6 5022 Publikasi
6 5022 Publikasi
6 5022 Publikasi
1. Pendahuluan
Sektor pertanian merupakan faktor yang sangat penting terkait ketahanan pangan dan
teknologi AI banyak dimanfaatkan pada sektor tersebut. Beberapa contoh teknologi AI pada
sektor pertanian ialah irigasi tetes, drone pertanian, sistem prediksi panen, dan transplanter.
Salah satu bidang yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah kemampuan komputer
mengenali objek melalui citra atau gambar. Salah satu teknik dalam masalah pengenalan
gambar atau objek digital (image processing) adalah teknik klasifikasi jaringan saraf tiruan
(JST). Baru-baru ini, deep learning telah menjadi pusat pengembangan Machine Learning.
Penggunaan deep learning dapat diterapkan pada berbagai jenis pekerjaan seperti memprediksi
peluang dan kejadian, pengenalan objek, diagnosis penyakit [1]. Sistem image processing
bertujuan membantu manusia mengenali atau mengklasifikasi objek secara efisien, cepat, tepat,
serta dapat memproses data dalam jumlah banyak sekaligus [1].
Beberapa peneliti telah berusaha untuk mengklasifikasi kerusakan tanaman disbanding
mengklasifikasikan hama tanaman. Dalam melakukan pengendalian hama ini, sebagian besar
petani tmelakukan penyemprotan pestisida tanpa mempertimbangkan dosis, waktu, metode, dan
2 Jurnal Buana Informatika, Volume 13, Nomor 1, April 2022: 54-65
sasaran yang tepat. Akibatnya, penyemprotan tersebut justru akan membunuh organisme bukan
hama sasaran. Banyak musuh alami hama yang terdapat di lahan pertanaman padi sawah
menjadi terbunuh. Oleh karena itu, proses klasifikasi jenis hama pada tanaman padi
memungkinkan petani melakukan penanganan hama tanaman padi sesuai jenis hama yang
menyerangnya.
Metode Convolutional Neural Network (CNN) banyak digunakan dalam image
processing karena tingkat akurasinya yang tinggi dan lebih baik dalam pengenalan gambar
visual. Terdapat beberapa peneltian yang melakukan klasifikasi citra menggunakan metode
CNN. Mardiyah, 2020 [2] dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi Deep Learning
Untuk Image Classification menggunakan Algoritma Convolutional Neural Network (CNN)
pada citra Kebun dan Sawah” menggunakan dataset berjumlah 100 citra. Pembagian data yang
digunakan yaitu 80%:20% karena dianggap memiliki nilai akurasi validasi paling tinggi yaitu
75% dengan akurasi training sebesar 96,25%. Hasil pengujian yang didapatkan menggunakan
20 data uji untuk dua kelas yaitu 75%.
Pada penelitian yang lain yaitu Alamsyah&Pratama, 2020 [3] dengan judul
“Implementasi Convolutional Neural Networks (CNN) untuk Klasifikasi Ekspresi Citra Wajah
Pada Fer-2013 Dataset” menggunakan beberapa optimizer dan tanpa dropout. Akurasi validasi
tertinggi diraih saat menggunakan optimizer Adam dengan nilai 66% dan akurasi training
sebesar 84%. Pengujian menggunakan model tersebut menghasilkan akurasi sebesar 64%.
Kedua penelitian tersebut mengalami overfitting terbukti dari nilai akurasi validasi dan akurasi
training yang cukup jauh.
Akurasi tinggi pada metode CNN tidak lepas dari kualitas komponen yang mendukung
metode CNN itu sendiri. Selain itu, akurasi tinggi juga dipengaruhi oleh arsitektur dan
parameter yang membangun metode CNN. Pada penelitian ini akan dilakukan pelatihan dengan
beberapa pembagian data training dan data testing juga penggunaan beberapa parameter yang
berfungsi mengurangi masalah overfitting.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terkait hama maupun CNN, diantaranya
pada penelitian yang dilakukan oleh Ririd dkk., 2018 [4] dengan judul “Implementasi Metode
Support Vector Machine untuk identifikasi Penyakit Daun Tanaman Kubis” dengan hasil dari
klasifikasi dipengaruhi oleh proses segmentasi yang dilakukan serta input parameter yang
digunakan saat proses training. Pengujian menunjukkan rata-rata akurasi hasil klasifikasi
mencapai 80.55%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paliwang dkk., 2020 [5] dalam jurnalnya
yang berjudul “Klasifikasi Penyakit Tanaman Apel dari Citra Daun dengan Convolutional
Neural Network” metode CNN berhasil digunakan dan aplikasi berhasil diimplementasikan
dengan baik dengan hasil final test accuracy yang diperoleh yaitu didapat keakuratan akurasi
sebesar 97,1%. Metode Convolutional Neural Network juga digunakan pada penelitian yang
berjudul “Implementasi Convolutional Neural Network untuk Identifikasi Penyakit Daun
Gambas” oleh Sari&Swanjaya, 2020 [6] dengan menerapkan arsitektur MobileNet untuk
identifikasi penyakit pada tanaman gambas dan memiliki akurasi 90%.
Mardiyah, 2020 [2] dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi Deep Learning
untuk Image Classification Menggunakan Algoritma Convolutional Neural Network (CNN)
pada Citra Kebun dan Sawah” menggunakan dataset berjumlah 100 citra mengalami overfitting.
Pembagian data yang digunakan yaitu 80%:20% karena dianggap memiliki nilai akurasi validasi
paling tinggi yaitu 75% dengan akurasi training sebesar 96,25%. Hasil pengujian yang
didapatkan dengan menggunakan 20 data uji untuk dua kelas yaitu 75%.
Pada penelitian yang lain yaitu Alamsyah & Pratama (2020) [3] dengan judul
“Implementasi Convolutional Neural Networks (CNN) untuk Klasifikasi Ekspresi Citra Wajah
pada Fer-2013 Dataset” menggunakan beberapa optimizer dan tanpa dropout mengalami
overfitting juga. Akurasi validasi tertinggi diraih saat menggunakan optimizer Adam dengan
Yuliany, Implementasi Deep Learning pada Sistem Klasifikasi Hama Tanaman Padi
nilai 66% dan akurasi training sebesar 84%. Pengujian menggunakan model tersebut
menghasilkan akurasi sebesar 64%.
Penelitian [4], [5], dan [6] berfokus pada penyakit tanaman daripada hama yang
menyerangnya maka penelitian ini mengusulkan untuk membentuk sistem klasifikasi hama
khususnya pada tanaman padi. Kemudian pada penelitian [5] mendapatkan nilai akurasi testing
yang tinggi yaitu sebesar 97,1% karena dataset yang digunakan berasal dari Kaggle dan
berjumlah 7000 data train. Sementara itu, penelitian [2] dan [3] mengalami overfitting pada
model sehingga ketika digunakan untuk pengujian hasil akurasinya tidak terlalu tinggi.
Penelitian ini mengusulkan percobaan dengan tiga macam pembagian dataset juga penggunaan
parameter lain untuk mengurangi overfitting.
(a) (b)
Gambar 2. (a) Gambar Sebelum di-crop; (b) Gambar Sesudah di-crop
Penelitian ini melakukan preprocessing dengan mengubah ukuran semua gambar (resize)
menjadi persegi dengan ukuran 100x100 pixel. Kemudian dilakukan pembagian data training
dan data validasi dari seluruh jumlah gambar yaitu 1065 dimana perbandingan datanya yakni
70%:30%, 80%:20%, dan 90%:10%. Tabel 1. berikut merupakan skenario pembagian data.
Tabel 1. Skenario Pembagian Data
Skenario 70%:30% Skenario 80%:20% Skenario 90%:10%
Data Training Data Validasi Data Training Data Validasi Data Training Data Validasi
746 319 852 213 959 106
Augementasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membalikkan gambar secara
horizontal (horizontal flip), rotasi gambar secara acak (random rotation), dan memperbesar
gambar secara acak (random zoom) sebesar 20%. Melakukan augmentasi citra dapat
meningkatkan akurasi model CNN yang dilatih karena dengan proses augmentasi model
mendapatkan data-data tambahan yang berguna untuk membuat model yang dapat melakukan
generalisasi secara lebih baik [10]. Augmentasi citra ditunjukka oleh Gambar 4.
Arsitektur CNN dalam penelitian ini memiliki 3 convolutional layer yang menggunakan
fungsi aktivasi ReLu dipadukan dengan Max Pooling. Selain itu, dilakukan penyisipan padding
agar rasio gambar tersebut tidak berubah. Tahap klasifikasi memiliki 2 fully connected layer.
Fungsi aktivasi yang digunakan pada hidden layer adalah ReLU, sedangkan fungsi aktivasi pada
6 Jurnal Buana Informatika, Volume 13, Nomor 1, April 2022: 54-65
output adalah Softmax. Selain itu, penelitian menggunakan dropout sedangkan pada penelitian
[3] tidak menggunakan dropout. Model CNN dapat dilihat pada Gambar 5.
Input 100x100x3
FC (5408, 128)
Conv2 32 filter (3x3)
ReLU
ReLU 25x25x32
Dropout 50%
Maxpooling (2x2)
ReLU Sofmax
13x13x32
Maxpooling (2x2)
Pada proses learning, parameter yang diinisiasi antara lain jumlah epoch, optimasi, dan
learning rate. Pada penelitian ini, optimasi yang digunakan adalah Adam mengacu pada
penelitian sebelumnya [8] yang menemukan optimasi Adam sebagai yang terbaik. Kemudian
penggunaan beberapa jumlah epoch dan beberapa nilai learning rate pada setiap pembagian
dataset sehingga diperoleh jumlah epoch dan learning rate yang memberikan akurasi yang
optimum.
Jumlah epoch yang digunakan yaitu 50, 100, 200 dan 500. Epoch merupakan proses
ketika seluruh dataset sudah melalui proses training atau pelatihan dalam neural network
sampai proses itu kembali ke awal [11]. Sedangkan nilai learning rate yang digunakan yaitu
0,1; 0,01; 0,001; dan 0,0001. Learning rate merupakan salah satu parameter training yang
berfungsi untuk menghitung nilai koreksi bobot pada waktu proses training. Semakin besar nilai
learning rate maka proses training berjalan semakin cepat. Semkain besar nilai learning rate,
maka ketelitian jaringan akan semakin berkurang dan berlaku sebaliknya[12]. Model CNN
terbaik didapatkan apabila telah melakukan pelatihan atau training dengan percobaan
menggunakan beberapa parameter yang telah ditentukan.
3.3. Testing (Pengujian)
Proses testing dimulai dengan melakukan resize citra input menjadi 100x100.
Kemudian citra input diklasifikasi oleh CNN. Output dari proses klasifikasi CNN merupakan
klasifikasi kelas hama dan probabilitas citra uji. Proses testing pada penelitian ini menggunakan
data citra uji sebanyak 75 dengan rincian 15 citra dari setiap 5 kelas hama. Gambar 6 berikut
merupakan alur proses testing.
Yuliany, Implementasi Deep Learning pada Sistem Klasifikasi Hama Tanaman Padi
(1)
Penarikan kesimpulan dilakukan untuk memberikan gambaran umum terhadap analisis
data dan hasil evaluasi percobaan yang mencakup keseluruhan penelitian.
Hasil pelatihan terbaik akan dituangkan dalam Tabel 3 dan grafik pelatihan tersedia pada
Gambar 7 sampai dengan Gambar 9.
Grafik pelatihan epoch 100 disajikan pada Gambar 8. Sementara grafik pelatihan epoch 200 dan
500 disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Berdasarkan proses pengujian yang telah dilakukan, didapatkan akurasi paling tinggi
pada model pelatihan dengan pembagian data training dan data validasi 90%:10% dengan epoch
200 dengan nilai 77,33% dengan prediksi 58 benar dan 17 salah. Hal ini menunjukkan bahwa
model pelatihan terbaik belum tentu menghasilkan klasifikasi terbaik pula. Karena pada
penelitian ini, model pelatihan terbaik memiliki nilai akurasi validasi 83,02% sedangkan pada
pengujiannya, hasil akurasi yang didapat yaitu 69,33%.
Sementara itu, pengujian yang dilakukan pada kelas Ulat Grayak memiliki jumlah benar
yang selalu lebih sedikit daripada jumlah salah. Maka dapat dikatakan bahwa sistem klasifikasi
hama tanaman padi yang dibuat ini tidak cukup layak digunakan pada kelas Ulat Grayak.
Yuliany, Implementasi Deep Learning pada Sistem Klasifikasi Hama Tanaman Padi
Pendahuluan karena melakukan beberapa percobaan pembagian data dan penggunaan beberapa
parameter untuk mengurangi masalah overfitting.
Penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan memerlukan upaya perbaikan
diantaranya menghilangkan background atua menghilangkan benda-benda lain pada citra yang
mungkin mempengaruhi pelatihan sehingga citra inputan fokus terhadap objek yang akan di
klasifikasi. Kemudian menggunakan dataset yang seimbang setiap kelasnya, selain itu resolusi
citra pada tahap preprocesing dapat ditingkatkan. Proses tersebut diharapkan dapat menaikkan
akurasi validasi dan mengurangi overfitting.
Referensi
[1] F. F. Maulana and N. Rochmawati, “Klasifikasi Citra Buah Menggunakan Convolutional
Neural Network,” J. Informatics Comput. Sci., vol. 01, no. 02, pp. 104–108, 2019.
[2] M. I. Mardiyah, “Implementasi Deep Learning untuk Image Classification Menggunakan
Algoritma Convolutional Neural Network (CNN) Pada Citra Kebun dan Sawah,”
Universitas Islam Indonesia, 2020.
[3] D. Alamsyah and D. Pratama, “Implementasi Convolutional Neural Networks (CNN)
untuk Klasifikasi Ekspresi Citra Wajah pada Fer-2013,” vol. 4, no. 2, pp. 350–355, 2020.
[4] A. R. T. H. Ririd, A. W. Kurniawati, and Y. Yunhasnawa, “Implementasi Metode
Support Vector Machine Untuk Indentifikasi Penyakit Daun Tanaman Kubis,” J. Inform.
Polinema, vol. 4, no. 3, p. 181, 2018, doi: 10.33795/jip.v4i3.204.
[5] A. A. A. Paliwang, M. R. D. Septian, M. Cahyanti, and E. R. Swedia, “Klasifikasi
Penyakit Tanaman Apel Dari Citra Daun Dengan,” Sebatik, pp. 207–212, 2020.
[6] D. F. Sari and D. Swanjaya, “Implementasi Convolutional Neural Network Untuk
Identifikasi Penyakit Daun Gambas,” 2020.
[7] K. O. Lauw, L. W. Santoso, and R. Intan, “Identifikasi Jenis Anjing Berdasarkan
Gambar Menggunakan Convolutional Neural Network Berbasis Android,” 2019.
[8] M. I. Arifin, “Pengolahan Citra Dengan Metode Convolutional Neural Network ( Cnn ),”
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 2019.
[9] E. N. Arrofiqoh and Harintaka, “Implementasi Metode Convolutional Neural Network
untuk Klasifikasi Tanaman pada Citra Resolusi Tinggi (The Implementation of
Convolutional Neural Network Method for Agricultural Plant Classification in High
Resolution Imagery),” Geomatika, vol. 24, no. 2, pp. 61–68, 2018, doi:
http://dx.doi.org/10.24895/JIG.2018.24-2.810.
[10] K. H. Mahmud, Adiwijaya, and S. Al Faraby, “Klasifikasi Citra Multi-Kelas
Menggunakan Convolutional Neural Network,” in e-Proceeding of Engineering, 2019,
vol. 6, no. 1, pp. 2127–2136.
[11] W. Anggraini, “Deep Learning untuk Deteksi Wajah yang Berhijab Menggunakan
Algoritma Convolutional Neural Network (CNN) dengan Tensorflow,” Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry, 2020.
[12] T. Retnowardhani, Astari; Ramdani, “Apakah Deep Learning?,” 2019.
https://mmsi.binus.ac.id/2019/11/26/apakah-deep-learning/ (accessed Sep. 06, 2021).