Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Kekayaan Alam Indonesia - Naura Sam Labibah - 223516516399

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia


Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian tugas pada
mata kuliah Konservasi Alam dan Lingkungan

Dosen Pengampu: Drs. Imran SL Tobing, M.Si

Disusun Oleh:
Naura Sam Labibah (223516516399)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PRODI ILMU KOMIUNIKASI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang merupakan tiga
per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat sekitar
17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal
sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia.

Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geoekonomi yang sangat
penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Sebagai negara
kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia diberkahi Tuhan YME dengan kekayaan laut
yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa sumber daya alam terbarukan (seperti
perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi);
sumber daya alam yang tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih
besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan seperti pasang-surut, gelombang, angin,
dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti
pariwisata bahari dan transportasi laut.

Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar untuk menjadi negara maritim besar.
Dengan letak geografis yang strategis, sumber daya alam kelautan yang melimpah, keindahan
kawasan bahari, jalur perdagangan strategis, dan kekayaan bawah laut yang berpotensi,
Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mengembangkan ekonomi maritim dan menjadi
pemain utama di kawasan Asia Pasifik. Namun, untuk mencapai potensi penuh sebagai negara
maritim besar, pemerintah harus berkomitmen untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola
sumberdaya laut dengan bijaksana serta meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan
teknologi maritim. Dengan melakukan itu, Indonesia dapat mengukir cerita keberhasilan sebagai
negara maritim besar yang memberikan manfaat bagi rakyatnya dan kawasan sekitarnya.

SUMBER REFERENSI:
Arto, R. S., Prakoso, L. Y., & Sianturi, D. (2021). Strategi Pertahanan Laut Indonesia dalam
Perspektif Maritim Menghadapi Globalisasi. Jurnal Strategi Pertahanan Laut, 6(3).
Retnowati, E. (2011). Nelayan indonesia dalam pusaran kemiskinan struktural (perspektif sosial,
ekonomi dan hukum). Perspektif, 16(3), 149-159.

POTENSI
A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia

1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km persegi dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per
tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Di samping itu
terdapat potensi pengembangan untuk (a) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain
kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan
budidaya rumput laut, dan (e) bioteknologi kelautan untuk pengembangan
industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan
alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan.
2. Pertambangan dan Energi
Potensi sumber daya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Sumber daya
mineral tersebut di antaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas dan perak, pasir kuarsa,
monazite dan zirkon, pasir besi, agregat bahan konstruksi, posporit, nodul dan kerak mangan,
kromit, gas biogenik kelautan, dan mineral hidrotermal.
3. Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun
domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan wilayah pulau, baik
daerah sudah yang maju maupun yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic
state), Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut, namun, Indonesia ternyata belum
memiliki armada kapal yang memadai dari segi jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001
menunjukkan, kapasitas share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345
juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional terhadap angkutan dalam
negeri yang mencapai 170 juta ton hanya mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu
sangat mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas. Selain diperlukan
suatu kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran, maka peningkatan kualitas SDM yang
menangani transportasi sangatlah diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana transportasi laut
dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah pulau kita yang 17 ribu buah lebih maka
sangatlah diperlukan industri maritim dan dirgantara yang bisa membantu memproduksi sarana
yang membantu kelancaran transportasi antar pulau tersebut. Potensi pengembangan industri
maritim Indonesia sangat besar, mengingat secara geografis Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Untuk menjangkau dan meningkatkan aksesibilitas
pulau dapat dihubungkan melalui peran dari sarana transportasi udara (pesawat kecil) dan sarana
transportasi laut (kapal, perahu, dan sebagainya).
4. Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh kekayaan alam yang indah dan
keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya, kawasan terumbu karang di seluruh Indonesia yang
luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat di wilayah taman laut. Selain itu juga
didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar terumbu karang, biota langka dan dilindungi (ikan
banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta migratory species. Potensi kekayaan maritim
yang dapat dikembangkan menjadi komoditi pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata
bisnis (business tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism),
wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism), dan wisata olah raga (sport tourism).

PERMASALAHAN:
Bila ditelaah, penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan disebabkan oleh dua faktor
yaitu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic requirement) dan gagalnya
kebijakan yang diterapkan (policy failure). Peningkatan kebutuhan yang tak terbatas sering
membuat tekanan yang besar terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada, kebutuhan akan
ketersediaan kayu memaksa kita untuk menebang hutan secara berlebihan dan terjadinya illegal
logging, kebutuhan transportasi untuk mobilitas dan mendukung laju perekonomian juga sering
menimbulkan dampak terhadap kerusakan lingkungan seperti pencemaran udara, dan kejadian di
laut di mana akibat kebutuhan ekonomi memaksa nelayan melakukan kegiatan tangkap berlebih
(over fishing). Oleh karena itu percepatan pembangunan ekonomi sudah selayaknya di barengi
dengan ketersediaan sumber daya dan lingkungan yang lestari.

Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP),
masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis teknologi penangkapan baik yang berskala
tradisional maupun modern. Karena permintaan pasar akan komoditi perikanan dan kelautan
yang bernilai ekonomis penting, perkembangan teknologi dan pola penangkapan masyarakat
kadang kala kurang memperhatikan aspek keberlanjutan SDKP. Penggunaan bom, potasium
sianida dan illegal fishing merupakan potret hitam aktivitas masyarakat di wilayah pesisir dan
kepulauan untuk memenuhi kebutuhan pasar baik lokal, regional dan internasional. Implikasi
dari kegiatan tersebut, terjadinya kerusakan lingkungan dan menurunnya SDKP, misalnya
kerusakan terumbu karang dan terjadinya over fishing untuk berbagai jenis SDKP di dalam
wilayah perairan Indonesia.

Selain kegiatan penangkapan, kegiatan budidaya pesisir dan laut pun berkembang sangat pesat
dalam tiga dekade terakhir di seluruh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah perairan
Indonesia. Kegiatan budidaya tersebut telah memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat, namun
di sisi lain, kegiatan budidaya dapat pula menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-
pulau kecil bila tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Misalnya, perluasan areal
budidaya tambak di dalam kawasan mangrove merupakan salah satu penyebab utama rusaknya
ekosistem dan sumber daya mangrove di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia.

Padahal seharusnya pengelolaan perikanan memperhatikan mutu, keanekaragaman, dan


ketersediaan sumber daya perikanan baik untuk masa kini maupun generasi yang akan datang,
dalam konteks food security, pengentasan kemiskinan, dan dalam rangka mewujudkan
pembangunan berkelanjutan (FAO: 1995). Di lain pihak, pengelolaan perikanan terkait juga
dengan ekosistem tempat sumber daya tersebut berada. Mencermati kondisi tersebut, maka
diperlukan adanya strategi pemanfaatan dan pengelolaan SDKP secara berkelanjutan. Menurut
FAO (1995), Monintja (1996) dan Arimoto, et al., (1999), sebagaimana dikutip oleh Amri (2006)
karakteristik pemanfaatan sumber daya hayati laut yang ramah lingkungan,

Upaya Pengelolaan yang Optimal Sumber Daya Kelautan Indonesia

1. Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu amanat dari pertemuan bumi (Earth Summit)
yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Dalam forum global tersebut,
pemahaman tentang perlunya pembangunan berkelanjutan mulai disuarakan dengan memberikan
definisi sebagai pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang
dengan tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pengelolaan sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan pendayagunaan potensi
untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan
pelaku pembangunan kelautan khususnya, serta untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya
kelautan khususnya sumber daya pulih dan kelestarian lingkungan.

2. Keterpaduan

Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki koordinasi yang mantap, mulai
tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk
itu , dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program yang mantap dan
dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak baik lintas sektor maupun
sub sektor, tentu dengan memperhatikan sasaran, tahapan dan keserasian antara rencana
pembangunan kelautan nasional dengan regional, diharapkan diperolah keserasian dan
keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom-up) yang bersifat mendasar dengan perencanaan
dari atas (top-down) yang bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih
mantap.

Keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya kelautan meliputi (1) keterpaduan sektoral yang
mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor dalam pemanfaatan sumber daya kelautan, (2)
keterpaduan pemerintahan melalui integrasi antara penyelenggara pemerintahan antar level
dalam sebuah konteks pengelolaan kelautan tertentu, (3) keterpaduan spasial yang memberikan
arah pada integrasi ruang dalam sebuah pengelolaan kawasan laut, (4) keterpaduan ilmu dan
manajemen yang menitikberatkan pada integrasi antar ilmu dan pengetahuan yang terkait dengan
pengelolaan kelautan, dan (5) keterpaduan internasional yang mensyaratkan adanya integrasi
pengelolaan pesisir dan laut yang melibatkan dua atau lebih negara, seperti dalam
konteks transboundary species, high migratory species maupun efek polusi antar ekosistem.

3. Desentralisasi Pengelolaan

Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih memiliki wilayah laut.
Memperhatikan hal ini maka dalam bagian kesungguhan mengelola kekayaan laut diharapkan
stabilitas politik di negara kita dapat ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera dilaksanakan
sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM, pembangunan ekonomi dapat memperoleh
hasil yang optimal. Budaya negeri kita paternalistis, sehingga perilaku pemimpin nasional dan
daerah, perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas. Usaha
pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dan
pembangunan merupakan isu pemerintahan yang lebih santer di masa-masa yang akan datang.
Proses perencanaan dan penentuan kebijaksanaan pembangunan yang sekarang masih nampak
sentralistis di pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk mendesentralisasikan ke daerah-
daerah. Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses pemberdayaan masyarakat
untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan
wilayah pesisir dan lautan. Namun peran tersebut masih perlu ditingkatkan di masa mendatang
mengingat peranan sumber daya pesisir dan lautan dalam pembangunan di masa mendatang
makin penting. Peranan daerah juga makin penting, terutama apabila dikaitkan dengan
pembinaan kawasan, baik yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya
alam maupun masyarakat di daerah, terutama yang berada di kawasan pesisir, yang
kehidupannya sangat tergantung pada lingkungan di sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui pembinaan dunia usaha di daerah
untuk mengembangkan usahanya di bidang kelautan. Artinya proses pemberdayaan bukan hanya
diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada
sektor kelautan (nelayan), tetapi juga para usahawan (misalnya perikanan) mengantisipasi
potensi pasar dalam negeri maupun luar negeri yang cenderung meningkat. Di sektor lain,
misalnya budidaya laut juga merupakan potensi untuk mendorong pembangunan baik secara
nasional maupun untuk kepentingan masyarakat pesisir. Secara empiris, tren menuju otonomisasi
pengelolaan sumber daya kelautan ini pun di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh
bagus dalam hal ini adalah Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih 34.590 km dan 6.200
pulau besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan otonomi melalui mekanisme “coastal fishery
right” yang terkenal itu. Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan “basic
guidelines” dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi atau kota melalui FCA
(Fishebry Cooperative Association). Dengan demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang
bersifat site-spesific menurut kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.

4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumber daya kelautan, sering kali
meniadakan keberadaan organisasi lokal (local organization). Meningkatnya perhatian terhadap
berbagai variabel lokal menyebabkan pendekatan pembangunan dan pengelolaan beralih dari
sentralisasi ke desentralisasi yang salah satu turunannya adalah konsep otonomi pengelolaan
sumber daya kelautan. Dalam konteks ini pula, kemudian konsep CBM (community based
management) dan CM (Co-Management) muncul sebagai “policy bodies” bagi semangat
”kebijakan dari bawah” (bottom up policy) yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
alam. Hal ini diarahkan sesuai dengan tujuan pengelolaan sumber daya kelautan yang dilakukan
untuk mencapai kesejahteraan bersama sehingga orientasinya adalah pada kebutuhan dan
kepentingan masyarakat sehingga tidak hanya menjadi objek, melainkan subjek pengelolaan.

Anda mungkin juga menyukai