Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

KMB Diabetes Devi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH
DENGAN KASUS DIABETES MELITUS
DI RUANG BANGSAL
RUMAH SAKIT RIZANI PAITON PROBOLINGGO

DISUSUN OLEH :
SITTI HAJAR
NIM :
14201.12.20042

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN-PROBOLINGGO
2022
A. ANATOMI

Gambar 1https://materi.co.id/pankreas/

Gambar 2https://adoc.pub/e-n-d-o-k-r-i-n-hormon-pankreas-ikbal-gentar-alam.html

B. FISIOLOGI
Pankreas adalah suatu organ berupa kelenjar yang terletak
retroperiontenial dalam abdomen bagian atas, didepan vertebrae lumbalis I
dan II dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm yang
terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya
dihubungkan oleh dua saluran duodenum atau 12 usus jari (Sari, D. N.
2018)).
Berikut jaringan penyusun pankreas (Yuniarto, P. F., & Lestari, S. 2020) :
1. Jaringan Asini, berfungsi memproduksi getah pencernaan duodenum
2. Pulau Langerhans, berikut fungsinya :
a. Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang
dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
b. Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau
langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
1) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa)
dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta
meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang
bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon,
meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak ) (Ermalinda, E. 2018). 
2) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik
penting lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut (Syahrir,
S. S. 2021). :
a) Efek pada hepar
1.) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
2.) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan
ketogenesis
3.) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar
b) Efek pada otot
1.) Meningkatkan sintesa protein
2.) Meningkatkan tranportasi asam amino
3.) Meningkatkan glikogenesis
c) Efek pada jaringan lemak
1.) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
2.) Meningkatkan penyimpanan trigliserida
3.) Menurunkan lipolisis
3) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum
jelas diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan
kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus
untuk membantu metabolisme karbohidrat (Astriani, 2020). 

Berikut bagian-bagian pancreas :


1) Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga kelenjar
ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum
sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada
vertebral lumbalis I & II dibelakang lambung (Zumana, P., & Atoy,
L.2020). 
2) Bagian-bagian pancreas (Pratiwi, S. A. 2019). 
a) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalamlekukan
deudenum yang melingkarinya.
b) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan
didepan vertebra umbalis utama.
c) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh
limpa.
d) Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum.
e) Pulau-pulau langerhans
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari pankreas
terbesar dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat
total pankreas berukuran 76 x 175 mm dengan diameter 20 sampai
300 mikron yang tersebar diseluruh pankreas meskipun banyak
ditemkan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pada manusia
terdapat 1-2 juta pulau
C. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Manullang, B.
T. 2021).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh tingginya
kadar gula dalam darah akibat gangguan sekresi insulin. Diabetes mellitus di
sebut juga penyakit kencing manis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
definisi kencing manis adalah penyakit yang menyebabkan air kencing yang
di produksi bercampur zat gula. Adanya kadar gula yang tinggi dalam air
kencing dapat menjadi tanda-tanda gejala awal penyakit Diabetes melitus
(Bangun, V. T. 2020).
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2019) DM tipe II
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya sekaligus.DM tipe II adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak lagi mampu memproduksi insulin, atau ketika tubuh tidak
dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan baik. (Prasetyo, I. H.
2021)
D. ETIOLOGI
1) Diabetes tipe I
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA. (Wati, P. A. 2019). 
b) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen. (Ramdanillah, M. 2019). 
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta (Rohemah, L. 2020). 
2) Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. (Saputri, R.
D. 2020).
Faktor-faktor resiko :
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
Faktor penyebab dari terjadinya DM tipe II yaitu resistensi insulin atau
kegagalan produksi insulin oleh selβ pankreas (ADA, 2019).Pada
kondisi resistensi insulin, insulin dalam jumlah yang cukup tidak dapat
bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah
menjadi tinggi.
E. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi dari diabetes mellitus, yaitu :
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe 1.
b) Faktor imunologi (autoimun) (Hilmawati, F., dkk. 2021).
2) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. DM
tipe II bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai efek insulin disertai resistensi insulin.
(Budiawan, H.,dkk. 2020). Faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe 2, yaitu
a) Genetik
DM tipe II sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Seorang anak
memiliki risiko 15 % menderita DM tipe II jika kedua salah satu dari
kedua orang tuanya menderita DM tipe II. Anak dengan kedua orang
tua menderita DM tipe II mempunyai risiko 75 % untuk menderita DM
tipe II dan anak dengan ibu menderita DM tipe II mempunyai risiko
10-30 % lebih besar daripada anak dengan ayah menderita DM tipe II.
(Imelda, S. I. 2019).
b) Stres
Stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini sangat
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga meningkatkan
kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada peningkatan erja pankreas. Beban kerja yang
tinggi membuat pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada
produksi insulin. (Winarti, W., dkk. 2020).
c) Lifestyle dan Nutrisi
Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
kejadian diabetes melitus tipe II. Pola makan yang buruk merupakan
faktor risiko yang paling berperan dalam kejadian diabetes melitus tipe
II. Pengaturan diet yang sehat dan teratur sangat perlu diperhatikan
terutama pada wanita. Pola makan yang buruk dapat menyebabkan
kelebihan berat badan dan obesitas yang kemudian dapat
menyebabkan DM tipe II (Ardiani, H. E. dkk. 2021).
Perilaku hidup sehat dapat dilakukan dengan melakukan
aktivitas fisik yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat banyak
dan yang paling utama adalahmengatur berat badan dan memperkuat
sistem dan kerja jantung. Aktivitas fisik atau olahraga dapat mencegah
munculnya penyakit DM tipe II. Sebaliknya, jika tidak melakukan
aktivitas fisik maka risiko untuk menderita penyakit DM tipe II akan
semakin tinggi . Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian DM tipe II. Kebiasaan merokok merupakan
faktor risiko DM tipe II karena memungkinkan untuk terjadinya
resistensi insulin. Kebiasaan merokok juga telah terbukti dapat
menurunkan metabolisme glukosa yang kemudian menimbulkan DM
tipe II (Agasi, R. W. 2019). 
d) Obesitas
Pola makan yang buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi
karbohidrat, lemak dan protein dan tidak melakukan aktivitas fisik
merupakan faktor risiko dari obesitas. Obesitas merupakan faktor
risiko yang berperan penting dalam DM tipe II karena obesitas dapat
menyebabkan terjadinya resitensi insulin di jaringan otot dan adipose
(Sudargo, T., dkk. 2018). 
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami
hipertrofi sehingga berpengaruh terhadap fungsinya dalam
memproduksi insulin. Pada kondisi obesitas juga menyebabkan
penurunan adiponektin, yaitu hormon yang dihasilkan adiposit yang
berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara
menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam
lemak otot serta hati sehingga kadar trigliserida menurun. Penurunan
adiponektin menyebabkan resistensi insulin. Aiponektin berkolerasi
positif dengan High Density Lipoprotein (HDL) dan berkolerasi
negatif dengan Low Density Lipoprotein (LDL) (Tanti, T. 2019).
e) Usia
Usia yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan
peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah
sel beta pankreas yang produktif memproduksi insulin akan berkurang.
Hal ini terjadi terutama pada umur yang lebih dari 40 tahun.
Penurunan fisiologis ini berisiko pada penurunan funsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin (Mulyanto, F. T. 2020). 
f) Jenis kelamin
Wanita lebih memiliki potensi untu menderita DM tipe II
daripada pria karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi. Secara
fisik wanita memiliki peluang untuk mempunyai indeks massa tubuh
di atas normal. Selain itu, adanya menopouse pada wanita dapat
mengakibatkan pendistribusian lemak tubuh tidak merata dan
cenderung terakumulasi (Hapsari, R. A & Konoralma, G. M. 2018)
F. PATHWAY
PATOFISIOLOGI
Semua sel tubuh membutuhkan energi. Sumber energi utamanya adalah
glukosa, yang membutuhkan hormon insulin untuk masuk ke dalam sel. Pada
penyakit diabetes, terdapat kekurangan insulin atau insulin tidak dapat bekerja
dengan baik yang menyebabkan berbagai gejala dan gangguan kesehatan.
Pada diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke sel tubuh sehingga
kehilangan sumber energi yang biasa. Tubuh mencoba membuang kelebihan
21 glukosa dalam darah dengan mengeluarkannya melalui urin dan
menggunakan lemak serta protein (dari otot) sebagai sumber energi alternatif.
Hal ini mengganggu proses tubuh dan menyebabkan gejala diabetes (Walker
& Graham, 2020). DM disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, glukagon,
dan hormon lain yang mengakibatkan metabolisme karbohidrat dan lemak
tidak normal (Dipiro et al., 2020).
1. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1)
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh kerusakaan
selektif sel β (beta) pankreas oleh limfosit T yang menargetkan antigen sel
β yang tidak jelas (Funk, 2018). Pada DMT1, mereka tidak memproduksi
insulin karena sel-sel yang mensekresi insulin di pankreas telah
dihancurkan. Pada kebanyakan orang, hal ini disebabkan oleh respon
autoimun dimana sistem kebalan secara keliru menyerang sel-sel yang
mengeluarkan insulin. Terlepas dari mereka yang memiliki kerusakan
pada pankreas, DMT1 hanya terjadi pada mereka yang memiliki
kecenderungan genetik (Walker & Graham, 2020). Proses autoimun
dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan autoantibodi yang
bersirkulasi ke berbagai antigen sel β. Antibodi yang paling sering
terdeteksi terkait dengan DMT1 adalah ICA. Antibodi lain dapat dibentuk
untuk insulin, asam glutamat dekarboksilase 65 (GAD65), antigen-2
terkait insulinoma (IA-2) dan transporter seng 8 (ZnT8). Antibodi
umumnya dianggap sebagai penanda penyakit daripada mediator
penghancur sel β. Penanda ini telah digunakan untuk mengidentifikasi
individu yang berisiko terkena DMT1 dan mungkin berguna untuk tes
skrining untuk memulai strategi pencegahan penyakit. Gangguan
autoimun lainnya seperti tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, penyakit
Addison, vitiligo, dan sariawan cliac lebih sering terjadi pada pasien
dengan DMT1 (Dipiro et al., 2020). Selama pencernaan, glukosa
dilepaskan dari saluran pencernaan ke dalam darah. Biasanya, ini memicu
mekanisme untuk menyerap glukosa termasuk pelepasan insulin oleh
pankreas yang menurunkan kadar glukosa darah. Pada DMT1, sel
pankreas yang memproduksi insulin telah dihancurkan, sehingga tidak ada
insulin yang dilepaskan. Tugas insulin adalah menyerap glukosa darah.
Tanpa insulin, kadar glukosa darah akan tetep tinggi,karena sel-sel tubuh
tidak dapat menyerap glukosa dari darah, mereka kehilangan sumber
energi utamanya. Namun, mereka masih membutuhkan energi untuk
berfungsi, sehingga mereka mengurai lemak sebagai alternatif. Karena
kekurangan glukosa, sel-sel tubuh memberi sinyal pada hati dan otot
untuk melepaskan lebih banyak glukosa ke dalam darah. Namun tanpa
adanya insulin, glukosa ekstra ini tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga
kadar glukosa darah terus meningkat. Untuk menghilangkan kelebihan
glukosa dari darah dan mencoba untuk menurunkan kadar glukosa darah
menjadi normal, ginjal menyaring kelebihan glukosa, menghasilkan urin
yang mengandung glukosa dalam jumlah besar atau yang disebut dengan
glukosuria (Walker & Graham, 2020).
2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
Pada DMT2, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau sel
kurang dapat meresponnya, ini berarti glukosa tetap berada di dalam darah
dan tidak dapat digunakan sebagai sumber energi (Walker & Graham,
2020). DMT2 adalah hasil dari disfungsi sel β yang digabungkan dengan
beberapa derajat resistensi insulin (ADA, 2019 dalam Dipiro et al., 2020).
DMT2 memiliki komponen genetik yang kuat. Sejumlah faktor patogen
genetik yang didapat telah terlibat dalam kerusakan progresif fungsi sel β
pada orang dengan pradiabetes dan DMT2. Kelainan metabolisme yang
menyebabkan DMT2 meliputi resistensi insulin, gangguan sekresi insulin
oleh sel β pankreas, dan peningkatan produksi glukosa oleh hati.
Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin untuk bekerja
secara efektif pada jaringan target, terutama otot, hati, dan lemak. Ini
adalah karakteristik utama dari DMT2 dan hasil dari kombinasi faktor-
faktor seperti kerentanan genetik dan obesitas (Grossman and Porth,
2014). Adipositas perut pada orang obesitas merupakan penyumbang
utama resistensi insulin. Pada pasien DMT2, tekanan darah tinggi dan
dislipedimia yang ditandai dengan serum trigliserida yang tinggi dan kadar
kolesterol HDL yang rendah, juga merupakan kondisi penyerta pada
DMT2 (Dipiro et al., 2020). Pada individu non-diabetes dan obesitas,
insulin meningkat sebanding dengan beratnya resistensi insulin dan
glukosa plasma tetap normal. Resistensi insulin awalnya merangsang
peningkatan sekresi insulin yang seringkali ke tingkat hiperinsulinemia
sederhana, karena sel β berusaha untuk mempertahankan tingkat glukosa
darah normal. Seiring waktu, peningkatan permintaan sekresi insulin
menyebabkan kelelahan dan kegagalan pada sel β. Hal ini menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah postprandial dan akhirnya meningkatkan
24 produksi glukosa oleh hati. Karena penderita DMT2 tidak mengalami
defisiensi insulin absolut, maka DMT2 lebih rentan terhadap ketoasidosis
dibandingkan dengan penderita DMT1 (Grossman and Porth, 2014).
Sekresi insulin yang terganggu diperlukan untuk pengembangan DMT2.
Pada tahap awal disfungsi sel β terjadi karena kekurangan pelepasan
insulin dalam fase pertama yang mengakibatkan gangguan toleransi
glukosa (IGT). Insulin fase pertama melibatkan pelepasan insulin yang
tersimpan di dalam sel β dan bertindak untuk menyuplai hati untuk asupan
nutrisi. Tanpa pelepasan insulin fase pertama yang tepat, insulin fase
kedua harus mengkompensasi beban karbohidrat postprandial berikutnya
untuk menormalkan kadar glukosa. Ketika pelepasan insulin tidak lagi
cukup untuk menormalkan glukosa plasma, termasuk disglikemia,
pradiabetes dan diabetes terjadi. Pada pasien dengan DMT2, massa dan
fungsi sel β berkurang. Kegagalan sel β progresif ini biasanya dimulai
beberapa tahun sebelum didiagnosa diabetes. Kegagalan sel β progresif
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu glukotoksisitas,
lipotoksisitas, resistensi insulin, usia, genetika dan defisiensi incretin.
Glukotoksisitas terjadi ketika kadar glukosa secara kronis melebihi 140
mg/dL (7,8 mmol/L). Sel β tidak dapat mempertahankan sekresi insulin
yang cukup dan secara paradoks melepaskan lebih sedikit insulin saat
kadar glukosa meningkat (Dipiro et al., 2020). Kebanyakan pasien yang
mengembangkan DMT2 memiliki beberapa cacat yang berdampak pada
regulasi glukosa plasma, yaitu: gangguan sekresi insulin; kekurangan dan
resistensi terhadap hormon incretin; resistensi insulin yang melibatkan
otot, hati, dan adiposit; sekresi glukagon berlebih; peningkatan glukosa
hati produksi; peningkatan regulasi kontransporter natrium-glukosa di
ginjal; peradangan sistemik; dan rasa kenyang berkurang (DeFronzo et al.,
2015 dalam Dipiro et al., 2020).
G. MANIFESTASI KLINIK
1. Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis dan
hiperglikemia. (Lestari, S. T. 2021). 
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus), poliuri menyebabkan hilangnya
glukosa,elektrolit [na ,klorida,dan kalium] dan air sehingga pasien mersa
haus. (Lestari, S. T. 2021). 
3. Polifagi (peningkatan rasa lapar), sel-sel tubuh mengurangi kekurangan
energi karena glukosa tidak dapat masuk ke sel,akibatnya pasien merasa
sering lapar. Rasa lemah dan kekerasan otot. Kekurangan energi sel
menyebabkan pasien cepat lelah dan lemah,selain itu kondisi ini juga
terjadi karena katabolisme protein dan kehilangan kalium lewat urine
(Lestari, S. T. 2021). 
4. Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama kandida). DM tipe II akan menurunkan sistem kekebalan tubuh
secara umum, sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu jamur dan
bakteri mampu berkembang biak pesat di lingkungan yang tinggi gula
(hiperglikimia) (Arumdani, R. R. 2019).
5. Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging (berdesing)
dan jika keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat
menjadi katarak, glaukoma (peningkatan bola mata), produksi air mata
menurun, dan rerinopati diabetik (penyempitan bulu darah kapiler yang
disertai eksudasi dan pendarahan pada retina sehingga mata pendertita
menjadi kabur dan tidak dapat sembuh dengan kacamata bahkan menjadi
buta) Abdi (Pangestu, B. 2019). 
6. Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul gangguan rasa
pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus sering kali lebih kental,
sehingga mulut terasa kering yang disebut xerostomia diabetik. keadaan
ludah kental ini dapat mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah
mengalami infeksi. Kadang-kadang terasa ludah yang amat berlebihan
yang disebut hipersalivasi diabetilk (Aini, 2016). Jaringan yang mengikat
gigi pada rahang/periodontium mudah rusak sehingga gigi penderita
diabetes melitus mudah goyah bahkan mudah lepas. Gusi penderita
diabetes melitus mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan
karena sering mengalami infeksi, rongga mulut dan ludah penderita
diabetes melitus semakin mengental sehingga bau mulut penderita sering
kurang enak (foetor ex oris diabetic) (Pangestu, B. 2019). 
7. Paru-Paru dan jantung
Penderita DM tipe II bila batuk biasannya berlangsung lama karena
pertahanan tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah
menderita TBC penderita DM juga lebih mudah menderita infark jantung
dan daya pompa otot antung lemah sehingga penderita mudah sesak napas
ketika jalan atau naik tangga (payah jantung atau dekompensansi kordis)
(Indiana, S. 2018).
8. Hati
Penderita DM tipe II yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami
atau menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena
kekurangan glukosa dalam dietnya. Penyakit ini disebut dengan pnenyakit
parlemakan hati non-alkohol, yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun
setelah menderita obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme terjadi penyakit ini
karena akumulasi lemak hepatosit melaluli mekalisme lipolisis dan
hiperinsulisme. Penderita diabetes melitus juga lebih mudah mengidap
penyakit radang hati karena virus hipatitis B dan C dibandingkan dengan
penderita non-diabetes (Decroli, E., & Afriwardi, A. 2018).).
9. Saluran pencernaan
a) Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan merusak sehingga
fungsi lambung untuk meng hancurkan makanan menjadi lemah,
kemudian lambung menggelembung sehingga proses pengosongan
lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam
lambung. Keadaan ini tertumbul rasa mual, perut terasa penuh,
kembung, makanan tidak dapat turun, kadang-kadang timbul rasa sakit
di uluh hati atau makanan terhenti di dalam dada (Rizal Sholehudin,
A.2019)
b) Usus
Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita diabetes
melitus adalah sukar buang air besar,perut kembung,kotoran
keras,buang air besar hanya sekali dalam 2-3 hari. Kadang terjadi
sebaliknya yaitu penderita menunjukkan keluhan diare 4-5 kali sehari,
kotoran banyak mengandung air,sering timbul pada malam hari.semua
ini akibat komplikasi saraf pada usus besar (Aini, 2016).
c) Ginjal dan kandung kemih
Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal,penderita diabetes melitus
mempunyai kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan
fungsi ginjal.semuanya ini disebabkan oleh faktor infeksi berulang
yang sering timbul dan adanya faktor penyempitan pembulu darah
kapiler yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal (Wulandari, M.
R. 2018). 
Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang
berulang. Saraf yang memelihara kandung kemih sering
merusak,sehingga dinding kandung kemih menjadi lemah. Kandung
kemih akan menggelembung dan kadang-kadang penderita tidak dapat
BAK secara spontan,urine tertimbun dan tertahan di kandung
kemih.Keadaan ini disebut retensio urine. Sebaliknya,bila kontrol saraf
terganggupenderita sering ngompol atau urine keluar sendiri yang di
sebut inkontinesia urine (Aini, 2016).
d) Kondisi saraf
Peningkatan dalam glukosa dalam darah akan merusak urat saraf
penderita.keadaan ini disebut neuropati diabetik.Berikut adalah gejala-
gejala neuropati diabetik (Tofure, I. R., dkk. 2021).) :
1. Kesemutan
2. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal ditelapak kaki sehingga penderita merasa seperti
berjalan di atas kasur.
4. Kram.
5. Keseluruhan merasa sakit terutama pada malam hari
6. Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang di sebut
polineuropati diabetik. Pada keadaan ini jalan penderita akan
pincang dan otot-otot kakinya mengecil (atrofi)
e) Pembuluh darah
Komplikasi DM tipe II yang paling berbahaya adalah komplikasi pada
pembuluh darah. Pembulu darah penderita diabetes melitus muda
menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Penyempitan pembulu
darah pada penderita diabetes melitus disebut angiopati diabetik.
Angiopati diabetik pada pembulu darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembulu darah kapiler
disebut mikroangiopati diabetik (Oktasya, E. 2020).
f) Kulit
Pada umumnya kulit penderita DM tipe II kurang sehat atau kuat
dalam hal pertahananmya, sehingga mudah terkena infeksi dan
penyakit jamur (Sujatmiko, A. 2019 ).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Radiologi :
a) gas subkutan
b) adanya benda asing, osteomelietus
2) Pemeriksaan urine (untuk mengetahui adanya kandungan glukosa dalam
urin)
3) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
4) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
5) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
(poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya), atau
6) Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (Muamanah, L. 2020).
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola
makan dan pola hidup sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan
obat injeksi, yaitu:
Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni (2015), berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi beberapa golongan, antara lain
a) Pemicu sekresi insulin
Obat golongan ini adalah Sulfonilurea dan Glinid. Efek utama dari
obat sulfonilurea adalah memicu sel β pankreas untuk memproduksi
insulin. Sedangkan, fungsi dari obat glinid adalah melakukan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama sehingga
mengatasi kondisi hiperglikemia post prandial (Wijaya, A. 2020).
b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin
Obat golongan ini adalah Metformin dan Tiazolidindion. Efek utama
dari obat metformin adalah mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan,
fungsi dari obat tiazolidindion (TZD) adalah mengurangi resistensi
insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan glukosa perifer (Hilmawati, F., dkk, 2021).
c) Penghambat absorpsi glukosa
Obat ini adalah penghambat glukosidase alfa, yang bekerja dengan
memperlambat absorpsi glukosa dalam usus sehingga berefek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan (Anggraeni, R., &
Mardhiyah, M. (2019). 
d) Penghambat Dipeptydil Peptidase-IV (DPP-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat
kerja enzim DPP-IV sehingga glucose like peptide-1 (GLP-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent) (Mardiana, D. C.
2018).
Kombinasi obat oral dan injeksi
Kombinasi obat oral antihiperglikemia dan insulin yang banyak digunakan
adalah kombinasi obat oral antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin
yang bekerja menengah atau insulin kerja panjang) yang dibe rikan pada
malam hari sebelum tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan
kadar glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar pukul
22.00, kemudian dievaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial,
serta pemberian obat antihiperglikemiaoral dihentikan (Bintari, T. L. 2021).
2. Penatalaksanaan Non-farmakologis
Terapi non-farmakologi menurut, yaitu :
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi
sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa
digunakan sebagai pengelolaan diabetes melitus secara holistik.
Edukasi sangat komprehensif serta upaya motivasi sangat dibutuhkan
untuk tercapainya perubahan perilaku. Perubahan perilku bertujuan
agar penderita diabetes melitus dapat menjalani pola hidup sehat.
Beberapa perubahan perilaku yang diharapkan seperti mengikuti pola
amkaan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat
diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus, melakukan Pemantauan
Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada,
melakukan perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk
mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat,
mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga
untuk mengerti pengelolaan penderita diabetes serta memnfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada (Putri, R. C. A. 2021)
b. Terapi Nutrisi Medis
Penderita diabetes melitus perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal
makan yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya
(3J) terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa
darah maupun insulin. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan
kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau pekerjaan,
dan berat badan. Hal yang terpenting adalah tidak terlalu mengurangi
jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar glukosa darah
menurun atau rendah (hipoglikemia) dan juga tidak terlalu banyak
mengonsumsi makanan yang memperparah konsisi penyakit DM.
(Aliyah, M. Z. 2021)
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas beberapa unsur gizi
penting berikut :
1) Karbohidrat
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi.
b) Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.
d) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita diabetes
dapat makan dengan jenis makanan yang sama dengan anggota
keluarga yang lain.
e) Sukrosa tidak bleh lebih dari 5% total asupan energi.
f) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,
asalkan tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted
Daily Intake).
g) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari, kalau diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagi bagian dari
kebutuhan kalori sehari. (Aliyah, M. Z. 2021)
2) Lemak
a) diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.
c) Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
d) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging
berlemak dan susu penuh (whole milk).
e) Anjuran konsumsi kolesterol , 300 mg/hari. (Aliyah, M. Z.
2021)
3) Protein
a) Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi dan
lain-lain), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
c) Pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kgBB per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
harusnya bernilai biologis tinggi. (Aliyah, M. Z. 2021)
4) Natrium
a) Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak boleh lebih dari 3.000
mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendoh teh) garam dapur.
b) Pada penderita hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.400 mg
garam garam dapur.
c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
dahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
(Aliyah, M. Z. 2021)
5) Serat
a) Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayur-
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Oleh karena
mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik
untuk Kesehatan
b) Anjurkan konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1.000 kkal/hari.
(Wulandari, M. R. 2018).
6) Pemanis alternative
a) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tak bergizi
b) Pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol
antara lain isomalt, lacticol, maltitol, sorbitol, dan xylitol.
Penggunaan pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa
tidak dianjurkan penggunaannya bagi penderita diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
c) Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukralose, dan neotame.
d) Pemanis alternatif penggunaannya tidak akan mengganggu
kesehatan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake). (Rahmania, Z. N. A. 2018).
c. Latihan Jasmani dan Olahraga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran, namun juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Prakasa, M.,
dkk. 2019).
Prinsip olahraga pada pasien DM :
1. Continue (terus-menerus)
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti
dalam waktu tertentu, contohnya speerti berlari, istirahat lalu mulai
berlari lagi.
2. Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur, contohnya jalan kaki, berlari, berenang,
dan bersepeda.
3. Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-selang antara gerak lambat atau
cepat, contohnya lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan
cepat diselingi jalan biasa (asalkan tidak berhenti).
4. Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan
dari ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dengan
intensitas latihan mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR).
Sementara frekuensi latihan dilakukan 3-5 kali perminggu.
5. Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk
meningkatkan kemampuan pernapasan dan jantung. Contoh
aktivitasnya berupa jalan kaki, berenang, atau bersepeda (Aini,
2016). Penderita DM tipe II harus berolahraga secara teratur yaitu
3 sampai 5 hari dalam seminggu selama 30-45 menit dengan total
150 menit perminggu dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari
2 hari berturut-turut. Jenis latihan yang dianjurkan bersifat aerobik
dengan intensitas sedang yaitu 50% sampai 70% denyut jantung
maksimal seperti berjalan cepat, sepeda santai, berenang dan
jogging.
d. Terapi komplementer
Terapi bekam merupakan salah satu metode efektif untuk
menurunkan kadar gula darah, namun terapi ini tidak bisa dilakukan
secara sembarangan. Karena jika dilakukan tanpa pengetahuan yang
cukup, dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pasien.Hal itu
dikarenakan terapi bekam basah yakni dengan mengeluarkan darah
tidak boleh dilakukan oleh mereka yang belum memahami terapi
bekam. Selain itu tidak semua pasien diabetes bisa diterapkan dengan
terapi bekam, akan tetapi harus dilakukan pengecekan gula darah
sebelum terapi bekam dilakukan, jika kadar gula darah puasa dibawah
150 mg/dl dan ketika setelah makan tak lebih dari 250 mg/dl maka
pasien diabetes boleh untuk dilakukan tindakan terapi bekam.Jika
kadar gula darah melebihi ambang batas, tidak dianjurkan untuk
melakukan pembekaman terhadap pasien tersebut, karena bekam darah
yang mengharuskan adanya luka pada penderita diabetes sehingga bisa
mengalami infeksi dan lama penyembuhannya. (Hakim, M. S., &
Ismail, S. A. 2020).
Terapi bekam diabetes bisa diulang minimal 1 minggu setelah
terapi pertama selesai dilakukan, dan tergantung dari kondisi penderita
jika memungkinkan untuk dibekam. Jika tidak memungkinkan karena
kondisi pasien yang masih lemah, maka terapi selanjutnya bisa
dilakukan 2 meinggu sekali. (Hakim, M. S., & Ismail, S. A. 2020).
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari DM dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Komplikasi akut
a) Koma hipoglikemia
kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang
dari 60 mg/dl yang disebabkan oleh puasa disertai olahraga. Gejala
hipoglikemia dibedakan menjadi gejala ringan, sedang, dan berat. Gejala
ringan hipoglikemia meliputi tremor, takikardia, palpitasi, gelisah dan
rasa lapar. Gejala sedang hipoglikemia meliputi penurunan konsentrasi,
sakit kepala, vertigo, gerakan tidak terkoordinasi, bicara pelo, kebas pada
bibir dan lidah, perubahan emosional, serta gejala beratnya adalah kejang
dan kehilangan kesadaran. (Nabilah, S. 2019)
b) Krisis hiperglikemia
Ketoasidosis diabetes (KAD), adalah dampak dari patogenesis primer
DM yaitu defisiensi insulin. KAD pada penderita Dm tipe II dikarenakan
ketidakmampuan transpor glukosa ke dalam sel dan metabolisme glukosa
seluler menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi
dan akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa darah dari 300 hingga
800 mg/dl. Lemak akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta
hidroksibutirat, dan aseton. Ketoasidosis pada pasien DM adalah asidosis
metabolik ditandai dengan gejala mual, muntah, haus dan dehidrasi,
poliuri, penurunan elektrolit, nyeri abdomen, nafas bau keton,
hipotermiapernafasan Kussmaul dan penurunan kesadaran. (Lon Hendra,
L. H. 2018).
c) Hiperglikemia hiperosmolar nonketonik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 yang merupakan akibat dari tingginya kadar
glukosa darah dan kekurangan insulin secara relatif, biasanya ditemukan
pada orang dewasa dan lansia yang mengonsumsi makanan tinggi
karbohidrat. Perbedaaannya dengan ketoasidosis adalah, pada HHNK
tidak terjadi ketosis karena kadar insuli n masih cukup sehingga tidak
terjadi lipolisis besar-besaran. Kadar gula adarah yang tinggi
meningkatkan dehidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan komposisi
cairan intrasel dan ekstrasel karena pengeluaran urine berlebih. Dalam
kondiis ini terjadi pengeluaran urine berliter-liter, defisit cairan sekitar 6
sampai 10 liter dan potasium (kalium) sekitar 400 mEq. Gejala lainnnya
meliputi hipotensi, dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit
jelek), takikardia ( nadi lemah dan cepat), rasa haus yang hebat,
hipokalemia berat, tidak ada hiperventilasi dan bau napas serta tanda-
tanda neurologis (perubahan sensori, kejang, hemiparesis) (Wibowo, E. S.
2021). 
d) Efek Somogyi
Efek simogyi adalah penurunan unik kadar glukosa pada malam hari,
di ikuti oleh peningkatan rebound pada paginya Ditemukan oleh ilmuan
Hongaria, Michael somogyi pada tahun 1949. Penyebab
hipoglikimiamalam hari kemungkinan besar berkaitan dengan
penyuntikan insulin disore harinya. Hipoglikimia itu sendiri kemudian
menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hormon-hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga
pada pagi harinya terjadi hiperglikimia. Resiko terjadi efek somogyi juga
meningkatkan dengan menggunakan insulin NPH dalam terapi diabetes.
Oleh karena menyebab utama efek simogyi adalah dosis insulin yang
berlebihan, maka langkah pertama pencegahan adalah denga
memodofikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan apeaklees
analog long-acting, seperti glargine atau detemir (Gavinda, W. 2019).
e) Fenomena fajar (dawn phenomenon)
Fenomena fajar adalah hiperglikimia pada pagi hari (antara jam 5 dan
9) referensi lainya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi)yang tampak di
sebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.
Fenomena ini dapat di jumpai pada penderita diabetes tipe 1 dan 2.
Hormon lain yang melihatkan variasi sirkardian pada pagi hari adalah
kortisol dan hormon pertumbuhan, yang keduanya merangsang
glukoneogenesis (Asna, F. 2019).
2. Komplikasi kronik
a) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Pembuluh darah
besar dapat mengalami aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM.
Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskular otak (stroke),
penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi dan
gagal ginjal) (Syamsuddin, F., & Jusuf, M. I. 2021).
b) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena
perubahan mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal (Setyowati, W. W. 2019). 
c) Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan protein
dalam retina dan kerusakan endotel pembuluh darah.Perubahan ini dapat
berakibat gangguan dalam penglihatan. Neuropati terjadi karena
perubahan metabolik dalam diabetes mengakibatkan fungsi sensorik dan
motorik saraf menurun,yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan
persepsi nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala
yang paling di rasakan adalah kesemutan, kebas), saluran pencernaan
(neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan konstipasi),
kandungan kemih (kencing tidak lancar), dan reproduksi (impotensi).
(Setyowati, W. W. 2019). 
d) Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi
gangguan sirkulasi,terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan
hilangnya fungsi saraf sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi
trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya menjadi gangren.
(Romdhony, M. I. 2019). 
Asuhan keperawatan Teori
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Identitas pada DM beresiko tinggi terjadi pada umur > 45
tahun, dan jenis kelamin perempuan, untuk pekerjaan bisa terjadi
pada pekerjaan apapun, akan tetapi lebih beresiko pada orang yang
bermalas masalan dalam melakukan aktifitas. Pada pendidikan
rendah juga bisa terjadi diabetes mellitus dikarenakan kurangnya
pengetahuan akan informasi tentang pola hidup sehat.
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh klien seperti poliuria, polidipsi,
penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih,
peningkatan nafsu makan, penurunan tingkat kesadaran.Sering
menjadi alasan klien meminta bantuan kesehatan adalah dengan
alasan pusing dan kaki kesemutan pada ekstremitas.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh
anak, seperti, obesitas, riwayat demam reumatik hipertensi,
kongenital ,kerusakan arteial septal, trauma dada, dan riwayat
shock hipovolema.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat sudah
dilakukan pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan
sang anak terhambat, dan sang anak mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi atau masalah kesehatan lainnya
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh
orang tua seperti ibu pasien mengalami penyakit diabetes
militus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun atau meningkat
d. Tanda-Tanda vital
1) Tekanan darah : hipertensi
2) Suhu :normal
3) Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea
4) Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat
e. Head to toe
1) Kepala : Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan,
hematom/oedema
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
2) Rambut : Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit
kepala bersih, dan tidak rontok
3) Wajah : dilihat kesimetrisan wajah
4) Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan
pandangan, konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan adanya refleksi pada cahaya
5) Hidung : inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan
terdapat penumpukan lender atau ada tidak
6) Mulut : inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender
atau tidak serta dilihat mukosa kering atau tidak
7) Leher : inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda
kebesaran kelenjar tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran
kelenjar tiroid dan vena jugularis
8) Dada/Thorak
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri
tekan, frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa
atau tidak
Perkusi : terdapat bunyi sonor
Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll
9) Jantung
Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung
normalnya datar dan simetris pada kedua sisi
Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
10) Perut/Abdomen
Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung,
keras
Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi
Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati
dan masa atau tidak
Perkusi : untuk menentukan suara timpani
11) Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
12) Sistem integrumen
Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit kering,
tampa ada atropi otot, tornus otot menurun.
13) Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan
kesehatan menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan
kesehatan
b. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit
nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan
terakhir, kesulitan menelan, reaksi mual muntah, penurunan berat
badan haus,
c. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan
KulitKebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah
miksi (oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi
dan miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih,masalah bau badan, perspirasi berlebih, perubahan
pola berkemih (poliuria, nocturia, anuria,diare).
d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
letih lemah,sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tunus otot
menurunan.
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,
perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama
tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh
letih
g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan.Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
h. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal
klienPekerjaan.
i. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub
sex.
j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung penggunaan obat untuk menangani
stress.
k. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan
termasuk spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.
Daftar Pustaka
Abdi Pangestu, B. (2019). Gambaran Tingkat Pengetahuan, Pola Makan, Dan
Asupan Serat Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Rsud Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2019 (Doctoral Dissertation,
Poltekkes Tanjungkarang).
Agasi, R. W. (2019). Studi Kasus Pemberian Teh Daun Tin Untuk Menurunkan
Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Keputih Surabaya (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surabaya).
Aliyah, M. Z. (2021). Penerapan Diit Nutrisi Dengan Metode Ekspositori Tentang
Meal Planning Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii (Doctoral Dissertation,
Karya Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Magelang).
American Diabetes Association, 2019. Standards of Medical Care in Diabetes. The
Journal of Clinical and Applied Research and Education. Volume 42
Suplement 1
Anggraeni, R., & Mardhiyah, M. (2019). Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat
Antidiabetes Oral Pada Pasien Diabetes Tipe Ii Mellitus Di Puskesmas
Polowijen Kota Malang (Doctoral Dissertation, Akademi Farmasi Putera
Indonesia Malang).
Ardiani, H. E., Permatasari, T. A. E., & Sugiatmi, S. (2021). Obesitas, Pola Diet, Dan
Aktifitas Fisik Dalam Penanganan Diabetes Melitus Pada Masa Pandemi
Covid-19. Muhammadiyah Journal Of Nutrition And Food Science
(Mjnf), 2(1), 1-12.
Arumdani, R. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus
Dengan Masalah Keperawatan Risiko Infeksi Di Rsud Dr. Harjono
Kabupaten Ponorogo (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Asna, F. (2019). Aplikasi Rebusan Aloevera Pada Ny. W Dengan Ketidakstabilan
Kadar Glukosa Darah (Doctoral Dissertation, Tugas Akhir, Universitas
Muhammadiyah Magelang).
Astriani, N. M. D. Y., Putra, N. M. M., & Kep, M. (2020). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah I. Penerbit Lakeisha.
Bangun, V. T. (2020). Literature Review: Hubungan Sikap Dengan Kepatuhan
Pengobatan Pasien Diabetes Mellitus Tahun 2020.
Bintari, T. L. (2021). Gambaran Penggunaan Antidiabetes Oral Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Dharmarini Temanggung Periode
Desember 2020 (Doctoral Dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Magelang).
Boulton, J, Amstrong, D, Kirsner, R, Attinger C, Lavery L, Lipsky B, Mills J,
Steinberg, J, 2018. Diagnosis and Management of Diabetic Foot Complication.
The American Diabetes Association, Inc.
Budiawan, H., Permana, H., & Emaliyawati, E. (2020). Faktor Risiko Hipoglikemia
Pada Diabetes Mellitus: Literature Riview. Healthcare Nursing Journal, 2(2),
20-29.
Damayanti, A, 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta, Nuha Medika
Ermalinda, E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny T Dengan Diabetes
Melitus Di Puskesmas Koto Baru Kab. Pesisir Selatan Tahun 2018 (Doctoral
Dissertation, Stikes Perintis Padang).
Es, H. S., Decroli, E., & Afriwardi, A. (2018). Faktor Risiko Pasien Nefropati
Diabetik Yang Dirawat Di Bagian Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 149-153.
Gavinda, W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe Ii
Dengan Gangguan Integritas Jaringan Di Ruang Topaz Rsud Dr. Slamet
Garut.
Hakim, M. S., & Ismail, S. A. (2020). Thibbun Nabawi: Tinjauan Syari'at Dan
Medis. Gema Insani.
Hapsari, R. A., Sy, Y. W. C., & Konoralma, G. M. (2018, February). Pengaruh Air
Rebusan Biji Alpukat Dan Daun Pandan Terhadap Kadar Gula Darah
Penderita Dm Tipe Ii Di Puskesmas Panarung Dan Bukit Hindu. In Jurnal
Forum Kesehatan (Vol. 8, No. 1, Pp. 48-54).
Hilmawati, F., Khusna, K., & Pambudi, R. S. (2021). Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas
Sumberlawang (Doctoral Dissertation, Universitas Sahid Surakarta).
Hilmawati, F., Khusna, K., & Pambudi, R. S. (2021). Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas
Sumberlawang (Doctoral Dissertation, Universitas Sahid Surakarta).
Imelda, S. I. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes Melitus
Di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scientia Journal, 8(1), 28-39.
Indiana, S. (2018). Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pada Lansia Dengan Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Puskesmas Dtp
Rajamandala Kabupaten Bandung Barat.
Lestari, S. T. (2021). Asuhan Keperawatan Gangguan Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah Pada Lansia Keluarga Bapak R Di Desa Putra Aji 1, Kec.
Sukadana Kab. Lampung Timurprov. Lampungtahun 2021 (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).
Lon Hendra, L. H. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. H Dengan Diabetes
Melitus Tipe Ii Di Ruangan Ambun Suri Lantai Iii Rsud Dr. Achmad Mochtar
Bukitinggi (Doctoral Dissertation, Stikes Perintis Padang).
Manullang, B. T. (2021). Literature Review: Hubungan Self Management Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Tahun 2021.
Mardiana, D. C. (2018). Penerapan Rebusan Buah Pare Terhadap Penurunan Gula
Darah Pada Penderita Dibetes Militus Di Wonosalam (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
Muamanah, L. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus
Di Ruang Teratai Rsud Dr. R. Koesma Tuban (Doctoral Dissertation,
Poltekkes Kemenkes Surabaya).
Mulyanto, F. T. (2020). Inovasi Penerapan Pemberian Kapsul Ikan Gabus Terhadap
Penderita Ulkus Diabetes Melitus Tipe Ii (Doctoral Dissertation, Diploma,
Universitas Muhammadiyah Magelang).
Nabilah, S. (2019). Profil Penggunaan Obat Golongan Sulfonilurea Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Ibnu Sina
Gresik (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Gresik).
Oktasya, E. (2020). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Konstipasi (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
PPNI 2016, Standart diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
Diagnostik , edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI 2018, Standart intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
keperawatan ,edisi 1,Jakarta: DPP PPNI
PPNI 2018, Standart Luaran keperawatan Indonesia:Definisi dankriteria
keperawatan , edisi 1 ,Jakarta: DPP PPNI
Prakasa, M., Roifah, I., & Sudarsih, S. (2019). Pengaruh Jalan Kaki Terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.
Prasetyo, I. H. (2021). Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii Di
Puskesmas Kesamben Kabupaten Jombang (Doctoral Dissertation, Poltekkes
Kemenkes Surabaya).
Pratiwi, S. A. (2019). Hubungan Keyakinan Keluarga Dengan Perilaku Perawatan
Kaki Diabetes Mellitus Berbasis Self Efficacy Di Puskesmas Wonokromo Dan
Kebonsari Kota Surabaya (Doctoral Dissertation, Stikes Hang Tuah
Surabaya).
Putri, R. C. A. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Dalam
Mencegah Diabetes Melitus Pada Jemaah Haji Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kotagede I Yogyakarta (Doctoral Dissertation, Poltekeks Kemenkes
Yogyakarta).
Rahmania, Z. N. A. (2018). Pengaruh Diabetes Self Management Education (Dsme)
Terhadap Aktivitas Fisik Pada Pasien Dm Tipe 2 Di Prolanis Dr. Yunita
Klinik Ultra Medika Ponorogo (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).
Ramdanillah, M. (2019). Asuhan Keperawatan Tn. U Dengan Diabetes Mellitus Pada
Keluarga Tn. U Di Wilayah Kerja Puskesmas Benteng Kelurahan Benteng
Kota Sukabumi (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Sukabumi).
Rizal Sholehudin, A. C. H. M. A. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Diabetes Militus Dengan Suspect Stres Ulcer Di Ruang Hcu Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya (Doctoral Dissertation, Stikes Hang Tuah Surabaya).
Rohemah, L. (2020). Identifikasi Self Care Management Behavior Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Dusun Tonggal Barat Desa Meddelan Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surabaya).
Romdhony, M. I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus
Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Di Ruang Mawar
Rsud Dr. Harjono Ponorogo (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).
Saputri, R. D. (2020). Komplikasi Sistemik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 230-236.
Sari, D. N. (2018). Pengaruh Ekstrak Daun Pletekan (Reullia Tuberosa L) Terhadap
Kadar Glukosa Darah Padamencit Putih (Doctoral Dissertation, Stikes Insan
Cendekia Medika Jombang).
Setyowati, W. W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh Di Ruang Mawar Rsud Dr. Harjono Ponorogo (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Sudargo, T., Freitag, H., Kusmayanti, N. A., & Rosiyani, F. (2018). Pola Makan Dan
Obesitas. Ugm Press.
Sujatmiko, A. (2019). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan Pada Kasus Ulkus Diabetikum Pada Ny. S Di Ruang Bedah
Fresia Lantai 3 Rsu Handayani Kotabumi Lampung Utara Tanggal 13-15
Mei 2019 (Doctoral Dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).
Syahrir, S. S. (2021). Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Kayu Secang
(Caesalpia Sappan L.) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum)
Terhadap Kadar Gula Darah Tikus (Rattus Norvegicus) Diabetes
Mellitus (Doctoral Dissertation, Universitas Hasanuddin).
Syamsuddin, F., & Jusuf, M. I. (2021). Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian
Ulkus Diabetik Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Perawatan Bedah Rsud
Dr. Mm. Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Zaitun (Jurnal
Ilmu Kesehatan), 1(2).
Tanti, T. (2019). Aplikasi Seduhan Bubuk Kayu Manis Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah Pada Keluarga Ny. M Dengan Diabetes Mellitus Tipe
2 (Doctoral Dissertation, Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah
Magelang).
Tofure, I. R., Huwae, L. B., & Astuty, E. (2021). Karakteristik Pasien Penderita
Neuropati Perifer Diabetik Di Poliklinik Saraf Rsud Dr. M. Haulussy Ambon
Tahun 2016-2019. Molucca Medica, 97-108.
Wati, P. A. (2019). Gambaran Peran Keluarga Dalam Pencegahan Komplikasi Pada
Anggota Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mlati Ii (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Wibowo, E. S. (2021). Aplikasi Senam Tai Chi Untuk Menurunkan Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Dm Tipe Ii (Doctoral Dissertation, Karya Ilmiah,
Universitas Muhammadiyah Magelang).
Wijaya, A. P. D. P. (2020). Potensi Interaksi Obat Metformin Pada Pasien Lansia Dm
Tipe 2 Di Rawat Inap Rsud Kota Bandung.
Winarti, W., Widiyono, W., & Suwarni, A. (2020). Pengaruh Senam Kaki Diabetes
Melitus Terhadap Tingkat Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 (Doctoral Dissertation, Universitas Sahid Surakarta).
Wulandari, M. R. (2018). Hubungan Asupan Sumber Antioksidan (Vitamin C,
Vitamin E), Magnesium Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus
Tipe Ii Di Ruang Rawat Inap Rsud Tugurejo Semarang (Doctoral
Dissertation, Muhammadiyah University Semarang).
Wulandari, M. R. (2018). Hubungan Asupan Sumber Antioksidan (Vitamin C,
Vitamin E), Magnesium Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus
Tipe Ii Di Ruang Rawat Inap Rsud Tugurejo Semarang (Doctoral
Dissertation, Muhammadiyah University Semarang).
Yuniarto, P. F., & Lestari, S. (2020). Pengaruh Ekstrak Buah Belimbing Wuluh
(Averhoa Bilimbi) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dan Histologi
Pankreas Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diinduksi Streptozotocin. Java
Health Jounal, 6(1).
Zumana, P., & Atoy, L. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien An. L Dengan
Gangguan Sistem Pencernaan: Post Operasi Hernia Inguinalis Di Ruang
Perawatan Bedah Kelas Iii Rumah Sakit Palagimata Kota Bau-Bau (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).

Anda mungkin juga menyukai