journal,+3+AGRIENVI+2019+Setiarno OK
journal,+3+AGRIENVI+2019+Setiarno OK
journal,+3+AGRIENVI+2019+Setiarno OK
*Email: yarno77@yahoo.co.id
ABSTRACT
Riparian vegetation is easily distracted natural resource due to mankind activities. This study attempts to
examine the species composition, the stand structure, and the species diversity of riparian vegetation on Pager
River, Rakumpit district, Palangka Raya. The vegetation data were collected through path combination method with
gridline. We find out that the plant diversity of all types of growth is 28 species with 16 families. The number of
species on station I (upstream) are 13 species with 7 families, while the species having the highest INP is Galam
Tikus (Syzygium zeylanicum (L) DC). There are 19 species with 11 families on station II (middle) in which Resak
(Vatica rassak) has the highest INP. Meanwhile on station III, there are recorded 16 species with 11 families where
the most dominating species is Balawan (Tristaniopsis stellata Ridl.). The spread of tree diameter of riparian
vegetation on Pager river (upstream, middle, downstream) suggests the pattern of reversed "J". Of the upstream
riparian, the species diversity values of all types of growth sit on the low category. Of the middle and downstream
riparian, the diversity values are both low at the seedling and sapling level.Meanwhile, those values are in medium
categories at the pole and tree level. The species richness generally corresponds to the low category whereas the
species evenness corresponds to the high category.
ABSTRAK
Vegetasi riparian merupakan sumber daya alam yang mudah terganggu akibat aktivitas manusia. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan komposisi jenis, struktur tegakan dan keanekaragaman jenis vegetasi riparian
Sungai Pager, Kecamatan Rakumpit Kota Palangka Raya. Pengumpulan data vegetasi menggunakan metode
kombinasi jalur dan garis berpetak. Keragaman tumbuhan untuk keseluruhan tingkat pertumbuhan teridentifikasi
sebanyak 28 jenis dengan 16 suku. Jumlah jenis di stasiun I (hulu) ada 13 jenis dengan 7 suku, jenis yang
menempati INP tertinggi yakni Galam Tikus (Syzygium zeylanicum (L) DC). Sementara di stasiun II (tengah) tercatat
19 jenis dengan 11 suku, INP tertinggi ditempati Resak (Vatica rassak). Pada stasiun III terdapat 16 jenis dengan 11
suku, jenis yang paling mendominasi adalah Balawan (Tristaniopsis stellata Ridl.). Sebaran kelas diameter pohon
vegetasi riparian Sungai Pager (bagian hulu, tengah dan hilir) membentuk kurva “J” terbalik. Nilai keanekaragaman
jenis semua tingkat pertumbuhan di riparian bagian hulu tergolong dalam kategori rendah, pada riparian bagian
tengah dan hilir untuk tingkat semai dan pancang termasuk rendah sedangkan tingkat tiang dan pohon tergolong
sedang, selanjutnya kekayaan jenis secara umum tergolong rendah, adapun tingkat kemerataan jenis termasuk
tinggi.
14
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya
15
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562
16
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya
17
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562
Tingkat dominansi tegakan dapat dilihat dari secara efisien dari pada jenis lain dalam tempat
INP. INP yang ditunjukkan pada Tabel 3 secara yang sama.
ekologi merupakan spesies dominan tingkat semai
yang menguasai habitat. Secara ekologi dapat 2. Vegetasi Tingkat Pancang
dikemukan INP yang diperlihatkan pada setiap Jumlah jenis vegetasi tingkat pancang yang
spesies merupakan indikasi bahwa spesies yang ditemukan di tiga stasiun (riparian bagian hulu,
bersangkutan dianggap dominan di tempat tersebut, tengah dan hilir) Sungai Pager sebanyak 8 jenis
yaitu mempunyai nilai kerapatan, frekuensi, dengan 7 suku ditemukan di stasiun I, 7 jenis
dominansi lebih tinggi dibandingkan spesies lain. dengan 6 suku, di stasiun II dan 9 jenis dengan 8
suku di temukan pada stasiun III. Tinggi dan
Tabel 3. Tiga Jenis Vegetasi Utama Tingkat Semai rendahnya komposisi jenis pada tingkat pancang
Berdasarkan INP di Lokasi Penelitian merupakan hal yang sangat berpengaruh dimasa
No Jenis dan INP (%)
depan. Permudaan tingkat pancang secara alami
Stasiun I Stasiun II Stasiun III akan menggantikan permudaan tingkat tiang dan
(Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir) pohon yang umumnya berumur lebih tua dan
1 Galam Tikus akhirnya melalui proses suksesi permudaan tingkat
Balawan (59,87)
(73,98) Resak (96,54)
2 Malam-Malam pancang akan mendominasi kawasan tersebut.
Ehang (27,84)
Katiau (73,35) (40,64) Menurut Zahra (2014) dalam Zega, A.
3 Resak (18,00) Katiau (25,37) Katiau (26,08) (2017), jumlah jenis tingkat pancang yang tidak
Mengacu pada Tabel 3, bahwa Katiau terlalu mencolok diduga karena adanya faktor yang
merupakan spesies yang masuk sebagai jenis berkaitan erat dengan kondisi lingkungan
dominan pada semuasegmen/stasiun penelItian. Hal (kelembapan, suhu dan pH) yang memberikan
ini diduga, Ketiau selain dapat beradaptasi dengan pengaruh terhadap semua jenis pada masing-
baik pada vegetasi riparian yang tergenang disaat masing tingkat pertumbuhan.
musim pasang maupun dalam kondisi lingkungan Selain karena faktor lingkungan Haryanto
yang lembap. Jenis-jenis ini toleran terhadap dan Astiani (2015) dalam Sari, N. (2018)
naungan, sehingga jenis ini cenderung miliki tingkat menyatakan, juga terdapat individu-individu yang
hidup yang lebih tinggi. mengalami kematian selama masa pertumbuhan
Berdasarkan data pada Tabel 3, jenis sehingga dapat dikatakan jumlah individu cenderung
vegetasi yang menempati tiga peringkat INP mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
tertinggi tidak selalu sama. Dari hasil penelitian, umur vegetasi. Nama jenis vegetasi tingkat pancang
Katiau selalu muncul di tiga peringkat INP tertinggi yang ditemukan pada areal penelitian dapat dilihat
pada setiap stasiun. Hasil penelitian untuk tingkat pada Tabel 4. Secara lengkap, tiga jenis vegetasi
semai di stasiun I jenis yang ditemukan dengan utama tingkat pancang dicantumkan pada Tabel 5.
peringkat INP tertinggi yaitu Galam Tikus 73,98%,
Katiau 73,35% dan Resak 18,00%. Stasiun II yaitu Tabel 4. Jenis Vegetasi Tingkat Pancang di Lokasi
Resak 96,54%, Malam-malam 40,64% dan Katiau Penelitian
25,37%. Stasiun III peringkat INP tertinggi yaitu Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Balawan 59,87%, Ehang 27,84% dan Katiau (Bagian Hulu) (Bagian Tengah) (Bagian Hilir)
26,08%. Dari hasil penelitian ditiga stasiun jenis 1) Galam Tikus 1) Ehang 1) Balawan
2) Galam
Galam Tikus, Resak dan Balawan merupakan jenis 2) Jangkang Tikus 2) Ehang
yang memiliki INP tertinggi karena jenis tersebut 3) Kamuning 3) Katiau 3) Galam Tikus
memiliki nilai kerapatan dan frekuensi tertinggi 4) Katiau 4) Kapur Naga 4) Jinjit
5) Meranti Batu 5) Keruing 5) Katiau
dibandingkan jenis yang lainnya. Selain itu dapat 6) Malam- 6) Malam-
beradaptasi dengan baik pada hutan riparian yang malam malam 6) Mahoi
tergenang disaat musim pasang, kondisi lingkungan 7) Resak 7) Resak 7) Meranti Batu
8) Tambulus
yang lembap. Jenis-jenis ini toleran terhadap Burung 8) Pampaning
naungan. Smith (1997) dalam Wicaksono F.B.(2015) 9) Perupuk
menyatakan bahwa jenis dominan adalah jenis yang
dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempati
18
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya
19
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562
Menurut Deviyanti (2010) dalam Zega, C. A. merupakan informasi penting tentang suatu
(2017) kerapatan yang lebih untuk tingkat pohon, komunitas. Nilai indeks keanekaragaman jenis
diduga karena tidak adanya interaksi negatif antara tumbuhan di tiga stasiun (I sampai III) pada areal
individu seperti persaingan ruang unsur hara dan penelitian ditunjukkan dalam Tabel 10.
pencahayaan serta tempat tumbuh yang tidak
pernah mengalami perubahan, pertumbuhan Tabel 10. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’),
individu menjadi tidak terganggu. Perbedaan Indeks Kekayaan jenis (R) dan Indeks
tersebut diduga disebabkan perbedaan kondisi Kemerataan Jenis (E) di Lokasi
tempat tumbuh. Vegetasi yang ditemukan pada Penelitian
tingkat pohon di lokasi penelitian diperlihatkan pada Tingkat Nilai H’ pada Stasiun Nilai R pada Stasiun Nilai E pada Stasiun
Pertumbuhan
Tabel 8, sedangkan untuk jenis tumbuhan dominan I II III I II III I II III
Semai 1,45 1,44 1,90 1,00 1,06 1,56 0,56 0,59 0,71
ditampilkan pada Tabel 9. Pancang 1,66 1,98 1,34 1,18 1,58 0,64 0,61 0,72
1,74
Penelitian Pohon
1,41
2,18 1,91 1,71 2,57 1,92 0,68 0,95 0,92
dan jumlah jenis.Indeks kemerataan akan memiliki Berdasarkan hasil penelitian semakin besar
nilai yang tinggi apabila indeks keanekaragaman ukuran diameter, maka semakin rendah
jenis tinggi dan jumlah jenis banyak, akan tetapi kerapatannya. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar
apabila indeks keanekaragaman jenis rendah dan 3, pohon-pohon di lokasi penelitian menyebar pada
jumlah jenis sedikit maka indeks kemerataan berbagai kelas diameter dan didominasi oleh pohon
menjadi kecil. berdiameter 10 – 19,99 cm. Dalam tabel dan
Indeks kemerataan merupakan indeks yang gambar, juga menunjukan bahwa semakin besar
menunjukan tingkat penyebaran jenis pada suatu dimensi diameter, maka kerapatannya semakin
areal hutan. Semakin besar nilai indeks kemeratan rendah. Penurunan kerapatan tersebut bertendensi
(E) maka penyebaran jenis semakin merata atau mengikuti kurva “J” terbalik seperti yang ditunjukan
tidak didominansi oleh satu atau beberapa jenis pada Gambar 3, 4 dan 5.
saja. Berdasarkan Tabel 10, nilai indeks kemerataan
jenis (E) di lokasi penelitian dapat diklasifikasi pada
kisaran cukup merata (0,51 – 0,75) dan hampir
merata (0,76 – 0,95). Secara umum, besarnya
indeks kemerataan yang masih berada pada kisaran
0 – 1 tersebut menunjukkan bahwa spesies yang
mendominansi pada lokasi penelitian meliputi lebih
dari 1 (satu) jenis (Magurran, A.E.,1988).
Indeks keanekaragaman dan indeks
kemerataan merupakan dua hal yang berbeda. Ket: S = Standar Eror, r = Koefisien Korelasi
Menurut Barbour, G.M., J.K.Burk and W.D. Pitts Gambar 3. Kurva Model Modified Exponential pada
(1987) adakalanya kekayaan spesies berkorelasi Struktur Horizontal Tegakan Areal
positif dengan keanekaragaman spesies. Penelitian di Stasiun I
Kemerataan akan menjadi maksimum dan homogen
jika semua spesies mempunyai individu yang sama
pada setiap lokasi pengamatan. Fenomena
demikian sangat jarang terjadi di hutan alam, karena
setiap spesies mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi dan toleransi serta pola sejarah hidup
(life history pattern) yang berbeda-beda. Disamping
itu, kondisi lingkungan di alam sangat kompleks dan
bervariasi. Pada tingkat mikro (mikrositus)
lingkungan mungkin bersifat homogen, namun pada Ket: S = Standar Eror, r = Koefisien Korelasi
tingkat makro (makrositus) terdiri atas mikrositus- Gambar 4. Kurva Model Modified Exponential pada
mikrositus yang heterogen. Struktur Horizontal Tegakan Areal
Penelitian di Stasiun II
Struktur Horizontal
Struktur horizontal pada lokasi penelitian di
tiga stasiun yang menggambarkan hubungan antara
kerapatan pohon per hektar dan kelas diameter
dengan interval 10 cm ditunjukkan pada Tabel 11,
Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5.
21
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562
22
Setiarno, Santosa Yulianto, Sandri Wittu Struktur Dan Komposisi Vegetasi Riparian Sungai Pager Kecamatan Rakumpit
Kota Palangka Raya
semai dan pancang termasuk klasifikasi rendah Maryono, A., 2005. Menangani Banjir, Kekeringan
sedangkan tingka tiang dan pohon termasuk dan Lingkungan. Yogyakarta:Gadjah Mada
klasifikasi sedang, bagian hilir sungai tingkat semai, University Press.
pancang dan pohon termasuk klasifikasi rendah Maryono, A., 2015. Peranan Vegetasi Ripariaan
sedangkan tingkat tiang termasuk klasifikasi sedang. dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai
Secara umum tingkat kekayaan secara umum Cisadane. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana
rendah, namun tingkat kemerataan jenisnya tinggi. Institut Pertaniaan Bogor.
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk Meyer, H.A., D. Stevensonand, 1961. Forest
penelitian berikutnya agar diperoleh gambaran yang Management 2nd Edition. The Ronald Press
lebih lengkap tentang dinamika temporal vegetasi Company, New York
riparian Sungai Pager. Odum, E.P., 1996. Dasar-Dasar Ekolgi.Edisi ke-3
(Tjahyono Samingan, Terjemahan). Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Noviandi, T.U.Z.,2016. Manajemen Lanskap
Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2017. Riparian Sebagai Strategi Pengendalian
Kecamatan Rakumpit dalam Angka 2017. Ruang Terbuka Biru pada Sungai Ciliwung.
https://palangkakota.bps.go.id. Diakses pada [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut
Tanggal 25 September 2017. Pertaniaan Bogor.
Barawinata, A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis Purwaningsih, 2009.Analisis Vegetasi Hutan
dan Metoda Analisis Hutan. Departemen Riparian di Tepi Sungai Nggeng, Taman
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Nasional Kayan Mentarang Kalimantan
Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Timur. Berita Biologi 9(5)- Agustus 2009.
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Risnawati, 2010. Analisis Vegetasi di Kawasan
Barbour, G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts, 1987. Hutan yang Diusulkan Menjadi Taman Hutan
Terrestrial Plant Ecology. The Raya (TAHURA) di Kecamatan Kurun
Benyamin/Cummings Publishing Company Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah.
Inc., New York. (Skripsi) Universitas Palangka Raya Fakultas
Drastistiana, R., 2017. Keanekaragaman dan Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak
Kelimpaham Vegetasi Riparian di Hulu dan Dipublikasikan).
di Tengah Sungai Gajah Wong Yokyakarta. Sari, M.A., 2014. Dinamika Struktur Tanaman
[Skripsi] Program Studi Biologi Fakultas Lansekap Riparian di Bagian Tengah Sungai
Sains dan Teknologi Universitas Islam Ciliwung. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor,
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bogor (Tidak Dipublikasikan).
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Sari, N., 2018. Keanekaragaman dan Status
Jakarta. Konservasi Jenis Tumbuhan di Kawasan
Kocher, S.D., 2007. Riparian Vegetation.Forest Kebun Raya Katingan Provinsi Kalimantan
Stewardship Series 10. Publiation No. 10. Tengah. [Skripsi] Universitas Palangka Raya
University of California, Oakland. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak
Ludwig, J.A. dan Reynolds, 1988. Statistical, A Dipublikasikan).
Primer on Method and Compouting. John Siahaan, R., 2012. Peranan Vegetasi Riparian
Willey & Sons New York. dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai
Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and Its Cisadane. [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana
Measurement. New Jersey (US): Princeton Institut Pertaniaan Bogor.
University Press. Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha
Marlina, S. T., 2018. Perubahan Struktur dan Nasional. Surabaya.
Komposisi Tegakan Hutan Lahan Kering Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1988. Ekologi
Areal IUPHHK-HA PT. Sindo Lumber Hutan Indonesia. Departemen Manajemen
Provinsi Kalimantan Tengah. [Skripsi] Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Universitas Palangka Raya Fakultas Bogor.
Pertanian Jurusan Kehutanan (Tidak Wicaksono, F. B., 2015. Komposisi Jenis Pohon dan
Dipublikasikan). Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa
Pasarbanggi, Kabupaten Rembang, Jawa
23
Vol 13 No 1 Juni : 14 – 24 ISSN : 1978-4562
24