Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Penelitian Terhadap Permasalahan Hukum Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 113

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dunia kini telah memasuki abad 21, abad dimana perkembangan teknologi

dan informasi bergerak dengan cepatnya. Bahkan hal-hal yang dahulu tidak

pernah terbayangkan kini semuanya dapat terjadi.

Transaksi jual beli yang seyogyanya dilakukan secara terang tunai kini

dapat dilakukan dengan mentransfer bahkan melalui internet sekalipun.

Perubahan tidak hanya terhenti sampai di sana saja, tanda tangan yang dahulu

dilakukan secara konvensional kini sudah dapat dilakukan secara elektronik

(electronic signature). Begitu hebatnya perkembangan teknologi dan informasi,

telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Bahkan buruh-buruh yang

telah bekerja cukup lama harus diberhentikan dari pekerjaannya karena

kemampuan mereka tergantikan mesin-mesin yang digerakkan oleh robot-robot.

Hadirnya perdagangan global telah meruntuhkan tembok-tembok

penghalang tranformasi teknologi dan informasi ke berbagai negara. Perdagangan

global ini, yang diaplikasikan dengan perdagangan bebas yang diprakarsai oleh

WTO (World Trade Organization - 1995).

1
Di era perdagangan bebas, tenaga kerja yang menguasai ilmu pendidikan

formal dan non formal-lah yang akan dipakai. Ilmu pendidikan formal yang

dimaksud didapatkan melalui strata/jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah

dan tinggi. Pendidikan formal tidaklah cakup sebagai modal agar dapat "survive"

dalam perdagangan bebas yang kita jalani. Begitu banyak sarjana-sarjana yang

masih menganggur. Hal ini dikarenakan para sarjana ini tidak mempunyai keahlian

lain, keahlian lain ini dapat diperoleh melalui pendidikan non formal.. Pendidikan

non formal tidak hanya di dapat melalui jalur sekolah saja melainkan juga di dapat

secara otodidak/pengalaman-pengalamannya. Proses pembelajaran/ pendidikan

akan terus berlangsung selama kita hidup. Pendidikan non formil itu antara lain,

kemampuan berbahasa asing dan menguasai atau setidak-tidaknya mengetahui

sistem teknologi dan informasi yang ada sekarang ini.

Dewasa ini, tenaga kerja dunia berbondong-bondong meninggalkan

negaranya untuk misi pekerjaan di negara lain yang menawarkan upah lebih tinggi.

Para buruh yang mempunyai nilai jual tinggi tentu akan mempunyai peluang yang

cukup besar dalam mencapai upah yang lebih tinggi. Globalisasi tidak hanya

menyebabkan perputaran investasi dan informasi secara cepat saja, juga

menyangkut kepada masalah tenaga kerja.

Derasnya arus migrasi tenaga kerja pada dasarnya merupakan resultan dari

tiga kondisi yang berbeda di masing-masing negara maju, negara industri baru dan

2
negara miskin dan berkembang. Keberhasilan pembangunan ekonomi di negara

maju telah mendorong tingkat upah dan kondisi lingkungan kerja ketaraf yang lebih

baik lagi. Di negara industri baru, percepatan pembangunan ekonomi

menyebabkan permintaan akan tenaga kerja yang berketrampilan harus di

datangkan dari negara maju, sedangkan untuk pekerjaan yang lebih

mementingkan otot datang dari negara miskin dan berkembang.

Kehadiran para tenaga kerja yang memakai otot tidak hanya karena adanya

pengiriman dari negara asal melainkan juga karena ada permintaan dari negara

yang dituju karena permintaan akan selalu hadir jika ada penawaran, begitu juga

sebaliknya. Di negara-negara yang miskin dan berkembang, kesulitan

mendapatkan pekerjaan dan upah yang rendah-lah yang mendorong terjadinya

migrasi tenaga kerja.

Terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud diatas, tidak hanya terjadi akhir-

akhir ini saja melainkan sudah sejak dahulu meski arus migrasi dari maupun

menuju indonesia belum begitu secepat sekarang ini. Bahkan sejak tahun 1958,

Indonesia telah memiliki "Undang-undang yang mengatur penempatan tenaga

kerja asing di negaranya. Dengan berlandaskan pada ketentuan yuridis Pasal 28

Ayat 1 dan 89 UUDS 1950 maka untuk menjamin bangsa yang layak dari

3
kesempatan kerja di Indonesia bagi Warga Negara Indonesia, perlu diadakan

peraturan untuk mengawasi pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia.

Sedangkan ketentuan khusus yang mengatur tenaga kerja asing setelah

kemerdekaan terdapat dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang

Penempatan Tenaga Asing atau disebut pula dengan Undang-undang tentang

Penempatan Tenaga Kerja Asing, alasan diterbitkannya Undang-undang

tersebut, karena pada saat itu berbagai bidang-bidang pekerjaan tertentu

ditempati oleh tenaga kerja asing, hal ini selain melanjutkan bidang perkerjaan

yang sudah dilaksanakan pada masa kolonial, juga dikarenakan tenaga kerja

Indonesia belum memungkinkan menempati bidang-bidang pekerjaan tetentu,

baik di bidang-bidang teknis maupun bi bidang-bidang usaha dalam suatu

perusahaan, padahal disadari kondisi tersebut tidak boleh berlangsung terus,

karena tidak baik untuk perkembangan tenaga kerja Indonesia, oleh karena itu

Pemerintah berusaha untuk mengatasi hal tersebut dengan membuat Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga

Asing, pada dasarnya memberikan kesempatan seluas-luasnya pada tenaga

kerja Indonesia untuk menempati posisi dalam segala lapangan pekerjaan, pada

sisi lain terbatasnya sumber daya manusia, maka masih dimungkinkan atau

4
dibolehkannya tenaga kerja asing menempati posisi-posisi tetentu dan berkerja

di wilayah Indonesia, akan tetapi tenaga kerja asing yang diperbolehkan bekerja

di Indonesia harus dibatasi dan diawasi, dengan demikian dipakainya lembaga

pengawasan dengan instrumen perizinan menjadi identitas dari undang-undang

Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing, dimana dalam

pelaksanaan instrumen perizinan tersebut melibatkan beberapa instansi.

Di lain pihak Era perdagangan bebas telah melahirkan blok-blok

perdagangan, di tingkat regional ditandai dengan adanya ASEAN Free Trade

Area (AFTA) dan di tingkat global dengan adanya World Trade Organization

(WTO), akibatnya lalu lintas perdagangan barang dan jasa menjadi borderless

atau tanpa batas, sehingga perdagangan jasa mengalami perubahan yang

mendasar, konsekwensinya dengan tidak terdapatnnya lagi batas sebagaimana

diuraikan di atas, maka terdapat suatu kenyataan bahwa semakin banyak orang

asing yang datang ke Indonesia dengan latar belakang dan tujuan yang berbeda-

beda, diantaramya untuk berusaha dan bekerja dan kehadirannya di Indonesia

memiliki berbagai macam implikasi.

Demikian halnya dengan perubahan hukum di bidang ketenagakerjaan,

khususnya pengaturan penempatan tenaga kerja asing, jika pada awal

kemerdekaan diperbolehkannya tenaga asing bekerja di Indonesia dengan

5
pembatasan-pembatasan tertentu, maka setelah diundangkannya Undang-

undang Nomor 1 tahun 1967 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 11 tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing dan diundangkannya

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam

Negeri, maka kedua-dua undang-undang di atas sangat berpengaruh terhadap

pembangunan hukum ketenagakerjaan, oleh karena itu pada tahun 1969

dibuatlah Undang-undang Nomor 14 Tahumn 1969 Tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

Perbedaannya dengan Undang-undang ketenagakerjaan sebelumnnya,

khususnya dalam pengaturan penempatan tenaga asing yaitu, pada undang-

undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

Tenaga Kerja, pengaturan penempatan tenaga kerja asing di Indonesia di atur

menjadi satu dalam Undang-undang ketenagakerjaan, alasan masih

dimungkinkannya tenaga asing berkerja di Indonesia berkaitan dengan masalah

alih teknologi, perpindahan tenaga kerja, pendampingan kerja dan pelatihan

kerja, hal ini ditujukan dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia,

agar mampu merespons aplikasi maupun pemanfaatan teknologi yang terus

berkembang.

6
Pembangunan hukum ketenagakerjaan sejalan dengan perkembangan

ekonomi ke arah yang lebih liberal terus dilakukan, karena tenaga kerja

mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan

tujuan pembangunan, dengan demikian sesuai dengan peranan dan kedudukan

tenaga kerja, maka dibutuhkan hukum ketenagakerjaan yang ditujukan untuk

meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan

serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan harkat

dan martabat kemanusiaan.

Dengan demikian berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan dalam kurun

waktu setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 2005, telah dilakukan

beberapa kali perubahan, hal ini dilakukan karena pertimbangan kebutuhan dan

dinamika kemasyarakatan sebagaimana diuraikan di atas, Undang-undang yang

dimaksud antara lain; Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja; kemudian Undang-undang

Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor 11

Tahun 1998 Tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun

1997 Tentang Ketenagakerjaan; serta terakhir Undang-undang Nomor 28

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3

Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998

Tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang

7
Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang, terakhir adalah Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Dengan perubahan undang-undang Ketenagakerjaan tersebut telah terjadi

perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan tenaga kerja, khusus

berkaitan dangan pengaturan tenaga kerja asing perkembangannya teryata tidak

secara tersendiri di atur dalam satu undang-undang, sebagaimana terdapat

dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga

Asing, akan tetapi dalam berbagai perubahan undang-undang ketenagakerjaan

tersebut masih dipertahankan substansi hukum yang berkaitan dengan lembaga

perizinan dan pengawasan dan substansi hukum yang berhubungan dengan

penggunaan dan penempatan tenaga kerja asing yang pada pelaksanaannya

dilakukan oleh Instansi atau lembaga yang berlainan, sehingga dibutuhkan suatu

koordinasi yang baik diantara lembaga-lembaga tersebut, seperti Imigrasi,

Kejaksaan, Kepolisian, Badan Intelejen negara (BIN) maupun Pemda.

Permasalahan yang timbul sehubungan dengan penggunaan tenaga kerja

asing di Indonesia, adalah pelanggaran izin tinggal, dan ijin kerja. Dalam paspor

para tenaga kerja asing ini tertulis bahwa izin yang diberikan pemerintah Indonesia

oleh pihak imigrasi adalah untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing di Indonesia

8
dengan jabatan dan waktu tertentu bahkan hanya sebagai turis. Tidak jarang para

perusahaan pengguna sering kali menyembunyikan tenaga kerja asing ilegal ini.

Bangsa kita kini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala

bidang sebagai salah satu upaya agar segera bangkit dari keterpurukan. Dalam

menghentikan pemerosokan ekonomi dan melaksanakan pembangunan ekonomi

maka azas penting yang harus dipegang teguh ialah bahwa segala usaha harus

didasarkan kepada kemempuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri.

Namun begitu azas itu tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan

potensi-potensi modal, teknologi dan skill yang tersedia dari luar negeri, selama

segala sesuatu itu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi rakyat

tanpa mengakibatkan ketergantuan terhadap luar negeri. Untuk itulah, Indonesia

tidak menutup kehadiran pihak asing baik dalam bentuk modal maupun sebagai

tenaga profesional yang akan bekerja di Indonesia. Untuk menghindari

penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan, maka Pemerintah perlu untuk

mengatur pekerjaan-pekerjaan yang dapat dijalankan oleh tenaga kerja asing

dengan pembatasan-pembatasannya juga penyediaan kesempatan kerja itu bagi

Warga Negara Indonesia sendiri. Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjakan memerintahkan Menteri yang mengurusi tenaga kerja

MENAKERTRANS untuk segera menetapkan jabatan tertentu yang dapat diduduki

oleh tenaga kerja asing. Perintah ini tertuang dalam Pasal 42 ayat (5) dan

9
kemudian diulang lagi dalam Pasal 46 ayat (2). Begitu pentingnya, pengaturan

jabatan-jabatan tertentu yang dapat dan yang dilarang diduduki oleh tenaga kerja

asing ini. Namun demikian, peraturan pelaksanaan ini belum dikeluarkan sehingga

peraturan tersebut belum dapat dijalankan. secara gramatikal intenpretasi

berhubung belum adanya keputusan menteri ini, maka jabatan yang dilarang

diduduki oleh tenaga kerja asing adalah yang mengurusi personalia.

Di samping itu sesuai dengan tuntutan reformasi yang meminta

diberikannya otomoni daerah yang lebih luas, maka dalam kaitannya dengan

ketentuan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 yang kemudian telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, di dalam undang-undang tersebut telah

diberikan pembagian kewenangan termasuk pembagian kewenangan di bidang

ketenagakerjaan, sehingga Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota diberi wewenang pula membuat peraturan daerah (Perda) yang

substansinya berkaitan dengan pengaturan ketenagakerjaan di daerah, dengan

demikian secara ideal harus dilahirkan produk hukum daerah menjadi kesatuan

sistem, dalam hierarki peraturan perudang-undangan sebagaimana ditentukan

oleh Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Dengan demikian untuk mengetahui masalah hukum ketenagakerjaan dan

10
khusunya masalah hukum tenaga asing di Indonesia, maka Badan Pembinaan

Hukum Nasional menganggap perlu mengadakan penelitian hukum mengenai

Permasalahan Hukum Tenaga Kerja Asing di Indonesia.

B. Permasalahan

Dengan latar belakang sebagaimana uraian di atas, maka permasalahan

dalam penelitian ini antara lain;

1. Bagaimana pengaturan tentang tenaga kerja, khususnya tenaga kerja

asing di Indonesia.

2. Sejauhmana pengawasan dan perizinan telah dilakukan terhadap tenaga

kerja asing.

3. Bagaimana perlindungan terhadap tenaga kerja asing dan pelaksanaan

transfer of knowledge.terhadap tenaga kerja Indonesia

C. Tujuan/Kegunaan Penelitian.

1. Secara Umum.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menelit,i merumuskan dan

membahas berbagai permasalahan hukum berkenaan dengan pelaksanaan

dan kendala dalam menggunakan tenaga kerja asing untuk bekerja di

Indonesia.

11
2. Secara Khusus.

a. Untuk mengetahu kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan

tenaga kerja asing di Indonesia agar tidak terjadi peningkatan

pengangguran di dalam negeri.

b. Sejauhmana masalah pengawasan dan perizinan telah dilakukan

terhadap Tenaga Kerja Asing..

c. Untuk mengetahui perlindungan tenaga kerja asing di Indonesia dan

pelaksanaan transfer of knowledge terhadap tenaga kerja Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian:

1. Secara Teoritis.

Untuk mengetahui secara mendalam tentang permasalahan hukum berkaitan

dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

2. Secara Praktis.

Penelitian ini berguna sebagai bahan masukan dalam rangka pembahasan

perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan masalah perburuhan.

E. Kerangka Teori

12
Diterbitkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang

Penempatan Tenaga Asing dengan tujuan antara lain; untuk memberikan bagian

yang layak dari kesempatan kerja bagi warga negara Indonesia, selain untuk

memenuhi hasrat bangsa Indonesia untuk menduduki tempat-tempat yang layak

dalam berbagai lapangan kerja.

Penempatan tenaga asing berkaitan erat dengan pemberian kesempatan

bekerja bagi tenaga kerja Indonesia, dengan demikian dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia Pemerintah turut campur dalam penempatan

tenaga asing, dengan turut campurnya Pemerintah, maka mulai terjadinya

pergeseran sifat hukum perdata yang melekat pada hukum ketenagakerjaan

menjadi bersifat hukum publik, selain itu dalam melaksanakan penempatan

tenaga-tenaga asing sangat berkaitan dengan perkembangan ekonomi, maka

pembatasan tenaga kerja asing pada awalnya diarahkan untuk menghilangkan

unsur-unsur kolonial dalam struktur ekonomi negara, dalam lapangan usaha

yang vital bagi perekonomian nasional, dengan demikian pengawasan terhadap

tenaga-tenaga asing harus diperkeras, diantaranya dengan menutup jabatan-

jabatan tertentu untuk tenaga asing dan menyediakannya khusus untuk tenaga-

tenaga Indonesia.

Dengan demikan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang

Penempatan Tenaga Asing penekanannya pada penggunaan sistem pemberian

13
izin untuk mempekerjakan tiap-tiap orang asing, sehingga semua perkerjaan

orang asing dapat diawasi oleh Pemerintah, oleh karena itu izin masuk bagi

orang asing yang hendak bekerja di Indonesia harus dihubungkan dengan izin

untuk mempekerjakan orang asing.

Dalam perubahan-perubahan undang-undang ketenagakerjaan masih

dimasukan substansi perizinan penggunaan tenaga kerja warga negara asing

dengan maksud yang berbeda dengan Undang-undang sebelumnya, dalam

Undang-undang ketenagakerjaan yang terbaru yaitu Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, alasannya yaitu agar penggunaan tenaga kerja warga

negara asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga

kerja Indonesia secara optimal.

Selain itu terjadi perubahan substansi dalam hukum ketenagakerjaan,

perubahan substansial tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu

pertama pengaturan yang berkaitan dengan masa sebelum bekerja (pre-

employment), dalam pengaturan ini berkaitan dengan masalah pengadaan

tenaga kerja yang meliputi pengaturan lowongan kerja, pengerahan dan

penempatan tenaga kerja baik lokal maupun luar ( tenaga kerja asing),

kedua pengaturan yang berkaitan dengan masa selama bekerja (during

employment), dalam pengaturan ini terkait dengan hubungan kerja, masalah ini

14
menjadi bagian penting karena merupakan inti substansi hukum

ketenagakerjaan, sehingga Pemerintah perlu ikut campur tangan dan mengatur

selama hubungan kerja berlangsung dan ketiga berkaitan dengan masa setelah

bekerja (post employment), dalam kelompok ini berkaitan dengan perlindungan

kepada pekerja setelah selesainya hubungan kerja, dengan demikian secara

teoritis hukum ketenagakerjaan mencakup pengaturan yang meliputi: materi

pokok pertama sebelum memasuki hubungan kerja, kedua selama dalam

hubungan kerja dan ketiga sesudah selesai hubungan kerja, dilain pihak subyek

dari hukum ketenagakerjaan terdiri dari, pengusaha, pekerja dan Pemerintah,

oleh karena itu dengan undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan diharapkan terjadinya keseimbangan antara kepentingan

pekerja, kepentingan pengusaha dan kepentingan ekonomi nasional secara

keseluruhan, dilain pihak dengan undang-undang di atas akan terdapat landasan

yang kuat untuk melakukan penegakan hukum yang lebih mantap serta

penataan kembali kebijaksanaan dibidang ketenagakerjaan yang semakin luas

dan kompleks.

Dilain pihak secara normatif dalam undang-undang ketenagakerjaan

diatur mengenai penggunaan tenaga kerja asing yang dilakukan secara selektif,

hal ini dimaksudkan dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia

secara optimal dengan cara alih teknologi penggunaan tenaga kerja asing

15
tersebut, dipihak lain berkaitan dengan alih teknologi di atas, maka diatur

mekanisme pengawasan terhadap perusahaan yang mempekerjakan tenaga

asing wajib memiliki izin.

Dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan

pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kerja asing, diatur dalam Pasal 152

sampai dengan Pasal 157, sedangkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pengaturan tenaga kerja

asing di atur dalam pasal 42 sampai dengan 49.

Dalam pasal-pasal tersebut di atas pada dasarnya memungkinkan tenaga

kerja asing berkerja di Indonesia, dengan syarat, tata cara perizinan,

perencanaan, pengendalian dan pengawasannya, pengaturan mengenai

pengawasan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang

Ketenagakerjaan di atur dalam Pasal 166 dan Pasal 167, sedangkan dalam

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan diatur dalam

pasal 176 sampai dengan Pasal 181.

F. Kerangka Konsepsional

16
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat, sedangkan Pemberi kerja adalah orang

perorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang

mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain.

Pengertian pengusaha adalah orang perorangan, persekutuan atau badan

hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan, sedangkan Tenaga Kerja

Asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di

wilayah Indonesia. Selain itu pengertian Izin Tinggal adalah izin yang diberikan

kepada orang asing oleh Pejabat Imigrasi untuk berada di wilayah Indonesia,

sedangkan Orang asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia;

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah Indonesia

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Visa adalah izin tertulis yang

diberikan oleh Kepala perwakilan Republik Indonesia yang memuat persetujuan

bagi orang asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.

17
G. Metode Penelitian

Penelitian terhadap Permasalahan Hukum Tenaga Kerja Asing di

Indonesia akan dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan

penelitian empiris.

Dalam penelitian empiris akan dihasilkan data primer, dan dari penelitian

kepustakaan akan diperoleh data sekunder yang akan diperoleh gambaran-

gambaran mengenai bagaimana praktek peraturan perundang-undangan yang

mengatur tenaga kerja asing diterapkan di lapangan.

Sebagaimana dikatakan oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji 1,,

penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum normatif di dalamnya

tercakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf

sinkronisasi hukum secara vertical maupun horisontal, perbandingan hukum dan

sejarah hukum, berkaitan dengan penelitian masalah hukum tenaga kerja di

Indonesia, maka penekanan penelitian difokuskan pada penelitian hukum

dengan melakukan penelitian terhadap asas-asas hukum, perbandingan hukum,

sejarah hukum dan sinkronisasi hukum yang berkaitan dengan hukum

ketenagaakerjaan yang pernah dan sekarang berlaku di Indonesia. Oleh

karenanya sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, maka pengumpulan

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu


Tinjauan Singkat,” Jakarta : Radja Grafika, 1995.
18
data akan dilakukan dengan studi pustaka terhadap data sekunder yang terdiri

dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier, data tersebut didapat dengan

melakukan penelusuran data di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan

Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman dan HAM dan di

Perpustakaan hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perpustakaan

Departemen Tenaga Kerja, Perpustakaan DPR-RI, Sekretariat MPR/DPR dan

Badan Legilatif (BALEG) DPR-RI.

Setelah terlebih dahulu memilih bahan hukum yang relevan dengan

substansi penelitian, maka bahan hukum yang sesuai akan diinventarisasi dan

dipelajari dengan melakukan kegiatan pencatatan. Hasil inventarisasi terhadap

bahan hukum primer, maka yang menjadi obyek penelitian dan relevan untuk

diteliti antara lain; naskah tertulis berupa Undang-undang yang berkaitan dengan

hukum ketenagakerjaan dan Peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu

untuk memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer, maka akan

dilakukan penelusuran atas bahan hukum sekunder dengan obyek penelitian

baku-buku hukum, hasil penelitian sejenis dibidang hukum, artikel hukum, opini

(pendapat) para ahli hukum. Selanjutnya akan dilakukan pula penelusuran atas

bahan hukum tertier, meliputi tulisan-tulisan yang berupa kamus hukum, laporan

seminar, ensiklopedia dan sejenisnya, lebih lanjut untuk menambah kelengkapan

19
data akan dilakukan pula penelusuran data non hukum berupa bahan primer

yang terdiri dari buku-buku actual yang relevan dengan materi penelitian.

Studi pustaka sebagaimana diuraikan di atas akan dilakukan melalui tahap-tahap

identifikasi bahan bahan hukum yang diperlukan dan data yang sudah terkumpul

kemudian diolah melalui tahap pemeriksaan (editing), penandaan (coding),

penyusunan (reconstructing), sistematisasi berdasarkan pokok bahasan yang

diindentifikasi dari rumusan masalah (systematizing), dilain pihak data primer

akan dikumpulkan melalui alat pengumpulan data primer antara lain; akan

dilakukan wawancara dengan para nara sumber yang memahami persoalan

berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja asing dan

pihak-pihak yang mempekerjakan tenaga kerja asing diantaranya adalah

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pengusaha yang mempekerjakan

tenaga kerja asing, serta tenaga kerja asingnya sendiri maupun pandangan

tenaga kerja asing itu sendiri.

Terhadap data primer yang telah dikumpulkan akan dilakukan analisis secara

kualitatif dan akan dilakukan pembahasan, kemudian berdasarkan hasil

pembahasan akan diambil kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan

penelitian.

20
H. Lokasi Penelitian.

Penelitian akan dilakukan di Jakarta dan Batam. Kota ini dipilih karena

keduanya sebagai salah satu pusat pergerakan ekonomi yang banyak

menggunakan tenaga kerja asing selain tenaga kerja dalam negeri/ domestik.

I. Jadwal Penelitian

Penelitian ini akan dimulai sejak April - Nopember 2005 dengan perincian waktu

kerja sebagai berikut:

Penyusunan proposal - April 2005

Penelitian pustaka - Mei - Juni 2005

Pengumpulan Data - Juni - Juli - Aagustus 2005

Penyusunan Laporan Akhir - September - Oktober 2005

J. Sistimatika Penelitian.

Bab I : Pendahuluan
Bab II : Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Tenaga Kerja Asing
di Indonesia.
Bab III : Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia (Masalah dan
Implikasinya).
A. Perizinan.

21
B. Pengawasan.
Bab IV : Perlindungan dan Transfer of Knowledge
A. Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja
B. Transfer of Knowledge
Bab V : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran

K. Personalia TIM Penelitian

Konsultan : Kasubid Pengawasan TKA-Wasdakim

Ketua : Hj. Hesty Hastuti, SH, MH

Sekretaris : Adharinalti, SH

Anggota : 1. H. Ady Kusnadi, SH, MH, CN

: 2. Sumijati Sahala, SH, M.Hum

: 3. Mosgan Situmorang, SH, MH

: 4. Lamtiur Tampubolon, SH

Asisten : Kristomo, S. Sos

Pengetik : 1. Erna Tuti

2. K arno Wiryoredjo

22
BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANG TERKAIT DENGAN TENAGA KERJA

ASING DI INDONESIA

Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas

kepada tenaga kerja warga negera Indonesia (TKI),

Pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing (TKA)

dan melakukan pengawasan penggunaan TKA atas dasar

peraturan perundang-undangan. Sebelum lahirnya Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK)

penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam

UU Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga (Kerja)

Asing. Undang-undang Penempatan Tenaga Asing tersebut

telah dicabut dengan UUK dalam Pasal 192 angka 9.

Selanjutnya pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja

asing tidak lagi diatur dalam suatu perundangan

tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari kompilasi

dalam UU Ketenagakerjaan yang baru. UUK isinya (antara

lain) adalah pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(TKA) yang dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan

Pasal 49.

1
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Salah satu muatan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan adalah penggunaan tenaga kerja

asing yang tetap, yang sesuai dengan kompetansi yang

diperlukan. Ketentuan yang terkait dengan penggunaan

tenaga kerja asing tertuang dalam Bab VIII mulai dari

pasal 42 sampai dengan pasal 49.

Untuk meneuhi kebutuhan pasar kerja nasional

terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi

di bidang tertentu nyang tidak dapat tercover oleh tenaga

kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dikerjakan

di Indonesia sepanjang dengan hubungan kerja untuk

jabatan tertentu dan waktu tertentu. Mempekerjakan tenaga

kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun sesuai

denghan ketentuan kel pemberi kerja orang perseorangan.

Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja

asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau

pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara

asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai

pegawai diplomatic dan konsuler. Ketentuan mengenai

jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja

asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu

Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka


2
Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing

pendatang.

Selain harus memiliki izin mempekerjakan tenaga

kerja asing, sebelumnya pemberi kerja harus memiliki

rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh

Menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali bagi instansi

pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan

negara asing. Ketentuan mengenai tata cara pengesahan

rencana penggunaan tenaga kerja asing diatur oleh Kepmen

yaitu KEPMENAKERTRANS Nomor : Kep.228/MEN/2003 tentang

RPTKA. Di dalam RPTKA ini minimal memuat :

a. Alasan penggunaan tenaga kerja asing;

b. Jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam

struktur organisasi persusahaan yang bersangkutan;

c. Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing;

d. Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia

sebagai pendamping tenaga kerja asing yang

dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian

dari tenaga kerja asing1.

Terhadap setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga

kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah

1
Untuk tercapainya alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja
warga negara Indonesia, maka diadakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sesuai dengan kwalifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing kecuali bagi tenaga kerja
asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
3
maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga

kerja asing. Hal itu bertujuan agar kehadiran tenaga

kerja asing di Indoesia bukanlah dianggap sebagai ancaman

yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru

kehadiran mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja

Indonesia untuk lebih professional lagi dan selalu meng-

up-grade dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama

tenaga kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing.

Oleh karenanya Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan membatasi jabatan-jabatan yang dapat

diduduki oleh tenaga kerja asing. Terhadap tenaga kerja

asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi

personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yang

selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenga Kerja

dan Transmigrasi Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-

jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari

Kewajiban Membayar Kompensasi.

Jabatan-jabatan yang dilarang (closed list) ini

harus diperhatikan oleh si pemberi kerja sebelum

mengajukan penggunaan tenaga kerja asing. Selain harus

mentaati ketentuan tentang jabatan, juga harus

memperhatikan standar kompetansi yang berlaku. Ketentuan

tentang jabatan dan standar kompetrensi didelegasikan ke

dalam bentuk Keputusan menteri. Sayangnya, dalam praktek


4
masih menggunakan aturan yang tidak sesuai dengan Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan baik

yang lahir karena pendelegasian maupun karena atribusi.

Kahadiran tenaga kerja asing dikatakan sebagai salah

satu pembawa devisa bagai negara. Hal mana terlihat dari

adanya pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja

asing yang dipekerjakannya. Pembebasan pembayaran

kompensasi ini diberikan kepada pemberi kerja tenaga

kerja asing kecuali instansi pemerintah, perwakilan

negara asing, badan-badan internasional, lembaga social,

lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di

lembaga pendidikan (vide Pasal 3 Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigarasi Nomor 223 Tahun 2003

tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang

Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi. 2 Besanya

dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar

negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga

kerja asing di Indoesia sebesar US$100 (PP nomor 98 Tahun

2000).

Dalam rangka pelaksanaan transfer of knowledge

(ToK), dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja

2
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan
yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasimaka Peraturan
Menteri Tenaga KErja N0. PER-02/MEN/1998 tentang Penyempurnaan Pasal
4 Peraturan MEnteri Tenaga Kerja No.-01/MEN/1997 dinyatakan tidak
berlaku lagi.
5
Indonesia, kepada pemberi kerja diwajibkan untuk

mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja

pendamping (Pasal 49 UU No. 13 No. 2003 tentang

Ketenagakerjaan). Pengaturan tersebut dengan Keputusan

Presiden yang sampai saat ini belum ditetapkan .

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Nomor: Kep.20/Men/III/2004 Tentang Tata Cara

Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Jo

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Nomor : 228/Men/2003 Tentang Tata Cara Pengesahan

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia diatur

dalam Bab VIII mulai dari pasal 42 sampai dengan pasal 49

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Dalam pasal 42 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan

dinyatakan bahwa dalam mempekerjakan tenaga kerja asing,

setiap pemberi kerja wajib memiliki izin tertulis dari

Menteri. Sebagai pelaksana pasal 42 ayat (1) Undang-

undang Ketenagakerjaan, dikeluarkan Keputusan Menteri

yaitu KEPMENAKERTRANS Nomor : KEP.20/MEN/III/2004 Tentang

Tata Cara Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja

Asing.

A. Mengenai Kewajiban
6
Bagi Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh

pemberi kerja wajib memiliki pendidikan dan/atau

pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang

didudukinya minimal 5 tahun, bersedia membuat

pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada

tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga

Kerja Indonesia (TKI) pendamping tenaga kerja asing

yang bekerja di indonesia yang harus dapat

berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia (pasal 2).

Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)

diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan

Tenaga Kerja Departemen Tenaga kerja dan

Transmigrasi kepada pemberi kerja Tenaga Kerja

Asing 3 , dengan sebelumnya melampirkan (pasal 5 jo

pasal 3) :

a. Copy Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAs) untuk

bekerja atas nama tenaga kerja yang bersangkutan;

b. Copy perjanjian kerja;

c. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan

tenaga kerja asing4.

3
IMTA harus diterbitkan oleh Direktur selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
dilengkapinya persyaratan-persyaratan (pasal 8) dan jika IMTA belum keluar dapat menerbitkan dulu
IMTA sementara untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Sedangkan jangka waktu
berlakunya IMTA sama dengan masa berlakunya ijin tinggal (pasal 9 ayat (1)).
4
Dana Kompensasi dipergunakan tenaga kerja asing ini ditetapkan sebesar US$ 100 per
bulan untuk setiap tenaga kerja asing dan dibayarkan di muka (pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri
tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Tata Cara memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja
7
Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) ini dapat

diperpanjang oleh Direktur/Gubernur (Pasal 3 ayat 2).

Untuk mendapatkan KITAS, terlebih dahulu mengajukan

permohonan kepada Direktur Jenderal Imigrasi. Selain

KITAs, Dirjen Imigrasi juga mengeluarkan visa untuk

bekerja di Indonesia (Pasal 4 ayat (2)). Untuk

mendapatkan rekomendasi memperoleh visa untuk

bekerja dan KITAS, pemberi kerja tenaga kerja asing

melampirkan (pasal 4 ayat (1)) :

a. Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA;

b. Copy paspor tenaga kerja asing yang akan

dipekerjakan;

c. Daftar riwayat hidup tenaga kerja asing yang akan

dipekerjakan;

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3

(tiga) lembar.

B. Mengenai larangan Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.

Pada pasal 7 ayat (1) ditetapkan bahwa, pemberi

kerja dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing pada

lebih dari 1 (satu) jabatan dan mempekerjakan tenaga

kerja asing yang telah dipekerjakan oleh pemberi

Asing). Jika hanya mempekerjakan kurang dari 1 bulan saja, maka dana kompensasi yang wajib
dibayarkan sebesar 1 bulan penuh (pasal 6 ayat (2)). Pembayarannya dilakukan oleh pemberi kerja
dan disetorkan pada Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan (DPKK) pada Bank pemerintah
yang ditunjuk oleh Menteri.
8
kerja yang lain (pasal 7 ayat (2)) kecuali jika

tenaga kerja asing itu diangkat sebagai

Direktur/Komisaris di perusahaan lain berdasarkan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

C. Perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

(IMTA)

Tentang perpanjangan IMTA diatur pada pasal 10

sampai dengan pasal 12. IMTA dapat diperpanjang

paling lama 1 (satu) tahun (pasal 11 ayat (2)), bila

masa berlaku IMTA belum berakhir (pasal 11 ayat (3).

Oleh karena itu permohonan perpanjangan IMTA

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja

sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir,

dengan melampirkan (pasal 11 ayat (1)) :

1. Formulir pengajuan IMTA yang telah diisi;

2. IMTA yang masih berlaku;

3. Bukti pembayaran dana kompensasi;

4. Laporan realisasi pelaksanaan program

pendidikan dan pelatihak kepada TKI pendamping;

5. Copy Surat keputusan RPTKA yang masih berlaku;

6. Pas photo berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar

ukuran 4 x 6 cm.

9
Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh (pasal 10 ayat

(2)) :

1. Direktur (untuk tenaka kerja asing yang lokasi

kerjanya lebih dari 1 wilayah propinsi);

2. Gubernur (untuk tenaga kerja asing yang lokasi

kerjanya wilayah Kabupaten/Kota dalam 1 propinsi).

D. IMTA Untuk Pekerjaan Mendesak

Pekerjaan yang bersifat mendesak/darurat atau

pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani

secara langsung mengakibatkan kerugian fatal bagi

masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih dari

60 (enam puluh) hari (pasal 13 ayat (1), yang mana

jenis pekerjaan mendesak itu ditetapkan oleh

instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha

yang bersangkutan (pasal 13 ayat (3)). Permohonan

pengajuan IMTA yang bersifat mendesak ini

disampaikan kepada Direksi dengan melampirkan

(pasal 14) :

1. Rekomendasi dari instansi pemerintah yang

berwenang;

2. Fotocopy paspor TKA yang bersangkutan;

3. Pasfoto TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga)

lembar;

4. Bukti pembayaran dana kompensasi;


10
5. Bukti izin keimigrasian untuk kunjungan usaha.

E. IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP)

Penggunaan izin menggunakan tenaga kerja asing

pemegang KITAP diajukan kepada Direktur Penyediaan

dan Penggunaan Tenaga Kerja DEPNAKERTRANS, dengan

melampirkan (Pasal 16 ayat (1)) :

1. Fotocopy RPTKA yang masih berlaku;

2. Fotocopy izin tinggal tetap yang masih berlaku;

3. Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan

4. Fotocopyijazah atau pengalaman kerja;

5. Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA;

6. pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3

lembar.

IMTA yang telah diterbitkan menyusul

disetujuinya permohonan IMTA oleh Direktur

Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Asing

DEPNAKERTRANS, berlaku paling lama 1 tahun sejak

diterbitkannya UMTA. IMTA ini juga dapat

diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA

(pasal 16 ayat (2) jo pasal 17).

F. Alih Status.

Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh

instansi pemerintah/lembaga pemerintah atau badan

internasional lainnya, dengan mengajukan terlebih


11
dahulu permohonan rekomendasi alih status kepada

Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan

KITAs/KITAP sebagai dasar perubahan IMTA atau

penerbitan IMTA baru (pasal 18).

G. Perubahan Nama Pemberi Kerja

Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama,

pemberi kerja harus mengajukan permohonan perubahan

RPTKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan

Tenaga Kerja DEPNAKERTRANS. Setelah RPTKA disetujui,

Direktur Penyediaan dan Penggunaan DEPNAKERTRANS

menerbitkan rekomendasi kepada Direktur jenderal

Imigrasi untuk mengubah KITAs/KITAP sebagai dasar

perubahan IMTA, dengan terlebih dahulu menyampaikan

permohonan dengan melampirkan :

1. Fotocopy RPTKA yang masih berlaku;

2. Fotocopy KITAs/KITAP yang masih berlaku;

3. Fotocopy IMTA yang masih berlaku;

4. Fotocopy bukti perubahan nama perusahaan yang

telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

H. Perubahan lokasi Kerja

Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan

lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan

permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada


12
Direktur Penyediaan dan Penggunaan tenaga Kerja

DEPNAKERTRANS dengan melampirkan fotocopy RPTKA dan

IMTA yang masih berlaku (pasal 20).

I. Pelaporan

IMTA yang diterbitkan oleh Direktur dan IMTA

perpanjangan yang diterbitkan oleh Direktur atau

Gubernur wajib dilaporkan kepada menteri dengan

tembusan kepada Dirjen setiap 3 bulan (pasal 21 ayat

(2)). Sedangkan terhadap pemberi kerja yang

diberikan kewajiban melaporkan penggunaan TKA dan

pendamping TKA di sebuah perusahaan setiap 6 bulan

sekali kepada Direktur dan Gubernur dengan tembusan

kepada Dirjen.

J. Berlakunya Kepmenakertrans Nomor 20/MEN/III/2004

Tentang Tata Cara Mempekerjakan IMTA itu maka

Permenaker Nomor Per-03/MEN/1990 tentang Pemberian

Ijin Mempekerjakan TKWNAP, Kepmenaker Nomor Kep-

416/MEN/1990 tentang Pelaksanaan Permenaker Nomor :

Per-03/MEN/1990 Tentang Pemberian Ijin Mempekerjakan

TKWNAP dan ketentuan-ketentuan lain yang

bertentangan dengan Keputusan Menteri ini dinyatakan

tidak berlaku lagi.

13
K. Keputusan menteri itu berlaku sejak ditetapkan yaitu

tanggal 1 Maret 2004. Akan tetapi dalam

pelaksanaannya khususnya di kota Bahu-bahu

sepenuhnya dijalankan pada bulan Agustus 2005.

RPTKA dapat disahkan jika pemberi kerja mengajukan

permohonan dengan melampirkan: (Pasal 4 ayat (1)

Kepmenaker Nomor 228/MEN/2003 Tentang tata Cara

Pengesahan RPTKA)) :

a. Formulir RPTKA yang sudah dilengkapi yang berisi :

1. Identitas pemberi kerja TKA;

2. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur

bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan

3. Besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;

4. Tongkol TKA;

5. Uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;

6. Lokasi kerja;

7. Jangka waktu penggunaan TKA;

8. Penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping

TKA yang dipekerjakan;

9. Rencana program pendidikan dan pelatihan TKI

(pasal 4 ayat (2) Kepmenakertrans Nomor

228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan RPTKA).

b. Surat Ijin Usaha dari instansi yang berwenang;

14
c. Akte pengesahan sebagai badan hokum bagi perusahaan

yang berbadan hokum;

d. Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah

daerah setempat;

e. Bagan struktur organisasi perusahaan;

f. Fotocopy penunjukan TKI sebagai pendamping;

g. Fotocopy wajib lapor ketenagakerjaan berdasarkan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib

laporan ketenagakerjaan di perusahaan yang masih

berlaku.

Permohonan RPTKA disampaikan kepada Dirjen melalui

Direktur (pasal 6). Jika dokumen permohonan belum

lengkap, Dirjen atau Direktur harus beritahukan secara

tertulis maksimal tiga hari kerja sejak permohonan

diterima (pasal 7 ayat (1)), tetapi jika permohonan

tersebut telah memenuhi syarat maka Dirjen/Direktur

melakukan penilkaian kelayakan dengan berpedoman pada

daftar jabatan yang ditetapkan oleh Menteri dan

memperhatikan kebutuhan pasar kerja nasional (pasal 7

ayat (2).

Jika hasil penilaian kelayakan telah sesuai dengan

daftar jabatan, maka Dirjen segera menerbitkan Surat

Keputusan Pengesahan RPTKA (Pasal 8). Untuk permohonan

penggunaan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih


15
(pasal 9 huruf a) atau oleh Direktur unhtuk permohonan

penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang

(pasal 9 huruf b). Surat Keputusan yang dimaksud memuat :

(pasal 10) :

a. Alasan penggunaan TKA;

b. Jabatan dan/atau kedudukan TKA;

c. Besarnya upah;

d. Jumlah TKA;

e. Lokasi kerja TKA;

f. Jangka waktu penggunaan TKA;

g. Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping kantor

usaha jasa umpresariat (pasal 10 ayat (2).

RPTKA dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama

5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang

sama dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam

negeri, dengan melengkapi :

a. Laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;

b. Surat Keputusan RPTKA yang akan diperpanjang.

Jika masa kerja TKA sudah habis dan tidak dapat

diperpanjang, dapat digantikan oleh TKA lainnya (pasal 42

ayat (6) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003).

RPTKA yang sah disahkan dapat diadakan perubahan

sebelum jangka waktunya berakhir, dengan menambahkan,

mengurangi jabatan beserta jumlah TKA, dan/atau perubahan


16
jabatan; dan/atau perubahan lokasi kerja (pasal 13).

Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini tanggal 31

Oktober 2003, maka semua ketentuan yang bertentangan

dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi (pasal

14 jo 15).

3. KEPPRES Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)

Berbeda dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yang menggunakan istilah tenaga

kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa

dengan maksud bekerja di wilayah NKRI. Istilah tersebut

juga dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang

merupakan peraturan pelaksanaannya, antara lain

Kepmenakertrans Nomor : Kep.228/MEN/2003 Tentang tata

Cara dan Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Asing, dan Kepmenakertrans Nomor : Kep-20/MEN/III/2004

tentang Tata Cara Memperoleh IMTA. Akan tetapi dalam

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penampatan

tenaga Asing, orang asing yang bekerja tidak disebutkan

dengan istilah “tenagta kerja asing” (TKA), tetapi

disebut dengan istilah “orang asing” (saja), yakni

terhadap orang yang bukan warga negara Republik Indonesia

(pasal 1 angka 1).


17
Dalam KEPPRES Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan

tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP),

menggunakan istilah tenaga warga negara asing pendatang,

yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa

tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin

tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari

dalam wilayah Republik Indonesia (pasal 1 angka 1).

Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang

tenaga kerja asing bukan saja dating (sebagai pendatang)

dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada

kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan

bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian

orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius

sanguinis).

Pada prinsipnya, perintah Keppres Nomor 75 Tahun

1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing

pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga

kerja Indonesia disebua bidang dan jenis pekerjaan yang

tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang

tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga

kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga

negara asing pendatang dapat sampai batas waktu tertentu

(pasal 2).

18
Ketentuan ini diharapkan agar tenaga kerja Indonesia

kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang

bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus

melibatkan tenaga kerja asing. Dengan demikian penggunaan

tenaga kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam

rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara

optimal.

Tenaga kerja warga negara asing pendatang dapat

bekerja di wilayah Republik Indonesia atas dasar

permintaan pengguna atau sponsor yang telah mendapat izin

dari instansi yang berwenang sesuai dengan hbidang

kegiatannya, karena Indonesia menganut asas sponsorship

dan tenaga kerja warga negara asing pendatang hanya dapat

bekerja dalam hubungan kerja (pasal 1 jo pasal 2 ayat (1)

Kepmenaker Nomor Kep-173/MEN/2000).

19
BAB III

PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA (MASALAH DAN

IMPLIKASINYA)

Penempatan Tenaga Kerja Asing di Indonesia semula diatur

dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan tenaga

Kerja Asing yang selanjutnya dicabut dengan undang-undang

Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (pasal 42 sampai dengan

pasal 49). Di dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 pasal 42

sampai dengan pasal 49 tersebut ditegaskan bahwa setiap

pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin

tertulis dari Menteri.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang tersebut, kemudian

dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1968 yang

menegaskan kembali kewajiban setiap warga negara asing yang

bekerja di Indonesia, termasuk mereka yang melakukan pekerjaan

bebas (unje beroepen), seperti pengacara, dokter, akuntan dan

lain-lain, dan pengusaha yang berkewarganegaraan asing yang

berusaha sendiri untuk memiliki izin kerja tertulis dari

Menteri.

Di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian

Tenaga Kerja Asing dipersempit yaitu warga negara asing pemegang

visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dala

ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja


yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin

tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pengertian tenaga kerja asing berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan tenaga Kerja

Asing Pendatang adalah :

1. Tenaga kerja warga negara asing pendatang yaitu tenaga

kerja warga negara asing yang mempunyai visa tinggal

terbatas atau izin tinggal terbatas (KHAS).

2. Tenaga kerja warga negara asing yang mempunyai izin tinggal

tetap (KITAP).

Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebh luas

kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi

penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan.

Penggunaan tenaga kerja asing atas dasar peraturan perundang-

undangan. Pemerintah pun mengeluarkan sejumlah perangkat hokum

mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai

pada pengawasan. Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor m3 Tahun 1958

tentang Penempatan tenaga Kerja Asing. Undang-undang tersebut

kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan melalui pasal 192 angka 9; selanjutnya

penggunaan tenaga kerja asing dimuat pada Bab VIII Pasal 42

sampai pasal 49
Dalam pasal 42 sampai pasal 49 tersebut, ada sejumlah

poeraturan yang harus dikeluarkan agar proses penggunaan

tenaga kerja asing dapat terlaksana sesuai dengan jalur hokum

yang sudah ditetapkan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan

oleh Undang-undang Ketenagakerjaan itu antara lain :

1. Keputusan Menteri tentang Jabatan tertentu dan waktu

tertentu (pasal 42 ayat (5));

2. Keputusan Menteri tentang tata cata pengesahan rencana

penggunaan tenaga kerja asing (pasal 43 ayat (4));

3. Keputusan Menteri tentang Jabatan dan standar kompetensi

(pasal 44 ayat (2));

4. Keputusan Menteri tentangJabatan-jabatan tertentu yang

dilarang di jabat oleh tenaga kerja asing (pasal 46 ayat

(2));

5. Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan tertentu di

lembaga pendidikan yang dibebaskan dari pembayaran

kompensasi (pasal 47 ayat (3)).

6. Peraturan pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan

Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4).

7. Keputusan Presiden tentang Penggunaan tenaga kerja asing

serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja

pendamping (Pasal 49).


Kalau kita cermati, baik Peraturan Pemerintah, Kepmen maupun

Keppres yang diperuntukkan Undang-undang ini, masih

menggunakan yang lama. Hal ini dikarenakan materi yang

bersangkutan belum diatur dengan Peraturan Pemerintah, Keppres

maupun Keputusan Menteri yang baru. Ketentuan tersebut antara

lain :

1. Pengaturan besarnya kompensasi dean penggunaannya.

Ketentuan ini masih diatur melalui Peraturan pemerintah

Nomor 98 Tahun 2000.

2. Pengaturan tentang jabatan dan standar kompensasi.

3. Pengaturan pengawasan terhadap kegiatan warga negara asing

yang melakukan pekerjaan bebas di Indonesia. Ketentuan ini

masih diatur dengan Inpres Nomor 10 Tahun 1968.

4. Pengaturan penggunaan tenaga kerja warga negara asing

pendatang. Ketgentuan ini masih diatur dengan Keppres Nomor

75 Tahun 1995.

5. Pengaturan rencana Penggunaan tenaga Kerja Warga Negara

Asing Pendatang untuk pekerjaan yang beersifat sementara

dan mendesak. Ketentuan ini masih diatur dengan Surat

Edaran Menaker Nomor : 04/MEN/1992.

Sejak Undang-undang Ketenagakerjaan disepakati bersama

antara DPR dan Presiden dan disahkan dan diundangkan pada


tanggal 25 Martet 2003, telah dilahirkan beberapa ketentuan

hokum untuk melaksanakan undang-undang tersebut,1 antara lain :

1) Kepmenakertrans Nomor 20/MEN/III/2004 tentang tata Cara

Memperoleh Izin Mempekerjakan tenaga kerja asing;

2) Kepmenakertrans Nomor 228/MEN/2003 tentang Tata Cara

Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

3) Kepmenakertrans Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan

Program JAMSOSTEK bagi tenaga kerja asing.

4) Kepmenakertrans Nomor 223/MEN/2003 tentang Jabatan-jabatan

di Lembaga Pendidikan yang dikecualikan dari kewajiban

Membayar Kompensasi.

A. Perizinan

Semenjak amandemen UUD 1945, asas otonomi daerah

mendapatkan posisinya dalam pasal 18 tentang pemerintah daerah

dan dikembangkannya sistem pemerintahan yang desentralistis

melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Lima hal pokok yang menjadi kewenangan Pusat menyusul

diberlakukannya otonomi daerah ini adalah luar negeri,

pertahanan dan keamanan, moneter, kehakiman, dan fiscal. Masalah

1
Keputusan Menteri yang dibidani Depnakertrans ini merupakan implementasi Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun pelaksanaan undang-undang oleh Keputusan Menteri merupakan bentuk
penyimpangan dari sistem presidensial yang tata urutan pendelegasian undang-undang hanya dapat dilakukan
dengan Peraturan Pemerintah dan di subdelegasikan lagi kepada Keputusan Presiden. Pensubdelegasian undang-
undang kepada Keputusan menteri justru mengembalikan kepada sistem parlementer, yang mana (Perdana)
Menteri-lah yang menjalankan roda pemerintahan.
ketenagakerjaan pun menjadi lingkup kewenangan pemerintah

daerah, dengan menempatkannya dalam struktur organisasi dan tata

kerja dalam struktur “dinas”.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Ketenagakerjaan dan

KEPMENAKER Nomor 20/MEN/III/2004 tentang tata Cara Memperoleh

Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, pengajuan mempergunakan

tenaga kerja asing untuk pertama kalinya diajukan kepada Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya untuk perpanjangan

diajukan kepada dan diberikan oleh Direktur atau Gubernur.

Kondisi inipun telah melahirkan masalah baru sebagaimana hasil

penelitian tim di Kota Batam.

Berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2003 Tentang pembentukan

Struktur Organisasi dan tatakerja Dinas Batam, Bagan Susunan

Organisasi Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam adalah sebagai

berikut :

Kepala Dinas

Kelp. Jabatan Kabag Tata


Fungsional Usaha

Kabid Program
Kasi Pelatihan, Kasubbag
Instruktur & Lembaga Keuangan

Kasi Norma Kerja & Kasi Penempatan Kabid Hub.


Jamsosotek Perluasan Kerja & Industrial &
Tenaga Kerja Asing Syarat-Sayarat
Ketengakerjaan
Kasi
Keselamatan & Kasi Organisasi
& Persyaratan Kasi
Hiperkes Kabid
Kerja Penyelesaian
Hub. Industrial Pengawasan &
Ketenagakerjaa
Kasi nn
Penyusunan Kabid Kasi Evaluasi &
Penempatan & Pengendalian Kasubbag
Program
Latihan Umum dan
Perlengkapan

Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam

Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, seksi penempatan kerja dan tenaga kerja

asing memiliki tuas dan wewenang dalam proses pemberian izin

tenaga kerja asing di Kota Batam. Akan tetapi setelah Undang-

undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tugas dan

kewenangan seksi ini-pun tereliminir. Para pengusaha hanya akan

mempekerjakan tenaga kerja asing pun harus menyeberang pulau

meneuju Departemen tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ada di

Jakarta. Tentu saja dengan mekanisme baru ini membutuhkan waktu

dan biaya yang tidak sedikit. Apa lagi birokrasi departemen kita

masih dinilai negatif; urusan yang mudah justru dipersulit.

“Kerumitan” yang dipandang oleh para pengusaha yang akan meminta


izin mempekerjakan tenaga kerja asing ini menjadi soorotan

penting bagi kita semua terutama bagi DEPNAKERTRANS untuk dapat

memperbaiki kinerjanya dalam memberikan pelayanan khususnya

pemberian izin mempekerjakan tenaga kerja asing.

Berdasarkan hasil penelitian di Batam, muncul wacana dari

kepala Seksi Penempatan, Perluasan Kerja dan Tenaga Kerja Asing

untuk tidak menjalankan Undang-undang secara kaku, karena

menurutnya lagi, jika undang-undang tersebut diterapkan secara

kaku di Batam akan terjadi perlambatan gerak roda perekonomian

dan industri.

Batam merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang

mengandalkan usaha industri, dan terletak di wilayah yang sangat

strategis. Tidak heran jika banyak tenaga kerja asing yang

bekerja di sana. Di Batam kalau tidak ada tenaga kerja asing, ya

tidak akan jalan.2 Dapat ditambahkan bahwa, Batam baru

melaksanakan Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan khususnya Bab VIII Tentang penggunaan Tenaga

Kerja Asing pada bulan Agustus 2005, padahal Undang-undang ini

berlaku sejak tanggal diundangkan sejak tanggal 25 Maret 2003.

Selanjutnya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menakertrans RI Nomor

2
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dafril, SH Kepala Seksi Penempatan Perluasan Kerja dan Tenaga Kerja
Asing tangga; 5 September 2005 di Kota Batam ada sekitar 83 perusahaan dengan modal dalam negeri dan asing,
sedangkan untuk peneneman modal asingnya sendiri ada 76 buah perusahaan.
B.388/MEN/TKDN/VI/2005 tanggal 21 Juli 2005 yang telah

disosialisasikan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Batam. SK ini pun

mendapat tanggapan keras dari kalangan pengusaha di Batam. Salah

satunya adalah Himpunan Kawasan Industri Indonesia khususnya

Kantor Wilayah I, yang meliputi Sumatera dan Kepulauan Riau.

Himpunan Kawasan Industri Indonesia (Korwil I HKI), menyampaikan

hal-halk sebagai berikut :

1. Penerbitan RPTKA dimaksudkan untuk dapat memberikan

kemudahan dan pelayanan yang lebih cepat dan efisien kepada

para investor penghguna tenaga kerja asing dalam rangka

percepatan pembangunan kota Batam sebagai daerah

pengembangan industri, perdagangan, pariwisata, dan alih

kapal.

2. Kebijakan itu kami anggap bertentangan dengan semangat

Otonomi Daerah, dimana selama ini penyelenggaraan izin

mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) mengacu kepada

Kepmenaker RI Nomor Kep.207/MEN/92 tertanggal 13 Juni 1992

tentang pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Tenaga Kerja

Warga Negara Asing Pendatang Kepaada kepala Kantor

Departemen Tenaga Kerja Kota Madya Batam dan Wakil Depnaker

pada Kantor Tim Koordinasi Pembangunan Propinsi Riau

(KTKP2R), sesungguhnya sudah sangat sesuai dengan semangat

Otonomi Daerah serta tuntutan pelayanan publik yang lebih

cepat.
3. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, mohon kiranya

kewenangan pengesahan RPTKA tersebut tetap dapat diberikan

kepada Pemerintah Kota Batam Cq Dinas Tenaga Kerja Kota

Batam.

Melalui surat ini juga, Korwil I HKI mengajukan kewberatan

dan memohon kebijakan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi

untuk dapat meninjau kembali tentang pengesahan rencana

penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA). Keberatan lain yang

menjadi point penting adalah biaya yang cukup besar untuk

mengurus pengajuan dan izin penggunaan tenaga kerja asing.

Pengurusan izin penempatan tenaga kerja asing juga muncul

sehubungan dengan pendapatan asli daerah (PAD) karena di dalam

kaitannya dengan dana kompensasi atas dari hasil wawancara

dengan Disnaker Provinsi Jawa Timur, diketahui bahwa di Provinsi

Jawa Timur terdapat sedikitnya 1400 tenaga kerja asing yang

tersebar di wilayah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan keberadaan

tenaga kerja asing tersebut. Maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur

membuat Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Izin Kerja Perpanjangan

Sementara dan Mendesak Bagi tenaga Kerja Warga Negara Asing

Pendatang; yang substansinya memberikan pembebanan kepada

pengguna tenaga kerja asing di Jawa Timur untuk membayar dana

kompensasi kepada pemerintah daerah provinsi dan hasil dana

kompensasi tersebut dibagi secara proporsional kepada setiap

Kabupaten dan Kota yang terdapat di wilayah Provinsi Jawa Timur.


Sedangkan contoh lain terdapat di Kabupaten bekasi yang

sebagia ruang wilayah diperuntukkan bagi kawasan industri, maka

dengan didirikannya berbagai perusahaan industri, dampaknya

terdapat tenaga kerja asing yang bekerja di perusahaan-

perusahaan industri di wilayah bekasi, sebagaimana dikatakan

oleh Solihin Sari sebagai Wakil Bupati Bekasi, bahwa di

Kabupaten Bekasi sedikitnya terdapat 1100 tenaga kerja asing,

dari jumlah tersebut sebagian besar tenaga kerja asing tersebut

berasal dari Korea dan Jepang (Tepublika tanggal 3 Agustus 2004

halaman 7).

Beberapa tenaga kerja asing di Kabupaten Bekasi diatur

dalam Peraturan daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Hak dan

Kewajiban Tenaga Kerja Asing, salah satu substansi pengaturannya

berkaitan dengan kewajiban sertiap warga negara asing yang

bekerja di wilayah Kabupaten bekasi untuk menyetor uang sebesar

US$100 per bulan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Secara

ekonomis ketentuan tersebut menghasilkan dana untuk pemerintah

kabupaten, karena dimasukkan ke dalam Anggaran penerimaan dan

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten bekasi dan secara tidak langsung

mekanisme tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk dari

pengawasan tidak langsung, karena setiap bulan akan diketahui

berapa jumlah tenaga kerja asing yang ada di Kabupaten Bekasi.

Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah dana yang disetor setiap
bulan dari para pengusaha kawasan industri di Kabupaten bekasi

ke Kas Pemda Bekasi.

Akan tetapi9, seperti apa yang dikatakan oleh Wakil Bupati

bekasi (Republika tanggal 3 Agustus 2004) bahwa keberadaan

tenaga kerja asing di Bekasi belum memberikan keuntungan bagi

pembangunan di wilayah kerjanya (Pemkab Bekasi), salah satu

alasannya pemasukan pajak tenaga kerja asing sebesar Rp.23

milyar wajib disetor ke Pemerintah Pusat, karena berdasarkan

audit Badan Pwemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2005 dana tersebut

merupakan pendapatan non pajak dan hak pemerintah pusat. BPK

mengatakan dan tersebut bersumber dari dana pengembangan

ketrampilan kerja (DPKK), padahal dana tersebut merupakan uang

hasil pungutan dari seluruh tenaga kerja asing yang bekerja di

wilayah Bekasi.

Perda Nomor 19 Tahun 2001 mempertimbangkan Undang-undang

Nomor 22 Tahun 1999, dalam undang-undang tersbeut disebutkan

daerah memiliki kewenangan mengatur keberadaan tenaga kerja

asing demi pembangunan daerah, hal ini berarti pungutan yang

berasal dari tenaga kerja asing seharusnya juga menjadi sumber

pendapatan asli daerah. Sedangka pemerintah pusat melalui

Departemen Keuangan menyatakan pungutan terhadap tenaga kerja

asing sebagai pendapatan non pajak Departemen Keuangan

menyatakan pungutan tersebut harus di setor kepada Pemerintah

Pusat.
Selain itu, aturan PERMENAKER Nomor 20 tahun 2004, dalam

pasal 6 PERMENAKER tersebut disebutkan bahwa dana kompensasi

penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia ditetapkan sebesar

US$ 100 (seratus dollar) per bulan untuk setiap tenaga kerja

asing di bayar di mukia dan pembayaran dana kompensasi dilakukan

oleh pemberi kerja di setor pada rekening Dana Pengembangan

Keahlian dan ketrampilan (DPKK) pada Bank Pemerintah yang

ditunjuk oleh Menteri.

Sedangkan untuk wilayah Otorita Batam yang kemudian

dikukuhkan sebagai wilayah Kota Batam, terdapat kurang dari

1400 tenaga kerja asing, akan tetapi dalam masa transisi

sehubungan dengan pembenahan perangkat Pemerintahan Kota Batam,

maka berkaitan dengan keberadaan tenaga kerja asing di Kota

Batam belum terdapat Perda Kota Batam yang mengatur dana

kompensasi keberadaan tenaga kerja asing di Batam, sehingga dana

kompensasi tidak dipungut oleh Pemerintah Kota Batam, akan

tetapi dana Kompensasi atas keberadaan tenaga kerja asing di

Batam di setorkan oleh Pengguna tenaga kerja asing ke Pusat.

Dengan demikian terjadi perbedaan pemahaman antara Pusat

dan Daerah soal tenaga kerja asing yang akan menimbulkan masalah

dan ketidak pastian hokum. Hal atersebut tidak perlu terjadi

karena dengan tintutan instansi/lembaga pemerintah di daerah

untuk menjalankan otonomi di daerahnya, dalam rangka

ketenagakerjaan tidak dikeluarkan Keputusan menteri Dalam negeri


Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten

dan Kota. Pada Lampairan Keputusan Mendagri, khususnya pada

Bidang Ketenagakerjaan angka romawi I huruf A : Penempatan dan

pendayagunaan, angka 7 : Perizinan dan Pengawasan, perpanjangan

izin penggunaan tenaga kerja asing, disebutkan bahwa kewenangan

yang dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota adalah :

a. Penelitian kelengkapan persyaratan perizinan (IKTA);

b. Analisis jabatan yang akan diisi oleh tenaga kerja asing

c. Pengecekan kesesuaian jabatan dengan Positif List tenbaga

kerja asing yang akan dikeluarkan oleh DEPNAKER;

d. Pemberian perpanjangan izin (Perpanjangan IMTA);

e. Pemantauan pelaksanaan kerja tenaga kerja asing; dan

f. Pemberian rekomendasi IMTA.

Pemberian izn pengunaan tenaga kerja asing dimaksudkan apar

pengguna tenaga kerja asing dilaksanakan secara selektif dalam

rangka pemberdayaan tenaga kerja Indonesia secara optimal. Untuk

menegakkan ketentuan di dalam perizinan yang telah diatur sangat

diperlukan pengawasan.

Izin adalah merupakan dispensasi dari sebuah larangan.

Dalam hal mempekerjakan tenaga kerja asing, seperti telah

diuraikan di depan, sebenarnya penggunaan tenaga kerja asing

dilarang, namun untuk mengisi kekosongan tenaga kerja karena

keahlian tertentu masih dimungkinkan penggunaan tenaga kerja

asing. Maka untuk itu diberikan izin untuk mempekerjakan tenaga


kerja asing, dengan pengawasan sesuai dengan peraturan yang

mengatur yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor 20 tahun 2004 tentang Tata Cara Memperoleh Izin

Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing sebagai pelaksanaan dari

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Izin Kerja pada prinsipnya ialah izin yang diberikan oleh

Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada

majikan atau perusahaan tertentu untuk mempekerjakan tenaga

asing di Indonesia dengan menerima upah atau tidak selama waktu

tertentu.

Ada 2 (dua) macam izin, yaitu :

1. Izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing;

2. Izin melakukan pekerjaan bebas

Menurut jenisnya ada 3 (tiga) macam izin kerja tenaga kerja

asing, yaitu :

1. Izin kerja tenaga asing (baru);

Izin yang diberikan untuk mempekerjakan tenaga asing tertentu

untuk pertama kali.

2. Izin kerja tenaga asing (perpanjangan.

3. Izin kerja tenaga asing (pindah jabatan)

Izin yang diberikan untuk memindahkan jabatan baru. Untuk

selanjutnya dalam uraian pembahasan disebut dengan istilah Izin.

Yang dimaksud dengan “Visa” ialah:


1. Visa untuk Indonesia adalah surat izin yang diberikan

kepada pemegangnya untuk mengadakan perjalanan ke

Indonesia.

2. Visa tidak berlaku lagi apabila saat tiba di Indonesia

lewat waktu yang ditentukan dalam visa tersebut.

3. Dimilikinya visa tidak merupakan jaminan mutlak, bahwa akan

diizinkan untuk memasuki wilayah Indonesia, kecuali bila

izin untuk mendarat telah diberikan oleh petugas pendaratan

dari Direktorat Jenderal Imigrasi di pelabuhan pendaratan.

Menurut jenisnya visa yang dapat dimintakan antara lain :

1. Visa kunjungan beberapa perjalanan, antara lain diberikan

kepada tenaga asing dalam waktu 4 (empat) bulan akan

berkali-kali dating bekerja di Indonesia;

2. Visa berdiam sementara ialah antara lain diberikan kepada

tenaga asing yang bekerja di Indonesia selama jangka waktu

(tiga) bulan ke atas sampai dengan 12 (dua belas) bulan.

Yang dimaksud dengan “Visa” dalam Undang-undang

Keimigrasian adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat

yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau ditempat

lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang

memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan

perjalanan ke wilayah Indonesia (Pasal 6 ayat (1) Undang-undang

Keimigrasian).
Sesuai dengan pasal 64 Undang-undang Keimigrasian, maka

Surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor 1413/BU/VIII/79/01 dan Nomor

JM/1/12 tanggal 6 Agustus 1979 tentang Peraturan Visa 1979 masih

tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan yang baru atau

sepanjang belum ada Peraturan Pemerintah-nya.

Yang dimaksud dengan Permohonan Izin adalah :

1. Majikan/Pengusaha/Instansi Pemerintah dan badan usaha

lainnya.

2. Tenaga Kerja Warga Asing yang bersangkutan.

Khusus bagi pemohon untuk mendatangkan dan mempekerjakan

artis warga negara asing disponsori oleh Badan-badan

empresariat, dalam hal-hal tertentu hotel-hotel yang bertarap

internasional dapat diajukan sendiri tanpa melalui empresariat.

Apabila ditelusuri sejak dikeluarkannya ketentuan yang

mengatur tentang mempekerjakan tenaga kerja asing, maka semula

larangan mempekerjakan tenaga kerja asing diatur dalam Undang-

undang nomor 3 Tahun 1958 yang menyebutkan bahwa

majikan/pengguna tenaga kerja asing dilarang mempekerjakan

tenaga kerja asing tanpa izin dari menteri Perburuhan (Pasal 2

ayat (1). Selanjutnya dipertegas dalam Keputusan Presiden Nomor

75 Tahun 1995 bahwa izin mempekerjakan TKWNAP/TKA diberikan oleh

Menteri tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 7 ayat

(2). Sekarang dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003


disebutkan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga

kerja asing wajib memilikiizin tertulis dari Menteri yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, atau dari pejabat

yang ditunjuk. Namun kewajiban memiliki izin tersebut tidak

berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga

kerja asing sebagai pegawai diplomatic dan konsuler.

Demikian pula izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA)

diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk

(Pasal 2 Keppres Nomor 75 Tahun 1995). Semula, khusus mengenai

permohonan IKTA dalam rangka penenaman modal asing yang

didasarkan kepada Keputusan Menteri tenaga Kerja, Transmigrasi

dan Koperasi Nomor KEP-105/MEN/1977 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Kerja Bagi tenaga Kerja Asing yang akan bekerja

dalam rangka Koordinasi penanaman modal, diatur bahwa IKTA

dikeluarkan oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Namun berdasarkan Kepmenaker Nomor KEP-03/MEN/1990 bahwa

permohonan IKTA yang diajukan oleh pemohon yang merupakan

perusahaan dalam rangka PMA dan PMDN, dismapaikan kepada Ketua

BKPM (Pasal 9 ayat 2). Kemudian ketua BKPM atas nama Menteri

Tenaga Kerja mengeluarkan IKTA dengan tembusan disampaikan

kepada instansi eknis (Pasal 10 ayat 2 dan 3).

Selanjutnya pengaturan secara teknis tentang tatacara

permohonan penyelesaian IKTA bagi perusahaan dalam rangka PMA

dan PMDN, wajib menyesuaikan dan mengikuti ketentuan dalam


Kepmenaker Nomor KEP-416/MEN/1990 (Pasal 21). Namun berdasarkan

Kepmenaker Nomor KEP-169/MEN/2000 tentang Pencabutan Kepmenaker

Nomor KEP-105/MEN/1977 tentang pelimpahan Wewenang Pemberian

Izin Kerja bagi Tenaga Kerja Asing yang akan bekerja dalam

rangka Koordinasi Penanaman Modal dan Kepmenaker Nomor KEP-

105/MEN/1985 tentang Penjunjukan Ketrua BKPM untuk Mensahkan

RPTK(A) Dalam Rangka Penanaman Modal, mencabut wewenang

pemberian izin kerja (IKTA) oleh Ketua BKPM dalam rangka

penanaman modal (sejak tanggal 1 Juli 200). Selanjutnya

pemberian IKTA dilaksanakan oleh menteri tenaga Kerja (Menaker)

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Permohonan IKTA yang diajukan oleh pemohon yang merupakan

perusahaan Swasta nasional BRO-1934; Perushaan Swasta Asing

berdasarkan kontrak; BUMN; lembaga-lembaga sosial ekonomi

pendidikan dan kebudayaan serta keagamaan; perwakilan dating –

usaha asing, kantor berita asing dan perwakilan regional asing;

perwakilan negara asing dan organisasi internasional; instansi

pemerintah dan proyek-proyek pemerintah, serta perusahaan

Impresariat, dismapaikan kepada Menteri Negara Kerja atau

pejabat yang ditunjuk (pasal 9 ayat (1)). Kemudian Menteri

tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk (dengan memperlihatkan

pertimbangan dari instansi teknis) mengeluarkan IKTA bagi IKTA

pemohonan baru, dengan tembusan instansi teknis (pasal 10 ayat

(11) dan (3)).


Dalam rangka otonomi daerah serta adanya tuntutan

instansi/lembaga pemerintah di daerah untuk merealisasikan

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

yang telah digantikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,

terbiit Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002

tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota. Pada lampiran

Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut, khususnya bagi bidang

ketenagakerjaan, angka Romawi I huruf A : Penempatan dan

Pendayagunaan Tenaga Kerja, angka 7 : Perizinan dan Pengawasan,

Perpanjangan Izin Penggunaan TKWNAP (TKA) bahwa Kabupaten/Kota

mempunyai akewenangan untuk melakukan perpanjangan izin

Pengunaan Tenaga Kerja (IMTA), beserta memeriksa kelengkapan

persyaratan perizinan.

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa pelaksanaan pengajuan

izin mempekerjakan tenaga kerja asing harus melalui sebuah

proses sebagaimana yang tertuang dalam Kepmenakertrans Nomor

20/MEN/III/2004 tentang Tatacara Memperoleh Izin Mempekerjakan

Tenaga Kerja Asing. Kemudian jika dikaitkan dengan otonomi

daerah, proses pengajuan dan perolehan IMTA hanya membutuhkan

waktu 1 (satu) hari, lain halnya jika mengacu pada Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Keputusan menteri

tenaga Kerja Nomor 20/MEN/III/2004 tentang Tatacara Memperoleh

Izin Mempekerjakan tenaga kerja asing, maka proses untuk

mendapatkan izin dimaksud menghabiskan waktu selama sebulan


dengan biaya yang cukup besar yaitu alebih dari satu juta

rupiah.

B. Pengawasan

Kebutuhan akan tenaga kerja asing di Indonesia ternyata

masih belum dapat dihindari, namun demikian Hukum

Ketenagakerjaan telah menerapkan selective policy atas

penggunaan tenaga kerja asing yaitu tenaga yang benar-benar

mempunyai kemampuan dan kualitas managerial yang maksudnya tetap

dalam rangka optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja Indonesia

dengan cara alih teknologi penggunaan tenaga kerja asing.

Dalam rangka mekanisme alih teknologi tersebut, diatur

mekanisme terhadap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja

asing. Instansi yang berwenang untuki melakukan pengawasan atas

perusahaan dan tenaga kerja yang mempekerjakan tenaga kerja

asing adalah Departemen Tenaga Kerja sebagai instansi yang

memberikan izin penampatan tenaga kerja asing. Sedangkan

pengawasan negara kerja sebagai orang asing merupakan kewenangan

Direktorat jenderal Imigrasi yang bertugas melakukan pengawasan

saat mereka masuk, demikian juga kegiatan-kegiatan yang

dilakukan selama berada di wilayah Indonesia.

Deskripsi analisis terhadap data penelitian, baik data

penelitian kepustakaan yang berupa baha hukum dan terdiri dari


peraturan perundang-undangana ketenagakerjaan maupun data

penelitian lapangan yang berkaitan dengan implementasi pengawasan,

makadi bawah uraian hasil penelitian sejarahhukum atas Undang-

undang Ketenagakerjaan, khususnya yang berhubungan dengan

pengawasan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia. Implementasi

pengawasan TKA dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, dalam

hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan dan

Pengawasan Ketenagakerjaan dan Departemen Hukum dan Ham, dalam

pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yang

pada pelaksanaannya pengawasannya dilakukan koordinasi dengan

Instansi terkait.

1. Pengaturan Pengawasan tenaga Kerja Asing.

Jika diteliti dari sisi sejarah hukum, maka perkembangan

hukum ketenagakerjaan (perburuhan) di Indonesia telah mengalami

perubahan mendasar, demikian pula pengaturan yang berkaitan

dengan keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia, akan tetapi

secara normatif dalam peraturan perundang-undangan masih

dimungkinkan ditempatkannya atau beradanya tenaga kerja asing di

Indonesia dengan alasan dan tujuan yang berbeda-beda.

Undang-undang tenaga kerja asing berkaitan erat dengan

pemberian kesempatan bekerja bagi tenaga kerja Indonesia, oleh

karena itu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia,

pemerintah turut campur dalam penempatan tenaga asing, maka


dengan turut campurnya pemerintah terjadinya pergeseran sifat

hukum perdata yang melekat pada hukum ketenagakerjaan

(perburuhan) menjadi bersifat hukum publik.

Undang-undang pertama yang secara khusus mengatur

keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia yaitu Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing, dalam

undang-undang tersebut pada prinsipnya memberikan kesempatan

seluas-luasnya kepada tenaga kerja Indonesia untuk menempati

posisi dalam segala lapangan pekerjaan, dilain pihak dengan

alasan terbatasnya sumber daya manusia, maka dimungkinkan atau

dibolehkannya tenaga kerja asing menempati posisi-posisi

tertentu dan bekerja di wilayah Indonesia, akan tetapi tenaga

kerja asing yang diperbolehkan bekerja di Indonesia harus

dibatasi dan diawasi.

Selain itu dalam melaksanakan penempatan tenaga-tenaga

asing sangat berkaitan dengan perkembangan ekonomi, maka

pembatasan tenaga kerja asing pada awalnya diarahkan untuk

menghilangkan unsur-unsur kolonial dalam struktur ekonomi

negara, dalam lapangan usaha yang vital bagi perekonomian

nasional, oleh karena itu pengawasan terhadap tenaga-tenaga

asing dilakukan agak ketat atau lebih diperkeras, diantaranya

dengan menutup jabatan-jabatan tertentu untuk tenaga asing dan

menyediakannya khus untuk tenaga-tenaga Indonesia.


Pada sisi lain substansi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958

Tentang Penempatan Tenaga Asing penekanannya pada penggunaan

sistem pemberian ijin untuk memperkerjakan tiap-tiap orang

asing, sehingga semua pekerjaan orang asing dapat diawasi oleh

Pemerintah, oleh karena itu ijin masuk bagi orang asing yang

hendak bekerja di Indonesia harus dihubungkan dengan izin untuk

memperkerjakan orang asing.

Kedua Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, perbedaannya dengan

undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga

Asing, khususnya dalam pengaturan penempatan tenaga asing antara

lain: dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja pengaturan penempatan

tenaga kerja asing di Indonesia di atur tidak secara khusus

dalam unbdang-undang ketenagakerjaan tersendiri, sedangkan

prinsip dasar yang menjadi alasan masih dimungkinkannya tenaga

asing bekerja di Indonesia adalah berkaitan dengan masalah alih

teknologi, perpindahan tenaga kerja, pendampingan kerja san

pelatihan kerja, hal ini ditujukan dalam rangka pendayagunaan

tenaga kerja Indonesia.

Sedangkan persamaanya, dalam undang-undang 14 Tahun 1969

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja masih

dipertahankan substansi hukum yang berkaitan dengan lembaga


perizinan dan pengawasan dan substansi hukum yang berhubungan

dengan penggunaan dan penempatan tenaga kerja asing pada

pelaksanaannya masih dilakukan oleh instansi atau lembaga yang

berlainan.

Ketiga Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang

Ketenagakerjaan pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kerja

asing, diatur dalam pasal 152 sampai dengan Pasal 157, sedangkan

berkaitan dengan pengawasan terhadap tenaga kerja asing diatur

dalam Pasal 166 dan Pasal 167 Undang-undang Nomor 25 tahun 1997

Tentang Ketenagakerjaan dan keempat Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pengaturan

tenaga kerja asing di atur dalam Pasal 42 sampai dengan 49 dan

yang berkaitan dengan pengawasan diatur dalam pasal 176 sampai

dengan Pasal 181 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, dengan demikian dalam Undang-undang tersebut

diatas pada dasarnya masih dimungkinkan tenaga Kerja Asing

berkerja di Indonesia, dengan syarat, tatacata perizinnan,

perencanaan, pengendalian dan pengawannya.

Dalam perubahan-perubahan Undang-undang Ketenagakerjaan

masoh dimasukkan substansi perizinan penggunaan tenaga kerja

warga negara sing dengan maksud berbeda, dalam Undang-undang

Ketenagakerjaan yang terbaru yaitu Nomor 13 Tahun 2004 Tentang

Ketenagakerjaan, dimungkinkannya penggunaan tenaga kerja warga


negara sing tetapi dilaksanakan secara selektif, pembatasan

tersebut dilakukan dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja

Indonesia secara optimal.

Secara normatif dalam Undang-undang ketenagakerjaan diatur

mengenai penggunaan tenaga kerja asing yang dilakukan secara

selektif, hal ini dimaksudkan dalam rangka pendayagunaan tenaga

kerja Indonesia secara optimal dengan cara teknologi penggunaan

tenaga kerja asing tersebut, dipihak lain berkaitan dengan alih

teknologi di atas, maka diatur mekanisme pengawasan terhadap

perusahaan yang memperkerjakan tenaga asing wajib memiliki izin,

dengan demikian dalam undang-undang di atas dipakai lembaga

pengawas dan instrumen perizinan, dalam pelaksanaan pengawasan

yang salah satunya memakai instrumen perizinan melibatkan

beberapa instansi.

Dilain pihak terdapat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

yang kemudian telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (PMDA), dalam undang-undang

tersebut diatur berkaitan dengan pembagian kewenangan termasuk

pembagian kewenangan di bidang ketenagakerjaan, antara lain;

dalam pasal 13 UU No.32 Tahun 2004 Tentang PEMDA disebutkan

bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala


kabupaten/kota, salah satunya yaitu pelayanan bidang

ketenagakerjaan.

Dengan demikian Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala

kabupaten/kota, salah satunya yaitu pelayanan bidang

ketenagakerjaan.

Dengan demikian Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/kota dengan kewenangan tersebut berkreasi

membuat peraturan daerah (Perda) yang substansionya berkaitan

dengan pengaturan ketenagakerjaan di daerah, akan tetapi secara

ideal harus terjadi produk hukum daerah menjadi kesatuan sistem,

dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana

ditentukan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dengan kewenangan yang diberikan tersebut dalam

implementasinya di daerah-daerah Propinsi. Kabupaten dan Kota

diterbitkan Perda-perda yang mengatr keberadaan tenaga kerja

asing di setiap wilayahnya, misalnya di tingkat Propinsi hasil

wawancara dengan Disnaker Propinsi Jawa Timur, diketahui bahwa

di Propinsi Jawa Timur terdapat sedikitnya 14000 Tenaga Kerja

Asing yang tersebar di wilayah Kabupaten/Kota, berkaitan dengan

keberadaan tenaga kerja asing tersebut, maka Pemerintah Propinsi

Jawa Timur membuat satu Perda yang substansinya memberikan


pembebanan kepada pengguna tenaga kerja asing di Jawa Timur

untuk membayar dana konpensi tersebut dibagi secara proposional

kepada setiap Kabupaten dan Kota yang terdapat di wilayah

Propinsi Jawa Timur.

Sedangkan contoh lain terdapat di Kabupaten Bekasi yang

sebagian ruang wilayah diperuntukan bagi kawasan industri, maka

dengan didirikannya berbagai perusahaan industri, dampaknya

terdapat tenaga kera asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan

industri di wilayah kabupaten Bekasi, sebagaimana dikatakan oleh

Solihin Sari sebagai Wakil Bupati Bekasi bahwa di Kabupaten

Bekasi sedikitnya terdapat 1.100 tenga asing dari jumlah

tersebut sebagian besar tenaga kerja asing tersebut berasal dari

Korea dan Jepang (Republika Tangga 3-8-2004, hal.7).

Kebradaan tenaga kerja asing di Kabupaten Bekasi diatur

dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Hak dan

Kewajiban Tenaga Kerja Asing, salah satu substansi pengaturannya

berkaitan dengan kewajiban setiap tenaga kerja asing yang

bekerja di wilayah Kabupaten Bekasi untuk menyetor uang sebesar

100 dolar AS perbulan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Secara

ekonomis ketentuan tersebut menghasilkan dana untuk pemerintah

kabupaten, karena dimasukkan kedalam Anggaran Penerimaan dan

Pengeluaran Belanja (APBD) Kabupaten dan secara tidak langsung

mekanisme tersebut dapat dikatagorikan sebagai bentuk dari


pengawasan tidak langsung, karena setiap bulan akan diketahui

berapa jumlah tenaga kerja asing yang ada di Kabupaten Bekasi,

hal ini dapat dilihat dari jumlah dana yang disetorkan setiap

bulan dari para pengusa kawasan industri di Kabupaten Bekasi ke

Kas Pemda Bekasi.

Akan tetapi seperti dikatakan oleh Wakil Bupati Bekasi,

(Republika Tanggal 3-8-2004 hal,7) bahwa keberadaan tenaga kerja

asing (TKA), di Bekasi belum memberikan keuntungan bagi

pembangunan di wilayah kerjanya (Pemkab Bekasi), salah satu

alasannya pemasukan pajak TKA sebesar 23 milyar wajib di setor

kepada pemerintah pusat, karena berdasarkan audit Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2005 dana tersebut merupakan

pendapatan non pajak dan hak pemerintah pusat, BPK mengatakan

dana tersebut bersumber dari dana pengembangan ketrampilan kerja

(DPKK), padahal dana tersebut merupakan uang hasil pungutan dari

seluruh tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah Bekasi.

Perda Nomor 19/2001 mempertimbangkan UU No. 22/1999 dalam

UU tersebut disebutkan daerah memiliki kewenangan mengatur

keberadaan tenaga kerja asing demi pembangunan daerah, hal ini

berarti pungutan yang berasal dari TKA seharusnya juga menjadi

sumber pendapatan asli daerah. Sedangkan Pemerintah Pusat

melalui Departemen Keuangan menyatakan pungutan terhadap tenaga


kerja asing sebagai pendapatan on pajak maka Depkeu menyatakan

pungutan tersebut harus disetorkan kepada pemerintah Pusat.

Selain itu terdapat aturan Permenaker Nomr 20 Tahun 2004,

dalam pasal 6 Permenaker tersebut disebutkan bahwa dana konvensi

penggunaan tenaga kera asing di Indonesa ditetapkan sebessar US

dolar 100 (seratus dolar) per bulan untuk setiap TKA dibayar

dimuka dan pembayaran dana konvensi dilakukan oleh pemberi kerja

disetr pada rekening Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan

(DPKK) pada Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri.

Sedangkan di wilayah Otorit Batas yang kemudian dikukuhkan

sebagai wilayah Kota Batam, terdapat lebih kurang 1400 tenaga

kerja asing, akan tetapi dalam masa transisi sehubungan dengan

pembenahan perangkat pemerintah Kota Batam belum terdapat Perda

Kota Batam yang mengatur dana konvensasi atas keberadaan TKA di

Batam di setorkan oleh Pengguna TKA ke Pusat.

Dengan demikian terjadi perbedaan pemahaman antara pusat

dan daerah soal tenaga kerja asing, daerah menafsirkan bahwa

dana konvensasi tersebut merupakan hak daerah yang legalisasinya

dituangkan dalam Perda-perda di daerah, sedangkan Pusat

menganggap bahwa dana tersebut menjadi bagian yang hars

disetorkan ke Pusat, oleh karena itu telah terjadi

disinkronisasi antara perda-perda yang berkaitan dengan


keberadaan tenaga kerja asing di daerah dengan peraturan-

peraturan yang terdapat di Pusat.

2. Pengawasan Oleh DirJen Binwas DEPNAKER

Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Direktur

Pengawasan Norma Ketenagakerjaan bahwa latar belakang pengaturan

pengaturan dalam penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di

Indonesia dimaksudkan dalam rangka memberikan perlindungan

kesempatan kerja bagi tenaga kerja asing di Indonesia (TKI),

maka dilakukan pembatasan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesa. Pengaturan tersebut diatur dalam peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan yang isinya meliputi: Perencanaan

penggunaan tenaga kerja asing di perusahaan atau lembaga

tertentu; Perizinan penggunaan tenaga kerja asing berdasarkan

keahlian dengan persyaratan tenaga kerja Indonesia dalam rangka

alih tehnologi (transfer of knowledge).

Pelaksanaan bagi penggunaan tenaga kerja asing di

perusahaan yang telah di ijinkan dilakukan pengawasan baik

terdapat penggunaan maupun tenaga kerja asing yang bersangkutan

agar tidak melakukan penyimpangan atau pelanggaran dalam hal

penggunaan tenaga kerja asing sesuai persyaratan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah yang dicantumkan dalam ijin

penggunaan tenaga kerja asing, dalam hal ini ditemukan adanya

penyimpangan atau pelanggaran persyaratan dalam penggunaan


tenaga kerja asing sesuai dengan ijin yang telah diberikan, maka

di ambil tindakan sesuai bobot penyimpangan, pelanggaran yang

meliputi: Teguran tertulis dalam rangka pembinaan; Mengeluarkan

tenaga kerja asing yang bersangkutan dari lokasi kerja;

Penyidikan terhadap penggunaan tenaga kerja asing yang telah

melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan dalam penggunaan tenaga kerja asing.

Sedangkan pelaksanaan penegakan hukum dalam rangka

pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja asing dilakukan

melalui koordinasi, baik di tingkat pusat dan daerah dengan

instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing

instansi, antara lain dengan Direktorat Jenderal Inigrasi

Departemen Hukum dan HAM R; Kepolisian Republik Indonesia dan

Instansi terkait lainnya sebagai leading sektr dari penggun

tenaga kerja asing.

3. Pengawasan Oleh Dirjen Imigrasi DEPKUM-HAM

Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI

sangat berperan dalam pengawasan terhadap tenaga kerja asing

yang akan bekerja di Indonesa, dengan mengatr penggunaan tenaga

kerja asing sesuai dengan keahliannya yang memang dibutuhkan di

dalam negeri, dalam merencanakan serta mengatur dan mengawasi/

mengendalikan penggunaan tenaga kerja asing, sehingga dengan

perannya tersebut secara dini dapat diawasi dan dihindari


mendatangkan tenaga kerja asing, padahal sebenarnya tenaga ahli

di dalam negeri sudah ada. Selain itu untuk menghindari tidak

dipakainya tenaga kerja asing tertentu di dalam negeri, maka

secara rutin dilakukan kontrol terhadap keberadaan tenaga kerja

asing, dilain pihak Ditjen Imigrasi melalui Subdirektorat

Penentuan Status Keimigrasian mempunyai fungsi sebagai berikut:

Mempersiapkan rencana dan mengatur pengendalian penggunaan

tenaga kerja asing yang bermukin di Indonesia berkaitan dengan

penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN), dengan fungsi di atas Subdiratorat Penentuan Status

Keimigrasian Tenaga Kerja Asing dapat berperan mengendalikan

tenaga kerja asing dalam pengertian pengamanan dalam rangka

mengatur dan mengarahkan kepada tujuan tertentu, sehingga

keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia benar-benar dapat

didaya gunakan untuk kepentingan nasional yang dalam pelaksanaan

pengendalian tersebut lebih menonjol sifat pencegahan atau

preventif, sedangkan dalam pengawasan lebih menitikberatkan pada

penindakan oleh bidang pengawasan dan penindakan keimigrasian.

Kegiatan Subdirektorat Penentuan Status Keimigrasian masih

terbatas pada pengendalian penggunaan tenaga ahli tenaga kerja

asing pemegang KIM saja dan penekanannya pada pengaturan alih

kerja dari tenaga kerja asing yang bekerja pada perusahaan dalam

rangka PMA/PMDN maupun swasta nasional, berkaitan dengan hal


tersebut diutamakan kepada orang asing yang benar-benar

bermanfaat bagi pemerintah Indonesia dan masih belum ada tenaga

kerja bangsa Indonesia yang dapat menggantikan kedudukan tenaga

kerja asing tersebut.

Sedangkan tindakan pencegahan yang dilakukan aparat Imigrasi

antara lain:

a. Dilakukan pada waktu orang asing mohon Visa di perwakilan RI

di luar negeri, pengawasan dikaitkan dengan maksud dan tujuan

datang di Indonesia, se;ain itu dinilai ada atau tidaknya

manfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.

b. Pada saat tiba di Indonesa aparat imigrasi melakukan

pengawasan dipelabuhan udara/laut, meneliti Visa apakah sah

dan masih berlaku atau tidak dalam daftar penangkalan.

c. Pengawasan setelah orang asing memiliki izin tinggal atau

pada saat memperpanjang ijin tinggalnya, dicek ada atau tidak

penyalahgunaan ijin yang telah diberikan kepada orang asing

tersebut.

Selain itu dilakukan pengawasan yang bersifat

penindakan/repsesif, kegiatan pengawasan dalam bentuk ini

dilakukan oleh aparat imigrasi tidak sekedar berjaga-jaga,

tetapi dapat melakukan penindakan jika orang asing yang berada

diwilayah Indonesia ternyata tidak bermanfaat dan mengganggu


ketentraman dan keamanan nasional. Penindakan tersebut dapat

berupa: Mengharuskan orang asing berdiam pada suatu tempat

tertentu; Melarang orang asing berada di beberapa tempat

tertentu; Mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia.

4. Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Tenaga Kerja


Asing.

Koordinasi pada dasarnya menciptakan keserasian tujuan,

sikap pandangan dan tindakan-tindakan diantara satuan-satuan

kerja baik di dalam satu lembaga maupun diantara berbagai

lembaga, oleh karena iyu koordinasi tidak hanya dalam

pelaksanaan akan yeyapi harus dimulai dari tahap perencanaan

sampai tahap pengawasannya, sehingga dalam rangka pengendalian

dan pengawasan terhadap tenaga kerja asing dilakukan koordinasi

agar pelaksanaan dalam melakukan tugas dapat terkendali oleh

karena:

a. Bidang pengendalian dan pengawasan orang asing dalam hal ini

tenaga kerja asing cukup luas dan obyek yang harus

dikendalikan dan di awasi cukup banyak serta tugas

pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan berbagai

instansi sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawab masing-

masing.

b. Oleh karena itu untuk tercapainya sasaran pengendalian dan

pengawasan tenaga kerja asing diperlukan pengendalian dan


pengawasan yang terkoordinasi dengan memperhatikan fungsi

dan kewenangan masing-masing Instansi, sedangkan instansi

di tingkat pusat antara lain: Departemen Tenagakerja, Badan

Koordinasi Penanaman Modal; Departemen Dalam Negeri;

Departemen Hukum dan HAM; Kepolisian RI; Kejaksaan Agung;

Departemen Luar Negeri; Departemen Pertahanan dqn Keamanan;

sedangkan di tingkat daerah disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan/kepentingan setempat.

c. Sedangkan tata kerja koordinasi meliputi kegiatan

sebagai berikut: Pertukaran Informasi; Pertemuan

Rutin dan Kungjungan on the spot ke lokasi kerja/

perusahaan.

Dalam melakukan koordinasi antar instansi terkait dalam

rangka pengendalian dan pengawasan di atas, maka pengawasan

secara lngsung yang dilakukan bertujuan untuk; Menjamin

ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana kebijaksanaan dan

perintah; Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan tersebut;

Mencegah pemborosan dan penyelewenangan oleh tenaga kerja asing;

Menjamin terwujudnya kepuasan masayarakat atas barang atau jasa

yang dihasilkan; Membina kepercayaan masyarakat terhadap

kepemimpinan organisasi.
D a t a.

1. Bahan-bahan hukum.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga


Asing,
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja,
Undang-undang Nomor 25 Tahunb 1997 Tentang Ketenagakerjaan,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian telah diganti
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (PEMDA),
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,
Permenaker Nomor 20 Tahun 2004 Tata Cara Mempeoleh Ijin
Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing,
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Hak dan
Kewajiban Tenaga Kerja Asing di Kabupaten Bekasi.
Harian Umum Republika Tanggal 3 Agustus 2004.

2. Data Lapangan.

Penelitian Lapangan di Jawa Timur.


Penelitian Lapangan di Kota Batam.
Informasi dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi.
BAB IV

PERLINDUNGAN DAN TRANSFER OF KNOWLEDGE

Pada prinsipnya phylosofi penggunaan TKA di Indonesia

adalah mereka yang dibutuhkan dalam 2 hal, yakni mereka

(TKA) yang membawa modal (sebagai investor) dan/atau

membawa skill dalam rangka transfer of knowledge atau

transfer of knowhow. Selain karena dengan alasan kedua hal

sebagaimana tersebut, pada hakekatnya tidak diperkenankan

menggunakan TKA dan harus mengutamakan penggunaan tenaga

kerja dari Indonesia (TKI). Hal ini senada dengan Keppres.

75 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa setiap penggunaan

TKWNAP (baca TKA) wajib mengutamakan penggunaan TKI di

semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia.

Dikecualikan apabila bidang dan jenis pekerjaan yang

tersedia belum atau tidak sepenuhnya dapat diisi oleh TKI,

pengguna TKWNAP (: majikan), dapat menggunakan TKWNAP

sampai batas waktu tertentu (Pasal 2) agar sampai batas

waktu tertentu diharapkan tenaga kerja Indonesia sudah

mampu mengadop skill TKA yang bersangkutan dan melaksanakan

sendiri tanpa harus melibatkan TKA. Dengan demikian

1
penggunaan TKA dilaksanakan secara selektif dalam rangka

pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.

Tenaga Kerja Asing (atau dengan istilah lain TKWNAP)

dapat bekerja di wilayah Republik Indonesia atas dasar

permintaan pengguna atau sponsor yang telah mendapat izin

dari instansi yang berwenang sesuai dengan bidang

kegiatannya, karena Indonesia menganut azas sponsorship dan

TKWNAP (: TKA) tersebut hanya dapat bekerja dalam hubungan

kerja (Pasal 1 jo Pasal 2 ayat (1) Kepmenaker No.KEP-

173/MEN/2000).

Hingga saat ini penggunaan tenaga kerja asing belum

jauh berbeda sebelum adanya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 /

2003). Keadaan ini akan berlanjut terus jika Pemerintah

tidak memulai untuk turut campur dalam penempatan tenaga

kerja asing. Termasuk di dalamnya memperketat pengawasan

penggunaan tenaga kerja asing dan membatasi serta menutup

jabatan-jabatan tertentu bagi tenaga kerja asing dengan

membuka dan menyediakan jabatan-jabatan tersebut bagi

tenaga kerja Indonesia.

Proses “indonesianisasi” jabatan-jabatan yang diduduki

oleh tenaga kerja asing senantiasa dilakukan dengan

mempersyaratkan adanya tenaga pendamping warga Negara

2
Indonesia bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia

dan mewajibkan melakukan pendidikan dan pelatihan bagi

tenaga kerja Indonesia, yang secara keseluruhan dimaksudkan

dalam rangka “transfer of knowledge” dan “transfer of

lerning” dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja

Indoneisa. Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja

asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang

sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi

perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja

asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana

penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep-228/Men/2003 tentang Tata Cara Pengesahan RPTKA, dan

meminta izin penggunaan tenaga kerja asing (IMTA)

sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. Kep-20/Men/III/2004 tentang Tata Cara

Memperoleh IMTA.

Berdasarkan data dari Depnakertrans mulai dari tahun

2001 sampai dengan 2004, yang diambil dari situs

www.nakertrans.go.id tenaga kerja asing yang bekerja di

Indonesia mengalami kecendrungan naik mulai dari tahun 2001

sampai tahun 2002. Akan tetapi pada tahun 2003 , justru

3
mengalami penurunan dan kemudian naik lagi pada tahun 2004.

Jabatan “Profesional” merupakan jabatan paling banyak

mempergunakan tenaga kerja asing.

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT JABATAN TAHUN 2001

Jabatan Jumlah
Pimpinan 8,875
Profesional 12,105
Supervisor 699
Tehnis/Operator 23
Lainnya 2,617
Jumlah 24,319

Sumber : Depnakertrans, Ditjen Binalatpendagri

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT JABATAN TAHUN 2002

Jabatan Jumlah
Pimpinan 7,889
Profesional 15,925
Supervisor 680
Tehnis/Operator 20
Lainnya 1,199
Jumlah 25,713

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

4
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT JABATAN TAHUN 2003

Jabatan Jumlah
Pimpinan 4,463
Profesional 13,042
Supervisor 179
Tehnis/Operator 253
Lainnya 201
Jumlah 18,138

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT JABATAN TAHUN 2004

Bulan
Jabatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop
Pimpinan 4,615 4,889 5,126 5,404 5,650 6,013 6,477 6,353 6,655 7,178 6,551
Profesional 12,560 12,319 12,517 12,156 12,024 11,976 12,512 11,713 11,447 11,835 11,658
Supervisor 171 169 250 364 486 583 738 859 944 1,160 1,207
Teknisi/Operator 314 410 474 451 453 472 489 530 603 563 495
Lainnya 218 373 153 93 97 111 113 112 101 122 97
Jumlah 17,878 18,160 18,520 18,468 18,710 19,155 20,329 19,567 19,750 20,858 20,008

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN


Data Januari s.d Nopember 2004

Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi tempat yang

paling banyak memepekerjakan tenaga kerja asing di

Indonesia. Posisi kedua diduduki oleh Provinsi Jawa Barat

kemudian Propinsi Riau (termasuk di dalamnya Kota Batam).

5
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT LOKASI KERJA TAHUN2001

Lokasi Kerja Jumlah


D.I Aceh 52
Sumatera Utara 266
Sumatera Barat 27
Riau 498
Jambi 42
Sumatera Selatan 68
Bangka Belitung 2
Bengkulu 23
Lampung 24
Banten 362
DKI Jakarta 16,751
Jawa Barat 2,199
Jawa Tengah 295
DI. Yogyakarta 91
Jawa Timur 892
Bali 701
Nusa Tenggara Barat 202
Nusa Tenggara Timur 91
Kalimantan Barat 82
Kalimantan Tengah 34
Kalimantan Selatan 34
Kalimantan Timur 315
Sulawesi Utara 313
Sulawesi Tengah 24
Sulawesi Selatan 95
Sulawesi Tenggara 32
Gorontalo 0
Maluku 229
Maluku Utara 2
Irian Jaya 460
Lebih Dari 2 Propinsi 113
JUMLAH 24,319

Sumber : Depnakertrans, Ditjen Binalatpendagri

6
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT LOKASI KERJA TAHUN 2002

Lokasi Kerja Jumlah


Nanggroe Aceh Darussalam 17
Sumatera Utara 217
Sumatera Barat 29
Riau 435
Jambi 11
Sumatera Selatan 77
Bangka Belitung 3
Bengkulu 5
Lampung 24
Banten 938
DKI Jakarta 17,035
Jawa Barat 2,713
Jawa Tengah 408
DI. Yogyakarta 66
Jawa Timur 1,112
Bali 729
Nusa Tenggara Barat 245
Nusa Tenggara Timur 103
Kalimantan Barat 70
Kalimantan Tengah 34
Kalimantan Selatan 27
Kalimantan Timur 561
Sulawesi Utara 102
Sulawesi Tengah 32
Sulawesi Selatan 89
Sulawesi Tenggara 15
Gorontalo 2
Maluku 214
Maluku Utara 1
Papua 399
JUMLAH 25,713

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

7
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT LOKASI KERJA TAHUN 2003

Lokasi Kerja Jumlah


Nanggroe Aceh Darussalam 122
Sumatera Utara 491
Sumatera Barat 93
Riau 863
Jambi 179
Sumatera Selatan 172
Bangka Belitung 7
Bengkulu 12
Lampung 99
Banten 646
DKI Jakarta 11,086
Jawa Barat 1,772
Jawa Tengah 302
DI. Yogyakarta 56
Jawa Timur 705
Bali 407
Nusa Tenggara Barat 77
Nusa Tenggara Timur 73
Kalimantan Barat 65
Kalimantan Tengah 34
Kalimantan Selatan 46
Kalimantan Timur 276
Sulawesi Utara 26
Sulawesi Tengah 22
Sulawesi Selatan 56
Sulawesi Tenggara 5
Gorontalo 5
Maluku 46
Maluku Utara 3
Papua 284
Laut Jawa & Lepas Pantai 32
Seluruh Indonesia 76
JUMLAH 18,138

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

8
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT LOKASI KERJA TAHUN 2004

Bulan
Lokasi Kerja
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop
Nanggroe Aceh D. 118 156 153 165 162 159 281 210 207 207 155
Sumatera Utara 513 589 541 652 656 692 777 781 734 738 681
Sumatera Barat 86 97 99 93 93 92 114 94 78 89 90
Riau 874 925 992 989 1,037 1,082 1,113 1,161 1,232 1,344 1,008
Jambi 153 221 239 329 321 307 315 307 333 328 306
Sumatera Selatan 169 188 206 229 278 278 287 250 268 317 279
Bangka Belitung 6 7 5 3 5 5 5 12 11 26 72
Bengkulu 11 9 15 16 13 16 15 16 12 22 19
Lampung 102 103 109 119 113 107 109 105 103 108 142
Banten 613 615 582 517 615 637 614 598 563 639 592
DKI Jakarta 11,459 10,949 10,851 10,565 10,421 10,903 11,452 11,079 10,976 11,609 11,417
Jawa Barat 1,336 1,726 2,005 2,037 2,117 2,077 2,229 2,104 2,119 2,203 2,144
Jawa Tengah 347 332 339 362 359 316 355 285 372 402 493
DI Yogyakarta 63 55 75 69 71 67 78 61 78 71 52
Jawa Timur 680 698 718 778 861 820 857 762 986 959 764
Bali 379 394 404 416 422 426 442 455 432 434 415
NTB 56 61 73 72 65 71 70 75 75 67 63
NTT 63 61 71 62 63 76 70 62 55 68 60
Kalimantan Barat 61 70 54 55 60 82 78 76 82 89 79
Kalimantan Tengah 37 43 30 28 23 26 29 28 28 33 61
Kalimantan Selatan 28 40 35 37 38 35 36 31 43 43 33
Kalimantan Timur 200 276 361 305 339 288 321 375 312 392 381
Sulawesi Utara 27 26 30 29 27 20 26 20 17 27 19
Gorontalo 4 4 4 4 2 2 2 1 4 5 3
Sulawesi Tengah 28 39 32 34 32 31 24 27 27 23 13
Sulawesi Selatan 45 41 55 48 49 54 48 47 45 46 58
Sulawesi Tenggara 1 2 6 4 6 3 3 6 6 9 5
Maluku 35 35 34 56 53 52 47 43 60 49 49
Maluku Utara 5 5 11 7 8 7 6 6 5 6 11
Papua 263 260 275 253 246 260 253 241 235 231 305
Laut Jawa 22 26 18 12 29 23 57 32 50 61 59
Laut Cina Selatan 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3
Lepas Pantai 12 16 11 14 12 12 16 13 17 19 12
Lainnya 80 90 86 109 114 129 200 204 185 194 165
Jumlah 17,878 18,160 18,520 18,468 18,710 19,155 20,329 19,567 19,750 20,858 20,008

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN


Data Januari s.d Nopember 2004

9
Dilihat dari kewarganegaraannya, keahlian dan

keterampilan para tenaga kerja asal Jepang ternyata lebih

banyak diminati oleh para pengguna tenaga kerja asing.

Disusul dengan kemampuan yang dimiliki oleh Korea Selatan.

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT KEWARGANEGARAAN TAHUN 2001

Kewarganegaraan Jumlah
Amerika 2,465
Australia 2,258
Belanda 541
Hongkong 128
India 1,664
Inggris 2,209
Jepang 3,700
Jerman 560
Korea Selatan 2,465
Kanada 786
Malaysia 968
Thailand 253
Prancis 684
Philipina 949
Selandia Baru 417
Singapura 570
Taiwan 1,090
RRC 1,030
Lain-lain 1,582
Jumlah 24,319

Sumber : Depnakertrans, Ditjen Binalatpendagri

10
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT KEWARGANEGARAAN TAHUN 2002

Kewarganegaraan Jumlah
Amerika 2,476
Australia 2,500
Belanda 494
Hongkong 108
India 1,944
Inggris 2,392
Jepang 3,640
Jerman 534
Korea Selatan 2,461
Kanada 877
Malaysia 1,076
Thailand 275
Prancis 782
Philipina 1,011
Selandia Baru 422
Singapura 646
Taiwan 1,056
RRC 1,303
Lain-lain 1,716
Jumlah 25,713

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT KEWARGANEGARAAN TAHUN 2003

Kewarganegaraan Jumlah
Amerika 1,606
Australia 1,533
Belanda 350
Hongkong 71
India 1,278
Inggris 1,367
Jepang 2,644
Jerman 479
Korea Selatan 1,729
Kanada 532
Malaysia 894
Thailand 230

11
Prancis 516
Philipina 817
Selandia Baru 236
Singapura 509
Taiwan 677
RRC 1,167
Lain-lain 1,503
Jumlah 18,138

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT KEWARGANEGARAAN TAHUN 2004

Kewarganega Bulan
raan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop
Amerika Serikat 1,455 1,466 1,629 1,567 1,515 1,530 1,600 1,560 1,460 1,559 1,580
Australia 1,396 1,459 1,534 1,502 1,549 1,564 1,625 1,586 1,672 1,717 1,614
Belanda 357 338 351 343 339 369 403 389 380 388 344
Hongkong 78 1,168 66 62 52 59 64 70 61 71 36
India 1,288 267 1,367 1,352 1,393 1,343 1,563 1,431 1,382 1,419 1,426
Inggris 1,257 1,256 1,317 1,333 1,314 1,201 1,325 2,289 1,340 1,384 1,354
Jepang 2,716 2,860 3,181 3,230 3,230 3,316 3,661 3,379 3,468 3,659 3,451
Jerman 501 487 518 490 506 514 518 504 501 573 539
Korea Selatan 1,721 1,704 1,765 1,818 1,885 1,980 2,061 1,981 1,967 1,987 1,903
Kanada 447 443 416 434 433 452 471 452 434 460 429
Malaysia 886 895 910 920 954 959 1,022 1,078 1,170 1,359 1,361
Muangthai 199 210 220 217 241 254 317 278 340 316 376
Perancis 501 529 499 509 507 484 519 492 505 540 460
Philipina 833 819 813 795 811 874 928 918 867 951 860
Selandia Baru 237 235 257 257 272 276 324 271 274 266 254
Singapura 501 526 501 534 518 542 559 597 627 676 578
Taiwan 686 686 728 696 735 731 768 780 766 783 750
RRC 1,283 1,280 1,089 1,111 1,149 1,170 1,227 1,142 1,164 1,293 1,340
Lain-lain 1,536 1,532 1,359 1,298 1,307 1,537 1,374 370 1,372 1,457 1,353
Jumlah 17,878 18,160 18,520 18,468 18,710 19,155 20,329 19,567 19,750 20,858 20,008

12
Tahun 2001, sektor/subsektor yang paling banyak

menyerap tenaga kerja asing adalah perdagangan. Tahun 2002

dan 2003, didominasi oleh sector/subsektor Perindustrian

dan Perdagangan, sedangkan tahun 2004, adalah

sector/subsektor perindustrian.

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR TAHUN


2001

Sektor/Sub Sektor Jumlah


Pertanian, Perternakan, Kehutanan 258
Perikanan 756
Pertambangan dan Penggalian 3,749
Industri Pengolahan 4,561
Bangunan, Listrik dan Komunikasi 2,189
Perdagangan 5,938
Angkutan 882
Lembaga 982
Jasa 4,979
Kantor Berita 25
JUMLAH 24,319

Sumber : Depnakertrans, Ditjen Binalatpendagri

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR TAHUN


2002

Sektor/Sub Sektor Jumlah


Perindustrian dan Perdagangan 11,331
Pertanian 205
Kehutanan 76
Kelautan dan Perikanan 561
Pertambangan dan Sumberdaya Mineral 4,544
Kesehatan 14
Perhubungan dan Telekomunikasi 1,118
Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2,027

13
Kebudayaan dan Pariwisata 1,317
Agama 12
Keuangan 1,045
Sosial Kemasyarakatan 2,778
Pendidikan 553
Penerangan 116
Lembaga/Instansi Pemerintah 16
Jumlah 25,713

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR TAHUN


2003

Sektor/Sub Sektor Jumlah


Perindustrian dan Perdagangan 8,374
Pertanian 249
Kehutanan 59
Kelautan dan Perikanan 188
Pertambangan dan Sumberdaya Mineral 2,838
Kesehatan 111
Perhubungan dan Telekomunikasi 1,034
Pemukiman dan Prasarana Wilayah 1,596
Kebudayaan dan Pariwisata 674
Agama 330
Keuangan 573
Sosial Kemasyarakatan 150
Pendidikan 1.747
Penerangan 65
Lembaga/Instansi Pemerintah 150
Jumlah 18,138

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN

14
TENAGA KERJA ASING (TKA) MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR TAHUN
2004

Bulan
Sektor/Sub Sektor
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop
Perindustrian 8,515 8,579 8,353 8,996 9,033 9,081 10,151 9,614 9,974 10,160 8,811
Pertanian 224 285 223 228 244 235 238 211 209 239 198
Kehutanan 56 5 49 50 100 56 53 52 75 60 66
Kelautan dan Perikanan 156 157 165 160 157 154 177 108 178 90 182
Pertambangan dan Sumberdaya
Mineral 2,412 2,912 2,547 2,517 2,516 2,635 2,780 2,871 3,078 3,272 3,185
Kesehatan 98 87 106 107 112 105 108 103 115 117 45
Perhubungan dan Telekomunikasi 1,022 983 1,063 1,031 970 1,400 1,176 1,118 1,434 1,551 1,240
Pemukiman dan Prasarana
Wilayah 1,532 1,544 1,656 1,665 1,659 1,779 1,839 1,789 1,763 1,871 1,753
Kebudayaan dan Pariwisata 905 858 1,406 788 704 782 869 856 222 822 804
Agama 327 28 387 420 460 483 514 455 569 515 528
Keuangan 568 658 559 559 840 552 589 556 572 617 1,521
Sosial Kemasyarakatan 256 193 124 152 141 166 158 132 157 129 91
Pendidikan 1,563 1,559 1,649 1,522 1,503 1,477 1,417 1,272 1,152 1,104 1,231
Penerangan 84 76 72 91 69 86 97 105 99 102 100
Lembaga/Instansi Pemerintah 160 236 161 182 202 164 163 325 153 209 253
Jumlah 17,878 18,160 18,520 18,468 18,710 19,155 20,329 19,567 19,750 20,858 20,008

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKDN


Data Januari s.d Nopember 2004

Berdasarkan hasil penelitian di Dinas Tenaga Kerja

Kota Batam, dari 3.222 orang TKWNAP pada Bulan Juli 2005

yang tersebar di 606 perusahaan, jabatan terbanyak ada pada

tingkat pimpinan/manager, sisanya professional, supervisor,

dan teknisi. Sedangkan lapangan usaha yang paling banyak

menggunakan TKWNAP adalah industri.

15
KEADAAN TKWNAP MENURUT JABATAN

1. Tingkat Pimpinan/Manager. 767 orang


2. Profesional 932 orang
3. Supervisor 886 orang
4. Teknisi 637 orang
JUMLAH 3.222 orang

Sumber: Bidang Program Disnaker Kota BATAM

KEADAAN TKWNAP MENURUT LAPANGAN USAHA

NO URAIAN Laki-laki Perempuan Jumlah


1. Pertanian, Kehutanan, Perburuhan dan - - -
Perikanan.
2. Pertambangan dan Penggalian 16 - 16
3. Industri. 2.920 150 3.070
4. Las. Gas dan Air. 4 - 4
5. Bangunan 6 - 6
6. Perdagnagan, Rumah Makan dan Hotel 58 - 58
Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi
7. Keuangan, Asuransi dan Jasa Perusahaan 31 - 31
Jasa.
8. Keuangan, Asuransi, dan Jasa Perusahaan 2 - 2
9. Jasa 29 6 35
JUMLAH 3.066 156 3.222

Sumber: Bidang Program Disnaker Kota BATAM

Sebagaimana skala nasional yang sudah disebutkan di atas, Jepang merupakan

tenaga kerja asing yang banyak bekerja di Indoensia. Akan tetapi di Batam, justru

menduduki peringkat ketiga setelah Singapore dan Malaysia. Hal ini dikarenakan letak

geografis Batam yang bersebrangan dengan kedua negra tersebut: Singapore dan

Malaysia.

16
Bulan Pengurangan Jumlah
No. Negara Asal IMTA Diterbitkan s/d %
s/d Izin Izi Σ IMTA EPO Σ Bulan
Bulan Baru Perpanjangan Berakhir ini
Lalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Afrika 5 - - 5 2 - 2 3
Selatan
2. Amerika 46 - 5 51 4 - 4 47
Serikat
3. Arab Saudi 2 - - 2 - - - 2
4 Australia 40 2 3 45 4 1 5 40
5 Austria 1 - - 1 - - - 1
6 Bangladesh 11 1 2 14 1 - 1 13
7 Belanda 10 - 1 11 - - - 11
8 Belgia 4 - 1 5 - - - 5
9 Canada 8 1 - 9 1 - 1 8
10 China 132 3 8 143 4 - 4 139
11 Denmark 7 - - 7 - - - 7
12 Hongaria 3 - - 3 - - - 3
13 Hongkong 3 - - 3 - - - 3
14 India 267 7 38 312 29 2 31 281
15 Inggris 36 1 1 38 2 - 2 36
16 Iran - 1 - 1 - - - 1
17 Irlandia 16 - - 16 1 - 1 15
18 Italia 1 - - 1 - - - 1
19 JEpang 400 5 20 425 32 2 34 391
20 Jerman 13 - 1 14 - - - 14
21 Kore Selatan 51 - 3 54 26 - 26 28
22 Kroasia 2 - - 2 - - - 2
23 Malaysia 728 29 53 810 72 6 78 732
24 Myanmar 20 1 2 23 7 1 8 15
25 Nepal 4 - - 4 - - - 4
26 Nigeria 1 - - 1 1 - - 1
27 Norwegia 4 - - 4 - - 1 3
28 Pakistan 5 - - 5 - - - 5
29 Prancis 13 - - 13 - - - 13
30 Philipina 237 29 288 - 2 2 286
31 Portugal 1 - 22 1 - - - 1
32 Selandia 5 - - 5 - - 5
Baru -
33 Singapore 967 42 77 1.086 83 8 91 995
34 Skotlandia 1 - - 1 - - - 1
35 Sri Langka 7 - 1 8 - - - 8
36 Swiss 3 - - 3 1 - 1 2
37 Taiwan 33 1 2 36 1 - 1 35
38 Thailand 50 - 1 51 1 - 1 50
39 Rusia - - - - - - - -
40 Yunani 1 - - 1 - - - 1

17
41 Zcech 9 - - 9 - - -
42 Cekoslovakia - - - - - - - 1
43 Argentina 1 - - 1 - - 1 1
44 Vietnam 1 1 1 3 1 - - 2
45 Jordania - - - - - - - -
46 Rumania 1 - - 1 - - - 1
47 Fiji 1 - - 1 - - - 1

JUMLAH TOTAL 3.151 124 242 5.517 273 22 295 3222

Sumber: Bidang Program Disnaker Kota BATAM

A. Perlindungan Tenaga Kerja Asing di Indonesia.

Hingga saat ini penggunaan tenaga kerja asing belum

jauh berbeda sebelum adanya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 /

2003). Keadaan ini akan berlanjut terus jika Pemerintah

tidak memulai untuk turut campur dalam penempatan tenaga

kerja asing. Termasuk di dalamnya memperketat pengawasan

penggunaan tenaga kerja asing dan membatasi serta menutup

jabatan-jabatan tertentu bagi tenaga kerja asing dengan

membuka dan menyediakan jabatan-jabatan tersebut bagi

tenaga kerja Indonesia. Proses “indonesianisasi” jabatan-

jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing senantiasa

dilakukan dengan mempersyaratkan adanya tenaga pendamping

warga Negara Indonesia bagi tenaga kerja asing yang bekerja

di Indonesia dan mewajibkan melakukan pendidikan dan

pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia, yang secara

18
keseluruhan dimaksudkan dalam rangka “transfer of

knowledge” dan “transfer of lerning” dari tenaga kerja

asing kepada tenaga kerja Indoneisa. Oleh karenanya dalam

mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui

mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan

cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang

mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia

dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing

(RPTKA) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi No. Kep-228/Men/2003 tentang Tata

Cara Pengesahan RPTKA, dan meminta izin penggunaan tenaga

kerja asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-

20/Men/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh IMTA.

Terhadap setiap tenaga kerja yang bekerja di Indonesia

diberlakukan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

tenaga Kerja (Jamsostek). Mengingat begitu relative

besarnya jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di

Indoensia, maka perlu diberikan perlindungan berupa

pengikutsertaan yang bersangkutan dalam program jaminan

social tenaga kerja. Perlindungan ini tidak hanya terhadap

tenaga kerja asing yang bersangkutan melainkan juga

19
keluarganya. Bagi tenaga kerja asing yang bekerja di

Indonesia yang telah mendapatkan jaminan social tenaga

kerja di negara asalnya, menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor: Per. 02/Men/XII/2004 tentang

Pelaksanaan Program Jaminan Social Tenaga Kerja Bagi Tenaga

Kerja Asing, maka terhadap pengusaha tidak diwajibkan

mengikutsertakan tenaga kerja asing yang bersangkutan dalam

program jamian sosial tenaga kerja di Indonesia.

Menurut Pasal 25 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB), jaminan social merupakan pembayaran yang diterima

pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak

melakukan pekerjaan. Dengan kata lain, meskipun buruh tidak

bekerja, yang bersangkutan tetap mendapatkan upah. Tidak

melakukan pekerjaan di luar kesalahannya, dikarenakan

sakit, hamil, kecelakaan, dan meninggal dunia.

Menurut UU tentang Jamsostek jo Permennakertrans No.

02/2004, jaminan yang diberikan oleh pengusaha pengguna

tenaga kerja asing dan keluarganya yang tidak mendapatkan

jamsostek di negara asalnya, berupa jaminan:

1. Kecelakaan kerja

2. Sakit mengandung/hamil

3. Bersalin

20
4. Jaminan hari tua dan meninggal dunia

Keempat jaminan tersebut dikemas dalam 4 program yaitu :

1. Jaminan Kecelakaan.

2. Jaminan Kematian.

3. Jaminan Hari Tua.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Jaminan terhadap kecelakaan yaitu terhadap kecelakaan

yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk penyakit yang

timbul akibta hubungan kerja serta kecelakaan yang terjadi

dalam perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan pulang ke

rumah melalui jalan yang biasa dilalui (tidka ada waktu

tertentu. Dalam jaminan ini, pengusaha (majikan) harus

menyerahkan 0,24%-1,74% dari upah sebulan ke jamsostek.

Besarnya jaminan tersebut tergantung resiko kecelakaan.

Untuk jaminan kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan.

Untuk jaminan hari tua, ditanggung buruh dan majikan yaitu

sebesar 3,7% dari upah sebulan ditanggung majikan dan 2%

dari upah sebulan ditanggung oleh buruh. Sedangkan terhadap

jaminan pemeliharaan kesehatan, jamsostek mengadakan

pembedaan tanggungan antara buruh yang masih lajang dengan

yang sudah berkeluarga, dengan masing-masing besaran: 6&

dari upahs ebulan untuk buruh berkeluarga, dan 3% untuk

21
buruh yang masih lajang. Perlu diketahui, bahwa hal-hal

yang mencakup dalam pemeliharaan kesehatan dalam program

jamsostek adalah:

1. Aspek promotif (peningkatan kesehatan)

2. Aspek Preventif.

3. Apsek Kuratif (pengobatan)

Sama halnya dengan penempatan Tenaga Kerja Indonesia

(TKI) ke luar negeri yang legal maupun illegal, maka

penempatan tenaga kerja asing yang bekerja di Indoensia ada

yang bersifat legal dan ada yang illegal.1 Tidak hanya

tenaga kerja asing yang legal saja yang ternyata

mendapatkan perlindungan, melainkan juga tenaga kerja asing

yang illegal sehingga keberadaaanya perlu diatur dalam

suatu suatu instrument hokum internasional. Instruemen-

instrumen tersebut antara lain:

1. Peraturan-peraturan tenaga kerja migrant yang diatur

dalam Konvensi ILO No. 97/1949 tentang Concerning

Migration for Employment (Migrasi Untuk Pekerja

Migran), antara lain:

1
Penentuan legal dan illegal baik terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri
mapun Tenaga Kerja Asing yang bekerja dfi Indoensia, ditentukan oleh lengkap tidaknya dokumen yang
diperintahkan oleh peraturan, yang dimiliki oleh tenaga kerja yang bersangkutan.

22
a. Hak atas pelayanan dan informasi yang akurat dan

Cuma-Cuma untuk membantu tenaga kerja migrant

(Art.2).

b. Langkah-langkah untuk mencegah propaganda yang

menyesatkan mengenai pengiriman tenga kerja ke

luar negeri (Art. 3).

c. Pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja migrant

(Art.5).

d. Penerapan sanksi hokum bagi pihak yang

mempromosikan atau mengorganisasikan keberadaan

tenaga kerja migrant illegal (clandestine).

(Annex I Art. 8 dan Annex II Art. 3).

2. Peraturan-peraturan yang diatur dalam Konvensi ILO No.

143/1975 tentang Convention Concerning Migration In

Abusive Condition dan Promotion of Equality and

Opportunity and Treatment of Imigrant Worker (Migrasi

Dlaam Keadaan Disalahgunakan dan peningkatan

Kesempatan Terhadap Tenaga Kerja Migran), mengatur:

a. Kewajiban bagi negara penerima untuk menghormati

hak-hak tenga kerja migrant (Art. 1).

b. Penekanan pada usaha-usaha yang perlu dilakukan

untuk menindaklanjuti tentang keberadaan tenaga

23
kerja migrant legal yang mempekerjakan tenaga

kerja migrant secara illegal (Art. 2 dan 3).

c. Pengaturan tentang persamaan kesempatan mengenai

jabatan, jaminan social, dan kebebasan individual

atau kolektif bagi tenaga kerja migran dan beserta

anggota-anggota keluarganya (Art. 10).

d. Konvensi ini dalam konsiderannya juga mengakui

adanya fakta-fakta tentang imigran gelap standar

khusus yang bertujuan untuk mengeliminasi

terjadinya perlakuan kejam atau penyalahgunaan

yang lebih jauh terhadap tenaga kerja migrant

illegal (eksploitasi).

Perserikatan Bangsa-bansa (PBB) melalui Majelis Umum

telah mengeluarkan Resolusinya yang kemudian menjadi

Konvensi No.45/158 tanggal 18 Desember 1990. Konvensi

tersebut dikenal dengan nama International Convention on

The Protection of the Rights of All Migrant Workers and

Members of Their Families, yang terdiri dari 93 Pasal yang

terbagi dalam 9 Bab.

Menurut konvensi ini, bahwa setiap pekerja dan

keluarganya mempunyai hak-hak asasi berupa:

1. Hak kebebasan

24
2. Persamaan di mata hokum

3. Hak untuk memiliki kerahasiaan pribadi

4. Persamaan sebagai warga negara

5. Kebebasan berkumpul/berserikat.

6. Transfer of earnings.

7. Hak untuk mendapatkan informasi.

Sednagkan hak-hak lain pekerja migrant yang legal dan

anggota keluarga mereka adalah:

1. Hak untuk mendapatkan cuti (Art. 38);

2. Bebas untuk bertindak.

3. Bergerak bebas dalm wilayah kerja mereka dan bebas

memilih di mana mereka ingin bertempat tinggal (Art.

39);

4. Hak untuk berpartisipasi dalam politik, kegiatan

masyarakat, dan ikut terlibat dalam pengambilan

keputusan (Art. 41 dan 42);

5. Persaaam sebagai warga negara dalam mengakses

pendidikan, kussus dan pelayanan social.

6. Terlibat aktif dalam pembuatan kontrak kerja

7. Hak untuk berkumpul kembali dengan keluarga mereka.

8. Pengecualian dalam hal pajak dan kewajiban bead an

cukai

25
9. Hak untuk memilih aktivitas.

Konvensi ini tidak mencantumkan illegal workers

secara tersendiri melainkan hanya mengatur perlakuan

perlindungan/perawatan dari pekerja illegal:

The convention recognizez that “the human


problems involved in migration are even more
serious in the case of irregular migration” and
the need to encourage appropriate action “to
prevent and eliminate clandestaine movements and
trafficking in migrant workers , while at the
same time assuring the protection of their
fundamental human rights “. (Preamble)

Kenyataan bahwa mereka berada dalam kondisi yang

illegal bukanlah suatu alas an untuk merampas hak-hak

mereka dari prinsip-prinsip sebagai warga negara dalam

hal pemberian upah dan kondisi-kondisi pekerjaan

termasuk upah lembur, upah kerja, upah cuti mingguan,

dan upah libur karena hari libur, memperolehkeamanan,

perawatan kesehatan, dan lain-lainnya (art. 25).

Mereka juga berhak untuk mendapatkan pertolongan dalam

keadaan darurat (Art. 28). Bagaimanapun juga, hak-hak

fundamental para pekerja migrant yang illegal ini

tetap diberikan oleh konvensi ini, setidak-tidaknya

karena mereka adalah sama-sama sebagai manusia dan

warga negara.

26
A. Transfer Of Knowledge

Pemberi kerja tenaga kerja asing (TKA) wajib menunjuk

tenaga kerja warga Negara Indonesia (TKI) sebagai tenaga

pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan

alih keahlian (transfer of knowledge, transfer of lerning)

dari TKA. Disamping itu Pemberi kerja TKA wajib untuk

melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga

kerja Indonesia yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang

diduduki oleh TKA. Namun ketentuan penunjukan tenaga

pendamping dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

tersebut dikecualikan bagi TKA yang menduduki jabatan

direksi dan atau komisaris (Pasal 46).

Setiap pengguna TKA (sponsor) wajib melaksanakan

program penggantian TKA kepada tenaga kerja Indonesia

(TKI). Oleh karenanya pengguna TKA, wajib menunjuk tenaga

kerja Indonesia (TKI) sebagai pendamping pada jenis

pekerjaan yang yang dipegang atau ditangani oleh TKA yang

bersangkutan. Selain itu, pengguna TKA wajib

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi TKI

yang dipekerjakan, baik (dilaksanakan) sendiri, maupun

menggunakan jasa pihak ketiga yang biaya-(diklat)-nya

27
dibebankan pada penggunan TKA dan tidak dibebankan pada TKI

yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 1, 2 dan 4 KP).

Tenaga pendamping (TKI) yang bersangkutan harus

tercantum dengan jelas dalam rencana penggunaan TKA (RPTKA)

dan –tercantum- dalam struktur jabatan perusahaan (Pasal 8

ayat (3) KP). Lebih lanjut dijelaskan, semula dalam Permen

03/1990 bahwa setiap perusahaan yang memperoleh izin (IKTA)

mempekerjakan tenaga kerja asing, wajib menunjuk dan

melatih tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang

bersangkutan sesuai dengan RPTKA-nya. Penunjukan TKI

tersebut haruslah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan

jabatan yang tercantum dalam RPTKA. Permohonan IKTA untuk

pekerjaan yang bersifat sementara, diajukan kepada Menteri

Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 13 ayat

(1)). Apabila di perusahaan tersebut tidak memiliki tenaga

kerja Indonesia (TKI) yang memenuhi persyaratan, Menteri

Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk, dapat menempatkan

TKI yang memenuhi persyaratan (ayat 3). Penentuan bagi TKI

calon pendamping TKA sebagai mana tersebut, pelaksanaannya

dilakukan melalui seleksi yang diselenggarakan oleh

Kandepnaker (sekarang Disnaker Kabupaten/Kota) setempat,

atau bersama-sama dengan instansi teknis yang bersangkutan.

28
Selanjutnya penempatan TKI tersebut didasarkan atas

pertimbangan perusahaan (Pasal 8 KEPMENAKER-416/1990).

Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu syarat

pemberian IKTA adalah bahwa pemohon IKTA wajib menyampaikan

program diklat bagi TKI yang dicalonkan sebagai pengganti

TKA yang bersangkutan. Hasil penelitian di Batam, salah

satu perusahaan di Batam yang menggunakan tenaga kerja

asing: PT BIC EMT Division, melaksanakan pendidikan dan

pelatihan dalam rangka pelaksaaan Transfer of Knowledge

(ToK) melalui jasa pihak ketuiga yaitu Badan-badan Diklat

(Pelatihan dan Pendidikan). Namun setelah diadakan diklat

ini, tenaga kerja Indonesia yang selalu mendampingi tenaga

kerja asing ini belum bisa langsung menggantikan jabatan

yang diduduki oleh tenaga kerja asing yang bersangkutan

menyusul telah berakhirnya masa kontrak. Kewajiban

menyampaikan program diklat tersebut tidak berlaku untuk

permohonan IKTA bagi Sekolah Internasional/Lembaga diklat

bahasa asing; Instansi /proyek-proyek Pemerintah;

Perwakilan Dagang Asing; Organisasi Internasional; Kantor

perwakilan regional perusahaan asing (Pasal 16 KEP-416).

Namun Kepmenakertrans No. KEP-20/MEN/III/2004 yang sekarang

berlaku tidak membedakan.

29
Dilihat dari aspek kegunaannya, pelaksanaan ToK

ternyata memberikan keuntungan bagi perusahaan. Akan tetapi

dalam prakteknya tidak semulus yang dibayangkan. Hal ini

dikarenakan, tenaga kerja Indonesia yang mendampingi tenaga

kerja asing ini terkadang belum menguasai bahasa asing

sehingga terjadi kesalahan penafsiran (error in

interpretation) dan parahnya dimungkinkan timbulnya

miscommunication. Keadaan ini tentunya harus disadari oleh

pihak pengusaha dan tenaga pendamping dan dicarikan

solusinya misalnya terlebih dahulu mengadakan kursusu

singkat untuk bahasa yang akan digunakan dengan tenaga

kerja asing serta menyaring calon-calon tenaga pendamping

yang capable, professional dan applicable.

Selain mengadakan diklat, para pengusaha pengguna

tenaga kerja asing juga diharuskan membayar Dana

Pengembangan Keahlian dan Keterampilan (DPKK). Besarnya

DPKK di Kota Batam dapat terlihat pada bagan di bawah ini:

No. Uraian Ket

1. Jumlah DPKK s/d Bulan Lalu US $ 1,520,500,00

2. Jumlah DPKK bulan ini US $ 348,500,00

Jumlah US $ 1,869,000,00

Sumber: Program Disnaker Kota Batam

30
31
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Penempatan Tenaga Kerja Asing di Indonesia semula

diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang

Penempatan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya dicabut

dengan undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003

(Pasal 42 sampai dengan Pasal 49). Dalam pasal 42 sampai

pasal 49 tersebut, ada sejumlah poeraturan yang harus

dikeluarkan agar proses penggunaan tenaga kerja asing dapat

terlaksana sesuai dengan jalur hokum yang sudah ditetapkan.

Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh Undang-undang

Ketenagakerjaan itu antara lain :

a. Keputusan Menteri tentang Jabatan tertentu dan waktu

tertentu (pasal 42 ayat (5));

b. Keputusan Menteri tentang tata cata pengesahan rencana

penggunaan tenaga kerja asing (pasal 43 ayat (4));

c. Keputusan Menteri tentang Jabatan dan standar kompetensi

(pasal 44 ayat (2));

d. Keputusan Menteri tentangJabatan-jabatan tertentu yang

dilarang di jabat oleh tenaga kerja asing (pasal 46 ayat

(2));
e. Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan tertentu di

lembaga pendidikan yang dibebaskan dari pembayaran

kompensasi (pasal 47 ayat (3)).

f. Peraturan pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan

Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4).

g. Keputusan Presiden tentang Penggunaan tenaga kerja asing

serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja

pendamping (Pasal 49).

Kalau kita cermati, baik Peraturan Pemerintah, Kepmen

maupun Keppres yang diperitahkan undang-undang ini,

masih menggunakan yang lama. Hal ini dikarenakan materi

yang bersangkutan belum diatur dengan Peraturan

Pemerintah, Keppres maupun Keputusan Menteri yang

baru. Ketentuan tersebut antara lain :

a. Pengaturan besarnya kompensasi dan penggunaannya.

Ketentuan ini masih diatur melalui Peraturan pemerintah

Nomor 98 Tahun 2000.

b. Pengaturan tentang jabatan dan standar kompensasi.

c. Pengaturan pengawasan terhadap kegiatan warga negara

asing yang melakukan pekerjaan bebas di Indonesia.

Ketentuan ini masih diatur dengan Inpres Nomor 10 Tahun

1968.
d. Pengaturan penggunaan tenaga kerja warga negara asing

pendatang. Ketgentuan ini masih diatur dengan Keppres

Nomor 75 Tahun 1995.

e. Pengaturan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara

Asing Pendatang untuk pekerjaan yang beersifat sementara

dan mendesak. Ketentuan ini masih diatur dengan Surat

Edaran Menaker Nomor : 04/MEN/1992.

Sejak Undang-undang Ketenagakerjaan disepakati bersama

antara DPR dan Presiden dan disahkan dan diundangkan pada

tanggal 25 Martet 2003, telah dilahirkan beberapa ketentuan

hokum untuk melaksanakan undang-undang tersebut, antara

lain :

a. Kepmenakertrans Nomor 20/MEN/III/2004 tentang tata Cara

Memperoleh Izin Mempekerjakan tenaga kerja asing;

b. Kepmenakertrans Nomor 228/MEN/2003 tentang Tata Cara

Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

c. Kepmenakertrans Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan

Program JAMSOSTEK bagi tenaga kerja asing.

d. Kepmenakertrans Nomor 223/MEN/2003 tentang Jabatan-

jabatan di Lembaga Pendidikan yang dikecualikan dari

kewajiban Membayar Kompensasi.

Di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian

Tenaga Kerja Asing dipersempit yaitu warga negara asing

pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.


Di dalam ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa

setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing

wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang

ditunjuk.

Anda mungkin juga menyukai