Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Nama 4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Nama : Laila Nur Azzizzah

Kelas : 2F Manajemen Pemasaran


No Absen : 13
UAS PERPAJAKAN
1. PPN merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai yang muncul
karena pemakaian faktor-faktor produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan
Jasa Kena Pajak (JKP).
Contoh Perhitungan
Toko Nita menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar
Rp6.000.000. Hitunglah, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?
Jawab:
Total DPP atas penjualan 20 kulkas:
20 x Rp.6.000.000 = Rp.120.000.000
PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp.12.000.000
Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar
Rp.12.000.000.

PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang
mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau
mengimpor barang mewah.

Contoh Perhitungan
PT. Tunas Rahayu mengimpor BKP yang tergolong mewah dengan nilai impor senilai
Rp.200.000.000. Atas impor tersebut dikenai PPN sebesar 10% dan PPnBM sebesar 30%.
DPP atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah senilai Rp.200.000.000 tidak
termasuk PPN (sebesar 10%) dan PPnBM (sebesar 30%) yang dikenakan atas impor BKP
tersebut. Berapakah jumlah yang harus dibayarkan PT. Tunas Harapan atas impor BKP
yang tergolong mewah tersebut?
Jawab:
DPP (nilai Impor) = Rp.200.000.000
PPN (Rp.200.000.000 x 10%) = Rp. 20.000.000
PPnBM (Rp.200.000.000 x 30%) = Rp. 60.000.000+
TOTAL = Rp.280.000.000
Jadi, PT. Tunas Rahayu harus membayar impor BKP senilai Rp.280.000.000.
Fiskus PPN dan PPn BM (pajak) juga kesulitan penerapan oleh pihak Wajib Pajak itu
sendiri.Dalam perkembangannya, PPN yang terbit tahun 1983 dan mulai berlaku sejak
tahun 1985 ini, terkenal dengan Undang‐undang PPN tahun 1984 PPN termasuk jenis
pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang/pemberi jasa) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,
penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia
tanggung. Sedangkan menurut mekanismenya, PPN harus dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh pada pihak pedagang atau produsen.

Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran
dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual
produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,
memperoleh, atau membuat produknyasaha Kena Pajak yang disingkat PKP.

Metode Perhitungan PPN Metode penghitungan PPN ada tiga cara sebagai berikut :
a. Subtraction Method (pengurangan secara langsung), yakni dengan cara mengalikan
tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli
b. Indirect Substraction Method ( pengurangan secara tidak langsung ), yakni dengan
cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas
penyerahan barang atau jasa dengan PPN yang dibayarkan kepada penjual atau
pengusaha jasa lain atas perolehan barang dan atau jasa.
c. Addition Method (Metode penghitungan nilai tambah),yakni mengalikan tarif PPN
dengan hasil penjumlahan unsur‐unsur nilai tambah.
Penerapan Perhitungan PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN dan PPnBM
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:
o ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
o ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
o ekspor Jasa Kena Pajak.
3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200%
(dua ratus persen).
4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada
barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa
PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan:
1. Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
2. Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
3. Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
4. Mengamankan penerimanaan negara
Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja,
yaitu pada saat:
1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Pemungutan pajak barang mewah ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang
mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut
(lebih dari sekali atau hanya sekali saja)

Menurut undang-undang, yang termasuk dalam barang mewah dan wajib pajak PPnBM
adalah barang yang tergolong dalam kategori berikut:
1. Barang tersebut tidak termasuk bahan kebutuhan pokok.
2. Barang tersebut hanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu.
3. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status kekayaan semata.
4. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat dengan pendapatan tinggi.
Jadi jika Anda merasa membeli barang yang sesuai dengan salah satu atau lebih dari
kategori di atas, maka Anda diwajibkan membayar PPnBM.
Menurut Undang-Undang PPN, untuk menghitung besaran PPnBM dibutuhkan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:
1. Harga jual
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta penjual karena adanya barang
kena pajak (BKP).
1. Biaya penggantian
Nilai berupa uang termasuk semua biaya penyerahan, ekspor jasa kena pajak (JKP) atau
ekspor BKP tidak berwujud dan tidak termasuk dalam PPN.
1. Nilai impor
Nilai berupa uang yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang sudah terkena pajak,
dan cukai impor BKP.
1. Nilai ekspor
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak eskportir.
1. Nilai lainnya
Nilai berupa uang dengan jumlah yang ditetapkan sebagai DPP sesuai keputusan menteri
keuangan.
Mekanisme Pengenaan PPnBM
Mekanisme pengenaan PPnBM sedikit berbeda dengan PPN. Mekanisme pemungutan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan faktur pajak sebagaimana
diisyaratkan dalam pemungutan PPN. Hanya saja, bagi PPnBM tidak dikenal istilah pajak
masukan, sehingga tidak dikenal sistem pengkreditan seperti dalam PPN.
Rumus Perhitungan PPnBM dan PPN di Indonesia
Untuk melakukan perhitungan PPnBM, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih
dahulu tentang tarif PPN dan PPnBM di Indonesia. Tarif PPN saat ini sebesar 10% yang
meliputi:
1. Ekspor BKP berwujud.
2. Ekspor BKP tidak berwujud.
3. Ekspor JKP.
Sedangkan pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam
beberapa kategori sebagai berikut:
1. Tarif 10% untuk kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat
pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
2. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai
jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang.
3. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya
combi, pick up, dan minibus.
4. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal,
bus, dan barang pecah belah.
PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)
Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP tergolong mewah =
0%.
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No.42 tahun 2009, PPnBM dikenakan atas
Penyerahan BKP tergolong mewah yang diserahkan oleh pengusaha yang menghasilkan
BKP barang mewah. Dilakukan di dalam daerah pabean dan dilakukan dalam kegiatan
usaha/pekerjaan pengusaha
PPnBM dikenakan atas:
 Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
 Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
 Barang yang dikonsumsi untuk menunjukan status atau barang umumnya
digunakan oleh masyarakat berpenghasilkan tinggi.
Pengusaha Kena Pajak
PKP adalah pribadi/badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha/pekerjaannya
menghasilkan BKP, mengimpor BKP, mengekspor BKP serta melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha JKP/ memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean.
Berikut ini beberapa contoh subjek PPnBM:
 Pengusaha Kena Pajak yang meliputi pabrikan/ produsen.
 Pengusaha real estate,importir, indentor.
 Pengusaha bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.
 Pemegang hak paten dan merk dagang.
 Kontraktor/ sub kontraktor bangunan.
Pengusaha yang memilih menjadi PKP
Meliputi eksportir dan pedagang yang menyerahkan BKP kepada PKP.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih
menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada
nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang
atau jasa tertentu yang dikonsumsi.
Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah
dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.
Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek
ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar)
oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen
tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak
yang dipikul oleh konsumen.
Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia adalah berasal dari pajak.
Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara
khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan
benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu para wajib pajak juga harus
rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga Negara
Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi subjek pajak, objek pajak, serta
tarif pajak yang berlaku di Negara Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak

2. PPh Final dapat diartikan sebagai sebuah penyederhanaan dalam metode penghitungan
pajak penghasilan atau PPh. Umumnya, pajak penghasilan atau PPh akan dihitung
berdasarkan penghasilan neto atau penghasilan bersih. Penghasilan neto dapat diketahui
dengan melakukan penghitungan penghasilan bruto yang dikurangi dengan biaya-biaya
lainnya. Namun, tidak semua biaya bisa untuk dikurangkan. Terdapat beberapa biaya
yang boleh dikurangkan, dan yang tidak boleh dikurangkan. PPh final ini merupakan
pajak yang akan dikenakan secara langsung ketika seorang wajib pajak menerima atau
memperoleh penghasilan.PPh yang sudah dipotong ataupun dibayarkan tersebut juga
bukan termasuk ke dalam kredit pajak pada SPT Tahunan. Secara sederhana, perbedaan
antara PPh Final dan Tidak Final yaitu PPh final berarti pajak yang sudah selesai.
Sementara itu, PPh tidak final adalah kebalikan dari PPh Final, yaitu pajak yang belum
selesai. Untuk lebih memahaminya, anda bisa memperhatikan perbedaan PPh Final dan
Non Final berikut ini.
 Berbeda Sistem Hitungnya
PPh final dapat dihitung secara langsung sebagai satu kesatuan tanpa perlu dikaitkan
dengan perhitungan penghasilan lainnya yang diperoleh. Kemudian untuk PPh tidak final
biasanya penghitungan akan diperoleh dari penghasilan bruto yang ditambah dengan
biaya lain.
Dimana biaya lain yang dimaksud seperti biaya perolehan, pemeliharaan, dan penagihan.
Jadi, kesimpulannya adalah apabila penghasilan yang diperoleh termasuk ke dalam PPh
final, maka tidak perlu untuk dihitung lagi guna mengetahui berapa pajak terutang.
 Tarifnya Berbeda
Untuk pajak penghasilan atau PPh final, tarif yang bisa dikenakan adalah tarif umum
progresif yang sudah tercantum dalam pasal 17 UU PPh. Sedangkan untuk tarif dan dasar
pemungutan pajak penghasilan atau PPh non-final telah diatur oleh Peraturan Presiden
atau Peraturan Menteri Keuangan.
 Waktu Penyetoran Berbeda
PPh final memiliki jumlah pajak yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri dan
dikreditkan pada SPT tahunan. Sedangkan untuk PPh tidak final anda baru bisa
melaksanakan kewajiban pajak begitu menyetorkan dan melaporkan SPT tahunan.
Transaksi yang dilakukan dalam PPh non-final dianggap sudah lunas ketika anda selesai
melakukan perhitungan pajak akhir tahun.
Dalam ketentuan PPh Final, penghasilan tidak digabungkan dengan penghasilan lain
yang dikenai tarif umum dalam SPT Tahunan PPh Badan. Sedangkan PPh Tidak Final
penghasilan akan digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum.
Pada PPh Final, biaya yang berhubungan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang dikenai beban pajak tidak dapat dikurangi. Sedangkan, pada PPh Tidak
Final biaya-biaya tersebut dapat dikurangkan.
 Bukti potong pada PPh final tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi
pihak yang dipotong dan atau pihak yang dipungut. Sedangkan, PPh Tidak Final
memiliki bukti potong yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak
yang dipotong ataupun dipungut.
Penghasilan yang yang termasuk ke dalam kategori PPh final yaitu:

 Penghasilan yang diperoleh dari bunga deposito dan tabungan


 Penghasilan yang diperoleh dari bunga obligasi
 Penghasilan yang diperoleh dari hadiah undian
 Penghasilan yang diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek
 Penghasilan yang diperoleh dari usaha jasa konstruksi
 Penghasilan yang diperoleh dari sewa tanah dan bangunan
 Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan pelayaran Indonesia
 Penghasilan yang diperoleh dari wajib pajak luar negeri yang memiliki kantor
perwakilan di Indonesia
 Penghasilan neto fiscal

Undang-undang yang mengatur PPh Final


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-
penghasilan tertentu.
Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk
mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan,
kemudahan, serta pengawasan.
Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun
demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19,
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh
final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan
penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). N
amun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan
merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
Objek Pajak PPh Final
 PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan  serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
 PPh atas Bunga Obligasi.
 PPh  atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
 PPh atas Hadiah Undian.
 PPh atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
 PPh atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham
atau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan Usahanya.
 PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
 PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estate dalam Skema Kontrak Investasi.
 PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
 PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
 PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
 PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri.
 PPh atas Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor
Perwakilan Dagang di Indonesia.
 PPh atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap

Pajak Penghasilan Tidak Final


sistem pemungutan pajak ini tidak akan memotong suatu penghasilan saat itu juga. Wajib
pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan sebelum melaporkan pajak.
Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas apabila perhitungan dan pelaporan pajak di
akhir tahun telah selesai.
Perhitungan dari PPh non final ini dapat dihitung dari penghasilan bruto. Kemudian
penghasilan bruto tersebut nantinya akan ditambah dengan biaya lain.Untuk biaya lain ini
dapat berupa biaya perolehan, pemeliharaan, dan juga biaya tagihan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika penghasilan yang didapat dikenakan PPh final maka tidak perlu
untuk dihitung kembali.

Selanjutnya dapat dilihat dari tarif yang dikenakan untuk setiap penghasilan yang
dikenakan. Di mana tarif yang dikenakan untuk kedua jenis PPh ini tentunya sangat
berbeda. Meskipun begitu tarif untuk PPh ini tentunya berasal dari peraturan yang ada.
Karena tarif tersebut memang sudah diatur terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum
memberikan kesepakatan tari yang berlaku.

Objek Pajak PPh Tidak Final


 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh.
 Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
 Laba usaha.
 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
 Dividen.
 Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
 Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.
 Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
 Premi asuransi.
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
Kelola sistem perpajakan bisnis dengan cepat, mudah dan akurat menggunakan software
akuntansi yang memiliki fitur perpajakan terlengkap seperti Accurate Online.Accurate
Online adalah software akuntansi berbasis cloud yang sudah dikembangkan sejak 20
tahun lalu dan memiliki fitur terbaik dan sesuai dengan kebutuhan bisnis di
Indonesia.Dengan menggunakan Accurate Online, Anda tidak hanya akan mendapatkan
fitur pembukuan namun juga solusi pengelolaan pajak seperti E-filing, E-Billing, E-faktur
dan masih banyak lagi.Jadi untuk apa menggunakan aplikasi perpajakan lainnya jika
Accurate sudah menyediakan fitur perpepajakan lengkap dengan proses pembukuan yang
mudah.
3. Jawab
Penghasilan
 Penghasilan Teratur
Gaji Pokok = Rp. 10.000.000
Tunjangan transport & makan = Rp. 5.000.000
JKK = 0,24%
JKM = 0,3%
 Penghasilan tidak Teratur
THR = Rp.10.000.000
 Pengurang
Biaya Jabatan = 5%
PTKP (K/1) = Rp.63.000.000
a) Perhitungan PPh 21
Gaji Pokok = Rp.10.000.000
Tunjangan = Rp. 5.000.000
JKK (0,24% X 10.000.000) = Rp. 24.000
JKM (0,3% X 10.000.000) = Rp. 30.000 +
Penghasilan Teratur Sebulan = Rp.15.054.000

Penghasilan neto Setahun


(12 x Rp. 15.054.000) = Rp. 180.648.000
Penghasilan Tidak Teratur (THR) = Rp. 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Setahun = Rp. 190.648.000

Pengurang:
Biaya jabatan
(5% x 190.648.000) = Rp. 6.000.000 -
Nb. Max. 6.000.000
Penghasilan Netto Setahun = Rp. 184.648.000
PTKP K/1 = Rp. 63.000.000 -
Penghasilan kena pajak setahun = Rp. 121.648.000

PPh Terutang Setahun


5% x 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x 71.648.000 = Rp.10.747.200+
Total = Rp. 13.247.200

b) PPh Pasal 21 Bulan mei


(Rp.13.247.200/12) = Rp. 1.103.933

Anda mungkin juga menyukai