Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Proposal ACC AMIR BAB I - BAB V Biaya Reklamasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting

bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumber daya

alamnya. Oleh karena itu, sumber daya alam perlu dijaga dan diperhatikan untuk

kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi kedepannya.

Manusia merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan

ataupun ekosistem. Dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia,

kebutuhan hidup pun meningkat, akibat terjadinya peningkatan permintaan akan

lahan seperti di sektor pertanian maupun pertambangan. Sejalan dengan hal

tersebut dan semakin hebatnya teknologi untuk memodifikasi alam, maka manusia

yang merupakan faktor yang paling penting dan dominan dalam merestorasi

ekosistem rusak.

Kegiatan pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan,

sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan

lingkungan yang selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup

manusia itu sendiri. Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan,

pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, bertanggung jawab terhadap

kerusakan ekosistem yang terjadi. Adapun akibat yang ditimbulkan antara lain

kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya lapisan

tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan), kekurangan unsur hara

yang penting, pH rendah, pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah


2

daripada logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi

makrob tanah. Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya

pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.upaya tersebut

bisa ditempuh dengan cara merehabilitasi lingkungan ataupun ekosistem yang

rusak. Dengan kegiatan rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu

memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan

lebih baik dari kondisi sebelumnya.

Kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan

penambangan berakhir, terutama pada lahan penambangan yang luas. Reklamasi

sebaiknya dilakukan secepatnya mungkin pada lahan bekas penambangan yang

telah selesai dieksploitasi, walaupun kegiatan penambangan tersebut secara

keseluruhan belum selesai karena masih terdapat deposit bahan tambang yang

belum ditambang. Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan

bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga

dapat dimamfaatkan kembali.

1.2. Batasan Masalah

Berdasarkan masalah pada latar belakang, adapun batasan masalah yang saya

angkat adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses persiapan reklamasi pasca penambangan yang

dilakukan oleh PT. Sinar Jaya Sultra Utama

2. Bagaimana tahapan reklamasi lahan bekas penambangan yang dilakukan

perusahaan guna mengembalikan fungsi lahan pasca penambangan.


3

3. Bagaimana langkah-langkah yang akan dilaksanakan tahapan reklamasi

sesuai dengan tatacara reklamasi yang baik dan benar.

4. Bagaimana proses pembiayaan kegiatan reklamasi mulai dari tahapan

persiapan sampai selesainya tahapan reklamasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapa besaran biaya persiapan reklamasi pasca

penambangan ataupun besaran dana untuk melakukan penutupan lahan

reklamasi dengan tanah penutup.

2. Untuk mengetahui tahapan dalam kegiatan reklamasi yang membutuhkan

dana, agar dapat diketahui besaran dana yang dilakukan dalam tahapan

reklamasi ini.

3. Untuk mengetahui besaran dana pelaksanaan reklamasi mulai dari tahapan

persiapan sampai dengan tahapan akhir dalam tahapan reklamasi lahan

pasca penambangan.
4

1.4. Pelaksanaan Kerja Praktek

Rencana Kegiatan

Minggu ke
No Kegiatan
I II III IV

Observasi ketempat
1. bekas penambangan

bijih nikel

Observasi lapangan dan

penanaman pohon
2.
ditempat bekas

penambangan

Pengumpulan data dan


3.
pengolahan data

4. Penyusunan laporan
5

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Profil Perusahaan

Lokasi Kerja Praktek (KP) ini di fokuskan pada PT. Sinar Jaya Sultra

Utama Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pertimbangan bahwa Perusahaan

tersebut merupakan salah satu perusahaan yang memperoleh izin dari pemerintah

setempat untuk melakukan penambangan. Berdasarkan peta SIG terbitan UPIPWP

(Unit Pelayanan Informasi Pencadangan Wilayah Pertambangan) Ditjen

Pertambangan Umum tahun 1999, koordinat wilayah penelitian terletak antara

(121° 00’ 00” - 122° 23’ 30”) BT dan (03° 00’ 00” - 04° 00’ 00”) LS dengan luas

wilayah izin usaha pertambangan (301 Ha), secara Administrasi termasuk wilayah

Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara,

Propinsi Sulawesi Tenggara. Berikut ini adalah peta blok izin usaha pertambangan

(IUP) operasi produksi PT. Sinar Jaya Sultra Utama.

2.2 Lokasi Dan Kesampaian Daerah

Untuk mencapai wilayah penelitian tersebut, dapat di tempuh dari Kolaka-

Kendari selama kurang lebih 5 jam dengan melewati jalur darat. Kemudian dari

Kendari – Kecamatan Lasolo Kepulauan dapat di tempuh dengan jalur darat

selama sekitar 6 – 7 jam. Adapun batas wilayah Kabupaten Konawe Utara adalah

sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Morowali. (Provinsi

Sulawesi Tengah) dan Kecamatan Routa (Kabupaten Konawe)


6

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bondoala, Kecamatan

Amonggendo, Kecamatan Meluhu, Kecamatan Anggaberi, Kecamatan

Tongauna, dan Kecamatan Aboki Kabupaten Konawe.

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Provinsi

Sulawesi Tengah) dan Laut Banda

2.3 Geologi Regional Kerja Praktek

2.3.1 Geologi Daerah Kerja Praktek

Endapan Bijih Nikel yang di temukan di daerah Kecamatan Lasolo termasuk

bijih Nikel Laterit yang terbentuk oleh hasil pelapukan batuan Ultrabasa. Jalur

batuan Ultrabasa tersebut di jumpai dari Lasusua sampai Lasolo. Singkapan

batuan Ultrabasa umumnya telah mengalami pelapukan, berwarna kuning coklat

berbintik hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan pada bagian tepi luar

atau pinggirnya. Pada pengamatan di lapangan terlihat adanya rekahan-rekahan

kecil yang umumnya terisi oleh mineral-mineral sekunder

( Silika dan Magnesit ). Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini di pengaruhi oleh

gaya-gaya Tektonik, sehingga proses pelapukan batuan terjadi dengan mudah.

Terdapat dua kelompok rekahan yaitu kelompok yang berarah Timur Laut sampai

Barat Daya dan kelompok yang berarah Tenggara. Kelompok pertama umumnya

di isi oleh mineral-mineral Krisopras, Garnierite, dan Asbes dan sedang kelompok

yang kedua umumnya di isi oleh mineral Kalsedon. Sebagian besar daerah

penambangan Nikel di daerah Lasolo terdiri dari tanah laterit dengan warna

merah. Berikut ini adalah peta geologi regional PT. Sinar Jaya Sultra Utama.
7

2.3.2 Struktur Geologi

Struktur Geologi yang di jumpai di wilayah Kerja Praktek adalah Sesar,

Lipatan, dan Kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah Barat Laut-Tenggara

searah dengan Sesar Geser Lurus mengiri Lasolo. Sesar Lasolo bahkan masih

aktif hingga saat ini. Sesar tersebut di duga ada kaitannya dengan Sesar Sorong

yang aktif kembali pada Kala Oligosen. Sesar Naik di temukan di daerah Wawo

sebelah Barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di selatan Lasolo, yaitu

beranjaknya batuan Ofiolit ke atas batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu,

dan Formasi Matano.

2.3.3 Stratigrafi

Posisi Sulawesi Tenggara sendiri terbentuk akibat tumbukan (Collition) dua

buah lempeng besar, yaitu : lempeng Benua yang berasal dari Australia dan

lempeng Samudra yang berasal dari Pasifik. Akibat tumbukan tersebut maka

daerah Sulawesi Tenggara berdasarkan Tektonostratigrafi terdiri dari 3 group

utama batuan penyusunnya, yaitu :

1. Continental Terrane

2. Ocenic Terrane

3. Sulawesi Molasse
8

a. Continental Terrane

Menurut Surono (1994) kepingan benua di lengan Tenggara Sulawesi di

namai mintakat benua Sulawesi Tenggara (Southeast Sulawesi Continental

Terrane) dan mintakat Matarombeo. Ini di dasari oleh keberadaan kedua kepingan

ini yang cukup besar di daerah Sulawesi Tenggara. Penamaan lain untuk mintakat

ini adalah keping benua Lajur Tinondo dan benua Renik Sulawesi Tenggara.

Mintakat benua Sulawesi Tenggara tersusun oleh batuan tertua berupa kompleks

batuan Malihan (Metamorfik Kompleks) berumur Paleozoikum. Kompleks batuan

Malihan di Sulawesi Tenggara terdiri dari Sekis, Kuarsit, Sabak dan Marmer

yang melampar dari Kolaka Utara hingga ke Selatan membentuk pegunungan

Tangkelemboke, Mendoke dan pegunungan Rumbia. Selanjutnya di terobos oleh

Aplit dan Diabas yang batuannya dapat di lihat di Sungai Ranteanging.

Kemudian pada akhir Trias pada mintakat benua di Sulawesi Tenggara di

endapkan Formasi Meluhu yang terdiri dari batu Pasir Kuarsa, Serpih Merah, batu

Lanau dan batu lumpur pada bagian bawahnya, perselingan Serpih Hitam, batu

Pasir dan batu Gamping di bagian atasnya. Selanjutnya di tindih takselaras

(unconformity) di atasnya oleh formasi Tampakura yang berumur Eosen-Oligosen

yang terdiri dari Oolit, Mudstone, Wackestone, Packstone dan sisipan batu Pasir,

Serpih, Lanau dan Napal di bagian bawahnya. Kedua formasi tersebut merupakan

batuan Sedimen Klastik dan batuan Sedimen Karbonatan. Sehingga menunjukkan

pada saat Mesozoikum di daerah Sulawesi Tenggara terdapat peristiwa perubahan

lingkungan pengendapan dari darat menjadi laut atau terjadi peristiwa Transgresi.
9

b. Oceanic Terrane

Oceanic Terrane di Sulawesi Tenggara terdiri dari kompleks Ofiolit dan

Sedimen Pelagic. Kompleks Ofiolit Sulawesi Tenggara merupakan bagian dari

lajur Ofiolit Sulawesi Timur di mana di atasnya di tutupi oleh Sedimen Pelagic.

Kompleks Ofiolit Sulawesi Tenggara di dominasi oleh batuan Ultramafik dan

Mafik yang terdiri dari Harzburgit, Dunit, Werlit, Lerzolit, Websterit, Serpentini t,

dan Piroksinit. Sedangkan untuk batuan Mafik terdiri atas Gabro, Basalt, Dolerite,

Mikro Gabro, dan Amfibolit. Untuk Batuan Sedimen Pelagic tersusun oleh Batu

Gamping laut dalam dan sisipan Rijang Merah.

c. Molasa Sulawesi

Molasa Sulawesi di Sulawesi Tenggara tersebar luas dan umumnya

menempati bagian Selatan dari Jazirah Sulawesi bagian Tenggara. Molasa

Sulawesi yang berada di Sulawesi Tenggara terdiri atas Sedimen Klastik dan

Sedimen Karbonatan. Sedimen Klastik dari Molasa Sulawesi terdiri atas Formasi

Langkowala dan Formasi Boepinang. Sedangkan Sedimen Karbonat yang

berasosiasi dengan Batu Pasir adalah Formasi Eomoiko.


10

BAB III
METODE PENELITIAN

2.1. Metode Penelian

Adapun metode penelitian dilakukan dengan cara :

1. Studi Literatur

Mempelajari informasi dan data yang diperoleh dari literatur maupun arsip

dari perusahaan yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan kegiatan

reklamasi lingkungan.

2. Studi Lapangan

Pengamatan langsung dilapangan yaitu pada PT. Sinar Jaya Sultra Utama

dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait.

2.2. Prosedur Metode

Adapun prosedur metode penelitian yang dilakukan yaitu :

 Teknik pengambilan data

a. Observasi

b. Interview

 Jenis data

a. Data primer

- Data pengukuran lahan pasca tambang

- Data biaya penutupan bekas lahan penambangan dengan tanah penutup

- Jenis tanaman dan biaya pengadaan tanaman


11

b. Data sekunder

- Peta lokasi penelitian

- Dan data yang dianggap perlu.

2.3. Bagan Alir Studi.

Studi Pustaka
Studi literatur
Peta daerah bekas penambangan

Praktek lapangan

Observasi lokasi tambang


Pengumpulan data
Dokumentasi

Pembahasan/hasil

Pengolahan data
Analisis data
Pembuatan laporan
12

BAB IV
LANDASAN TEORI

4.1. PRINSIP-PRINSIP REKLAMASI

4.1.1 Umum

Sumber daya alam meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan

nasional, oleh karena itu harus dimamfaatkan secara sebesar-besarnya untuk

kepentingan rakyat dan pembangunan nasional dengan memperhatikan

kelestarian.

Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut ialah

kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu

sektor penyumbang devisa terbesar negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan

pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tetap dapat menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain sebagai berikut :

 Penurunan produktivitas tanah

 Terjadinya erosi dan sedimentasi

 Terjadinya gerakan tanah/ longsor

 Gangguan terhadap flora dan fauna

 Permasalahan sosial

Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu

dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan diluar batas kewajaran.


13

Adapun prinsip dasar kegiatan reklamasi adalah sebagai berikut :

a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (holistic)

dari kegiatan penambangan.

b. Kegiatan reklamasi harus dlakukan sedini mungkin dan tidak harus

menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.

4.2 Defenisi Reklamasi

a. Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang

dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi pemberaian,

pengangkutan dan penimbunan.

b. Tambang permukaan ialah usaha penambangan dan penggalian bahan galian

yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara bebas.

c. Reklamasi ialah usaha memperbaiki (pemulihan kembali) lahan yang rusak

sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara

optimal sesuai dengan kemampuan.

d. Restorasi lahan bekas tambang ialah upaya mengembalikan fungsi lahan

bekas tambang menjai keadaan seperti semula.

e. Rehabilitasi lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan

meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara

optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun

sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.

f. Rehabilitasi lahan dan konservas lahan (RLKT), ialah usaha memperbaiki

(memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat


14

berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata

air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.

g. Batuan limbah adalah batuan yang tergali dalam proses penambangan tetapi

tidak diolah karena tidak atau sedikit mengandung mineral yang

dikehendaki.

h. Tailing adalah bahan dari hasil pengolahan bahan galian yang tidak

megandung nilai ekonomis lagi.

i. Bahan pembentuk asam ialah bahan yang jika berhubugan dengan air dan

udara dapat membentuk asam.

j. Revegetasi ialah usaha/kegiatan penanaman kembali pada lahan bekas

tambang.

k. Kerusakan lingkungan ialah penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat

kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam, melebihi kemampuan

tanpa memperhatikan kelestariannya.

l. Pencemaran ligkungan ialah perubahan kualitas lingkungan sebagai akibat

adanya zat beracun baik berupa bahan padat, cair maupun gas.

4.3 Dasar Hukum

Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan

hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. Peraturan - Pemerintah 78 tahun 2010 tentang reklamasi pasca tambang, (Tajib

Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).


15

b. Undang - Undang No. 23 tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan

lingkungan hidup, (Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).

c. Permenhut P39/2010 tentang pola umum, kriteria dan standar rehabilitasi dan

reklamasi hutan, (Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).

d. Permenhut P4/2011 tentang pedoman reklamasi hutan, (Tajib Alfiah Direktur

Eksekutif FORUM RHLBT).

e. Permenhut P60/2009 tentang pedoman penilaian keberhasilan reklamasi hutan,

(Tajib Alfiah Direktur Eksekutif FORUM RHLBT).

f. Undang - Undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba.

g. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan - Ketentuan

Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.

h. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL).

i. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 121 K/PE/1995 Pasal 1

adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki dan menata lahan yang

terganggu sebagai akibat usaha penambangan umum agar dapat berfungsi dan

berdaya sesuai dengan peruntukannya.

4.4 Perencanaan Reklamasi

Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam

pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini

reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus

sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan


16

program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus

diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai beriikut:

a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan;

b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan;

c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan

mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi;

d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai

tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan;

e. Mengembalikan tanah seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan

penggunaannya;

f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi;

g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas

penambangan;

h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan

untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus

tanah yang keras;

i. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan

bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman

yang sesuai dengan rencana rehabilitasi;

j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya; dan

k. Memantau dan mengelolah areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang

diharapkan.
17

4.5 Pelaksanaan Reklamasi

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana

tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah

selesai pada waktu yang telah ditetapkan dalam melaksanakan kegiatan reklamasi.

Perusahaan pertambangan bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang

telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang

mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya

merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi. Pekerjaan

teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan akhir (SPA),

membangun pengendali lereng, check dam, penangkap oli bekas (oil chater) dan

lail-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanaman, sistem penanaman

(monokultur, multiple croping) jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi

setempat, cover crop (tanaman penutup) dan lain-lain. Pelaksanaan rekamasi lahan

meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan

bentuk tambang (landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang

kadar rendah (low grade) yang belum dimanfaatkan.

b. Pegendalian erosi dan sedimentasi.

c. Pengelolaan tanah pucuk (top soil)

d. Revegetasi (penanaman kembali) atau pemamfaatan lahan bekas tambang

untuk tujuan lainnya.


18

4.6 Persiapan Lahan

4.6.1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang

Kegiatan pengamatan ini meliputi :

a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak

digunakan di lahan yang akan direklamasi.

b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan

berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.

c. Pembuangan atau penguburan potongan beton atau scrap pada tempat khusus.

d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen.

e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan

direklamasi.

4.6.2. Pengaturan Bentuk Lahan

Pengaturan bentuk lahan diesuaikan dengan kondisi topografi dan

hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi :

a. Pengaturan bentuk lereng

1) Pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air

limpasan, erosi dan sedimentasi serta longsor.

2) Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras.

b. Pengaturan saluran pembuangan air

1) Pengaturan pembuangan saluran air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur

air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan

lahan akibat erosi.


19

2) Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi)

dan luas areal yang direklamasi.

4.6.3 Pengaturan dan Penempatan Low Grade

Maksud pengaturan dan penempatan low grade (bahan tambang yang

mempunyai nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak

tererosi/hiang apabila ditimbun dalam waktu yang lama karena dapat

dimanfaatkan nantinya.

4.7 Rencana Desain Reklamasi

Adapun rencana desain yang coba diterapkan adalah reklamasi sistem pot,

pada metode ini dipakai campuran top soil dan pupuk kandang untuk membantu

tanaman tumbuh guna memulihkan tanah disekitarnya. lahan yang akan

dimanfaatkan dibersihkan, lalu digali sesuai ukuran dan jenis pohon yang akan

ditanam. Kemudian ukuran lubang juga mesti disesuaikan dengan jenis tanaman

yang akan ditanam serta jarak tanam yang di inginkan.

Keuntungan dari penggunaan cara tersebut adalah :

1. Tingkat keberhasilan tinggi.

2. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja.

3. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relative

murah.

4. Rekayasa lahan yang sangat efisien dan cocok diterapkan pada lahan-lahan

bekas galian yang sangat miskin hara.


20

Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah :

1. Memerlukan tambahan atau bahan media tanam lain untuk mengganti dan

menutup lubang galian lahan kritis tersebut.

2. Tampak yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya.

Adapun contoh pola desain reklamasi yang direncanakan adalah sebagai

mana gambar berikut :

Gambar 3.4 : Desain reklamasi PT. VALE INDONESIA Tbk

4.8 Pelaksanaan Reklamasi

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan

rencana tahunan pengelolaan lingkungan yang telah disetuju dan harus

sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan, dalam melaksanakan

kegiatan reklamasi perusahaan pertambangan bertanggung jawab sampai

kondisi/zona akhir yang telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang

mempengaruhi pelaksanaan reklamasi, pelaksanaan reklamasi umumnya


21

merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi, pekerjaan

teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan akhir (SPA),

bangunan pengendali lereng, check dam, dan lain-lain yang disesuaikan

dengan kondisi setempat. pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam,

sistem penanaman (monokultur, multiple croping), jenis tanaman yang

disesuaikan kondisi setempat, tanaman penutup dan lain-lain. pelaksanaan

reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan

bentuk tambang (landscaping), pengaturan/penempatan bahantambang kadar

rendah yang belum dimanfaatkan.

b. Pengendalian erosi dan sedimentasi.

c. Pengelolaan tanah pucuk (top soil).

d. Revegatasi (penanaman kembali) dan pemanfaatan lahan bekas tambang

untuk tujuan lainnya.

Untuk menghitung volume material digunakan persamaan sebagai berikut :

..................... (1)
V=AxT
Dimana :

V : Volume ((m 3 )

A : Luas Lahan Terbongkar (m2)

T : Tebal Top Soil (m)

Sedang untuk menentukan jumlah pohon yang akan ditanam dapat

menggunakan perhitungan sebagai berikut :


22

JP = A
JT ......................... (2)

Dimana :

JP : Jumlah pohon

A : luas lahan terbongkar (m)

JT : Jarak Tanam (m/pohon)

Sumber : ( Ir. Awang Suwandhi., M.Sc/Diklat perencanaan tambang

terbuka Unisba 30 Agustus – 07 September 2004 )

Mengingat sifat lahannya dan kegiatannya yang memerlukan penjelasan

rinci, maka kegiatan pelaksanaan reklamasi di atas, dalam BAB III ini

juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi khusus, reklamasi pada

infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang.

4.9 Pemerian Lahan

Pemerian lahan pembangunan merupakan hal yang terpenting untuk

merncanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi

dipengaruhi oleh berbagai faktor utama :

1. Kondisi iklim,

2. Geologi,

3. Jenis tanah,

4. Bentuk alam,
23

5. Air permukaan dan air tanah,

6. Flora dan fauna,

7. Penggunaan lahan,

8. Tata ruang dan lain-lain.

Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan.

Dari berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis

tanah merupakan faktor yang terpenting.

4.10 Pemetaan

Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya reklamasi

atau sebaliknya dengan sendirinya akan saling mendukung dalam pelaksanaan

kedua kegiatan tersebut. Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi

ditetapkan sesuai dengan kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan.

Rencana tahap reklamasi tersebut dilengkapi dengan peta skala 1 : 1000 atau

skala lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan reklamasi.

Selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala memadai.

Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan lingkungan,

misalnya kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak (siag),

penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam persediaan air,

pemukiman, sungai jembatan, jalan revegetasi dan sebagainya serta

mencantumkan tanggal situasi atau pembuatannya.

4.11 Peralatan Yang Digunakan


24

Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan,

sarana dan prasarana, antara lain : “Dump Truck”, Bulldozer, Excavator, traktor,

tugal, back hoe, sekop, cangkul, bangunan pengendali erosi (a.I susunan karung

pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong, pagar keliling), beton pelat baja untuk

menghindari kecelakaan dan lain-lain.

4.12 Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan

penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan

berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di

alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air

adalah: curah hujan, kemiringan lereng (topoografi), jenis tanah, tata guna tanah

(perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.

Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagai

berikut :

1. Meminimasikan areal terganggu dengan ;

a) Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi,

b) Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,

c) Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,

d) Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan.

2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan ;

a) Membuat teras-teras

b) Pembuatan saluran diversi (pengelak)


25

c) Pembuatan SPA

d) Dam pengendali

3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah)

a) Dengan penggaruan tanah searah kontur,

b) Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah

meningkat sebagai media perakaran tanahm

c) Pembuatan lubang-lubang tanaman, pengairan dan lain-lain.

4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan

a) Penyaluran air dari lokasi tambang keperairan umum harus sesuai

dengan perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa

Tambang,

b) Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak

mengandung sedimen,

c) Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan

permanen yang dilengkapi dengan saluran penggelak,

d) Letak bendungan ditempatkan sedmikian sehingga aliran air mudah

ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan

terlalu curam,

e) Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan

sebaliknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas

tanah,

f) Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan

saluran pelimpah (“Spillways”) untuk menangani keadaan darurat dan


26

saluran pembuatan (“decant”, “syohon”), dan lainnya yang dianggap

perlu,

g) Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check

dam dari beton, kayu atau dalam bentuk lain seperti pada gambar 3.21.

Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman teknis

yang telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum

No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada

Kegiatan Pertambangan Umum.

4.13 Pengelolaan Tanah Pucuk

Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk

dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh

bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan

pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanaman pucuk adalah:

1. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai

endapan bahan galian,

2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan

pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk

tidak melebihi dari 2 meter,

3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan

tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,


27

4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun

dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan

khusus dengan cara mengisolasi dan memisahkannya,

5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk

menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah,

6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan :

7. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi

sehingga perlu penangan konservasi tanah danpertumbuhan tanaman

dengan segera,

 Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka

terhadap erosi dapat dilihat pada tabel 3.1),

 Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur

dengan tanah bawah (sub soil),

 Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover

crop”) yang cepat tumbuh dan menutup permukaan,

8. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :

 Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),

 Sangat berlempung (60% lempung),

 Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,

 Mengandung khlorida 3%, dan

 Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400miliseimens/meter.

4.14 Revegetasi
28

Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan

teknis tanaman, persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan

penanaman dan pemeliharaan tanaman.

4.14.1 Penyusunan Rancangan Teknis Tanaman

Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang

menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis

pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tanaga kerja, kebutuhan biaya

dan tata waktu pelaksanaan kegiatan.

Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan

sosial ekonomi setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi atau bentuk lahan,

iklim, hidrologi, kondisi vegetasi awal, dan vegetasi asli. Sedangkan data sosial

ekonomi yang perlu mendapat perhatian antara lain demografi, sarana, prasarana,

dan eksesbilitas yang ada.

Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman jenis

tumbuhan asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim

dan kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu mengikuti

perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk

keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi dengan instansi yang

berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.

4.15 Persiapan Lapangan


29

Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan,

pengelolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat

penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai.

a. Pembersihan Lahan

Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam persiapan

lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman pengganggu

(alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik

tanpa ada persaingan dengan tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan unsur

hara, sinar matahari, dll.

b. Pengolahan Lahan

Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah

menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan dengan baik,

diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan.

c. Perbaikan Tanah

Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu

mendapatkan perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan

gypsum, kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan perlakuan

tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbuh tanaman.

4.16 Kriteria Keberhasilan Reklamasi


30

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas

tambang perlu mengacu pada kriteria sebagai berikut :

4.16.1 Penataan Lahan

1. Pengisian kembali lahan bekas tambang

a. Luas areal yang diisi kembali (ha).>90% daria areal yag harus diisi.

b. Jumlah bahan/ material pengisi (m3).>90%dari jumlah tanah penutup yang

digali.

2. Pengaturan permukaan lahan (regrading)

a. Luas areal diatur (ha).>90% dari luas areal yang ditimbun kembali.

b. Kemiringan lereng

c. Tinggi, lebar dan panjang ters (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan

kemiringsn lereng.

3. Penaburan/penempatan lahan pucuk.

a. Luas daerah yang diatur (ha),>90% dari areal yang harus diisi

b. Jumlah tanah pucuk yang ditabur,>90% dari atanah pucuk yang digal dan

disimpan.

c. Ketebalan tanah pucuk (cm), >80%dari ketebakan tanah pucuk semula

pada areal tersebut.

d. Perbaikan kualitas tanah mellui pengapuran (ton/ha). Sehingga pH tanah

menjadi 5,0-7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.

4. Pengendalian erosi dan pengelolaan tambang


31

a. Pembuatan banguan pengendai erosi, jenis, jumalah dan kualitasnya sesuai

dengan rencana.

b. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana.

5. Revgetasi

1. Pengadaan bibit

a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan.

b. Jumlah (batang/kg). Sesuai dengan rencana.

2. Penanaman

a. Jumalh real yang akan ditanam (ha),>90%dari areal yang telah diatur

kembali.

b. Jumla yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana.

c. Jara k tanaman (m x m), sesuai dengan rencana.

3.Pemeliharaan

a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuaimdengan jumlah tanaman yang

mati.

b. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai

dengan rencana.

c. Tanaman bebas gulma, >90% hama dan penyakit.

4.Tingkat Pertumbuhan Tanaman

a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)

b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya >80%


32

BAB V
PENUTUP

Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan Proposal Kerja Praktek ini

masih banyak kekurangan didalamnya, oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Proposal Kerja

Praktek ini.

Demikian Proposal Kerja Praktek ini dibuat untuk kiranya dapat menjadi

acuan pada saat melakukan Kerja Praktek nantinya.

Kolaka, April 2017


Penyusun,

AMIR

Anda mungkin juga menyukai