Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Identifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PERANCANGAN & MANAJEMEN DAS


Identifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS)

DISUSUN OLEH :
NAMA : MOCHAMMAD FAIZ M
NIM : 185100900111010
KELOMPOK : M2
ASISTEN :
Arofah Al Musfira Makaby Haris Azhari
Dinda Amelia Ramadhani Muthia El Afwa
Farihatun Na’imah Yuliana Maghfiroh
Fikar Razani Zalfa Karina

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan jumlah penduduk, tekanan sosial ekonomi, dan tekanan
pembangunan, menyebabkan penurunan kondisi sumberdaya alam. Terutama
sumberdaya tanah, dan air termasuk kondisi DAS. Hal ini dikarenakan timbulnya
kerusakan vegetasi penutup tanah yang merupakan faktor terpenting dalam
memelihara ketahanan tanah terhadap erosi, dan kemampuan tanah dalam meresap
air.
Daerah Aliran Sungai berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah
resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air.
Wilayahnya meliputi bagian hulu bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa wilayah
lindung, wilayah budidaya, wilayah pemukiman dan lain-lain. Daerah aliran sungai
ditentukan berdasarkan topografi daerah tersebut. Pada peta topografi batas DAS
dapat ditentukan dengan cara membuat garis imajiner yang menghubungkan titik yang
memiliki elevasi kontur tertinggi disebelah kanan dan kiri sungai yang ditinjau. Untuk
menentukan luas daerah aliran sungai dapat ditentukan dengan planimeter.

1.2 Tujuan
a. Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan definisi DAS.
b. Mampu menentukan batas DAS.
c. Mampu menentukan luas DAS, kemiringan, jaringan, dan ordo sungai, tipe DAS,
dan sungai terpanjang.
d. Mampu mengidentifikasi faktor penyebab dan dampak akibat terjadinya degradasi
kualitas DAS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai


Daerah aliran sungai (DAS) merupakan ruang di mana sumberdaya alam,
terutama vegetasi, tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebagai wilayah, DAS juga dipandang sebagai ekosistem dari daur air,
sehingga DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami. Batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Paimin et.al,
2012).
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Secara
ringkas definisi tersebut mempunyai pengertian DAS adalah salah satu wilayah
daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai
utama ke laut atau danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah sekitarnya (DAS-DAS
lain) oleh pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan gunung (Putri, 2011).

2.2 Tipe Bentuk DAS


Sub DAS Sengarit memiliki bentuk memanjang dengan anak-anak sungai
langsung masuk ke induk sungai sehingga bentuknya seperti bulu burung. Bentuk ini
biasanya akan menyebabkan debit banjirnya relatif kecil, karena perjalanan banjir
dari anak sungai berbeda-beda waktunya. Namun sebaliknya, jika terjadi banjir akan
berlangsung relatif lama, karena menyebabkan konsentrasi debit puncak ke sungai
lainnya memerlukan waktu yang relatif lama (Imliyani, 2014).
Menurut Zevri (2014), bentuk bentuk DAS dapat dibagi dalam empat, antara
lain:
a. Bentuk Memanjang / Bulu Burung
Bentuk DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena waktu tiba
banjir dari anak-anak sungainya yang terletak dikiri kanan sungai utama berbeda-
beda. Contoh bentuk DAS memanjang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bentuk DAS Memanjang / Bulu Burung

b. Bentuk Radial
Bentuk DAS ini menyerupai kipas, debit banjir terjadi pada titik pertemuan
anak-anak sungainya meskipun tidak lama. Anak sungai terkonsentrasi ke satu
titik secara radial. Contoh bentuk DAS Radial dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bentuk DAS Radial

c. Bentuk Pararel
Bentuk DAS ini mempunyai  corak dimana 2 jalur aliran sungai yg sejajar,
bersatu dibagian hilir. Debit banjir terjadi pada  bagian hilir. Contoh bentuk DAS
paralel dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Bentuk DAS Pararel

d. Bentuk Kompleks
Bentuk kompleks merupakan gabungan dari bentuk bentuk dasar yang
ada diatas. Contoh bentuk DAS kompleks dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bentuk DAS Kompleks

2.3 Bagian-Bagian DAS serta Peruntukan dan Pemanfaatannya


DAS merupakan ekosistem alam yang dibatasi oleh punggung bukit. Air hujan
yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir pada sungai-sungai yang akhirnya
bermuara ke laut atau ke danau. Pada Daerah Aliran Sungai dikenal dua wilayah
yaitu wilayah pemberi air (daerah hulu) dan wilayah penerima air (daerah hilir). Kedua
daerah ini saling berhubungan dan mempengaruhi dalam unit ekosistem Daerah
Aliran Sungai (DAS). Fungsi Daerah Aliran Sungai adalah sebagai areal
penangkapan air (catchment area), penyimpan air (water storage) dan penyalur air
(distribution water) (Fuad, 2014).
Di dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai, sungai yang berfungsi sebagai
wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landskap bumi,
sehingga kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi Daerah Aliran Sungai.
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah
tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan
aktivitas manusia yang ada di dalamnya. Perubahan kondisi kualitas air pada aliran
sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan yang ada.
Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan
permukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak
terhadap kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai (Agustiningsih et al,
2012).

2.4 Manfaat dan Tujuan Pengelolaan DAS Terpadu


Berdasarkan pengertian batasan diatas, maka dapat diberikan pengertian
bahwa pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan
sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan
pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
Dilihat dari aspek pengelolaan terpadu hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain
tersebut merupakan sasaran atau obyek yang akan dikelola, dengan demikian dapat
dilihat adanya keterkaitan antara ekosistem, DAS dan pengelolaan terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu harus mengupayakan agar unsurunsur struktur ekosistem
seperti : hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain (Agustiningsih et al, 2012).
Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dilakukan untuk mengatur hubungan
timbal balik antara sumber daya alam dalam DAS dan manusia agar terwujud
kelestarian ekosistem serta menjamin keberlanjutan manfaat sumber daya alam
tersebut bagi manusia. Artinya, setiap bentuk pemanfaatan sumber daya alam
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian DAS. Dengan
demikian manusia dapat memperoleh manfaat sumber daya alam dan jasa
lingkungan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Pengelolaan sumber
daya alam dapat dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh komponen
masyarakat desa (Halim, 2014)

2.5 Permasalahan/Isu pada DAS di Indonesia


DAS Blukar seperti aktivitas permukiman, pertanian dan industri diperkirakan
telah mempengaruhi kualitas air Sungai Blukar. Aktivitas permukiman dan pertanian
menyebar meliputi segmen tengah DAS. Hasil pemantauan kualitas air sungai yang
dilakukan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kendal pada Sungai Blukar tahun
2006 menunjukkan parameter COD, belerang sebagai H2S dan Phenol tidak
memenuhi kriteria mutu air kelas II serta pada tahun 2007 parameter Timbal (Pb),
Phospat (PO4), Chlorine bebas (Cl2) tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Agustiningsih et al, 2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari BP DAS Tondano Provinsi Sulawesi
Utara, DAS Malalayang merupakan Sub DAS dari Daerah Aliran Sungai Tumpaan.
Dalam “Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai Tumpaan” yang dilakukan oleh
BP DAS Tondano menyatakan bahwa dengan adanya perkembangan/pertumbuhan
penduduk yang cukup pesat pada wilayah DAS Malalayang berakibat kepada
intensitas penggunaan lahan yang semakin tinggi dan kecenderungan meluasnya
lahan untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan serta tempat tinggal.
Pemanfaatan lahan yang kurang bijaksana oleh masyarakat yang bermukim pada
wilayah DAS Malalayang akan menimbulkan berbagai gangguan ekosistem antara
lain terganggunya tata air DAS yang mengakibatkan banjir dan erosi (Halim, 2014).

2.6 SIG
2.6.1 Definisi dan Fungsi SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi
berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis, serta
memanggil data bereferensi geografis yang berkembang pesat pada lima tahun
terakhir ini. Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan kepada para
pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang
akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek keruangan( spasial).
Dengan adanya teknologi ini maka akan memudahkan dalam hal pemetaan lahan,
salah satunya lahan pertambangan (Wibowo, 2015).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu solusi yang dapat
menentukan lokasi yang sesuai untuk memetakan lahan dengan melakukan
interpolasi dan analisis data. SIG merupakan data spasial dalam bentuk digital yang
diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan informasi kawasan yang sesuai untuk pemetaan lahan (Rofizar,
2017).

2.6.2 Flow accumulation


Fitur flow accumulation digunakan untuk menentukan akumulasi aliran dari
setiap sel. Suatu sel yang memiliki flow accumulation 0 menunjukkan jika tidak ada
satu sel pun yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut, demikian juga jika
suatu sel memiliki flow accumulation 100, maka akan terdapat sejumlah 100 sel
yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut. Semakin tinggi nilai flow
accumulation suatu sel maka semakin tinggi juga potensi air akan terakumulasi
pada sel tersebut. Output dari fitur flow accumulation adalah data raster dengan nilai
pada sel adalah jumlah sel yang akan menyumbangkan air kepadanya (Syusanto,
2016).

2.6.3 Flow direction


Flow Direction digunakan untuk menentukan arah aliran dari setiap sel, yaitu
arah penurunan yang paling curam (steepest path). Suatu sel dikelilingi oleh
sebanyak 8 buah sel tetangga. Oleh karena itu akan terdapat delapan kemungkinan
arah flow direction. Jika arah penurunan paling curam adalah ke arah utara, maka
nilai flow direction pada sel tengah adalah 64. Kemungkinan nilai flow direction yang
lain adalah 1 (timur), 2 (tenggara), 4 (selatan), 8 (barat daya), 16 (barat), 32 (barat
laut), 64 (utara) dan 128 (timur laut). Output dari fitur flow direction adalah suatu
data raster yang setiap selnya memiliki arah dengan diwakili oleh nilai 1, 2, 4, 8, 16,
32, 64 atau 128 (Syusanto, 2016).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Pelaksanaan Praktikum materi Identifikasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
dilakukan pada hari Rabu, 14 Oktober 2020 pada pukul 08.20 - 10.00 WIB dan
dilakukan kediamaan masing-masing menggunakan platform google meet.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum Beserta Fungsinya


 Laptop : Untuk menjalankan aplikasi SIG
 Modul : Sebagai panduan dalam menyusun TM dan laporan
 Peta DAS : Sebagai bahan yang akan diidentifikasi
 Peta Administrasi : Sebagai bahan yang akan diidentifikasi
 Aplikasi SIG : Alat yang digunakan untuk mengidenfitikasi DAS

3.3 Cara Kerja

Alat dan Bahan


Disiapkan

Daerah aliran sungai


Ditentukan DAS yang
akan diiedntifikasi
Peta wilayah DAS
Dikumpulkan peta wilayah DAS
untuk mengumpulkan informasi
DAS kali Brantas
Diidentifikasi DAS yang dipilih beserta
permasalahan yang ada di hulu ke hilir DAS
Saran
Diberikann saran dan rekomendasi
terkait identifikasi
Laporan
Dibuat berdasarkan hasil praktikum

Pesentasi
Dijelaskan hasil akhir

Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisik DAS Kelompok
4.1.1 Luas DAS
Kali Brantas (sekitar 320 km) adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang
merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Terdiri
dari 6 Sub DAS, 32 Basin Block. Kali Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas
(Kota Batu), lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang,
Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke
arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). Kali Brantas
memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60% produksi padi
berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Akibat pendangkalan
dan debit air yang terus menurun sungai ini tidak bisa dilayari lagi. Fungsinya kini
beralih sebagai irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang
alirannya. Dengan aplikasi ArcGIS 10.4 dapat dihitung bahwa perkiraan yang
termasuk DAS Brantas seluas 1026,61798 km2. Gambar DAS Brantas dapat dilihat
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Gambar DAS Brantas

4.1.2 Bentuk DAS


Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti
penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap
kecepatan terpusat aliran. Bentuk DAS Brantas adalah tipe memanjang atau bulu
burung. Tipe ini biasanya induk sungai memanjang dengan anak-anak sungai
langsung masuk kedalam induk sungai. Bentuk ini menyebabkan debit banjirnya
relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai berbeda-beda waktunya tetapi
banjirnya berlangsung agak lama. Bentuk DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan
memanjang, dimana anak-anak sunga (sub-DAS) mengalir memanjang di sebalah
kanan dan kiri sungai utama. Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi
berlangsung cukup lama karena suplai air datang silih berganti dari masing-masing
anak sungai.

4.1.3 Ordo Jaringan Sungai


Orde atau tingkat percabangan sungai adalah posisi percabangan alur sungai
di dalam urutannya terhadap induk sungai dalam satu alur sungai. Alur sungai paling
hulu yang tidak memiliki cabang disebut orde pertama, pertemuan dua orde pertama
disebut orde kedua, pertemuan orde pertama dengan orde kedua disebut orde
kedua, dan pertemuan dua orde kedua disebut orde ketiga, begitu seterusnya.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pertemuan dua orde yang sama
menghasilkan nomor orde satu tingkat lebih tinggi, sedangkan pertemuan dua orde
sungai yang berbeda memberikan nomor orde yang sama nilainya dengan nomor
orde tertinggi diantara kedua orde yang sungai yang bertemu. Alur sungai dalam
suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai. Orde sungai adalah posisi
percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu
DAS. Dengan demikian makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula
DAS nya dan akan semakin panjang pula alur sungainya. Tingkat percabangan
sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang ditentukan berdasarkan
jumlah alur sungai untuk suatu orde. Berdasarkan peta DAS Brantas yang telah
praktikan buat dengan menggunakan ARCGIS, dapat diketahui bahwa ada 3 orde.

4.1.4 Kelerengan DAS


Kondisi permukaan DAS Brantas juga dipengaruhi oleh kondisi relief,
topografi, dan kemiringan lahan. Secara umum kemiringan lahan DAS Brantas
sangat kompleks dan terbagi dalam lima 5 kelas. Kemiringan lereng 0 – 8 % (datar)
yang terdapat di dataran aluvial gunung api. Kemiringan lereng 8 – 15 % (landai)
yang membentuk lereng kaki dan lereng bawah gunungapi. Kemiringan Lereng 15 –
25 % (agak curam) yang dijumpai pada lereng tengah gunungapi. Kemiringan
lereng 25 – 40 % (curam) dan kemiringan lereng > 40 % yang membentuk lereng
atas gunung api.

4.2 Pembahasan/Isu pada DAS Kelompok


Permasalahan yang dihadapi DAS Brantas adalah besarnya tingkat
sedimentasi di waduk-waduk akibat erosi yang terjadi di bagian hulu. Pada saat itu
masih belum dirasakan adanya masalah yang terkait dengan fluktuasi debit air.
Upaya-upaya pencegahan erosi sudah dilaksanakan oleh beberapa institusi
pemerintah, termasuk inisiatif dari Proyek Brantas yang selanjutnya diserahkan
kepada PJT 1 sebagai pengelola. Upaya penghijauan dan reforestasi, bantuan
kepada masyarakat (petani) untuk membuat bangunan konservasi (teras, drop
structure, gully plug, saluran pembagi, penguat teras dsb), serta mendorong petani
untuk menerapkan upaya konservasi tanah dan air dalam praktek pertanian mereka.
Kondisi hidrologi DAS Brantas sesudah tahun 2000 ternyata tidak semakin baik
tetapi justru sebaliknya semakin kritis. Alih-guna lahan hutan menjadi lahan budidaya
pertanian tidak saja memicu peningkatan erosi dan sedimentasi, tetapi juga
mengakibatkan banjir dan kekeringan. Semakin banyak warga masyarakat
tergantung dan terlibat dalam pengelolaan tanah/lahan di kawasan hulu sehingga
permasalahan DAS Sumber Brantas semakin kompleks.

4.3 Peraturan yang dilanggar Berdasarkan Permasalahan DAS Kelompok


Dalam pasal 12 dan 13 UU No.26 Tahun 2007, telah dijelaskan mengenai
pembinaan penataan ruang, salah satunya adalah sosialisasi. Namun masih banyak
masyarakat yang belum paham mengenai peraturan, dari pihak pemerintah pun
memberikan sosialisasi secara tidak merata. Akibat dari banyaknya masyarakat yang
belum paham adalah banyaknya alih guna lahan menjadi lahan pertanian yang
berpotensi meningkatnya erosi.

4.4 Rekomendasi Solusi Permasalahan DAS Kelompok


Untuk membangun komunikasi yang efektif antar stakeholder sehingga dapat
menghasilkan pemahaman yang baik terhadap kondisi dan permasalahan DAS serta
alternatif solusi, diperlukan alat-alat dan media untuk membantu proses dialog
tersebut, khususnya dalam memahami kondisi dan perilaku DAS. Bermacam metode
dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kondisi hidrologi secara cepat di
lapangan, salah satunya adalah metode Rapid Hydrological Appraisal (RHA). Metode
ini telah digunakan di beberapa wilayah antara lain yaitu di DAS Kapuas Hulu, DAS
Talau, dan Way Besai dengan hasil cukup memuaskan. Oleh sebab itu instrumen
RHA ini dipilih untuk diterapkan dalam proses pengelolaan DAS Sumber Brantas di
mana kondisi hidrologi DAS merupakan isu utama. Implementasi RHA diharapkan
dapat memberikan pemahaman dan cara pandang baru bagi seluruh stakeholder
terhadap kondisi dan pengelolaan DAS Sumber Brantas (Widianto et al, 2010).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kali Brantas (sekitar 320 km) adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang
merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo, terdiri
dari 6 Sub DAS, 32 Basin Block. Kali Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas
(Kota Batu), lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang,
Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke
arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). DAS Brantas
memilki luas sebesar 1026,61798 km2. Memiliki 3 orde. Permasalahan DAS Brantas
adalah alih tata guna lahan yang berpotensi meningkatnya angka erosi yang
menyebabkan banjir.

5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan memperhartikan selama praktikum berlangsung.
Agar praktikan mengerti dari materi yang diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, Dyah, Setia Budi Sasongko, Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air Dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Presipitasi 9(2): 64-71
Halim, Fuad. 2014. Pengaruh Hubungan Tata Guna Lahan Dengan Debit Banjir Pada
Daerah Aliran Sungai Malalayang. Jurnal Ilmiah Media Engineering 4(1): 45-54
Imliyani, Junaidi. 2014. Studi Karakteristik Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS)
Sengaritpada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas Kabupaten Sanggau. Skripsi.
Pontianak.Universitas Tanjungpura
Paimin, Irfan Budi Pramono. Purwanto, Dewi Retna Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.
Putri, Dwi. 2011. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian Pencemaran Air Sungai
Siak (Studi Pada Daerah Aliran Sungai Siak Bagian Hilir). Ilmu Politik Dan Ilmu
Pemerintahan 1(1): 68-79
Rofizar. 2017. Aplikasi SIG Untuk Pemetaan Kesesuaian Kawasan Budidaya Ikan Kerapu
Menggunakan Keramba di Perairan Laut Desa Genting Pulur Kabupaten
Kepulauan Anambas. Intek Akuakultur 1(1): 37-50
Syusanto, Sigit. 2016. Analisis Karakteristik Fisik DAS dengan Aster GDEM V. 2.0 Di
Sungai Opak-Oyo. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Wibowo, Koko Mukti, Indra Kanedi, Juju Jumadi. 2015. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menentukan Lokasi Pertambangan Batu Bara di Provinsi Bengkulu Berbasis
Website. Media Infotama 11 (1).
Zevri, Asril. 2014. Analisis Potensi Resiko Banjir pada DAS yang Mencakup Kota Medan
dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Disertasi Doktor.
Universitas Sumatera Utara. Medan
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Widianto, Didik Suprayogo, Sudarto, Iva Dewi Lestariningsih. 2010. Implementasi Kaji
Cepat Hidrologi (RHA) di Hulu DAS Brantas, Jawa Timur. World Agroforesty
Centre, Bogor.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN

Anda mungkin juga menyukai