Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

1448 3234 1 PB PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

SUKSESI MAKROZOOBENTOS DI HUTAN MANGROVE ALAMI DAN

REHABILITASI DI KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

Ernawati, SK(1), Andi Niartiningsih(2), M. Natsir Nessa(3) dan Sharifuddin Bin Andi Omar(4)
(1)
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar
(2), (3)
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
(4)
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Email: ernawatisyahruddin@yahoo.com

Abstract: Makroozobentos Mangrove Forest Succession in The Natural and Rehabilitation


in Sinjai District South Sulawesi. The study aims to describe the macrozoobenthos community
structure, succession, and the factors that affect the distribution of organic carbon to the sediment
dynamics in the mangrove forest rehabilitation Tongke-tongke Village, Sinjai. Research was
conducted through purposive sampling method, in which the study population is a community of
mangrove vegetation and macrozoobenthos communities associated with mangroves. In addition,
water quality, organic carbon and nitrogen content of sediments is also an object of research.
Epifauna and infauna identification results were found in non-vegetation areas, mangrove forests
and natural rehabilitation results obtained by 47 macrozoobenthos species from 30 families and 5
classes. Gastropods found as many as 22 species and 11 families, 13 species and 8 Bivalvia
families, 6 crustacean species and four families, Polychaeta 5 species and 5 families, as well as
the kind that comes Ophiuroidea 1 of 1 family. Macrozoobenthos density in the mangrove forest
rehabilitation outcomes Tongke-Tongke village and in the village Samataring natural forests
ranged from 85.60 to 266.10 ind m-2. Diversity index ranged from 2.28 to 4.00; uniformity index
ranged from 0.58 to 0, 95, and dominance index ranged from 0.089 to 0.294. Macrozoobenthos
succession in mangrove forest rehabilitation Tongke-Tongke going to increase in number and
diversity of macrozoobenthos macrozoobenthos species with age mangrove vegetation.

Abstrak: Suksesi Makroozobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi di


Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan struktur
komunitas makrozoobentos, suksesi, dan faktor yang memengaruhi distribusi dinamika organik
karbon dengan sedimen di hutan mangrove rehabilitasi Desa Tongke-tongke, Kabupaten Sinjai.
Metode Penelitian secara purposive sampling, dimana populasi penelitian adalah komunitas
vegetasi mangrove dan komunitas makrozoobentos yang berasosiasi dengan mangrove. Selain
itu, kualitas perairan, kandungan karbon organik dan nitrogen sedimen juga merupakan obyek
penelitian. Hasil identifikasi epifauna dan infauna yang ditemukan pada kawasan non-vegetasi,
hutan mangrove hasil rehabilitasi dan alami diperoleh sebanyak 47 jenis makrozoobentos yang
berasal dari 30 famili dan 5 kelas. Gastropoda ditemukan sebanyak 22 jenis dan 11 famili,
Bivalvia 13 jenis dan 8 famili, Crustacea 6 jenis dan 4 famili, Polychaeta 5 jenis dan 5 famili,
serta Ophiuroidea 1 jenis yang berasal dari 1 famili. Kepadatan makrozoobentos di hutan
mangrove hasil rehabilitasi Desa Tongke-tongke dan di hutan alami Kelurahan Samataring
berkisar 85,60-266,10 ind m-2. Indeks keanekaragaman berkisar 2,28-4,00; indeks keseragaman
berkisar 0,58-0,95; dan indeks dominansi berkisar 0,089-0,294. Suksesi makrozoobentos di hutan
mangrove rehabilitasi Tongke-tongke berlangsung dengan meningkatnya jumlah jenis
makrozoobentos dan keanekaragaman makrozoobentos seiring bertambahnya umur vegetasi
mangrove.

Kata kunci: Suksesi, kepadatan, indeks ekologi dan kandungan karbon.

A. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan strategis untuk dikembangkan bagi kegiatan eko-
dan interaksi antara ekosistem darat dan laut. nomi dan jasa-jasa lingkungan kelautan (Nessa et
Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam al., 2002). Mangrove merupakan sumberdaya
dan jasa lingkungan, merupakan aset bangsa yang alam yang khas dan memiliki fungsi yang strate-

49
Ernawati et al., Suksesi Makrozoobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi 51

gis di wilayah pesisir pantai tropis. Ekosistem ini Berdasarkan uraian di atas dan masih ku-
paling produktif dan memiliki arti yang penting rangnya informasi tentang suksesi biodiversitas
bagi kehidupan biota laut. Ekosistem mangrove makrozoobentos di ekosistem mangrove hasil
memiliki fungsi ekologis dalam mendukung ling- rehabilitasi yang didasarkan pada umur mangrove
kungan fisik dan lingkungan biota sebagai pena- maka perlu dilakukan penelitian tentang suksesi
han intrusi air laut, penahan angin, penahan gem- makrozoobentos di hutan mangrove alami dan
puran ombak, pengendali banjir dan tempat pem- rehabilitasi.
besaran serta perkembangbiakan berbagai macam Berdasarkan perumusan masalah tersebut
biota akuatik yang tidak dapat dinilai dengan maka penelitian di Desa Tongke-tongke, Kabu-
uang (Niartiningsih, 1996). paten Sinjai ini dilakukan dengan tujuan untuk
Kondisi mangrove di Sulawesi Selatan menggambarkan struktur komunitas makrozoo-
sangat memprihatinkan, bahkan pada beberapa bentos di hutan mangrove rehabilitasi, menje-
kabupaten ditemukan telah mengalami degradasi laskan suksesi makrozoobentos di hutan man-
yang sangat berat. Luas hutan mangrove yang grove rehabilitasi dan mendeskripsikan faktor-
kurang lebih sekitar 112.000 Ha, selama 4 dasa- faktor yang memengaruhi distribusi makrozoo-
warsa (1950 – 1990) diperkirakan mengalami bentos di hutan mangrove rehabilitasi.
kerusakan sebesar 65% karena dikonversi untuk
peruntukan lain, seperti pembangunan tambak, B. METODE
industri, pemukiman, dan tersisa saat ini ± 39.000 Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan
Ha (Nessa et al., 2002). Juni sampai Oktober 2011, kemudian dilanjutkan
Rehabilitasi hutan mangrove di Desa pada bulan Januari sampai April 2012. Lokasi
Tongke-tongke telah dilakukan sejak tahun 1986 penelitian pada areal mangrove rehabilitasi di
oleh masyarakat desa tersebut secara swadaya. Desa Tongke-tongke dan mangrove alami yang
Upaya penghijauan kembali wilayah pesisir ini terletak di Dusun Pangasa, Kelurahan Samatar-
dilakukan oleh Kelompok Pencinta Sumber Daya ing, Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
Alam - Aku Cinta Indonesia (KPSDA-ACI) dan Populasi penelitian adalah komunitas vege-
saat ini sudah mulai terlihat tingkat keberhasilan- tasi mangrove dan komunitas makrozoobentos
nya. yang berasosiasi dengan mangrove. Selain itu,
Adanya kegiatan rehabilitasi mangrove kualitas perairan, kandungan karbon organik dan
di wilayah tersebut telah memberikan pengaruh nitrogen sedimen juga merupakan obyek peneli-
terhadap perubahan kondisi ekologis di kawasan tian. Sampel vegetasi mangrove, makrozoobentos
mangrove. Perubahan kondisi ekologis ini secara dan sedimen diambil secara purposive berdasar-
tidak langsung memengaruhi struktur komunitas kan lokasi plot tempat mangrove tumbuh.
dan komposisi jenis makrozoobentos karena biota Pengamatan komunitas mangrove dalam
ini mempunyai hubungan timbal balik dengan penelitian ini meliputi lingkaran dan diameter
ekosistem mangrove. batang, basal area, kerapatan dan luas penutupan
Fauna makrozoobentos juga dapat dija- mangrove. Untuk komunitas makrozoobentos,
dikan sebagai indikator yang handal untuk meli- pengamatan meliputi komposisi jenis, kepadatan
hat kualitas ekosistem mangrove hasil rehabilitasi jenis, serta indeks ekologi (keanekaragaman, ke-
(Bosire et al., 2008). Hasil penelitian Chen dan seragaman, dominansi, dan pola sebaran).
Ye (2010) pada mangrove hasil restorasi berbagai Faktor-faktor lingkungan yang memenga-
kelompok umur di China, mendapatkan tingginya ruhi kehidupan mangrove dan makrozoobentos
jumlah spesies makrozoobentos yang terdapat juga ikut diukur, meliputi faktor fisika dan kimia
pada mangrove dewasa dibandingkan pada man- perairan dan substrat/sedimen. Parameter fisika
grove yang berumur muda dan tanpa vegetasi. yang diukur adalah suhu, kecepatan arus dan ke-
Mengingat pentingnya kawasan mangrove seba- keruhan. Sebaliknya, parameter kimia yang di-
gai suatu ekosistem yang utuh, sebagai tempat amati adalah salinitas, derajat keasaman (pH),
hidup berbagai organisme perairan, serta terba- oksigen terlarut (DO), fosfat (PO4), nitrat (NO3)
tasnya informasi mengenai keanekaragaman dan dan bahan organik total (BOT). Selain itu, juga
kelimpahan makrozoobentos maka perlu ada da- diukur kandungan karbon organik dan nitrogen
ta-data struktur dan komposisi makrozoobentos yang terdapat di dalam sedimen serta tektur se-
yang ada di kawasan mangrove rehabilitasi yang dimen (tanah).
didasarkan pada berbagai kelompok umur. Bahan penelitian terdiri atas makrozooben-
tos, tumbuhan mangrove, dan sampel tanah (se-
52 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

dimen) dari masing-masing plot penelitian. Pe- Selanjutnya diikuti oleh Crustacea, walaupun
rahu digunakan sebagai alat tranportasi ke lokasi dijumpai di seluruh stasiun penelitian namun
dan stasiun-stasiun penelitian. Pengukuran tinggi dalam jumlah jenis yang lebih sedikit. Polychaeta
pohon menggunakan hagameter dan tongkat se- juga dijumpai dalam jumlah jenis yang sedikit
bagai alat bantu, sedangkan untuk mengukur di- sedangkan Ophiuridea hanya dijumpai di stasiun
ameter batang pohon setinggi 130 cm (diameter non-vegetasi. Dominannya jumlah jenis dari
at breast height, DBH) digunakan pita ukur. Sub- Bivalvia dan Gastropoda pada seluruh stasiun
strat disimpan di dalam plastik sedimen, kemu- penelitian di hutan mangrove rehabilitasi
dian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis le- Tongke-tongke, sejalan dengan hasil penelitian
bih lanjut. Substrat diambil dengan menggunakan Pirzan et al., (2001), yang menemukan
sekop, disaring menggunakan ayakan (sieve-net) dominannya jumlah jenis makrozoobentos dari
untuk memperoleh makrozoobentos. Pembuatan kedua kelas di atas di hutan mangrove rehabilitasi
herbarium jenis-jenis tanaman yang belum teri- tersebut. Andy Omar et al. (2012) menemukan 12
dentifikasi di lapangan menggunakan kertas me- jenis Gastropoda pada areal yang berbeda di
rang, alkohol 70%, kertas label, spidol permanen kawasan mangrove Tongke-tongke hasil
dan plester. Posisi stasiun dan substasiun di loka- rehabilitasi, 8 jenis di antaranya juga ditemukan
si penelitian ditentukan dengan alat bantu GPS. selama penelitian ini, yaitu C. cingulata, T.
Batas-batas plot di stasiun penelitian mengguna- telescopium, T. Palustris (Potamididae), C.
kan tali plastik. Salinitas diukur dengan hand- capucinus , M. margariticola (Muricidae), C.
refractometer dan lama waktu pasang diukur moniliferus (Cerithiidae), L. scabra
dengan stopwatch. Hasil pengukuran diameter (Littorinidae), dan C. oualaniensis (Neritidae).
dan tinggi setiap pohon dicatat dalam daftar isian
yang telah disiapkan sebelumnya. b. Kepadatan Makrozoobentos
Pengambilan sampel dilakukan pada kawa- Kepadatan makrozoobentos di hutan
san mangrove hasil rehabilitasi yang terdapat di mangrove hasil rehabilitasi Desa Tongke-tongke
Desa Tongke-tongke. Stasiun penelitian ditentu- dan di hutan alami Kelurahan Samataring
kan dengan metode purposive sampling, dan di- berkisar 85,60 – 266,10 ind m-2. Hasil ini relatif
dasarkan pada pertimbangan perbedaan kelom- lebih sedikit jika dibandingkan dengan kepadatan
pok umur mangrove. Sebagai pembanding, dipi- makrozoobentos yang ditemukan oleh Rani
lih satu buah stasiun yang terletak di luar kawa- (1998) di hutan mangrove rehabilitasi Tongke-
san mangrove (stasiun non-vegetasi). Setiap sta- tongke berumur 13 tahun, yaitu berkisar 155 –
siun penelitian dibedakan atas dua buah substa- 944 ind m-2. Namun dibandingkan dengan
siun. kepadatan makrozoobentos di kawasan mangrove
rehabilitasi Tokke-tokke yang berkisar 29,33 –
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 77,33 ind m-2 (Zulkifli, 2008) maka hasil yang
1. Marozoobentos ditemukan relatif lebih banyak.
a. Komposisi Jenis Makrozoobentos Tabel 2 memperlihatkan bahwa kepadatan
Hasil identifikasi epifauna dan infauna Bivalvia tertinggi ditemukan pada Stasiun III
yang ditemukan pada kawasan non-vegetasi, (umur mangrove 5 tahun) dan IV (umur
hutan mangrove hasil rehabilitasi dan alami mangrove 10 tahun), Gastropoda pada Stasiun II
diperoleh sebanyak 47 jenis makrozoobentos (umur mangrove 1 tahun) dan VI (umur
yang berasal dari 30 famili dan 5 kelas. mangrove 30 tahun), dan Crustaceae pada Stasiun
Gastropoda ditemukan sebanyak 22 jenis dan 11 V (umur mangrove 27 tahun). Hal ini
famili, Bivalvia 13 jenis dan 8 famili, Crustacea 6 menunjukkan bahwa setiap kelompok umur
jenis dan 4 famili, Polychaeta 5 jenis dan 5 mangrove didominasi oleh kelompok yang
famili, serta Ophiuroidea 1 jenis yang berasal berbeda-beda.
dari 1 famili. Kepadatan jenis makrozoobentos pada
Tabel 1 memperlihatkan persentase substasiun 1 dan 2 di setiap stasiun penelitian
makrozoobentos berdasarkan kelas yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Kepadatan jenis
ditemukan pada masing-masing stasiun. Ini makrozoobentos di Stasiun I (non-vegetasi) pada
menunjukkan bahwa kawasan Tongke-tongke Substasiun 1 berkisar 0,80 – 13,33 ind m-2.
didominasi oleh Gastropoda dan Bivalvia karena Kepadatan yang tertinggi ditemukan pada T.
kedua kelas ini dijumpai dalam jumlah jenis yang timorensis dan terendah pada C. cingulata, N.
banyak pada seluruh stasiun penelitian. pullus dan R. aspera. Pada Substasiun 2,
Ernawati et al., Suksesi Makrozoobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi 53

kepadatan makrozoobentos berkisar 0,80 – 25.00 makanan bagi jenis makrozoobentos deposit
ind m-2, tertinggi pada S. crytodactyla dan feeder dan dukungan faktor lingkungan fisika-
terendah pada P. incamata. kimia perairan pada habitat tersebut.
Di Stasiun II (umur mangrove 1 tahun),
kepadatan makrozoobentos pada Substasiun 1 2. Indeks Ekologi Makrozoobentos
berkisar 0,60 – 6,00 ind m-2. Kepadatan tertinggi a. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos
ditemukan pada L. scabra dan terendah pada S. Indeks keanekaragaman makrozoobentos
cucullata. Pada Substasiun 2, kepadatan yang ditemukan di hutan mangrove hasil
makrozoobentos berkisar 0,80 – 7,80 ind m-2, rehabilitasi Tongke-tongke dan di hutan
tertinggi pada C. oulaniensis dan terendah pada mangrove alami Samataring dapat dilihat pada
T. sulcata dan R. aspera. Tabel 3. Tabel tersebut menjelaskan bahwa
Kisaran kepadatan makrozoobentos di seluruh substasiun di setiap stasiun penelitian
Stasiun III (umur mangrove 5 tahun) berkisar memiliki nilai indeks keanekaragaman yang
0,60 – 10,80 ind m-2 pada Substasiun 1 dan 0,60 termasuk berkategori tinggi karena memiliki nilai
– 8,33 ind m-2 pada Substasiun 2. Kepadatan lebih besar dari dua. Tingginya keanekaragaman
makrozoobentos tertinggi pada Substasiun 1 makrozoobentos yang ditemukan pada setiap
ditemukan pada S. cucullata dan terendah pada V. stasiun penelitian disebabkan kestabilan
acuminatum, sedangkan pada Substasiun 2 S. komunitas makrozoobentos dan persebaran
crytodactyla memiliki kepadatan tertinggi dan S. jumlah individu dari jenis makrozoobentos yang
cucullata yang terendah. ada pada masing-masing lokasi tersebut relatif
Makrozoobentos di Stasiun IV (umur merata, bahkan pada stasiun VI (umur mangrove
mangrove 10 tahun) pada Substasiun 1 memiliki 30 tahun) memiliki nilai indeks keanekaragaman
kepadatan yang berkisar 1,00 – 55,20 ind m-2, di Substasiun 1 sebesar 4.00 dan di Substasiun 2
tertinggi pada I. perna dan terendah pada sebesar 3,50.
Balanus sp. Di Substasiun 2, kepadatan Tingginya nilai indeks keanekaragaman
makrozoobentos berkisar 0,60 – 37,60 ind m-2, makrozoobentos pada Stasiun VI (umur
yang tertinggi pada jenis I. perna dan terendah mangrove 30 tahun) yang berada di hutan
pada N. costata. mangrove alami disebabkan banyaknya spesies
Kepadatan jenis makrozoobentos di Stasiun makrozoobentos yang ditemukan pada
V (umur mangrove 27 tahun), Substasiun 1 Substasiun 1 dan 2 di stasiun tersebut dengan
berkisar 0,80 – 78,33 ind m-2, tertinggi pada pembagian jumlah individu masing-masing
jenis C. carnifex dan terendah pada T. spesies yang relatif merata, dan tidak ada
telescopium dan C. capucinus. Kemudian, pada dominansi spesies tertentu sehingga dapat
Substasiun 2 kepadatan makrozoobentos berkisar dikatakan bahwa ekosistem dalam keadaan stabil.
0,40 – 21,67 idm m-2, tertinggi pada C. carnifex Sebaliknya nilai indeks keanekaragaman pada
terendah pada T. sulcata. Substasiun 1 dan 2 di Stasiun IV rendah
Di Substasiun 1 pada Stasiun VI (umur disebabkan jumlah spesies banyak tetapi
mangrove 30 tahun), kepadatan jenis persebaran jumlah individu setiap spesies tidak
makrozoobentos berkisar 0,40 – 10,60 ind m-2, merata. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya
tertinggi pada C. kobelti dan terendah pada S. jumlah individu spesies I. perna dan E.
echinata. Pada Substasiun 2, kepadatan berkisar aenigmatica dibandingkan jumlah individu
0,60 – 9,60 ind m-2, tertinggi ditemukan pada S. lainnya yang terdapat pada stasiun tersebut.
cucullata dan terendah pada L. scrabra dan V.
acuminatum. b. Indeks Keseragaman Makrozoobentos
Kepadatan Crustacea yang tinggi pada Menurut Odum (1993), apabila indeks
Stasiun V (umur mangrove 27 tahun) keseragaman mendekati satu, maka organisme
dibandingkan stasiun lainnya disebabkan pada komunitas tersebut menunjukkan
tingginya kepadatan jenis C. carnifex dan S. keseragaman. Sebaliknya, jika indeks
crytodactyla. Hal ini diduga berhubungan dengan keseragaman mendekati nol maka organisme
kondisi ekologis pada Stasiun V di hutan pada komunitas tersebut tidak seragam. Nilai
mangrove hasil rehabilitasi yang dapat indeks keseragaman selama penelitian dapat
mendukung kepadatan kedua jenis Crustacea dilihat pada Tabel 3.
tersebut, seperti substrat lumpur yang banyak Tabel 3 memperlihatkan bahwa hasil
mengandung bahan organik sebagai sumber pengukuran indeks keseragaman yang diperoleh
54 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

pada masing-masing substasiun di setiap stasiun ditemukan pada setiap stasiun penelitian.
penelitian termasuk dalam kategori seragam Menurut Odum (1971), persebaran secara acak
karena mendekati satu. Hal ini mengindikasikan jarang terjadi kecuali dalam lingkungan yang
bahwa tidak ada dominasi spesies makro- seragam dan umumnya terjadi adalah distribusi
zoobentos pada masing-masing substasiun mengelompok atau bergerombol. Pola sebaran
tersebut dan persebaran jumlah individu masing- acak ditemukan pada S. truncata (di Substasiun 1
masing spesies relatif merata. Selain itu, nilai Stasiun I, serta di Substasiun 1 dan Substasiun 2
tersebut menunjukkan bahwa komunitas dalam pada Stasiun II), Scolopsis sp. dan O. fraglis
keadaan stabil dan kondisi habitat yang dihuni (masing-masing di Substasiun 1 Stasiun I), T.
relatif baik untuk pertumbuhan dan remeis (di Substasiun 1 Stasiun II dan di
perkembangan masing-masing spesies Substasiun 2 Stasiun III), T. timorensis dan N.
makrozoobentos, baik di hutan mangrove hasil diversicolor (di Substasiun 1 dan Substasiun 2
rehabilitasi Tongke-tongke maupun di hutan pada Stasiun II, serta di Substasiun 1 Stasiun III),
mangrove alami Samataring. Menurut Nybakken N. costata (di Substasiun 2 Stasiun III,
(1992), semakin besar nilai indeks keseragaman Substasiun 1 Stasiun IV, serta di Substasiun 1
maka populasi menunjukkan keseragaman, yang dan Substasiun 2 pada Stasiun V). Jenis N.
dapat diartikan bahwa jumlah individu tiap diversicolor juga ditemukan tersebar secara acak
spesies dapat dinyatakan sama atau merata. di Substasiun 1 pada Stasiun IV.
Umumnya pola sebaran makrozoobentos
c. Indeks Dominansi Makrozoobentos pada seluruh substasiun di setiap stasiun
Menurut Odum (1993), apabila nilai indeks penelitian termasuk dalam kategori
dominansi mendekati nol maka tidak ada mengelompok atau bergerombol karena nilai
organisme tertentu yang mendominasi perairan indeks dispersi Morisita yang didapatkan lebih
tersebut. Sebaliknya, jika nilai indeks dominasi besar dari satu. Dominannya pola sebaran
mendekati satu maka ada organisme tertentu mengelompok atau bergerombol makrozoobentos
yang mendominasi. Hasil analisis indeks di hutan mangrove hasil rehabilitasi Tongke-
dominansi masing-masing stasiun penelitian tongke dan hutan mangrove alami Samataring
dapat dilihat pada Tabel 3. mengindikasikan bahwa pola penyebaran jenis-
Tabel 3 menjelaskan bahwa nilai indeks jenis makrozoobentos ini sempit dan terbatas
dominansi pada seluruh substasiun di setiap karena kemampuan mobilitas mereka yang
stasiun penelitian termasuk dalam kategori rendah untuk berpindah-pindah, membutuhkan
rendah. Hal ini berarti komunitas habitat yang khas atau cocok untuk hidup
makrozoobentos di hutan mangrove hasil mereka, dan kondisi lingkungan tertentu yang
rehabilitasi Tongke-tongke dan di hutan disukai oleh fauna bentos tersebut seperti tipe
mangrove alami Samataring dalam keadaan substrat dan ketersediaan makanan.
stabil, kondisi lingkungan cukup baik, dan tidak
ada tekanan ekologis terhadap fauna 3. Mangrove
makrozoobentos di habitat tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian (Desa
d. Indeks Dispersi Morisita Makrozoobentos Tongke-tongke dan Kelurahan Samataring)
Menurut Krebs (1989), pola distribusi ditemukan dua jenis tumbuhan mangrove, yaitu
spasial organisme dalam suatu komunitas dapat Rhizophora apiculata Lamarck dan Rhizophora
dilakukan dengan melihat nilai indeks dispersi mucronata Blume. Kedua jenis mangrove
Morisita (Id). Kisaran nilai indeks Morisita yang tersebut merupakan tumbuhan mayor yang umum
didapatkan pada seluruh substasiun di setiap mendominasi kawasan mangrove. Jenis R.
stasiun berkisar 0,00 – 5,00 (Lampiran 11). mucronata dapat ditemukan pada setiap stasiun,
Kategori pola sebaran organisme kecuali Stasiun I (non-vegetasi), baik dalam
makrozoobentos dibedakan atas kategori bentuk semaian, anakan, maupun pohon.
distribusi acak (jika Id < 1), kategori distribusi Sebaliknya, R. apiculata hanya ditemukan pada
normal atau seragam (jika Id = 1) dan kategori Stasiun VI (Kelurahan Samataring) yang
distribusi mengelompok atau bergerombol (jika merupakan kawasan hutan mangrove alami dan
Id > 1). berisi vegetasi berusia sekitar 30 tahun.
Jenis-jenis makrozoobentos yang memiliki Pertumbuhan rata-rata diameter pohon
pola sebaran acak jumlahnya tidak terlalu banyak pada setiap stasiun cukup bervariasi. Rata-rata
Ernawati et al., Suksesi Makrozoobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi 55

diameter pohon di Stasiun III (kelompok umur 5 penelitian berkisar antara 27,0 – 30,5ºC (Tabel
tahun) bertumbuh 1,1204 ± 0,1198 cm tahun-1, 4). Pengukuran dilakukan pada pagi hari dimana
di Stasiun IV (kelompok umur 10 tahun) 0,7265 intensitas cahaya matahari yang diterima oleh
± 0,1769 cm tahun-1, dan di Stasiun V perairan masih sedikit. Nilai rata-rata suhu
(kelompok umur 27 tahun) 0,2959 ± 0,0621 cm terendah diperoleh pada Stasiun V (umur
tahun-1. Pertumbuhan diameter pohon untuk R. mangrove 27 tahun) dan tertinggi diperoleh pada
mucronata di Stasiun VI (kelompok umur 30 Stasiun I (non vegetasi). Rendahnya suhu di
tahun) rata-rata 0,4126 ± 0,1115 cm tahun-1, Stasiun V disebabkan kerapatan mangrove yang
sedangkan untuk R. apiculata sebesar 0,4012 ± tinggi sehingga menghalangi masuknya cahaya
0,0447 cm tahun-1. Bosire et al. (2008) matahari ke perairan di dalam hutan mangrove.
menemukan rata-rata pertumbuhan diameter Tingginya suhu di Stasiun I (non vegetasi)
mangrove hasil rehabilitasi 0,53 cm tahun-1. disebabkan lokasi stasiun ini berada di pesisir
Diameter pohon di lokasi penelitian berkisar 5,60 pantai terbuka yang berbatasan dengan laut lepas
– 12,38 cm. Hasil ini masih tidak berbeda jauh dan tidak ada vegetasi mangrove yang
dengan kisaran diameter R. mucronata hasil menghalangi terpaan cahaya matahari di perairan.
rehabilitasi di Kenya, Afrika, yaitu 2,5 – 12,4 cm Hasil pengukuran kecepatan arus pada
dan rata-rata 6,2 ± 1,9 cm (Bosire et al., 2008) masing-masing substasiun di setiap stasiun
dan di Mozambique dan Tanzania yang berkisar berkisar antara 0,310 – 0,501 m/detik atau 31,0 –
5,1 – 15 cm (Bandeira et al., 2009). Kisaran 50,1 cm/detik (Tabel 4). Pengambilan data
diameter pohon tersebut di Asia dan Pasifik kecepatan arus dilakukan ketika terjadi arus
adalah 5 – 15 cm (Watson, 1931; Durant, 1941; pasang. Kisaran kecepatan arus tersebut diatas
Putz dan Chan, 1986; Devoe dan Cole, 1998; dapat digolongkan ke dalam kategori arus
Saenger, 2002). sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mason
Kerapatan semaian, anakan dan pohon (1981) bahwa kecepatan berkisar 25 – 50
hasil rehabilitasi yang ditemukan di lokasi cm/detik tergolong arus sedang.
penelitian, masing-masing sebesar 0,27 ind m-2, Hasil analisis pengukuran kekeruhan
0,25 – 0,78 ind m-2 dan 0,57 – 0,86 ind m-2. perairan pada masing-masing substasiun di setiap
Kerapatan pohon yang diperoleh tidak berbeda stasiun penelitian berkisar antara 30,2 – 42,0
jauh dengan temuan Andy Omar et al. (2012) NTU Tabel 4). Kekeruhan rata-rata terendah pada
pada lokasi yang sama tetapi pada stasiun yang Stasiun II (umur mangrove 1 tahun) dan
berbeda, yaitu 0,55 – 0,74 ind m-2. Namun, hasil kekeruhan rata-rata tertinggi pada Stasiun I (non
yang ditemukan tersebut di atas berbeda jauh vegetasi). Tingginya kekeruhan di Stasiun I
dengan kerapatan semaian dan anakan di disebabkan kecepatan arus dan kondisi substrat
Kalimantan. Abdulhadi dan Suhardjono (1994) lumpur berpasir sehingga terjadi pengadukan dan
menemukan kerapatan semaian sebesar 110,85 pencampuran massa air yang relatif lebih mudah
ind m-2 dan anakan sebesar 12,20 ind m-2 di diangkut oleh gerakan air. Selain bahan organik
kawasan mangrove Sei Kecil, Simpang Hilir, dan organisme yang tersuspensi yang dipasok
Kalimantan Barat. Di Sarawak, Kalimantan dari laut ke ekosistem mangrove.
bagian utara, Ashton dan McIntosh (2002) Kisaran nilai salinitas pada masing-masing
memperoleh kerapatan semaian 93,89 ind m-2 substasiun di setiap stasiun penelitian berkisar
dan anakan 34,78 ind m-2. antara 27,40 – 30,17‰ (Tabel 5). Menurut
Nybakken (1992) menyatakan bahwa pola
4. Faktor-Faktor Lingkungan Perairan gradien fluktuasi salinitas, bergantung pada
Suhu merupakan salah satu faktor yang musim, topografi, pasang surut, dan jumlah air
mempengaruhi kehidupan organisme laut secara tawar. Kisaran nilai salinitas normal untuk
langsung maupun tidak langsung. Menurut kehidupan makrozoobentos di hutan mangrove
Handjojo dan Djoko Setianto (2005) dalam berkisar 20 – 35‰. Berarti, kisaran salinitas pada
Irawan (2009), suhu air normal adalah suhu air setiap stasiun penelitian masih masuk dalam
yang memungkinkan makhluk hidup dapat kategori normal.
melakukan metabolisme dan berkembang biak. Setiap organisme memiliki kisaran pH
Berarti, suhu merupakan faktor fisik yang sangat optimum bagi kehidupannya. Hasil pengukuran
penting di perairan. nilai pH perairan pada masing-masing substasiun
Hasil pengukuran suhu perairan pada di setiap stasiun berkisar antara 7,40 – 8,08
masing-masing substasiun di setiap stasiun (Tabel 5). Pengukuran pH ketika perairan sedang
56 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

pasang. Nilai pH rata-rata tertinggi pada Stasiun oksigen terlarut tersebut dapat termasuk dalam
VI (umur mangrove 30 tahun) dan terendah pada kategori pencemaran ringan karena nilai
Stasiun I (non vegetasi). Kisaran rata-rata nilai kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 5
pH tersebut termasuk yang disukai biota akuatik ppm (Sutamiharja, 1978) walaupun demikian
karena berada pada kisaran 7 – 8,5 (Effendi, kandungan oksigen terlarut sebesar 2 mg/l sudah
2003). cukup mendukung kehidupan organisme secara
Hasil analisis kandungan fosfat perairan normal, jika tidak terdapat senyawa beracun
pada masing-masing substasiun di setiap (Niartiningsih, 1996).
penelitian berkisar antara 0,31 – 0,39 ppm (Tabel
5). Kisaran kandungan fosfat tersebut termasuk 5. Hubungan Antara Kepadatan Gastropoda
dalam kategori kesuburan perairan yang sangat dan Faktor Lingkungan
baik karena nilai kandungan fosfat lebih besar Analisis regresi linear berganda berganda
dari 0,201 ppm (Wardoyo, 1975 dalam Wijasena, merupakan salah satu metode statistik yang
2003). Kandungan nilai fosfat tertinggi di Stasiun digunakan untuk mengestimasi seberapa besar
V (umur mangrove 27 tahun) karena serasah pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak
mangrove menjadi penyumbang bahan organik bebas. Variabel bebas (X) dalam hal ini adalah
yang diantaranya adalah fosfat. konsentrasi parameter fisika kimia perairan, yang
Hasil analisis kandungan nitrat pada meliputi suhu (X1), Arus (X2), Kekeruhan (X3),
masing-masing substasiun di setiap stasiun Salinitas (X4), pH (X5), PO4 (X6), NO3 (X7),
penelitian berkisar antara 0,50 – 0,95 ppm (Tabel BO (X8), DO (X9) dan variabel tak bebasa (Y)
5). Kisaran kandungan nitrat tersebut termasuk adalah kepadatan makrozoobenthos.
dalam kategori tingkat kesuburan sedang karena Berdasarkan hasil analisis regresi berganda
nilai kandungan nitrat berkisar antara 0,227 – diperoleh model persamaan regresi untuk stasiun
1,129 ppm (Vollenweider, 1968 dalam Penelitian (Tongke-tongke dan Samataring yaitu
Srinivasan, 2000). Nilai kandungan nitrat persamaan regresi linier berganda untuk model 6
tertinggi pada Stasiun VI (umur mangrove 30 adalah:
tahun) dan kandungan nitrat terendah pada
Stasiun I (non vegetasi). Tingginya kandungan Y = 7173,944 + 13,863*X1 – 143,623*X2 –
nitrat pada Stasiun VI, diduga karena banyak 343,845*X3 – 2625,233*X4
organisme renik yang melakukan aktivitas
mengikat nitrogen dan mengubah menjadi nitrat Keterangan:
sehingga menyebabkan stasiun tersebut menjadi X1 = Kekeruhan, X2 = Salinitas, X3 = pH, X4 =
subur. Sedang rendahnya nitrat pada Stasiun I Fosfat (PO4).
diduga berhubungan dengan kurangnya bahan
organik dan sedikitnya fauna makrozoobentos Bila dilihat dari nilai signifikan untuk variabel
yang menetap kecuali yang dapat hidup pada X1 = Kekeruhan, X2 =Salinitas, X3 = pH, dan
lingkungan yang ekstrim. X4 = Fosfat (PO4) pada stasiun penelitian
Hasil analisis pengukuran kandungan diperoleh nilai signifikan untuk setiap variabel
bahan organik total perairan pada masing-masing tersebut lebih besar dari nilai α (0,05). Hal ini
substasiun di setiap stasiun berkisar antara 118 – menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh
175 ppm (Tabel 5). Nilai tertinggi kandungan berbeda nyata yang berarti bahwa kekeruhan,
bahan organik pada Stasiun VI (umur mangrove salinitas, pH dan fosfat, memberikan pengaruh
30 tahun) dan terendah pada Stasiun II (umur yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan
mangrove 1 tahun). Tingginya nilai rata-rata Makrozoobenthos.
kandungan bahan organik total pada Stasiun VI Sebagaimana diketahui bahwa
(umur mangrove 30 tahun), diduga berasal dari Makrozoobenthos terutama kelas Gastropoda dan
pasokan laut saat pasang yang membawa bahan Bivalvia memiliki kemampuan adaptasi pada
organik atau organisme tersuspensi ke ekosistem berbagai kondisi lingkungan dan bersifat mobile
mangrove yang pada saat surut akan tersaring (dapat bergerak). Hal ini sesuai dengan
oleh sedimen. pernyataan Nybakken (2007) bahwa ada
Hasil analisis pengukuran kandungan beberapa cara bagi Gastropoda untuk mengatasi
oksigen terlarut pada masing-masing substasiun masalah terhadap habitat ekosistem mangrove
di setiap stasiun penelitian berkisar antara 5,12 – yang khas tersebut, antara lain adalah dengan
6,75 ppm (Tabel 5). Kisaran nilai kandungan menyimpan air dalam cangkang yang cukup
Ernawati et al., Suksesi Makrozoobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi 57

banyak, bergerak mencari tempat yang masih dibandingkan dengan C organik sedimen pada
digenangi air atau berlindung di semak-semak hutan mangrove di wilayah Kabupaten Kutai,
mangrove serta memiliki kemampuan Kalimantan Timur yang berkisar 3,52% - 8,48%
bertoleransi terhadap kekeruhan dengan cara (Hidayanto et al., 2004) dan di hutan mangrove
menyaring dan membuang partikel lumpur dan di wilayah BKPH Ciasem, KPH Purwakarta yang
dari air. berkisar 2,28% - 3,87% (Dharmawan dan
Siregar, 2008), maka kondisi kandungan C
6. Kandungan Karbon Organik, Nitrogen organik sedimen di lokasi penelitian masih lebih
dan Tekstur Sedimen rendah. Perbedaan ini disebabkan lebatnya hutan
a. Kandungan Karbon Organik dan Nitrogen mangrove di kedua lokasi tersebut dibandingkan
Hutan mangrove yang terdapat di di hutan mangrove hasil rehabilitasi dan hutan
sepanjang garis pantai di kawasan tropis, dan mangrove alami Tongke-tongke.
menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem, Menurut Lugo dan Snedaker (1974),
termasuk produksi perikanan dan siklus hara. ekosistem mangrove berperan sebagai eksportir
Potensi hutan mangrove sebagai penyerap karbon serasah yang dapat mencapai 7,1 – 8,8 ton ha-1
merupakan salah satu fungsi hutan mangrove th-1. Selain itu, berasal dari pasokan bahan
yang sampai saat ini informasi dan datanya relatif organik dari laut yang dipengaruhi arus pasang
masih belum banyak tersedia (Brown, 1997; surut dan tersuspensi pada substrat lempung
Ketterings et al., 2001; Niklas, 1994; Reiss, 1991 berdebu atau berlumpur di stasiun ini. Hal ini
dalam Dharmawan dan Siregar, 2008). Padahal, sesuai pernyataan Lovelock (1993), bahwa pada
informasi dan data tentang potensi hutan saat pasang air laut membawa bahan organik atau
mangrove sebagai penyerap karbon tersebut organisme tersuspensi ke ekosistem mangrove
merupakan informasi penting yang dapat dan pada saat surut akan tersaring oleh sedimen.
digunakan oleh pemerintah sebagai bahan
penawaran untuk mendapatkan kompensasi dana b. Tekstur Sedimen
dari pihak-pihak investor. Menurut Bengen (1995) bahwa jenis
Kadar bahan organik dalam sedimen tanah substrat di perairan pesisir merupakan unsur
mangrove berasal dari produktivitas primer penting untuk diketahui karena merupakan salah
setempat yang sebagian besar disumbangkan oleh satu faktor pembatas penyebaran organisme
tumbuhan mangrove dan masukan yang terbawa benthos. Hasil analisis tekstur sedimen pada
oleh aliran permukaan dari daerah aliran sungai masing-masing substasiun di setiap stasiun
yang bermuara padanya. Oleh karena itu penelitian bervariasi antara lempung berpasir
ketebalan tumbuhan mangrove dan kegiatan sampai lempung berdebu. Untuk jelasnya dapat
antropogenik dapat mempengaruhi kadar bahan dilihat pada Tabel 7. Tabel tersebut menjelaskan
organik total di lingkungan mangrove. Untuk bahwa pada Stasiun I, Stasiun II, dan Stasiun III,
jelasnya kandungan karbon dan nitrogen sedimen tekstrur sedimen termasuk lempung berpasir. Hal
pada masing-masing substasiun di setiap stasiun ini disebabkan letak ke tiga stasiun berada di
penelitian, dapat dilihat pada Tabel 6. depan atau di pesisir pantai terbuka sehingga
Tabel 6 menjelaskan bahwa nilai pada saat pasang partikel pasir yang terbawa arus
kandungan karbon organik atau C organik pada dan gelombang dari laut banyak diendapkan di
masing-masing substasiun di setiap stasiun permukaan pantai datar sesuai fisiografi stasiun
berkisar antara 2,52% – 2,60%. Menurut tersebut.
Hardjowigeno (1995), dalam Rukmini (2010) Sebaliknya pada Stasiun IV, Stasiun V, dan
bahwa kandungan C organik di kategorikan Stasiun VI, jenis tekstur sedimen termasuk
sangat tinggi apabila nilai >30%, tinggi berkisar lempung berdebu. Hal ini disebabkan letak ketiga
10% - 30%, sedang berkisar 4% - 10%, rendah stasiun tersebut berada di bagian belakang dari
berkisar 2% - 4%, dan sangat rendah < 2%. pesisir pantai terbuka yang relatif terlindung dari
Berarti, kisaran kandungan C organik dalam gelombang laut, berdekatan dengan daratan dan
penelitian ini termasuk dalam kategori rendah. tambak masyarakat serta pemukiman penduduk
Namun menurut Dharmawan dan Siregar (2008), sehingga partikel debu dan liat yang terbawa arus
apabila nilai kandungan C organik berkisar 2% - dan gelombang laut masuk jauh ke dalam hutan
3% sudah termasuk kategori sedang. mangrove dan mengendap ketika arus surut,
Kisaran nilai rata-rata kandungan C selain itu ditunjang pula oleh akar Rhizophora
organik sedimen tersebut diatas apabila mucronata yang rapat sehingga kecepatan arus
58 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

menjadi lemah dan partikel debu yang ringan kecepatan arus lemah, sedimen/substrat
terhambat pada perakaran mangrove. Menurut cenderung berlumpur.
Odum (1971), bahwa pada daerah pesisir dengan

Tabel 1. Persentase Makrozoobentos Berdasarkan Kelas yang Ditemukan pada Masing-Masing


Stasiun Selama Penelitian
Stasiun (Umur)
I II III IV V VI
No. Kelas
NV (1 thn) (5 thn) (10thn) (27thn) (30thn)
% % % % % %
1 Bivalvia 25,00 35,71 33,33 31,58 30,00 29,03
2 Gastropoda 40,00 42,86 50,00 42,11 40,00 54,84
3 Crustacea 15,00 7,14 11,11 15,79 30,00 12,90
4 Polychaeta 15,00 14,29 5,56 10,53 0,00 3,23
5 Ophiuroidea 5,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Tabel 2. Kepadatan Makrozoobentos Berdasarkan Umur Mangrove


NV 1 tahun 5 tahun 10 tahun 27 tahun 30 tahun
Kelas
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Bivalvia 26,20 0,00 10,60 17,07 20,80 13,93 114,13 85,67 41,67 20,93 11,80 23,60
Gastropoda 3,40 11,20 19,20 19,80 14,60 15,00 14,20 11,60 9,80 14,40 39,20 27,00
Crustaceae 0,00 37,53 1,80 6,60 1,60 8,33 7,67 17,87 110,00 37,87 33,33 1,00
Polychaeta 3,33 3,33 3,33 6,67 1,67 3,33 15,00 0,00 0,00 0,00 1,67 0,00
Ophiuroidea 1,60 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Tabel 3. Nilai Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi
(D) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks Ekologi
Stasiun pengambilan
sampel H E D
Sub 1 Sub 2 Sub 1 Sub 2 Sub 1 Sub 2
Stasiun I 3,30 2,74 0,95 0,87 0,112 0,165
Stasiun II 2,88 2,96 0,80 0,80 0,175 0,157
Stasiun III 2,76 3,00 0,72 0,84 0,211 0,171
Stasiun IV 2,28 2,55 0,58 0,69 0,294 0,224
Stasiun V 2,79 3,23 0,75 0,79 0,197 0,172
Stasiun VI 4,00 3,50 0,87 0,81 0,089 0,127

Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Perairan di Stasiun Penelitian


Kekeruhan
Suhu (0C) Kec. Arus (m/dtk)
No. Stasiun (NTU)
Sub 1 Sub 2 Sub 1 Sub 2 Sub 1 Sub 2
1. I 30,0 30,5 0,501 0,500 42,0 41,0
2. II 28,5 28,0 0,498 0,450 30,2 30,2
3. III 28,5 28,0 0,467 0,520 34,3 34,3
4. IV 27,9 27,0 0,461 0,458 32,2 34,0
5. V 27,0 27,0 0,310 0,319 41,0 40,0
6. VI 27,5 27,0 0,410 0,350 41,0 40,2
58 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Kimia Perairan di Stasiun Penelitian

Salinitas PO4 NO3 BOT DO


pH
No. Sta- (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) ppm
siun Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub Sub
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1. I 30,17 29,19 7,46 7,48 0,31 0,32 0,51 0,50 133 130 5,95 5,92
2. II 28,25 28,22 7,60 7,52 0,33 0,32 0,59 0,58 120 118 5,88 5,78
3. III 28,34 28,14 7,58 7,50 0,35 0,33 0,57 0,58 131 125 5,12 5,16
4. IV 28.25 28.27 7,60 7,63 0,34 0,35 0,61 0,59 144 140 5,25 5,31
5. V 27,76 27,73 7.80 7.96 0,39 0,36 0,91 0,90 152 155 6,75 6,11
6. VI 27,42 27,40 8,08 8,06 0,38 0,36 0,95 0,93 175 172 6,73 6,71

Tabel 6. Hasil Pengukuran Parameter Sedimen pada Stasiun Penelitian

Bahan Organik
No. Stasiun Kjeldahl N (%) Wakley & Black C (%)
Sub 1 Sub 2 Sub 1 Sub 2
1. I (Non vegetasi) 0,12 0,12 2,52 2,54
2. II (Umur 1 tahun) 0,12 0,13 2,55 2,53
3. III (Umur 5 tahun) 0,15 0,16 2,53 2,54
4. IV (Umur 10 tahun) 0,16 0,17 2,55 2,52
5. V (Umur 27 tahun) 0,19 0,17 2,59 2,60
6. VI (Umur 30 tahun) 0,23 0,25 2,56 2,55

Tabel 7. Hasil Analisis Tekstur Sedimen di Lokasi Penelitian

Klas Tekstur
No. Stasiun
Sub 1 Sub 2
1. I ( Non vegetasi ) Lempung berpasir Lempung berpasir
2. II ( Umur 1 tahun ) Lempung berpasir Lempung berpasir
3. III ( Umur 5 tahun ) Lempung berpasir Lempung berpasir
4. IV ( Umur 10 tahun ) Lempung berdebu Lempung berdebu
5. V ( Umur 27 tahun ) Lempung berdebu Lempung berdebu
6. VI ( Umur 30 tahun ) Lempung berdebu Lempung berdebu

D. KESIMPULAN
1. Komposisi makrozoobentos baik epifauna 22 jenis dan 11 famili, Bivalvia 13 jenis dan
maupun infauna yang ditemukan pada kawa- 8 famili, Crustacea 6 jenis dan 4 famili, Poly-
san non-vegetasi, hutan mangrove hasil reha- chaeta 5 jenis dan 5 famili, serta Ophiuroidea
bilitasi dan alami diperoleh sebanyak 47 jenis 1 jenis yang berasal dari 1 famili. Pada kawa-
makrozoobentos yang berasal dari 30 famili san non-vegetasi dihuni oleh 20 jenis makro-
dan 5 kelas. Gastropoda ditemukan sebanyak zoobentos dan di hutan mangrove hasil reha-
124 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

bilitasi ditemukan sebanyak 35 jenis serta di 4. Nilai kandungan karbon organik atau C orga-
hutan mangrove alami ditemukan 31 jenis. nik pada masing-masing substasiun di setiap
Dengan kepadatan makrozoobentos pada se- stasiun berkisar antara 2,52% – 2,60% dan
tiap kelompok umur mangrove didominasi termasuk dalam kategori rendah. Umur man-
oleh kelas makrozoobentos yang berbeda- grove serta ketebalan dan kerapatan man-
beda. grove mempengaruhi produksi serasah seba-
2. Suksesi makrozoobentos di hutan mangrove gai penyumbang terbesar terhadap tingginya
rehabilitasi Tongke-tongke berlangsung den- kandungan C organik sedimen pada hutan
gan meningkat jumlahnya jenis makrozoo- mangrove rehabilitasi.Sedang tingginya nilai
bentos dan keanekaragaman makrozoobentos rata-rata kandungan nitrogen di hutan man-
seiring dengan semakin bertambahnya umur grove rehabilitasi, selain berasal serasah
vegetasi mangrove. mangrove dan substrat lempung berdebu
3. Hasil analisis faktor-faktor lingkungan pada yang dapat menyerap unsur hara dari perai-
masing-masing substasiun di setiap stasiun ran ketika arus pasang surut. Juga, dipenga-
penelitian mengindikasikan bahwa pengaruh ruhi pasokan unsur hara yang berasal dari
faktor fisika dan kimia perairan relatif cukup limbah budidaya perikanan yang mengendap
mendukung bagi pertumbuhan dan perkem- pada sedimen. Nilai kandungan N organik
adalah berkisar 14,4 ton/thn – 30,10 ton/ thn.
bangan jenis-jenis makrozoobentos di hutan Sedangkan nilai C organik berkisar 30,20
mangrove rehabilitasi Tongke-tongke dan di ton/thn – 31,20 ton/thn. Nilai N tertinggi ada-
hutan mangrove alami Samataring. Kekeru- lah pada stasiun VI umur 30 tahun yaitu 30,0
han, salinitas, pH dan fosfat, memberikan ton/ thn. Sedangkan C tertinggi adalah pada
pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap stasiun V umur 27 tahun yaitu 31,20 ton/ thn.
kepadatan Makrozoobenthos.

E. DAFTAR PUSTAKA
Abdulhadi, R. And Suhardjono. 1994. The Remnant Man- Dharmawan, I Wayan Suci dan Chairil Anwar Siregar.2008.
groves of Sei Kecil, Simpang Hilir, West kaliman- Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon Tegakan Avi-
tan, Indonesia. Hydrobiologia. 285: 249-255. cennia marina (Forsk.)Vierh.di BKPH Ciasem, Pur-
Andy Omar, S. Bin, R. Sirante, Suwarni dan M. Litaay. wakarta. Jurnal Penelitian Hutan. 4. Pusat Penelitian
2012. Keanekaragaman Gastropoda (Moluska) di Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Ekosistem Mangrove Kabupaten Sinjai, Sulawesi Chen, G.C., and Y. Ye. 2010. Restoration of Aegiceras Cor-
Selatan. Makalah disajikan pada Seminar Nasional niculatum Mangroves in Jiulongjiang Estuary
Moluska III, Makassar, 14 Juni. Changed Macro-Benthic Faunal Community. Eco-
Ashton, E.C. and D.J. McIntosh. 2002. Preliminary Assess- logical Engineering. 37: 224-228.
ment of The Plant Diversity and Community Ecolo- Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan
gy of The Sematan Mangrove Forest, Sarawak, Ma- Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Ka-
laysia. Forest Ecology and Management 166. 111- nisius, Yogyakarta.
129. Irawan. 2009. Faktor-faktor Penting dalam Proses Pembesa-
Bengen,D.R., Widododan S. Haryadi. 1995. Tipologi Fung- ran Ikan di Fasilitas Nursery dan Pembesaran, (On-
sional Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indika- line), (www.sith.ipb.ac.id diakses pada 23 Desember
tor Perairan Pesisir Muara Jaya, Bekasi.Laporan Pe- 2012).
nelitian.LembagaPenelitian IPB, Bogor. Rani, C. 1998.Studi Ekologi Komunitas Makrobentos pada
Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Walton, M., Crona, B.I., Hutan Bakau Rakyat di Kecamatan Sinjai Timur
Lewis III, R.R., Field, C., Kairo, J.G., Koedam, N. Kabupaten Sinjai. Lembaga Penelitian Universitas
2008. Functionality of Restorated Man- Hasanuddin, Ujung Pandang.
groves.Review Aquat. Bot. 89: 251-259. Krebs, C.S. 1989. Ecology: The Experimental Analysis of
Bandeira, S.O., C.C.F. Macamo, J.G. Kairo, F. Amade, N. Distribution and Abudance. Harper And Row Puli-
Jiddawi and J. Paula. 2009. Evaluation of Mangrove cation, New York.
Structure and Condition in Two Trans-boundary Lovelock, C. 1993.Field Guide to The Mangroves of Queen-
Areas in The Western Indian Ocean. Aquatic Con- sland. Australian Institute of Marine Science, Aus-
servation: Marine and Freshwater Ecosystems.19: tralia.
S46-S55. Lugo, A. E., and S. C. Snedaker. 1974. The Ecology of
Durant, C.L. 1941. The Growth of Mangrove Species in Mangroves. Ann. Rev. Ecology and Systematics. 5:
Malaya. Malayan Forester 10. 3–15. 39-64.
Devoe, N.N. and T.G. Cole. 1998. Growth and Yield in Nybakken, J., W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan
Mangrove Forests of The Federated States of Micro- Ekologis. Alih Bahasa Oleh M. Eidman, Koesoebio-
nesia. Forest Ecol. Manag. 103: 33–48. no, D., G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
60 Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1, April 2013, hlm.49-60

Mason, B. 1981.Biology of Fresh Water Pollution.Scientific Rukmini, A.R. 2010. Struktur Komunitas dan Komposisi
and Technology, Longman, New York, USA. Jenis Mangrove Alam Ditinjau dari Kondisi Substrat
Nessa, N.M., W. Monoarfa, D. Achmad, J. Jompa, M. R. dan Fisiografi di Pantai Barat Sulawesi.Disertasi.
Idrus, Sudirma, D. Thaa, E. Demmalio, F. Patiting. Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
2002. Pengembangan Kebijakan Pengendalian Keru- Saenger, P. 2002. Mangrove Ecology Silviculture and Con-
sakan Ekosistem Pesisir dan Laut di Sulawesi Sela- servation. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht,
tan. Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan Kerja Sa- The Netherlands. Sutamihardja, R.T.M. 1978. Kuali-
ma Pusat Penelitian LingkunganHidup (PPLH) Un- tas dan Pencemaran Lingkungan.Program Pascasar-
iversitas Hasanuddin, Makassar. jana Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Niartiningsih, A. 1996. Studi Tentang Komunitas Ikan Pada Lingkungan. IPB, Bogor.
Musim Hujan dan Kemarau di Hutan Bakau Rakyat Sutamihardja, R.T.M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Ling-
Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Tesis. Program Pas- kungan.Program Pascasarjana Jurusan Pengelolaan
casarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Sumber Daya Alam dan Lingkungan. IPB, Bogor.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology Third Edition. Zulkifli. 2008. Kajian Tingkat Keberhasilan Rehabilitasi
W.B. ScoundersCompany, Toronto. Canada. Vegetasi Mangrove di Tinjau dari Aspek Bioekologi
Odum, E.P. 1993.Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Alih di Pantai Tokke-tokke Kecamatan Pitumpanua Ka-
Bahasa: Samingan, T. Gadjah Mada University bupaten Wajo. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelau-
Press. Yogyakarta.Putz, F. and H.T. Chan. 1986. tan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Univer-
Tree Growth, Dynamics, and Productivity in AMa- sitas Hasanuddin, Makassar.
ture Mangrove Forest in Malaysia. Forest Ecol. Ma- Watson, J.G. 1931. The Growth of Mangrove Species. Ma-
nag. 17: 211–230. layan Forester 1. 217–218.
Putz, F. and H.T. Chan. 1986. Tree Growth, Dynamics, and Wijasena, T. 2003. Karekteristik Fisika-Kimia Serta Kom-
Productivity in AMature Mangrove Forest in Malay- posisi Distribusi Komunitas Makrozoobenthos di Pe-
sia. Forest Ecol. Manag. 17: 211–230. rairan Estuaria Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik,
Pirzan, A.M., D. Rohama, Utojo, Burhanuddin, Suharyanto, Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan,
Gunarto, dan H.Padda. 2001. Telaah Biodiversitas di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Per-
Kawasan Tambak dan Mangrove.Laporan Akhir tanian Bogor (IPB), Bogor.
Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Pe-
rikanan Pesisir. Balai Penelitian Perikanan, Maros.
37.

You might also like