Makalah Tentang Syirkah
Makalah Tentang Syirkah
Makalah Tentang Syirkah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan
syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan
tuntunan syari’at. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul
tentang “syirkah” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca makalah
ini. Pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau
perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan
apa yang diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan
dalam empat akad utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-muzâra’ah dan al-musâqah.
Namun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai al-musyârakah saja. Sedangkan yang
lainnya dalam pembahasan yang lain.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyârakah dan
al-mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di pergunakan khusus untuk
pembiyayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dipaparkan beberapa rumusan masalah yang berkaitan
dengan permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dari syirkah?
2. Bagaimana landasan hukum tentang adanya syirkah?
3. Apa saja rukun dan syarat dari syirkah?
4. Bagaimanakah macam-macam dari syirkah?
5. Hal-hal apa sajakah yang menyebabkan berakhirnya syirkah?
C. Tujuan
1. Memberikan informasi tentang pengertian dari syirkah.
2. Untuk mengetahui tentang yang mendasari dari syirkah.
3. Memberikan informasi tentang rukun dan syarat dari syirkah.
4. Memberikan informasi tentang macam-macam dari syirkah.
5. Untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang menyebabkan berakhirnya syirkah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti:
هي اذن فى التصرف لهما معا انفسهما اى أن يأذن كل واحد من الشريكين لصاحبه فى ان
يتصرف فى مال لهما مع إبقاء حق التصرف لكل منهما
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua
orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah
satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak
untuk bertasharruf.
3. menurut syafi’iyah
عبارة عن ثبوت الحق في الشيئ الواحد لشخصين فصاعدا على جهة الشيوع:وفي الشرع
Syirkah menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang
bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama
4. menurut Hanabilah
أنا ثالث الشريكين مالم: ان هللا عزوجل يقول:قال. م.عن أبى هريرة رفعه الى النبي ص
يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman:
“Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati
pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu
Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).5[5]
3. Ijma’
Ijma’ ulama mengatakan, bahwa muslimin telah berkonsensus akan legitimasi syarikah
secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya. Maka secara
tegas dapat dikatakan bahwa kegitan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam islam, sebagai
dasar hukumnya telah jelas dan tegas.6[6]
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam
beberapa elemen darinya.7[7]
C. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada
perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua
yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan
perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Jika ada yang
menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang
berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat.8[8]
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi
empat bagian, sebagai berikut.9[9]
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun
dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) berkenaan dengan
benda, maka benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan b)
berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat
diketahui dua pihak.
2. Semua yang bertalian dengan syirkah mâl. Dalam hal ini terdapat dua perkara yang
harus dipenuhi, yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah
dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, dan b) benda yang
dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun
berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; a) modal
(harta pokok) harus sama, b) orang yang bersyirkah adalah ahli untuk kafalah, dan
c) orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melakukan syirkah umum, yakni
pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4. Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat syirkah
mufâwadhah.
Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad
ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Imam Syafi’i berpendapat bahwa syirkah yang sah
hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal. Akad syirkah ada
kalanya hukumnya shahih ataupun fasid. Syirkah fasid adalah akad syirkah di mana salah satu
syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi, jika semau syarat sudah terpenuhi maka syirkah
dinyatakan shahih.10[10]
D. Macam-Macam Syirkah
1. Syirkah Amlâk (Hak Milik)
Yaitu perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan
atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkah seperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik
bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh menggunakannya tanpa seijin rekannya. Menurut Sayyid
Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah amlâk adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu
jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiâri atau jabari.11[11]
Syirkah milk juga dibagi menjadi menjadi dua yaitu:12[12]
a. Syirkah milk jabr, ialah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu
benda secara paksa
b. Syirkah milk al-ikhtiyar, ialah ibarat kesepakatan dua orang atau lebih untuk
menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara
mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan
dari keuntungan.
Syirkah milk tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lain yang mengakibatkan
pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua
orang atau lebih terbagi dalam dua aset nyata dan berbagi dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut.13[13]
Misalnya: Si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh seseorang
dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang keduanya, atau
mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua berserikat dalam kepemilikan
mobil tersebut.
2. Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
Yaitu akad kerja sama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, artinya
kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian
keuntungan. Misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya. Bentuk syirkah seperti inilah yang
hendak kami bahas dalam tulisan kali ini. Dalam syirkah seperti ini, pihak-pihak yang berkongsi
berhak menggunakan barang syirkah dengan kuasa masing-masing. Dalam hal ini, seseorang
bertindak sebagai pemilik barang, jika yang digunakan adalah miliknya. Dan sebagai wakil, jika
barang yang dipergunakan adalah milik rekannya.
Macam-Macam Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di dalam
Islam terdapat lima macam syarikah, yaitu:14[14]
a. syirkah al-‘inân
Yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama
jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak yang lain.
Sementara itu, Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdurrahman
Sadique menyebutkan bahwa syirkah al-‘inân adalah kerjasama dua orang atau
lebih dalam hal modal yang dilaksanakan oleh mereka yang berserikat dalam hal
modal tersebut sementara hasilnya dibagi bersama.15[15]
Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati maupun
kerugiannya. Sesuai dengan kaidah:
Simpulan
Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal
yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada
perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama
sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan. Mengenai landasan hukum tentang syirkah ini
terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan (ijab
dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga yaitu, pertama, ucapan:
berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan
disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan mitra harus kompeten dalam memberikan
atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja): modal yang
diberikan harus tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan syirkah
‘uqûd. Adapun yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula yang secara
khusus, seperti yang telah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’ân al-Karî m.
Syafei’, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Cet. 1. Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Muhammad. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah. Edisi 1. Cet. 1.
Yogyakarta: Bpfe-Yogyakarta, 2005
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Edisi 1. Cet. 1. Jakarta: Amzah, 2010.
Ghazaly, Abdul Rahman dan Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat.
Edisi 1. Cet. 1. Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2010.
Al-baghâ, Musthofâ Dayb. al-Tadzhî b fî adillah Matan al-Ghô yah wa al-taqrî b. Cet. 1.
Malang: Ma’had Sunan Ampel al-Ali Uin Maulana Malik Ibrahim, 2013.
Naja, H.R. Daeng. Akad Bank Syariah. Cet. 1. Yogyakarta: pustaka Yustisia, 2011.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan kontemporer. Cet. 1. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012.
Sadique, Muhammad Abdurrahman. Essentials of Mushârakah and Mudhârabah. Edisi
1. Internasional islamic University Malaysia: IIUM Press, 2009.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar al-fikr, 2006.
Sahrani, Sohari dan Abdullah, Ru’fah. Fikih Muamalah. Cet. 1. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
Pengertian Syirkah, dasar, rukun, syarat dan jenis syirkah
Kerja Lembur
10:52 AM
Makalah
A. Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’),
syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau temannya.
Menurut bahasa Arab (etimologis), syirkah berarti
campur. Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri
dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut hukum syara’, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk
melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Menurut istilah syirkah adalah akad perjanjian yang menetapkan adanya hak milik bersama antara dua
orang atau lebih yang bersekutu/ bersero.
Definisi syirkah:
1. Menurut mazhab Maliki adalah suatu izin bertasharruf (pengelolaan harta) bagi masing-masing
pihak yang bersertifikat.
2. Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf
(pengelolaan harta).
3. Menurut Syafi'i, syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan
tujuan persekutuan.
4. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa syirkah adalah akad antara orang Arab yang berserikat dalam
hal modal dan keuntungan.
5. M. Ali Hasan mengatakan bahwa syirkah adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran
untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
Berdasarkan pengertian syirkah diatas, syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam
suatu usaha perjanjian guna melakukan usaha secara bersama-sama serta keuntungan dan kerugian
juga ditentukan sesuai dengan perjanjian.
B. Dasar Syirkah
Ada beberapa dasar hukum syirkah yang menjadi pegangan bagi para ulama, yaitu:
1. Al-Qur'an
"… maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga …" (QS. An-Nisa': 12).
Dan
"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim
kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh" (QS.
Shad: 24)
Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT, akan adanya perserikatan dalam
kepemilikan harta, hanya saja dalam surah An-Nisa': 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr)
karena waris, sedangkan dalam surah Shad: 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyar).
2. Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim.
"Dari Abu Hurairah RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman: Aku jadi
yang ketiga dari dua orang yang berserikat, selama tidak berkhianat terhadap temannya, jika ia
berkhianat, maka aku harus keluar dari mereka berdua itu". (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim).
Hadits ini menerangkan, bahwa jika dua orang bekerja sama dalam satu usaha, maka Allah ikut
menemani dan memberikan berkah-Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya. Koperasi akan
jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT,
bahwa dalam berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk berkhianat terhadap
sesama anggotanya. Itulah koperasi yang dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka
kejujuran harus diterapkan kembali.
Dengan melihat hadis tersebut diketahui bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal sejak sebelum
Islam datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu fiqh Islam. Dimana koperasi termasuk usaha ekonomi
yang diperbolehkan dan termasuk salah satu cabang usaha.
3. Ijma'
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni yang dikutip oleh Muhammad Syafi'i Antonio dalam bukunya
Bank Syari'ah dari Teori ke Praktik, telah berkata: "Kaum muslimin telah berkonsesus terhadap
legitimasi musyarokah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya.
C. Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya jâ'iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau
terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah
dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan
Abu Hurairah ra:
Allah SWT Berfirman, ”aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu selama salah seorang
dari keduanya tidak menghianati temannya, aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah
seorang menghianatinya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya).
D. Rukun syirkah
E. Syarat Syirkah
1. syarat lafadz, syarat menjadi anggota, dan syarat modal perkongsian.Syarat lafadz. Kalimat
akad hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan. Umpamanya salah
seorang diantara keduanya berkata: “kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau
menjalankannya dengan jalan jual beli dan lain-lain” jawab yang lainnya, “ saya seperti yang
engkau katakan itu”.
2. Syarat menjadi anggota perserikatan: Berakal, Baligh dan Merdeka.
3. Syarat modal perkongsian:
Modal hendaknya berupa uang ( emas atau perak) atau barang yang dapat ditimbang atau
ditakar. Misalnya beras, gula dll.
Dua barang itu hendaknya dicampurkan sebelum akad sehingga antara kedua barang tidak
dapat dibedakan lagi.
F. Macam Syirkah
Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak adalah pemilikan suatu jenis barang oleh lebih dari satu orang. Syirkah ini terjadi pada
harta warisan, atau hibah kepada lebih dari satu orang. Harta ini menjadi milik mereka bersama dan
diusahakan bersama. Syirkah dalam kategori terbagi menjadi dua bentuk:
a. Syirkah Ikhtiari,
bahwa dua orang dihibahkan atau diwasiatkan sesuatu, lalu mereka berdua. Demikian pula halnya jika
mereka memberi sesuatu yang mereka bayar berdua, maka barang yang mereka beli itu sebagai syirkah
milik.
b. Syirkah jabari,
adalah sesuatu yang berstatus sebagai milik lebih dari satu orang, karena mau tak mau harus demikian,
artinya tanpa adanya usaha mereka dalam proses pemilikan barang tersebut, misalnya harta warisan
tanpa adanya usaha dari pemilik, barang menjadi mereka berdua.
2. Syirkah Uqud
Syirkah uqud yaitu, bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu
kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan.
Ulama fiqih berbeda pendapat tentang bentuk-bentuk serikat yang termasuk dalam syirkah uqud ini.
An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam,
sepanjang memenuhi syarat-syaratnya.
Menurut ulama Hanafiyah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inân, abdan,
mudhârabah, dan wujûh.
Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan
mudhârabah.
Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah hanya syirkah inân dan
mudhârabah.
Contoh syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan
membangun dan menjual belikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp
500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh),
misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung
nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra
usaha (syarîk) berdasarkan besarnya modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka
masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah
berkata,”Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas
kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah”.
b) Syirkah ‘Abdan
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi
kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran
(seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang
batu, sopir dan sebagainya). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal.
Contohnya: Pemborong ikan memberikan modal (perahu ,bahan bakar dan alat penangkap ikan)
kepada A dan B yang keduanya adalah nelayan, setalah itu kedua nelayan mendapatkan upahnya
yang akan dibagi rata atau berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi.
Jadi, boleh saja syirkah‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun
disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. tidak boleh berupa
pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh
juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata,
"Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta
rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan
Ammar tidak membawa apa pun." [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].
Hal itu diketahui Rasulullah Saw dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau.
c) Syirkah Mudhârabah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi
kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl). Istilah mudhârabah
dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.
Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10
juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha
perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Saw)
dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun
demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal,
sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum
wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian
dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika
kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan
oleh pemodal.
d) Syirkah Wujûh
adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja
(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal
ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam
syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya.
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam
barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa
konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154). Misal: A dan B adalah
tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang
dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki
50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi
dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan
prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing
mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk
syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.
e) Syirkah Mufâwadhah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas
(syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini,
menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri,
maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai banyak modal (jika
berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah) atau
ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika
berupa syirkah wujûh).
G. Hal yang Membatalkan atau MENGAKHIRI SYIRKAH
https://arsippkuliah.blogspot.com/2017/03/makalah-syirkah.html
a. Pengertian Syirkah dalam Islam Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti
mencampurkan dua bagian atau lebih hingga tidak dapat dibedakan lagi antara bagian yang satu
dengan bagian lainnya. Menurut istilah, pengertian syirkah adalah suatu akad yang dilakukan
oleh dua pihak atau lebih yang telah bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan. b. Rukun dan Syarat Syirkah Secara garis besar, terdapat tiga rukun
syirkah sebagai berikut. Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Persyaratan orang yang
melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan
harta). Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun
persyaratan pekerjaan atau benda yang boleh dikelola dalam syirkah harus halal dan
diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan. Akad atau yang disebut juga
dengan istilah shigat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasharruf, yaitu harus adanya
aktivitas pengelolaan. c. Macam-Macam Syirkah Syirkah terbagi menjadi 4 macam, yaitu (1)
syirkah `inan, (2) syirkah ‘abdan, (3) syirkah wujuh, dan (4) syirkah mufawadhah. 1) Syirkah
‘Inan Syirkah ‘inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi
kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah dalam Islam hukumnya boleh berdasarkan dalil
sunah dan ijma’ sahabat. Contoh syirkah ‘inan dapat kita cermati sebagai berikut : Pengertian
Syirkah dalam Islam Fahmi dan Syahmi adalah sarjana-sarjana teknik informatika. Fahmi dan
Syahmi bersepakat menjalankan bisnis jasa perancangan dan pembangunan sistem informasi
untuk organisasi-organisasi pemerintahan atau swasta. Masing-masing memberikan kontribusi
modal sebesar Rp20 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam
syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan harus berupa uang. Sementara barang seperti rumah atau
kendaraan yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal, kecuali jika barang tersebut
dihitung nilainya pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan yang dilakukan
sebelumnya dan kerugian ditanggung oleh masing-masing syarik (mitra usaha) berdasarkan porsi
modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
2) Syirkah ‘Abdan Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-
masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa memberikan kontribusi modal (amal).
Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) maupun kerja fisik
(seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal. Contoh Syirkah ‘abdan : Udin dan
Imam sama-sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka juga
sepakat apabila memperoleh ikan akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: Udin
mendapatkan sebesar 60% dan Imam sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan
kesamaan profesi atau keahlian antara keduanya, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja
syirkah ‘abdan terdiri atas beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa
pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan yang halal dan tidak boleh berupa pekerjaan
haram, misalnya berburu anjing. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan
yang telah diatur sebelumnya, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra
usaha). 3) Syirkah Wujuh Syirkah wujuh merupakan kerja sama karena didasarkan pada
kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh
adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan
adanya pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal). Contoh Syirkah wujuh : Andri
dan Rangga adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu Andri dan Rangga bersyirkah wujuh
dengan cara membeli barang dari seorang pedagang secara kredit. Andri dan Rangga bersepakat
bahwa masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu, keduanya menjual barang
tersebut dan keuntungannya dibagi dua. Sementara harga pokoknya dikembalikan kepada
pedagang. Syirkah wujuh ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan. 4) Syirkah
Mufawadhah Syirkah mufawadhah merupakan syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah yang telah dijelaskan di atas. Syirkah mufawadhah dalam
pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan
menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi
modal jika berupa syirkah ‘inan, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufawadhah, atau
ditanggung oleh mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki jika
berupa syirkah wujuh. Contoh Syirkah mufawadhah : Adha adalah pemodal, berkontribusi modal
kepada Fahmi dan Syahmi. Kemudian, Fahmi dan Syahmi juga sepakat untuk berkontribusi
modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada Fahmi dan
Syahmi. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika Fahmi dan
Syahmi sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun,
ketika Adha memberikan modal kepada Fahmi dan Syahmi, berarti di antara mereka bertiga
terwujud mudharabah. Di sini Adha sebagai pemodal, sedangkan Fahmi dan Syahmi sebagai
pengelola. Ketika Fahmi dan Syahmi sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi
modal, di samping kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘inan di antara Fahmi dan Syahmi.
Ketika Fahmi dan Syahmi membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang
kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh antara Fahmi dan Syahmi. Dengan demikian,
bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah
mufawadhah.
Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.com/2014/10/pengertian-rukun-syarat-dan-macam-
macam.html