Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Konsep Tarbiyah, Ta'lim, Dan Tadris Dalam Al-Qur'an - Nur Atika (0331213019)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

KONSEP TARBIYAH, TA’LIM, DAN TADRIS DALAM AL-QUR’AN

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tematik Pendidikan

OLEH:

NUR ATIKA
NIM. 0331213019

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

202
KATA PENGANTAR

Assalamalaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Alhamdulillah puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah Swt. yang telah

menganugerahkan rahmat, nikmat, taufik dan tak lupa pula hidayah-Nya sehingga penulis

dipermudah dalam menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Tarbiyah, Ta’lim

dan Tadris dalam Al-Qur’an”.

Shalawat serta salam tercurah kepada baginda nabi besar yaitu Nabi Muhammad Saw.

yang merupakan teladan umat manusia. Rasulullah Saw. merupakan pendidik sejati, sosok

inspiratif bagi penulis yang untuk terus menuntut ilmu pengetahuan.

Dengan dipermudah pembuatan makalah ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan

terimah kasih kepada seluruh pihak yang mendukung secara moril maupun materil.

Medan, 20 September 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................


B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan Pembahasan....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Konsep Tarbiyah, Ta’lim, dan Tadris dalam Al-Qur’an........................


1. Konsep Tarbiyah....................................................................................
2. Konsep Ta’lim........................................................................................
3. Konsep Tadris.........................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah kriteria terpenting dalam hidup untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera. seperti yang kita lihat khususnya di Indonesia saat ini, pendidikan adalah prioritas
pendidikan bagi kehidupan berbangsa ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan di
Indonesia baik itu lembaga pendidikan informal, formal dan non formal. Berbagai jenis
inovasi pendidikan di sekolah-sekolah ini dapat menciptakan lingkungan pendidikan
modernitas sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman.

Di era globalisasi ini, masyarakat sangat membutuhkan output pendidikan yang


berilmu, berkarakter, terampil dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, seiring dengan
perkembangan pendidikan di Indonesia, pendidikan dewasa ini lebih memperhatikan ranah
afektif peserta didik, dan menyelaraskannya dengan ranah kognitif dan psikomotorik peserta
didik yang menjadi objek tujuan pendidikan. Namun pada situasi saat ini dimana adanya
kasus pandemi Covid-19 ini apakah tujuan dari pendidikan Islam tersebut dapat di tanamkan
atau tidak.

Pada awal maret 2020, merupakan awal masuknya virus covid-19 di Indonesia. Dilansir
dari laman merdeka.com, Presiden Joko Widodo mengatakan, kasus virus corona di
Indonesia terungkap usai ada laporan warga negara jepang dinyatakan positif. Masalahnya,
WN Jepang ini baru saja berkunjung ke indonesia. Pemerintah kemudian langsung
menelusuri siapa saja yang melakukan kontak dengan pasien tersebut. Sejak kabar itulah
mulai terdengar penyebaran virus covid-19 yang terus memakan korban hingga saat ini.

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sekarang menjadi perhatian penting bagi
pemerintah. Karena pasien covid-19 yang semakin meningkat membuat pemerintah
menurunkan kebijakan untuk menutup sekolah dan menjalankan sistem belajar dari rumah
sebagai upaya penyelamatan anak serta pemutusan mata rantai covid-19 di indonesia. ini
tentu menjadi tantangan baru baik bagi pemerintah, orangtua, guru, serta siswa tersebut.
Pendidikan indonesia mengalami penurunan, tidak sedikit anak - anak yang memutuskan
untuk putus sekolah karena ketidakmampuan orang tua mereka untuk membeli Laptop/
Ponsel serta menyediakan kuota belajar setiap bulan untuk keperluan belajar anak.
Diluar dari masalah ketersediaan laptop/ponsel serta jaringan, ternyata ada juga
masalah yang tidak kalah penting yaitu salah satunya sulitnya siswa memahami pelajaran,
karena ada jarak antara anak didik dan juga pengajar membuat para guru sangat sulit
berkomunikasi dengan siswa. tidak hanya itu anak - anak juga cenderung malas belajar
dikarenakan guru serta orangtua tidak dapat mengawasi dengan baik. banyak siswa yang
hanya masuk ke aplikasi belajar namun tidak belajar dengan benar, mereka membuka aplikasi
belajar itu hanya agar tidak absen di catatan guru mereka, hal ini tidak hanya terjadi pada
siswa anak - anak (SD) hal ini juga terjadi pada siswa remaja (SMP dan SMA) hingga
mahasiswa. Tidak hanya itu, orang tua juga khawatir terhadap anak anak yang dibawah umur
dapat mengakses hal-hal yang tidak baik dari ponselnya mengingat orang tua juga tidak dapat
memantau anak setiap saat.1 Sehingga bagiamana lembaga pendidikan untuk memantau dan
menerapkan konsep pendidikan Islam tersebut.

Disisi, Lembaga pendidikan sekolah Islam atau berbasis sekolah Islam di Indonesia saat
ini masih banyak yang belum memahami dan menerapkan konsep pendidikan Islam secara
filosofis dan kaffah. Dan bahkan sebagian dari yang lainnya belum mengetahui hakikat
konsep pendidikan Islam secara filosofis yang bersumber dari Al-quran dan Hadis. Jika suatu
sekolah Islam tidak memahami konsep pendidikan Islam secara kaffah, bagaimana mungkin
sekolah tersebut akan mampu menerapkan dan menghasilkan mutu pendidikan Islam yang
berkualitas sesuai dengan tujuan.

Oleh karena itu, Pendidikan adalah proses tradisi oleh generasi yang berperan dalam
sejarah, walaupun pendidikan merupakan proses tradisi masa kini dan membuat tradisi masa
depan. Sungguh, begitu pentingnya fungsi pendidikan bagi pribadi, keluarga, masyarakat dan
bangsa, sehingga eksistensi suatu bangsa dan kemajuan peradabannya merupakan hasil dari
keberhasilan pendidikan. Demikian pula sejarah kehancuran merupakan akibat dari kegagalan
pendidikan dalam menjalankan fungsinya. Kelangsungan hidup suatu bangsa tidak hanya
pada aspek pisik, tetapi sekaligus, psikhis, social dan cultural menjadi tanggung jawab
pendidikan.2

Wahyu pertama, Q.S. al-'Alaq: 1-5, menggambarkan bahwa Islam adalah anti-
kebodohan, anti-tirani dan anti monopoli, sebagai musuh utama manusia. Ayat ini adalah
motivator kunci untuk mencapai tujuan pendidikan membentuk manusia yang cerdas dan

1
https://retizen.republika.co.id/posts/13367/pendidikan-di-masa-pandemi, Diakses pada (19 September
2021, pukul 9.21)
2
Usiono, (2006), Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, hal.2.

2
memiliki karakter Al-Qur'any (pemberdayaan alam lingkungan dan mengabdikan diri kepada
Allah Swt). Ayat ini juga membangun harapan untuk menciptakan masyarakat yang maju
berkontribusi pada konstruksi peradaban yang bermartabat. Namun, ada perdebatan sengit
antara para ahli atau ilmuwan yang terkait dengan konsep pendidikan. Peran pendidikan
untuk melahirkan generasi tidak bisa dicapai tanpa melalui konsep yang benar.
Dalam khazanah bahasa Arab, istilah pendidikan secara populer diterjemahkan dengan
beberapa istilah, yaitu tarbiyah, ta’lim, dan tadris. Istilah tarbiyah adalah istilah yang paling
populer dan paling banyak digunakan. Istilah-istilah ini, dengan pendekatan semantik, dikaji
dari aspek kebahasaan, aspek penggunaannya secara leksikal dan penggunaannya dalam
berbagai konteksnya dalam al-Qur’an al-Sunnah.3
Secara pengertian dan aktualisasi dari ketiga konsep tersebut tentu memiliki perbedaan
baik secara teoretis maupun secara praktis, akan tetapi para ulama ahli pendidikan Islam
memiliki landasan yang berbeda dan mempunyai makna yang hampir sama dalam
mengemukakan dari ketiga konsep pendidikan Islam tersebut. Oleh karena pentignya
memahami konsep pendidikan Islam, maka pemakalah akan membahas konsep pendidikan
Islam berdasarkan konsep yang terdapat dalam Al-quran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka pemakalah membuat beberapa
rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana Konsep tarbiyah, ta’lim, dan tadris?
2. Apa saja perbedaan konsep tarbiyah, ta’lim, dan tadris?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan pembahasan ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep tarbiyah, ta’lim, dan tadris.
2. Untuk mengetahui perbedaan konsep tarbiyah, ta’lim, dan tadris.

3
Ma’zumi, dkk. 2019, Jurnal Tarbawy, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Sunnah: Kajian
atas Istilah Tarbiyah, Taklim, Tadris, Ta’dib dan Tazkiyah. Vol 2

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib dalam Al-Qur’an
Secara umum, jika ditelaah, setidaknya ada tiga terma yang digunakan Al-qur’an dan
Hadis berkaitan konsep pendidikan dalam Islam. Ketiga terma itu adalah tarbiyah, ta’lim,
dan tadris. Ketiga terma tersebut memiliki arti yang amat dalam baik itu menyangkut
pendidikan, manusia, masyarakat, dan lingkungan yang dalam hubungan dengan Tuhan
saling berhubungan antara satu dengan yang lain.4
Konperensi internasional pertama tentang pendidikan Islam yang berlangsung di
University of Kingdom Abdul Aziz pada tahun 1977 mengartikan pendidikan Islam sebagai
keseluruhan makna atau pengertian yang tersimpul dalam terma ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Defenisi ini dirumuskan dalam rangka mengakomodasikan seluruh gagasan atau pemikiran-
pemikiran yang dimunculkan sejumlah intelektual muslim mengenai peristilahan atau terma
yang dipandang paling tepat dan sesuai untuk menyebutkan pendidikan Islami.
1. Tarbiyah
Tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari bentuk fi‟il madhi (kata kerja) rabba
yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata rabb yang berarti nama Allah. Dalam
Al-Qur’an tidak ditemui secara angsung istilah tarbiyah, namun ada istilah yang senada
dengan itu, yakni: ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun i, rabbani. kata al-tarbiyah memiliki
3 akar kebahasaan, yaitu :
a. Rabaa, yarbuu, tarbiyah : yang memiliki makna, “tambah” (zhad) dan,
“berkembang” (nama). Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-Rum ayat 39: “dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba tidak bertambah dalam pandangan Allah”. Hal ini menunjukan,
pendidikan (tarbiyah) merupakan proses kegiatan menumbuhkan dan
mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik (ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik), baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
b. Rabiya, Yarba, tarbiyah : dalam hal ini memiliki makna tumbuh (nasya’a) dan
menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Hal ini menunjukan, pendidikan (tarbiyah),
merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk menumbuhkan dan
mendewasakan (ranah kognitif dan afektif) peserta didik, baik secara fisik, psikis,
sosial, maupun spiritual.

4
Al Rasyidin, (2017), Falsafah Pendidikan Islam Membangun Kerangka ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi Praktik Pendiidkan, Bandung: Citapustka Media Perintis, hal. 107

4
c. Rabba, yarubbu, tarbiyah: ditinjau dari segi tata bahasa Arab bentuk Fi’il tsulasi
maziid, maka dalam hal memiliki makna ialah memperbaiki (ashlaha), menguasai
urusan, memelihara, merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, memiliki,
mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya yang dilakukan secara
kontinuitas. Hal ini menunjukan, pendidikan (tarbiyah) dapat diartikan sebagai
proses kegiatan dalam bentuk usaha sadar untuk memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik secara berkelanjutan, agar ia
dapat menjadi manusia yang lebih baik dalam kehidupan.5
Dalam literatur-literatur berbahasa Arab kata tarbiyah mempunyai banyak definisi yang
intinya sama yaitu mengacu pada proses pengembangan potensi yang dianugrahkan pada
manusia. Definisidefinisi itu antara lain sebagai berikut:
Tarbiyah adalah proses pengembangan dan bimbingan jasad, akal dan jiwa yang
dilakukan secara berkelanjutan sehingga mutarabbi (anak didik) bisa dewasa dan mandiri
untuk hidup di tengah masyarakat (Thabary, 1988): 67).
Tarbiyah adalah kegiatan yang disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati,
perhatian bijak dan menyenangkan; tidak membosankan (alMaraghy, Tafsir al-Maraghy, juz
V, (Beirut: Daar al-Fikr, 1871: 34).
1) Tarbiyah adalah mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode
yang mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari (al-Ashqalany, 2010: 243)
2) Tarbiyyah adalah yang mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan,
pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan
dan perasaan memiliki terhadap anak didik (Al-Maraghy, 97).
Secara semantik istilah tarbiyah tidak tepat dan tidak memadai untuk membawakan
konsep pendidikan dalam pengertian Islam, sebagaimana dipaparkan, bahwa: Istilah
tarbiyyah yang dipahami dalam pengertian pendidikan sebagaimana dipergunakam di masa
kini, tidak secara alami mengandung unsurunsur esensial pengetahuan, intelegensi dan
kebajikan yang pada hakikatnya merupakan unsur-unsur pendidikan yang sebenarnya. Jika
sekiranya dikatakan bahwa suatu makna yang berhubungan dengan pengetahuan disusupkan
dalam konsep rabba, maka makna tersebut mengacu pada pemilikan pengetahuan (penulis:
pada aspek manajerial) dan bukan penanamannya.
Konsep tarbiyyah merupakan proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan
kehidupan berjalan dengan lancar. Kata al-rabb juga berasal dari kata tarbiyyah yang berarti
5
Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkir, (2008), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, hal.10.

5
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan secara bertahap, sebagaimana Q.S. Al-Syu’ara:
18, “Fir’aun menjawab:Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu
kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. Ini
menegaskan pada proses pengasuhan atau membesarkan. Proses tarbiyah tidak mencakup
langsung keterlibatan ilmu sebagai aspek penting dalam pendidikan. Proses pengembangan
(penumbuhan) diri sebagai pengembangan yang bersifat materi, pada dimensi biologis
(meterialistik) dan bersifat kuantitatif (aturan, fasilitas dan kondisi).
a) Ayat-ayat tentang tarbiyah
Adapun Ayat-ayat tarbiyah yang sesuai dengan konsep tarbiyah yakni :
1) Firman Allah SWT. di dalam Al-Quran surah al-Baqarah ayat 276
             
    
Artinya: “Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak
menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
2) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah al-Isra’ ayat 24.
           

Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
3) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah asy-Syu’ara ayat 18.
           .
Artinya: “Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga)
Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami
beberapa tahun dari umurmu.”
b) Tafsiran ayat-ayat tarbiyah
1) Surah al-Baqarah ayat 276
Allah memusnahka riba (sedikit demi sedikit) dan menyuburkan sedekah.
Dan Allah tidak menyukai terhadap setiap orang yang (berulang-ulang)
melakukan kekufuran dan (selalu) berbuat banyak dosa. Kata ( ‫ ) يمحق‬yamhaq
yang diterjemahkan dengan memusnahkan, dipahami oleh pakar-pakar ahli
bahasa dalam arti mengurangi sedikit demi sedikit hingga habis, sama halnya
dengan sinar bulan setelah purnama, berkurang sedikit demi sedikit, sehingga
lenyap dari pandangan. Demikian juga dengan riba.

6
Pada ayat ini terdapat makna dari kata yurbii, yang menurut tafsir al-
Mishbah memiliki arti menyuburkan ( bisa menumbuhkembangakan). Allah tidak
menyukai , yakni tidak mencurahkan rahmat, kepada setiap orang yang berulang-
ulang melakukan kekufuran dan selalu berbuat banyak dosa.6 karena,
menyuburkan atau menumbuhkan segala sesuatu yang Allah berikan (potensi
diri) merupakan bentuk syukur manusia kepada Allah SWT Sang Pencipta.
2) Surah al-Isra’ ayat 24
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua didorong karena rahmat
dan ucapkanlah: “Tuhanku! Kasihilah keduanya disebabkan karena mereka
berdua telah mendidikku waktu kecil.”
Ayat-ayat ini merupakan ayat yang masih lanjutan tuntunan bakti kepada
ibu bapak. Tuntunan kali ini secara substansi lebih dalam peringkatnya dengan
tuntunan yang lalu. Ayat ini memberikan perintah terhadap anak bahwa
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dan didorong oleh karena rahmat
kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila
tidak menghormatinya, dan katakanlah, yakni berdo‟alah secara tulus: “Wahai
Tuhanku, yang memelihara dan mendidik aku antara lain dengan menanamkan
kasih pada ibu bapakku, kasihilah mereka keduanya disebabkan karena atau
sebagaimana mereka berdua telah melimpahkan serta memberikan kasih
kepadaku antara lain dengan mendidikku waktu kecil.”.
Redaksi ayat ini agak berbeda dengan ayat al-Hijr di atas karena disini
terdapat tambahan kata ( ‫ذل‬PP‫ ) ال‬adz-dzull/kerendahan. Dalam konteks keadaan
burung, binatang itu juga mengembangkan sayapnya pada saat ia takut untuk
menunjukan ketundukannya kepada ancaman. Nah, disini sang anak diminta
untuk merndahkan diri kepada orangtuanya terdorong oleh rasa penghormatan
dan rasa takut melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kedudukan ibu
bapaknya. Adapun pada ayat al-Hijr, karena ia ditujukan kepada Nabi Saw.
terhadap umatnya, tentu saja kerendahan, dan rasa takut yang dimaksud tidak
diperlukan.
Ayat-ayat di atas tidak membedakan antara ibu dan bapak. Memang pada
dasarnya hendaknya didahulukan atas ayah, tetapi ini tidak selalu demikian.
Thahir Ibnu Asyur menulis bahwa Imam Syafi‟I pada dasarnya mempersamakan

6
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 1, hal. 723-724.

7
keduanya sehingga, bila ada salah satu yang hendak didahulukan, sang anak
hendaknya mencari faktor-faktor penguat guna mendahulukan salah satunya.
Karena itu pula, walaupun ada hadits yang mengisyaratkan perbandingan hak ibu
dan bapak sebagai tiga dibanding satu, penerapannya pun harus setelah
memperhatikan faktorfaktor dimaksud.
Doa yang diperintahkan kepada ibu dan bapak disini menggunakan alasan (
‫اني كما‬PP‫غيزا ربي‬PP‫ ) ص‬kamaa rabbayaanii shagiiran dipahami oleh sementara ulama
dalam arti disebabkan karena mereka telah mendidikku waktu kecil, bukan
sebagaimana mereka telah mendidikku waktu kecil. Jika anda berkata
sebagaimana, rahmat yang anda mohonkan itu adalah yang kualitas dan
kuantitasnya sama dengan apa yang anda peroleh dari keduanya. Adapun bila
anda berkata disebabkan karena, limpahan rahmat yang anda mohonkan itu anda
serahkan kepada kemurahan Allah SWT dan ini dapat melimpah jauh lebih
banyak dan besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada anda. Adalah
sangat wajar dan terpuji jika kita bermohon agar keduanya memeroleh lebih
banyak dari yang kita peroleh serta membalas budi melebih budi mereka.
Bukankah kita diperintahkan untuk melakukan ihsan terhadap mereka yang
sedang ihsan adalah:
“Memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya terhadap kita,
memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit
dari yang seharusnya anda ambil”?
Ayat di atas juga menuntun agar anak mendoakan orang tuanya. Hanya
saja, ulama menegaskan bahwa doa kepada orang tua yang dianjurkan disini
adalah bagi yang muslim, baik masih hidup maupun telah meninggal; sedang bila
ayah atau ibu yang tidak beragama Islam telah meninggal, terlarang bagi anak
mendoakannya.
Ayat-ayat di atas memberi tuntunan kepada anak dengan menyebut tahap-
demi tahap secara berjenjang ke atas. Ia dimulai dengan janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, yakni jangan menampakan
kejemuan dan kejengkelan serta ketidaksopanan kepadanya. Lalu, disusul dengan
tuntunan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatnya daripada
tuntunan pertama karena ia mengandung pesan menampakan penghormatan dan
pengagungan melalui ucapan-ucapan. Selanjutnya, meningkat lagi dengan
perintah untuk berperilaku yang menggambarkan kasih saying sekaligus

8
kerendahan di hadapan kedua orang tua itu. Perilaku yang lahir dari perasaan
kasih sayang, yang menjadikan mata sang anak tidak dari orang tuanya, yakni
selalu memerhatikan dan memenuhi keinginan mereka berdua. Akhirnya, sang
anak dituntun untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka,
lebih-lebih waktu sang anak masih kecil dan tidak berdaya, sang anak pun suatu
ketika pernah mengalami ketidakberdayaan yang lebih besar daripada yang
sedang dialami orangtuanya.7
3) Surah asy-Syu’ara Ayat 18-19
Dia berkata: “bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami
waktu engkau masih bayi dan engkau tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu, dan engkau telah berbuat suatu perbuatan yang telah engkau lakukan itu
dan engkau termasuk orangorang yang tak membalas budi.”
Ayat ini menceritakan kisah Nabi Musa a.s. fir’aun tidak menanggapi
perintah Allah yang disampaikan Nabi Musa as. itu. Dia berkata mengingatkan
Nabi Musa as. tentang masa lalunya serta apa yang dianggap olehnya sebagai
jasa. Katanya: “Bukankah kami, dengan segala kebesaran dan fasilitas yang kami
miliki, telah mengasuhmu di antara keluarga kami waktu engkau masih bayi,
yakni baru lahir, dan engkau tinggal bersama kami saja tidak bersama keluarga
lain menghabiskan beberapa tahun lamanya dari umurmu. Mestinya jasa itu
engkau balas dengan baik, bukan seperti apa yang engkau lakukan sekarang.
Selanjutnya, setelah Fir’aun mengingatkan “jasa” keluarganya, dia
mengingatkan Nabi Musa as. tentang kesalahannya yang mestinya telah
mengakibatkan nyawanya melayang. Fir’aun berkata: Dan, disamping itu, engkau
juga telah berbuat suatu perbuatan yang telah engkau lakukan itu, yakni
membunuh seorang Mesir, dan engkau termasuk kelompok orang-orang yang
tidak membalas budi atas kebaikan kami memeliharamu; lalu engkau membunuh
salah seorang bangsa kami. Atau tidak membalas budi bahwa kami membelamu
dan tidak mengejar dan menangkapmu.”
Kata (‫ ) وليد‬walid digunakan dalam arti bayi, jika anak telah menanjak lebih
besar, ia dinamani ( ‫ ) طفل‬thifl. Ibn Asyur mengutip beberapa sejarahwan Mesir
yang berpendapat bahwa Fir’aun yang memungut Nabi Musa as. sewaktu bayi
adalah Ramses II yang bernama Marenptah, tetapi dialog di atas terjadi pada

7
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 7, hal.66-70.

9
masa putra Ramses II itu yang naik takhta setelah ayahnya meninggal pada
pertengahan abad XV SM. Agaknya, Fir‟aun Marenptah II putra Ramses II itu
diasuh bersama Musa oleh Ramses II itu. Ibnu „Asyur juga mengemukakan
bahwa Nabi Musa as. tinggal di tengah keluarga Fir‟aun selama empat puluh
tahun. Ulama lain, seperti dalam Tafsir al-Jalalain. berpendapat selama tiga puluh
tahun.
Dari ayat di atas, menunjukan kisa Nabi Musa a.s. yang sejak kecil di asuh,
dan dipelihara oleh keluarga fir’aun. Hal ini menunjukan bahwa konsepn tarbiyah
yang terdapat pada ayat ini adalah pendidikan informal yaknin pendidikan rumah
tangga`
Berdasarkan semua uraian tentang tarbiyah dari tafsiran al-Mishbah di atas, penulis
dapat menganalisa sebagai berikut:
1) Tarbiyah merupakan kegiatan pendidikan yang di dalamnya terdapat kegiatan
proses mendidik, menumbuh kembangkan (potensi peserta didik), memelihara,
mendewasakan (fisik dan psikis), memperbaiki dan membina manusia yang belum
dewasa secara fisik dan psikis serta yang dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan (Kontinue). Hal ini sebagaimana tafsiran surah al-Isra’ ayat 24
menurut tafssir alMishbah, yakni menunjukan bahwa kedua orang tua mendidik,
memelihara, membimbing anak-nya sejak dalam kandungan hingga dewasa dengan
rasa kasih sayang.
2) Seorang pendidik dalam tarbiyah ini mencakup, orang tua dalam suatu keluarga,
guru di lembaga sekolah, orang-orang yang lebih dewasa di dhomirnya kedua
orang lingkungan kehidupan. Hal ini berdasarkn kontekstual pada surah alIsra’ ayat
24 menunjukan bahwa kata tua, namun pada kita tahu bahwa yang mendidik
sekarang ini tidak hanya orang tua, tetapi guru disekolah, pembimbing les, juga
dapat dikatakan sebagai orang tua kedua setelah ayah dan ibu dirumah.
3) Objek ranah pendidikan tarbiyah yang lebih dominan yakni: afektif dan
psikomotorik walaupun demikian tidak mengabaikan ranah kognitif anak didik. Hal
ini sebagaimana pada surah al-Isra’ ayat 24, menurut tafsir al-Mishbah esensi dari
mendidiknya orang tua dalam keluarga itu didasari dari keteladanan, maka secara
tidak langsung ini merupakan proses pendidikan akhlak (afektif) dan proses
pembimbingan yakni dengan menuntun anak untuk ikut ketika orangtuanya
melaksanakan ibadah shalat dan lain-lain, dan ini juga bentuk proses pembimbingan
(ranak psikomotorik).

10
4) Tarbiyah identik dengan pendidikan keluarga, karena tarbiyah sifatnya pendidikan
sepanjang hayat, sejak manusia dalam kandungan hingga akhir hayat. Namun
melihat perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, kebutuhan yang sangat
mendasar saat ini adalah pendidikan yang mampu mengahsilkan manusia yang
berakhlakul karimah (ranah afektif) agar sumber daya manusia di Indonesia mampu
menginterpretasikan keilmuannya sesuai dengan akhlak dan norma kehidupan yang
sesuai dengan agama dan bangsa. Oleh karena itu, konsep tarbiyah tidak hanya
menjadi term untuk pendidikan keluarga, akan tetapi juga menjadi konsep utama
untuk pendidikan formal di Indonesia saat ini. Hal ini berdasarkan ayat-ayat
tarbiyah yang penulis himpun, banyak menceritakan kisah-kisah tentang
pendidikan,pemeliharaan dan pengasuhan terhadap anak di dalam keluarga.
Sebagaimana surah al-Isra’ ayat 24, surah asySyu’ara ayat 18 yang menceritakan
kisah nabi musa di asuh olehh fir’aun sejak kecil.
5) Dalam proses pendidikan tarbiyah seorang murabbi (pendidik) harus memiliki
karakter yang baik, menjadi suri tauladan bagi peserta didik, beriman, berilmu,
penyayang, berakhlakul karimah dan memiliki jiwa social yang baik. Karena dalam
pendidikan tarbiyah seorang murabbi (pendidik) akan menjadi figure dan tauladan
utama yang akan ditiru atau di ikuti oleh peserta didik.
6) Tarbiyah tidak hanya bersifat teori namun mengutamakan praktik dalam proses
pendidikan berlangsung
2. Ta’lim
Perkataan ta’lim secara bahasa dipetik dari kata dasar “allamayu-allimu-ta’liman”.
Secara rinci mempunyai makna dasar sebagai berikut: berasal dari kata dasar alama-
ya’malu yang berarti: mengeja atau memberi tanda dan kaya dasar alima-ya’malu yang
berarti: mengerti, mengetahui sesuatu atau memberi tanda.(Mahmud Yunus, 2010:
277).
Dalam bahasa Indonesia istilah ta’lim adalah pengajaran. Dari dua pengertian dasar
di atas, maka ta’lim mepunyai pengertian : “usaha untuk menjadikan seorang mengenal
tanda-tanda yang membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pegetahuan dan
pemahaman yang bennar tentang sesuatu”. Contohnya ketika Allah memberitahu Adam as.
nama-nama benda yang ada dihadapannya.
Taklim secara umum hanya terbatas pada pengajaran (proses transfer ilmu
pengetahuan) dan pendidikan kognitif semata-mata (proses dari tidak tahu menjadi tahu). 3
Beberapa ahli Pendidikan mendefinisikan taklim, sebagai berikut:

11
a. Abdul Fatah Jalal, mendefinisi-kan taklim sebagai proses pemberi pengetahuan,
pemaha-man, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah,…. taklim
menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang
dalam hidup serta pedoman perilaku yang baik. Taklim merupakan proses yang
terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab manusia dilahirkan tidak
mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang memper-
siapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkannya
dalam kehidupan (Jalal, 1977: 32).
b. Menuruit Rasyid Ridho, taklim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan ketentuan tertentu. Definisi ini berpijak
pada Firman Allah yang berbunyi:
Artinya: “ Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda
seluruhnya), kemudian mengemukakannya kepada para malaikat. Kemudian Allah
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama itu jka kamu memang orang-orang
yang benar. (Q.S. al-Baqarah: 31) (Ridho, 1373: 42)
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ sebagai proses transmisi yang dilakukan
secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma yang
diajarkan Allah kepadanya. taklim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan
orang dewasa…. (Ridho, 1373 H: 42).
c. Muhammad Naquib al-Attas, mengartikan taklim dengan pengajaran. Bila taklim
disinonimkan dengan tarbiyah, maka taklim mempunyi arti pengenalan tempat
segala sesuatu dalam sebuah sistem. Menurutnya ada hal yang membedakan antara
tarbiyah dengan taklim, yaitu ruang lingkup taklim lebih umum daripada tarbiyah,
karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi
eksistensial, yang mengacu pada segala sesuatu yang bersifat fisik mental (Naquib,
17).
d. Menurut Muhammad Athiyah al Abrasy, taklim lebih khusus dibandingkan dengan
tarbiyah, karena taklim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan
mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedankan tarbiyah mencakup keseluruhan
aspekaspek pendidikan (al-Abrasy, 1968: 32). Beberapa ayat terkait dengan kata
taklim dalam pengertian instruction antara lain: Q.S. alJum’ah: 2, Q.S. al-Baqarah:
151, Q.S. al-Rahman: 1-4, Q.S. Yasin: 69, Q.S. al-Syu’ara: 49, Q.S. Thaha: 71, Q.S.
al-Kahfi: 66, Q.S. Yusuf:: 6 dan 37, 68 dan 101, Q.S. alNisa’: 113, QS. Ali Imran:

12
17 dan 48, Q.S. al-Baqarah: 30, 31, 129, 239, Q.S. al-Maidah: 4 dan Q.S. alHujurat:
16.
Konsep taklim secara filosofis dalam alQur’an digunakan khusus untuk menunjukkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diulang dan dikembangkan, sehingga
menghasilkan pengaruh ke arah ketinggian spiritaul pada diri muta’allim. Ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat digali melalui budaya baca dan budaya tulis – bukan sekedar budaya
lisan dan menghapal – dan dapat dikembangkan dengan semangat kritis intelectual curiosity
dan kekuatan creative imagination melalui aktifitas intidzar.
a) Ayat-ayat Al-Qur’an tentang ta’lim
Adapun Ayat-ayat ta’lim yang menurut peneliti sesuai dengan konsep ta’lim
yakni :
1) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah al-Baqarah ayat 31.
         
     
Artinya: ”Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!".
2) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah ar-rahman ayat 1-4
          
Artinya: “(Tuhan) yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.”8
3) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah al-‘Alaq ayat 4-5.
         
Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
b) Tafsiran ayat-ayat ta’lim
1) Surah al-Baqarah ayat 31-32
Pada Ayat 31-32 di surah al-Baqarah ini, Dia (Allah SWT) mengajar kepada
Adam nama-nama (benda) seluruhnya,kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman, sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
benar!” Mereka menjawab, “ Mahasuci Engkau (Ya Allah), tidak ada pengetahuan

8
Departemen Agama RI, (2002), Mushaf Al-quran Terjemah, Jakarta: Al Huda.

13
bagi kami (Para Malaikat) selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Mengetahui (lagi) Mahabijaksana.
Dia yakni Allah Mengajar Adam nama-nama benda Seluruhnya, yakni
memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan
menunjuk benda-benda, atau mengajarnya mengenal fungsi benda-benda, dan ini
merupakan langkah awal dalam pengajaran Allah terhadap Nabi Adam a.s.
Kata ( ‫ ) ثم‬tsumma/ kemudian pada firman-Nya: kemudian Dia memaparkannya
kepada malaikat ada yang memahaminya sebagai waktu yang relatif lama antara
pengajaran Adam dan pemaparan itu, dan ada juga yang memahaminya bukan dalam
arti selang waktu, tetapi sebagai isyarat perihal kedudukan yang lebih tinggi, dalam
arti pemaparan serta ketidakmampuan malaikat dan jelasnya keistimewaan Adam as.
Melalui pengetahuan yang dimilikinya, serta terbuktinya ketetapan kebijaksanaan
Allah menyangkut pengangkatan Adam as sebagai khalifah, semua itu lebih tinggi
nilainya dari pada sekadar informasi tentang pengajaran Allah kepada Adam yang
dikandung oleh penggalan ayat sebelumnya.
Ucapan malaikat Mahasuci Engkau, mereka yang kemukakan sebelum
menyampaikan ketidaktahuan mereka, menunjukan betapa mereka tidak bermaksud
membantah atau memprotes ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah
di bumi, sekaligus sebagai bentuk pertanda “penyesalan” diri mereka atas ucapan
dan kesan dari yang ditimbulkan oleh pertanyaan itu.
Firman-Nya: Sesungguhnya Engkau Yang Maha Mengetahui (lagi)
Mahabijaksana mengandung dua kata yang menunjuk kepada mitra bicara yaitu
huruf ( ‫ ) ك‬kaf pada kata ( ‫ ) انك‬innaka dan kata ( ‫ ) انت‬anta. Kata anta oleh banyak
ulama dipahami dalam arti penguat sekaligus untuk memberi makna pengkhususan
yang tertuju kepada Allah SWT dalam hal pengetahuan dan hikmah sehingga
penggalan ayat ini menyatakan “sesungguhnya hanya Engkau tidak ada Tuhan selain
Engkau” Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kata ( ‫ ) العلين‬al-‘aliim
terambil dari akar kata ( ‫ )’علن‬ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti
menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Dalam Tata Bahasa Arab, menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf-
huruf ‘ain, lam, mim dalam berbagai bentuknya ialah untuk menggambarkan sesuatu
yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah SWT dinamai (
‫ ) ’عالن‬alim atau( ‫ )‘علين‬aliim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga
terungkap baginya halhal yang sekecil-kecilnya apa pun. Pengetahuan semua

14
makhluk ciptaan-Nya adalah bersumber dari pengetahuan-Nya “Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya” .
Kata (‫ ) الحكين‬al-hakiim dipahami oleh sebagian para ulama memiliki arti yang
memiliki hikmah, sedang hikmah Antara lain berarti mengetahui yang paling utama
dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan Pakar tafsir al-Biqa’I
menggarisbawahi bahwa al-hakim harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan
tindakan yang diambilnya sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri
begitu gitu seorang pengajar atau pendidik, tidak berbicara dengan ragu, atau kira-
kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. Thahir Ibn ‘Asyur
memahami kata al-hakim dalam arti siapa yang mengetahui seluk beluk sesuatu
sehingga mampu memeliharanya dari kerusakan dan kepincangan.9
2) Surah ar-Rahman ayat 1-4
Esensi kata ( ‫ ) ’علم‬allamal/ mengajarkan, memerlukan dua objek. Banyak
ulama yang menyebutkan objeknya adalah kata (‫ان‬PP‫ ) االنس‬al-insan/ manusia yang
diisyaratkan oleh ayat berikut. Thabathaba‟I menambahkan jin juga termasuk karena
surah ini ditujukan kepada manusia dan jin. Hemat penulis, bisa saja objeknya
mencakup selain kedua jenis tersebut. Malaikat Jibril yang menerima dari Allah
wahyu-wahyu Al-quran untuk disampaikan kepada Rasul Saw. termasuk juga yang
diajar-Nya, karena bagaimana mungkin malaikat itu dapat menyampaikan bahkan
mengajarkannya kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana yang dinyatakan
dalam QS. an-Najm [53]:5.
Bagaimana mungkin malaikat Jibril mampu mengajarkan firman Allah itu
kepada Nabi Muhammad Saw. jika malaikat itu sendiri tidak mendapat pengajaran
dari Allah SWT. Di sisi lain, tidak disebutkannya objek kedua dari kata tersebut
mengisyaratkan bahwa ia bersifat umum dan mencakup segala sesuatu yang di
jangkau oleh pengajaran-Nya.
Al-quran adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad saw. dengan lafal dan maknanya. Siapa yang membacanya
adalah ibadah dan menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad Saw. Kata (
‫ ) القزان‬Al-quran dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu

9
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 1, hal. 431-433.

15
lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja atau bagian
dari satu ayat.
Kata (‫ ) االنسان‬al-insan pada ayat ini mencakup semua jenis manusia, sejak Adam
a.s. hingga akhir zaman. Kata ( ‫ )البيان‬al-bayan pada mulanya berarti jelas. Menurut
yang dipahami Thabathaba‟I dalam arti “potensi mengungkap”, yakni kalam/
ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Lebih
lanjut, ulama ini menyatakan bahwa kalam bukan sekedar mewujudkan suara,
dengan menggunakan rongga dada, tali suara dan kerongkongan. Bukan juga hanya
dalam keanekaragaman suara yang keluar dari kerongkongan akibat perbedaan
makhrij al-huruf (tempat-tempat keluarnya huruf) dari mulut, tetapi juga bahwa
Allah Yang Maha Esa menjadikan manusia dengan mengilhaminya pengajaran al-
bayan itu tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi,
termasuk seni dan raut muka, gaya bahasa, mimik suara dan lain sebagainya .
Di sisi lain, kita tidak perlu menyatakan bahwa pengajaran Allah melalui ilham-
Nya itu adalah pengajaran bahasa. Ia adalah penciptaan potensi pada diri manusia
dengan jalan menjadikannya tidak dapat hidup sendiri, atau dengan kata lain
menciptakannya sebagai makhluk sosial. Hal itulah yang mendorong manusia untuk
saling berhubungan dan hal melahirkan aneka suara yang disepakati bersama
maknanya oleh satu komunitas, dan aneka suara itulah yang merupakan bahasa
mereka.10
3) Surah al-‘Alaq ayat 4-5
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami maknanya yakni “Dia (Allah)
mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia
sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui
sebelumnya.” Kalimat “yang telah diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat
pada susunan kedua, yaitu “yang belum atau tidak diketahui sebelumnya”, sedang
kalimat “tanpa pena” ditambah karena adanya kata “dengan pena” dalam susunan
pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “telah diketahui sebelumnya” adalah
khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan.
Dari uraian di atas, kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas
menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah SWT dalam mengajar manusia. Yakni
pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua

10
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 13, hal. 276-280.

16
melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan
istilah ( ‫‘ )لدني علم‬Ilm Ladunniy.11
Berdasarkan semua uraian tentang ta’lim dari tafsiran al-Mishbah di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Ta’lim merupakan kegiatan pengajaran, yakni adanya kegiatan proses belajar
mengajar yang di dalamnya terdapat orang yang mengajar dan ada yang di ajar.
b) Seorang yang menjadi pengajar dalam kegiatan ta’lim haruslah memiliki kriteria:
berilmu, percaya diri, bijaksana , memiliki retorika penyampaian yang baik dan
hikmah, mampu memaparkan dengan berbagai alat, sarana dan metode agar
pemaparan dapat tersampaikan secara efektif/efisien, serta mampu menyesuaikan
strategi pengajaran sesuai dengan kadar peserta didik dengan memahami potensi
orang yang di ajar.
c) Ta’lim adalah kegiatan pengajaran yang lebih dominan pentransferan ilmu dari
pengajar kepada yang di ajar, namun harus di iringi dengan adab, dan tata kerama
yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena, dari setiap ayat-ayat ta‟lim yang
penulis pahami, yang diajarkan itu lebih dominan bersifat pengetahuan.
d) Ta’lim merupakan kegiatan dari pengajaran yang lebih dominan mengasah ranah
kognitif (pengetahuan) walaupun tidak melupakan ranah afektif dan psikomotorik
peserta didik.

3. Tadris
Kata Tadris (‫) تدريسا‬adalah bentuk mashdar yang berasal dari kata (‫ درس‬-‫درس‬P‫ ي‬-‫) تدريسا‬
yang dikenal dalam istilah ilmu nahwu/shorf adalah bentuk timbangan fi’il tsulatsi mazid
biharfun wahid yang memiliki makna kata kerja yang dilakukan secara berulang-ulang atau
berkesinambungan.

Tadris dari akar kata daras – darras, artinya pengajaran, adalah upaya menyiapkan murid
(mutadaris) agar dapat membaca, mempelajari dan mengakaji sendiri, yang dilakukan dengan
cara mudarris membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan,
mengungkapkan dan mendiskusikan makna yang terkandung didalamnya sehingga mutadrris
mengetahui, mengingat, memahami, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan tujuan mencari ridho Allah (definisi secara luas dan formal). Al-Juzairi memakai
11
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 15, hal 463-465.

17
tadarrsu dengan membaca dan menjamin agar tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.
Menurut Rusiadi dalam tadris tersirat adanya mudarris. Mudarris berasal dari kata darasa-
yadrusu-darsan-durusan-dirasatan yang artinya terhapus, hilang bekasnya, mengahapus,
melatih dan mempelajar. Artinya guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta
didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodoha, serta melatih
keterampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya. 4 Mudarris adalah orang yang
memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaruhi pengetahuan dan
keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.

a. Ayat-ayat Tentang Tadris


Adapun Ayat-ayat tadris yang menurut peneliti sesuai dengan konsep tadris yakni :
1) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah al-Qalam ayat 37.
     
Artinya: “Atau Adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang
kamu membacanya?”.
2) Firman Allah SWT. di dalam Al-quran surah Saba’ ayat 44
         
  

Artinya: “Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka Kitab-Kitab yang
mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka
sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun.
b. Tafsiran Ayat-ayat Tadris
“Atau adakah bagi kamu sebuah kitab yang kamu padanya mempelajari bahwa
sesungguhnya bagi kamu di dalamnya kamu benar- benar boleh memilih? atau apakah
bagi janji-janji dengan sumpah dari Kami, yang berlaku sampai Hari Kiamat (bahwa )
seungguhnya kamu benar-benar dapat menetapkan putusan? Tanyakanlah kepada
mereka “siapakah dari mereka yang akan bertanggung jawab?” atau apakah bagi
mereka sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutusekutu mereka
jika mereka adalah orang-orang yang benar.”
Ayat-ayat di atas menafikan segala macam dalil dan dalih yang mungkin
dikemukakan guna membuktikan kebenaran dugaan kaum kafir itu. Ini dimulai

18
dengan argumentasi ‘aqliah di mana tidak ada yang sehat pikirannya dapat berbeda,
disusul dengan argumentasi berdasar penyampaian orang terpercaya yang bersumber
dari Allah, lalu disusul dengan kemungkinan adanya perlakuan khusus bagi mereka
berdasar janji dari yang berwewenang, dan akhirnya siapa tahu mereka sekedar
meniru ucapan dan pendapat orang lain. Kesemuanya tidak mereka tampilkan. 12

Berdasarkan semua uraian tentang tadris dari tafsiran al-Mishbah di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1) Tadris merupakan suatu kegiatan pendidikan yang di dalamnya terdapat proses


pembelajaran. Hal ini sebagaimana makna dari kata ‫ درست‬yang asal katanya berasal
dari fi’il madhi tsulasi mujarrod yang terdapat dari ayat 105 di surah al-An’am
yakni memiliki arti telah mempelajari. Sebagaimana Quraish shihab di dalam tafsir
al-Mishbah menjelaskan inti dari ayat 105 pada surah al-An’am bahwa Al-quran
merupakan hidangan berbagai macam petunjuk dalam kehidupan.
2) Dalam proses tadris, pembelajaran terdapat 2 subjek yakni pendidik (pengajar) dan
peserta didik (si pembelajar).
3) Dalam proses pembelajaran, peserta didik (si pembelajar) harus di arahkan untuk
mampu berpikir (ranah kognitif) untuk melakukan kegiatan belajar, dengan
kegiatan utama yakni: membaca, memahami, menghafal, menganalisa, berpikir,
mengeksperimen (praktik/ percobaan) dan mampu membuat kesimpulan yang
merupakan hasil dari pemahaman si peserta didik. Semua kegiatan proses
pembelajaran harus dilakukan dengan tekun, sungguh-sungguh, dan dengan
adabadab sesuai norma agama.

12
M.Quraish Shihab, (2002), Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran , Jakarta:
Lentera Hati, Volume 10, hal.641-643.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian, pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya mengenai
konsep tarbiyah, ta’lim, dan tadris , maka dapat disimpulkan tentang tarbiyah, ta’lim, dan
ta’dib, yakni sebagai berikut:
1. Tarbiyah, ta’lim, dan tadris adalah konsep hakikat pendidikan Islam, yang tidak
hanya dikenal sebagai hakikat pengertian pendidikan Islam, namun ketiga istilah
tersebut merupakan satu kesatuan unsur konsep hakikat pendidikan Islam
berdasarkan Al-quran.
2. Tarbiyah, ta’lim, dan tadris memiki perbedaan yang mendasar jika di tinjau dari
implementasinya, namun secara umumnya ketiga istilah tersebut memiliki
kesamaan dan satu-kesatuan yang paling mendasar, yakni proses kegiatan dalam
pendidikan. Jika ditinjau dari dasar perbedaan konsep Ta’lim, Tdaris, dan Tarbiyah,
maka penulis dapat menjelaskan perbedaan sederhana yakni sebagai berikut:
a) Tarbiyah adalah Pendidikan (membina, menumbuhkembangkan potensi,
memelihara, menjaga , mengarahkan dan membimbing) yang sifatnya lebih
mengarah ranah afektif dan psikomotorik peserta didik.
b) Ta’lim adalah Pengajaran, proses pentransferan ilmu (Kognitif)
c) Tadris adalah Pembelajaran (khusus pembelajaran yang bersifat ilmiah) yang
peserta didik sebagai subjek pembelajaran yang berperan aktif, dan identik
dengan pelajaran non agama yang memeerlukan kajian ilmiah, eksperimen dan
praktik (kognitif dan psikomotorik)

20
DAFTAR PUSTAKA
Attas, Al, Muhammad Naquib. 1988. Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung: Mizan.

Departemen Agama RI, (2002), Mushaf Al-quran Terjemah, Jakarta: Al Huda.

Departemen Pendidikan Nasional ,(2007), KBBI, Jakarta: Balai Pustaka

https://retizen.republika.co.id/posts/13367/pendidikan-di-masa-pandemi,

M.Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran.Vol 1

Jakarta: Lentera Hati.

Ma’zumi. dkk. 2019. Jurnal Tarbawy, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-

Sunnah: Kajian atas Istilah Tarbiyah, Taklim, Tadris, Ta’dib dan Tazkiyah. Vol 2

Mujib, Abdul dan Jusuf Muzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Rasyidin, Al. 2017. Falsafah Pendidikan Islam Membangun Kerangka ontologi,

Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendiidkan, Bandung: Citapustka Media Perintis.

Usiono. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

21

Anda mungkin juga menyukai