Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

MAKALAH Ulumul Hadist

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIST
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

DosenPengampu:

Ustadz Muslih Chandrakusuma, M.E

Disusun Oleh :

1. Intan Wiasih

2. Aisyah Sausan

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


Jl. Budi Utomo No.10, Ronowijayan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo,

Jawa Timur 63471

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SubhanahuWaTa’ala yang telah

melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam

marilah kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah menuju zaman berilmu pengetahuan luas seperti

yang kita rasakan saat ini.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengkaji dan memperdalam

pengetahuan kita. Disini kami akan memaparkan pembagian hadist. Meskipun demikian, kami

mengaku bahwa apa yang kami paparkan dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca dan pendengar

yang budiman sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, jika didalam makalah ini terdapat

kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah SubhanahuWaTa’ala. sebaliknya, kalau di

dalamnya terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan semua itu karena kekurangan dan

keterbatasan kami sendiri.

Akhir kata, kami ucapkan kepada Ustadz Muslih Candrakusuma, M.E yang telah

memberikan kesempatan bagi kami untuk mengkaji materi ini, semoga kesediaan tersebut

mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SubhanahuWaTa’ala.

Amin yarabbal ‘alamin.

Magetan, 18 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihiwasallam

diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.

Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagimana terdapat di dalam

sumber ajaran Al-Qur’an dan Hadist amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang

dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, demokratis,

mengutamakan persaudaran, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.

Sebagai di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai dengan fungsinya

dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha`if. Masing-

masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan

persambungan sanad, kulitas para periwayat yang di lalui hadits, dan ada pula yang berkaitan

dengan kandungan hadits itu sendiri. Untuk lebih memahami hadist dalam makalah ini akan

dibahas tentang pembagian hadist.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka hal yang akan menjadi pokok bahasan makalah ini

adalah “Pembagian hadist”.

C. Tujuan Penulisan

 Mengetahui pembagian hadist dari segi kuantitas/jumlah sanad.

 Mengetahui pembagian hadist berdasarkan kualitas sanad.

 Mengetahui pembagian hadist dari segi kehujahan.

 Mengetahi pembagian hadist dari segi persambungan sanad.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian hadist dari segi kuantitas/jumlah sanad.

1. Hadist Mutawatir

Adalah hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak yang diyakini tidak akan

sepakat berbuat dusta, sehingga diyakini kebenarannya. Dan dalam periwayatannya

disandarkan pada pengamatan indrawi.

Syarat hadist mutawatir :

 Diperoleh dari Nabi atas dasar panca indra. Artinya hadist ini diperoleh benar-benar

berasal dari pendengaran dan penglihatan sendiri. Contoh, sikap dan perbuatan

Rasulullah SAW yang dapat di tangkap secara indrawi.

 Adanya konsistensi jumlah perawi pada setiap thabaqat. Artinya jika salah satu dari

tingkatan sanad tersebut ada yang tidak mencapai jumlah minimal yang ditetapkan,

maka sanad tersebut tidak dikategorikan sebagai sanad yang mutawatir, tetapi

disebut sebagai sanad yang ahad.

 Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang menurut adat tidak akan

terjadi  kesepakatan bohong. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang

berapa jumlah minimalnya. Sebagian ulama menetapkan jumlah minimal terdiri

atas 4, 5 , 10 orang. Dan sebagian ulama yang lain menetapkan minimal 20 orang.

Hadits mutawatir dibagi menjadi tiga bagian; yaitu :

1) Hadits Mutawatir Lafdzi. Yaitu hadits mutawatir yang diriwayatkan dengan

menggunakan lafadz dan makna yang sama.

ْ
ِ َّ‫ي فـ َ ْليَتَبَ َّوأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ رواه البخارى‬.‫ار‬ َ ‫ َم ْن َك َذ‬:‫ال َرسُوْ ُل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ َ‫ب َعل‬ َ َ ‫قـ‬
Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku,

hendaklah dia menduduki tempat duduk di neraka”.  (HR. Bukhari).

2) Hadits Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadist mutawatir yang berasal dari berbagai

hadits yang diriwayatkan dengan lafadz yang berbeda-beda, tetapi apabila

dikumpulkan mempunyai makna umum yang sama. Contohnya adalah hadits

tentang mengangkat tangan sewaktu berdo’a di luar shalat. Dari redaksi yang

berbeda akan diperoleh sekitar seratus hadits.

‫َكانَ النَّبِ ُّي صل هللا عليه وســلم الَيَرف ـ ُع يدي ـ ِه في شــي ٍء من دعائ ـ ِه اال في اال ِءســتقا َ ِء‬

‫ (رواه البخاري‬.‫يرى بيا ضُ اِبطَي ِه‬


َ ‫وانَّه يرفع حتَّى‬
Nabi SAW, tidak mengangkat kedua tangannya dalam do’a-do’a beliau, kecuali

dalam sholat istisqo’, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-

putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari).

3) Hadits Mutawatir Amali, yaitu  amalan agama (ibadah) yang dikerjakan Rasulullah,

kemudian diikuti para sahabat, lalu para tabi’in dan seterusnya sampai pada

generasi kita sekarang ini. Contohnya adalah tentang jumlah rekaat shalat fardlu.

Walaupun periwayatan verbalnya tidak mencapai mutawatir tetapi secara amali

telah menjadi ijma’ul ummat.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa keyakinan yang diperoleh dari hadits mutawatir,

sama kedudukannya dengan keyakinan yang diperoleh melalui kesaksian langsung dengan

panca indra. Oleh karena itu ia berfaidah sebagai ilmu dharuri (pengetahuan yang mesti

diterima) dan petunjuk yang diperoleh dari hadits mutawatir wajib diamalkan.

2. Hadist Ahad

Adalah hadist yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang atau lebih yang belum

memenuhi syarat-syarat mencapai derajat mutawatir. Dari sisi kualitasnya, hadits ahad ada

yang berstatus shahih, hasan dan ada yang berkualitas dha’if. Oleh karena itu penelitian

terhadap kualitas sanad yang dijadikan sandaraannya sangat penting, sehingga dapat

dipisahkan antara yang berstatus shahih, hasan dan yang dha’if.

Hadist ahad dibagi menjadi 3 macam :


1) Hadits Masyhur.

Masyhur menurut bahasa adalah nampak atau terkenal. Sedangkan menurut istilah

adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah

(tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.

2) Hadist ‘Aziz

‘Aziz menurut bahasa artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat dan jarang-

jarang. ‘Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan

dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.

3) Hadist Gharib

Gharib secara bahasa berarti tunggal. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah

hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Dan tidak

dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan

(thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau

lebih.  Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak

mengubah statusnya (sebagai hadits gharib).

B. Pembagian hadist berdasarkan kualitas sanad.

1. Hadits Shahih

Hadits Shahih yaitu hadits yang sanadnya muttashil, diriwayatkan oleh perawi yang adil,

sempurna ingatannya, tidak janggal dan tidak cacat (illat). Suatu hadits dapat dinilai shahih jika

memenuhi syarat sebagai berikut :

 Sanadnya muttashil.

 Sang perawi yang tergabung dalam sanad memiliki ingatan yang sempurna.

 Perawinya bersifat adil.

 Dalam sanad maupun matannya tidak terdapat illat.

 Di dalam sanad maupun matan hadits tidak terdapat kejanggalan.

Hadits shahih ini terbagi menjadi dua macam, yaitu :

 Hadits shahih li dzatihi adalah hadits yang telah memenuhi lima persyaratan di atas.
 Hadits shahih li ghairihi adalah hadits yang kaadaan perawinya kurang dhabith

(hafalannya kurang sempurna) namun masih terkenal sebagai orang yang adil dan jujur,

kemudian dikuatkan oleh jalur sanad lain, sehingga kekurangan yang ada tadi dapat

tertutupi.

2. Hadits Hasan

Hadits Hasan yaitu hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh orang-orang yang

adil , tetapi kurang dhabith. Tidak memiliki illat dan tidak terdapat kejanggalan. Dari pengertian

di atas, perbedaan hadist shahih dan hadit hasan terletak pada kekuatan hafalan para perawinya.

Hadits hasan terbagi atas dua macam, yaitu :

 Hadits hasan li dzatihi adalah hadits yang memenuhi persyaratan hadits hasan secara

lengkap.

 Hadits hasan li ghairihi adalah hadits dhaif, tetapi ada petunjuk lain yang menguatkannya,

sehingga statusnya naik menjadi hasan karena didukung faktot yang ada di luar dirinya.

3. Hadits Dha’if

Adalah hadits yang tidak memenuhi salah satu syarat hadits shahih dan hadits hasan. Hadits

dha’if ini ada yang disebabkan karena terputusnya sanad, ada yang dhai’if karena perawinya

cacat (lemah), dan ada yang dho’if disebabkan oleh matannya yang tidak memenuhi syarat. Ada

dua pendapat mengenai boleh tidaknya mengamalkan hadits dha’if, yaitu :

 Pertama, Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm dan Abu Bakar Ibnu al-Arabi berpendapat

bahwa hadits dha’if sama sekali tidak boleh diamalkan, atau dijadikan hujjah, baik untuk

masalah yang berhubungan dengan hukum maupun untuk keutamaan amal.

 Kedua, Imam Ahmad ibnu Hambal,  Abd. Rahman bin Mahdi dan Ibnu Hajar al-Atsqalani

menyatakan bahwa hadits dha’if dapat dijadikan hujjah hanya untuk keutamaan amal,

dengan syarat :

 Para rawi yang menyampaikan hadits tersebut tidak terlalu lemah.

 Masalah yang dikemukakan oleh hadits bersangkutan, mempunyai dasar pokok  yang

ditetapkan al-Qur’an atau hadits shahih.

 Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.


C. Pembagian hadist dari segi kehujahan.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadist perlu dilakukan pemeriksaan, penyelidikan

dan pemhahasan yang seksama khususnya hadis ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai

derajat mutawatir. Sehubungan dengan hal tersebut, hadist ahad ditinjau dari segi dapat diterima

atau tidaknya sebagai hujjah terbagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Hadist Maqbul

Adalah hadist yang dapat diterima sebagai hujjah/dalil serta dapat dijadikan sebagai landasan

hukum. Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Yang temasuk dalam

kategori hadist maqbul adalah:

1. Hadist shahih, baik yang li dzatihi maupun yang li ghairihi.

2. Hadist hasan baik yang li dzatihi maupun yang li ghairihi.

Kedua macam hadis tersebut di atas adalah hadist-hadist maqbul yang wajib diterima, namun

demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadist yang

maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah

dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan baru yang  juga ditetapkan

oleh hadist Rasulullah SAW.

Adapun hadist maqbul yang datang kemudian (yang menghapuskan) disebut dengan

hadist nasikh, sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis mansukh.

Disamping itu, terdapat pula hadist-hadist maqbul yang maknanya berlawanan antara satu

dengan yang lainnya yang lebih rajih(lebih kuat periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang kuat

disebut dengan hadis rajih, sedangkan yang lemah disebut dengan hadis marjuh.

Ditinjau dari segi kemakmulannya, hadist maqbul dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1) Hadist ma’mulun bihi(yang dapat diamalkan) antara lain :

a. Hadist muhkam, yaitu hadist yang tidak mempunyai perlawanan.

b. Hadist mukhtalif, yaitu dua hadist yang pada lahirnya saling berlawanan yang mungkin

dikompromikan dengan mudah.

c. Hadist nasikh, yaitu hadist yang menghapukan hadist sebelumnya.

2) Hadist ghairu ma’mulin bihi(yang tidak dapat diamalkan). Diantaranya ialah:


a. Hadist mutawaqqaf, yaitu hadis mukhtalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak

dapat ditansihkan dan tidak pula dapat ditarjihkan

b.  Hadist mansuh

c.  Hadist marjuh.

2. Hadist Mardud (tertolak)

Hadits yang Tertolak karena Gugur dari Sanadnya, yaitu terputusnya rantai sanad dengan

gugurnya seorang perawi atau lebih baik disengaja oleh sebagian perawi atau tidak disengaja,

gugurnya tersebut baik secara transparan maupun tersembunyi.

Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur ulama mewajibkan untuk menerima

hadist-hadist maqbul, maka sebaliknya setiap hadist yang mardud tidak boleh diterima dan tidak

boleh diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadist mardud adalah semua hadist yang telah dihukumi

dha’if.

D. Pembagian hadist dari segi persambungan sanad.

1. Hadist Muttasil/Mausul.

An-Nawawi mengutip pendapat Imam Ibnu Shalah bahwa muttasil adalah hadits yang

sanadnya bersambung baik itu marfu‘ (sampai Rasulullah SAW) atau mauquf (sampai

sahabat) saja. Syarat hadits disebut muttashil adalah jika semua perawi benar-benar

mendengar dari perawi di atasnya secara langsung. Musnad adalah marfu’ yang muttashil.

Setiap musnad adalah muttashil, namun tidak setiap muttashil adalah musnad. Musnad tidak

selalu shahih, karena ia hanya memenuhi syarat hadits shahih dalam hal bersambung

sanadnya.

2. Hadis Munqati’

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama' ahli hadits sebagian ulama' berpendapat bahwa

Hadits Munqathi' adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat satu orang rawi yang gugur

sebelum sahabat, di manapun tempatnya, dengan syarat gugurnya rawi tidak lebih dari satu

orang rawi secara berturut-turut. Pendapat ini adalah pendapat yang paling unggul

Sebagian ulama' hadits lainnya berpendapat bahwa Hadits Munqathi' adalah setiap hadits

yang tidak sambung sanadnya.


Para ulama' bersepakat bahwa Hadits Munqathi' tidak bisa dijadikan sebagai dasar dan

pedoman dikarenakan ada satu rawi yang gugur atau terputus (tidak sambung) kepada Nabi

SAW, sehingga kedudukannya merupakan Hadits Dhaif. Tetapi, misalnya jika ada sebuah

hadits dari satu jalur sanad tergolong Hadits Munqathi' karena terputus satu rawi sebelum

sahabat, sedangkan ada hadits yang sama dari jalur sanad lain yang merupakan Hadits

Shahih dan sambung sanadnya kepada Nabi SAW, maka Hadits Munqathi' tersebut bisa

dijadikan dasar dan pedoman karena dikuatkan oleh Haidts Shahih dari jalur sanad yang

lain.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada 4 dasar utama yang dijadikan dasar

dalam pembagian hadist. Antara lain, pembagian hadist berdasarkan kuantitas/jumlah sanadnya

terbagi menjadi hadist mutawatir dan hadist ahad. Pembagian hadist berdasarkan kualitas sanad

terbagi menjadi hadist shahih, hasan dan dha’if. Selanjutnya pembagian berdasarkan kehujahan

dibagi menjadi hadist magbul(dapat diterima) dan hadist mardud(ditolak). Dan yang terakhir

pembagian hadist berdasarkan persambungan sanadnya, terbagi menjadi hadist muttasil/mausul

dan muqanti.

Para ulama berpendapat bahwa hadist yang dapat kita gunakan sebagai dasar adalah hadist

yang shahih. Tetapi, beliau juga tidak melarang kita menggunakan hadist yang hasan, namun kita

disarankan untuk lebih teliti. Sedangkan hadist dha’if kita tidak disarankan menggunakannya

mengingat terdapat beberapa kekurangan dalam periwayatannya.

B. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini kami susun, semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang

pembagian hadist beserta penjelasannya. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan

untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

https://tukarpendapat.wordpress.com/2011/02/21/pembagian-hadits/

https://www.bacaanmadani.com/2017/08/pengertian-hadits-ahad-macam-macam.html

https://risalahmuslim.id/kamus/hadis-muttasil/

https://www.pelangiblog.com/2019/03/pengertian-dan-contoh-hadits-munqathi.html

https://sabdakhairuss.blogspot.com/2019/01/contoh-hadits-mutawatir-beserta-macam.html

Anda mungkin juga menyukai