presentasi dengan Video
Teknik ini menggunakan media video, film, atau televisi
sebagai sarana presentasi tentang pengetahuan atau
bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Metode ini
dipakai apabila peserta cukup banyak dan masalah
yang dikemukakan cukup kompleks.

3) Vestibule Training
Pelatihan ini dilakukan di tempat yang dibuat seperti
tempat kerja yang sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas
peralatan yang sama dengan pekerjaan yang sesungguhnya.

4) Bermain Peran (Role Playing)


Teknik pelatihan ini dilakukan seperti simulasi di mana
peserta memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk
bertindak dalam situasi khusus.

5) Studi Kasus
Teknik ini dilakukan dengan memberikan sebuah atau
beberapa kasus manajemen untuk dipecahkan dan

78 | Model Pelatihan Kewirausahaan


didiskusikan di kelompok atau tim dimana masing-masing
tim akan saling berinteraksi dengan anggota tim yang lain.

6) Self-Study
Merupakan teknik pembelajaran sendiri oleh peserta
dimana peserta dituntut untuk proaktif melalui media
bacaan, materi, video, kaset, dan lain-lain. Hal ini biasanya
dilakukan karena beberapa faktor, diantaranya
keterbatasan biaya, keterbatasan frekuensi pertemuan, dan
faktor jarak.

7) Program Pembelajaran
Pembelajaran ini seperti self-study, tapi kemudian peserta
diharuskan membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban
dalam materi sehingga dalam pertemuan selanjutnya
rangkaian pertanyaan tadi dapat disampaikan pada
penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik.

8) Laboratory Training
Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagi
pengalaman, perasaan, pandangan dan perilaku di antara
para peserta.

9) Action Learning
Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim
kecil dengan memecahkan permasalahan dan dibantu oleh
seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar
perusahaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode


pelatihan terbagi atas dua jenis yaitu metode On the job training
dan off the job training. On the job training ialah para peserta

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 79


latihan langsung belajar ditempat untuk bekerja dan meniru
suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas
sedangkan off the job training ialah para peserta latihan
langsung belajar ditempat untuk bekerja dengan cara presentasi
dan penyampaian materi dari instruktur pelatih dan dilanjutkan
dengan komunikasi dua arah. Sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan pengembangan model pelatihan
kewirausahaan yaitu mendorong minat para mahasiswa
terhadap kegiatan kewirausahaan maka metode pelatihan yang
dipilih ialah metode On the job training.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan


Hasibuan (2005) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan pelatihan ialah:
1) Peserta
Peserta pelatihan memiliki latar belakang yang tidak sama atau
heterogen seperti pendidikan, pengalaman kerja, usia dan lain
sebagainya. hal ini dapat menyulitkan atau menghambat
kelancaran pelaksanaan pelatihan karena daya tangkap dan daya
nalar mereka terhadap materi yang diberikan berbeda.

2) Pelatih/Instruktur
Pelatih/instruktur adalah seseorang yang telah diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk
melaksanakan kegiatan pelatihan dan pembelajaran kepada
peserta dibidang tertentu. Pelatih/instruktur yang ahli dan cakap
akan memiliki trik khusus untuk mentransfer pengetahuan
mereka yang sulit didapat.

80 | Model Pelatihan Kewirausahaan


3) Fasilitas
Fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana sangat dibutuhkan
dalam rangka menunjang keberhasilan sebuah pelatihan, seperti
buku-buku, alat-alat, mesin-mesin yang akan digunakan selama
pelaksanaan pelatihan.

4) Kurikulum
Kurikulum pelatihan dirancang berdasarkan harapan dari
program dan tujuan yang hendak dicapai. Kurikulum yang
disusun berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.

Layaknya sebuah program, maka melaksanakan pelatihan akan


melibatkan banyak faktor. Program adalah sebuah sistem yang terdiri
dari sub sistem yang beragam dengan gerakan yang bertujuan untuk
mencapai hasil yang sama. Demikian pula analogi untuk model
pelatihan Kewirausahaan. Program pelatihan yang dilakukan memiliki
unsur-unsur yang berkaitan untuk mencapai tujuan pelatihan yang
telah dirumuskan. Unsur-unsur tersebut memiliki masing-masing
fungsi yang bekerja mencapai tujuan bersama.

Secara garis besar program memiliki unsur penilaian pada konteks,


input, proses untuk mencapai output. Penjabaran unsur-unsur dalam
program pelatihan yang bekerja untuk mencapai hasil (output) adalah
sebagai berikut:
1) Konteks Program Pelatihan Kewirausahaan
Penilaian pada konteks program menyajikan data tentang
alasan-alasan untuk menetapkan tujuan-tujuan program dan
prioritas tujuan. Penilaian pada konteks program menjelaskan
mengenai kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan
kondisi yang ada dan yang diinginkan dalam lingkungan, dan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 81


mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi
dan peluang yang belum dimanfaatkan dengan keberadaan
program. Konteks dirumuskan berdasarkan konsep pentingnya
diadakan program pelatihan kewirausahaan agar pengelola
program dapat merencanakan keputusan dan menentukan
kebutuhan yang akan dicapai oleh program, serta rumusan
tujuan program pelatihan kewirausahaan yang dilakukan.

2) Input
Penilaian input (masukan) program pelatihan kewirausahaan
dilakukan untuk melakukan penilaian pada penentuan sumber-
sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan
strategi untuk mencapai kebutuhan program pelatihan serta
bagaimana prosedur kerja dalam pelatihan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat program
pelatihan kewirausahaan dilaksanakan adalah:
a) Apakah rencana program pelatihan yang disusun pernah
dilaksanakan pada waktu yang lalu?
b) Apakah asumsi-asumsi tujuan pelatihan yang digunakan
akan dapat dicapai?
c) Apakah aspek-aspek sampingan yang dihasilkan program
pelatihan?
d) Bagaimana masyarakat mereaksi program pelatihan?
e) Bagaimana peserta pelatihan mereaksi program pelatihan?
f) Dapatkah program dilakukan dengan berhasil?

3) Proses
Penilaian proses pelatihan kewirausahaan berkaitan pula dengan
hubungan yang baik antar pelaksana dan peserta pelatihan,
media komunikasi, logistik, sumber-sumber, jadwal kegiatan,

82 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dan potensi penyebab kegagalan program. Proses dinilai
berdasarkan ketercapaian program, sejauh mana program
terlaksana dengan mengarah kepada tujuan yang telah di
rumuskan.

h. Indikator Keberhasilan Pelatihan Kewirausahaan


Tujuan utama melaksanakan pelatihan adalah terbentuknya suatu
kemampuan kerja tertentu. Penyelenggara pelatihan dapat
melakukan penilaian sejauh mana program berhasil dilakukan dengan
mengetahui indikasi dari pelaksanaan program. Untuk pelatihan
kewirausahaan yang dilakukan dapat dilakukan penilaian
keberhasilan pada indikator berikut ini:
1) Peserta pelatihan mampu melakukan sesuatu hal yang lebih dari
kemampuan awal yang dimiliki sebelum mengikuti pelatihan.
Jika dalam program pelatihan kewirausahaan yang diikuti
memiliki tujuan agar peserta mampu melakukan pemasaran
berbasis online maka pelatihan yang berhasil akan membuat
sebagian besar peserta mampu melakukan pemasaran berbasis
online. Demikian pula jika pelatihan yang dilakukan bertujuan
untuk memampukan peserta membuka usaha baru,
merencanakan sebuah business plan maka harus dipastikan
peserta mampu melakukan rancangan business plan yang tepat
dan benar. Penyelenggara pelatihan harus memastikan bahwa
peserta mampu memiliki manfaat dari pelatihan yang telah
dilakukan. Pengukur dari keberhasilan ini tidak cukup hanya
pada penguasaan secara teoritis saja tetapi harus sampai pada
pelaksanaan praktik skill kewirausahaan peserta.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 83


2) Peserta pada tahap tertentu mampu mengajarkan kemampuan
yang dilatihkan kepada orang lain. Sering kali pelatihan yang
diikuti satu orang adalah mewakili satu bagian dalam pekerjaan
tertentu. Dalam keterbatasan kemampuan perusahaan
mengikutsertakan karyawannya dalam melakukan suatu
pelatihan maka pelatihan hanya diikuti beberapa orang sebagai
wakil, jika yang mengikuti pelatihan mampu menyebarluaskan
ilmunya kepada orang lain dalam tahapan kemampuan tertentu
maka dipastikan bahwa pelatihan telah berhasil dilakukan. Jika
dikaitkan dengan kajian program kewirausahaan maka
kemampuan apapun yang didapatkan dalam pelatihan terkait
dengan ilmu kewirausahaan maka semestinya dapat
diinformasikan, bahkan diajarkan dan dilatihkan kepada orang
lain. Namun jika ternyata peserta pelatihan tidak mampu
melatihkan kemampuan tersebut kepada orang lain (tidak hanya
sebatas kognitif) maka berarti bahwa pelatihan yang dilakukan
belum optimal.

3) Tercapainya kesuksesan dari yang mengikuti pelatihan.


Seseorang yang mengikuti pelatihan kewirausahaan akan
memiliki satu kemampuan unggul yang dapat
diimplementasikan pada usaha yang dilakukan. Meningkatnya
kemampuan pada satu keterampilan yang kemudian
dipraktekkan dalam selayaknya akan memberikan kesuksesan
pada usaha yang dilakukan. Misalnya saja seorang mahasiswa
mengikuti pelatihan dalam merancang produk inovatif maka
dalam capaiannya seharusnya dia berhasil membuat produk
kreatif dan laku dipasaran sehingga dapat meningkatkan
penghasilannya dengan signifikan

84 | Model Pelatihan Kewirausahaan


4) Peningkatan produktivitas dan perubahan kinerja ke arah yang
lebih baik. Kinerja menjadi meningkat dan produktivitas kerja
menjadi lebih baik adalah indikator yang dapat diukur, muara
dari peningkatan ini adalah peningkatan suasana kerja, dan hasil
dari pekerjaan itu sendiri, apakah berupa produk atau
peningkatan layanan jasa yang diberikan para wirausaha.

5) Termotivasi dan terinspirasi. Setelah mengikuti serangkaian


kegiatan pelatihan, seorang peserta pelatihan yang berhasil akan
menunjukkan motivasi dan terinspirasi dalam melakukan
kegiatan wirausaha dengan lebih maksimal.

6) Memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang ilmu


kewirausahaan dan berkeinginan untuk selalu meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan wirausaha dimasa yang akan
datang.

Jika peserta pelatihan kewirausahaan belum memiliki kemampuan


seperti yang telah dikemukakan maka hal ini menandakan bahwa
kegiatan pelatihan yang dilakukan belum mencapai hasil yang
optimal. Hal ini lah menjadi penyebab pelaksanaan evaluasi atau
peninjauan kembali dari kegiatan yang telah dilakukan. Menilai
apakah kegiatan pelatihan mengalami hambatan pada unsur konteks,
input ataupun proses yang dilakukan sehingga menghadirkan
rekomendasi untuk memperbaiki program pelatihan di masa yang
akan datang.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 85


BAB VI
MODEL PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN
TINGGI

a. Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Model


Kewirausahaan
Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi telah difasilitasi oleh
Dikti sejak tahun 1997 dengan adanya program pengembangan
kewirausahaan di perguruan tinggi yang menawarkan berbagai
kegiatan yaitu Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan
(MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan
Kerja (KBPK), dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Dalam
perkembangannya Dikti menawarkan program yang dikemas sebagai
program kreativitas mahasiswa (PKM) yang memfasilitasi mahasiswa
untuk berkreasi dalam berbagai bidang meliputi bidang penelitian,
pengabdian kepada masyarakat, penerapan teknologi, artikel ilmiah,
gagasan tertulis, karsa cipta, dan kewirausahaan.

Mahasiswa dilatih melalui beberapa tahap mulai dari tahap pemicu,


tahap pemberian pengetahuan tentang kewirausahaan sampai tahap
keterampilan berperilaku entrepreneurially di dalam suatu organisasi.
Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan tinggi untuk mengembangkan
kemampuan dan karakter, serta peradaban bermartabat untuk
mendidik kehidupan bangsa. Fungsi lainnya adalah mengembangkan
akademisi yang inovatif, responsif, terampil, kompetitif, dan
kooperatif melalui implementasi dari tiga tanggung jawab,

86 | Model Pelatihan Kewirausahaan


implementasi dari fungsi ini salah dapat dilakukan melalui program
kewirausahaan, (Yulastri, et.al, 2017). Mahasiswa disiapkan untuk
dapat bekerja di suatu organisasi menjadi karyawan yang berperilaku
wirausaha. Selain mempersiapkan mahasiswa sebagai corporate
entrepreneur atau intrapreneur, perguruan tinggi juga menyiapkan
mahasiswa sebagai entrepreneur (Siswo, 2012).

Perguruan tinggi berperan penting untuk membangun karakter


wirausaha, pola pikir wirausaha, dan perilaku wirausaha yang selalu
kreatif dan inovatif yang nantinya diharapkan mampu memanfaatkan
peluang dan berani mengambil risiko sehingga menciptakan nilai
tambah atau nilai-nilai baik (values). Menghadapi tantangan masa
depan yang sangat kompetitif, maka Perguruan tinggi disini
merupakan sebagai wadah untuk penumbuhan jiwa wirausaha bagi
mahasiswa melalui pembelajaran dan kegiatan-kegiatan wirausaha
yang diselenggarakan oleh pihak Perguruan tinggi.

Pendidik yang memegang peranan penting dalam proses


pembelajaran perlu melaksanakan pengembangan pembelajaran
melalui pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Pengembangan dalam melaksanakan pendidikan dan
pelatihan Kewirausahaan dibanyak negara seluruh dunia patut
menjadi acuan bagi pendidikan Kewirausahaan di Indonesia, hal ini
dilakukan sebagai tolok ukur dalam melakukan pembelajaran
berkualitas bagi peserta didik dibidang Kewirausahaan. Premand
(2015) menyatakan bahwa Pendidikan kewirausahaan memiliki
potensi untuk memungkinkan peserta didik mendapatkan
keterampilan dan menciptakan lapangan kerja sendiri, Hasil

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 87


penelitiannya menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan secara
signifikan meningkatkan tingkat wirausaha di kalangan lulusan
universitas sekitar satu tahun setelah lulus.

Hakekatnya pelatihan dan pendidikan mempunyai tujuan yang sama,


dengan tujuan pengembangan sumber daya manusia untuk dapat
memperoleh tiga hal, seperti jika seseorang dilatih, maka selama
pendidikan, orang tersebut diberitahu atau diberikan pengetahuan
mengenal bagaimana cara-cara baik dalam melakukan suatu
pekerjaan, jadi latihan sebenarnya diadakan untuk mengisi
kesenjangan antara ilmu pengetahuan, keahlian, sikap, dan pemikiran
yang dimiliki seseorang sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau
tugasnya. Jika cara-cara terbaik dalam pekerjaan itu sudah benar-
benar dapat dikuasai oleh seseorang yang akan mengerjakannya
maka kesenjangan yang akan terjadi semakin kecil, dan pekerjaan pun
menjadi lebih efektif dibandingkan sebelum ia dididik dan dilatih.

Berdasarkan rekomendasi resmi, pendidik didorong untuk


mengadopsi inovatif pedagogis untuk kursus kewirausahaan demi
mencapai dampak positif pada peserta didik. Oleh karena itu
McGrath & MacMillan, (2000) menyatakan bahwa membina
kewirausahaan sebagai pola pikir dapat dianggap sebagai kompetensi
pendidikan, berdasarkan pengalaman belajar secara instruksional
demikian pula dalam sebuah pelatihan. Jiménez (2015) menyatakan
bahwa Kewirausahaan telah menjadi indikasi pertumbuhan ekonomi
pada suatu Negara, dampak positif pada pendidikan formal
Kewirausahaan adalah adanya kemampuan yang didapat melalui
pendidikan yang diperlukan untuk mendeteksi dan mengevaluasi

88 | Model Pelatihan Kewirausahaan


peluang bisnis dengan lebih baik, meningkatkan kepercayaan diri
menanggung risiko yang dirasakan, serta menumbuhkan kepedulian
dan peluang kerja. Coduras dkk. (2010) menggaris bawahi bahwa
individu cenderung untuk memperoleh pengetahuan yang dapat
memberikan manfaat pada kemampuan keterampilan melalui
pendidikan (terutama formal).

Berdasarkan kajian mengenai Pendidikan dan Pelatihan di Perguruan


Tinggi tersebut bertujuan untuk pembinaan sikap berwirausaha bagi
peserta didik meski dilakukan dengan upaya-upaya pendekatan
melalui proses pendidikan dan pelatihan yang tepat dan sesuai
dengan tujuan Pendidikan Kewirausahaan. Mempertimbangkan
relevansi proses pendidikan dengan keterampilan yang dibutuhkan
secara faktual melalui pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik terkait dengan tujuan Pendidikan
Kewirausahaan patut dilakukan.

b. Pengembangan Model Pelatihan Kewirausahaan di


Perguruan Tinggi
Kewirausahaan memiliki efek positif untuk suatu Negara terutama
pada aspek pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Dinyatakan bahwa Kewirausahaan berkontribusi untuk menciptakan
peluang bisnis baru, menciptakan kesempatan kerja serta inovasi dan
kesejahteraan ekonomi meningkat. Kegiatan kewirausahaan
dianggap sebagai suatu elemen penting dari strategi pertumbuhan
ekonomi di negara-negara maju dan berkembang (Desai, 2009).

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 89


Globalisasi dan perbaikan dalam teknologi komunikasi dan informasi
membawa perubahan struktural yang membutuhkan redistribusi
sumber daya terutama sumber daya manusia (SDM), oleh karena itu
perlu pembaharuan kualitas SDM yang terlibat dalam kegiatan
perekonomian khususnya Wirausaha, mengingat bahwa seperti yang
dijelaskan di atas, kegiatan kewirausahaan adalah faktor penting
untuk perkembangan perekonomian suatu Negara untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Tingkat kewirausahaan pada suatu Negara sangat bervariasi.


Dinyatakan bahwa Indonesia masih memiliki kalkulasi jumlah
Wirausaha yang masih jauh di atas rata-rata yang distandarkan yakni
2% dari jumlah warga Negara. Sesuai dengan kajian di atas hal ini
tentu menjadi factor penentu keberhasilan perekonomian Indonesia.
Rendahnya jumlah Wirausaha yang berkontribusi untuk
pertumbuhan ekonomi negara meski ditingkatkan dengan berbagai
upaya. Upaya yang kiranya strategis dalam meningkatkan jumlah
wirausaha adalah melalui jalur pendidikan di Perguruan Tinggi.

Perguruan Tinggi menjadi pilihan untuk menerapkan program-


program kewirausahaan. Pemerintah sejak tahun 2009, melalui
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan meluncurkan Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) untuk dilaksanakan dan dikembangkan oleh perguruan tinggi.
PMW dilaksanakan di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan di
beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) hasil diseleksi Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dengan alokasi dana yang
berbeda-beda (Ditjen Dikti, 2015).

90 | Model Pelatihan Kewirausahaan


PMW bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan dan sikap atau jiwa wirausaha (entrepreneurship)
berbasis Iptek kepada para mahasiswa agar dapat mengubah pola
pikir (mindset) dari pencari kerja (job seeker) menjadi pencipta
lapangan pekerjaan (job creator) serta menjadi calon/pengusaha
yang tangguh dan sukses menghadapi persaingan global. Seyogyanya
Program ini juga bertujuan mendorong kelembagaan atau unit
kewirausahaan di perguruan tinggi agar dapat mendukung
pengembangan program-program kewirausahaan. Sebagai hasil
akhir, diharapkan terjadinya penurunan angka pengangguran lulusan
pendidikan tinggi.

Namun bertentangan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah


melalui program PMW, angka sarjana pengangguran di Indonesia
masih tinggi dan tidak berkurang secara signifikan dari tahun 2009
semenjak dicanangkannya program PMW oleh Dirjen Dikti. Data
menunjukkan bahwa Jumlah Pengangguran Terbuka yang merupakan
lulusan Perguruan Tinggi dari jenjang Sarjana dan Diploma di
Indonesia menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus
2015 berkisar 600.000 orang dan lulusan Perguruan Tinggi dan
pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi masih relatif banyak
dari jumlah angkatan kerja lain di Indonesia. Hal ini mengindikasi
bahwa penyerapan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi cenderung
lambat. Fenomena pengangguran berpendidikan tinggi ini
merupakan persoalan klasik yang menjadi wacana di Negara
Indonesia. Peluncuran berbagai program untuk mengantisipasi
masalah pengangguran sudah dilakukan diperguruan-perguruan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 91


tinggi namun persoalannya setiap tahun angka penyerapan tenaga
kerja lulusan Perguruan tinggi masih rendah.

Universitas Negeri Padang (UNP) merupakan salah satu Perguruan


Tinggi Negeri yang menyelenggarakan PMW. Penyelenggaraan PMW
di UNP merupakan salah satu wujud tugas dan tanggungjawab UNP
dalam mensejahterakan Negara Indonesia melalui wacana Kampus
berintegrasi Wirausaha (Entrepreneurs Campus). Oleh karena itu
program-program pemerintah dalam kegiatan wirausaha
dilaksanakan oleh UNP dengan mengacu standar kegiatan yang telah
ditetapkan. Namun kenyataan keberhasilan program PMW di UNP
masih belum dapat dikatakan sukses. Kenyataan dapat dilihat dari
data yang dikemukakan oleh Ketua Tim PMW UNP, bahwa semenjak
tahun 2009 hingga tahun 2014 diketahui bahwa dari 378 proposal
usaha yang diajukan hanya 81 (21.42%) proposal yang didanai, angka
ini menunjukkan bahwa kualitas proposal yang diajukan masih belum
memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan hingga tidak disetujui
untuk pendanaan. Kemudian dari 81 proposal usaha yang didanai
hanya 25 (30,86%) yang berjalan dan 56 (69,14%) usaha tidak berjalan
dengan berbagai persoalan terutama terkait dengan tidak kuatnya
manajemen usaha yang dilakukan mahasiswa. Persoalan ini
membuktikan bahwa meskipun pemerintah telah menyediakan
anggaran yang besar untuk melaksanakan program ini tetapi pada
kenyataannya pelaksanaan program masih belum dapat dikatakan
berhasil.

Sedangkan diketahui bahwa keinginan para mahasiswa maupun


lulusan Perguruan Tinggi untuk berwirausaha cukup baik, terbukti

92 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dengan banyaknya mahasiswa yang mengajukan proposal pada
Program Mahasiswa Wirausaha. UNP mencatat jumlah mahasiswa
yang mengajukan proposal usaha adalah 1.597 orang dan 456 orang
yang mengajukan Business Plan semenjak 2009 – 2014. Hal ini harus
didukung dengan pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam
melakukan kegiatan wirausaha tersebut. Program Kewirausahaan
merupakan awal yang baik dalam mengaplikasikan teori yang telah
dipelajari dibangku kuliah kewirausahaan itu sendiri mempersiapkan
mahasiswa untuk bertanggungjawab, aktif, berani mengambil resiko,
mengelola hasil dan belajar dari hasil, alasan mendasar dari
Kewirausahaan adalah kemandirian.

Shindina (2015) mengemukakan bahwa perkembangan aktivitas


Kewirausahaan ditentukan oleh dua faktor utama yakni pendanaan
dan dukungan oleh pemerintah dan mentoring teknologi pelatihan
dan program pendidikan yang dilakukan terhadap penerima
pendanaan, kedua faktor ini meski dilaksanakan untuk mendukung
kesuksesan suatu program Kewirausahaan. Dalam rangka proses
pengembangan pembinaan sikap mental kewirausahaan bagi
mahasiswa, perlu dikembangkan suatu model pelatihan yang
potensial, strategi dan tepat. Di samping itu diperlukan juga model
evaluasi untuk program pelatihan kewirausahaan tersebut untuk
mengukur efektivitas dan kinerja dari pelaksanaan program pelatihan
kewirausahaan. Kurangnya pengetahuan tentang konsep
berwirausaha, sikap dan karakter Wirausaha, kemampuan
manajemen yang rendah, penguasaan teknologi informasi yang tidak
memadai harus di atasi dengan suatu Model Pelatihan.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 93


Model pelatihan yang dipandang sesuai diterapkan di Perguruan
Tinggi untuk membantu mahasiswa agar aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
berwirausaha adalah dengan pendekatan Metode Mentoring.
Pelatihan bertujuan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas dan kesejahteraan (Simamora, 2006: 276). (Robbins
dan Coulter, 2010: 277). Mentoring dan coaching dari peserta
pelatihan yang tidak berpengalaman dengan yang berpengalaman
memberikan informasi, dukungan, dan dorongan; disebut juga
apprenticeship. Namun meski demikian di seluruh dunia telah
dikembangkan model-model pelatihan yang dikembangkan para
pakar pendidikan dengan kelebihan dan keunggulan sendiri. Untuk
mengembangkan suatu model pelatihan meski disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada pada masing-masing kampus.
Kemampuan SDM, dukungan pemangku kebijakan, sarana prasarana
dan faktor pendukung lainnya menjadi penentu keberhasilan suatu
universitas dalam melakukan pengembangan model pelatihan dan
menerapkan model pelatihan yang telah dikembangkan.

c. Rasionalisasi Perkembangan Model Pelatihan


Kewirausahaan
Di Indonesia perkembangan Kewirausahaan menjadi sebuah disiplin
ilmu diwujudkan dengan menjadikan Kewirausahaan menjadi mata
pelajaran wajib di Sekolah Menengah serta menjadi sebuah Mata
Kuliah Wajib di Perguruan Tinggi. Bermula dari terjadinya krisis
ekonomi yang memperburuk kondisi ekonomi bangsa Indonesia
tahun 1998. Meskipun krisis ini menghantam hampir seluruh Negara-

94 | Model Pelatihan Kewirausahaan


negara di dunia, namun pengalaman menunjukkan bahwa Negara-
negara yang memiliki kalkulasi Wirausaha yang tinggi lebih cepat
bangkit dari persoalan krisis ekonomi yang dihadapi.

Hal ini menjadi dorongan dari pemerintah Indonesia untuk


menjadikan Pendidikan Kewirausahaan sebagai langkah yang menjadi
solusi untuk krisis ekonomi. Dengan memulakan pendidikan dan
pengetahuan Kewirausahaan ditingkat sekolah dan Perguruan Tinggi
dipandang menjadi solusi untuk persoalan ekonomi Negara Indonesia
agar cepat pulih dari keterpurukan ekonomi, sesuai dengan konsep
pikir bahwa Wirausaha merupakan penyelamat ekonomi Negara.

Hingga saat ini pemerintah memberikan perhatian yang besar


terhadap Pendidikan Kewirausahaan. Pelatihan Kewirausahaan
secara Non Formal maupun Pendidikan Kewirausahaan secara formal
tidak lepas dari perhatian pemerintah, melalui pendanaan untuk
pemula Wirausaha ditingkat sekolah maupun perguruan tinggi serta
Hibah-hibah bagi para peneliti setiap tahun ditawarkan bagi para
pelaku Wirausaha dan para pendidik bidang Kewirausahaan. Hanya
saja informasi untuk peluang pendanaan usaha ini sering tidak
mendapat perhatian bagi pelaku wirausaha sendiri. Oleh karena itu
kerjasama yang baik dan solid perlu digadang oleh semua pihak agar
hal-hal yang menghambat kesuksesan program Kewirausahaan dapat
diatasi di Indonesia.

Tujuan utama dari setiap proses pendidikan adalah adanya


perubahan perilaku dari peserta didik. Munculnya niat untuk
berwirausaha adalah salah satu tujuan, mahasiswa yang semula tidak
memiliki niat berwirausaha menjadi memiliki keinginan untuk

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 95


berperilaku wirausaha dalam kehidupan sehari-hari dan
mewujudkannya dalam membuka peluang usaha untuk dirinya atau
untuk diri orang lain.

Keberhasilan yang dicapai dari proses pendidikan kewirausahaan


adalah adanya perubahan kemampuan mahasiswa dari aspek
pengetahuan (kognitif), adanya perubahan perilaku, sikap, dan watak
(afektif) yang diwujudkan dengan munculnya karakteristik
berwirausaha dari mahasiswa. Kemudian perubahan perilaku yang
ditunjukkan dari kemampuan dalam melaksanakan proses
kewirausahaan (psikomotor).

d. Kendala Pelatihan Kewirausahaan di Perguruan


Tinggi
Berdasarkan pengalaman penulis dalam melaksanakan pelatihan
kewirausahaan di universitas, masalah yang paling mendasar saat
pelatihan diselenggarakan adalah penempatan waktu mahasiswa
dalam melaksanakan pelatihan yang tidak bisa mentoleransi waktu
perkuliahan wajib. Mahasiswa tidak bisa dilaksanakan mengikuti
pelatihan jika bertepatan dengan pelaksanaan mata kuliah wajib
mereka. Namun persoalan lain yang menjadi kendala untuk
melaksanakan kegiatan kewirausahaan di universitas yang sering
ditemui diantaranya adalah:
1) Mahasiswa memiliki manajemen waktu yang kurang baik.
Demikian pula dalam membagi waktu dalam melaksanakan
kegiatan wirausaha dengan kegiatan akademik. Mahasiswa
sebagian besar mengalami kegagalan dalam melaksanakan
kegiatan wirausaha dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW)
karena mengalami keterbatasan waktu dalam aktivitas usaha.

96 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Kedisiplinan mahasiswa menjadi penyebab tidak dapat
menyesuaikan waktu akademik dengan kegiatan wirausaha.

2) Ketidakseriusan dalam melaksanakan kegiatan wirausaha. Tidak


sedikit mahasiswa yang tidak serius dalam mengikuti PMW.
Mahasiswa mengalami kegagalan dalam melaksanakan kegiatan
kewirausahaan yang sudah difasilitasi oleh kampus disebabkan
mereka beranggapan bahwa berwirausaha hanya sampingan.
Menang hibah wirausaha tidak lantas menjadikan mahasiswa
bertanggungjawab dengan kegiatan wirausaha yang
dilakukannya. Akibat yang ditemui adalah kegagalan program
wirausaha mahasiswa untuk membentuk karir dan mind set
wirausaha dalam diri mahasiswa. Pandangan penulis bahwa
tidak cukup dengan pengajuan proposal wirausaha yang bagus
mahasiswa dinyatakan lulus mendapatkan hibah, seharusnya
ada tes kepribadian yang bertujuan mengukur indeks wirausaha
dan kepribadian wirausaha dalam diri mahasiswa sehingga
mereka dinyatakan layak berwirausaha. Tes ini bertujuan agar
kegiatan yang dilakukan tepat sasaran. Dana yang dianggarkan
pemerintah tidak menjadi hal yang sia-sia dalam
pemanfaatannya.

3) Rasa kurang percaya diri mahasiswa. Pembentukan kepribadian


yang yakin dengan kemampuan diri sendiri merupakan satu
masalah dalam karakter wirausaha mahasiswa. Pembentukan
karakter wirausaha yang tidak dari semula pada tingkat sekolah
dasar dan menengah menjadi mahasiswa kurang dapat
membangun konsep diri dalam berwirausaha. Diakui bahwa
pembentukan karakter unggul wirausaha akan berhasil jika
pembinaan dilakukan pada tingkat terdini saat seseorang

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 97


belajar. Hal ini harus menjadi terobosan baru bagi para
pemangku kebijakan, bagaimana membentuk program
pembelajaran ditingkat sekolah dasar dan menengah memiliki
karakter unggul seorang wirausaha sehingga karakter wirausaha
telah muncul dan berkembang dengan sempurna saat mereka
menempuh pendidikan tinggi.

4) Kurang memiliki keterbaruan ilmu berwirausaha melalui


pemanfaatan teknologi. Khusus dalam bidang pemasaran dan
membentuk jaringan berbisnis melalui pemanfaatan teknologi
butuh melibatkan praktisi wirausaha yang handal. Meskipun
secara umum, pelatihan penggunaan teknologi dalam
membentuk jaringan bisnis untuk pemasaran banyak dilakukan
seperti pelatihan marketing digital, pelatihan memanfaatkan
media sosial dalam berwirausaha namun dalam kurikulum
wirausaha dikampus masih banyak yang belum
mengintegrasikan ilmu ini. Salah satu hambatan adalah
kemampuan para pendidik dalam memahami kebaruan
teknologi dalam berwirausaha. Namun melalui pelatihan di
kampus-kampus kemampuan ini dapat diupayakan dan
dilatihkan untuk meningkatkan kemampuan wirausaha
mahasiswa sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

5) Lemahnya dukungan dana universitas. Tidak sedikit kampus


negeri dan swasta yang hanya mengandalkan hibah PMW untuk
melakukan aktivitas wirausaha mahasiswa. Tidak tersedia dana
khusus dalam menunjang kegiatan wirausaha mahasiswa
menjadi keterbatasan kegiatan wirausaha dikalangan
mahasiswa. Dukungan dan desakan pemerintah untuk kampus-
kampus akan sangat berperan dalam membentuk lembaga
internal khusus pembinaan kewirausahaan di universitas.

98 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB VII
PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEWIRAUSAHAAN DI DUNIA

Kewirausahaan memberikan dampak yang luar biasa pada perkembangan


ekonomi suatu negara, sehingga kewirausahaan dipandang dapat menjadi
solusi perubahan cepat pada tuntutan ekonomi dunia dan menjadi jalan
untuk menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Terjadinya
perkembangan ekonomi global membuat proses berwirausaha juga
mengalami perubahan. Penggunaan teknologi informasi membuat cara
berwirausaha berubah mengikuti tren berbisnis abad 21.

Perubahan tersebut tentunya juga mempengaruhi proses pembelajaran


kewirausahaan, salah satunya perkembangan model pembelajaran dan
pelatihan kewirausahaan. Banyak model pelatihan telah dilakukan
diberbagai Negara untuk mendukung suksesnya program kewirausahaan.
Hal ini dilakukan untuk merubah perilaku berupa sikap-sikap psikologis
peserta didik dalam berwirausaha. Model pelatihan yang dilakukan
dibanyak negara patut dijadikan referensi dalam mengembangkan model
pelatihan kewirausahaan di Indonesia. Berikut disajikan beberapa model-
model pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang sukses diterapkan di
dunia:

a. Semangat pendidikan kewirausahaan di Namibia


(Wilfred Isak April)
Namibia adalah negara yang memiliki tekad dan ketekunan dalam
mengelola sumber daya yang dimilikinya melalui kegiatan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 99


kewirausahaan. Cara terbaik yang dilakukan negara ini adalah dengan
mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang berlimpah melalui
pendidikan kewirausahaan, khususnya kaum muda yang dianggap
sebagai pemimpin masa depan. Para pencetus ide kewirausahaan di
Namibia memiliki pemikiran bahwa kewirausahaan seharusnya tidak
hanya tentang menghasilkan uang atau mendapatkan kekayaan,
tetapi harus dilihat sebagai peluang unik untuk mengangkat bangsa
melalui komunitas kaum mudanya, (April, 2009).

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan bagian penting dari


Ekonomi Namibia. UKM berkontribusi 12% terhadap PDB Namibia
dan menggunakan sepertiga dari tenaga kerja. Untuk memastikan
bahwa Namibia mencapai tujuan dan Visi 2030 sejumlah program
kewirausahaan telah diperkenalkan di negara ini. Program-program
kewirausahaan ini dilaksanakan dengan cara formal dan informal.

Program formal merupakan pengenalan resmi kewirausahaan di


tingkat sekolah menengah, di mana siswa dapat menjembatani untuk
memulai atau mendirikan bisnis mereka sendiri setelah karir sekolah
menengah mereka. Ada juga pusat pelatihan kejuruan di mana orang-
orang Namibia mendapat kesempatan pertama untuk meningkatkan
keterampilan kewirausahaan mereka untuk memulai usaha bisnis
mereka sendiri.

Pendidikan Kewirausahaan di Namibia mulai berkembang sejak


kemerdekaan Nabimia tahun 1990, Keinginan Namibia menguasai
asar Afrika tahun 2030 mempengaruhi pola pengajaran
Kewirausahaan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Negara ini

100 | Model Pelatihan Kewirausahaan


giat berbenah dengan model pendidikan kewirausahaan yang
menciptakan sesuatu dari nol. Mengajarkan bagaimana memulai,
melakukan, mencapai target dan melampaui target dengan cara
belajar bisnis secara praktik dan merasakan langsung aktivitas
berbisnis di tingkat sekolah.

Pendidikan kewirausahaan harus memiliki pengaruh yang kuat pada


pengembangan wirausaha di Namibia. Namibia telah mendirikan
berbagai pusat pendidikan dan pelatihan kewirausahaan seperti
Namibia Business Centre and Innovation untuk membantu para
pengusaha di Namibia mengelola usahanya yang memiliki
permasalahan.

Universitas Namibia dan Politeknik Namibia menawarkan


Kewirausahaan dalam bentuk kursus atau pelatihan, tetapi tidak
diberikan gelar setelah menyelesaikan program. Ada juga kursus dan
pelatihan kewirausahaan yang ditawarkan yang di akreditasi oleh
lembaga pelatihan Namibia. Pengajaran kewirausahaan yang
melibatkan pemerintah, perguruan tinggi dan sekolah di Namibia
menjadi kebutuhan bagi negara Namibia, hal ini untuk
menghapuskan cara pendidikan masa penjajahan yang minim dengan
kebebasan berinspirasi. Model pendidikan kewirausahaan dengan
bentuk praktik ini merupakan langkah untuk merangsang pemikiran
kewirausahaan di antara warga negara Namibia. Sejumlah kegiatan
baru dikembangkan di lembaga pelatihan kewirausahaan di Namibia
dilakukan untuk merangsang pertumbuhan
UKM di Namibia.

Beberapa konsep pendidikan kewirausahaan di Namibia adalah:

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 101


1) Penduduk Namibia memiliki kemauan yang kuat dalam hal
pendidikan kewirausahaan, tetapi implementasi aktual dari
program yang relevan tetap menjadi tantangan bagi masalah
ekonomi.

2) Kewirausahaan harus dipromosikan pada skala yang jauh lebih


besar, dan lebih luas, untuk menjangkau masyarakat di Namibia.

3) Kaum muda hendaknya dihadapkan pada lingkungan bisnis,


untuk membantu mereka mengembangkan dan membina sikap
yang benar dalam rangka mengembangkan keterampilan dan
keterampilan kewirausahaan.

4) Upaya yang disengaja dan terencana harus dilakukan untuk


mendidik penduduk Namibia lebih mahir dalam kewirausahaan

5) Melaksanakan pendidikan Kewirausahaan mulai dari sekolah


dasar, siswa dihadapkan pada konsep bisnis untuk
mengembangkan pola pikir yang tepat (keterampilan dan
kompetensi untuk berkembang lebih baik).

6) Integrasi pendidikan kewirausahaan yang sukses juga


membutuhkan kesabaran dan rasa hormat dari berbagai
kelompok etnis yang ada di Namibia.

7) Komponen teoritis dalam kurikulum pendidikan harus di


seimbangkan kerja praktek untuk mengembangkan kompetensi
yang akan merangsang munculnya wirausaha

8) Seorang Namibia yang sudah berkecimpung dalam bisnis harus


dibimbing untuk dapat menampilkan kemampuan terbaik
mereka dan mencoba mengembangkan kompetensinya.

102 | Model Pelatihan Kewirausahaan


b. Program Pendidikan Kewirausahaan Wanita di Brazil
berbasis Pengelolaan Aset Keluarga (Elaine da
Silveira Leite)
Meningkatnya partisipasi perempuan dan banyaknya fakta yang
ditemui tentang kuatnya keterkaitan perempuan dengan uang dalam
berbagai jurnal ekonomi menimbulkan fenomena baru bagi kegiatan
wirausaha di Brazil. Hal ini kemudian ditunjang oleh adanya program
wanita pengusaha dalam suatu proyek yang dirancang untuk
memberikan kaum perempuan petunjuk dan langkah demi langkah
untuk belajar tentang rencana bisnis. Program pelatihan ini juga
menjelaskan tentang keterampilan mengelolakan anggaran
keuangan, dan menyajikan saran tentang opsi keuangan (Leite, 2009).
Langkah yang diambil pemerintah ini berdampak pada pendidikan
kewirausahaan di Brazil, saat ini penyebaran program pendidikan
kewirausahaan telah mendapatkan perhatian di semua tingkatan
pendidikan. Subjek dan kurikulum satuan pendidikan mulai dari
prasekolah hingga sekolah menengah diperhatikan. Di perguruan
tinggi pendidikan kewirausahaan dikembangkan pada tingkat
magister di Brazil, hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya
mengembangkan budaya wirausaha d Brazil.

Pada awal tahun 2014 diresmikan Sebrae Business School (São Paulo)
lembaga pendidikan publik pertama yang didedikasikan untuk
menawarkan pelatihan kewirausahaan di tingkat teknis, hal ini juga
bertujuan untuk mempromosikan budaya wirausaha.
Pendidikan kewirausahaan di sekolah dan pelatihan kewirausahaan
disponsori oleh pemerintah federal dan lembaga nirlaba. Di dalam
kasus, perlu diperhatikan untuk menyoroti beberapa proyek di Brasil.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 103


c. Pendidikan Kewirausahaan di China (Weiming Li dan
Chunyan Li)
Pendidikan kewirausahaan di Cina saat ini beradaptasi dengan
persyaratan pembangunan negara yang berorientasi inovasi dan
pengembangan pendidikan berkualitas tinggi di China. China
mempromosikan pengembangan ekonomi, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan
peningkatan struktur pekerjaan telah banyak terjadi disegala sektor.
Oleh karena itu patut dilakukan pembenahan sistem pendidikan
kewirausahaan untuk meningkatkan level pendidikan kewirausahaan,
mempromosikan kualitas kewirausahaan dan kemampuan
mahasiswa (Li dan Li, 2009). Persyaratan yang jelas dan spesifik untuk
pendidikan kewirausahaan di China adalah pada:
1) Inovasi dan pendidikan melalui proses pelatihan personil
2) Merumuskan persyaratan dasar pengajaran tentang inovasi dan
pendidikan kewirausahaan di tingkat universitas
3) Mengembangkan inovasi kurikulum pendidikan kewirausahaan
4) Melaksanakan pelatihan guru yang berkualitas
5) Mendukung siswa untuk terlibat dalam inovasi dan pelatihan
kewirausahaan.

Program, pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan di China


diantaranya adalah:
1) Pada tahun 1990-an China melakukan program Kompetisi
Rencana Bisnis dengan melibatkan organisasi-organisasi dan
komunitas bisnis di China.

104 | Model Pelatihan Kewirausahaan


2) Pendidikan kewirausahaan di universitas di China lebih banyak
berkaitan dengan konseling dan bimbingan menghadapi
persaingan bisnis dan bagaimana merencanakan bisnis agar
mampu bersaing.
3) Proyek percontohan pendidikan kewirausahaan di kampus-
kampus.
4) Pembentukan rencana bisnis disesuaikan dengan situasi bangsa
China melalui pilot project pendidikan kewirausahaan untuk
mendorong universitas berlatih kewirausahaan dengan berbagai
cara.
5) Program percontohan kewirausahaan dan membatasi
perkuliahan teoritis mengenai kewirausahaan
6) Kajian kewirausahaan pada universitas fokus pada komersialisasi
teknologi tinggi, komersialisasi teknologi, industri teknologi
tinggi, berkonsentrasi pada pelatihan bakat yang dapat
meningkatkan kapasitas perusahaan untuk inovasi independen
dan daya saing internasional
7) Pelatihan kewirausahaan dilakukan dengan praktikum dan
proyek wajib pada "kewirausahaan teknologi", "inovasi dan
karakteristik industri kewirausahaan "," manajemen kekayaan
intelektual ", dan sebagainya, untuk membantu mahasiswa
mendapatkan akses ke perusahaan teknologi terkemuka di
Zhongguancun dan meningkatkan kemampuan inovasi
teknologi.
8) Pusat Inovasi Sains dan Teknologi dengan Inovasi Sains dan
Teknologi dilibatkan dalam pendidikan kewirausahaan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 105


9) Diberikan dukungan dana kegiatan inovasi siswa dan
memberikan bimbingan dan konsultasi untuk meningkatkan
kemampuan kewirausahaan dan kualitas siswa secara
keseluruhan.
10) Universitas di Cina menggabungkan pendidikan kurikulum
dengan pendidikan praktik melalui kelas ekstensi.
11) "The First Class" adalah kelas inti pengajaran, dengan
kewirausahaan kursus seperti semangat wirausaha, modal
ventura, kewirausahaan manajemen, dan sebagainya.
12) Kegiatan praktik sosial dan kegiatan kesejahteraan sosial.
Mengadopsi kuliah pendidikan kewirausahaan dan kegiatan
kompetitif, kewirausahaan.
13) Kelompok-kelompok praktik muncul dalam bentuk proyek dan
organisasi sosial mengandalkan profesi.

d. Pendidikan Kewirausahaan di Spanyol (José C.


Sánchez-García and Brizeida Hernández-Sánchez)
Perkembangan pendidikan kewirausahaan di Spanyol seiring dengan
deklarasi ekonomi mikro sekawasan Eropa yang pada awal abad ke
19. Salah satu agenda khusus adalah dengan mengusulkan
pengembangan budaya dan mendukung kewirausahaan, serta
integrasi kewirausahaan di semua tingkatan sistem pendidikan
formal. Pendidikan formal harus dilengkapi dengan “belajar dengan
melakukan “kegiatan dan lokakarya praktis lainnya. Berkenaan
dengan Uni Eropa (UE), melakukan pembinaan pendidikan
kewirausahaan dalam konteks Uni Eropa. Kewirausahaan berpusat
pada pembentukan kekuatan ekonomi melalui ekonomi mikro.

106 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Pendidikan kewirausahaan memiliki sasaran kepada siswa usia dini
untuk menumbuhkan semangat giat berwirausaha. Pendidikan
wirausaha pada tingkat menengah dan universitas untuk
menumbuhkan inisiatif bisnis kaum muda dan program pendidikan
yang ditujukan untuk usaha kecil.

Program-program pendidikan di Spanyol diantaranya adalah pada


kajian:
1) Program pendidikan kewirausahaan dari sekolah ke universitas:
strategi pengajaran dan pembelajaran apa, tindakan apa yang
harus diambil untuk mendorong semangat kewirausahaan pada
orang muda?
2) Membina kemampuan pemecahan masalah siswa. Ini harus
diperbaiki kemampuan mereka untuk merencanakan, membuat
keputusan, dan berkomunikasi, serta membuat mereka lebih
bersedia untuk mengambil tanggung jawab, yaitu aspek khas
manajemen kompetensi.
3) Siswa harus semakin bisa bekerja sama, berjejaring, mengambil
pada peran baru, Dengan kata lain, aspek khas kompetensi sosial
harus dibina
4) Siswa harus mampu mengembangkan kepercayaan diri dan
motivasi untuk bertindak, belajar untuk berpikir secara kritis dan
mandiri, dan khususnya, memperoleh kemauan dan keinginan
kemampuan untuk belajar secara mandiri.
5) Siswa harus haus akan kreativitas, proaktif, dan pribadi inisiatif,
serta bersiaplah untuk menghadapi risiko ketika ide-ide mereka
dilatih.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 107


6) Kompetensi utama untuk pembelajaran seumur hidup terdiri
dari kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan untuk pengembangan pribadi, integrasi sosial,
kewarganegaraan aktif dan pekerjaan.
7) Memiliki pengetahuan secara keseluruhan, dan menjamin
fleksibilitas yang lebih besar dalam pasar tenaga kerja,
memungkinkannya untuk beradaptasi dengan perubahan
konstan yang terjadi di global dunia.

Kompetensi utama yang terbentuk dalam pembentukan


pengetahuan, keterampilan, dan sikap penunjang yang harus dimiliki
adalah:
1) Komunikasi dalam bahasa ibu
2) Komunikasi dalam bahasa asing
3) Kompetensi matematika dan kompetensi dasar dalam sains dan
teknologi
4) Kompetensi digital
5) Belajar cara belajar
6) Kompetensi sosial dan kewarganegaraan
7) Rasa inisiatif dan kewirausahaan
8) Kesadaran dan ekspresi budaya

Semua kompetensi ini saling tergantung dan semuanya menekankan


pemikiran kritis, kreativitas, inisiatif, penyelesaian masalah, penilaian
risiko, pengambilan keputusan dan manajemen emosi yang
konstruktif. Rasa inisiatif dan wirausaha ditantang untuk
menunjukkan kemampuan untuk mewujudkan ide dalam tindakan.
Mengandalkan kreativitas, inovasi dan pengambilan risiko, serta

108 | Model Pelatihan Kewirausahaan


kemampuan untuk merencanakan dan mengelola proyek untuk
mencapai tujuan. Subjek sadar akan lingkungan kerjanya dan mampu
memanfaatkan peluang yang muncul.

e. Program Magister Entrepreneur di Jepang


Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kalkulasi wirausaha
yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara lainnya di dunia.
Tahun 2010 jumlah wirausaha di Jepang hampir setara dengan
Amerika yang mencapai angka 10% dari total jumlah penduduknya,
sedangkan Indonesia masih berkisar kalkulasi 1,56% dari total
penduduknya. Salah satu yang perlu dicermati adalah bagaimana
Jepang melaksanakan pendidikan kewirausahaan bagi anak
bangsanya.

Salah satu program pendidikan yang diterapkan oleh Tokyo University


of Technology adalah Master Program in Entrepreneur. Program
Master ini dimaksudkan untuk membina wirausahawan yang dapat
berkontribusi pada penciptaan nilai pasar berbasis teknologi
mutakhir di bidang ilmu komputer, bio, media, kedokteran, dan
desain. Siswa memperoleh pengetahuan di bidang-bidang seperti
manajemen bisnis, pemasaran, keuangan, inovasi layanan,
manajemen teknologi, strategi kekayaan intelektual, dan analisis
data, sambil memperdalam pengetahuan mahasiswa tentang
teknologi mutakhir. Setelah selesai, mahasiswa mampu membangun
bisnis ventura atau membuat bisnis baru di dalam korporasi.
Kurikulum terdiri dari ceramah, seminar, panduan tentang persiapan
rencana bisnis, dan penulisan disertasi, dengan penekanan pada

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 109


pemeliharaan kemampuan untuk menciptakan nilai dalam
lingkungan bisnis global.

Pendidik adalah dosen yang memahami Realitas Manajemen


Perusahaan. Pelajaran diajarkan oleh pendidik yang telah
memperoleh pengalaman bisnis yang luas dengan produsen dan
perusahaan di bidang-bidang seperti ICT dan konsultasi. Juga, para
profesional seperti pengusaha, manajer perusahaan, dan manajer
kebijakan diundang sebagai dosen atau dosen khusus, dan kami
berusaha untuk memberikan sebanyak mungkin pengetahuan bisnis
yang vital.

Pelajaran dalam Program Magister ini dilakukan sesuai dengan


metode PBL (Project-based Learning) - pendekatan praktis untuk
pembelajaran kelompok. Melalui mengambil bagian dalam diskusi,
siswa memperoleh teknik pemecahan masalah dan kemampuan
untuk menciptakan nilai pasar. Sistem studi untuk Menulis Rencana
Bisnis menyeluruh atau Disertasi. Pemberian gelar master tergantung
pada pembuatan rencana bisnis atau penulisan disertasi. Mahasiswa
dapat memilih apakah akan membuat rencana bisnis atau menulis
disertasi ketika menyelesaikan program. Panduan beragam tersedia
untuk menghasilkan dokumen yang dipilih; guru yang bertanggung
jawab atas kantor penelitian masing-masing mahasiswa memberikan
instruksi utama, tetapi mahasiswa juga dapat secara teratur mencari
nasihat dari guru di bidang spesialis lainnya.

Negara-negara di dunia memiliki masing-masing program pendidikan


dan pelatihan kewirausahaan. Setiap program memiliki sasaran dan

110 | Model Pelatihan Kewirausahaan


tujuan khusus yang telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
pengguna program. Dari lima negara yang dikemukakan di atas dapat
diambil beberapa manfaat dan keunggulan program pendidikan di
perguruan tinggi yang diterapkan. Beberapa pengembangan program
pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang dilakukan kemudian
banyak berkembang model-model pelatihan kewirausahaan yang
memiliki sasaran pada proses instruksional (pembelajaran) yang
dilakukan.

f. Model Pendidikan Kewirausahaan Dunia


Berikut dirangkum beberapa penelitian dan tulisan ilmiah dari jurnal
internasional yang dipublikasikan:

1) Maria (2017) menyatakan satu bentuk pendidikan


kewirausahaan dengan menggunakan konsep kemitraan antara
kampus dengan komunitas wirausaha, kampus melakukan
hubungan kemitraan dengan komunitas wirausaha sehingga
pembentukan kemampuan mahasiswa disesuaikan dengan
kompetensi dunia usaha.

2) Huggins, & Thompson (2012) mengembangkan satu model


pembelajaran kewirausahaan “Kemitraan” antara sekolah dan
masyarakat memiliki aspek unsur dan fungsi sebagai konsep
modal sosial untuk mengidentifikasi norma sosial dan adat
istiadat yang tergabung dalam lingkungan sosial dengan
karakteristik kepercayaan dari masing-masing lingkungan.

3) Weiming Li (2017) mengemukakan suatu model pelatihan


kewirausahaan di China yang berangkat dari pengalaman dalam
mengembangkan program pendidikan Kewirausahaan di Negara

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 111


tersebut, dinyatakan bahwa Model Kompetisi Project dalam
pendidikan kewirausahaan yang memiliki menetapkan 10
universitas percontohan sebagai pilot project dalam
berkompetisi untuk berwirausaha. Kompetisi membuat
pelatihan menekankan kepada kemampuan inovasi teknologi,
komersialitas teknologi, industri teknologi tinggi, dan
mengingatkan konsentrasi pada pelatihan bakat yang dapat
meningkatkan kapasitas daya saing dalam berwirausaha.

4) Kummita (2015) mengemukakan suatu Program Pendidikan


Magister Khusus Wirausaha Sosial, dalam kurikulum yang
dinamis dengan fase-fase: a) Pedesaan Visit, b) Percontohan
Pengujian, dan c) Penelitian yang tersebar di semester yang
berbeda. Program ini memiliki jangka yang terlalu panjang dalam
penerapannya, namun baik untuk membangun sosial
entrepreneur sehingga meningkatkan jumlah wirausaha yang
berbasis kepada kebutuhan dan masalah.

5) Mehmet (2015) Pengembangan Model pelatihan kewirausahaan


dengan program mentoring bagi siswa down sindrom,
pengembangan model yang dilakukan adalah dengan
menerapkan metode mentoring dengan mahasiswa sebagai
mentor bagi para siswa down sindrom yang terjun langsung
dalam membuat sebuah kafe yang dinamakan dengan Smiling
Face. Melalui model ini dapat disimpulkan bahwa mentoring
dapat mengarahkan pembentukan perilaku berwirausaha
dengan kegiatan langsung pada industri meskipun sasaran
program adalah siswa dengan down sindrom.

112 | Model Pelatihan Kewirausahaan


6) Premand (2015) mengembangkan suatu model pelatihan untuk
mahasiswa tamatan perguruan tinggi ditahun pertama
kelulusannya dengan fokus berbagai keterampilan seperti
keterampilan bisnis, dimensi kepribadian dan ciri-ciri
kewirausahaan, metode pelatihan berbasis proyek untuk
mengatasi persoalan perguruan. Model ini diberikan pada
lulusan untuk meningkatkan fokus dalam melaksanakan
pelatihan, karena lulusan akan memiliki tanggungjawab yang
lebih besar dalam dirinya untuk berwirausaha dibandingkan
dengan mahasiswa yang masih dalam masa pendidikan.

7) Amiruddin (2015) mengembangkan suatu model pelatihan


kewirausahaan untuk mengatasi keberagaman latar belakang
siswa dengan menggunakan Modul yang divalidasi oleh pakar,
model ini memungkinkan siswa untuk belajar mandiri dengan
masing-masing kemampuan dasar yang dimilikinya pada siswa
suku Aborigin.

8) Jansen (2015) mengembangkan suatu Model Three Stage


Student Entrepreneurship Encouragement Model (SEEM) untuk
mendorong mahasiswa menjadi pengusaha pada tiga Universitas
yang berbeda. SEEM dipandang sebagai cara yang ideal untuk
memperkenalkan mahasiswa agar menjadi tertarik untuk
menerima penawaran kerjasama wirausaha dari perguruan
tinggi lain. Model SEEM ini memiliki tujuan utama untuk
membangkitkan pengusaha aktif, terutama dengan
meningkatkan kesadaran kewirausahaan sebagai pilihan karir
bagi mahasiswa. Namun model ini memiliki program jangka
panjang dan melibatkan banyak perguruan tinggi sehingga

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 113


dimungkinkan harus dilaksanakan dengan keseriusan dalam
tingkat tinggi dari seluruh universitas yang terlibat.

9) Mastura (2017) Pelatihan dikaitkan dengan sifat spesifik yang


dikenal dengan 'kompetensi', yang mana terdiri dari ciri,
keterampilan, pengetahuan dan sikap. Perbaikan keempatnya,
Karakteristik akan meningkatkan kinerja pekerjaan individu.
Oleh karena itu keterlibatan kompetensi sikap dalam
karakteristik wirausaha menentukan keberhasilan dalam
pelaksanaan program wirausaha. Hal ini menjadi dasar dalam
melakukan tes psikometri dalam menentukan indeks
karakteristik wirausaha seorang mahasiswa. Dalam penelitian
awal telah dilakukan pengukuran terhadap 497 orang mahasiswa
Universitas Negeri Padang menyatakan hasil bahwa Summary of
Entrepreneur Index Score mahasiswa berdasarkan nilai skor
rata-rata adalah 74% untuk sikap kewirausahaan, 77% locus
internal kontrol, 66% daya motivasi usaha, 65% keyakinan diri
dalam berwirausaha, 77% kebutuhan dalam pencapaian
prestasi, 66% kemampuan mengambil resiko sederhana, 73%
nilai-nilai moral kewirausahaan, 73% pemikiran dalam
kewirausahaan dan 79% tingkah laku dalam kewirausahaan.

Banyak model pelatihan yang telah dikembangkan dan dilakukan


oleh perguruan tinggi di seluruh dunia. Beberapa bentuk Model
yang telah dikemukakan masing-masing memiliki keunggulan
dan kelebihan dari aspek-aspek penerapannya. Namun
kebutuhan dari setiap model tentu berbeda-beda meskipun
tujuan dasar tetap sama yakni meningkatkan jumlah mahasiswa
wirausaha yang aktif dan produktif. Pandangan tentang
pentingnya prilaku dasar sebagai karakteristik yang perlu

114 | Model Pelatihan Kewirausahaan


ditelaah sebelum melakukan suatu tindakan dalam melatih
mahasiswa dalam berwirausaha adalah hal yang tidak dapat
diabaikan. Dilakukannya suatu evaluasi dalam menguji dan
mengetahui indeks berwirausaha seorang mahasiswa adalah
langkah dasar untuk memudahkan pembentukan pola
pendidikan dan pelatihan yang akan dilakukan melalui metode
mentoring yang tepat.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 115


Bagian 3
Pelatihan Kewirausahaan
Smart Entrepreneur Model
(SEM)
Seorang wirausaha harus memiliki keberanian dan kemauan menghadapi
masalah hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari penyelesaian dan
mengatasi masalah, memiliki jiwa berdikari dan tidak bergantung pada orang lain (Nor
Aishah 2010; Baron & Shane 2005; Yuyus & Kartib 2010). Berbagai upaya sudah dilakukan
khususnya di perguruan tinggi seperti Universitas Negeri Padang (UNP) untuk
meningkatkan jumlah mahasiswa yang memiliki jiwa dan keberanian untuk menjadi
wirausaha baik secara formal melalui mata kuliah maupun non formal.
Diantara program kewirausahaan yang telah dan sedang dijalankan di UNP
adalah Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) dan Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW). Namun pada kenyataannya banyak unit usaha yang didanai tidak
berjalan dengan baik, disinyalir banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan peserta
PMW dalam mempertahankan usaha, salah satunya adanya kelemahan dalam manajerial
usaha, peserta membutuhkan bimbingan dari praktisi dalam bentuk mentoring serta
peserta selayaknya tau terlebih dahulu bagaimana secara internal tingkat karakteristik
wirausaha yang ada didalam diri peserta, sehingga mentor dapat mengarahkan kegiatan
wirausaha yang tepat dalam mengarahkan mereka untuk berwirausaha.
Tahun 2017 telah dikembangkan suatu model pelatihan kewirausahaan Smart
Entrepreneur Model (SEM) yang dirancang berdasarkan kebutuhan untuk melaksanakan
kegiatan pementoran bagi peserta sehingga apa yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha
betul-betul terbimbing dan sesuai dengan indeks/tingkatan berwirausaha yang ada
didalam diri mahasiswa. Penelitian dan pengembangan telah sampai pada tahap
diseminasi (penyebarluasan), untuk itu Bagian 3 ini akan menjelaskan mengenai
pengembangan dan implementasi proses pengembangan model SEM di Universitas
Negeri Padang.

116 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB VIII
LATAR PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN
KEWIRAUSAHAAN SEM

Setiap pengembangan yang dilakukan dalam bidang pendidikan memilik


latar pengembangan yang disebut dengan rasionalisasi. Rasionalisasi
merupakan pengungkapan alasan-alasan mengapa satu pengembangan
dilakukan. Dengan mengemukakan alasan-alasan pengembangan maka
akan tergambar arah penyelesaian masalah apa yang diharapkan dapat
terjadi dengan dilakukannya suatu pengembangan. Untuk itu bagian ini
akan mengemukakan tentang latar pengembangan model pelatihan
kewirausahaan Smart Entrepreneur Model (SEM).

a. Tinjauan tentang Model Pelatihan Kewirausahaan


SEM
Model pelatihan kewirausahaan Smart Entrepreneur Model yang
disingkat dengan SEM adalah satu model pelatihan yang
dikembangkan sejak tahun 2017 di Universitas Negeri Padang.
Pengembangan model ini dilakukan untuk didanai dari Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui dana hibah dengan
skim Penelitian Produk Terapan yang dilakukan secara berkelanjutan
selama dua tahun. Namun kemudian implementasi dari model
pelatihan ini dilakukan melalui hibah Pengabdian Kepada Masyarakat
dengan skim Pengembangan Program Kewirausahaan.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 117


Layaknya sebuah penelitian dan pengembangan, model pelatihan
kewirausahaan SEM ini telah melalui prosedur riset R&D yang
menyesuaikan dengan kaidah ilmiah. Pelaksanaan penelitian,
pengembangan hingga implementasi produk telah berulang kali
dilakukan dengan sampel berbeda. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa model SEM ini layak menjadi suatu role model
yang baik untuk satu tujuan yang sama di kampus-kampus lainnya.

SEM telah melalui proses validasi oleh ahli melalui Forum Group
Discussion (FGD) oleh pakar untuk menjaring nilai validitas dan
ketepatan model untuk menjadi satu model pelatihan yang baik dan
benar-benar teruji. Revisi dilaksanakan semenjak awal penemuan dan
rancangan model hingga pada penerapan tahun 2018 dan tahun
2019, yang mengakibatkan model SEM awal mengalami perubahan
pada beberapa bagian terutama pada syntax model. Model SEM
ditargetkan dapat digunakan pada seluruh universitas secara nasional
maupun internasional dengan karakteristik yang sama dengan
populasi mahasiswa Universitas Negeri Padang.

Saat ini model SEM telah diterapkan melalui beberapa riset lanjutan
dan program Pengabdian Kepada Masyarakat di daerah-daerah
khususnya di Sumatera Barat. Dengan menggunakan produk
pendamping penerapan berupa modul pelatihan dan buku panduan
model SEM yang selalu diperbaharui diharapkan model ini mampu
menjadi model yang bermanfaat dalam memudahkan mahasiswa
wirausaha mencapai mindset wirausaha, perubahan karakter
wirausaha, hingga mampu menjadi wirausaha mandiri yang
bermanfaat bagi hidupnya dan masyarakat.

118 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Model SEM dilakukan untuk membentuk domain kemampuan secara
kognitif, afektif dan psikomotor pada aktivitas wirausaha berdasarkan
pengukuran indeks kewirausahaan yang dimiliki peserta pelatihan.
Prosedur pelatihan yang utama adalah melakukan tes indeks
kewirausahaan pada peserta, kemudian berdasarkan hasil indeks
diinformasikan kepada mentor bahwa peserta memiliki indeks
kewirausahaan yang memiliki beragam karakter wirausaha. Mentor
diminta untuk memberikan arahan untuk melatih peserta
berdasarkan karakter wirausaha yang dimilikinya. Dengan mengacu
kepada masing-masing karakter peserta bimbingan dan arahan
mentor dilakukan hingga hampir 3 bulan. Sebelum melakukan
pementoran peserta diberikan pelatihan dasar wirausaha terutama
fokus pada mindset dan pembentukan karakter unggul wirausaha,
pelatihan manajemen wirausaha dan aktivitas pemasaran wirausaha
berbasis teknologi.

Selama pelatihan berlangsung pengontrolan proyek dilakukan


melalui catatan harian yang diberikan kepada peserta dan mentor
pelatihan. Kerjasama dan bimbingan juga dilakukan melalui media
elektronik dan tatap muka berkala. Upaya-upaya yang dilakukan
tersebut mengarah pada tujuan bahwa pembinaan jiwa wirausaha
harus dilakukan dengan kerjasama yang bersinergi antara seluruh
pihak yang dapat mendukung kesuksesan dalam melakukan aktivitas
wirausaha.

Sesuai dengan konsep teori bahwa Latihan adalah proses belajar


dalam organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan maupun mengubah perilaku Richaid W. Beatty dan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 119


Scneinar (1994). Idwin B. Flippo yang dikutip oleh Hasibuan (2006:36),
pengertian latihan adalah: Training is the act increasing the
knowledge and skill of an employee for doing a partikular job. Latihan
adalah merupakan suatu usaha meningkatkan pengetahuan dan
keahlian seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Demikian dalam melaksanakan kegiatan pelatihan wirausaha dengan
model SEM, bahwa melakukan pelatihan adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk mencapai satu kemampuan tertentu yaitu mampu
menjadi wirausaha yang mandiri meskipun dalam status mahasiswa.

Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2000:197) pelatihan


adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada
pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawab, atau satu
pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan
keterampilan seseorang, baik yang sudah menduduki suatu pekerjaan
atau tugas tertentu maupun yang baru akan melangkah ke dunia
kerja, sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan
merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja
actual, dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge
dan ability.

Berdasarkan kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang


dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk membenahi
kelemahan-kelemahan yang sering menghambat dalam penyelesaian
tugas. Upaya ini untuk meningkatkan mutu, keahlian, dan
keterampilan seseorang yang mengikuti kegiatan pelatihan.
Disamping itu juga akan mengembangkan metode kerja dan
menciptakan pengembangan sumber daya manusia kearah yang lebih
baik.

120 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Pada dasarnya pelatihan memiliki beberapa kategori metode yang
dibedakan menjadi dua metode pelatihan yaitu metode pelatihan
tradisional dan metode pelatihan berbasis teknologi (Robbins dan
Coulter, 2010). Metode pelatihan tradisional terdiri dari:
1) Rotasi kerja: karyawan bekerja di berbagai bidang pekerjaan,
sehingga mengenali beragam tugas.
2) Mentoring dan coaching: karyawan bekerja dengan karyawan
yang berpengalaman yang memberikan informasi, dukungan,
dan dorongan; disebut juga apprenticeship diberbagai industry
tertentu,
3) Latihan pengalaman: karyawan berpartisipasi dalam permainan
peran, simulasi, atau jenis pelatihan yang melibatkan tatap muka
langsung,
4) Manual/buku kerja: karyawan merujuk pada buku pelatihan dan
manual untuk mendapatkan informasi,
5) On The Job Training dan Off The Job Training
6) Metode pelatihan On The Job Training (OJT) dan Off The Job
Training (OFJT)

Terkait dengan model pelatihan yang dikemukakan di atas, metode


pelatihan yang diterapkan dalam pelatihan SEM adalah dengan
menggunakan metode Mentoring (Coaching). Crawford (2010)
Mentoring merupakan Hubungan interpersonal dalam bentuk
kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman
maupun yang pengetahuannya lebih sedikit.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 121


Menurut Zachary (2005) Mentoring merupakan Hubungan
pembelajaran timbal balik dan kolaboratif antara dua orang atau
lebih yang memiliki tanggungjawab dan tanggung gugat/
akuntabilitas yang sama untuk membantu mentee bekerja mencapai
sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan bersama. Menurut
Europe Region (2006) Mentoring merupakan “Mendukung individu
sehingga mereka berkembang lebih efektif. Ini merupakan kemitraan
antara mentor (yang memberi bimbingan) dan mentee (yang
menerima bimbingan) yang dirancang untuk membangun
kepercayaan diri mentee”.

Ingrid (2005) menyatakan bahwa mentoring merupakan suatu proses


yang hanya diberikan untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring
berjalannya waktu, mentoring hingga saat ini juga diterapkan dalam
dunia pendidikan. Menurut Santrock (2007) Mentoring merupakan
Bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan
dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu.
Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih terlatih untuk
meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang belum
terlatih.

Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee


mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama yang melibatkan
karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat serta kesetiaan”.
Dengan demikian mentoring merupakan suatu pendekatan yang
lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan
tersebut ada visi untuk meningkatkan kualitas diri antara sesama baik
secara pemikiran maupun emosional. Dari definisi di atas, dapat

122 | Model Pelatihan Kewirausahaan


disimpulkan bahwasanya mentoring adalah suatu proses peningkatan
kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam hal
pendidikan dan pekerjaan melalui pendekatan emosional diantara
pementor dengan para menteenya.

Dalam kerangka lembaga pendidikan ada dua jenis pelatihan,


Pertama, pelatihan manajer (pengusaha) yang ditujukan untuk
memperoleh pengetahuan yang sistematis tentang operasi bisnis,
organisasi penjualan, pengembangan hubungan intercorporation,
bekerja dengan mengontrol struktur pemerintahan. Kedua, disebut
program profesional singkat, yang ditujukan untuk pekerja dengan
penemuan dan inovator, yang memiliki keterampilan profesional dan
teknologi, tetapi yang tidak dekat dengan praktek dan proses
kewirausahaan (Shindina, 2015).

Keberadaan praktek-praktek tersebut adalah praktek yang didirikan


untuk pelatihan, yang tidak mencerminkan semua tugas-tugas
profesional untuk membentuk kelas bisnis dalam masyarakat (St-Jean
& Audet, 2013). Pelatihan profesional wirausaha untuk sistem
elaborasi yang lebih serius, dapat memotivasi kelas dengan
berorientasikan kepada inovasi, berpotensi dan berorientasi pada
wirausaha, pendekatan yang dilakukan dalam jangka waktu pendek,
sederhana melakukan pendekatan terhadap hal-hal yang penting dan
mengajarkan peserta pelatihan bagaimana untuk bekerja dengan
momen kunci aktivitas kewirausahaan.
Shindina (2015) Percaya bahwa tujuan dalam mendekatkan tujuan
program kewirausahaan adalah dengan bantuan teknologi dan
metode mentoring. Mentoring pada dasarnya adalah proses

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 123


pembelajaran melalui menyajikan peserta dengan model aktivitas di
aspek yang berbeda dan proses mengoreksi model-model melalui
umpan balik. Mentor biasanya berkomunikasi dan mengajarkan hal-
hal yang mereka tahu diri mereka sendiri. Pengalaman Mentor sendiri
tidak dapat ditemukan dalam buku-buku dan artikel. Mentoring
memiliki fitur karakteristik pembinaan dan pengajaran klasik. Umpan
balik pengusaha dan dasar teoritis yang baik sangat penting di sini.
Mentor menceritakan kisah dan kemudian peserta dapat
melaksanakan tugas dan mendapatkan umpan balik yang diperlukan
(Srivastava, 2013).

Tujuan dari mentoring adalah untuk membentuk kompetensi


profesional di bawah kondisi yang realistis, saat berlatih kinerja
operasi tertentu, pemodelan koresponden aktivitas kewirausahaan.
Mentor menetapkan usaha apa yang akan mampu dilakukan
mahasiswa, Mentor menjelaskan tugas, dan kemudian peserta
pelatihan mengemukakan bagaimana mereka mampu melaksanakan
tugas yang diberikan. Mentor menunjukkan bagaimana melakukan
tugas dan memberikan komentar setiap langkah yang diambil peserta
pelatihan. Setelah peserta menyelesaikan tugas, mentor memberikan
umpan balik dan mencapai kesepakatan dengan peserta.

Vlasova, (2013) menyatakan bahwa ada aturan-aturan tertentu yang


harus diikuti agar mentoring menjadi proses yang efektif yakni
Kepercayaan dengan pasangan, kerja "face-to-face" akan lebih
efektif. Setiap kelompok usaha pengusaha memiliki mentornya
sendiri, pengembangan diri untuk memperoleh pengetahuan baru.
Terlihat bahwa pengembangan teknologi mentoring, akan

124 | Model Pelatihan Kewirausahaan


meningkatkan pelatihan profesional wirausaha dan meningkatkan
hasil aktivitas wirausaha (Archbold, 2015).

Berdasarkan kajian di atas maka banyak kebaikan yang dapat


diperoleh dari pelaksanaan pelatihan kewirausahaan dengan
menggunakan metode Mentoring, peserta pelatihan akan dibimbing
mulai dari penetapan usaha yang akan dilakukan sesuai dengan
keinginan dan kemampuan mahasiswa, pengarahan yang diberikan
melalui informasi dan pengalaman para mentor, melakukan
pendampingan dalam pengambilan keputusan sehingga mahasiswa
memiliki kemampuan dalam mengorganisasi dan memanajemen
usaha yang akan dilakukan.

Melalui metode mentoring yang dilakukan pada model pelatihan SEM


telah dibuktikan bahwa peserta merasakan lebih mendapatkan
bimbingan dan arahan dari ahli kewirausahaan yang merupakan
praktisi dan akademisi.

b. Tujuan Pelatihan Kewirausahaan SEM


Pelatihan Kewirausahaan Model SEM dilakukan dengan rumusan
tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum SEM. Sunarya (2010:1)
menyatakan bahwa Kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari tentang nilai, kemampuan dari perilaku seseorang
dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang
dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. Sedangkan
Zimmerer (1996) menyatakan bahwa Kewirausahaan adalah hasil dari
suatu disiplin ilmu serta proses sistematis penerapan kreativitas dan
inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang pasar.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 125


Fokus perhatian dari pembelajaran kewirausahaan adalah perlu
adanya suatu perubahan mindset dalam mengajarkan kewirausahaan
di kampus, dari pembelajaran yang penuh dengan teori dan hapalan-
hapalan menjadi pembelajaran yang dapat mengembangkan gagasan
kreatifitas dan semangat mahasiswa dalam berwirausaha.

Keberhasilan yang dicapai dari proses pendidikan kewirausahaan


adalah adanya perubahan kemampuan mahasiswa dari aspek
pengetahuan (kognitif), adanya perubahan perilaku, sikap, dan watak
(afektif) yang diwujudkan dengan munculnya karakteristik
berwirausaha dari mahasiswa. Kemudian perubahan perilaku yang
ditunjukkan dari kemampuan dalam melaksanakan proses
kewirausahaan (psikomotor).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti dari pendidikan dan


pelatihan kewirausahaan adalah menumbuhkembangkan
kemandirian para mahasiswa dalam menciptakan peluang usaha
yang dilatarbelakangi oleh karakteristik, potensi, dan kebutuhan
lingkungan sekitar. Dalam menyajikan pelatihan kewirausahaan di
perguruan Tinggi memang tidak mudah, karena seluruh komponen
harus terlibat untuk menanamkan nilai, sikap dan perilaku
kewirausahaan kepada mahasiswa.

Hal ini penting mengingat kewirausahaan sangat terkait dengan


“penciptaan peluang usaha‟ yang tentunya hal ini dapat dikaji melalui
teori ekonomi. Kemudian sifat-sifat kepribadian dapat dipelajari
melalui psikologi. Di samping itu mengenai perilaku, jelas harus

126 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dipelajari dengan bantuan teori perilaku. Mengenai “perilaku‟
memang cukup esensial, karena kewirausahaan sebenarnya
merupakan suatu “perbuatan‟. Oleh sebab itu, dalam mengajar
kewirausahaan harus mampu membuat peserta didik mampu dalam
“melakukan‟ kegiatan wirausaha.

Dalam usaha mewujudkan calon-calon pengusaha muda terdidik atau


pengusaha muda pemula, penumbuhkembangan budaya
kewirausahaan di perguruan tinggi dapat dimulai melalui program
pelatihan Kewirausahaan. Karena kemampuan dalam berwirausaha
tidak mungkin hanya diperoleh dari perkuliahan, Kewirausahaan
meski didukung dengan pelatihan dalam rangka memperkenalkan
dunia wirausaha sebagai inisiasi ditumbuhkan nya jiwa
kewirausahaan dari mahasiswa peserta pelatihan yang terjun
langsung dalam kegiatan berwirausaha.

c. Capaian (Output) yang diharapkan dari Pelatihan


Kewirausahaan SEM
Berdasarkan tujuan program pelatihan yang telah dikemukakan maka
dapat dijelaskan output dari pelatihan ini adalah:
1. Peningkatan minat dan motivasi mahasiswa peserta pelatihan
dalam aktivitas berwirausaha dengan terwujudnya partisipasi
aktif mahasiswa peserta PKM untuk mengikuti kompetisi atau
perlombaan kewirausahaan mahasiswa tingkat nasional maupun
internasional dengan inovasi dan kreativitas yang memiliki nilai
kebaruan berdasarkan potensi diri mahasiswa.

2. Menumbuhkan niat berwirausaha yang dapat dilihat dari


kekuatan mindset sukses dalam berwirausaha berdasarkan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 127


potensi diri, minat dan keberbakatan mahasiswa. Mahasiswa
dapat memiliki pola pikir sukses berwirausaha dan menularkan
kebiasaan berwirausaha pada rekan sejawat maupun
lingkungannya.

3. Bertumbuhnya aktivitas kewirausahaan dilingkungan Universitas


Negeri Padang melalui mahasiswa berwirausaha dengan
pengelolaan usaha (manajerial) yang mumpuni.

4. Bertumbuhnya aktivitas kewirausahaan dilingkungan Universitas


Negeri Padang dengan munculnya wirausaha internet
dikalangan mahasiswa.

5. Terpublikasinya Model Pelatihan Smart Entrepreneur Model


sebagai Model Pelatihan yang dapat menjadi referensi dan
patron dalam melaksanakan kegiatan Pelatihan Kewirausahaan.

6. Terbinanya hubungan yang baik antara wirausaha pemula


dikalangan mahasiswa dengan para wirausaha sukses sebagai
dampak dari proses mentoring yang dilaksanakan dalam
pelatihan

d. Dasar Pengembangan Model Pelatihan


Kewirausahaan SEM
Globalisasi dan perbaikan dalam teknologi komunikasi dan informasi
membawa perubahan struktural yang membutuhkan redistribusi
sumber daya terutama sumber daya manusia (SDM), oleh karena itu
perlu pembaharuan kualitas SDM yang terlibat dalam kegiatan
perekonomian khususnya Wirausaha, mengingat bahwa seperti yang
dijelaskan di atas, kegiatan kewirausahaan adalah faktor penting

128 | Model Pelatihan Kewirausahaan


untuk perkembangan perekonomian suatu Negara untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Tingkat kewirausahaan pada suatu Negara sangat bervariasi.


Dinyatakan bahwa Indonesia masih memiliki kalkulasi jumlah
Wirausaha yang masih jauh di atas rata-rata yang distandarkan yakni
2% dari jumlah warga Negara. Sesuai dengan kajian di atas hal ini
tentu menjadi factor penentu keberhasilan perekonomian Indonesia.
Rendahnya jumlah Wirausaha yang berkontribusi untuk
pertumbuhan ekonomi negara meski ditingkatkan dengan berbagai
upaya. Upaya yang kiranya strategis dalam meningkatkan jumlah
wirausaha adalah melalui jalur pendidikan di Perguruan Tinggi.

Perguruan Tinggi menjadi pilihan untuk menerapkan program-


program kewirausahaan. Pemerintah sejak tahun 2009, melalui
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan meluncurkan Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) untuk dilaksanakan dan dikembangkan oleh perguruan tinggi.
PMW dilaksanakan di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan di
beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) hasil diseleksi Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dengan alokasi dana yang
berbeda-beda (Ditjen Dikti, 2015).

PMW bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan,


keterampilan dan sikap atau jiwa wirausaha (entrepreneurship)
berbasis Iptek kepada para mahasiswa agar dapat mengubah pola
pikir (mindset) dari pencari kerja (job seeker) menjadi pencipta
lapangan pekerjaan (job creator) serta menjadi calon/pengusaha

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 129


yang tangguh dan sukses menghadapi persaingan global. Seyogyanya
Program ini juga bertujuan mendorong kelembagaan atau unit
kewirausahaan di perguruan tinggi agar dapat mendukung
pengembangan program-program kewirausahaan. Sebagai hasil
akhir, diharapkan terjadinya penurunan angka pengangguran lulusan
pendidikan tinggi.

Namun bertentangan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah


melalui program PMW, angka sarjana pengangguran di Indonesia
masih tinggi dan tidak berkurang secara signifikan dari tahun 2009
semenjak dicanangkannya program PMW oleh Dirjen Dikti. Data
menunjukkan bahwa Jumlah Pengangguran Terbuka yang merupakan
lulusan Perguruan Tinggi dari jenjang Sarjana dan Diploma di
Indonesia menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus
2015 berkisar 600.000 orang dan lulusan Perguruan Tinggi dan
pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi masih relatif banyak
dari jumlah angkatan kerja lain di Indonesia. Hal ini mengindikasi
bahwa penyerapan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi cenderung
lambat. Fenomena pengangguran berpendidikan tinggi ini
merupakan persoalan klasik yang menjadi wacana di Negara
Indonesia. Peluncuran berbagai program untuk mengantisipasi
masalah pengangguran sudah dilakukan diperguruan-perguruan
tinggi namun persoalannya setiap tahun angka penyerapan tenaga
kerja lulusan Perguruan tinggi masih rendah.

Universitas Negeri Padang (UNP) merupakan salah satu Perguruan


Tinggi Negeri yang menyelenggarakan PMW. Penyelenggaraan PMW
di UNP merupakan salah satu wujud tugas dan tanggungjawab UNP

130 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dalam mensejahterakan Negara Indonesia melalui wacana Kampus
berintegrasi Wirausaha (Entrepreneurs Campus). Oleh karena itu
program-program pemerintah dalam kegiatan wirausaha
dilaksanakan oleh UNP dengan mengacu standar kegiatan yang telah
ditetapkan. Namun kenyataan keberhasilan program PMW di UNP
masih belum dapat dikatakan sukses. Kenyataan dapat dilihat dari
data yang dikemukakan oleh Ketua Tim PMW UNP, bahwa semenjak
tahun 2009 hingga tahun 2014 diketahui bahwa dari 378 proposal
usaha yang diajukan hanya 81 (21.42%) proposal yang didanai, angka
ini menunjukkan bahwa kualitas proposal yang diajukan masih belum
memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan hingga tidak disetujui
untuk pendanaan. Kemudian dari 81 proposal usaha yang didanai
hanya 25 (30,86%) yang berjalan dan 56 (69,14%) usaha tidak berjalan
dengan berbagai persoalan terutama terkait dengan tidak kuatnya
manajemen usaha yang dilakukan mahasiswa. Persoalan ini
membuktikan bahwa meskipun pemerintah telah menyediakan
anggaran yang besar untuk melaksanakan program ini tetapi pada
kenyataannya pelaksanaan program masih belum dapat dikatakan
berhasil.

Sedangkan diketahui bahwa keinginan para mahasiswa maupun


lulusan Perguruan Tinggi untuk berwirausaha cukup baik, terbukti
dengan banyaknya mahasiswa yang mengajukan proposal pada
Program Mahasiswa Wirausaha. UNP mencatat jumlah mahasiswa
yang mengajukan proposal usaha adalah 1.597 orang dan 456 orang
yang mengajukan Business Plan semenjak 2009 – 2014. Hal ini harus
didukung dengan pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam
melakukan kegiatan wirausaha tersebut. Program Kewirausahaan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 131


merupakan awal yang baik dalam mengaplikasikan teori yang telah
dipelajari dibangku kuliah kewirausahaan itu sendiri mempersiapkan
mahasiswa untuk bertanggungjawab, aktif, berani mengambil resiko,
mengelola hasil dan belajar dari hasil, alasan mendasar dari
Kewirausahaan adalah kemandirian.

Shindina (2015) mengemukakan bahwa perkembangan aktivitas


Kewirausahaan ditentukan oleh dua faktor utama yakni pendanaan
dan dukungan oleh pemerintah dan mentoring teknologi pelatihan
dan program pendidikan yang dilakukan terhadap penerima
pendanaan, kedua faktor ini meski dilaksanakan untuk mendukung
kesuksesan suatu program Kewirausahaan. Dalam rangka proses
pengembangan pembinaan sikap mental kewirausahaan bagi
mahasiswa, perlu dikembangkan suatu model pelatihan yang
potensial, strategi dan tepat. Di samping itu diperlukan juga model
evaluasi untuk program pelatihan kewirausahaan tersebut untuk
mengukur efektivitas dan kinerja dari pelaksanaan program pelatihan
kewirausahaan. Kurangnya pengetahuan tentang konsep
berwirausaha, sikap dan karakter Wirausaha, kemampuan
manajemen yang rendah, penguasaan teknologi informasi yang tidak
memadai harus di atasi dengan suatu Model Pelatihan.

Model pelatihan yang dipandang sesuai diterapkan di Perguruan


Tinggi untuk membantu mahasiswa agar aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
berwirausaha adalah dengan pendekatan Metode Mentoring.
Pelatihan bertujuan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,

132 | Model Pelatihan Kewirausahaan


produktivitas dan kesejahteraan (Simamora, 2006: 276). (Robbins
dan Coulter, 2010: 277). Mentoring dan coaching dari peserta
pelatihan yang tidak berpengalaman dengan yang berpengalaman
memberikan informasi, dukungan, dan dorongan; disebut juga
apprenticeship.

Dengan demikian tujuan dari pelaksanaan pelatihan dengan metode


mentoring (coaching) adalah untuk memberikan pendampingan,
arahan dan informasi dalam bentuk pembekalan untuk
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi berwirausaha
mahasiswa yang mengikuti program pelatihan. Oleh karena itu telah
dirancang suatu Model Pelatihan bagi mahasiswa peserta PMW di
UNP. Model yang dikembangkan melalui penelitian ini adalah Model
Pelatihan Kewirausahaan Smart Entrepreneur Models (SEM).

Model Pelatihan Kewirausahaan ini dirancang berdasarkan suatu


proses penelitian dan pengembangan untuk memenuhi kebutuhan
dalam pelatihan Kewirausahaan yang dilengkapi dengan tahapan-
tahapan yang menjadi fase dalam pelaksanaan pelatihan
Kewirausahaan Model SEM, dan memiliki perangkat pembelajaran
sebagai pedoman dalam melaksanakan pelatihan bagi mahasiswa
dan bagi instruktur.

Keistemewaan dari Model SEM yang telah dikembangkan ini adalah


memiliki fase awal dengan melakukan tes Psikometri untuk
mengetahui indeks minat dan karakter wirausaha mahasiswa yang
menuntun pementoran sesuai dengan rekomendasi hasil tes yang
dilakukan, adanya perangkat serta buku panduan penyelenggaraan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 133


pelatihan dengan materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan
peserta pelatihan. Model SEM telah melalui proses Validasi oleh para
pakar untuk mewujudkan kesempurnaan produk. Pada Tahap 1 di
tahun pertama penelitian ini buku Model telah dikembangkan
beserta dengan kelengkapannya untuk dapat dimanfaatkan dan
diterapkan pada tahap 2 di tahun kedua penelitian.

e. Permasalahan
Rendahnya jumlah usaha PMW yang bertahan untuk
mengembangkan usahanya mengindikasi bahwa usaha yang
dilakukan peserta PMW tidak berjalan secara optimal. Berdasarkan
penelusuran dilapangan diketahui bahwa Mahasiswa anggota PMW
yang mengajukan proposal pendanaan hanya sekedar untuk
mendapatkan dana usaha, namun aktivitas usaha tidak dilaksanakan
dengan sifat mental dan kesungguhan sebagai seorang wirausaha.
Mahasiswa membuat laporan pertanggungjawaban yang tidak nyata
namun hanya sebagai pemenuhan kewajiban untuk laporan saja.
Persoalan ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi
mahasiswa sendiri, karena pada dasarnya usaha yang dilakukan
dengan baik akan mendatangkan keuntungan secara materil dan
pembinaan sikap mental berwirausaha selama menjadi mahasiswa
dapat menjadi latihan untuk menjadi sukses berwirausaha setelah
menamatkan pendidikan, sehingga pola pikir sebagai pencari kerja
dapat berubah menjadi pencipta kerja.

Pentingnya dilakukan pengembangan Model Pelatihan Kewirausahaan


untuk Mahasiswa untuk mengatasi rendahnya kemampuan mahasiswa
dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

134 | Model Pelatihan Kewirausahaan


berwirausaha yang berdampak kepada rendahnya jumlah proposal
yang disetujui Kementerian Ristek Dikti untuk pendanaan, rendahnya
keberhasilan usaha mahasiswa yang telah didanai dalam berwirausaha
dan rendahnya kemampuan mahasiswa dalam mempertahankan
usaha. Belum ditemukan pengembangan Model Pelatihan yang tepat
dan terpadu untuk memberikan pendampingan, arahan dan informasi
dalam bentuk pembekalan untuk meningkatkan, dan mengembangkan
kompetensi berwirausaha mahasiswa yang mengikuti program
pelatihan.

Banyak penyebab tidak berhasilnya suatu program yang dicanangkan,


persoalan dapat berasal dari aspek input maupun proses. Demikian
pula PMW yang dilaksanakan mahasiswa pada lingkungan UNP. Dari
segi input, PMW seharusnya benar-benar dari kalangan mahasiswa
yang memiliki karakteristik unggul sebagai wirausaha, Karakteristik
berhubungan dengan watak, perilaku, tabiat dan sikap seseorang
dalam menjalani hidupnya. Karakteristik dalam kajian ilmu
Kewirausahaan dikaitkan dengan ciri-ciri perilaku yang dimiliki
seseorang dalam proses berwirausaha. Dengan adanya karakteristik
wirausaha maka tidak akan sulit mengarahkan seorang mahasiswa
berperilaku wirausaha dalam menjalankan PMW.

Berikut dirangkum permasalahan dilapangan yang menjadi sasaran


penyelesaian dalam kegiatan pelatihan ini adalah:

1. Sebagian besar pemenang hibah PMW tidak dapat


mempertahankan dan mengembangkan usahanya.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 135


2. Rendahnya rasa tanggungjawab peserta PMW dalam membuat
laporan usaha dan terkesan hanya untuk mendapatkan dana
hibah PMW.

3. Peserta PMW memiliki kemampuan yang terbatas dalam


menjalankan usaha, seperti: tidak mampu membuat
perencanaan usaha yang benar, tidak memiliki kemampuan
manajerial dalam melaksanakan usaha, memiliki kemampuan
yang rendah dalam hal mengenal pasar dan membidik pasar.

4. Peserta PMW sebagian besar belum mempromosikan usaha dan


melaksanakan usaha dalam bisnis jaringan (internet), sebagian
besar peserta PMW tidak mengenal kegiatan wirausaha melalui
internet (e commerce).

5. Peserta pelatihan membutuhkan arahan yang


berkesinambungan dalam melaksanakan usaha, membutuhkan
pendampingan dan pementoran, tidak sekedar workshop dan
pembekalan saja tetapi arahan yang berkelanjutan dari pakar
wirausaha yang memberikan pementoran.

6. Peserta PMW membutuhkan kelompok diskusi berupa


komunitas yang memiliki visi yang sama dalam mengembangkan
usaha, agar tercipta sinergi dan pemupukan motivasi yang tinggi,
yang akhirnya menimbulkan mindset sukses wirausaha dalam
kelompok komunitas mahasiswa PMW.

136 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BAB IX
PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KEWIRASUAHAAN
SMART ENTREPRENEUR MODEL (SEM)

Model Pelatihan Kewirausahaan Smart Entrepreneur Model (SEM)


merupakan hasil dari sebuah proses penelitian dan pengembangan (R&D)
dengan menggunakan prosedur pengembangan tertentu dengan cara-
cara yang ilmiah. Prosedur pengembangan merupakan langkah kongkrit
yang dilakukan oleh peneliti sebagai pedoman dalam aktivitas
pengembangan. Banyak ahli mengemukakan mengenai model
pengembangan yang spesifik dengan prosedur pengembangan masing-
masing, namun dalam penelitian dan pengembangan ini peneliti
menggunakan prosedur pengembangan ADDIE (Analysis, Design,
Development, Implementation dan Evaluation). Dikemukakan oleh Branch
(2009) bahwa design pengembangan ADDIE merupakan salah satu design
yang efektif karena merupakan suatu pedoman dan kerangka kerja
sebagai pedoman yang kompleks yang sangat tepat untuk pengembangan
bidang pendidikan untuk menghasilkan produk dan sumber belajar
lainnya.

Kelima langkah ADDIE yaitu: 1) Analysis, penelitian pendahuluan atau


analisis kebutuhan (need analysis), 2) Design, perencanaan atau desain
model pembelajaran berbasis produksi, 3) Development, pengembangan
model dengan menguji validitas dan praktikalitas melalui Focus Group
Discussion (FGD) untuk produk model yang dihasilkan dan melakukan
revisi-revisi untuk memperbaiki model, 4) Implementation, melaksanakan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 137


uji coba terbatas atau praktikalitas terhadap model pembelajaran berbasis
produksi, dan 5) Evaluation. Melihat apakah model pembelajaran yang
sedang dibangun berhasil atau tidak.

Usaha peningkatan kualitas pembelajaran dengan merancang model


pelatihan yang berorientasi teori pendekatan sistem adalah model
pendekatan ADDIE (Lehman, 2007). Salah satu Instructional Design yang
banyak digunakan para ahli pembelajaran adalah pendekatan ADDIE
(Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Langkah-
langkah penelitian pengembangan dengan pendekatan ADDIE
menunjukkan bahwa setiap elemen akan memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya, langkah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Langkah Pengembangan Model SEM

Secara lebih lengkap prosedur pengembangan model pelatihan SEM


menggunakan langkah-langkah pengembangan instruksional ADDIE yang
dijelaskan dalam gambar berikut:

138 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Sedangkan aktivitas yang dilakukan pada tahap Design dalam model
pengembangan ADDIE yang dilakukan saat melakukan pengembangan
model kewirausahaan SEM adalah:

a. Langkah I: Analysis
Tujuan dilakukan tahapan Analisis adalah untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab terjadinya kesenjangan atau masalah-
masalah dalam pendidikan dan pembelajaran. Branch (2009)
menyatakan prosedur umum yang terkait dengan fase Analisis adalah
(a) Memvalidasi kesenjangan kinerja peserta PMW
(b) Menentukan tujuan pelatihan
(c) Analisis peserta pelatihan
(d) Audit sumber daya yang tersedia
(e) Menyusun rencana manajemen proyek pengembangan.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 139


Sedangkan hasil yang diperoleh setelah melakukan tahap Analisis
adalah jawaban bahwa:
(a) Ketentuan apakah pengembangan pelatihan kewirausahaan
model SEM yang akan dilakukan dapat menutupi kesenjangan
kemampuan kewirausahaan yang terjadi, pastikan bahwa
penelitian dan pengembangan yang dilakukan tepat untuk
menyelesaikan masalah pembelajaran
(b) Ajukan tingkat instruksi mana yang akan menutup kesenjangan
(c) Rekomendasikan strategi untuk menutup kesenjangan kinerja
berdasarkan pengalaman. Salah satu langkah penting pada fase
analisis setelah tingkat kesenjangan ditentukan adalah
mengidentifikasi penyebab utama terjadinya kesenjangan.

Secara praktis semua penyebab perbedaan kinerja atau kemampuan


wirausaha peserta hibah PMW yang menjadi peserta pelatihan SEM
dapat dikategorikan salah satunya adalah:
1) Kurangnya sumber daya
2) Kurangnya motivasi
3) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan.

Branch menyajikan bentuk identifikasi hasil analisis sebagai berikut:

Gambar 3. Identifikasi hasil analisis berdasarkan kesenjangan


(Sumber: Branch, 2009:27)

140 | Model Pelatihan Kewirausahaan


b. Langkah II: Design
Tujuan dilakukannya fase design adalah untuk memverifikasi kinerja
yang diinginkan dan metode pengujian yang sesuai untuk dilakukan
dalam pengembangan. Setelah menyelesaikan fase design peneliti
harus dapat menyiapkan satu set rancangan produk yang spesifik dan
fungsional untuk menutup kesenjangan (masalah) yang telah
diidentifikasi pada tahan analisis. Fase design akan menetapkan “Line
of Sight” sebagai panduan menyelesaikan pengembangan
menggunakan design pengembangan ADDIE. Line of sight sebagai
garis pandang yang menyeluruh dari permasalahan proses
pemecahan hingga hasil yang diperoleh dari pengembangan untuk
menyelesaikan masalah. Line of Sight disajikan di sini sebagai
pendekatan praktis untuk mempertahankan keselarasan kebutuhan,
tujuan, sasaran, strategi, dan penilaian di seluruh proses ADDIE dalam
mengembangkan model pembelajaran berbasis produksi.

Tujuan dari fase Design adalah untuk memverifikasi kinerja yang


diinginkan dan metode pengujian yang sesuai. Prosedur umum yang
terkait dengan Fase desain adalah:
(a) Melakukan inventarisasi tugas atau kemampuan yang
diharapkan dimiliki oleh peserta pelatihan setelah mengikuti
serangkaian kegiatan pelatihan
(b) Menyusun tujuan kinerja peserta pelatihan melalui item-item
indikator indeks kewirausahaan dan karakter wirausahawan
yang diharapkan dimiliki oleh peserta pelatihan
(c) Hasilkan strategi pengujian yang merupakan bentuk pengujian
terkait dengan bagaimana pengujian, instrumen dan analisis
yang akan dilakukan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 141


(d) Menghitung pengembalian investasi.
Fase desain menetapkan ‘‘Line of Sight” untuk menyelesaikan
fase ADDIE yang tersisa. Line of Sight design ADDIE pada fase
Design dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini:

Gambar 4. Line of Sight Design ADDIE pada Fase Design


Sumber: Branch (2009:61)

Sedangkan hasil dari fase ini adalah sebuah desain sederhana yang
menyajikan komponen umum dari model pembelajaran berbasis
produksi, dengan ringkasan sebagai berikut: 1) Diagram inventaris
tugas, 2) Satu set lengkap tujuan kinerja, 3) Satu set lengkap item tes,
4) Strategi pengujian, 5) Pengembalian investasi proposal.

Uraian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Conduct a task inventory (melakukan inventarisasi


tugas)
Tujuan mengidentifikasi tugas-tugas penting yang diperlukan
untuk mencapai suatu tujuan pengajaran terkait dengan; tujuan
instruksional, karakteristik umum dari kelompok siswa, semua
sumber daya yang dibutuhkan dalam mengembangkan model
pembelajaran berbasis produksi. Memfasilitasi cara untuk
menentukan kesiapan pelajar, Inventarisasi tugas secara logis

142 | Model Pelatihan Kewirausahaan


mengatur konten sehingga siswa dapat membangun
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan instruksional. Hasil akhir dari kegiatan ini berbentuk
daftar item lengkap merujuk pada tugas kinerja untuk mencapai
tujuan instruksional.

Hasil Inventarisasi tugas adalah diagram yang menentukan Tugas


penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional.
Konsep inventaris tugas dalam konteks pelatihan kewirausahaan
yang dilakukan saat penelitian dilakukan dengan cara
mengidentifikasi item-item penting yang perlu dan harus
dipelajari untuk mencapai tujuan tertentu, hal ini sering disebut
dengan task analysis. Tujuan instruksional dapat dianalisis sesuai
dengan pengetahuan, keterampilan, sikap. Inventaris tugas
menentukan kinerja dituntut untuk mencapai tujuan
instruksional untuk selesai dalam periode waktu tertentu.
Tujuan pelatihan yang hendak dicapai dalam pelatihan
kewirausahaan dirumuskan sesuai dengan tujuan kegiatan
kewirausahaan dalam membentuk mindset wirausaha, karakter
wirausaha dan kemampuan menjadikan mahasiswa sebagai
wirausaha mandiri berdasarkan kemampuan, minat dan bakat
serta keilmuannya di era revolusi industri 4.0.

b) Compose Performance Objectives (Susunan tujuan


berdasarkan komponen kinerja).
Menyusun tujuan yang mencakup komponen kondisi komponen
kinerja. Dalam kegiatan ini peneliti pengembangan harus;
 Mengetahui tentang semua tugas utama untuk masing-
masing tujuan pelatihan yang telah ditentukan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 143


 Mengetahui kemampuan dan kemampuan umum peserta
pelatihan kewirausahaan yang kemungkinan akan terlibat
dalam lingkungan belajar yang disengaja dalam pelatihan
 Memahami tugas prasyarat yang diperlukan untuk memulai
proses pembelajaran yang disengaja. Kategori pembelajaran
seperti taksonomi Bloom dapat digunakan untuk
menentukan hasil pelatihan.

c) General Testing Strategies (Menyusun strategi


pengujian/tes)
Tujuan Membuat item untuk menguji kinerja peserta pelatihan,
komponen kriteria dari tujuan kinerja memberikan standar
ukuran untuk menentukan keberhasilan pengembangan yang
telah dilakukan. Pengujian memberikan umpan balik kepada
pendidik tentang apakah telah pembelajaran terjadi, dan untuk
merancang tentang seberapa baik pembelajaran yang telah
dilakukan memfasilitasi tujuan dan sasaran, penilaian ini
dilakukan melalui sebuah ujian. Strategi pengujian harus
memiliki kesetiaan yang tinggi antara tugas, tujuan, dan item tes.
Hal yang harus dapat diketahui dalam kegiatan tes kinerja
peserta pelatihan adalah:
 Apakah peserta menunjukkan kinerja yang diperlukan?
 Apakah peserta memenuhi kriteria untuk kinerja?
 Apakah peserta melakukan dalam kondisi yang ditentukan?

Pengujian diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya siswa


mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana ditentukan selama
proses pengembangan. Ketentuan yang digunakan adalah
Semakin tinggi kesesuaian antara tugas, tujuan, dan item tes,

144 | Model Pelatihan Kewirausahaan


semakin baik potensi untuk kursus yang sukses sumber belajar
dan pembelajaran pendamping. Semakin besar keaslian strategi
pembelajaran dan sumber belajar, semakin besar potensi untuk
program studi untuk menutup kesenjangan kemampuan
wirausaha yang diharapkan.

d) Calculate return on investment (Perkiraan biaya


pengembangan)
Salah satu yang harus dipertimbangkan dan dilakukan dalam fase
design adalah menyusun dan memperkirakan anggaran biaya
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses penelitian dan
pengembangan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi
pengujian yang dilakukan beserta seluruh sumber daya yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek pengembangan.

c. Langkah III: Develop


Tujuan dari fase Develop (mengembangkan) adalah untuk
menghasilkan dan memvalidasi model kewirausahaan SEM yang telah
dikembangkan. Setelah menyelesaikan fase develop ini peneliti harus
dapat mengidentifikasi semua sumber daya yang akan dibutuhkan
untuk melakukan yang direncanakan melalui situasi pelatihan yang
direncanakan. Pada akhir fase ini peneliti harus telah memilih atau
mengembangkan semua produk yang diperlukan untuk
mengimplementasikan produk pada tahap berikutnya. Hasil dari fase
ini adalah satu set model pelatihan SEM yang komprehensif
mencakup semua produk dan sistem pendukung penerapan model
pelatihan yang dikembangkan.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 145


Prosedur umum yang terkait dengan fase Develop adalah sebagai
berikut:

1. Generate Content (Hasilkan Konten)


Pada tahapan ini semua hal yang terkait dengan perencanaan
kegiatan pelatihan kewirausahaan SEM yang telah disusun telah
terumuskan dengan baik diantaranya yang harus telah
dirumuskan adalah;
 Tujuan kinerja spesifik untuk semua tujuan pelatihan
kewirausahaan SEM (task analysis),
 Strategi pengujian untuk menilai tingkat keberhasilan,
 Item tes untuk tujuan kinerja,
 Setiap spesifikasi fungsional yang diperlukan untuk
mendukung konteks pembelajaran.

2. Select or develop supporting media (memilih dan


mengembangkan media pendukung)
Dalam menerapkan suatu model pembelajaran terdapat sistem
pendukung yang berfungsi untuk melaksanakan kegiatan
pelatihan berupa media pendukung dalam membelajarkan
peserta. Pada tahap ini telah dipilih atau kembangkan media
yang cukup untuk mencapai sasaran kinerja pelatihan. Media
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah
modul ajar.

3. Develop Guidance for The Student (Mengembangkan


pedoman belajar peserta pelatihan)
Untuk memudahkan dalam menerapkan model pelatihan
kewirausahaan SEM maka dalam fase ini juga dikembangkan

146 | Model Pelatihan Kewirausahaan


suatu sumber informasi berupa panduan bagi peserta saat
melaksanakan pelatihan. Memberikan panduan untuk
menavigasi strategi pembelajaran meningkatkan pengalaman
belajar. Format pedoman belajar peserta bervariasi tergantung
pada tujuan instruksional dan sasaran pelatihan. Kriteria
panduan belajar bagi peserta diharapkan memenuhi syarat
organisasi, format dan kualitas isi.

4. Develop Guidance for The Teacher (Mengembangkan


panduan mengajar untuk pendidik)
Selain dikembangkan panduan belajar untuk peserta juga
dikembangkan panduan mengajar bagi pendidik. Bertujuan
untuk memberikan informasi untuk membimbing pendidik
dalam memfasilitasi pembelajaran saat ujicoba dilakukan.
Panduan ini berisikan semua strategi pembelajaran dan panduan
menggunakan semua media yang dibutuhkan dalam
melaksanakan implementasi produk pengembangan.

5. Conduct Formative Revisions (Melakukan revisi


formatif)
Kegiatan dalam tahapan ini adalah melakukan revisi produk
dalam proses pembelajaran sebelum implementasi produk.
Semua sumber belajar yang telah tersedia dipersiapkan untuk
diujicoba dalam kelompok kecil dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi dan rekomendasi sebagai bahan revisi
produk. Evaluasi formative ini bertujuan untuk untuk
meningkatkan kualitas produk. Peneliti melakukan evaluasi
formatif untuk meningkatkan kualitas hasil rancangan agar dapat

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 147


memenuhi tujuannya dan untuk mengurangi kesenjangan
kinerja. Evaluasi Formatif adalah proses pengumpulan data yang
dapat digunakan untuk merevisi instruksi sebelum
implementasi, sedangkan Evaluasi Sumatif adalah proses
pengumpulan data dalam implementasi. Tujuan Evaluasi
Formatif adalah untuk menentukan potensi efektivitas sumber
belajar yang sedang dikembangkan dan untuk mengidentifikasi
sumber belajar atau bagiannya yang perlu direvisi. Evaluasi
formatif juga memberikan peluang bagi memastikan sikap siswa
terhadap sumber belajar dan potensi efektivitas sumber daya
kegiatan.

6. Conduct a Pilot Test (Melakukan Uji Coba)


Hasil uji coba pada tahap sebelumnya One to one trial digunakan
untuk merevisi sumber belajar dalam persiapan untuk uji coba
kelompok kecil. Hasil uji coba kelompok kecil digunakan untuk
merevisi sumber belajar dalam persiapan untuk uji coba
lapangan. Hasil dari uji coba lapangan digunakan untuk merevisi
sumber belajar sebelum melakukan implementasi.

d. Langkah IV: Implementation


Tujuan dari fase Implementasi adalah untuk mempersiapkan
lingkungan belajar dan melibatkan peserta pelatihan. Prosedur
umum yang terkait dengan tahap implementasi adalah
mempersiapkan peserta pelatihan, pemateri dan mentor. Setelah
menyelesaikan fase Implementasi, Fase Implementasi menunjukkan
kesimpulan kegiatan pengembangan merupakan akhir dari evaluasi
formatif. Semua sumber belajar telah mengalami evaluasi formatif

148 | Model Pelatihan Kewirausahaan


dan persyaratan untuk pendidik, instruktur, dan pelatih telah
diidentifikasi.

Terdapat dua persiapan utama dalam fase implementasi yaitu:


a) Prepare a teacher (Mempersiapkan pendidik)
Para pelatih dan mentor yang akan bertanggung jawab untuk
memfasilitasi instruksi harus diidentifikasi. Guru yang dipilih
harus sudah memiliki keterampilan fasilitasi dasar untuk wilayah
konten yang akan diberikan. Namun, guru juga perlu
diidentifikasi dan dipersiapkan untuk suasana pembelajaran dan
aspek-aspek khusus dari instruksi yang baru dikembangkan.

b) Prepare a student (Mempersiapkan peserta didik)


Terdapat kebutuhan dalam mempersiapkan siswa untuk
berinteraksi dengan sumber belajar yang telah dikembangkan,
agar pembelajaran yang dilakukan dapat terjadi sesuai dengan
perencanaan. Cara paling efisien dan menerapkan strategi yang
akan merangsang ide dari siswa dan menjaring informasi strategi
pembelajaran yang dapat memberikan kenyamanan siswa dalam
menerapkan model pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi celah kesalahan dalam penerapan.

e. Langkah V: Evaluation
Tujuan dari tahap Evaluasi adalah untuk menilai kualitas produk yang
telah dikembangkan dan proses pengajaran yang telah diterapkan,
baik sebelum dan sesudah implementasi. Prosedur umum yang
terkait dengan fase Evaluasi dikaitkan dengan menentukan kriteria
evaluasi, memilih alat evaluasi yang tepat, dan melakukan evaluasi.
Setelah menyelesaikan tahap Evaluasi peneliti seharusnya dapat
mengidentifikasi keberhasilan pengembangan, merekomendasikan

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 149


peningkatan untuk proyek-proyek berikutnya yang memiliki cakupan
yang sama. Hasil dari fase ini adalah Rencana Evaluasi. Komponen
umum rencana evaluasi adalah ringkasan yang menguraikan tujuan,
pengumpulan data alat, waktu, dan orang atau kelompok yang
bertanggung jawab untuk tingkat evaluasi tertentu, seperangkat
kriteria evaluasi sumatif, dan seperangkat alat evaluasi.

Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah:

1. Determinate Evaluation Criteria (Menentukan Kriteria


Evaluasi)
Tujuan evaluasi dalam pendekatan ADDIE adalah untuk
menentukan apakah kualitas pembelajaran sumber daya
memenuhi standar yang ditetapkan dalam fase Design.
Penentuan tersebut didasarkan pada kriteria penilaian yang
dibebani dalam tujuan pengajaran dan tujuan kinerja. Evaluasi
memiliki peran penting dalam desain pelatihan, oleh karena itu
design pengembangan ADDIE menetapkan evaluasi pada satu
bagian khsusus. Ada banyak alasan untuk melakukan evaluasi di
seluruh pengajaran proses desain seperti menentukan
akuntabilitas untuk kegiatan pelatihan, menghasilkan data
komparatif, menentukan tingkat keberhasilan untuk program
pelatihan dan Pendidikan.

2. Select Evaluation Tools (Memilih instrument evaluasi)


Melakukan identifikasi atribut utama untuk masing-masing
instrumen evaluasi yang dipilih yang digunakan dalam
pendekatan ADDIE. Ada berbagai alat pengukuran yang tersedia
untuk pengembangan instruksional. Setiap alat pengukuran

150 | Model Pelatihan Kewirausahaan


memiliki atribut sendiri yang membuatnya efektif untuk jenis
evaluasi tertentu.

3. Conduct Evaluation (Melakukan Evaluasi)


Dalam melakukan tindakan evaluasi terhadap mode pelatihan
kewirausahaan SEM yang dikembangkan terdapat tiga hal yang
harus diperhatikan yakni:
1) Menyusun kriteria untuk setiap tingkat evaluasi yang telah
ditentukan,
2) Mengembangkan instrumen evaluasi telah diidentifikasi
sesuai kebutuhan,
3) Strategi implementasi evaluasi. Evaluasi yang dilakukan
membantu tim pengembang instruksional dalam menilai
kualitas pembelajaran, sumber daya serta menilai kualitas
proses yang digunakan untuk menghasilkan sumber belajar
tersebut. Beberapa tingkatan evaluasi harus digunakan
pada akhir proses desain pembelajaran.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 151


DAFTAR REFERENSI
Alber, R. (2012). Deeper Learning: A Collaborative Classroom is Key. Di
download melaluihttp://www.edutopia.org/blog/deeper-
learning-collaboration-keyrebecca-alber
Alex S. Nitisemito. 1982. Manajemen Personalia. Edisi Revisi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Arends. Richard I. (2001). Learning To Teach. Belajar untuk Mengajar. Edisi
Ketujuh. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Benny, Pribadi. 2014. Desain Dan Pengembangan Program Pelatihan
Berbasis Kompetensi Implementasi Model ADDIE. Bandung:
Premada Media Group.
Bialik, M., Bogan, M., Fadel, C., & Horvathova, M. (2015). Character
education for the 21st century: What should students learn?
Boston, MA: Center for Curriculum Redesign.
Biksea Veronika, Baiba Rivzab, Inga Riemerec 2014. The Social
Entrepreneur as a Promoter of Social Advancement. Procedia -
Social and Behavioral Sciences 185 (2015) 469 – 478.
Christopher S. Hayter. 2015. Constraining entrepreneurial development: A
knowledge-based viewof social networks among academic
entrepreneurs. Research Policy 45 (2016) 475–490
Coduras, A., Levie, J., Kelley, D.J., Saemundsson, J.R., Schott, T.,2010.
Global Entrepreneurship Monitor Special Report: A Global
Perspective on Entrepreneurship Education and Training. Global
Entrepreneurship Research Association, Wellesley, MA..
Cromie, S. 2000, “Assessing entrepreneurial inclinations: some
approaches empirical evidence”, European Journal of Work and
Organizational Psychology, Vol. 9 No. 1, pp. 7-30
Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat
Dewi, Muharika. 2016. Review. Karakteristik Profil Wirausaha Sukses.
Jurnal Ilmiah Ekotrans. Vol. 16 No.5. hal. 1 – 8
Drake, S.M. (2014). Designing across the curriculum for “sustainable
wellbeing”: A 21st century approach. In F. Deer, T. Falkenberg, B.
McMillan, & L. Sims (Eds.), Sustainable well-being: Concepts,

208 | Model Pelatihan Kewirausahaan


issues, and educational practice (pp. 57–76). Winnipeg, MB:
Education for Sustainable Well-Being (ESWB)
Eggen, P.D & Kauchak, P. P. (1996). Strategies for Teacher: Teaching
Content and Thinking Skill. Boston
Entrialgo, M., Fernandez, E. and Vazquez, C. 2000. “Characteristics of
managers as determinants of entrepreneurial orientation: some
Spanish evidence”, Enterprise and Innovation Management
Studies, Vol. 1 (2). 187-205
Fullan, M. (2013). Great to excellent: Launching the next stage of Ontario’s
education agenda. Toronto: Ontario Ministry of Education.
Retrieved from:
www.edu.gov.on.ca/eng/document/reports/FullanReport_EN_
07.pdf.
Ganefri, 2017. Perspektif Pedagogi Entrepreneurship di Pendidikan Tinggi,
Kencana Prenada Media Group, Depok
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Andi Offset.
Halim, A & Ali M. M. 1993. Training and Profesional Development [On-
line]. http://www.fao.org
Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hansemark, O.C. 1998. “The effects of an entrepreneurship programme
on need for achievement and locus of control of reinforcement”,
International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research,
Vol. 4 No. 1, pp. 28-50.
Hasibuan, Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi.
Aksara. Jakarta
Hastuti P.C, Thoyib, A. Troena, E.A., Setiawan, M. 2015. The Minang
Entrepreneur Characteristic. Procedia - Social and Behavioral
Sciences 211 (2015) 819 – 826
Hobbs, R., & Frost, R. (2015). Measuring the Acquisition of Media-Literacy
Skills. Reading Research Quarterly, 38(3), 330–355.
Huarng Kun-Huang, Chih-Wen Wua. 2014. Global entrepreneurship and
innovation in management. Journal of Business Research, JBR-
08218; No of Pages 5.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 209


Jimenez, A, Carmen P, María J, Bernalb J. 2015. The impact of educational
levels on formal and informal entrepreneurship. Business
Research Quarterly Vol. 34 (12) 9 – 21
Joyce Bruce, Weil Marhsa & Emily Calhoun. (2009). Models of Teaching
Model-model Pengajaran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2012.
http://www.artikata.com/.2012. Didownload pada tanggal 20
Februari 2017
Kasmir. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Edisi Revisi 11.
Jakarta: Rajawali Press
Khan, M., Wu, X., Dou, W,. (2018). Big Data Challenges and Opportunities
in the Hypeof Industry 4.0. IEEE ICC 2017 SAC Symposium Big
Data Networking Track.
Kuratko, D.F. 2003. Entrepreneurship Education: Emerging Trends and
Challenges for the 21st Century, Coleman Foundation White
paper Series, http://usasbe.org/pdf/CWP-2003- kuratko.pdf.
Littunen, H. 2000, “Entrepreneurship and the characteristics of the
entrepreneurial personality”, International Journal of
Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 6 No. 6, pp. 295-309
Mayer, W. J. 1985. Concept of Mathematical Modeling. Singapore: Mc
Graw-hill Book Company
Meredith, Geoffrey G., Nelson, Robert E., & Neck, Phllip A. 2002.
Kewirausahaan. Teori dan Praktek (The Practice of
Entrepreneurship). Jakarta: Penerbit PPM.
Millman, W. C, Wong, Z. Li, and H. Matlay. 2009. Educating students for e-
entrepreneurship in the UK, the USA and China, Industry and
Higher Education, 2009, vol. 23, no. 3, pp. 243-252.
Moekijat, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan kesembilan,.
Penerbit: Mandar Maju, Bandung.
Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan
Produktivitas. Bandung: Mandar Maju.
Moenir, H.AS, 2008. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi
Aksara. Jakarta
Muharika D dan Mulyani, Sitti Rizki. 2019. Wirausaha Internet Buku Ajar
Alternatif. Padang. CV. Muharika Rumah Ilmiah.

210 | Model Pelatihan Kewirausahaan


Muhtarom dkk. 2017. Pelatihan Kewirausahaan Di Universitas PGRI
Semarang Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 08.No. 01
Maret 2017. Hal. 104-113.
Peter F. Drucker. 1985. Innovation and Entrepreneurship Practice and.
Principles, New York
Prawirokusumo, Soeharto. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha
Kecil,. Yogyakarta, BPFE.
Rachmawati, I.K. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Andi.
Rahyubi, Heri. (2012). Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran
Motorik. Bandung: Nusa Media.
Robbins, P. Stephen dan Mary Coulter. 2010. Manajemen, diterjemahkan
oleh Bob Sabran, Wibi Hardani. Erlangga: Jakarta
Sagala, Syaiful. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta
Sagie, A. and Elizur, D. 1999. “Achievement motive and entrepreneurial
orientation: a structural analysis”, Journal of Organizational
Behavior, Vol. 20 No. 3, pp. 375-87.
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Setyawan, Ibnu Aji. (2018). Kupas Tuntas Jenis dan Pengertian Literasi
https://gurudigital.id/jenis-pengertian-literasi-
adalah/Downloaded 25 March 2019
Sofyandi, Herman.2013. Manajemen Sumber Daya manusia,. Yogyakarta:
Graha ilmu
Stewart, W.H., Watson, W.E., Carland, J.C. and Carland, J.W. 1998. “A
proclivity for entrepreneurship: a comparison of entrepreneurs,
small business owners, and corporate managers”, Journal of
Business Venturing, Vol. 14, pp. 189-214.
Sudirman 2001. Penilaian Dan Penilaian. Bandung: Sinar Baru Bandung.
Suprijono. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suryana. 2010. Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Tambunan, D. 2014. The Multiple Roles of Entrepreneurial Project in
International Business Management. International Conference

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 211


on Entrepreneurship Education. Universitas Ciputra 28-29
Agustus 2014, Surabaya
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our
times. San Francisco: Jossey-Bass.
Unesco. (2018). What kind of learning for the 21st Century? Di download
melalui https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000242996
pada tanggal 2 Januari 2019.
Valerio A, Parton B, Robb A. 2014. Entrepreneurship Education and
Training Programs around the World; Dimensions for Success.
International Bank for Reconstruction and Development / The
World Bank: Washington D.C.
Yahya, Muhammad. (2018). Era Industri 4.0: Tantangan Dan Peluang
Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia. Pidato
Pengukuhan Penerimaan Jabatan Professor Tetap dalam Bidang
Ilmu Pendidikan Kejuruan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Makassar.
Yoder. 1962. Personal Principle and Policies. Printing Hall, New York.
Maurez Company Ltd.
Yulastri A, Hidayat H, Ganefri. 2018. LEARNING OUTCOMES WITH THE
APPLICATION OF PRODUCT BASED ENTREPRENEURSHIP
MODULE IN VOCATIONAL HIGHER EDUCATION. Vol. 8 (2). 121-
131. Jurnal Pendidikan Vokasi.
Yulastri A, Hidayat H, Islami S, Edya F. 2017. Developing an
Entrepreneurship Module by Using Product-Based Learning
Approach in Vocational Education. Vol 12 (5). INTERNATIONAL
JOURNAL OF NVIRONMENTAL & SCIENCE EDUCATION.
Zimmerer, T. W., Scarborough, N.M., & Wilson, D. 2008. Essentials of
entrepreneurship and small business management (4th ed.).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Zinn Bernd. (2014). Technological literacy – Relevance spectrum,
educational standards and research Journal of Technical a
Education. Band 2, 2014, Heft 2. Journal of Technical Education
(JOTED) ISSN 2198-0306 online unter: http://www.journal-of-
technical-education.de

212 | Model Pelatihan Kewirausahaan


BIODATA PENULIS
Dra. Asmar Yulastri, Ph.D adalah seorang pengajar di
Fakultas Pariwisata dan Perhotelan Universitas Negeri
Padang dan Kepala Pusat Pelaksana Teknis
Pengembangan Karir dan Kewirausahaan Universitas
Negeri Padang. Pendidikan formal sarjana
diselesaikan di IKIP Padang, Pendidikan S2 di IKIP
Yogyakarta dan S3 di Universiti Kebangsaan Malaysia. Pendidikan S1, S2
maupun S3 yang diambil pada jalur pendidikan Vokasional.

Salah satu mata kuliah yang diampu semenjak menjadi dosen,


adalah Kewirausahaan baik pada mahasiswa S1, S2, maupun S3. Selama
menjadi dosen sudah banyak penelitian dibidang Vokasional dan
Kewirausahaan yang dilakukan, diantaranya adalah: Pengaruh
Kecenderungan Personality Kerjaya Tahap Pengetahuan Keusahawanan
dan Aspirasi Kerjaya Terhadap Minat Kerjaya Keusahawanan Pelajar
Sekolah Menengah Vokasional Sumatera Barat (2015), tesis Doktor
Falsafah dari Universiti Kebangsaan Malaysia, Pengembangan “Smart
Entrepreneur Model” (SEM) Untuk Meningkatkan Jumlah Mahasiswa
Wirausaha dan Lulusan di Universitas Negeri Padang (2 tahun, 2017 sd
2018). Hilirisasi hasil penelitian ini sudah dilakukan dalam bentuk
Pengabdian Kepada Masyarakat (2019 dan 2020). Pengembangan Model
Pelatihan Entrepreneurship dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis
Produksi Pendidikan Vokasi Pada Pendidikan Tinggi (2 tahun 2019 sd
2020).
Selain itu sering juga diundang sebagai nara sumber Kewirausahaan
baik dalam kegiatan Kemahasiswaan maupun dosen Kewirausahaan di
UNP ataupun Perguruan Tinggi di luar UNP.

Dra. Asmar Yulastri, Ph.D.| 213


214 | Model Pelatihan Kewirausahaan

Anda mungkin juga menyukai