Refarat Afasia
Refarat Afasia
Refarat Afasia
BAGIAN NEUROLOGI
AGUSTUS , 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
AFASIA
Oleh :
Pembimbing :
dr. Nurrusyariah, M.AppSci, M.NeuroSci, Sp.N
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................4
A. Definisi.............................................................................................. 5
B. Epidemiologi..................................................................................... 5
C. Anatomi dan Fisiologi....................................................................... 6
D. Etiologi.............................................................................................. 8
E. Patomekanisme................................................................................. 9
F. Gejala Dan Klasifikasi Afasia........................................................... 11
G. Diagnosis........................................................................................... 12
H. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 12
I. Penatalaksanaan................................................................................ 13
J. Komplikasi........................................................................................ 14
K. Prognosis........................................................................................... 15
L. Pencegahan ....................................................................................... 15
4
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
5
PEMBAHASAN
A. Definisi
Afasia adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh kerusakan pada
bagian otak yang mengandung bahasa (biasanya di hemisfer serebri kiri otak).
Individu yang mengalami kerusakan pada sisi kanan hemisfer serebri kanan otak
mungkin memiliki kesulitan tambahan di luar masalah bicara dan bahasa. Afasia
dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara, mendengarkan, membaca, dan
menulis, tetapi tidak mempengaruhi kecerdasan. Individu dengan afasia mungkin juga
memiliki masalah lain, seperti disartria, apraxia, dan masalah menelan.4
B. Epidemiologi
Afasia merupakan defisit neurologis fokal yang dapat memengaruhi hidup
penderitanya akibat hendaya komunikasi. Insidens afasia menurut National Stroke
Association tahun 2008 terdapat 80.000 kasus baru pertahunnya di Amerika serikat.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) menyatakan
penderita afasia di Amerika Serikat mencapai 1 juta orang, atau satu dari 250 warga
negara Amerika Serikat mengalami afasia. Sebanyak 15% diantaranya berusia <65
tahun dan 43% berusia >85 tahun. Tidak terdapat perbedaan makna antar jenis
kelamin dengan afasia. Walaupun demikian, terdapat kecenderungan bahwa
perempuan lebih banyak mengalami afasia Wernicke dan global, sedanggkan laki-laki
sering mengalami afasia Broca.1
6
Gambar 1: Anatomi kortek serebri kiri
Terdapat 3 area utama pusat bahasa yaitu, area Broca, area Wernicke dan area
konduksi:
Area Broca yang merupakan area motorik untuk berbicara. Area Broca terletak di
posterior gyrus frontal. Secara neuroanatomi, daerah ini digambarkan sebagai daerah
Brodman 44 dan 45.
Area Wernicke dimana pusat pemprosesan kata kata yang diucapkan terletak di
posterior gyrus temporal superior. Secara neuroanatomi, daerah ini digambarkan sebagai
daerah Brodmann 22.
Area konduksi terdiri daripada fasikulus arkuata yang merupakan satu bundel saraf
yang melengkung dan menguhubungkan antara area Broca dan area Wernicke. Kerusakan
fasikulus arkuata menyebabkan: timbul defisit unutk mengulang kata kata.
Area Exner terletak tepat di atas area Broca dan anterior area kontrol motor primer.
Ini adalah area untuk menulis,berhampiran dengan lokasi gerakan tangan. Kerusakan area
Exner akan mengakibatkan agraphia. Dikenali sebagai daerah Brodmann 6 secara
neuroanatomi.
Area membaca terletak di bagian media lobus oksipital kiri dan di splenium corpus
callosum. Ini adalah pusat untuk membaca. Ia menerima impuls dari mata dan mengirimkan
impuls tersebut ke daerah asosiasi untuk dianalisa dengan, kemudian dihantar ke fasikulus
7
arkuata. Lesi pada area ini menyebabkan kebutaan kata murni. Daerah ini neuroanatomi
digambarkan sebagai daerah Brodmann.4
D. Etiologi
Afasia disebabkan oleh cedera otak. Penyebab cedera otak pada umumnya disebabkan
oleh kelainan pada pembuluh darah. Kelainan tersebut juga dinamakan pendarahan otak,
gangguan pembuluh darah otak, atau geger otak. Istilah medisnya adalah CVA, Cerebro
(= otak) Vasculair (= pembuluh darah) Accident (= kecelakaan). Penyebab lain terjadinya
afasia adalah trauma (cedera pada otak karena kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu
9
lintas) atau tumor otak. Otak kita membutuhkan oksigen dan glukosa untuk dapat
berfungsi. Jika terjadi CVA atau gangguan lainnya yang menyebabkan terganggunya
sistem aliran darah di otak, maka lambat laun sel-sel otak di bagian tersebut akan
mengalami kematian. Di otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi yang berbeda-beda.
Pada kebanyakan orang, bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat di sisi
kiri otak. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa di otak, maka terjadi afasia.2
E. Patomekanisme
Permukaan otak terdiri atas korteks atau grey matter, yang menjadi pusat sebagian
besar aktifitas manusia termasuk pengaturan tata bahasa yang merepresentasikan pula
pengetahuan tentang bahasa. Korteks adalah organ tempat pengambilan keputusan,
setalah menerima pesan dari seluruh organ sensori dan melakukan segala aktifitas
volunter.1
10
Gambar 5: Serabut fasikulus potongan koronal
Otak juga disusun oleh hemisfer serebri kiri dan kanan, serta dihubungkan oleh
korpus kolosum. Secara umum, hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan dan
hemisfer kanan mengatur mengatur bagian tubuh sebelah kiri. Pusat bahasa tradisional
adalah pusat bahasa motorik Broca dan pusat bahasa reseptif Wernicke yang biasanya
terletak di hemisfer dominan (tersering adalah hemisfer kiri baik pada dominansi tangan
kanan maupun kiri). Keduanya dihubungkan oleh jaras transkortikal yang disebut
fasikulus arkuata.
Komponen neuroanatomi yang berperan dalam proses produksi bahasa dan
pemahaman sangat rumit. Komponen ini meliputi masukan (input) auditori dan
pengkodean bahasa di lobus temporal superior, analisis bahasa dilobus parietal dan
ekspresi dilobus frontal. Masukan tersebut kemudian naik ke traktus kotikobulbar menuju
kapsula interna dan batang otak, dengan efek modulator dari ganglia basal dan serebelum.
Terakhir, masukan dimaknai sebagai bahasa lengkap dengan kosakata, makna sintaksis
dan gramatikal di interkoneksi antar pusat-pusat bahasa.1
11
F. Gejala Dan Klasifikasi Afasia
1. Afasia Broca
Area Broca berada dikorteks insula media dan mendapatkan suplai darah dari arteri
serebri media segmen M2 divisi superior. Sumbatan atau oklusi di arteri tersebut
dapat menyebabkan terjadinya afasia Broca.1
Gambaran Klinik afasia Broca
Biacara tidak lancar
Tampak sulit memulai bicara
Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang perkalimat)
Pengulangan (repetisi) buruk
Kemampuan menamai buruk
Kesalahan parafasia
Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang
sintaktis kompleks)
Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
Irama kalimat dan irama bicara terganggu.2
2. Afasia Wernicke
Afasia Wernicke adalah sindrom afasia klasik yang berhubungan dengan gangguan
pada pemahaman berbahasa akibat lesi pada korteks temporoparietal posterior kiri,
yang akan memengaruhi elemen utama sistem sistem fonologi dan semantik yang
berperan dalam pemahaman bahasa. Kelainan tersebut disebabkan sumbatan akibat
trombosis maupun emboli pada arteri serebri media segmen M2 divisi inferior pada
sisi hemisfer dominan (umumnya kiri) yang memperdarahi lobus superior temporal.1
Gambaran klinik Afasia Wernicke
Keluaran afasik yang lancar
Panjang kalimat normal
Artikulasi baik
Prosodi baik
Anomia (tidak dapat menamai)
Parafasia fonemik dan semantik
Komprehensi auditif dan membaca buruk
12
Repetisi terganggu
Menulis lancar tapi isinya kosong.2
3. Afasia Global
Afasia tipe ini terjadi karena adanya lesi luas yang meliputi area Broca maupun
Wernicke, bisa akibat infark luas daerah parenkim otak yang diperdarahi oleh arteri
serebri media. Gangguan terjadi pada seluruh komponen fungsi berbahasa. Terkadang
afasia global juga dapat disertai dengan apraksia verbal.1
Gambaran klinik Afasia Global
Produksi kata terbatas dan tidak memiliki makna
Gangguan berat repetisi
Gangguan berat membaca dan menulis.2
4. Afasia Transkortikal
Afasia ini memiliki gangguan klinis berupa kesulitan dalam mengekspresikan bahasa,
namun pemahaman relatif baik, menurut Benson dan Ardila, afasia jenis ini terbagi
menjadi 2 tipe yaitu
a) Tipe 1 (afasia dinamik), merupakan bentuk evolusi dari afasia Broca. Tipe 1
diperkirakan berada di area Broadmann 45 hemisfer dominan, lebih anterior
dari arrea Broca.
b) Tipe II (afasia supplementary motor area/SMA) berada di supplementary area
hemisfer dominan.2
5. Afasia anomik
Semua pasien dengan afasia tipe anomik, memiliki masalah dalam mengingat nama
sebuah benda. Gangguan penamaan ini disebabkan oleh gangguan dalam kemampuan
berbahasa. Afasia anomik yang terjadi pada seorang diakibatkan oleh adanya
aneurisma pada pembuluh darah otak, sehingga menghambat aliran darah menuju area
berbahasa. Afasia anomik biasanya disebabkan oleh adanya lesi pada lobus temporal
kiri inferior, di dekat batas antara lobus temporal dan oksipital.1
Gambaran klinik Afasia anomik
Keluaran lancar
Komprehensi baik
Repetisi baik
Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.2
13
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis afasia, sebagaimana diagnosis pada kasus neurologi
pada umumnya, perlu dikaji dari empat aspek, yaitu aspek klinis, topis, patologis dan
etiologis. Kajian dimulai sejak awal pemeriksaan klinis fungsi luhur lanjutan terutama
modalitas bahasa, radiologis otak, dan penunjang lainnya yang relevan. Dalam klinis,
diagnosa afasia dapat berubah dan atau berkembangsesuai dengan kelengkapan
pemeriksaan afasia selama pemantauan.1
H. Pemeriksaan penunjang
Metode pencitraan dapat mengkonfirmasi lokasi gangguan pusat bahasa. Termasuk
pencitraan pembuluh untuk sistem karotis, vertebralis, dan intrakranial melalui
angiografi, CT dan atau MRI angiografi, USG Dopler arteri karotis dan vertebra, serta
Dopler transkranial.1
I. Penatalaksanaan
Pengobatan afasia tergantung pada jenis afasia, bagian otak yang rusak, penyebab
kerusakan otak, serta usia dan kondisi kesehatan pasien. Jika kerusakan otak tergolong
ringan, afasia dapat membaik dengan sendirinya. Jika kondisinya cukup berat,
pengobatan bisa dilakukan dengan beberapa metode berikut:
Terapi wicara
14
Sesi terapi wicara dan bahasa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi
dan berbicara. Sesi terapi ini harus dilakukan secara rutin. Terapi wicara bisa dilakukan
dengan menggunakan teknologi seperti program komputer atau aplikasi. Terapi ini
dianjurkan untuk penderita afasia akibat stroke.
Obat-obatan
Beberapa jenis obat juga dapat diberikan oleh dokter untuk membantu menangani afasia.
Obat-obatan yang diberikan biasanya bekerja dengan melancarkan aliran darah ke otak,
mencegah berlanjutnya kerusakan otak, serta menambah jumlah senyawa kimia yang
berkurang di otak.
Operasi
Prosedur operasi juga dapat dilakukan jika afasia disebabkan oleh tumor otak. Operasi
bertujuan untuk mengangkat tumor di otak. Prosedur ini diharapkan akan membantu
mengatasi afasia.3
J. Komplikasi
Karena memengaruhi kemampuan berkomunikasi, afasia dapat berdampak pada
kehidupan sehari-hari penderitanya, termasuk dalam hal pekerjaan dan hubungan pribadi.
Jika tidak ditangani dengan baik, afasia juga dapat menyebabkan munculnya gangguan
kecemasan, depresi, dan perasaan terisolasi.3
K. Prognosis
Prognosis hidup untuk afasia tergantung pada penyebab afasia, dan tingkat
kesembuhannya juga bervariasi tergantung pada ukuran lesi dan umur serta keadaan
umum pasien.
L. Pencegahan
Belum ada cara pasti untuk mencegah terjadinya afasia. Langkah terbaik yang dapat
dilakukan adalah mencegah kondisi yang dapat menyebabkan afasia. Pencegahan tersebut
dapat dilakukan dengan menjalani gaya hidup sehat, seperti:
Berhenti merokok
Melakukan olahraga secara teratur setidaknya 30 menit setiap hari
Menghindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
Menjaga pikiran tetap aktif, misalnya dengan membaca atau menulis
15
Menjaga berat badan agar tetap ideal dan terhindar dari obesitas.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Anindhita, T. dan Wiratman, W. Buku Ajar Neurologi, Departemen Neurologi
FKUI, Jakarta, 2017. hal. 181-94.
2. Association Internationale Aphasie (AIA) 2017 www.aphasia-
international.com
3. Doogan, et al. 2018. Aphasia Recovery: When, How and Who to Treat?.
Current neurology and neuroscience reports, 18(12), pp. 90.
4. Bahan Ajar Afasia FK unhas. 2017. Med.unhas.ac,id
5. S.M Lumbantobing. 2018. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta
Badan Penerbit FK UI. hal 156-75.
18