Nabila Rifa Anisa - 1917021031 - Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan 9
Nabila Rifa Anisa - 1917021031 - Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan 9
Nabila Rifa Anisa - 1917021031 - Laporan Kultur Jaringan Tumbuhan 9
Oleh :
1917021031
JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 1917021031
Prodi : Biologi
Kelompok : 5 (lima)
Mengetahui,
Asisten
A. Latar Belakang
Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) di Indonesia termasuk komoditas
strategis, hal ini dikarenakan cabai merah hampir ditemukan dalam
pengolahan pangan dan setiap hari dikonsumsi hampir sebagian masyarakat.
Kebutuhan akan cabai merah terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, saat ini
menjadi tantangan besar bagi usaha penyediaan pangan. Badan pangan dunia
atau FAO, memperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan dunia pada tahun
2050. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dituntut untuk lebih produktif
dalam mengimbangi kebutuhan pangan yang semakin tinggi. Untuk itu, perlu
dilakukan sebuah alternatif untuk mengatasi krisis kelangkaan pangan
tersebut, yaitu salah satunya dengan penerapan bioteknologi tumbuhan.
Oleh karena hal tersebut, maka praktikum mengenai seleksi planlet cabai
merah dengan menggunakan asam salisilat secara in vitro melalui teknik
kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan sebagai salah satu
pengaplikasian bioteknologi tumbuhan. Dengan adanya praktikum ini,
mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami terkait prosedur dari
seleksi planlet cabai merah khususnya dengan menggunakan asam salisilat.
Sehingga, dapat memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat luas
dalam upaya peningkatan kualitas dan produksi tanaman khususnya cabai
merah di Indonesia melalui pemanfaatan bioteknologi tumbuhan secara in
vitro.
B. Tujuan Percobaan
Tumbuhan merupakan sumber daya alam yang mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan, diantaranya digunakan untuk sandang, pangan,
perumahan, bahan bakar, bahan industri, dan sebagainya. Cabai, yang identik
dengan rasa pedas, sudah menjadi salah satu komponen bumbu dalam setiap
masakan dari sejak lama. Hampir di setiap masakan asli nusantara pasti
mengandung cabai, hingga sebagaian besar masyarakat mengira bahwa cabai
adalah tanaman asli Indonesia. Umumnya cabai digunakan untuk menambah cita
rasa pedas pada masakan, bahkan jenis cabai tertentu dimakan secara langsung
sebagai pangan lalapan. Salah satu komoditas sayuran yang penting adalah cabai
merah (Capsicum annum L.). Cabai merah termasuk tanaman yang dapat
mengadakan penyerbukan sendiri, dan dalam tingkatan yang cukup besar juga
dapat mengadakan pesilangan. Secara morfologi tanaman cabai termasuk tanaman
semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu,dan
memiliki banyak cabang. Tinggi tanaman cabai dewasa antara 65-120 cm. Buah
cabai merah dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu
masakan khas Indonesia (Nurlenawati et al., 2010).
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Organogenesis adalah proses
pembentukan organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung dari eksplan atau
secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dulu. Sedangkan,
embriogenesis somatik adalah proses pembentukan embrio yang bukan berasal
dari zigot, tetapi dari sel somatik tanaman. Embrio somatik biasanya berasal dari
sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globular, hati,
torpedo, dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan
untuk membentuk planlet atau tanaman utuh (Inayah, 2015).
Metode seleksi in vitro merupakan yang digunakan untuk mendapatkan sifat tahan
pada tanaman. Metode seleksi in vitro pada beberapa tanaman telah digunakan
untuk meningkatkan sifat tahan baik ketahanan terhadap faktor biotik dan abiotik.
Metode seleksi in vitro sangat efektif karena perubahan yang terjadi lebih terarah
pada sifat yang diinginkan. Pada metode seleksi ini dapat dilakukan menggunakan
toksin atau filtrat dari patogen sasaran sebagai agen penapis (selecting agent) pada
sel yang mengalami mutasi akibat perlakuan in vitro atau berasal dari satu atau
beberapa sel dari kalus yang dihasilkan. Dengan metode ini dapat diperoleh
korelasi positif antara sifat ketahanan terhadap toksin atau filtrat dengan
ketahanan terhadap penyakit. Protoplas, sel tunggal, kalus, dan jaringan dapat
digunakan sebagai bahan keragaman dalam metode ini. Metode seleksi in vitro
telah dimanfaatkan pada berbagai tanaman untuk menghasilkan kultivar atau
varietas baru dengan sifat yang baru dan diwariskan pada turunannya. Individu
baru hasil seleksi in vitro antara lain tanaman tomat, pisang, dan seledri tahan
penyakit bakteri layu, gladiol tahan Fusarium, panili tahan Fusarium, abaka tahan
Fusarium dan kedelai tahan lahan masam (Husni et al., 2005).
III. METODE PERCOBAAN
Bahan yang digunakan dalam praktikum kultur organ adalah benih cabai
merah keriting (Capsicum annum L), asam salisilat, alkohol 70%, akuades,
Benzine Amino Purine (BAP), Indole Acetic Acid (IAA), sukrosa, Kalium
Hidroksida (KOH), Hidrogen Klorida (HCl) dan medium MS (Murashige &
Skoog) padat.
C. Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
a) Persiapan Medium Tanam untuk Perkecambahan dan Seleksi
1. Medium yang digunakan adalah Murashige & Skoog (MS) padat.
Pembuatan medium tanam MS sebanyak 1 liter adalah dengan cara
memipet sejumlah larutan stok, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
1 liter.
2. Aquades ditambahkan sampai tanda (1 liter) dan pH diatur sampai 5,5.
Untuk mendapatkan pH 5,5 dilakukan penambahan KOH 1 N atau HCI 1
N. Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam wadah yang lebih
besar kemudian ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l, sukrosa 30 g/l,
penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT).
3. Larutan medium dipanaskan untuk melarutkan agar-agar (sambal diaduk)
sampai mendidih kemudian dituangkan ke dalam botol kultur sebanyak 20
ml/botol.
4. Sterilisasi medium dengan menggunakan autoklaf dengan tekanan 17,5
psi, 121 derajat celcius selama 15 menit.
5. Setelah disterilkan, medium MS yang sudah ditambah ZPT tersebut
kemudian ditambah asam salisilat (AS) dengan konsentrasi (kontrol), 50%,
60%, 70%, dan 80%.
6. Sebelum digunakan, asam salisilat dilarutkan terlebih dahulu dengan
akuades steril pada konsentrasi tertentu lalu disaring menggunakan syringe
filter yang mempunyai diameter 0,45 cm. Penyaringan dilakukan dalam
ruang steril didalam LAF Cabinet. Selanjutnya AS ditambahkan ke dalam
medium MS.
b) Sterilisasi Benih
1. Benih cabai dicuci dengan aquades dan dikocok, lalu dimasukkan ke
dalam larutan chlorox 10% dan dikocok selama 10 menit.
2. Benih dibilas dengan aquades, pembilasan dilakukan dua kali dan dikocok
masing-masing 2 menit.
3. Setelah itu dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi betadine (bahan
aktif: Povidoneiodine 10%) ditambah aquades dan dibiarkan selama 30
menit.
c) Penanaman Benih dan Seleksi Planlet Cabai dengan Asam Salisilat
1. Benih kemudian ditanam pada medium MS yang sudah ditambah asam
salisilat dan ZPT. Penanaman benih dilakukan di dalam LAF Cabinet.
Setiap botol kultur ditanami 5 benih, sehingga total benih yang ditanam
sebanyak 25 dalam 5 botol kultur.
2. Benih-benih cabai tersebut di kecambahkan pada medium MS sampai
terbentuk planlet.
3. Inkubasi kultur dilakukan pada ruangan dengan penyinaran ± 1000 lux, 24
jam/hari dan suhu ± 20˚C. Semua kegiatan-kegiatan di muka dilakukan
secara aseptis.
4. Selanjutnya botol kultur dipelihara di dalam ruang inkubasi dengan suhu
20˚C, di sinari dengan lampu TL dengan intensitas penyinaran lebih
kurang 1000 lux selama 8 minggu.
d) Pengamatan
Pengamatan dllakukan minggu ke-3 setelah penanaman, dengan parameter:
• Persentase jumlah planlet yang hidup.
• Jumlah daun.
• Tinggi planlet yang diukur dari pangkal batang sarnpai ujung daun yang
tertinggi dengan satuan sentimeter (cm).
• Pada akhir minggu ke-3 dievaluasi untuk mengetahui konsentrasi AS yang
menyebabkan pertumbuhan planlet paling optimum.
e) Analisis Data
1. Data yang diperoleh dari pertumbuhan planlet cabai selama seleksi dengan
AS berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif disajikan
dalam bentuk deskriptif komparatif dan di dukung foto.
2. Data kuantitatif dari setiap parameter seperti jumiah daun, tinggi planlet,
dan seterusnya ditabulasi dengan faktor konsentrasi yang berbeda dan
ulangan 5 eksplan per perlakuan.
3. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), sedangkan data kuantitatif dari setiap parameter dianalisis dengan
menggunakan Analisis Ragam (Analysis of Variance) atau Anova dengan
tingkat kepercayaan 95%. Apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji
Jarak Berganda dari Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test)
pada taraf kepercayaan 95% (Gomes & Gomes, 1984).
IV. PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Adapun pembahasan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Hormon IAA adalah auksin endogen yang berperan dalam pembesaran sel,
menghambat pertumbuhan tunas samping, merangsang terjadinya absisi,
berperan dalam pembentukkan jaringan xilem dan floem, dan juga
berpengaruh terhadap perkembangan dan pemanjangan akar. Hormon IAA
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga sintesis
oleh bakteri tertentu merupakan alasan yang menyebabkan peningkatan
pertumbuhan tanaman. IAA termasuk hormon auksin utama dalam tanaman
yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, banyak proses fisiologis penting
termasuk pembesaran sel, diferensiasi sel. Diferensiasi floem diinduksi oleh
IAA dengan kadar yang rendah, sedangkan pada diferensiasi xilem
membutuhkan konsentrasi IAA dengan kadar yang lebih tinggi, pada jaringan
pembuluh yang terluka, jalur IAA yang terputus dapat membentuk jalur baru
melalui sel parenkim, sehingga akan terjadi regenerasi jaringan disekitar luka.
Salah satu komponen penting yang harus ada dalam media kultur adalah gula.
Gula yang digunakan dalam praktikum ini adalah sukrosa. Sukrosa dalam
media kultur berfungsi sebagai sumber energi, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis sangat rendah. Penambahan sukrosa akan menyediakan energi
bagi pertumbuhan eksplan dan juga sebagai bahan pembangun untuk
memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Umumnya sukrosa pada konsentrasi 1-5% digunakan sebagai sumber karbon.
Di samping itu, ketika sukrosa diautoklaf akan terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh
eksplan dalam kultur. Sumber sukrosa dalam media juga dapat mempengaruhi
proliferasi dan morfogenesis dalam kultur kalus. Sebagai sumber karbon,
keberadaan sukrosa dalam media akan berfungsi menimbulkan tekanan
osmotik media. Selain penggunaan sukrosa yang berperan sebagai sumber
energi, dalam praktikum seleksi planlet cabai merah dengan asam salisilat
secara in vitro juga menggunakan larutan kalium hidroksida (KOH) dan
hidrogen atau asam klorida (HCl) dalam pembuatan medium kultur.
Penambahan larutan KOH dan HCl ini berfungsi untuk mengukur derajat
keasaman atau pH media pada kisaran 5,6-5,8.
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
Nurlenawati, N., Jannah, A., & Nimih. (2010). Respon Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Varietas Prabu terhadap
Berbagai Dosis Pupuk Fosfat dan Bokashi Jerami Limbah Jamur Merang.
AGRIKA. Vol. 4(1): 9–20.