Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Sumber Daya Kelautan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia


1. Perikanan
2. Pertambangan dan Energi
3. Perhubungan Laut
4. Pariwisata Bahari

B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia


1. Proses Penangkapan yang Dilakukan Ramah Lingkungan
2. Volume Produksi tidak Berfluktuasi Drastis (Suplai Tetap)
3. Harga dan Pemasaran Terjamin
4. Usaha Penangkapan Masih Menguntungkan
5. Tidak Menimbulkan Konflik Sosial
6. Memenuhi Persyaratan Legal
7. Minim Investasi
8. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang Optimal

C. Upaya Pengelolaan yang Optimal Sumber Daya Kelautan Indonesia


1. Pembangunan Berkelanjutan
2. Keterpaduan
3. Desentralisasi Pengelolaan
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Sumber Daya Kelautan
Indonesia ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini.
Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya
makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami
membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun
untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
 
Timpeh, 29-11-2021
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang
merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah
laut tersebut terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang
81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan
maritim terbesar di dunia.

Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geoekonomi yang
sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia diberkahi Tuhan
YME dengan kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa
sumber daya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove,
rumput laut, dan produk-produk bioteknologi); sumber daya alam yang tak
terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan
mineral lainnya); energi kelautan seperti pasang-surut, gelombang, angin,
dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan
kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja potensi sumber daya kelautan Indonesia?
2. Bagaimana pengelolaan sumber daya kelautan Indonesia?
3. Bagaimana upaya pengelolaan yang optimal sumber daya kelautan
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia

1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km persegi dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan sebesar
6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI
(Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan
utama Indonesia. Di samping itu terdapat potensi pengembangan untuk (a) budidaya
laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya
moluska (kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut, dan (e)
bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan
seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih ikan
dan udang, industri bahan pangan.

2. Pertambangan dan Energi


Potensi sumber daya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan Indonesia.
Sumber daya mineral tersebut di antaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas
dan perak, pasir kuarsa, monazite dan zirkon, pasir besi, agregat bahan konstruksi,
posporit, nodul dan kerak mangan, kromit, gas biogenik kelautan, dan mineral
hidrotermal.

3. Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional
maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan
wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun yang masih terisolasi. Sebagai
negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memang amat membutuhkan
transportasi laut, namun, Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang
memadai dari segi jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan,
kapasitas share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345
juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional terhadap
angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya mencapai 56,4 persen.
Kondisi semacam ini tentu sangat mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era
perdagangan bebas. Selain diperlukan suatu kebijakan yang kondusif untuk industri
pelayaran, maka peningkatan kualitas SDM yang menangani transportasi sangatlah
diperlukan.

Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana


transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah pulau kita
yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan industri maritim dan dirgantara
yang bisa membantu memproduksi sarana yang membantu kelancaran transportasi
antar pulau tersebut. Potensi pengembangan industri maritim Indonesia sangat besar,
mengingat secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau. Untuk menjangkau dan meningkatkan aksesibilitas pulau dapat
dihubungkan melalui peran dari sarana transportasi udara (pesawat kecil) dan sarana
transportasi laut (kapal, perahu, dan sebagainya).
4. Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh kekayaan alam yang indah
dan keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya, kawasan terumbu karang di seluruh
Indonesia yang luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat di wilayah
taman laut. Selain itu juga didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar terumbu
karang, biota langka dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll),
serta migratory species. Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan
menjadi komoditi pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business
tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata
pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism), dan wisata olah raga (sport
tourism).

B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia

Bila ditelaah, penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan disebabkan
oleh dua faktor yaitu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic
requirement) dan gagalnya kebijakan yang diterapkan (policy failure). Peningkatan
kebutuhan yang tak terbatas sering membuat tekanan yang besar terhadap
lingkungan dan sumber daya yang ada, kebutuhan akan ketersediaan kayu memaksa
kita untuk menebang hutan secara berlebihan dan terjadinya illegal logging,
kebutuhan transportasi untuk mobilitas dan mendukung laju perekonomian juga
sering menimbulkan dampak terhadap kerusakan lingkungan seperti pencemaran
udara, dan kejadian di laut di mana akibat kebutuhan ekonomi memaksa nelayan
melakukan kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Oleh karena itu percepatan
pembangunan ekonomi sudah selayaknya di barengi dengan ketersediaan sumber
daya dan lingkungan yang lestari.

Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan


(SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis teknologi penangkapan
baik yang berskala tradisional maupun modern. Karena permintaan pasar akan
komoditi perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis penting, perkembangan
teknologi dan pola penangkapan masyarakat kadang kala kurang memperhatikan
aspek keberlanjutan SDKP. Penggunaan bom, potasium sianida dan illegal
fishing merupakan potret hitam aktivitas masyarakat di wilayah pesisir dan
kepulauan untuk memenuhi kebutuhan pasar baik lokal, regional dan internasional.
Implikasi dari kegiatan tersebut, terjadinya kerusakan lingkungan dan menurunnya
SDKP, misalnya kerusakan terumbu karang dan terjadinya over fishing untuk
berbagai jenis SDKP di dalam wilayah perairan Indonesia.

Selain kegiatan penangkapan, kegiatan budidaya pesisir dan laut pun


berkembang sangat pesat dalam tiga dekade terakhir di seluruh wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil di wilayah perairan Indonesia. Kegiatan budidaya tersebut telah
memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat, namun di sisi lain, kegiatan budidaya
dapat pula menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil bila
tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Misalnya, perluasan areal
budidaya tambak di dalam kawasan mangrove merupakan salah satu penyebab utama
rusaknya ekosistem dan sumber daya mangrove di sebagian besar wilayah pesisir
Indonesia.
Padahal seharusnya pengelolaan perikanan memperhatikan mutu,
keanekaragaman, dan ketersediaan sumber daya perikanan baik untuk masa kini
maupun generasi yang akan datang, dalam konteks food security,
pengentasan kemiskinan, dan dalam rangka mewujudkan pembangunan
berkelanjutan (FAO: 1995). Di lain pihak, pengelolaan perikanan terkait juga dengan
ekosistem tempat sumber daya tersebut berada. Mencermati kondisi tersebut, maka
diperlukan adanya strategi pemanfaatan dan pengelolaan SDKP secara
berkelanjutan. Menurut FAO (1995), Monintja (1996) dan Arimoto, et al., (1999),
sebagaimana dikutip oleh Amri (2006) karakteristik pemanfaatan sumber daya hayati
laut yang ramah lingkungan, meliputi:

1. Proses Penangkapan yang Dilakukan Ramah Lingkungan


Penangkapan ikan ramah lingkungan memiliki beberapa ciri antara lain:
a. Memiliki selektivitas yang tinggi;
b. Alat tangkap yang dioperasikan hanya menangkap target spesies dengan
ukuran tertentu;
c. Selektivitas alat tangkap bukan hanya terhadap ukuran tetapi juga terhadap
spesies;
d. Tidak merusak habitat/ekosistem, misalnya ekosistem terumbu karang;
e. Tidak membahayakan keanekaragaman hayati dan tidak menangkap
spesies yang dilindungi;
f. Tidak membahayakan kelestarian sumber daya ikan target;
g. Tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan.
h.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria
teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Martasuganda, 2002) misalnya
untuk jaring insang adalah sebagai berikut:

a. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan


atau ikan layak tangkap baik dari jenis ikan dan ukurannya dengan membuat
desain dan konstruksi alat tangkap yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran
dari habitat perairan yang akan dijadikan target tangkapan. Dengan demikian
diharapkan bisa meminimumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak
diharapkan dari habitat perairan yang dilindungi;
b. Pengoperasian jaring insang di suatu kawasan perairan yang dioperasikan
pada siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung tanda sedangkan untuk
yang dioperasikan pada malam hari, maka pelampung tanda sebaiknya
dilengkapi dengan cahaya (light bouy) atau pelampung cahaya yang bertujuan
agar kapal yang akan lewat bisa menghindari alat tangkap yang dipasang;
c. Tidak memakai ukuran yang dilarang (berdasarkan SK; Menteri Pertanian
No. 607/KPB/UM/9/1976 butir 3, yang menyatakan bahwa mata jaring di
bawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan;
d. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di perairan atau di daerah
penangkapan ikan yang sudah dinyatakan lebih tangkap (over fishing), di
daerah kawasan konservasi yang dilarang, di daerah penangkapan yang
dinyatakan tercemar dengan logam berat dan kawasan perairan lainnya yang
dinyatakan terlarang;
e. Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya
tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang
alat tangkap (jaring bekas atau potongan-potongan jaring) atau benda lain
(bahan bakar bekas pakai, seperti oli, bensin, dan bahan kimia lainnya).

2. Volume Produksi tidak Berfluktuasi Drastis (Suplai Tetap)


Pemanfaatan sumber daya hayati dapat berkelanjutan jika volume produksi dari
suatu usaha yang dilakukan dapat memberikan suplai yang tetap, sehingga dapat
memberikan jaminan bagi sektor lain seperti pengolahan dan pemasaran.

3. Harga dan Pemasaran Terjamin


Dalam rangka mendorong pemanfaatan sumber daya hayati laut secara
berkelanjutan maka harus ada jaminan pemasaran dan harga hasil tangkapan yang
wajar. Fluktuasi harga yang terlalu tinggi atau tidak terjaminnya pasar akan
berdampak terhadap kelangsungan usaha.

4. Usaha Penangkapan Masih Menguntungkan

Potensi sumber daya ikan yang terdapat pada suatu perairan sangat menentukan
keuntungan suatu usaha penangkapan. Oleh sebab itu data dan informasi yang akurat
mengenai potensi sumber daya ikan di suatu kawasan perairan sangatlah penting,
termasuk spesies, habitat dan musimnya. Ketersediaan informasi dan data tersebut
akan meningkatkan efisiensi usaha penangkapan yang akan dikembangkan.

5. Tidak Menimbulkan Konflik Sosial

Konflik sosial dalam bidang perikanan, khususnya penangkapan ikan


merupakan suatu gejala sosial yang sering ditemukan, disebabkan karena perebutan
sumber daya ikan yang jumlahnya terbatas.

6. Memenuhi Persyaratan Legal


Aspek legalitas merupakan hal penting dalam setiap usaha, termasuk usaha
penangkapan ikan. Adanya kepastian hukum dalam berusaha yang dilakukan oleh
para nelayan akan memberikan jaminan ketenangan dalam berusaha.

7. Minim Investasi

Investasi yang tinggi dalam pemanfaatan sumber daya laut cenderung akan
mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga akan berdampak pada sektor lain.

8. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang Optimal

Bahan bakar minyak merupakan sumber daya energi yang sangat vital dalam
kegiatan penangkapan ikan. Naiknya harga bahan bakar minyak, khususnya solar
telah menyebabkan terpuruknya nelayan di wilayah perairan Indonesia.

C. Upaya Pengelolaan yang Optimal Sumber Daya Kelautan Indonesia

1. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu amanat dari pertemuan bumi
(Earth Summit) yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Dalam
forum global tersebut, pemahaman tentang perlunya pembangunan berkelanjutan
mulai disuarakan dengan memberikan definisi sebagai pembangunan yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengabaikan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengelolaan
sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan pendayagunaan potensi
untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional dan
kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, serta untuk tetap menjaga
kelestarian sumber daya kelautan khususnya sumber daya pulih dan kelestarian
lingkungan.

2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki koordinasi yang
mantap, mulai tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan pemantauan
serta pengendaliannya. Untuk itu , dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan
perencanaan program yang mantap dan dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi
dengan berbagai pihak baik lintas sektor maupun sub sektor, tentu dengan
memperhatikan sasaran, tahapan dan keserasian antara rencana pembangunan
kelautan nasional dengan regional, diharapkan diperolah keserasian dan keterpaduan
perencanaan dari bawah (bottom-up) yang bersifat mendasar dengan perencanaan
dari atas (top-down) yang bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi
yang lebih mantap.

Keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya kelautan meliputi (1) keterpaduan


sektoral yang mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor dalam pemanfaatan
sumber daya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan melalui integrasi antara
penyelenggara pemerintahan antar level dalam sebuah konteks pengelolaan kelautan
tertentu, (3) keterpaduan spasial yang memberikan arah pada integrasi ruang dalam
sebuah pengelolaan kawasan laut, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen yang
menitikberatkan pada integrasi antar ilmu dan pengetahuan yang terkait dengan
pengelolaan kelautan, dan (5) keterpaduan internasional yang mensyaratkan adanya
integrasi pengelolaan pesisir dan laut yang melibatkan dua atau lebih negara, seperti
dalam konteks transboundary species, high migratory species maupun efek polusi
antar ekosistem.

3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih memiliki
wilayah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bagian kesungguhan mengelola
kekayaan laut diharapkan stabilitas politik di negara kita dapat ditingkatkan,
penegakan hukum dapat segera dilaksanakan sehingga segala upaya dalam
pembangunan SDM, pembangunan ekonomi dapat memperoleh hasil yang optimal.
Budaya negeri kita paternalistis, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah,
perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas. Usaha
pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan
dan pembangunan merupakan isu pemerintahan yang lebih santer di masa-masa yang
akan datang. Proses perencanaan dan penentuan kebijaksanaan pembangunan yang
sekarang masih nampak sentralistis di pemerintahan pusat kiranya perlu didorong
untuk mendesentralisasikan ke daerah-daerah.

Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses pemberdayaan
masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, termasuk di
dalamnya pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Namun peran tersebut masih
perlu ditingkatkan di masa mendatang mengingat peranan sumber daya pesisir dan
lautan dalam pembangunan di masa mendatang makin penting. Peranan daerah juga
makin penting, terutama apabila dikaitkan dengan pembinaan kawasan, baik yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam maupun
masyarakat di daerah, terutama yang berada di kawasan pesisir, yang kehidupannya
sangat tergantung pada lingkungan di sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).

Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui pembinaan dunia


usaha di daerah untuk mengembangkan usahanya di bidang kelautan. Artinya proses
pemberdayaan bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau masyarakat
yang menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan), tetapi juga para
usahawan (misalnya perikanan) mengantisipasi potensi pasar dalam negeri maupun
luar negeri yang cenderung meningkat. Di sektor lain, misalnya budidaya laut juga
merupakan potensi untuk mendorong pembangunan baik secara nasional maupun
untuk kepentingan masyarakat pesisir.
Secara empiris, tren menuju otonomisasi pengelolaan sumber daya kelautan ini
pun di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh bagus dalam hal ini adalah
Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih 34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil,
Jepang menerapkan pendekatan otonomi melalui mekanisme “coastal fishery right”
yang terkenal itu. Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan “basic
guidelines” dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi atau kota
melalui FCA (Fishebry Cooperative Association). Dengan demikian, terdapat
mozaik pengelolaan yang bersifat site-spesific menurut kondisi lokasi di wilayah
pengelolaan masing-masing.

4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat


Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumber daya kelautan,
sering kali meniadakan keberadaan organisasi lokal (local organization).
Meningkatnya perhatian terhadap berbagai variabel lokal menyebabkan pendekatan
pembangunan dan pengelolaan beralih dari sentralisasi ke desentralisasi yang salah
satu turunannya adalah konsep otonomi pengelolaan sumber daya kelautan. Dalam
konteks ini pula, kemudian konsep CBM (community based management) dan CM
(Co-Management) muncul sebagai “policy bodies” bagi semangat ”kebijakan dari
bawah” (bottom up policy) yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam.
Hal ini diarahkan sesuai dengan tujuan pengelolaan sumber daya kelautan yang
dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bersama sehingga orientasinya adalah pada
kebutuhan dan kepentingan masyarakat sehingga tidak hanya menjadi objek,
melainkan subjek pengelolaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta
ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama
Indonesia.
Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan
(SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis teknologi penangkapan
baik yang berskala tradisional maupun modern. Karena permintaan pasar akan
komoditi perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis penting, perkembangan
teknologi dan pola penangkapan masyarakat kadang kala kurang memperhatikan
aspek keberlanjutan SDKP.
Pengelolaan sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan
pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, serta
untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya kelautan khususnya sumber daya pulih
dan kelestarian lingkungan.

B. Saran
Perlunya berbagai pihak berperan aktif dalam perencanaan pengelolaan sumber
daya kelautan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://kurniapuspita-potensi-sumber-laut-ind.blogspot.co.id

http://ajmainhalta.blogspot.co.id/2012/11/makalah-tentang-pengelolaan-
sumberdaya.html

https://doc.lalacomputer.com/makalah-potensi-dan-pengelolaan-sumber-daya-
kelautan-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai