Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makro Ekonomi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflasi dan Pengangguran adalah dua masalah ekonomi utama yang
dihadapi masyarakat. Kedua masalah ekonomi itu dapat mewujudkan
beberapa efek buruk yang bersifat ekonomi, politik dan sosial. Untuk
menghindari berbagai efek buruk yang mungkin timbul, berbagai kebijakan
ekonomi perlu dijalankan.
Hal tersebut terjadi pada jangka pendek antara inflasi dan
pengangguran. Jika para pembuat kebijakan moneter dan fiskal
meningkatkan permintaan agregat dan menaikkan perekonomian sepanjang
kurva penawaran agregat jangka pendek, mereka dapat memperkecil tingkat
pengangguran untuk sementara waktu, namun hal ini akan disertai dengan
tingkat inflasi yang lebih tinggi. Jika para pembuat kebijakan mengurangi
permintaan agregat dan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat
jangka pendek, mereka dapat memperkecil tingkat inflasi, tetapi dengan
risiko menaikkan pengangguran untuk sementara. Dan hubungan jangka
pendek antara inflasi dengan pengangguran dapat ditunjukkan dengan
sebuah kurva yaitu kurva Phillips.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa itu kurva Phillips, dan bagaimana asal mula Kurva Phillips?
2. Bagaimana pergeseran dalam kurva Phillips dalam peranan harapan?
3. Bagaimana pergeseran kurva Phillips dalam peranan guncangan
penawaran?
4. Bagaimana biaya-biaya untuk menurunkan inflasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, terdapat empat tujuan yaitu:

1
1. Untuk mengetahui apa itu kurva Phillips beserta asal mula kurva Phillips
2. Untuk mengetahui pergeseran dalam kurva Phillips dalam peranan harapan
3. Untuk mengetahui pergeseran dalam kurva Phillips dalam peranan
guncangan penawaran
4. Untuk mengetahui bagaimana biaya-biaya untuk menurunkan inflasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kurva Phillips

2
Kurva Phillips menggambarkan hubungan jangka pendek antara
inflasi dan pengangguran.
2.1.1 Asal Mula Kurva Phillips
Pada 1958, ekonom yang bernama A.W. Phillips menerbitkan sebuah
artikel pada jurnal Inggris, Economica, yang membuat dirinya terkenal.
Artikel tersebut berjudul “The Relationship between Unemployment and
the Rate of Change of Money Wages in the United Kingdom, 1861-1957”.
Dalam artikel tersebut, Phillips menunjukkan bahwa tahun-tahun dengan
tingkat penangguran rendah cenderung memiliki inflasi tinggi, sedangkan
tahun-tahun dengan pengangguran tinggi cenderung memiliki inflasi
rendah. Phillips menyimpulkan bahwa dua variable ekonomi makro
(pengangguran dan inflasi) yang penting terkait dengan cara yang
sebelumnya tidak disadari oleh para ekonom.

Meskipun penemuan Phillips ini didasarkan pada data di Inggris,


para peneliti bergegas untuk memperluas penemuannya itu ke negara-
negara lain. Dua tahun setelah Phillips menerbitkan artikelnya, ekonom
yang bernama Paul Samuelson dan Robert Solow menerbitkan sebuah
artikel di American Economic Review dengan judul “Analytics of Anti-
Inflation Policy”, dimana mereka menunjukka korelasi negatif yang serupa
antara inflasi dan pengangguran dalam data untuk Amerika Serikat.
Mereka berpendapat bahwa korelasi ini terjadi karena pengangguran yang
rendah berhubungan dengan permintaan agregat yang tinggi yang pada
gilirannya menaikkan tekanan pada upah dan harga di seluruh
perekonomian. Samuelson dan Solow menamakan asosiasi negatif antara
inflasi dan pengangguran Kurva Phillips (Phillips Curve).

Tingkat Inflasi (persen Kurva Phillips


per tahun)
Kurva Phillips menggambarkan asosiasi
B negative antara tingkat inflasi dan tingkat
6
pengangguran. Pada titik A, tingkat inflasi
rendah dan tingkat pengangguran tinggi.
2 A Pada titik B, tingkat inflasi tinggi dan tingkat
pengangguran rendah.
Kurva Phillips
0 4 7 Tingkat Pengangguran
(persen)
3
Seperti yang diungkapkan oleh judul tulisan mereka, Samuelson dan
Solow tertarik pada kurva Phillips karena mereka percaya bahwa kurva
Phillips memberikan pelajaran penting bagi para pembuat kebijakan.
Secara khusus mereka berpendapat bahwa kurva Phillips menawarkan
pilihan hasil-hasil perekonomian yang mungkin terjadi kepada para
pembuat kebijakan. Dengan mengubah kebijakan moneter dan fiscal untuk
memengaruhi permintaan agregat, para pembuat kebijakan dapat memilih
titik yang mana pun dalam kurva ini. Titik A menawarkan pengangguran
tinggi dan inflasi rendah. Titik B menawarkan pengangguran rendah dan
inflasi tinggi. Para pembuat kebijakan memilih inflasi rendah dan
pengangguran rendah, tetapi data terdahulu yang dirangkum oleh kurva
Phillips menunjukkan bahwa kombinasi ini mustahil terjadi. Menurut
Samuelson dan Solow, para pembuat kebijakan menghadapi tradeoff antara
inflasi dan pengangguran, dan kurva Phillips menggambarkan tradeoff
tersbebut.

2.1.2 Permintaan Agregat, Penawaran Agregat, dan Kurva Phillips

Model permintaan dan penawaran agregat memberikan penjelasan


yang mudah untuk pilihan hasil-hasil yang mungkin terjadi yang
digambarkan oleh kurva Phillips. Kurva Phillips menunjukkan kombinasi
inflasi dan pengangguran yang naik pada jangka pendek ketika
pergeseran pada kurva permintaan agregat menggerakkan perekonomian
di sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek. Kenaikan
permintaan agregat terhadap barang dan jasa dalam jangka pendek
mengakibatkan hasil produksi barang dan jasa yang lebih besar dari tingkat
harga yang lebih tinggi. Hasil produksi yang lebih besar berarti pengerjaan
yang lebih tinggi sehingga tingkat pengangguran lebih rendah. Selain itu,
berapa pun tingkat harga pada tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat
harga pada tahun berjalan, semakin tinggi pula tingkat inflasi. Oleh karena

4
itu, pergeseran pada permintaan agregat mendorong inflasi dan
pengangguran ke arah yang berlawanan pada jangka pendek.

Bagaimana Kurva Phillips Berhubungan dengan Permintaan dan


Penawaran Agregat

Kurva berikut mengasumsikan tingkat harga sebesar 100 pada tahun


2000 dan memetakan hasil yang mungkin terjadi pada tahun 2001. Panel
(a) menunjukkan model permintaan agregat dan penawaran agregat.
Apabila permintaan agregat rendah, perekonomian ada pada titik A; hasil
produksi rendah (7.500), dan tingkat harga rendah (102). Jika permintaan
agregat tinggi, perekonomian ada pada titik B; hasil produksi tinggi
(8.000), dan tingkat harga tinggi (106). Panel (b) menunjukkan implikasi
terhadap kurva Phillips. Titik A, yang naik ketika permintaan agregat
rendah, berarti tingkat pengangguran tinggi (7 persen) dan tingkat inflasi
rendah (2 persen). Titik B, yang naik ketika permintaan agregat tinggi,
berarti tingkat pengangguran rendah (4 persen) dan tingkat inflasi tinggi (6
persen).

(a) Model Permintaan dan Penawaran Agregat

Tingkat
Penawaran agregat
Harga
jangka pendek

106 B

102 A
Permintaan
Agregat Tinggi
Permintaan Agregat
rendah
0
7.500 8.000 Jumlah
(a) K Kurva Phillips
(pengangguran (pengangguran Output
Tingkat inflasisebesar 7%) sebesar 4%)
(persen per
tahun)

B 5

A Kurva Phllips
106

102

4 7 Tingkat
0 (Hasil produksi (Hasil produksi Pengangguran
sebesar 8.000) sebesar 7.500) (persen)

Kebijakan moneter dan fiskal dapat menggeser kurva permintaan


agregat. Oleh karena itu, kebijakan moneter dan fiskal dapat
menggerakkan perekonomian di sepanjang kurva Phillips. Kenaikan
penawaran uang, kenaikan belanja pemerintah, atau pemotongan pajak
dapat meluaskan permintaan agregat dan menggerakkan perekonomian ke
titik di kurva Phillips yang memiliki tingkat pengangguran lebih rendah
dan inflasi lebih tinggi. Penurunan penawaran uang, pemotongan belanja
pemerintah, atau kenaikan pajak mengerutkan permintaan agregat dan
menggerakkan perekonomian ke titik pada kurva Phillips yang memiliki
inflasi lebih rendah dan pengangguran lebih tinggi. Dalam kasus ini, kurva
Phillips menawarkan pilihan-pilihan yang berisi tentang kombinasi inflasi
dan pengangguran kepada para pembuat kebijakan.

2.2 Pergeseran dalam Kurva Phillips: Peranan Harapan

2.2.1 Kurva Phillips Jangka Panjang

Menurut Friedman dan Phelps, tidak ada dilema antara inflasi dan
pengangguran pada jangka panjang. Pertumbuhan jumlah uang yang
beredar menentukan tingkat inflasi. Bagaimana pun tingkat inflasinya,
tingkat pengangguran akan mengarah pada tingkat alamiahnya.
Akibatnya, kurva Phillips jangka panjang berbentuk vertical.
1.ketika bank
sentral
meningkatkan Tingkat Inflasi Kurva Phillips jangka
pertumbuhan panjang 6
jumlah uang
yang beredar, Inflasi Inflasi
tinggi 2. … tetapi pengangguran tetap
B
tingkat inflasi berada ada tingkat alamiahnya pada
rendah
akan naik … 0 A jangka panjang
Tingkat Tingkat
pengangguran Pengangguran
alamiah

Dilihat dari gambar kurva diatas, apabila bank sentral meningkatkan


jumlah uang yang beredar secara perlahan maka tingkat inflasi berarti
rendah dan perekonomian akan berada pada titik A. apabila bank sentral
meningkatkan jumlah uang yang beredar secara cepat maka tingkat inflasi
akan tinggi dan perekonomian akan berada pada titik B. dalam kedua
kasus tersebut, tingkat pengangguran cenderung mengarah pada tingkat
normalnya yang disebut dengan tingkat pengangguran alamiah. Kurva
Phillips jangka panjang vertical menggambarkan kesimpulan bahwa
pengangguran tidak bergantung pada pertumbuhan uang dan inflasi jangka
panjang.

Bagaimana Kurva Phillips Jangka Panjang Berhubungan dengan


Model Permintan dan Penawaran Agregat?

Panel (a) menunjukkan model permintaan dan penawaran agregat


dengan kurva penawaran agregat vertikal. Ketika kebijakan moneter yang
meluas menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD 1 ke AD2,
keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B. tingkat harga naik dari P1 ke
P2,sedangkan hasil produksi tetap sama. Panel (b) menunjukkan kurva
Phillips jangka panjang, yang vertikal pada tingkat pengangguran
alamiah. Kebijakan moneter yang meluas menggerakkan perekonomian

7
dari inflasi yang lebih rendah (titik A) menuju inflasi yang lebih tinggi
(titik B) tanpa mengubah tingkat pengangguran.

(a) Model Permintaan dan Penawaran Agregat


Tingkat
Harga Penawaran agregat
jangka pendek

1.Kenaikan jumlah
uang yang beredar
meningkatkan
P2 B permintaan agregat…
2. … menaikkan
tingkat harga… A
P1 AD2

Permintaan
agregat, AD1
0 Tingkat Ouput Jumlah
alamiah Output
(b) Kurva Phillips

Tingkat Inflasi

4. … tetapi meninggalkan
3. … dan menaikkan
output dan
tingkat inflasi …
pengangguran pada
tingkat alamiahnya
B

0
Tingkat output Tingkat
alamiah Pengangguran

Berdasarkan penjelasan kurva berikut, karena kurva Phillips-nya


vertikal, tingkat pengangguran tetap sama pada kedua titik ini. Oleh karena
itu, kurva penawaran agregat jangka panjang vertikal dan kura Phillips
jangka panjang vertikal keduanya membawa arti bahwa kebijakan moneter
memengaruhi variable nominal (tingkat harga dan tingkat inflasi), tetapi

8
tidak memengaruhi variable riil (hasil produksi dan pengangguran). Apa
pun kebijakan moneter yang akan dijalankan oleh bank sentral, hasil
produksi dan pengangguran, pada jangka panjang, berada pada tingkat
alamiahnya.

2.2.2 Harapan dan Kurva Phillips Jangka Pendek

Dalam jangka panjang, inflasi yang diharapkan menyesuaikan


dengan perubahan inflasi aktual.Kemampuan Fed untuk menciptakan
inflasi tak terduga hanya ada dalam jangka pendek. Begitu orang
mengantisipasi inflasi, satu-satunya cara untuk mendapatkan
pengangguran di bawah tingkat alamiah adalah inflasi yang sebenarnya
berada diatas tingkat diantisipasi.

Persamaan ini menghubungkan tingkat pengangguran dengan


tingkat pengangguran alamiah, inflasi aktual, aktual, dan inflasi yang
diharapkan.

Bagaimana Inflasi Harapan Menggeser Kurva Phillips Jangka Pendek

9
Semakin tinggi tingkat inflasi harapan, semakin besar pula dilema
jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Pada titik A, inflasi
harapan dan inflasi yang sebenarnya keduanya sama-sama rendah dan
pengangguran ada pada tingkat alamiahnya. Jika bank sentral berusaha
untuk menjalankan kebijakan moneter ekspansionari, perekonomian akan
bergerak dari titik A ke titik B pada jangka pendek. Pada titik B, inflasi
harapan masih rendah, tetapi inflasi yang sebenarnya tinggi. Pengangguran
berada pada tingkat alamiahnya. Pada jangka panjang, inflasi harapan naik,
dan perekonomian bergerak ke titik C. pada titik C, inflasi harapan dan
inflasi yang sebenarnya sama-sama tinggi, dan pengangguran kembali
pada tingkat alamiahnya.

2.2.3 Eksperimen Alamiah untuk Hipotesis Tingkat Ilmiah

Eksperimen Alamiah untuk Hipotesis Tingkat Alamiah Friedman dan


Phelps telah membuat perkiraan yang berani pada tahun 1968: Jika para
pembuat kebijakan berusaha untuk memanfaatkan kurva Phillips dengan
memilih inflasi yang lebih tinggi guna mengurangi pengangguran, mereka
akan berhasil mengurangi pengangguran hanya untuk sementara saja.
Pandangan ini berarti bahwa pengangguran pada akhirnya akan kembali
pada tingkat alamiahnya, berapa pun tingkat inflasinya disebut hipotesis
tingkat alamiah (natural-rate hypothesis). Beberapa tahun setelah
Friedman dan Phelps mengajukan hipotesis ini, para pembuat kebijakan
moncter dan fiskal secara tidak sengaja menciptakan percobaan alamiah

10
untuk mengujinya. Yang menjadi laboratorium mereka adalah
perekonomian AS sendiri.

Gambar diatas merupakan data yang dimiliki oleh Friedman dan


Phelps ketika mereka membuat prediksi pada tahun 1968. Figur 6
menunjukkan tingkat pengangguran dan tingkat inflasi untuk periode dari
tahun 1961 hin tahun 1968. Data ini menjejaki kurva Phillips. Ketika
inflasi naik selama delapan tahun ini pengangguran jatuh. Data
perekonomian dari era ini rasanya mempertegas tradeoff antara inflasi dan
pengangguran.
Kesuksesan kurva Phillips yang terlihat pada tahun 1960 an ini
membuat prediksi Phelps menjadi semakin berani. Pada 1958, Phillips
menunjukkan Friedman dan hubungan negatif antara inflasi dan
pengangguran. Pada 1960, Samuelson dan Solow telah menunjukkan
bahwa hubungan negatif tersebut ada dalam data AS. Data dekade lainnya
telah menegaskan hubungan ini. Bagi sebagian pakar ekonomi kala itu,
rasanya konyol jika mengklaim bahwa kurva Phillips akan menjadi tidak
berfungsi ketika para pembuat kebijakan mencoba untuk
menggunakannya.
Namun kenyataannya, itulah yang benar-benar terjadi. Dimulai pada
akhir dekade 1960-an, pemerintah AS mengikuti kebijakan yang
memperluas permintaan agregat terhadap barang dan jasa. Di satu sisi,
perluasan ini disebabkan oleh kebijakan fiskal: Belanja pemcrintah naik

11
ketika Perang Vietnam memanas. Di sisi lain, perluasan ini disebabkan
oleh kebijakan moneter: Karena bank sentral AS, The Fed, mencoba untuk
menahan suku bunga meskipun ada pengembangan kebijakan fiskal,
jumlah uang yang beredar (scbagaimana diukur oleh M2) naik sekitar 13
persen per tahun selama periode dari tahun 1970 hingga 1972,
dibandingkan dengan 7 persen per tahun pada awal 1960-an. Akibatnya,
inflasi tetap tinggi (sekitar 5 hingga 6 persen per tahun pada akhir tahun
1960 an dan pada awal tahun 1970-an, jika dibandingkan dengan sekitar 1
hingga 2 persen per tahun pada awal tahun 1960-an). Namun, seperti yang
telah diprediksi oleh Friedman dan Phelps, pengangguran tidak selalu
rendah.

Figur 7 menunjukkan sejarah inflasi dan pengangguran di Amerika


Serikat dari tahun 1961 hingga 1973. Figur tersebut menunjukkan bahwa
hubungan negatif sederhana antara kedua variabel ini mulai tidak
berfungsi sekitar tahun 1970. Khususnya, ketika inflasi tetap tinggi pada
awal tahun 1970-an, ekspektasi orang-orang terhadap inflasi menjadi
kenyataan dan tingkat pengangguran kembali berada pada kisaran 5 persen
hingga 6 persen yang telah terjadi sebelumnya pada awal 1960-an.
Perhatikanlah bahwa sejarah yang diilustrasikan pada Figur 7 sangat
mewakili teori kurva Phillips jangka pendek yang bergeser yang
ditunjukkan dalam Figur 5. Hingga tahun 1973, para pembuat kebijakan

12
telah mendapati bahwa Friedman dan Phelps ternyata benar: Tidak ada
tradeoff antara inflasi dan pengangguran dalam jangka panjang.

2.3 Pergeseran Pada Kurva Phillips: Peranan Guncangan Penawaran


Pada 1974, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of
Petroleum Exporting Countries OPEC) mulai menggunakan kekuatan
pasarnya sebagai scbuah kartel di pasar minyak dunia guna meningkatkan
keuntungan bagi para anggotanya. Negara-negara OPEC, seperti Arab
Saudi, Kuwait, dan Irak membatasi jumlah ninyak mentalh yang mereka
pompa dan jual di pasar dunia. Dalam beberapa tahurn pengurangan
penawaran minyak ini membuat harga minyak naik hingga dua kali lipat.
Kenaikan yang tinggi pada harga minyak dunia adalah sebuah
contoh dari guncangan penawaran. Guncangan penawaran (supply
shock) adalah peristiwa yang secara langsung memengaruhi biaya produksi
suatu perusahaan sehingga memengaruhi harga yang dibebankan oleh
perusahaan tersebut. Peristiwa ini menggeser kurva penawaran agregat
suatu perekonomian dan, akibatnya, menggeser kurva Phillips. Sebagai
contoh, ketika harga minyak menaikkan biaya produksi bensin, pelumas,
dan produk-produk minyak lainnya, kenaikan harga ini mengurangi jumlah
penawaran barang dan jasa pada tingkat harga berapa pun. Sebagaimana
yang ditunjukkan pada panel (a) dalam Figur 8, pengurangan penawaran
ini ditunijukkan dengan pergerakkan ke arah kiri pada kurva penawaran
agregat dari AS, ke AS, Tingkat harga naik dari P, ke P, dan hasil produksi
jatuh dari Y, ke Y, Kombinasi harga pu yang naik dan hasil produksi yang
turun terkadang disebut dengan stagflasi.

13
Pergeseran pada penawaran agregat berkaitan dengan pergeseran
yang serupa pada kurva Phillips jangka pendek yang ditunjukkan pada
panel (b),. Karena perusahaan membutuhkan lebih sedikit pekerja untuk
memproduksi hasil yang lebih sedikit, jumlah lapangan pekerjaan menjadi
berkurang dan penganguran meningkat. Karena tingkat harga lebih tinggi,
tingkat inflasi, perubahan persentase pada tingkat harga dari tahun
sebelumnya juga lebih tinggi. karena itu, pergeseran pada penawaran
agregat mengarah pada pengangguran yang lebih besar dan inflasi yang
lebih tinggi. Tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran ke
bergeser ke kanan dari PC, ke PC2.
Dihadapkan pada pergeseran penawaran agregat yang merugikan,
para pembuat kebijakan menghadapi pilihan yang sulit antara mengatasi
inflasi dan mengatasi pengangguran. Untuk itu para pembuat kebijakan
harus puas dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi untuk tingkat
pengangguran apa pun, tingkat pengangguran yang lebih tinggi untuk
tingkat inflasi berapa pun, atau semacam kombinasi pengangguran yang
lebih tinggi dengan inflasi yang lebih tinggi pula.

Pada 1970-an, inflasi yang diharapkan sempat naik pesat. Kenaikan


inflasi yang diharapkan ini sebagian disebabkan oleh keputusan bank

14
sentral di banyak negara untuk mengakomodasi guncangan penawaran
dengan pertumbuhan uang yang lebih tinggi.

Pada tahun 1979, OPEC sekali lagi mulai menggunakan kekuatan


pasarnya, dengan meningkatkan harga minyak lebih dari dua kali lipat.
Figur 9 menunjukkan inflasi dan pengangguran dalam perekonomian AS
selama periode tersebut. Pada 1980, setelah dua kali guncangan yang
diberikan oleh OPEC, perekonomian AS mengalami tingkat inflasi lebih
dari 9 persen dan tingkat pengangguran sekitar 7 persen. Dengan indeks
kesengsaraan pada tahun 1980 yang mendekati angka tertinggi sepanjang
sejarah ini, publik tidak puas dengan kinerja perekonomian. Sebagian
besar karena ketidakpuasan ini, Presiden Jimmy Carter kehilangan suara di
pemilu kedua pada November 1980 dan digantikan oleh Ronald Reagan.

2.4. Biaya-Biaya Untuk Menurunkan Inflasi

2.4.1. Rasio Pengorbanan

Untuk mengurangi tingkat inflasi, bank sentral harus menjalankan


kebijakan moneter yang serba mengecil. Ketika bank sentral
memperlambat laju pertumbuhan uang, bank sentral menurunkan
permintaan agregat. Penurunan permintaan agregat, pada gilirannya, akan
mengurangi jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan, dan

15
penurunan produksi ini mengarah pada pengurangan pekerjaan.
Perekonomian dimulai pada titik A Pada figur ini dan bergerak di
sepanjang kurva Phillips jangka pendek ke titik B, yang memiliki inflasi
yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih tinggi. Seiring berjalannya
waktu, inflasi akan menjadi lebih rendah dan pengangguran kembali pada
tingkat alamiahnya.

Dengan demikian, jika suatu negara ingin mengurangi inflasi, negara


yang bersangkutan harus bertahan menjalani periode pengangguran yang
tinggi dan hasil produksi yang rendah. Besarnya pengorbanan ini
bergantung pada kemiringan kurva Phillips dan seberapa cepat harapan
terhadap inflasi menyesuaikan diri dengan kebijakan moneter yang baru.

2.4.2. Harapan yang Rasional dan Kemungkinan Disinflasi Tanpa


Biaya

Penelitian-penelitian terhadap inflasi dan pengangguran yang


mencoba untuk memperkirakan rasio pengorbanan telah gagal
mempertimbangkan dampak langsung dari rezim kebijakan terhadap
harapan. Akibatnya, perkiraan rasio pengorbanan. menurut ahli teori
harapan yang rasional, bukanlah acuan yang dapat diandalkan bagi
kebijakan.

16
Dalam sebuah tulisan pada tahun 1981 yang berjudul "The End of
Four Big Inflations”, Thomas Sargent menggambarkan pandangan baru ini
sebagai berikut. Sebuah pandangan "harapan yang rasional" menyangkal
bahwa ada momentum bawaan terhadap proses inflasi saat ini. Implikasi
dari pandangan ini adalah bahwa inflasi dapat dihentikan dengan jauh
lebih cepat daripada yang telah indikasikan oleh para pendukung
pandangan "momentum" dan bahwa perkiraan mereka terhadap jangka
waktu dan biaya menghentikan inflasi dalam kaitannya dengan hasil
produksi yang dibatalkan adalah keliru. Penghapusan inflasi akan
memerlukan lebih dari beberapa tindakan fiskal dan moneter yang sifatnya
temporer dan membatasi penghapusan inflasi akan mengharuskan adanya
perubahan pada rezim kebijakan

Berapa besaınya pengorbanan untuk tindakan seperti ini berkenaan


dengan hasil produksi yang dibatalkan dan berapa lama dampaknya akan
mulai terasa bergantung sebagian pada seberapa tegas dan jelas komitmen
yang diambil oleh pemerintah.

Menurut Sargent, rasio pengorbanan dapat jadi lebilh kecil daripada


yang ditunjukkan oleh perkiraan-perkiraan sebelumnya. Jika pemerintah
membuat komitmen yang dapat dipercaya terhadap kebijakan inflasi
rendah, masyarakat akan cukup rasional untuk segera menurunkan harapan
mereka terhadap inflasi Kurva Phillips jangka pendek akan bergeser ke
bawah dan perekonomian akan segera mencapai inflasi rendah tanpa
pengorbanan berupa pengangguran tinggi dan hasil produksi yang rendah.

2.4.3. Disinflasi Volcker

Ketika bank sentral menghadapi prospek untuk mengurangi inflasi,


para ekonom menawarkan dua prediksi yang berientangan. Satu kelompok
ekonom menawarkan estimasi rasio pengorbanan dan menyimpulkan
bahwa mengurangi inflasi kan memakan biaya yang hesar, dalam
kaitannya dergan hasil produksi yang hilang dan pengangguran yang
tinggi. Kelompok lainnya menawarkan teori harapan yang rasional dan

17
menyimpulkan bahwa mengurangi inflasi dapat jauh lebih tidak memakan
biaya dan, mungkin, bahkan tidak memakan biaya sama sekali.

Figur 11 menunjukkan inflasi dan pengangguran AS dari tahun 1979


hingga 198 7 Seperti yang dapat Anda lihat, Volcker memang berhasil
untuk menurunkan tingkat inflasi Inflasi turun dari hampir 10 persen pada
tahun 1981 dan 1982 menjadi sekitar 4 persen pada tahun 1983 dan 1984.
Penurunan inflasi ini benar-benar berkat kebijakan moneter. Kebijakarn
fiskal pada saat ini berjalan ke arah yang berbeda: Kenaikan defisit
anggaran selama masa pemerintahan Reagan memperluas permintaan
agregat, yang cenderung menaikkan inflasi. Penurunan inflasi dari tahun
1981 hingga 1984 di Amerika Serikat adalah akibat kebijakan anti-inflasi
yang keras dari pemimpin The Fed, Paul Volcker.

Figur ini menunjukkan bahwa disinflasi Volcker memang terjadi


dengan mendatangkan pengangguran yang tinggi. Pada 1982 dan 1983,
tingkat pengangguran adalah sekitar 10 persen-hampir dua kali
dibandingkan saat Paul Volcker ditunjuk menjadi pemimpin The Fed. Pada
saat yang bersamaan, produksi barang dan jasa sebagaimana diukur oleh
PDB riil berada di bawah tingkat biasanya. Disinflasi Volcker ini
menciptakan resesi terdalam di Amerika Serikat sejak Depresi Besar pada
tahun 1930-an. Sebenarnya, pola disinflasi yang ditunjukkan pada Figur 11
sangatlah mirip dengan pola yang diprediksikan pada Figur 10. Untuk

18
membuat transisi dari inflasi tinggi (titik A di kedua gambar) menuju
inflasi rendah (titik C), perekonomian harus mengalami periode
pengangguran tinggi yang menyakitkan (titik B).

Meskipun demikian, ada dua alasan untuk langsung menolak


kesimpulan-kesimpulan para ahli teori harapan yang rasional. Pertama,
meskipun disinflasi menyebabkan tingkat pengangguran yang tinggi untuk
sementara waktu, biayanya tidaklah sebesar yang diperkirakan oleh
banyak ekonom. Kedua, dan lebih penting, meskipun Volcker
mengumumkan bahwa ia akan mengarahkan kebijakan moneter untuk
menurunkan tingkat inflasi, sebagian besar masyarakat tidak percaya
kepadanya. Oleh karena itu, disinflasi Volcker tidak selalu membantah
pandangan harapan rasional bahwa disinflasi yang dapat dipercaya dapat
jadi bebas biaya.

2.4.4. Era Greenspan

Sejak inflasi OPEC pada tahun 1970-an dan disinflasi Volcker pada
tahun 1980-an perekonomian AS mengalami fluktuasi yang relatif ringan
terhadap inflasi dan pengangguran Figur 12 menunjukkan inflasi dan
pengangguran dari tahun 1984 hingga 2002. Periode ini disebut dengan era
Greenspan, yang diambil dari nama Alan Greenspan-pada tahun 1987
menggantikan Paul Volcker

19
Periode ini dimulai dengan guncangan penawaran yang
menguntungkan. Pada tahun 1986, anggota-anggota OPEC mulai berdebat
tentang tingkat produksi dan kesepakatan lama mereka untuk membatasi
penawaran minyak tidak berlaku lagi. Harga minyak jatuh sekitar
setengahnya. Seperti yang ditunjukkan olch gambar tersebut, guncangan
penawaran yang menguntungkan ini mengarah pada menurunnya inflasi
dan pengangguran

Sejak sat itu, bank-bank sentral berhati-hati agar tidak mengulangi


kesalahan kebijakan pada era 1960-an, ketika permintaan agregat yang
berlebih mendorong pengangguran ke bawah tingkat alamiahnya dan
menaikkan inflasi. Ketika pengangguran turun dan inflasi naik pada tahun
1989 dan 1990, The Fed menaikkan suku bunga dan mengurangi
permintaan Ketua De agregat yang mengakibatkan resesi kecil pada tahun
1991 dan 1992. Pengangguran kemudian naik di atas sebagian besar
estimasi tingkat alamiahnya dan inflasi turun sekali lagi

Sejak saat itu, sampai akhir tahun 1990 an, perekonomian


mengalamí periode kemakmuran. Angka inflasi dan pengangguran turun
mendekati nol menjelang akhir dekade tersebut. Pengangguran juga
menyimpang ke arah bawah, mengakibatkan banyak pengamat meyakini
bahwa tingkat pengangguran alamiah telah turun.

20
STUDI KASUS

MENGAPA INFLASI DAN PENGANGGURAN BEGITU RENDAH PADA


AKHIR ERA1990-AN?

Menjelang akhir abad ke-20, banyak negara mengalami tingkat inflasi dan
pengangguran terendah selama beberapa tahun. Pada 1999, misalnya, besarnya
inflasi rata-rata adalah sebesar 1,4 persen di negara-negara industri. Inflasi di Asia
secara keseluruhan tidaklah jauh lebih tinggi. pada angka 2.2 persen, tetapi ini pun
berbeda tergantung negaranya. Sebagai contoh di Singapura dan Malaysia, inflasi
masing-masingnya berada pada angka nol dan 2,7 persen jauh lebih tinggi di
Indonesia yang sebesar 20,5 persen. Pengangguran adalah sebesar 4.2 persen di
Amerika Serikat dan 6 persen di Inggris, tetapi lebih besar di negara- negara
Eropa, seperti Jerman, yang jatuh pada angka 9 persen. Di Asia, ini pun
bergantung pada negaranya, seperti tingkat pengangguran yang relatif rendah di
Malaysia (3,4 persen), Jepang (4,7 persen), dan Singapura (2,8 persen), tetapi
lebih tinggi di Hong Kong (6,2 persen), Indonesia (6,2 persen), dan Filipina (9,6
persen)

Beberapa pengamat berargumen bahwa pengalaman ini mendatangkan


keraguan pada teori kurva Phillips. Sebenarnya, kombinasi tingkat inflasi dan
pengangguran yang rendah mungkin memberikan kesan bahwa tidak ada lagi
tradeoff antara kedua variabel ini. Namun sebagian besar ekonom memandang
peristiwa ini dengan tidak begitu radikal. Sebagaimana yang telah kita bahas pada
keseluruhan bab ini, tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran
bergeser setiap saat. Pada dekade 1990-an, tradeoff ini bergeser ke kiri sehingga
perekonomian dapat menikmati pengangguran dan inflasi yang rendah secara
bersamaan.

Apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran yang menguntungkan


pada kurva Phillips jangka pendek? Sebagian jawabannya ada pada turunnya
inflasi yang diharapkarn. Bank-bank sentral umumnya menjalankan kebijakan
yang bertujuan untuk mengurangi inflasi dan menjaganya agar tetap rendah.
Sepanjang waktu, ketika kebijakan ini berhasil, bank-bank sentral memperoleh

21
kepercayaan dari publik bahwa bank-bank tersebut akan terus melawan inflasi.
Kepercayaan yang naik ini menurunkan harapan inflasi yang menggeser kurva
Phillips jangka pendek ke kiri

Selain pergeseran yang disebabkan oleh menurunnya inflasi yang


diharapkan ini, banyak pakar ekonomi meyakini bahwa ada guncangan-guncangan
penawaran yang menguntungkan selama periode ini. (Ingatlah bahwa guncangan
penawaran yang menguntungkan menggeser kurva penawaran agregat jangka
pendek ke kanan, meningkatkan hasil produksi, dan menurunkan harga.
Guncangan ini karenanya mengurangi pengangguran maupun inflasi dan
menggeser kurva Phillips jangka pendek ke kiri.) Berikut ini adalah tiga peristiwa
yang menjadi penyebab pergeseran penawaran agregat yang menguntungkan.

 Penurunan harga komoditas Pada akhir 1990-an, harga komoditas dasar,


termasuk minyak, merosot di pasar dunia Kemerosotan harga komoditas
ini, pada gilrannya, sebagian adalah karena resesi parah di Jepang dan
perekonomian Asia lainnya yang mengurangi permintaan produk produk
ini. Karena komoditas merupakan masukan penting bagı produksi.
jatuhnya harga komoditas mengurangi blaya produksi dan berlaku sebagai
guncangan penawaran yang menguntungkan. .
 Perubahan-perubahan di pasar tenaga kerja: Beberapa ckonom meyakini
bahwa generasi babyboom yang lahir sctelah Perang Dunia II, yang sudah
mulai menua, telah menyebabkan perubahan mendasar di pasartenaga
kerja. Karena pekerja yang usianyadarise Sekara lebih tua cenderung
memiliki pekerjaan yang tabil daripada pekerja yang lebih muda, kenaikan
pada umur rata-rata tenaga kerja dapat mengurangi tingkat pengangguran
alamiah dalam perekonomian.
 Kemajuan teknologi Beberapa ckonom berpikir bahwa perekonomian
dunia telah memasuki periode kemajuan teknologi yang lebih pesat.
Kemajuan teknologi informas seperti internet sangat besar dan telah
memengaruhi banyak bagian perekonomian. Kemajuan teknologi seperti
ini menaikkan produktivitas sehingga int merupakan jenis guncangan
penawaran yang menguntungkan

22
Para ekonom memperdebatkan manakah dari penjelasan dari kurva
Phillips yang bergeser ini yang paling masuk akal. Pada akhirnys, kisah
yang lengkap mungkin mengandung masing- masing unsur tersebut
Ingatlah bahwa tidak ada dari hipotesis-hipotesis ini yang
menyangkal pelajaran mendasar dari kurva Phillips-bahwa para pembuat
kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat selalu menghadapi
tradeoff jangka pendek antara inflası dan pengangguran. Namun, periode
1990-an mengingatkan kita bahwa tradeoff jangka pendek ini berubah
sepanjang waktu, terkadang dalam cara yang sulit diprediks.

BAB III

23
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN
1. Akan selalu ada tradeoff antara inflasi dan pengangguran yang sifatnya
sementara (jangka pendek), tidak ada tradeoff yang permanen (jangka
panjang).
2. Tradeof sementara (jangka pendek) tidak berasal dari inflasi itu sendiri,
tetapi dari inflasi yang tidak diantisipasi, yang secara umum berarti, dari
tingkat inflasi yang naik.
3. Keyakinan bahwa ada tradeoff permanen (jangka panjang) adalah
kebingungan antara tinggi" dan "naik yang kita ketahui dalam bentuk
yang lebih sederhana.
4. Tingkat inflasi yang naik dapat mengurang pengangguran, sedangkan
tingkat inflasi yang tinggi tidak akan mengurangi pengangguran.
5. Dengan adanya makalah mengenai trade off jangka pendek antara inflasi
dan pengangguran ini, kita dapat mengetahui bahwa para pengambil
kebijakan terutama moneter harus mempraktekkan dengan baik kurva
Phillips ini, namun di Indonesia hal ini tidak terjadi karena pada
dasarnya kurva Phillips tidak cocok dengan kondisi perekonomian di
Indonesia.

3.2. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini, penyusun masih banyak menemui


kesulitan dalam pencarian data maupun analisis pokok bahasan. Oleh
karenanya, hasil output makalah ini setidaknya menjadi cerminan
penyusun untuk kemudian bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
Dengan adanya makalah mengenai trade off jangka pendek antara inflasi
dan pengangguran ini, kita dapat mengetahui bahwa para pengambil
kebijakan terutama moneter harus mempraktekkan dengan baik kurva
Phillips ini, namun di Indonesia hal ini tidak terjadi karena pada dasarnya
kurva Phillips tidak cocok dengan kondisi perekonomian di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

24
Mankiw N,Gregory, dkk, 2012, Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba
Empat

Ayu Tyas. 2015. [Peng. Ekonomi] – Trade-Off Jangka Pendek Antara Inflasi &
Pengangguran. (https://ayutyasgotocampus.wordpress.com/2015/07/16/trade-
off-jangka-pendek-inflasi-pengangguran/, diakses tanggal 15 Februari 2018)

25

Anda mungkin juga menyukai