Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Karya Inovasi Guru

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KARYA INOVATIF GURU

JUDUL KEGIATAN

PENERAPAN KEGIATAN MAKAN DENGAN


SENDOK PADA ANAK DISABILITAS
INTELEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MERAWAT DIRI DI SLB
NEGERI JEMBER TAHUN PELAJARAN
2021/2022

Oleh :
Nama : RUBAIYAH, S.Pd, MM
NIP. : 19630722 198703 2 007
Unit Kerja : SLB Negeri Jember

CABANG DINAS PENDIDIKAN

PROVINSI JAWA TIMUR WILAYAH JEMBER

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah :

PENERAPAN KEGIATAN MAKAN DENGAN SENDOK PADA


ANAK DISABILITAS INTELEKTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI DI
SLB NEGERI JEMBER TAHUN PELAJARAN 2021/2022

Disusun Oleh :

Nama : RUBAIYAH, S.Pd, MM

NIP : 19630722 198703 2 007

Asal Sekolah : SLB NEGERI JEMBER

Laporan ini disahkan untuk digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Jember, Mei 2022


Kepala SLB Negeri Jember,

UMI SALMAH, S.Pd, M.Pd


NIP. 19660430 198811 2 001

1
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat


dan hidayah Nya kegiatan dan pelaporan karya inovatif Guru dengan judul
PENERAPAN KEGIATAN MAKAN DENGAN SENDOK PADA ANAK
DISABILITAS INTELEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MERAWAT DIRI DI SLB NEGERI JEMBER TAHUN
PELAJARAN 2021/2022 dapat terlaksana dengan baik.
Dalam penyusunan laporan karya inovasi ini tentu tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah
Jember
2. Kepala Sekolah SLB Negeri Jember,
3. Dewan guru SLB Negeri Jember, serta
4. Berbagai pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyusunan
laporan ini.
Sebagaimana pepatah mengatakan, tidak ada gading yang tak retak,
demikian pula dengan tulisan ini yang masih ada, tentu perlu disempurnakan.
Oleh karena itu saran, kritik, dan masukan yang bersifat membangun demi
peningkatan kebermaknaan tulisan ini, diterima dengan senang hati dan teriring
ucapan terima kasih.

Jember, Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
No Halaman
1. HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
2. HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
3. KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
4. DAFTAR ISI............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Jenis Kegiatan........................................................................... 2
C. Manfaat Kegiatan ..................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI
A. Penerapan Makan Dengan Sendok........................................... 4
B. Disabilitas Intelektual............................................................... 6
C. Keterampilan Merawat Diri......................................................
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tujuan dan Sasaran................................................................... 8
B. Metode/Cara Melaksanakan Kegiatan...................................... 8
C. Alat/Instrumen.......................................................................... 9
D. Waktu dan Tempat Kegiatan.................................................... 9
BAB IV HASIL KEGIATAN
A. Proses Kegiatan......................................................................... 10
B. Pemecahan Masalah.................................................................. 11
BAB V SIMPULN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN.............................................................................. 12
B. REKOMENDASI..................................................................... 12
5. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 13
LAMPIRAN-LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara Indonesia tanpa
terkecuali. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Dari pernyataan tersebut, maka anak-anak penyandang
disabilitias atau anak berkebutuhan khusus pun berhak memperoleh
pengajaran yang sama dengan anak-anak pada umumnya. Pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus akhir-akhir ini telah menjadi perhatian bagi
banyak pihak. Anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler).
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khsus. Pasal inilah yang memungkinkan
terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini
diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus. Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di
setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah
reguler/umum.
Kemandirian pada umumnya dipelajari oleh anak-anak dengan
sendirinya. Tidak perlu latihan atau bimbingan secara khusus untuk
mengajarkan kemandirian pada anak-anak, mereka cukup dibiasakan sejak
kecil untuk membentuk satu karakter tertentu terhadap anak tersebut.
Misalnya, sejak kecil dibiasakan untuk mandi sendiri, menggosok gigi
sendiri, menyisir rambut dan lain sebagainya, sehingga ketika memasuki usia
sekolah dasar, anak-anak tersebut telah mampu mengurus dirinya sendiri
dalam hal kebersihan diri tanpa harus meminta bantuan orang lain untuk
melakukannya karena telah terbiasa. Begitu juga dengan kegiatan – kegiatan
4
yang lain dalam kehidupan sehari-hari, cukup dengan contoh dan pembiasaan
maka anak-anak tersebut akan dapat melakukannya sendiri. Namun, hal
tersebut tidak dapat diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus,
khususnya pada anak yang mengalami kelambatan berfikir atau biasa disebut
dengan anak tunagrahita.
Anak disabilitas intelektual atau retardasi mental adalah anak yang
mengalami kelambatan perkembangan mental. Anak mempelajari berbagai
hal lebih lambat daripada anak-anak lain sebayanya (Werner ; 2002). Menurut
Hillaard dan Kirman (Smith, et all, 2002: 43) memberikan penjelasan tentang
anak tunagrahita, sebagai berikut:
“People who are mentally retarded over time have been referred to
as dumb, stupid immature, defective, subnormal, incompetent, and dull. Term
such as idiot, imbecility, defective, subnormal, incompetent, a dull, term such
as idiot\, imbecile moral, and feebleminded were commonly used historically
to label this population although the word food revered to those who care
mentally ill. And the word idiot was directed toward individuals who errs
severely retarded. These term were frequently used interchangeably”.

Maksudnya adalah diwaktu yang lalu orang-orang menyebut


reteredasi mental dengan istilah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak masak
(immature), cacat (defective) kurang sempurna (deficient), dibawah normal
(subnormal), tidak mampu (incompetent), dan tumpul (dull). Edgare Dole
(Smith et all, 2002: 47) mengemukakan tentang ciri-ciri anak disabilitas
intelektual sebagai berikut: (a) tidak berkemampuan secara sosial dan tidak
mampu mengelola dirinya sendiri sampai tingkat dewasa, (b) mental di bawah
normal, (c) terlambat kecerdasannya sejak lahir, (d) terlambat tingkat
kemasakannya, (e) cacat mental disebabkan pembawaan dari keturunan atau
penyakit, dan (f) tidak dapat disembuhkan.
Dari penjabaran tersebut, dapat kita simpulkan bila anak disabilitas
intelektual membutuhkan pembelajaran yang lebih intensif, pelayanan yang
bersifat individualis disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak.
Begitu juga dalam mengajarkan kemandirian pada anak. Karena anak
disabilitas intelektual tidak seperti anak-anak pada umumnya yang dapat
diajarkan dengan hanya melihat suatu keterampilan tertentu. Anak disabilitas

5
intelektual, memerlukan perhatian serta bimbingan khusus untuk mempelajari
semua hal termasuk dengan mengurus dirinya sendiri.
Kemampuan mengurus diri sendiri atau biasa dikenal dengan
activity of daily living merupakan hal pokok yang patut diajarkan kepada
anak tunagrahita selain materi akademik lainnya. Karena dalam kegiatan
Activity of Daily Living (ADL) terdapat beberapa hal tentang kegiatan
sehari-hari, yang mencakup mandi, memakai baju, menyisir rambut, cara
makan, menyetrika pakaian, mencuci pakaian, bersosialisasi dan lain
sebagainya. Yang keseluruhannya merupakan kegiatan dalam keseharian
setiap individu tanpa terkecuali pada anak tunagrahita. Salah satu kegiatan
dalam Activity of Daily Living adalah merawat diri sendiri khususnya makan
sendiri.
Pada umumnya, anak-anak usia 2 – 3 tahun telah dapat diajarkan
makan sendiri meskipun belum dapat melakukan dengan baik dan benar,
namun hampir sebagian besar anak disabilitas intelektul baru dapat diajarkan
cara makan sendiri ketika usia mereka 7 atau 8 tahun (memasuki masa usia
sekolah). Dan itu pun memerlukan bimbingan yang khusus agar dapat
melakukan dengan optimal. Dengan mengacu dari permasalahan tersebut,
maka peneliti berupaya untuk mengoptimalkan keterampilan merawat diri
anak tunagrahita khususnya pada materi makan dengan sendok. Pada
penelitian ini, peneliti memfokuskan pada anak disabilitas intelektual kelas I
sekolah dasar di SLB Negeri Jember.

B. JENIS KEGIATAN
Jenis kegiatan adalah penerapan makan dengan sendok untuk
meningkatkan kemandirian anak disabilitas intelektual. Kemandirian bagi
anak disibalitias intelektual sangat dibutuhkan layaknya anak-anak pada
umumnya. Berpijak dari hal tersebut, penulis menerapkan kegiatan makan
dengan sendok untuk melatih kemandirian anak disabilitas intelektual.

6
C. MANFAAT KEGIATAN
1. Manfaat Teoritik

Diharapkan dapat menerapkan kegiatan makan dengan sendok sebagai

upaya peningkatan kemandirian anak disabilitas intelektual kelas I di

SLB Negeri Jember.

2. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

meningkatkan kemandirian anak disabilitas intelektual menggunakan

media makan menggunakan sendok.

2) Bagi Guru, dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam pemilihan

media pembelajaran dalam meningkatkan kemandirian anak

disabilitas intelektual kelas I.

3) Bagi Orang tua anak disabilitas intelektual, sebagai bahan rujukan

untuk meningkatkan kemandirian dengan memanfaatkan media

makan menggunakan sendok.

7
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kegiatan Makan Menggunakan Sendok


Keterampilan makan menggunakan alat (sendok, garpu, sumpit, dan
sebagainya) adalah keterampilan yang paling mendasar untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Pada anak-anak umumnya keterampilan ini dapat mereka
pelajari dengan sendirinya, melainkan pada anak tunagrahita keterampilan ini
tidak dapat mereka lakukan dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan atau
layanan secara khusus untuk mengajarkannya.
Adapun materi tentang makan menggunakan sendok ini dibagi
menjadi beberapa tahapan, dimulai dengan mengenalkan alat makan (sendok,
garpu,sumpit, pisau makan, dan sebagainya), kemudian cara memegang alat
makan yang baik dan benar, misalnya sendok ada di tangan sebelah kanan
dan garpu sebelah kiri, atau garpu sebelah kiri dan pisau makan sebelah kanan
(bila makan steak), dan sebagainya. Anak tunagrahita juga akan diajarkan
tentang jenis makanan (makanan 4 sehat, 5 sempurna) dan juga cara
makannya (makanan berkuah, makanan tidak berkuah, dan sebagainya).
Berikut ini adalah tahapan makan menggunakan alat makan (sendok,
garpu, dan sebagainya):
a. Mencuci tangan terlebih dahulu
b. Duduk di kursi dengan tertib
c. Membaca doa sebelum makan
d. Mengambil nasi dari tempat nasi ke piring
e. Mengambil lauk yang terdekat ke piring
f. Sendok dipegang oleh tangan kanan, dan garpu dipegang oleh
tangan kiri
g. Makan harus habis dan piring harus bersih
h. Setelah selesai makan, sendok dan garpu diletakkan dengan posisi
bersilang dengan posisi telungkup.
i. Membaca doa setelah makan
8
j. Mencuci tangan
k. Mengelap tangan dengan lap bersih atau tisu
l. Mencuci peralatan makan yang telah digunakan, dan
mengembalikan pada tempatnya.

Dari tahapan diatas, diharapkan anak tunagrahita dapat lebih mudah


mempelajari keterampilan merawat diri khususnya makan menggunakan alat
(sendok dan garpu).

B. Anak Disabilitas Intelektual


Anak Disabilitas Intelektual adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation,
mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain
(Somantri,2007). Anak Disabilitas Intelektual merupakan salah satu bentuk
gangguan pada anak dan remaja yang dapat ditemui di berbagai tempat, yaitu
suatu keadaan dimana fungsi intelektual umum dan karakteristik penderitanya
memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata (IQ dibawah 70), dan
mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan bebagai aktivitas
sosial dilingkungan yang muncul selama masa pertumbuhan atau dibawah
umur 18 tahun (Supratiknya, 2003).
Anak Disabilitas Intelektual memiliki fungsi intelektual umum secara
signifikan berada dibawah rata-rata, dan lebih lanjut kondisi tersebut akan
berkaitan serta memberikan pengaruh terhadap terjadinya gangguan perilaku
selama periode perkembangan (Hallahan & Kauffman,1988 dalam Hendriani
dkk, 2006). Anak Disabilitas Intelektual memiliki keterbatasan dalam bidang
keterampilan, komunikasi, perawatan diri, kegiatan sehari-hari, kesehatan dan
keselamatan, akademis dan occupational (Cahyaningrum, 2004).
Dapat disimpulkan bila Anak Disabilitas Intelektual adalah anak yang
memiliki kemampuan dibawah rata-rata anak pada umumnya, sehingga
membutuhkan layanan khusus untuk anak dalam mempelajari hal tertentu.

9
C. Keterampilan Merawat Diri
Keterampilan dapat diartikan sebagai pola kegiatan yang bertujuan,
yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari
(Sudjana, 1996:17). Keterampilan juga dapat diartikan sebagai hasil belajar
pada ranah psikomotorik, yang terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif.
Keterampilan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerjakan
atau melaksanakan sesuatu dengan baik. Sedangkan merawat diri dapat
diartikan sebagai menolong diri, yaitu berbuat untuk kepentingan sendiri,
seperti : makan, mandi, berpakaian dan sebagainya (Amin, 1994). Sedangkan
menurut Sutarli (dalam Budiman, 2004) merawat diri adalah kemampuan
dalam usaha menolong diri, baik fisik, mental maupun sosial sehingga
memiliki kemampuan untuk melakukan fungsi sosialnya dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keterampilan merawat diri untuk anak tunagrahita perlu diajarkan
secara khusus dalam bentuk program pembelajaran. Hal ini karena, anak
tunagrahita tidak memiliki kemampuan yang sama dengan anak-anak pada
umumnya yang dapat mempelajari segala sesuatu dengan sendirinya.
Diperlukan metode atau media khusus untuk mengajarkan keterampilan
tertentu pada anak tunagrahita. Keterampilan merawat diri merupakan salah
satu keterampilan yang diajarkan dalam pembelajaran bina diri yang ada di
sekolah pendidikan khusus.
Salah satu materi yang terdapat dalam pembelajaran Bina Diri atau
Activity of Daily Living adalah merawat diri yang mencakup makan, minum
dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk
mengoptimalkan keterampilan anak tunagrahita dalam maan sendiri
menggunakan sendok dan garpu. Karena keterampilan tersebut seharusnya
dapat dilakukan oleh anak tanpa ada kesulitan karena keterampilan merawat
diri adalah keterampilan dasar atau pokok dalam melakukan kegiatan hidup
sehari-hari.
Sesuai dengan kondisi anak tunagrahita maka tujuan merawat diri
adalah sebagai berikut (Sutisna, 2004) :

10
a. Agar anak dapat menjaga kebersihan badan dan kesehatan dirinya
dengan kemampuan merawat diri.
b. Agar anak memiliki keterampilan dalam mengurus dirinya sendiri
c. Agar anak tidak canggung dalam beradaptasi dengan kemampuan
mengurus kepentingannya sendiri.
d. Agar anak mempunyai rasa percaya diri karena telah mampu
mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain

Dari uraian diatas keterampilan merawat diri sangat penting dalam


kehidupan sehari-hari apa lagi pada anak-anak sekolah dasar khususnya anak
tunagrahita sehingga perlu diajarkan secara khusus pada pembelajaran Bina
Diri, maka dari itu peneliti menitikberatkan untuk mengoptimalkan
keterampilan merawat diri pada anak disabilitas intelektual kelas I SLB
Negeri Jember.

11
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Tujuan dan Sasaran


Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui adanya peningatan
keterampilan merawat diri anak disabilitas intelektual kelas I melalui media
makan menggunakan sendok di SLB Negeri Jember.
Sedangkan Sasaran kegiatan ini adalah seluruh siswa disabilitas
intelektual jenjang SDLB kelas 1 di SLB Negeri Jember.

B. Metode/Cara Melaksanakan Kegiatan


Metode yang dilakukan untuk penerapan kegiatan ini adalah dengan
metode eksperimental. Metode eksperimental atau dapat juga disebut metode
percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik
perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau
percobaan. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000). Metode percobaan dipilih oleh
penulis karena metode ini mengajarkan suatu keterampilan atau materi ajar
tertentu yang dilakukan lebih dari satu kali, sehingga anak dapat mengingat
dengan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya. Selain
itu juga, kelebihan metode percobaan adalah; 1) metode ini dapat membuat
anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku, 2) anak
didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi
(menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, 3) dengan metode ini diharapkan
akan terbentuk anak yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan
penemuan sebagai hasil percobaan sehingga dapat bermanfaat bagi
kesejahteraan hidup orang lain disekitarnya.
Pada kegiatan ini, anak disabilitas intelektual akan diajarkan
keterampilan merawat diri melalui kegiatan makan dengan sendok secara
perlahan dan berulang-ulang, hal ini karena keterbatasan daya ingat dan daya
tangkap anak sehingga membutuhkan rentan waktu yang lebih lama
dibandingkan anak-anak pada umumnya yang seusianya.
12
C. Alat/Instrumen
Instrumen yang digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan ini
berdasar pada pengamatan selama kegiatan serta hasil yang ditunjukkan oleh
siswa, berupa persentase keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan makan
dengan sendok.

D. Waktu dan Tempat Kegiatan


Waktu pelaksanaan : Maret – Mei 2022
Tempat pelaksanaan : SLB Negeri Jember

E. Pembiayaan
Pembiayaan dalam kegiatan ini tidak berasal dari sekolah karena masing-
masing siswa setiap hari membawa bekal makanan sendiri-sendiri, sehingga
kegitan makan dengan sendok dapat terlaksana dengan baik.

13
BAB IV
HASIL KEGIATAN

A. Proses Kegiatan
1. Persiapan Kegiatan
Pada tahap ini siswa serta seluruh warga sekolah dikenalkan
tentang peralatan makan dan fungsi makan untuk tubuh, serta
menjelaskan tentang pentingnya keterampilan merawat diri bagi
kemandirian masing-masing anak.

2. Pelaksanaan Kegiatan
Berikut ini adalah tahapan makan menggunakan alat makan
(sendok, garpu, dan sebagainya):
a. Mencuci tangan terlebih dahulu
b. Duduk di kursi dengan tertib
c. Membaca doa sebelum makan
d. Mengambil nasi dari tempat nasi ke piring
e. Mengambil lauk yang terdekat ke piring
f. Sendok dipegang oleh tangan kanan, dan garpu dipegang oleh tangan
kiri
g. Makan harus habis dan piring harus bersih
h. Setelah selesai makan, sendok dan garpu diletakkan dengan posisi
bersilang dengan posisi telungkup.
i. Membaca doa setelah makan
j. Mencuci tangan
k. Mengelap tangan dengan lap bersih atau tisu
l. Mencuci peralatan makan yang telah digunakan, dan mengembalikan
pada tempatnya.
.

14
B. Pemecahan Masalah
Hambatan pada kemampuan berfikir serta mengingat yang dialami
oleh siswa disabilitas intelektual mengakibatkan kurang optimalnya siswa
dalam mengikuti kegiatan akademik maupun non akademik. Oleh sebab itu,
melatihkan keterampilan merawat diri khususnya makan dengan sendok
perlu menggunakan pembelajaran khusus yang dikemas dalam pembelajaran
Bina Diri. Hal ini selaras dengan pendapat Cooper (dalam Zahera, 1997)
yang mengemukakan bahwa seorang guru harus memiliki kemampuan
merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan
pelajaran, memberikan pertanyaan kepada anak, mengajarkan konsep,
berkomunikasi dengan anak, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil
belajar. Selain itu juga, seorang guru juga harus mampu memberikan
layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Oleh karena itu, peneliti lebih memfokuskan pada keterampilan
merawat diri siswa disabilitas intelektual dapat lebih optimal. Kegiatan
makan sendiri dipilih oleh peneliti/guru karena kegiatan tersebut merupakan
hal yang paling dasar dalam merawat diri sendiri. Dalam pembelajaran Bina
Diri yang diajarkan pada siswa disabilitas intelektual, terdapat beberapa
materi dasar anatara lain, merawat diri, mengurus diri, menolong diri,
komunikasi, keterampilan hidup dan mengisi waktu luang. Fokus penelitian
pada kegiatan ini adalah merawat diri khususnya makan dengan alat (sendok
dan garpu). Namun, tidak hanya diajarkan tentang bagaimana anak
disabilitas intelektual makan sendiri dengan baik dan benar, melainkan juga
diajarkan tentang materi makan dengan teratur.
Dalam pembelajaran bina diri makan teratur, anak tunagrahita akan
dikenalkan dengan materi makanan sehat dan waktu makan. Selain itu juga,
anak disabilitas intelektual juga akan dijelaskan tentang pentingnya
makanan untuk tubuhnya, sehingga anak disabilitas intelektual tidak hanya
belajar bagaimana cara makan sendiri, melainkan juga anak dapat
memahami manfaat makanan untuk tubuhnya.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, peneliti tidak menemui
kendala yang berarti. Kesulitan yang dialami peneliti hanya berkisar antara

15
memahami karakteristik serta memotivasi masing-masing siswa disabilitas
intelektual agar tetap berusaha untuk mengoptimalkan kemampuan yang
mereka miliki. Namun, karena guru/peneliti menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tua siswa, sehingga masing-masing siswa dapat terus
dilatihkan selama di rumah oleh orang tua mereka masing-masing dengan
pola serta metode yang sama seperti yang dilakukan di sekolah. Kesamaan
pola serta metode untuk mengajarkan suatu keterampilan pada anak
tunagrahita ini adalah penting. Hal ini karena anak disabilitas intelektual
yang memiliki intelegensi dibawah rata-rat anak seusianya, mengakibatkan
anak tersebut kesulitan dalam mengingat atau memahami hal-hal yang
mereka pelajari.
Dengan cara ini, siswa disabilitas intelektual lebih bersemangat untuk
melakukan kegiatan makan sendiri karena termotivasi oleh orang tua
mereka juga guru/peneliti, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
lancar dan hasil yang diperoleh juga dapat lebih optimal.

16
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Kegiatan penerapan makan menggunakan sendok dapat meningkatkan
keterampilan merawat diri khususnya siswa disabilitas intelektual kelas 1. Hal
ini karena, kegiatannya menyenangkan sehingga anak tidak jenuh untuk
belajar. Sedangkan kendala yang dihadapi selama kegiatan adalah masih
rendahnya kehadiran siswa disabilitas intelektual, namun hal tersebut dapat
diatasi dengan lebih digalakkan sosialisasi tentang kegiatan pembelajaran
yang menyenangkan di sekolah.

B. Rekomendasi
Penerapan makan dengan sendok untuk meningkatkan keterampilan
merawat diri dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam pelaksanaan
pembelajaran Bina Diri di Sekolah. Penerapan program tersebut dapat
diharapkan dapat mengoptimalkan kemandirian anak disabilitas intelektual
khusunya kelas I. Oleh sebab itu penerapan kegiatan ini dapat dijadikan
alternatif contoh kegiatan untuk sekolah-sekolah pada umumnya dan sekolah
luar biasa pada khususnya dalam meningkatkan keterampilan merawat diri
anak disabilitas intelektual kelas 1.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ary H. Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang


Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000

David Werner, dkk. 2002. Anak – anak Desa Yang Memnyandang Cacat.
Malang : Yayasan Bhakti Luhur

Dwisuka. 2022. Difabel dan Hak untuk Memperoleh Pendidikan : Sebuah


Renungan. http://dwisuka.blogspot.com/2011/12/difabel-dan-hak-
untuk-memperoleh.html

Hadi, S. 1993. Metodologi Research (jilid II). Yogyakarta : Fakultas psikologi


UGM

Soemantri, S. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Depdikbud

-.-. Kamus Bahasa Indonesia Online.


http://kamusbahasaindonesia.org/keterampilan

-. -. Sistem Pendidikan Nasional, http://zkarnain.tripod.com/DIKNAS.HTM

18
LAMPIRAN FOTO DAN KEGIATAN

19

Anda mungkin juga menyukai