Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

journal,+3+AGRIENVI+2019+Setiarno OK

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI RIPARIAN


SUNGAI PAGER KECAMATAN RAKUMPIT
KOTA PALANGKA RAYA

Structure and Composition of Pager River Riparian Vegetation


In Rakumpit District, Palangka Raya City

Setiarno*, Santosa Yulianto dan Sandri Wittu


Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya

*Email: yarno77@yahoo.co.id

ABSTRACT

Riparian vegetation is easily distracted natural resource due to mankind activities. This study attempts to
examine the species composition, the stand structure, and the species diversity of riparian vegetation on Pager
River, Rakumpit district, Palangka Raya. The vegetation data were collected through path combination method with
gridline. We find out that the plant diversity of all types of growth is 28 species with 16 families. The number of
species on station I (upstream) are 13 species with 7 families, while the species having the highest INP is Galam
Tikus (Syzygium zeylanicum (L) DC). There are 19 species with 11 families on station II (middle) in which Resak
(Vatica rassak) has the highest INP. Meanwhile on station III, there are recorded 16 species with 11 families where
the most dominating species is Balawan (Tristaniopsis stellata Ridl.). The spread of tree diameter of riparian
vegetation on Pager river (upstream, middle, downstream) suggests the pattern of reversed "J". Of the upstream
riparian, the species diversity values of all types of growth sit on the low category. Of the middle and downstream
riparian, the diversity values are both low at the seedling and sapling level.Meanwhile, those values are in medium
categories at the pole and tree level. The species richness generally corresponds to the low category whereas the
species evenness corresponds to the high category.

Keywords: Diversity index, species composition, structure, riparian vegetation.

ABSTRAK

Vegetasi riparian merupakan sumber daya alam yang mudah terganggu akibat aktivitas manusia. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan komposisi jenis, struktur tegakan dan keanekaragaman jenis vegetasi riparian
Sungai Pager, Kecamatan Rakumpit Kota Palangka Raya. Pengumpulan data vegetasi menggunakan metode
kombinasi jalur dan garis berpetak. Keragaman tumbuhan untuk keseluruhan tingkat pertumbuhan teridentifikasi
sebanyak 28 jenis dengan 16 suku. Jumlah jenis di stasiun I (hulu) ada 13 jenis dengan 7 suku, jenis yang
menempati INP tertinggi yakni Galam Tikus (Syzygium zeylanicum (L) DC). Sementara di stasiun II (tengah) tercatat
19 jenis dengan 11 suku, INP tertinggi ditempati Resak (Vatica rassak). Pada stasiun III terdapat 16 jenis dengan 11
suku, jenis yang paling mendominasi adalah Balawan (Tristaniopsis stellata Ridl.). Sebaran kelas diameter pohon
vegetasi riparian Sungai Pager (bagian hulu, tengah dan hilir) membentuk kurva “J” terbalik. Nilai keanekaragaman
jenis semua tingkat pertumbuhan di riparian bagian hulu tergolong dalam kategori rendah, pada riparian bagian
tengah dan hilir untuk tingkat semai dan pancang termasuk rendah sedangkan tingkat tiang dan pohon tergolong
sedang, selanjutnya kekayaan jenis secara umum tergolong rendah, adapun tingkat kemerataan jenis termasuk
tinggi.

Kata kunci : Indeks Keanekaragaman, Komposisi Jenis, Struktur, Vegetasi Riparian

14
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya

PENDAHULUAN struktur dan keanekaragaman jenis vegetasi


riparian. Sementara infromasi keanekaragaman
Ekosistem riparian adalah ekosistem jenis pada area ini belum banyak dieksplorasi.
peralihan (ecotone) yang berada diantara ekosistem Sungai Pager bermuara ke Sungai Rungan dan
akuatik sungai dan daratan/teresterial (Wenger, menjadi salah satu bagian dari Daerah Aliran Sungai
1999 diacu oleh Drastistiana, R., 2017). Ekosistem (DAS) Kahayan.
yang berada di tepian sungai ditumbuhi oleh Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
berbagai jenis tumbuhan yang telah beradaptasi informasi tentang komposisi, struktur dan tingkat
untuk hidup di tempat yang seringkali tergenang air keanekaragaman jenis vegetasi riparian Sungai
sungai terutama saat hujan turun (Mitsch dan Pager. Sedangkan manfaat dari penelitian adalah
Gosselink, 1993 diacu dalam Siahaan, R.,2012). untuk memberikan informasi tentang keragaman
Vegetasi riparian menurut pakar dapat menjaga spesies tumbuhan yang terdapat di riparian Sungai
kualitas air melalui pengaturan tata air (Mitsch dan Pager.
Gosselink, 1993, Bailey, 1995 diacu dalam Siahaan,
R., 2012) serta pengendali erosi dan sedimentasi
METODE PENELITIAN
(Jones, et al., 1994) yang diacu Noviandi, T.U.Z.
(2016) dan penjerap pencemar (antara lain Lokasi dan Waktu Penelitian
kontamisasi nitrat) dari daratan yang terbawa ke
Penelitian ini dilakukan di riparian Sungai
sungai melalui air limpasan (Tourbier, 1994 dalam
Pager yang secara administratif pemerintahan
Maryono,A., 2015). Vegetasi riparian juga sebagai termasuk wilayah Kecamatan Rakumpit, Kota
habitat hidupan liar terestrial dan akuatik (Mitsch Palangka Raya Provinsi Kalteng.Daerah ini secara
dan Gosselink, 1993 diacu dalam Siahaan, R.,
geografis terletak pada 113o30’–114o07’ Bujur Timur
2012). Chang (2006) dalam Siahaan, R. (2012)
dan 1o35’–2o244’ Lintang Selatan (BPS Kota
menyatakan vegetasi riparian berperan penting Palangka Raya, 2017). Lokasi penelitian
untuk mempertahankan suhu, stabilisasi tepian diperlihatkan pada Gambar 1. Penelitian ini
sungai, perlindungan kualitas air, mempertahankan
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni
morfologi sungai dan mengendalikan banjir. 2018.
Selain disebutkan di atas, daerah riparian
juga merupakan koridor distribusi dan pemencaran Peralatan dan Bahan
organisme yang menghubungkan berbagai tipe
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
habitat baik secara vertikal maupun horizontal. adalah Alat tulis, kamera, laptop/komputer, meteran
Koridor hijau bantaran sungai dengan berbagai jenis rol 100 m, parang, Global Positioning System (GPS)
tumbuhan, merupakan habitat dan kehidupan satwa Garmin 76 csx, kompas Suunto, perahu, walking
seperti Burung, Mamalia, Reptil dan Amphibi
stick, pita ukur dan parang. Sedangkan bahan yang
(Malanson. 1995 dalam Maryono, A., 2005). digunakan adalah komunitas tumbuhan dalam plot
Riparian memiliki fungsi dan manfaat sangat
contoh, tally sheet, kertas label, tali rapia, patok dan
penting. Namun daerah ini dari waktu ke waktu terus alat tulis.
mengalami tekanan akibat kegiatan manusia yang
memanfaatkannya untuk berbagai macam
kepentingan. Jika vegetasi riparian berkurang
bahkan hilang maka fungsi riparian itupun akan
hilang. Pett (1996) dalam Sari, M.A. (2014)
menyebutkan hilangnya vegetasi riparian menjadi
faktor utama penurunan dan kepunahan fauna
akuatik. Pernyataan hampir sama dikemukan
Kocher, S.D. (2007), jika vegetasi riparian lenyap
maka seluruh fungsi ekologis vegetasi riparian akan
hilang.
Fungsi dan manfaat riparian yang sangat
penting tersebut perlu dipertahankan dengan
melakukan upaya konservasi riparian. Upaya ini Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
membutuhkan data ilmiah termasuk data komposisi,

15
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

Teknik Pengumpulan Data Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode survei Data vegetasi ditabulasikan menggunakan
lapangan dengan metode kombinasi jalur dan garis perangkat lunak Microsof Excel untuk menghitung
berpetak. Pengumpulan data vegetasi Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
menggunakan 24 plot yang ditempatkan pada Keanekaragaman spesies, indeks kekayaan dan
bagian hulu/stasiun I, bagian tengah/stasiun II dan indeks kemerataan.
bagian hilir/stasiun III masing-masing sebanyak 8 1. Indek Nilai Penting
plot dengan luas plot pada setiap stasiun 0,32 ha. INP vegetasi tingkat tiang dan pohon diperoleh
Plot diletakan secara proporsional, yakni 4 plot di dengan menjumlahkan KR + FR + DR. Sedangkan
bagian kanan dan 4 plot di bagian kiri Sungai Pager. untuk vegetasi tingkat semai dan pancang, nilai INP
Letak jalur pengamatan dibuat tegak lurus aliran diperoleh dengan cara menjumlahkan KR + FR.
Sungai Pager dengan jarak plot dari bibir sungai Formula yang digunakan untuk menghitung INP
yakni 10 m untuk bagian hulu, 15 m pada bagian didasarkan pada rumus Soerianegara, I. dan A.
tengah dan 20 m untuk bagian hilir sungai. Indrawan (1998) dan Indriyanto (2006). Indeks ini
Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada menggambarkan komposisi jenis dan tingkat
petak-petak contoh berukuran tertentu yang penguasaan spesies dalam suatu komunitas.
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan vegetasi.
2. Indeks Keanekaragaman Spesies
Pembuatan petak contoh dilakukan dengan
Keanekaragaman spesies tumbuhan diketahui
caranested sampling. Ukuran dan bentuk petak
dengan menghitung indeks keanekaragaman
contoh yang dibuat dan digunakan adalah 20 m x 20
spesies menggunakan indeks Shannon-Wiener
m untuk mengumpulkan data vegetasi tingkat
(Ludwig, J.A. dan J.F. Reynolds, 1988) dengan
pohon, petak ukur 10 m x 10 m untuk
rumus sebagai berikut:
mengumpulkan data vegetasi tingkat tiang, petak s
 ni   ni 
ukur 5 m x 5 m untuk mengumpulkan data vegetasi
tingkat pancang, dan petak ukur 2 m x 2 m untuk
H '    Ln 
i 1  N  N 
mengumpulkan data vegetasi tingkat semai. Desain
Keterangan :
penempatan petak ukur ditunjukkan pada Gambar 2. H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu dari jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Ln = Logaritma Natural (bilangan alam)
3. Indeks Kekayaan Spesies
Indeks kekayaan jenis dihitung berdasarkan
rumus (Soegianto, A.,1994) sebagai berikut :
R
Keterangan :
R = Indeks Kekayaan Margalef
S = Jumlah jenis yang ditemukan
N = Total jumlah individu semua jenis
Gambar 2. Desain Petak Contoh Ln = Logaritma natural (bilangan alam)

Variabel yang Diamati 4. Indeks Kemerataan Spesies


Jenis data yang dicatat dalam pengamatan Penentuan kemerataan spesies dihitung
vegetasi adalah jenis tumbuhan, jumlah individu dengan rumus indeks kemeraan spesies Magurran
setiap jenis, diameter batang setinggi dada (dbh). (1988) dan Soegianto (1994) sebagai berikut :
Untuk vegetasi tingkat semai dan pancang,
pengamatannya hanya dilakukan terhadap jenis E=
tumbuhan dan jumlah individu setiap spesies. Keterangan :
Pengukuran dimensi dbh hanya dilakukan terhadap E = Indeks Kemerataan Jenis (Evenness)
vegetasi tingkat tiang dan pohon. H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis
S = Jumlah jenis yang ditemukan
Ln = Logaritma natural (bilangan alam)

16
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya

Struktur Tegakan Koompassia


15. Kempas malaccensis Fabaceae
Struktur tegakan diketahui dengan membuat 16. Kumpang Merah Myristica fragrans Houtt Myristicaceae
hubungan antara diameter (cm) dengan kerapatan 17. Malam-malam Diospyros areolata Ebenaceae
pohon (jumlah pohon per plot). Kerapatan pohon Erythroroxylum
18. Mahoi cuneatum Erythroxylaceae
diletakkan pada sumbu y sedangkan kelas diameter 19. Manggis Hutan Garcinia vidua Ridl. Clusiaceae
diletakkan pada sumbu x. Hubungan antara 20. Meranti Rawa Shorea falciffera Dipterocarpaceae
kerapatan pohon dengan diameter tersebut akan 21. Meranti Batu Shorea sp. Dipterocarpaceae
22. Pampaning Lithocarpus sp. Fagaceae
memperlihatkan struktur horizontal. Kelas diameter Sandoricum
10 - 19,99 cm; 20 - 24,99 cm; 25 - 29,99 cm; 30 - 23. Papung beccarianum Meliaceae
34,99 dan 50 cm up. Dalam penelitian ini sebaran 24. Pantung Dyera lowii Apocynaceae
Lophopetalum
pohon dengan diameter yaitu 20 cm dan tingkat 25. Perupuk beccarianum Pierre Celastraceae
tiang dengan diameter 10 - ≤ 20 cm. 26. Resak Vatica rassak Dipterocarpaceae
Struktur vertikal suatu tegakan dianalisis Tambulus
27. Burung Litsea sp. Lauraceae
melalui hubungan antara kelas tinggi (m) dengan Palaquium
kerapatan pohon. Kelas tinggi pohon dengan tinggi 28. Nyatoh cochleariifolium P.Royen Sapotaceae
5 - 9,99 m; 10 - 14,99 m dan 15 - 19,99 m.
1. Vegetasi Tingkat Semai
Jumlah jenis vegetasi tingkat semai yang
HASIL DAN PEMBAHASAN ditemukan dari penelitian tiga stasiun yang terletak di
hulu/stasiun I, tengah/stasiun II dan hilir/stasiun III
Komposisi dan Dominansi Jenis Vegetasi masing-masing sebanyak 6 jenis dengan 5 suku, 6
Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan jenis dengan 6 suku dan 9 jenis dengan 8 suku (Tabel
jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan di riparian 2). Dengan mencermati uraian tersebut, bahwa
Sungai Pager untuk semua tingkat pertumbuhan kekayaan jenis tumbuhan untuk tingkat semai pada
(semai, pancang, tiang dan pohon) sebanyak 28 setiap lokasi/stasiun cenderung beragam. Hal itu
jenis. Jenis vegetasi ini merupakan anggota dari 16 diduga, karena penyebaran anakan (semai) sangat
suku. Daftar nama jenis vegetasi yang ditemukan tergantung pada pohon induk dan kondisi lingkungan
ditunjukkan pada Tabel 1. antara lain karakteristik tanahnya.
Keberadaan spesies dalam komunitas hutan Menurut Septiyani (2010) dalam Zega, C.
dipengaruhi banyak faktor abiotik. Dan karakteristik A. (2017) bahwa pertumbuhan suatu jenis tumbuhan
tanah memiliki pengaruh penting terhadap juga dipengaruhi oleh terbentuknya kanopi yang
komposisi komunitas tumbuhan (Purwaningsih, merupakan titik berat permudaan alam dari banyak
2009). jenis tumbuhan yang membentuk tajuk hutan. Cahaya
matahari yang langsung menembus lantai hutan dapat
Tabel 1. Jenis Vegetasi yang Ditemukan pada
mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan,
Lokasi Penelitian
terutama tumbuhan tingkat semai dan pancang. Jenis
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku vegetasi tingkat semai yang ditemukan pada areal
Diospyros maingayi penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
1. Aring Pahe Bakh Ebenaceae
2. Bangkirai Shorea spp. Dipterocarpaceae Tabel 2. Jenis Vegetasi Tingkat Semai di Lokasi
Tristaniopsis stellata
3. Balawan Ridl. Myrtaceae Penelitian
4. Balangeran Shorea balangeran Dipterocarpaceae
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
5. Ehang Diospyros siamang Bakh Ebenaceae
(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir)
Syzygium zeylanicum (L)
1) Galam Tikus 1) Ehang 1) Balawan
6. Galam Tikus DC. Myrtaceae
2) Katiau 2) Galam Tikus 2) Balangeran
Cratoxylum arborescens
3) Kamuning 3) Katiau 3) Ehang
7. Garunggang BI. Hypericaceae
4) Malam-malam 4) Kamuning 4) Galam Tikus
Calophyllum
5) Malam-
8. Jangkang sclerophyllum Vesque Calophyllaceae
5) Resak malam 5) Jinjit
9. Jinjit Calophyllum hosei Ridl. Calophyllaceae
6) Tambus
10. Kapur Naga Calophyllum sp. Calophyllaceae
Burung 6) Resak 6) Katiau
11. Kayu Tulang Arytera litteralis BL. Sapindaceace
7) Meranti Batu
12. Katiau Ganua motleyana Pierre Sapotaceae
8) Pampaning
13. Kemuning Xantopyllum sp. Polygalaccae
9) Perupuk
Dipterocarpus
Dipterocarpaceae
14. Keruing borneensis V. SI.

17
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

Tingkat dominansi tegakan dapat dilihat dari secara efisien dari pada jenis lain dalam tempat
INP. INP yang ditunjukkan pada Tabel 3 secara yang sama.
ekologi merupakan spesies dominan tingkat semai
yang menguasai habitat. Secara ekologi dapat 2. Vegetasi Tingkat Pancang
dikemukan INP yang diperlihatkan pada setiap Jumlah jenis vegetasi tingkat pancang yang
spesies merupakan indikasi bahwa spesies yang ditemukan di tiga stasiun (riparian bagian hulu,
bersangkutan dianggap dominan di tempat tersebut, tengah dan hilir) Sungai Pager sebanyak 8 jenis
yaitu mempunyai nilai kerapatan, frekuensi, dengan 7 suku ditemukan di stasiun I, 7 jenis
dominansi lebih tinggi dibandingkan spesies lain. dengan 6 suku, di stasiun II dan 9 jenis dengan 8
suku di temukan pada stasiun III. Tinggi dan
Tabel 3. Tiga Jenis Vegetasi Utama Tingkat Semai rendahnya komposisi jenis pada tingkat pancang
Berdasarkan INP di Lokasi Penelitian merupakan hal yang sangat berpengaruh dimasa
No Jenis dan INP (%)
depan. Permudaan tingkat pancang secara alami
Stasiun I Stasiun II Stasiun III akan menggantikan permudaan tingkat tiang dan
(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir) pohon yang umumnya berumur lebih tua dan
1 Galam Tikus akhirnya melalui proses suksesi permudaan tingkat
Balawan (59,87)
(73,98) Resak (96,54)
2 Malam-Malam pancang akan mendominasi kawasan tersebut.
Ehang (27,84)
Katiau (73,35) (40,64) Menurut Zahra (2014) dalam Zega, A.
3 Resak (18,00) Katiau (25,37) Katiau (26,08) (2017), jumlah jenis tingkat pancang yang tidak
Mengacu pada Tabel 3, bahwa Katiau terlalu mencolok diduga karena adanya faktor yang
merupakan spesies yang masuk sebagai jenis berkaitan erat dengan kondisi lingkungan
dominan pada semuasegmen/stasiun penelItian. Hal (kelembapan, suhu dan pH) yang memberikan
ini diduga, Ketiau selain dapat beradaptasi dengan pengaruh terhadap semua jenis pada masing-
baik pada vegetasi riparian yang tergenang disaat masing tingkat pertumbuhan.
musim pasang maupun dalam kondisi lingkungan Selain karena faktor lingkungan Haryanto
yang lembap. Jenis-jenis ini toleran terhadap dan Astiani (2015) dalam Sari, N. (2018)
naungan, sehingga jenis ini cenderung miliki tingkat menyatakan, juga terdapat individu-individu yang
hidup yang lebih tinggi. mengalami kematian selama masa pertumbuhan
Berdasarkan data pada Tabel 3, jenis sehingga dapat dikatakan jumlah individu cenderung
vegetasi yang menempati tiga peringkat INP mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
tertinggi tidak selalu sama. Dari hasil penelitian, umur vegetasi. Nama jenis vegetasi tingkat pancang
Katiau selalu muncul di tiga peringkat INP tertinggi yang ditemukan pada areal penelitian dapat dilihat
pada setiap stasiun. Hasil penelitian untuk tingkat pada Tabel 4. Secara lengkap, tiga jenis vegetasi
semai di stasiun I jenis yang ditemukan dengan utama tingkat pancang dicantumkan pada Tabel 5.
peringkat INP tertinggi yaitu Galam Tikus 73,98%,
Katiau 73,35% dan Resak 18,00%. Stasiun II yaitu Tabel 4. Jenis Vegetasi Tingkat Pancang di Lokasi
Resak 96,54%, Malam-malam 40,64% dan Katiau Penelitian
25,37%. Stasiun III peringkat INP tertinggi yaitu Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Balawan 59,87%, Ehang 27,84% dan Katiau (Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir)
26,08%. Dari hasil penelitian ditiga stasiun jenis 1) Galam Tikus 1) Ehang 1) Balawan
2) Galam
Galam Tikus, Resak dan Balawan merupakan jenis 2) Jangkang Tikus 2) Ehang
yang memiliki INP tertinggi karena jenis tersebut 3) Kamuning 3) Katiau 3) Galam Tikus
memiliki nilai kerapatan dan frekuensi tertinggi 4) Katiau 4) Kapur Naga 4) Jinjit
5) Meranti Batu 5) Keruing 5) Katiau
dibandingkan jenis yang lainnya. Selain itu dapat 6) Malam- 6) Malam-
beradaptasi dengan baik pada hutan riparian yang malam malam 6) Mahoi
tergenang disaat musim pasang, kondisi lingkungan 7) Resak 7) Resak 7) Meranti Batu
8) Tambulus
yang lembap. Jenis-jenis ini toleran terhadap Burung 8) Pampaning
naungan. Smith (1997) dalam Wicaksono F.B.(2015) 9) Perupuk
menyatakan bahwa jenis dominan adalah jenis yang
dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempati

18
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya

Tabel 5. Tiga Jenis Vegetasi Utama Tingkat 8) Meranti


8) Meranti Batu 8) Kemuning Rawa
Pancang Berdasarkan INP di Lokasi 9) Meranti 9) Meranti
Penelitian Rawa 9) Kempas Batu
10) Resak 10) Mahoi 10) Pantung
No Jenis dan INP (%) 11) Tembulus 11) Malam-
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Burung Malam
(Bagian Hulu) (Bagian (Bagian Hilir) 12) Meranti Batu
Tengah) 13) Meranti Rawa
1 Katiau (58,96) Resak (79,38) Belawan (52,08) 14) Resak
2 Galam tikus
Ehang (26,32)
(58,31) Katiau (37,53)
3 Malam-malam Pampaning Tabel 7. Tiga Jenis Vegetasi Utama Tingkat Tiang
Kamuning (25,37) (25,99) (25,09) Berdasarkan INP di Lokasi Penelitian
No Jenis dan INP (%)
Tabel 5 merupakan gambaran jenis Stasiun I (Bagian Stasiun II Stasiun III
vegetasi yang menempati tiga peringkat INP Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir)
tertinggi. Jenis tersebut yaitu Katiau 58,96%, Galam 1 Galam Tikus
Belawan (78,55)
(81,38) Resak (68,59)
Tikus 58,31% dan Kamuning 25,37% di stasiun I. 2 Kapur naga Kapur naga
Nilai INP Stasiun II yang tertinggi yaitu Resak Katiau (65,18) (39,70) (45,41)
79,38%, Katiau 37,53% dan Malam-Malam 25,99%. 3 Tembulus Burung
Jinjit (33,59)
(42,86) Kemuning (33,24)
Nilai INP tertinggi di stasiun III yaitu Balawan 52,08
%, Ehang 26,32% dan Pampaning 25,09%. Pada
tingkat pancang jenis Katiau, Resak dan Balawan Berdasarkan data pada Tabel 7, jenis
merupakan jenis yang memiliki indeks nilai penting vegetasi yang menempati tiga peringkat INP
tertinggi. Karena hal ini memiliki nilai kerapatan dan tertinggi yaitu Galam Tikus 81,38 %, Katiau 65,18%
frekuensi yang ditemukan paling tinggi dibandingkan dan Tambulus Burung 42,86% pada stasiun I. Untuk
jenis yang lainnya, karena jenis-jenis vegetasi stasiun II yaitu Resak 68,59%, Kapur Naga 39,70%
tersebut merupakan pionir paling populer di lahan dan Kamuning 33,24%. Kemudian di stasiun III yaitu
hutan gambut yang tergenang (Maimunah, 2014 Balawan 78,55 %, Kapur Naga 45,41% dan Jinjit
dalam Sari, N., 2018). 33,59%. Untuk tingkat tiang jenis Galam Tikus,
Resak dan Balawan merupakan jenis yang memiliki
3. Vegetasi Tingkat Tiang INP tertinggi. Fenomena ini akan dapat terus
Jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat berlangsung hingga tingkat pohon.
tiang di stasiun I ada 11 jenis dengan 8 suku, yang Dikarenakan jenis tersebut memiliki nilai
ditemukan di stasiun II sebanyak 14 jenis dengan 10 kerapatan, frekuensi dan dominansi yang lebih tinggi
suku dan jumlah jenis yang ditemukan di stasiun III dibandingkan jenis yang lainnya. Jumlah individu itu
sebanyak 10 jenis dengan 7 suku. Beberapa sendiri bisa lebih banyak dibandingkan jenis lain
spesies terlihat sama keberadaannya pada lokasi disebabkan karena menurut Indriyanto (2006),
penelitian. Jumlah jenis yang ditemukan pada menyatakan INP diperlukan untuk mengetahui
tingkat pertumbuhan tingkat tiang di tiga stasiun tingkat penguasaan jenis pohon dalam suatu
diperlihatkan pada Tabel 6. Kemudian jenis vegetasi tegakan. Semakin tinggi INP suatu jenis maka
tingkat tiang yang menempati peringkat tertinggi dari semakin tinggi pula tingkat penguasaannya di dalam
satu sampai tiga diperlihatkan pada Tabel 7. komunitas dimana jenis tersebut tumbuh.

Tabel 6. Jenis Vegetasi Tingkat Tiang di Lokasi 4. Vegetasi Tingkat Pohon


Penelitian Jenis yang ditemukan dari penelitian ini
untuk tingkat pohon yang ditemukan di stasiun I
Stasiun I Stasiun II Stasiun III sebanyak 8 jenis, yang ditemukan pada stasiun II
(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir)
1) Aring Pahe 1) Ehang 1) Balawan ada 10 jenis dan 8 jenis yang ditemukan di stasiun
2) Galam Tikus 2) Galam Tikus 2) Bangkirai III. Jenis yang paling banyak ditemukan pada tingkat
3) Jangkang 3) Jangkang 3) Jinjit pohon yakni di stasiun III. Hal tersebut dikarenakan
4) Katiau 4) Jinjit 4) Kapur Naga
5) Kapur Naga 5) Kapur Naga 5) Katiau kebutuhan tumbuhan akan kondisi tempat bervariasi
6) Kemuning 6) Kayu Tulang 6) Keruing dari satu tempat ketempat lain, sehingga
7) Malam- 7) Kumpang mengakibatkan adanya variasi jumlah jenis
Malam 7) Katiau Merah
tumbuhan yang ditemukan.

19
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

Menurut Deviyanti (2010) dalam Zega, C. A. merupakan informasi penting tentang suatu
(2017) kerapatan yang lebih untuk tingkat pohon, komunitas. Nilai indeks keanekaragaman jenis
diduga karena tidak adanya interaksi negatif antara tumbuhan di tiga stasiun (I sampai III) pada areal
individu seperti persaingan ruang unsur hara dan penelitian ditunjukkan dalam Tabel 10.
pencahayaan serta tempat tumbuh yang tidak
pernah mengalami perubahan, pertumbuhan Tabel 10. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’),
individu menjadi tidak terganggu. Perbedaan Indeks Kekayaan jenis (R) dan Indeks
tersebut diduga disebabkan perbedaan kondisi Kemerataan Jenis (E) di Lokasi
tempat tumbuh. Vegetasi yang ditemukan pada Penelitian
tingkat pohon di lokasi penelitian diperlihatkan pada Tingkat Nilai H’ pada Stasiun Nilai R pada Stasiun Nilai E pada Stasiun
Pertumbuhan
Tabel 8, sedangkan untuk jenis tumbuhan dominan I II III I II III I II III
Semai 1,45 1,44 1,90 1,00 1,06 1,56 0,56 0,59 0,71
ditampilkan pada Tabel 9. Pancang 1,66 1,98 1,34 1,18 1,58 0,64 0,61 0,72
1,74

Tabel 8. Jenis Vegetasi Tingkat Pohon di Lokasi Tiang


1,93
2,34 2,10 2,06 2,79 2,23 0,81 0,89 0,91

Penelitian Pohon
1,41
2,18 1,91 1,71 2,57 1,92 0,68 0,95 0,92

Stasiun I Stasiun II Stasiun III


(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir) Mensitir Tabel 10, nilai H’ pada stasiun I
1) Galam Tikus 1) Ehang 1) Balawan untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon
2) Katiau 2) Gerunggang 2) Balangeran
3) Perupuk 3) Kayu Tulang 3) Jinjit secara umum termasuk rendah, di stasiun II tingkat
4) Kumpang semai dan pancang termasuk dalam keriteria rendah
4) Kemuning Merah 4) Kapur Naga sedangkan tingkat tiang dan pohon termasuk
5) Meranti
Rawa 5) Kempas 5) Keruing sedang, stasiun III tingkat semai, pancang dan
6) Manggis 6) Meranti pohon masuk dalam kriteria rendah sedangkan
6) Meranti Batu Hutan Rawa tingkat tiang termasuk dalam kriteria sedang.
7) Tambulus
Burung 7) Malam-Malam 7) Meranti Batu Menurut Soegianto, A. (1994) dan
8) Pampaning 8) Mahoi 8) Pantung Bratawinata, A.A. (2010) dan semakin tinggi nilai
9) Resak indeks keanekaragaman maka stabilitasnya akan
10) Nyatoh
lebih tinggi, sebaliknya jika nilai indeks
Keanekaragaman rendah maka stabilitas akan
Berdasarkan Tabel 9, jenis vegetasi dengan
rendah. Suatu komunitas dikatakan memiliki
peringkat INP tertinggi yaitu Galam Tikus 77,98%,
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas itu
Katiau 70,13% dan Kerupuk 48,53% yang
disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu
ditemukan pada stasiun I. Nilai INP tertinggi stasiun
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman
II yaitu Resak 70,38%, Ehang 41,14% dan Mahoi
rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit jenis
35,29%. Pada stasiun III yaitu Balawan 82,03%,
vegetasi.
Jinjit 51,00% dan Pantung 49,67%. Secara umum
Berdasarkan Tabel 9, nilai indeks Kekayaan
jenis Galam Tikus, Resak dan Pantung pada tingkat
jenis (R), pada tiga stasiun untuk seluruh tingkatan
pohon menempati tiga peringkat INP tertinggi.
vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon) kriteria
Tabel 9. Tiga Jenis Vegetasi Utama Tingkat Pohon termasuk rendah (R 3,5). Indeks kemerataan
Berdasarkan INP di Lokasi Penelitian merupakan indeks yang menunjukan tingkat
penyebaran jenis pada suatu areal hutan. Semakin
No Jenis dan INP (%) besar nilai indeks Kemerataan (E) maka penyebaran
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir) jenis semakin merata atau tidak didominansi oleh
1 Galam Tikus satu atau beberapa jenis saja.
Belawan (82,03)
(77,98) Resak (70,38) Menurut Soegianto, A (1994), bahwa
2 Katiau (70,13) Ehang (41,14) Jinjit (51,00)
3 Kerupuk (48,53) Mahoi (35,29) Pantung (49,67)
besarnya nilai indeks kekayaan jenis tergantung dari
jumlah individu yang ditemukan, bila jumlah individu
Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kekayaan tinggi maka indeks yang diperoleh akan tinggi dan
jenis dan Indeks Kemerataan Jenis sebaliknya bila jumlah individu rendah maka indeks
Menurut Barbour, G.M., J.K.Burk and W.D. yang diperoleh akan rendah. Selain itu Odum, E.P.
Pitts (1987), indeks keanekaragaman spesies (1996) menyebutkan, nilai indeks kemerataan
sangat dipengaruhi oleh indeks keanekaragaman
20
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya

dan jumlah jenis.Indeks kemerataan akan memiliki Berdasarkan hasil penelitian semakin besar
nilai yang tinggi apabila indeks keanekaragaman ukuran diameter, maka semakin rendah
jenis tinggi dan jumlah jenis banyak, akan tetapi kerapatannya. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar
apabila indeks keanekaragaman jenis rendah dan 3, pohon-pohon di lokasi penelitian menyebar pada
jumlah jenis sedikit maka indeks kemerataan berbagai kelas diameter dan didominasi oleh pohon
menjadi kecil. berdiameter 10 – 19,99 cm. Dalam tabel dan
Indeks kemerataan merupakan indeks yang gambar, juga menunjukan bahwa semakin besar
menunjukan tingkat penyebaran jenis pada suatu dimensi diameter, maka kerapatannya semakin
areal hutan. Semakin besar nilai indeks kemeratan rendah. Penurunan kerapatan tersebut bertendensi
(E) maka penyebaran jenis semakin merata atau mengikuti kurva “J” terbalik seperti yang ditunjukan
tidak didominansi oleh satu atau beberapa jenis pada Gambar 3, 4 dan 5.
saja. Berdasarkan Tabel 10, nilai indeks kemerataan
jenis (E) di lokasi penelitian dapat diklasifikasi pada
kisaran cukup merata (0,51 – 0,75) dan hampir
merata (0,76 – 0,95). Secara umum, besarnya
indeks kemerataan yang masih berada pada kisaran
0 – 1 tersebut menunjukkan bahwa spesies yang
mendominansi pada lokasi penelitian meliputi lebih
dari 1 (satu) jenis (Magurran, A.E.,1988).
Indeks keanekaragaman dan indeks
kemerataan merupakan dua hal yang berbeda. Ket: S = Standar Eror, r = Koefisien Korelasi
Menurut Barbour, G.M., J.K.Burk and W.D. Pitts Gambar 3. Kurva Model Modified Exponential pada
(1987) adakalanya kekayaan spesies berkorelasi Struktur Horizontal Tegakan Areal
positif dengan keanekaragaman spesies. Penelitian di Stasiun I
Kemerataan akan menjadi maksimum dan homogen
jika semua spesies mempunyai individu yang sama
pada setiap lokasi pengamatan. Fenomena
demikian sangat jarang terjadi di hutan alam, karena
setiap spesies mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi dan toleransi serta pola sejarah hidup
(life history pattern) yang berbeda-beda. Disamping
itu, kondisi lingkungan di alam sangat kompleks dan
bervariasi. Pada tingkat mikro (mikrositus)
lingkungan mungkin bersifat homogen, namun pada Ket: S = Standar Eror, r = Koefisien Korelasi
tingkat makro (makrositus) terdiri atas mikrositus- Gambar 4. Kurva Model Modified Exponential pada
mikrositus yang heterogen. Struktur Horizontal Tegakan Areal
Penelitian di Stasiun II
Struktur Horizontal
Struktur horizontal pada lokasi penelitian di
tiga stasiun yang menggambarkan hubungan antara
kerapatan pohon per hektar dan kelas diameter
dengan interval 10 cm ditunjukkan pada Tabel 11,
Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5.

Tabel 11. Kerapatan Pohon pada Setiap Kelas


Diameter di Lokasi Penelitian
Kelas Nilai Kerapatan (N/Ha)
Diameter Tengah
(cm) Diameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Ket: S = Standar Eror, r = Koefisien Korelasi
10 - 19,99 15,00 1613,00 1313,00 713,00
20 - 24,99 22,50 103,13 43,75 56,25 Gambar 5. Kurva Model Modified Exponential pada
25 - 29,99 27,50 59,38 50,00 53,13
30 - 34,99 32,50 18,75 6,25 9,38
Struktur Tegakan Areal Penelitian di
50 Up 55,00 6,25 3,13 0 Stasiun III

21
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

Berdasarkan analisis menggunakan Software


Curva Expert versi1.4 yang diperlihatkan pada
Gambar 3, 4 dan 5 menunjukan model Modified
Exponential yang mengindikasikan bahwa kurva
tersebut merupakan kurva dengan analisis terbaik
dari kurva yang lainnya. Hal ini ditunjukan nilai yang
didapat pada stasiun I nilai S sebesar 8,374. Hal ini
merupakan nilai terendah dari semua analisis kurva
nilai r sebesar 0,999 yang mendekati 1, nilai S dan r
pada stasiun II nilai S sebesar 15,660 sedangkan r =
0,999 dan nilai S dan r pada stasiun III nilai sebesar Gambar 6. Histogram Struktur Vertikal Tegakan
20,903 dan 0,999. pada Areal Penelitian
Struktur vegetasi horizontal untuk masing-
masing stasiun di riparian Sungai Pager Dari Gambar 6, terlihat pohon terbanyak
menunjukan hal yang hampir seragam yakni kurva distasiun I, II dan III dijumpai pada kelas tinggi 5 –
membentuk kurva “J” terbalik. Hal ini berarti bahwa 9,99 m dengan kerapatan masing-masing
nilai kerapatan pohon lebih tinggi pada kelas 158/ha,134/ha dan 72,13/ha disusul kelas tinggi 10
diameter kecil dan semakin besar diameter maka – 14,99 m dengan kerapatan 32,13/ha, 37,50/ha dan
nilai kerapatan semakin rendah pula. Hal tersebut 18,75/ha selanjutnya kelas tinggi 15 – 19,99
menurut Heryanto dan Subiandono (2012) dalam memiliki kerapatan 5,21/ha, 6,25/ha dan 7,79/ha.
Marlina, S.T. (2018) terjadi karena ada persaingan Fenomena struktur vertikal di lokasi penelitian
yang tinggi, baik antara individu dalam suatu jenis (stasiun I, II dan III), cenderung sama yaitu semakin
maupun antar berbagai jenis, sehingga tidak semua besar kelas tinggi pohon, nilai kerapatannya
jenis mendapatkan kesempatan untuk tumbuh baik, menurun. Menurut Meyer dan Stevensonand (1961),
walaupun tidak mati. konsisi hutan semacam ini akan dapat menjamin
Wahyuni dan Kafiar (2017) dalam Marlina, kelestarian hutan di masa yang akan datang karena
S.T.(2018) menambahkan hal tersebut disebabkan karena jumlah individu permudaan lebih banyak
karena parubahan lingkungan berakibat pada daripada jumlah individu pohon dewasa, dimana
peningkatan intensitas cahaya, temperatur dan stok permudaan tersebut sangat penting untuk
kecepatan angin sehingga jenis vegetasi yang memelihara kemampuan regenerasi hutan.
sensitif tidak mampu bertahan. Dengan kesediaan
cahaya dan hara yang berbeda akan mempengaruhi KESIMPULAN
kecepatan tumbuh setiap pohon pada masing-
masing kelas umur. Vegetasi riparian yang ditemukan di Sungai Pager,
Kecamatan Rakumpit Kota Palangka Raya
Struktur Vertikal sebanyak 28 jenis dengan 16 suku. Jenis yang
Struktur tegakan vertikal untuk semua jenis mendominasi pada bagian hulu yakni Galam Tikus
yang menghubungkan antara kerapatan pohon dan (Syzygium zeylanicum (L) DC) dan Katiau (Ganua
kelas tinggi dalam lokasi penelitian dapat lihat pada motleyana Pierre). Pada bagian tengah adalah
Gambar 6. Resak (Vatica rassak) dan Katiau (Ganua motleyana
Tinggi pohon pada lokasi penelitian umumnya Pierre). Sementara di bagian hilir adalah Balawan
menyebar pada rentang 5,0 – 19,99 m. Kerapatan (Tristaniopsis stellata Ridl.) dan Ehang (Diospyros
pohon yang paling besar terdapat pada kelas siamang Bakh.). Struktur horizontal vegetasi
diameter 5 – 9,99 m. Pada Gambar 6, menunjukan pola yang sama yaitu membentuk
menunjukkan semakin tinggi pohon, semakin rendah kurva “J’’ terbalik atau kurva model Modified
kerapatannya. Exponential. Sementara struktur tegakan
Hal tersebut diduga akibat adanya vertikalnya, bahwa kerapatan tegakan terus
persaingan yang mengakibatkan jenis-jenis tertentu berkurang dengan bertambahnya tinggi pohon. Nilai
akan lebih menguasai atau dominan dari yang lain Indeks Keanekaragaman jenis bagian hulu untuk
(Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1988). semua tingkat pertumbuhan termasuk dalam
klasifikasi rendah, bagian tengah untuk tingkat

22
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya

semai dan pancang termasuk klasifikasi rendah Maryono, A., 2005. Menangani Banjir, Kekeringan
sedangkan tingka tiang dan pohon termasuk dan Lingkungan. Yogyakarta:Gadjah Mada
klasifikasi sedang, bagian hilir sungai tingkat semai, University Press.
pancang dan pohon termasuk klasifikasi rendah Maryono, A., 2015. Peranan Vegetasi Ripariaan
sedangkan tingkat tiang termasuk klasifikasi sedang. dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai
Secara umum tingkat kekayaan secara umum Cisadane. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana
rendah, namun tingkat kemerataan jenisnya tinggi. Institut Pertaniaan Bogor.
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk Meyer, H.A., D. Stevensonand, 1961. Forest
penelitian berikutnya agar diperoleh gambaran yang Management 2nd Edition. The Ronald Press
lebih lengkap tentang dinamika temporal vegetasi Company, New York
riparian Sungai Pager. Odum, E.P., 1996. Dasar-Dasar Ekolgi.Edisi ke-3
(Tjahyono Samingan, Terjemahan). Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Noviandi, T.U.Z.,2016. Manajemen Lanskap
Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2017. Riparian Sebagai Strategi Pengendalian
Kecamatan Rakumpit dalam Angka 2017. Ruang Terbuka Biru pada Sungai Ciliwung.
https://palangkakota.bps.go.id. Diakses pada [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut
Tanggal 25 September 2017. Pertaniaan Bogor.
Barawinata, A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis Purwaningsih, 2009.Analisis Vegetasi Hutan
dan Metoda Analisis Hutan. Departemen Riparian di Tepi Sungai Nggeng, Taman
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Nasional Kayan Mentarang Kalimantan
Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Timur. Berita Biologi 9(5)- Agustus 2009.
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Risnawati, 2010. Analisis Vegetasi di Kawasan
Barbour, G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts, 1987. Hutan yang Diusulkan Menjadi Taman Hutan
Terrestrial Plant Ecology. The Raya (TAHURA) di Kecamatan Kurun
Benyamin/Cummings Publishing Company Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah.
Inc., New York. (Skripsi) Universitas Palangka Raya Fakultas
Drastistiana, R., 2017. Keanekaragaman dan Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak
Kelimpaham Vegetasi Riparian di Hulu dan Dipublikasikan).
di Tengah Sungai Gajah Wong Yokyakarta. Sari, M.A., 2014. Dinamika Struktur Tanaman
[Skripsi] Program Studi Biologi Fakultas Lansekap Riparian di Bagian Tengah Sungai
Sains dan Teknologi Universitas Islam Ciliwung. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor,
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bogor (Tidak Dipublikasikan).
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Sari, N., 2018. Keanekaragaman dan Status
Jakarta. Konservasi Jenis Tumbuhan di Kawasan
Kocher, S.D., 2007. Riparian Vegetation.Forest Kebun Raya Katingan Provinsi Kalimantan
Stewardship Series 10. Publiation No. 10. Tengah. [Skripsi] Universitas Palangka Raya
University of California, Oakland. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak
Ludwig, J.A. dan Reynolds, 1988. Statistical, A Dipublikasikan).
Primer on Method and Compouting. John Siahaan, R., 2012. Peranan Vegetasi Riparian
Willey & Sons New York. dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai
Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and Its Cisadane. [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana
Measurement. New Jersey (US): Princeton Institut Pertaniaan Bogor.
University Press. Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha
Marlina, S. T., 2018. Perubahan Struktur dan Nasional. Surabaya.
Komposisi Tegakan Hutan Lahan Kering Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1988. Ekologi
Areal IUPHHK-HA PT. Sindo Lumber Hutan Indonesia. Departemen Manajemen
Provinsi Kalimantan Tengah. [Skripsi] Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Universitas Palangka Raya Fakultas Bogor.
Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak Wicaksono, F. B., 2015. Komposisi Jenis Pohon dan
Dipublikasikan). Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa
Pasarbanggi, Kabupaten Rembang, Jawa
23
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562

Tengah. Departemen Manajemen Hutan,


Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Hutan Mangrove 5 (2): 55-62.
Zega, C. A., 2017. Keanekaragaman Jenis Vegetasi
di Hutan Desa Rambang Kecamatan
Rungan Barat Kabupaten Gunung Mas
Provinsi Kalimantan Tengah. (Skripsi)
Universitas Palangka Raya Fakultas
Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak
Dipublikasikan).

24

You might also like