Travel > Asia">
Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Struktur Vegetasi Riparian Sungai Pesanggrahan Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

BIOMA 14 (2), 2018 p-ISSN: 0126-3552

Biologi UNJ Press e-ISSN: 2580-9032

DOI: 10.21009/Bioma14(2).2 Research article

STRUKTUR VEGETASI RIPARIAN SUNGAI


PESANGGRAHAN KELURAHAN LEBAK BULUS JAKARTA
SELATAN
Riparian Vegetation Structure in Pesanggrahan River at Lebak
Bulus, South Jakarta

Noer Sarifah Ainy 1, *), Wisnu Wardhana 2), Nisyawati 2)


1
STKIP Arrahmaniyah Jl Raya Citayam Gg. Masjid Al ittihad Bojong Pondok Terong,
Cipayung Depok, Jwa Barat, 16436. Indonesia
2
Universitas Indonesia, Jl. Margonda Raya, pondok Cina Beji, Depok Jawa Barat. 16424.
Indonesia

*Corresponding author: nursarifahainy@gmail.com

ABSTRACT
Riparian vegetation has many important functions, but their existence become less today caused by land
conversion. The research purpose is to know the different of vegetation structure in conservation area
(Sangga Buana), residential area and mixed farm area. Research held at Lebak Bulus society in South
Jakarta on March 2011 until September 2011. Twelve plots have been made at Lebak Bulus society in
South Jakarta. This research was done by using stratified random sampling technique. From this study,
it is shown that were 81 species from 39 family. The higest Importance Value Index (INP) from mixed
farms area is Gigantochloa apus (91.3%), residential area is Pinus merkusii (61.8%), and conservation
area is Gigantochloa apus (98.2%). The Diversity Index (H’) showed medium at residential area (H’=2.9)
but showed high in mixed farms area and conservation area (H’=3.4). The Equitability Index (E’) showed
medium in all location (0.6). The Sorensen Similarity Index showed low in mixed farms area- residential
area (0.48) and mixed farms area-conservation area (0.39) but showed little high in residential area-
conservation area (0.51). The ideal riparian vegetation profile has three zones. The conservation area
Sangga buana is the only area that have ideal zone, which riparian witdh 100-200 m. The conservation
area has the most total species number (21 species) than the other (residential area 15 species and
mixed farm 13 species). The conservation area of Sangga Buana can be riparian model for riparian river
conservation in term of width riparian and plants species.

Keyword: Equitability Index, Importance Value Index, Riparian vegetation, Similarity Index, Vegetation profile

PENDAHULUAN
Vegetasi riparian adalah tumbuhan yang tumbuh di kanan kiri sungai. Vegetasi riparian
menyediakan habitat bagi kehidupan liar dan berperan memelihara kesehatan daerah tangkapan air
(Decamps et al. 2004; Sabo et al. 2005; Bragdon 2008). Vegetasi riparian memiliki ciri morfologi,

60
fisiologi, dan reproduksi yang beradaptasi dengan lingkungan basah. Banyak tumbuhan riparian yang
mampu beradaptasi terhadap banjir, pengendapan, abrasi fisik, dan patahnya batang akibat banjir
(Naiman et al. 2005). Penutupan vegetasi riparian bersifat spesifik, dipengaruhi oleh ketinggian tempat
dan jenis batuannya (Waryono 2002).
Vegetasi riparian memiliki potensi dan peranan yang besar terutama sebagai pengontrol aliran
energi dan transport nutrient. Kurangnya perhatian dan terjadinya perubahan pemanfaatan daerah
riparian menyebabkan hilangnya kemampuan riparian menahan aliran sungai, dan akibatnya terjadi
banjir di hilir, serta punahnya jumlah dan jenis keanekaragaman hayati riparian maupun perairan
(Haryani, 2005). Menurut Fachrul & Hendrawan (2009), vegetasi riparian memiliki 4 fungsi, yaitu
sebagai barier untuk melindungi pencemaran, untuk mencegah banjir, sebagai ekosistem alami bagi
hewan liar, dan sebagai pengatur iklim mikro.
Fungsi ekologis vegetasi riparian adalah sebagai penunjang kestabilan ekosistem karena
berperan dalam siklus karbon, oksigen, nitrogen dan siklus air (Bates 1961). Vegetasi riparian juga
dapat menjadi habitat bagi banyak hewan. Selain itu, vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai media
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (MacKinnon 1986). Fungsi penting
lain keberadaan vegetasi riparian antara lain sebagai pengontrol erosi dengan sistem perakarannya yang
kuat, mengurangi endapan dan mereduksi polutan yang masuk ke perairan (Bates 1961; Waryono
2002; WSROC 2004). Fungsi lainnya sebagai peredam stress akibat banjir, sedimentasi, perubahan
temperatur dan kekeringan (Jakalaniemi et al. 2004). Vegetasi riparian juga berperan dalam menjaga
kualitas air, sumber bahan obat-obatan, pangan dan papan (Bates 1961; Siahaan 2004), serta menjadi
salah satu indikator kualitas lingkungan dan berperan sebagai jalur hijau yang menahan keutuhan
tebing sungai (Mulyadi 2001).
Kondisi riparian Sungai Pesanggrahan di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan sebagian
besar telah beralih fungsi menjadi daerah perumahan dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan
minimnya lahan untuk perumahan. Hal tersebut menyebabkan semakin berkurangnya lebar riparian.
Riparian ideal menurut USDA (2000) memiliki 3 zonasi, yaitu Zona 1, Zona 2 dan Zona 3. Keberadaan
zonasi tersebut penting untuk menjaga fungsi ekologis riparian. Riparian ideal yang berada di Sungai
Pesanggrahan Lebak Bulus sudah sangat jarang. Berdasarkan pemanfaatan lahan dan kegiatan di
sekitar riparian Sungai Pesanggrahan, Lebak Bulus, dibedakan menjadi tiga daerah, yaitu daerah kebun
campuran di Lereng Cinere, daerah perumahan di Villa Cinere, dan daerah binaan yaitu Sangga Buana
di Lebak Bulus. Ketiga daerah tersebut dipilih menjadi lokasi penelitian karena dianggap mewakili tipe
daerah yang ada di riparian Sungai Pesanggrahan Kelurahan Lebak Bulus. Ketiga lokasi tersebut
mengalami alih fungsi yang berbeda-beda. Alih fungsi dari ketiga daerah tersebut diduga akan
berpengaruh terhadap kondisi riparian dan vegetasi di Sungai Pesanggrahan.
Oleh karena itu, penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan
membandingkan pengaruh perubahan struktur vegetasi riparian di Sungai Pesanggrahan, antara daerah
kebun campuran, daerah perumahan, dan daerah binaan. Parameter yang akan diukur dalam penelitian
ini adalah nilai Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan Jenis
(E’), Indeks Kesamaan Jenis Sorensen (CCs), dan sketsa diagram profil vegetasi Sungai Pesanggrahan
di masing-masing daerah penelitian yang ada di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

61
METODE

Alat dan Bahan


Alat yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: meteran gulung 50 m, kompas, pancang
bambu, tali rafia, gunting tanaman, label gantung, sasak untuk herbarium, alkohol 70%, kamera digital,
termometer, higrometer, luxmeter, kertas milimeter dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan
dalam penelitian tersebut adalah komunitas tumbuhan di tepi Sungai Pesanggrahan Kelurahan Lebak
Bulus, Jakarta Selatan.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan selama 7 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan September 2011.
Penelitian dilakukan di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Kelurahan Cinere. Daerah
penelitian terdiri dari tiga kategori, yaitu daerah binaan, daerah perumahan dan daerah kebun
campuran. Daerah binaan adalah suatu daerah yang dikelola oleh masyarakat lokal, berupa taman kota
dan daerah perlindungan bagi tanaman lokal. Daerah perumahan adalah daerah yang memiliki ruang
sempadan di area perumahan Cinere Mas. Daerah kebun campuran adalah daerah yang dimanfaatkan
oleh warga sekitar untuk pertanian di area sempadan sungai.

Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan untuk analisis vegetasi adalah metode stratified random sampling.
Setiap plot titik sampel memiliki ukuran luas 200 m2, dengan ketentuan ukuran petak 40×5 m untuk
tiap petak tunggal, 20×5 m untuk petak pohon, 5×5 m untuk petak belta, 1×1 m untuk petak semai, dan
½×½ m untuk rumput. Petak sampel dibuat berpasangan di kanan dan kiri sungai. Penempatan petak
pengamatan dirancang atas dasar keterwakilan dari daerah kebun campuran, daerah perumahan, dan
daerah binaan. Petak sampel dibuat sebanyak 12 plot, masing-masing daerah 4 plot. Setiap petak
sampel dicatat jenis dan jumlah tumbuhan serta diameter pohon.
Identifikasi dilakukan secara langsung di lokasi pengambilan sampel untuk jenis pohon
tumbuhan yang sudah diketahui jenisnya, dan dibuat herbarium untuk pohon tumbuhan yang belum
diketahui jenisnya untuk kemudian diidentifikasi di laboratorium. Parameter fisika dan kimia yang
diukur meliputi suhu udara (oC), kelembaban udara relative (%), intensitas cahaya (lux) dan pH.
Pengukuran parameter fisika dan kimia pada masing-masing titik pengambilan sampel dilakukan
secara serentak pada waktu yang bersamaan pada pukul 10.00 WIB. Perhitungan data meliputi Indeks
Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener (H’), Indeks kemerataan jenis atau
Ekuitabilitas (E), dan Indeks Similaritas Sorensen (CCs).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keanekaragaman jenis vegetasi riparian di Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan terdiri
dari 81 spesies dari 39 famili. Famili dengan kelimpahan terbanyak diantaranya adalah Poaceae,
Musaceae, Fabaceae, Malvaceae, Myrtaceae, Arecaceae, Moraceae, Asteraceae, dan Euphorbiaceae.
Jenis tersebut meliputi pohon, semak dan rumput. Tipe pohon yang paling sering ditemui adalah tipe
pohon pelindung dan pohon buah-buahan.

62
Tabel 1. Rincian jumlah jenis, jumlah famili, H’, E’ di daerah kebun campuran (A), daerah perumahan
(B), dan daerah binaan (C).
Nilai Kebun campuran (A) Daerah perumahan (B) Daerah binaan (C)
a b a b a b
Jumlah jenis 43 13 34 15 45 21
Jumlah famili 25 10 23 14 27 15
H' 3,40 1,80 2,90 2,20 3,40 2,60
E' 0,60 0,52 0,60 0,61 0,60 0,62
Keterangan: H’: Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener; E’: Indeks kemerataan jenis atau Ekuitabilitas;
a: vegetasi tingkat pohon, belta, semai dan vegetasi penutup tanah; b: vegetasi tingkat pohon.

Berdasarkan hasil perhitungan INP, dapat diketahui jenis-jenis penting yang mendominasi di
setiap lokasi. Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan
gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
Kehadiran suatu jenis spesies pada daerah tertentu menunjukkan kemampuan spesies tersebut untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga spesies yang mendominasi suatu areal dapat
dinyatakan sebagai spesies yang memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebar terhadap
kondisi lingkungan. Berdasarkan urutan INP tertinggi, jenis-jenis yang paling dominan di setiap
lokasi disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi di daerah kebun campuran (A), daerah
perumahan (B), dan daerah binaan (C).
No. Daerah kebun INP Daerah Perumahan INP Daerah INP
campuran (A) (%) (B) Binaan (C)
Tingkat pohon
1 Gigantochloa apus 91,3% Pinus merkusii 61,8% Gigantochloa apus 98,2%
2 Musa paradisiaca[g1] 43,6% Tectona grandis 52,5% Cocos nucifera[g2] 31,1%
3 Bambusa multiplex[g3] 32,2% Hibiscus tiliaceus 39,7% Tectona grandis 19,8%
4 Paraserinthes falcataria 31,6% Mangifera indica 31,5% Hibiscus tiliaceus 18,8%
5. Hibiscus tiliaceus 25,2% Cocos nucifera[g4] 17,0% Artocarpus altilis 17,5%

Tingkat Belta
1 Musa paradisiaca 64,8% Musa paradisiaca 61,0% Musa paradisiaca 61,1%
2 Samanea saman 43,7% Manihot esculenta 54,8% Artocarpus altilis 35,2%
3 Paraserinthes falcataria 43,7% Tectona grandis 23,9% Cocos nucifera 32,4%
Tingkat Semai
1 Musa paradisiaca 116,7% Musa paradisiaca 122,2% Musa paradisiaca 97,1%
Tingkat penutup tanah
1 Imperata cylindrica 22,1% Imperata cylindrica 52,2% Imperata cylindrica 38,1%
2 Eragrostis tenella 18,1% Axonopus compressus 42,8% Centotheca lappacea 19,6%
3 Centotheca lappacea 16,3% Centotheca lappacea 21,0% Commelina diffusa 17,9%
4 Wedelia trilobata 10,3% Kyllinga nemoralis 20,5% Axonopus compressus 12,7%
5 Ageratum conyzoides 8,2% Colocasia esculenta 15,9% Typhonium trilobatum 12,1%

63
Nilai INP tertinggi di daerah kebun campuran adalah bambu apus (G. apus) yaitu 91,3%
(Tabel 2). Bambu apus ditemui mendominasi vegetasi riparian di dalam plot penelitian maupun di luar
plot penelitian di daerah kebun campuran. Bambu Apus yang terdapat di plot penelitian berupa rumpun
bambu dewasa, dengan diameter rumpun 2-3 m dengan jumlah buluh 100-150 buluh dalam satu
rumpun. Waryono (2005) menyebutkan bahwa bambu apus merupakan vegetasi asli riparian.
INP tertinggi tingkat belta di dominasi oleh pisang (M. paradisiaca) di ketiga daerah
penelitian dengan nilai tertinggi di daerah kebun campuran (64,8). Hal tersebut sesuai dengan kondisi
riparian Sungai Pesanggrahan yang memiliki pH tanah 6–6,7, suhu udara 27–32oC). Namun, secara
ekologis keberadaan tanaman pisang kurang mendukung fungsi daerah riparian sebagai daerah
penyangga.
Jenis tumbuhan tingkat tumbuhan penutup tanah di daerah kebun campuran di dominasi oleh
alang-alang (Imperata cylindrica) dengan nilai 22,1%. Spesies tersebut juga mendominasi di daerah
perumahan dan daerah binaan. Nilai INP alang-alang di kedua daerah tersebut berturut-turut adalah
52,2% dan 38,1% (Tabel 2). Mulatsih, et al. (2008) menyebutkan bahwa alang-alang (I. cylindrica)
dapat berfungsi sebagai salah satu tanaman pengaman tebing sungai.

Tabel 3 Nilai indeks kesamaan komunitas Sorensen (CCs) di di daerah kebun campuran (A), daerah
perumahan (B), dan daerah binaan (C)
Nilai CCs AB AC BC
Tingkat pohon 0,48 0,39 0,51
Seluruh spesies 0,40 0,43 0,49
Keterangan:
AB= Daerah kebun campuran dan daerah perumahan
AC= Daerah kebun campuran dan daerah binaan
BC= Daerah perumahan dan daerah binaan

Nilai indeks kesamaan jenis berkisar 0 sampai 1, dengan ketentuan 0-0,25 (sangat rendah),
0,26-0,50 (rendah), 0,51-0,75 (agak tinggi), 0,76-0,95 (tinggi), nilai 1 menyatakan spesies di kedua
komunitas adalah sama (Brower & van Ende 1990). Nilai indeks kesamaan komunitas Sorensen, baik
tingkat pohon maupun seluruh spesies tergolong rendah. Hal ini disebabkan setiap daerah memiliki
kekhasan atau karakteristik jenis tumbuhan yang berbeda.
Profil[g5] vegetasi riparian di tiga daerah, menunjukkan adanya perbedaan. Setiap daerah
memiliki karakteristik vegetasi riparian tersendiri yang membedakannya dengan daerah yang lainnya.
Tipe vegetasi di daerah kebun campuran terlihat lebih terbuka dibanding daerah perumahan dan daerah
binaan (Gambar 1). Hal tersebut disebabkan adanya pembukaan lahan untuk daerah kebun campuran
oleh masyarakat. Batas sempadan di kanan sungai lebih kecil (5 m) dibandingkan di kiri sungai (20 m)
akibat pemanfaatan untuk areal perkebunan. Batas sempadan yang lebih kecil di kanan sungai terkait
dengan keberadaan daerah pemukiman warga. Adanya pemukiman warga di kanan sungai
menyebabkan pembukaan lahan untuk kebun lebih dekat dengan tepi sungai dan hanya menyisakan
sedikit daerah riparian.

64
Gambar 1. Profil vegetasi riparian di daerah kebun campuran
Keterangan : Am=Alocasia macrorrhiza, Bp= Bauhinia purpurea, Bm= Bambusa multiplex,
Ga= Gigantochloa apus, Ht= Hibiscus tiliaceus, Mc=Morinda citrifolia, Mp=Musa paradisiaca,
Pf=Paraserianthes falcataria, Pg=Psidium guajava, Ss=Samanea saman, Zm=Zea mays.

Famili tumbuhan yang banyak terdapat di daerah kebun campuran adalah Poaceae, Fabaceae,
Musaceae dan Malvacae. Famili Poaceae banyak ditemui di Sungai Ciliwung dan Cisadane (Yusuf et
al. 2003) dan di Benin, Afrika Barat (Natta & van der Maesen 2002). Famili Fabaceae banyak terdapat
diberbagai daerah, terutama di daerah tropis.

Gambar 2. Profil vegetasi riparian di daerah perumahan


Keterangan: Ga=Gigantochloa apus, Ht=Hibiscus tiliaceus, Mi=Mangifera
indica. Mp=Musa paradisiaca, Nl=Nepheliun lappaceum, Phm=Phaleria
macrocarpa, Pm=Pinus merkusii, Tc=Terminalia catappa., Tg= Tectona grandis

Profil vegetasi di daerah perumahan lebih banyak dijumpai vegetasi tingkat pohon dibanding
daerah kebun campuran, namun jumlah vegetasi tingkat pohon masih lebih sedikit dibandingkan di
daerah binaan. Batas sempadan di daerah perumahan, untuk bagian kanan sungai (10 m) lebih besar
daripada batas sempadan di kiri sungai yang hanya 5 m karena langsung berbatasan dengan rumah
penduduk (Gambar 2). Pada bagian kanan sungai, daerah riparian langsung berbatasan dengan taman
selebar 10 m, kemudian jalan raya dan rumah penduduk.
65
Profil vegetasi di daerah binaan Sangga Buana memiliki jenis tumbuhan lebih banyak dan
beragam jenis tumbuhannya dibandingkan jenis tumbuhan di daerah kebun campuran dan daerah
perumahan. Tumbuhan yang ditemui di bagian kiri dan kanan sungai di daerah binaan adalah bambu
apus (G. apus), kelapa (C. nucifera), waru (H. tiliaceus), rengas (G. rengas), dan mangga (M. indica).
Jenis tumbuhan yang ditemui di bagian kanan sungai lebih banyak dibandingkan yang ditemui di
bagian kiri sungai. Hal tersebut berhubungan dengan lebar riparian yang lebih lebar di bagian kanan
sungai, yang mencapai 100-200 m (Gambar 3).

Gambar 3. Profil vegetasi riparian di daerah binaan


Keterangan: Aa=Artocarpus altilis, Ap=Arenga pinnata, Cn=Cocos nucifera, Fb=Ficus benjamina,
Fs=Ficus septica, Fv=Ficus variegata, Ga=Gigantochloa apus, Gr=Gluta renghas , Ht=Hibiscus
tiliaceus, Mf=Mangifera foetida, Mp=Musa paradisiaca, Tg=Tectona grandis.

Daerah kebun campuran dan daerah perumahan keberadaan zonasinya tidak lengkap dan batas
sempadannya tidak sesuai dengan bentuk ideal. Berikut disajikan batas sempadan Sungai Pesanggrahan
di tiga daerah penelitian.

Tabel 4. Batas sempadan Sungai Pesanggrahan di tiga lokasi penelitian[g6]


Daerah penelitian Batas sempadan Sungai Pesanggrahan
kiri sungai kanan sungai
Kebun campuran (A) 20 m 5m
Perumahan (B) 5m 10 m
Daerah binaan (C) 5m 100-200 m

Batas sempadan sungai bervariasi di ketiga lokasi penelitian. nilainya berkisar 5-200 m (Tabel
4). Batas sempadan yang sesuai di setiap daerah penelitian hanya di salah satu bagian sungai saja.
Contohnya batas sempadan yang sesuai ditemui di daerah kebun campuran di bagian kiri sungai,
daerah perumahan di bagian kanan sungai, dan daerah binaan di bagian kanan sungai.

66
Tabel 5. Keberadaan zonasi riparian ketiga lokasi penelitian[g7]
Daerah penelitian Kiri sungai Kanan sungai
1 2 3 1 2 3
Kebun campuran (A) √ x √ √ x √
Perumahan (B) √ x x √ x √
Binaan (C) √ x x √ √ √

Profil vegatasi di beberapa daerah penelitian (Tabel 5) tidak seluruhnya memenuhi zona ideal.
Sebagian besar tidak memiliki zona 2, kerena telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan maupun
areal perumahan. Zona 2 biasanya terdiri dari berbagai jenis pohon. Zona tersebut menyediakan
habitat bagi satwa liar, termasuk daerah bersarang spesies burung. Zona tersebut juga berfungsi untuk
memperlambat dan menyerap kontaminan dari Zona 3. Zona tersebut adalah zona transisi yang
penting antara padang rumput dan pepohonan. Zona tersebut dapat dilakukan aktivitas ringan yang
tidak membahayakan, seperti rekreasi dan bersepeda. Lebar zona tersebut adalah 15-30 m. Zona
terlengkap dimiliki oleh daerah binaan, walaupun hanya disisi sebelah kanan sungai. Zona ini menjadi
dapat dijadikan model untuk daerah konservasi riparian sungai dari segi lebar riparian dan spesies
tumbuhannya.
Profil vegetasi di ketiga tempat penelitian tidak memenuhi standar yang ditentukan USDA
yang memiliki tiga zona riparin. Dari ketiga lokasi penelitian, daerah yang paling ideal adalah daerah
binaan. Daerah binaan memiliki ketiga zona yang sesuai dengan USDA, namun hanya di sisi kanan
sungai, sedangkan di sisi kiri sungai hanya terdapat zona 1. Hal ini disebabkan Sungai Pesanggrahan di
sisi kanan masuk ke wilayah Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, sedangkan di sisi kirinya
merupakan wilayah Ciputat, Tangerang Selatan. Perbedaan wilayah menjadi salah satu permasalahan
pengelolaan yang belum satu atap. Harapannya ke depan perlu pengelolaan yang lebih terintegrasi.
Daerah sempadan sungai di daerah penelitian maupun di sekitar area penelitian di Sungai
Pesanggrahan banyak yang belum memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peraturan menteri PU No.63
(1993). Berdasarkan peraturan tersebut disebutkan bahwa batas sempadan minimum untuk sungai
dengan kedalaman kurang dari 3 m adalah 10 m dari tepi kiri dan kanan sungai disepanjang alur
sungai. Batas sempadan ini belum ideal di sekitar daerah penelitian. Harapannya sosialisasi batas
sempadan dan penegakan aturan lebih ditingkatkan.

SIMPULAN
Komposisi jenis tumbuhan riparian di Kelurahan Lebak Bulus pada 3 lokasi penelitian tercatat
81 spesies yang tergolong dalam 39 famili. Kekayaan jenis tertinggi (45 jenis) tercatat di daerah
binaan, diikuti daerah kebun campuran (43 jenis), dan daerah perumahan (34 jenis). Tumbuhan tingkat
pohon dengan INP tertinggi di daerah kebun campuran (91,3%) dan daerah binaan (98,2%) adalah
bambu apus (Gigantochloa apus), sedangkan di daerah perumahan adalah pinus (P. merkusii) dengan
nilai 61,8%. Nilai indeks keanekaragaman jenis di daerah perumahan tergolong sedang, sedangkan di
daerah kebun campuran dan daerah binaan tergolong tinggi. Nilai indeks kemerataan jenis di daerah
kebun campuran, daerah perumahan dan daerah binaan tergolong sedang.
Profil vegetasi tumbuhan yang sesuai dengan zonasi ideal dari ketiga daerah penelitian adalah
daerah binaan Sangga Buana, dengan lebar riparian mencapai 200 m. Daerah binaan memiliki jumlah

67
spesies pohon terbanyak (21 jenis) dibanding kedua daerah penelitian lainnya (daerah perumahan 15
jenis dan daerah kebun campuran 13 jenis). Daerah binaan merupakan daerah riparian yang dapat
dijadikan model untuk daerah konservasi riparian sungai dari segi lebar riparian dan spesies
tumbuhannya.

ACKNOWLEDGMENT
Ucapan Terima kasih disampaikan kepada Program Magister Jurusan Biologi, FMIPA
Universitas Indonesia, Kelurahan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Kelompok Tani Lingkungan Hidup
Sangga Buana, Lebak Bulus dan masyarakat sekitar daerah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Bates, M. 1961. Man in nature. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
Bray, S. 2010. Minimum riparian buffer width for maintaining water quality and habitat along Stevens
Creek. Theses. University of Nebraska–Lincoln. http://digitalcommon.unl.edu/unustudtheses
/11. [22 Desember 2011]
Brosofske, K.D., J. Chen, R.J. Naiman & J. Franklin. 1997. Harvesting effect of microclimate gradient
from small stream to upland in Western Washington. Ecological Application 7(4): 1188-
1200.
Brower, J., J. Zar & C. van Ende. 1990. Field and laboratory methods for general ecology. 3rd ed. Win
Brown Publisher, Dubugue.
Decamps, H., G. Pinay, R.J. Naiman, G.E. Petts, M.E. McClain, J.A. Hillbricht, T.A. Hanley, R.M.
Holmes, J. Quinn, J. Gibert, A. Tabacchi, F. Schiemer, E. Tabacchi & M. Zalewski. 2004.
Riparian zones: where biochemistry meets biodiversity in management practice. Polish
Journal of Ecology 52(1): 3-18.
Fachrul, M.F. & D. Hendrawan. 2009. Stream corridors di bantaran Kali Pesanggrahan sebagai daya
dukung sungai. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Trisakti, Jakarta.
Haryani, G.S. 2005. Pengelolaan ekoton: potensi, permasalahan dan strategi. Dalam Setyawan, W.B.
2005. Interaksi daratan dan lautan: pengaruh terhadap sumber daya dan lingkungan. LIPI
Press, Jakarta.
Jakalaniemi, A., A. Kauppi, A. Pramila & K. Vahatatersebut. 2004. Survival Strategic of Silene
tatarica (Caryophyllaceae) in Riparian and Ruderal Habitat. Canada Journal Botany 82: 491 –
502.
Mackinnon, K. 1986. Alam asli Indonesia. PT.Gramedia, Jakarta.
Mulyadi, A. 2001. Permasalahan lingkungan vegetasi tepian Sungai Siak serta perannya sebagai
indicator biologis dan green belt. Lingkungan & Pembangunan 21(4):331-339.
Natta, A.K. & L.J.G. van der Maesen. 2002. Assesment of riparian forest fragment plant diversity in
West African Savanna regions: an overview in Benin. http://edepot.wur.nl/121488. [28
Desember 2011]
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, No.63/PRT/M/1993 tentang Garis Sempadan
dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.
Siahaan, R. 2004. Pentingnya mempertahankan vegetasi riparian. Makalah Pengantar Falsafah Sains,
IPB, Bogor. hlm 1 - 7.
USDA (United State Department of Agriculture). 2000. Riparian forest buffer conservation reserve
enhancement program. http://plant-materials.nrcs.usda.gov/technical/riparian/riparianwetland
tools.html. [21 Agustus 2011].

68
Waryono, T. 2002. Konsepsi restorasi ekologi kawasan penyangga sempadan sungai di DKI Jakarta.
Kumpulan makalah Periode 1987-2008, Depok. Hlm 1 - 8.
Waryono, T. 2005. Pendekatan pemulihan bio-fisik bantaran sungai di Jakarta. [Disertasi] Depok:
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia.
WSROC (=Western Sydney Regional Organization of Council). 2004. Aquatic elative health of
riparian vegetation monitoring. http://wsroc.com.au. [12 Mei 2010]
Yusuf, R., E.N. Sambas, Ismail & D. Komara. 2003. Pengelolaan sempadan sungai dengan sistem
Agroforestri di bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung–Cisadane. http://elib.pdii.lipi.go.id/
katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/6929/6930.pdf. [27 Juli 2011]

69

Anda mungkin juga menyukai