Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

PPKD Kab Tulang Bawang Barat

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 133

1

SAMBUTAN
BUPATI TULANG BAWANG BARAT
PADA LAPORAN
POKOK PIKIRAN KEBUDAYAAN DAERAH
KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) telah berdiri sejak 9 tahun silam, hasil
pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang (2008). Seperti galibnya kabupaten
pemekaran di Indonesia, kami menyibukan diri dengan pembangunan
infrastruktur seperti jalan, sarana kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Kami menyadari bahwa demi membangun sebuah kota tidaklah cukup semata
membangun infrastruktur, membangun manusi yang menjadi organisme di
dalamnya adalah sebuah kewajiban. Oleh sebab itulah sejak tiga tahun silam
kami memiliki komitmen dengan kerja kebudayaan.

Sesuai dengan prinsip “Nemen, Nedes, Nerimo” yang berarti bekerja


keras, tahan banting dan ikhlas menerima semua proses, kami implementasikan
dalam proses pelatihan kesenian sepanjang tahun, sepanjang tahun pula kami
mengajak ratusan warga untuk berlatih kesenian di Sesat Agung (Balai Budaya),
sebuah ruang publik yang sengaja kami bangun demi kreativitas warga. Kami
telah membangun dan akan terus membangun ruang-ruang publik, dan
bersamanya pula kami ciptakan program untuk pengembangan sumber daya
manusia (SDM). Kami percaya bahwa kesenian dan kerja-kerja kebudayaan pada
umumnya adalah media paling efektif yang akan memperbaiki akal budi
manusia.

i
Sungguh pun kami belum bisa mengambil satu kesimpulan, tapi pelan-
pelan kami merasakan mulai terciptanya ekosistem kebudayaan baru di Tubaba.
Anak-anak usia dini hingga orang berusia lanjut mengisi ruang-ruang publik di
Tubaba dan mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi segenap masyarakat.

Sebagai wilayah administrasi memang baru terbentuk 9 tahun silam, tapi


sebagai entitas kebudayaan telah berusia ribuan tahun. Dalam jarak waktu
ribuan tahun tersebut tentu saja telah banyak yang hilang tapi juga ada yang
dirasakan jejaknya, sehingga kami belajar dan memanfaatkannya untuk hari ini
dan masa depan. Pencarian terhadap masa silam tentu saja bukan berupaya
menemukan Keaslian, sebab itu tidak mungkin, pencarian terhadap masa silam
justru sebagai proses menemukan nilai-nilai dan memanfaatkannya untuk
ekpresi-ekpresi kebudayaan baru yang dijalankan generasi muda.

Sejak diluncurkannya program transnmigrasi lebih seratus tahun yang


lalu, wilayah di Lampung berada dalam proses Multikultural. Dan sekarang
Multikulturalisme bukan semata diamini sebagai fakta sosial, melainkan satu
situasi yang harus terus menerus diperjuangkan. Maka dalam kerja kebudayaan
di Tubaba Multikulturalisme senantiasa menjadi tema sentral, oleh sebab itulah
dalam berbagai program yang kami gelar (Pelatihan kesenian reguler,
pementasan mingguan pementasan kesenian Bulanan [Purnama Tugu Rato]) dan
Festival Tubaba yang digelar setiap akhir tahun ekspresi Multikulturalisme tidak
bosan-bosannya kami suguhkan, sebab ini adalah kekayaan Tubaba yang kami
yakini sangat bernilai bagi setiap generasi “Kita tidak pernah meminta di mana
kita dilahirkan, kita juga tidak pernah meminta tamu siapa yang akan datang”.

Semua program kebudayaan di Tubaba rasanya menemukan benang


merahnya dengan UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dengan
disahkan undang-undang ini tentu saja kami sebagai kabupaten yang baru
mengasuh “balita” kerja kebudayaan merasa sangat bahagia, sebab kami
memiliki spektrum yang sama dengan pemerintah Pusat. Penyusunan Pokok

ii
Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) sebagai salah satu implementasi dari Undang-
undang adalah hal mustahak dikerjakan oleh komponen kebudayaan di
kabupaten ini.

Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada


Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Tulang Bawang Barat,
juga Tim Penyusun dan seluruh pihak atas kerja keras dan dedikasinya dalam
menyelesaikan naskah PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat ini. Ini pengalaman
baru yang berharga dan semoga PPKD ini kelak bisa diwujudkan pada wilayah
praksis.

Semoga Allah SWT yang Maha Mengetahui, membalas kebaikan Bapak,


Ibu, Saudara dengan balasan pahala berlipat ganda. Tetap dan selalu semangat
untuk menjadikan Tulang Bawang Barat sebagai Kabupaten yang terdepan,
optimis, dan pasti maju!

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tulang Bawang Barat , 15 Oktober 2018


BUPATI TULANG BAWANG BARAT

UMAR AHMAD, SP

iii
SAMBUTAN
KEPALA DINAS PEMUDA OLAHRAGA DAN PARIWISATA
KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur dan pertama-tama marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya, naskah Pokok Pikiran Kebudayaan
Daerah (PPKD) Kabupaten Tulang Bawang Barat dapat terselesaikan pada
waktunya. Penyusunan PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat ini pada dasarnya
merupakan implementasi dari apa yang diamanatkan oleh Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dari proses penyusunan PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat yang


berlangsung secara transparan dan demokratis, maka tersusunlah Tim Penyusun
PPKD yang merepresentasikan semua unsur. Pemilihan Tim Penyusun PPKD,
yang berjumlah 28 orang, merupakan representasi dari organisasi perangkat
daerah yang membidangi kebudayaan, perencanaan dan keuangan, akademisi,
budayawan dan anggota organisasi kemasyarakatan.

Tim Penyusun PPKD menyusun dokumen PPKD berdasarkan data


lapangan yang berhasil dikumpulkan. Data lapangan yang berlaku dan pegiat
dikumpulkan kemudian didiskuksikan dengan para pegiat budaya di Kabupaten
Tulang Bawang Barat melalui kegiatan Forum Group Discussion (FGD).

Kami memiliki keinginan yang kuat agar naskah PPKD ini dapat mencapai
hasil yang sesempurna mungkin. Namun waktu yang sangat terbatas karena
terlalu mepetnya sosialisasi tentang penyusunan PPKD ini menjadikan naskah
PPKD belum bisa mencapai hasil yang optimal. Atas dasar kondisi tersebut,
tentunya meskipun naskah PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat ini telah
selesai, pada dasarnya kami akan terus berupaya untuk menyempurnakannya.

iv
Terselesaikannya naskah PPKD ini tentunya tidak lepas dari kerja keras
dan dukungan berbagai pihak. Tak terpungkiri, Tim Penyusun PPKD, merupakan
pihak pertama yang paling berkontribusi dalam proses penyelesaian naskah
PPKD ini. Oleh karena itu, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya.

Ucapan terima kasih selanjutnya perlu saya sampaikan kepada yang


terhormat Bupati Tulang Bawang Barat, Bapak Umar Ahmad, SP, atas segala
atensi dan dukungannya bagi terselesaikannya naskah PPKD Kabupaten Tulang
Bawang Barat ini.

Terakhir, ucapan terima kasih tersampaikan pula kepada Bapak, Ibu,


Saudara, serta teman-teman semua yang telah berkontribusi dalam menguatkan
substansi naskah PPKD ini. Sekali lagi, hanya atas kerjasama, bantuan dan
dukungan Bapak, Ibu, Saudara dan teman-teman semualah naskah PPKD
Kabupaten Tulang Bawang Barat ini dapat terselesaikan.

Tiada gading yang tak retak, dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
pada akhirnya kami berharap Naskah PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat ini
dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Billahittaufikwalhidayah wassalammualaikum ww

Tulang Bawang Barat, 15 Oktober 2018

v
DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN BUPATI .................................................................................................... i

SAMBUTAN KEPALA DINAS ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................................... vi

BAB I RANGKUMAN UMUM ........................................................................................ 1

BAB II PROFIL KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT ............................................... 8

2.1 Tentang Kabupaten Tulang Bawang Barat ......................................... 8

2.1.1 Wilayah Dan Karakteristik Alam ........................................................ 8

2.1.2 Demografi ........................................................................................... 12

2.1.3 Latar Belakang Budaya ...................................................................... 14

2.1.3.1 Corak Utama .......................................................................... 14

2.1.3.2 Keragaman Budaya.................................................................. ........ 14

2.1.4 Sejarah...................................................................................... ....... 15

2.1.4.1 Sejarah Singkat Budaya.................................................................... 15

2.1.4.2 Sejarah Singkat Wilayah Administrasi.............................................. 16

2.1.5 Peraturan Tingkat Daerah Terkait Kebudayaan........................... .... 18

2.1.5.1 Peraturan Yang Berlaku............................... .................................... 18

2.1.5.2 Peraturan Yang Pernah Ada Dan Sudah Tidak Berlaku................. ... 20

2.2 Ringkasan Proses Penyusunan PPKD........................................... ...... 21

2.2.1 Tim Penyusun..................................... ............................................... 21

vi
2.2.3 Proses Penyusunan Masalah Dan Rekomendasi......................... ...... 23

2.2.2 Proses Pendataan.......................................... .................................... 23

2.2.3 Proses Penyusunan Masalah Dan Rekomendasi........................ ....... 24

2.2.4 Catatan Evaluasi Atas Proses Penyusunan................................ ........ 25

BAB III LEMBAGA PENDIDIKAN BIDANG KEBUDAYAAN ......................................... 26

BAB IV DATA OBYEK PEMAJUAN KEBUDAYAAN..................................................... 27

4.1 Manuskrip ......................................................................................... 27

4.1.1 Manuskrip Buku Toho ....................................................................... 27

4.1.2 Manuskrip Tanduk Kerbau ................................................................ 31

4.2. Tradisi Lisan Dan Cerita Rakyat ......................................................... 33

4.3 Adat Istiadat ...................................................................................... 36

4.4. Ritus .... ............................................................................................. 37

4.5. Pengetahuan Tradisional ................................................................... 41

4.6. Teknologi Tradisional ......................................................................... 43

4.7. Seni....... ............................................................................................. 46

4.7.1 Seni Teater ........................................................................................ 47

4.8. Bahasa ............................................................................................. 68

4.9. Permainan Rakyat .............................................................................. 69

4.10. Olahraga Tradisional .......................................................................... 70

4.11. Cagar Budaya ..................................................................................... 70

vii
BAB V DATA SUMBER DAYA MANUSIA KEBUDAYAAN DAN LEMBAGA

KEBUDAYAAN .......................................................... ................................... 78

5.1. Manuskrip ......................................................................................... 78

5.2. Tradisi Lisan.................................................................... .................. 78

5.3. Adat Istiadat ........................................................................................ 79

5.4. Ritus.......................... .......................................................................... 81

5.5. Pengetahuan Tradisonal ..................................................................... 82

5.6. Teknologi Tradisional .......................................................................... 83

5.7. Seni...................................................................................................... 83

5.8. Bahasa ................................................................................................ 89

5.9. Permainan Rakyat ............................................................................... 89

5.10. Olahraga Tradisional ........................................................................... 89

5.11. Cagar Budaya ..................................................... .............................. 90

Bab VI DATA SARANA DAN PRASARANA KEBUDAYAAN………………........................ 91

6.1 Manuskrip....................................................................... .................. 91

6.2 Tradisi Lisan.................................................................... .................. 91

6.3 Adat Istiadat............................................................ ............................. 91

6.4 Ritus................................................................................. ..................... 91

6.5 Pengetahuan Tradisional................................. ..................................... 92

6.6 Teknologi Tradisional................................. ........................................... 92

6.7 Seni......................................................... .............................................. 92

viii
6.8. Bahasa............................................................................... .................... 93

6.9. Permainan Tradisional............................ ............................................... 93

6.10.Olahraga Tradisional.................................. ........................................... 93

6.11. Cagar Budaya....................... ................................................................. 93

Bab VII PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI............................ ........................... 94

7.1 Permasalahan Dan Rekomendasi.................................... .................... 94

7.1.1 Manuskrip.................................................... ....................................... 94

7.1.2 Tradisi Lisan....................................................... .................................. 97

7.1.3 Adat Istiadat............................................ ............................................ 98

7.1.4 Ritus............................................................... ...................................... 100

7.1.5 Pengetahuan Tradisional................................ ..................................... 101

7.1.6 Teknologi Tradisional........................................................................... 104

7.1.7 Seni........................................................... ........................................... 108

7.1.8.Bahasa.................................................... ............................................. 111

7.1.9. Permainan Rakyat............................................................................... 113

7.1.10 Olahraga Tradisional.......................................................................... 115

7.1.11 Cagar Budaya..................................... ................................................ 116

7.2 Upaya.......................................................... ....................................... 118

7.3 Permasalahan Umum Dan Rekomendasi Umum............................... .................. 119

ix
BAB I
RANGKUMAN UMUM

Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) merupakan kabupaten pemekaran


yang baru berdiri sejak 9 tahun silam. Seperti galibnya kabupaten yang baru
berdiri kabupaten ini juga sibuk dengan pembangunan infrastruktur kota seperti
jalan, jembatan dan pasar. Selain membangun infrastruktur Tubaba juga
membangun ruang-ruang publik yang di dalamnya didesain program
kebudayaan, program ini dianggap penting karena akan membangun manusia
Tubaba di masa depan.
Program kebudayaan tersebut telah dilangsungkan sejak tahun 2016,
berupa pelatihan seni teater, sastra, seni rupa, tari dan musik. Setiap tahun
diikuti setidaknya oleh sekira ratusan peserta. Selain itu digelar kegiatan
kesenian Mingguan dan Bulanan. Acara kesenian mingguan digelar di Sesat
Agung (Balai Budaya) dan acara bulanan di Tugu Rato Nago Besanding. Program-
program pelatihan kesenian diikuti oleh anak-anak usia dini hingga usia dewasa,
siapa saja boleh terlibat aktif. Semua program tersebut adalah upaya pemerintah
Kabupaten Tulang Bawang Barat membangun ekosistem kebudayaan yang
berkelanjutan bagi masyarakat.
Kegiatan kesenian regulermelibatkan seniman-seniman lintas generasi
yang tumbuh di tiyuh-tiyuh (kampung) Tubaba, kesenian-kesenian itu biasanya
merepresentasikan seni daerah seperti gitar klasik lampung, warahan, pantun,
tari bedana dan tari simbah sigeh pengunten yang mereprsentasikan seni
tradisional suku Lampung; Reog, Kuda Lumping dan Karawitan
merepresentasikan seni tradisional suku Jawa; Jaipong merepresentasikan seni
tradisonal suku Sund; gondang sebagai seni tradisional suku Batak; dan
Baleganjur sebagai sebagai repersentasi seni tradisional suku Bali.
Pada akhir tahun digelar Festival Tubaba, sebuah festival yang diniatkan
sebagai presentasi akhir dari pelatihan kesenian yang biasa digelar sepanjang

1
tahun, juga menampilkan kesenian-kesenian yang telah tumbuh di masyarakat
dan mengundang seniman-seniman dari luar daerah atau dari luar negri. Festival
Tubaba dan juga kegiatan-kegiatan kesenian di Tubaba merepresentasikan
masyarakat Tubaba yang multikultural.
Multikulturalisme memang merupakan fakta sosial di Tubaba. Sejak
program transmigrasi dimulai (dulu kolonisasi) pada tahun 1901 yang diinisiasi
pemerintah kolonial Belanda hingga berakhir pada tahun 1994, Lampung telah
menjadi sebuah wilayah Multikultural, yang di dalamnya terdapat bermacam-
macam suku dan agama. Termasuk Tubaba, yang sebelumnya bagian dari
Kabupaten Lampung Utara ( hingga 1997) dan kemudian Kabupaten Tulang
Bawang ( hingga 2008). Bagi pemerintah Kabuapten Tubaba, Multikulturalisme,
sebagai fakta sosial juga harus disyukuri dan diperjuangkan, oleh sebab itusemua
program pelatihan kesenian di Tubaba senantiasa memiliki semangat untuk
memperjuangkan Multikulturalisme, sebab Multikulturaslime itu telah menjadi
identitas Manusia Tubaba.
Visi kebudayaan Tubaba yang secara kongkret diwujudkan dalam
penciptaan ekosistem kebudyaan seperti revitalisasi kampung-kampung tua
(tiyuh toho), pelestarian cagar budaya, pagelaran kesenian reguler dan
pelatihan-pelatihan kesenian bagimasyarakat yang berjalan sepanjang tahun
sejak 2016 tersebut tentu memiliki semangat yang sama dengan nilai yang
terkandung dalam undang-undang no 5 tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan. Oleh sebab itulah saat undang-undang ini disosialiasaikan kami
merasa gembira dan berharap memiliki implikasi yang signifikan bagi program
kebudayaan di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Merespon hal tersebut kami
berupaya menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Tubaba
(PPKD Tubaba).
PPKD Tubaba merupakan merupakan dokumen yang memuat kondisi
faktual dan permasalahan kebudayaan daerah yang dihadapi Kabupaten Tubaba
dalam upaya Pemajuan Kebudayaan beserta rekomendasinya. Di dalamnya berisi

2
data Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dan Cagar Budaya, meskipun tidak bisa
dikatakan lengkap tetapi setidaknya bisa merepresentasikan semangat
Multikulturalisme Masyarakat Tubaba.
Proses penyusunan PPKD Kabupaten Tubaba meskipun berlangsung
dalam waktu yang relatif pendek, akan tetapi tetap berjalan sebagaimana
diamanatkan dalam peraturan. Pemilihan Tim Penyusun PPKD, yang berjumlah
28 orang, merupakan representasi dari organisasi perangkat daerah yang
membidangi kebudayaan, perencanaan dan keuangan, akademisi, budayawan
dan anggota organisasi kemasyarakatan. Tim penyusun ditetapkan melalui Surat
Keputusan (SK) Bupati.
Tim penyusun PPKD, menyusun dokumen PPKD berdasarkan data
lapangan yang berhasil dikumpulkan oleh tim kerja, PPKD Kabupaten Tubaba
produksi Tim Penyusun kemudian didiskusikan dengan para pelaku dan pegiat
budaya di Kabupaten Tubaba yang akrab dengan kesepuluh OPK dan cagar
budaya, melalui kegiatan yang dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion
(FGD), berlangsung pada tanggal 28 September 2018. Draft PPKD yang telah
dikritisi dalam FGD selanjutnya ditata kembali dalam kegiatan Konsinyering Tim
Penyusun, yang berlangsung pada tanggal 14 Oktober 2018. Karena berbagai
kendala internal, tahap akhir dokumen PPKD ini terlambat. Maafkan.
Dalam PPPKD Kabupten Tubaba, dimuat kondisi faktual berupa data,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, permasalahan serta rekomendasi
dari 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) beserta cagar budaya. Karena
keterbatasan waktu data dari kesepuluh OPK tidaklah lengkap, sekaigus
menyadarkan kami betapa lemahnya kerja pendataan dan kearsipan selama ini.
Dari hasil pendataan lapangan, sepuluh OPK, yang terdiri dari tradisi lisan,
manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional,
seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional, tidak seluruhnya bisa
ditemukan di Kabupaten Tubaba, permainan rakyat adalah satu yang bisa

3
dinyatakan sudah mati. Sementara kesembilan OPK Lain berada dalam kondisi
yang berbeda-beda.
Tradisi lisan masih bisa kita temukan dalam acara-acara yang berkaitan
dengan adat istiadat, seperti upacara pernikahan. Belakangan kegiatan-kegiatan
kesenian reguler seperti kegiatan Puranama Tugu Rato dan hiburan rakyat setiap
hari Minggu cukup membantu dalam penghadiran tradisis lisan terutama seni
Bebandung dan Warahan, terakhir Bebandung coba diadaftasi ke dalam salah
satu komponen teater modern. Manuskrip di Tubaba sulit sekali ditemukan, tapi
dalam pencarian data kali ini kami menemukan manuskrip yang tertulis di atas
tanduk kerbau, namun sayangnya belum ada ahli yang bisa membaca dan
menerjemahkannya ke publik luas, tapi temuan ini akan jadi rekomendasi
penting. Adat istiadat masih kita temukan dalam kehidupan masyarakat
Lampung seperti dalam upacara pernikahan dan upacara mengambil gelar. Ritus
jarang dilakukan, meskipun masih ditemukan saat penduduk mau mencari ikan di
sungai, juga ritus dalam kehamilan atau kelahiran anak pertama. Teknologi
tradisional ditemukan dalam kerja pengrajin kain tradisional dan kuliner. Bahasa
daerah masih bertahan, namun perlu adanya upaya penguatan. Sedangkan
kesenian-kesenian modern banyak digeluti para pelajar.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan permasalahan yang serius,
terlalu sedikit yang mau bergelut dengan kerja kebudayaan di tengah seriusnya
penciptaan ekosistem kebudayaan, mereka yang sedikit ini pun tidak
sepenuhnya bisa bekerja maksimal, karena berbagai faktor, salah satunya faktor
ekonomi. Masyarakat Tubaba yang pada umumnya petani lebih banyak
menggunakan waktunya di ladang, kerja kebudayaan bisa dikatakan sebagai
sampingan. Sementara masyarakat pendukungnya yang hampir setiap tahun
menyusut kini mulai berkembang lagi, ini dikarenakan adanya program pelatihan
dan pementasan kesenian yang bersifat rutin. Tapi ini terutama dalam bidang
kesenian (Modern), sementara untuk OPK lain, terutama manuskrip, sulit sekali
didapatkan orang yang memiliki kompetensi yang mendalam. Khusus untuk

4
cagar budaya, sampai hari ini relatif terawat, dengan perbaikan infrastruktur
(jalan) ke cagar-cagar budaya. Namun perlu pendidikan yang sistematis kepada
para penanggungjawab cagar budaya, yang pada umumnya warga sekitar.
Untuk sarana dan prasarana, Kabupaten Tubaba belum memiliki sarana
dan prasarana yang lengkap seperti di kota-kota besar, Tubaba belum memiliki
museum, gedung teater, galeri, bioskop publik, perpustakaan, taman kota, kebun
raya, gelanggang dan taman budaya. Tapi sejak tiga tahun terakhir telah
dibangun beberapa ruang publik yang meskipun masih terbatas dari segi fasilitas
tapi telah puluhan kerja kebudayaan dilaksanakan.
Dari beberapa permasalahan yang telah dikemukakan, baik persoalan
Sumber Daya Manusia (SDM) maupun persoalan keterbatasan sarana dan
prasarana kiranya disampaikan beberapa point rekomendasi; pertamavisi
kebudayaan Pemerintah Kabupaten Tubaba yang selama ini dikongkretkan lewat
program-program kesenian harus dilanjutkan dan perlu didukung oleh para
stakeholder, diharapkan program yang telah dijalankan bisa berjalan terus
menerus (sustainable) sehingga hasilnya kelak bisa dirasakan oleh segenap
masyarakat Tubaba, apalagi jika visi ini didukung oleh pemerintah pusat.
kedua perlunya pelatihan berupa workshop, atau training yang
berkelanjutan demi kepentingan pemajuan OPK, bahkan adanya kebijakan
beasiswa sarjana dan pascasarjana untuk warga yang berminat pada pemajuan
OPK, selama ini program tersebut belum pernah ada. Program pelatihan tersebut
akan mampu mengembangkan kapasitas SDM Tubaba. Sedangkan untuk
memperluas ekosistem kebudayaan dan memperbanyak kuantitas pendukung
OPK diperlukan kegiatan-kegiatan reguler seperti penampilan kesenian, selama
ini kegiatan kesenian masih terpusat di sekitaran Islamic Center Tubaba, yang
notabene berada di ibukota Panaragan, padahal Tubaba sendiri memiliki 9
kecamatan. Perlu kiranya dibuat kegiatan kesenian rutin yang frekwensi
pementasannya lebih rapat dan tersebar. Festival Tubaba sebaiknya terus digelar
dengan memperbaiki kualitas penampil sehingga bisa menginpirasi masyarakat

5
penonton, pasar seni dan kegiatan-kegiatan di sekitaran cagar budaya akan
membantu edukasi warga terhapat pemahaman mereka akan pentingnya situs
kebudayaan.
Ketiga, berkaitan dengan sarana dan prasarana, tentu hal penting yang
perlu dilakukan adalah membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
kesepuluh OPK dan cagar budaya. Keberadaan prasarana dan sarana yang saat
ini terpusat di ibukota kabupaten sudah seharusnya dibangun pula di wilayah
kecamatan-kecamatan lainnya yang terdapat di Kabupaten Tubaba sehingga
kesembilan kecamatan di Tubaba memiliki prasarana dan sarana yang
representatif dalam turut melestarikan dan mengembangkan OPK. Kendala
dalam kegiatan pelatihan kesenian yang terpusat di ibukota adalah persoalan
jarak tempuh, transportasi umum yang belum tersedia dan keamanan, maka
diperlukan pembangunan sarana dan prasarasana yang disertai program,
setidaknya Tubaba membutuhkan dua lagi lokus baru untuk kegiatan
kebuadayaan, jika penciptaan infrastruktur baru sarana dan prasarana dianggap
masih terlalu berat di setiap kecamatan.
Keempat, pentingnya branding dan kalender kegiatan tahunan. Branding
diperlukan agar karakater kerja kebudayaan bisa terlihat secara lebih spesifik,
pembedaan cara kerja kebudyaan di Tubaba dengan kerja kebudayaan
diharapkan bisa memberikan kontribusi baik internal maupun eksternal.
Branding tidak hanya diorder oleh pemerintah daerah, tapi juga didistribusikan
oleh segenap warga Tubaba yang selama ini di beberapa kecamatan tertentu
sudah mendaptkan akses internet gratis. Kalender tahunan diperlukan agar
masyarakat pelaku dan penonton memiliki waktu bersama dalam mencipta,
sehingga menumbuhkan kerja kreatif yang bisa mencapai target, selain itu
sebagai media komunikasi agar program-program kebudayaan bisa diakses
masyarakat luar Tubaba dan jika mungkin masyarkat Dunia sehingga kegiatan-
kegiatan kebudayaan di Tubaba menjadi salah satu destinasi Pariwisata. Akan
sangat menyenangkan jika semua kegiatan OPK bisa menghasilkan keuntungan

6
ekonomi bagi warga pelaku dan pendukungnya, tentu ikhtiar ini tidak
mengecilkan bagaimana kegiatan kebudayaan sebagai ruang bagi pendidikan
atau yang selama ini terjadi pelatihan kesenian sebagai alat untuk
pengembangan sumber daya manusia (SDM), Tubaba percaya bersama kesenian
di masa depan manusia akan lebih baik, dan Tubaba akan berubah.

7
BAB II
PROFIL KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

2.1 Tentang Kabupaten Tulang Bawang Barat


2.1.1 Wilayah dan Karakteristik Alam
Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di Pulau Sumatra dan
merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Kabupaten ini
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29
Oktober2008 sebagai pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang1. Secara hukum
disahkan melalui Undang‐Undang Republik Indonesia No. 50 Tahun 2008 tentang
pembentukan Kabupaten Tulang Bawang Barat di Provinsi Lampung. Luas
wilayah kabupaten tersebut 1.201 Km2 atau setara dengan 120.100 Ha. Terdiri
dari 8 kecamatan dan 96 Tiyuh dengan Tiyuh Panaragan sebagai ibu kota
kabupaten. Pada tahun 2016 terbentuk Kecamatan Batu Putih yang merupakan
pemekaran dari Kecamatan Gunung Terang.

Gambar 2.1
Peta Kabupaten Tulang Bawang Barat

1
Menurut https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tulang_Bawang_Barat, diakses pada 30
November 2018

8
Secara geografis batas wilayah administrasi Kabupaten Tulang Bawang
Barat adalah berbatasan dengan:
1. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatra Selatan, Kecamatan Way
Serdang, Kecamatan Mesuji Timur, dan Kabupaten Mesuji untuk bagian
Utara.
2. Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah, serta
Kecamatan Abung Surakarta dan Kecamatan Muara Sungkai, dan
Kabupaten Lampung Utara untuk bagian Selatan.
3. Kecamatan Banjar Margo, Banjar Agung, Menggala, dan Kabupaten
Tulang Bawang untuk bagian Timur.
4. Kecamatan Negeri Besar, Kecamatan Negara Batin, Kecamatan Pakuan
Ratu, dan Kabupaten Way Kanan untuk bagian Barat.
Posisi Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geostrategik merupakan
penghubung wilayah-wilayah kabupaten lainnya di Provinsi Lampung, yaitu
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang
Bawang dan Kabupaten Way Kanan. Hingga saat ini, Kabupaten Tulang Bawang
Barat memiliki 9 kecamatan, dengan peringkat kecamatan terluas di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah dan luas kecamatan terkecil berada di Kecamatan Way
Kenanga. Seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.1
Luas dan Persentase Wilayah Menurut Kecamatan Kabupaten Tulang Bawang
Barat
NO KECAMATAN LUAS (KM2) PERSENTASE (%)
1 Tulang Bawang Udik 237,50 19,77
2 Tumijajar 133,22 11,09
3 Tulang Bawang 274,93 22,89
Tengah

9
4 Pagar Dewa 99,65 8,30
5 Lambu Kibang 109,82 9,14
6 Gunung Terang 141,91 11,81
7 Gunung Agung 127,64 10,63
8 Way Kenanga 76,48 6,37
9 Batu Putih*
JUMLAH 1.201,15 100,00
Sumber: Tulang Bawang Barat dalam Angka, 2017

Secara topografis, Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di ujung


Utara Provinsi Lampung. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa
daerah dataran dengan kemiringan 30%, merupakan daerah penghasil produksi
perkebunan. Daratan yang datar dengan rata-rata curah hujan yang memadai
dapat menambah tingkat kesuburan tanah. Daerah datar terbentang luas pada
wilayah bagian selatan merupakan daerah pesawahan yang terdapat di
Kecamatan Tumijajar. Bentuk wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat
merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 16-39 m di atas
permukaan laut. Secara morfologis, Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan
daerah dataran sampai dengan dataran bergelombang. Area ini umumnya
dimanfaatkan untuk areal pertanian, perkebunan dan pemukiman. Kabupaten
Tulang Bawang Barat merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 13
sampai 68 mdpl, dan dialiri sebanyak 15 sungai yang panjang keseluruhan
mencapai 406,07 km dengan daerah alir sepanjang 12,24 Km.
Keadaan geologis penyusun batuan Kabupaten Tulang Bawang Barat
umumnya tersusun atas formasi Muara Enim yang terdiri dari perselingan batu
lempung pasiran dan batu lanau tufan dengan sisipan batu pasir tufan dan batu
lempung hitam. Selain itu, terdapat pula formasi pasir kwarsa yang membentang
di sepanjang sisi timur dengan bentukan pasir kasar kerikil sampai sedang dan
penyusun dominan mineral kwarsa. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten

10
Tulang Bawang Barat adalah Aluvial, Regosol, Podsolik Coklat, Latosol, dan
Podsolik Merah Kuning.
Wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat berpotensi pada pertambahan
galian C yang tersebar di Kecamatan Gunung Terang, Pagar Dewa, Tulang
Bawang Tengah, dan Tulang Bawang Udik. Hal ini disebabkan beberapa daerah
tersebut termasuk ke dalam formasi kasai. Formasi kasai terdiri dari tufa, tufa
pasiran dan batuan pasir tufaan dengan ketebalan beragam 200 sampai 500 m
pada lingkungan daratan. Secara stratigrafi formasi kasai terendapkan secara
tidak selaras di atas batuan berumur tersier yang terdiri dari batu pasir kuarsa
dan tufaan, tuff, batu lempung tufaan, batu pasir tufaan berukuran sedang
sampai gravel berwarna abu-abu terang sampai abu-abu kecoklatan. Formasi
kasai terdiri tuff berbatu apung,konglomerat dan batu pasir tufan bagian bawah.
Batuan merupakan hasil endapan alur sungai, aliran banjir, rawa dan aliran batu
apung yang langsung di lingkungan dataran aluvial.
Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki 5 sungai dan 3 Daerah Aliran
Sungai (DAS). Secara umum, kondisi sistem hidrologi di suatu daerah dapat
ditinjau dari kajian DAS. Daerah aliran sungai merupakan suatu bentang alam
yang dibatasi oleh pemisah alami berupa topografi perbukitan/pegunungan dan
berfungsi mengumpulkan, menyimpan dan mengalirkan air, sedimen dan unsur
hara ke sungai utama yang akhirnya bermuara pada satu outlet tunggal. Pola
aliran drainase menunjukkan arah aliran yang masing-masing menuju ke sungai‐
sungai utama yang melintasi dan di sekitar wilayah Kabupaten Tulang Bawang
Barat, yang selanjutnya dapat disebut sebagai sistem hidrologi/drainase wilayah.
Kondisi sumber daya air di Tulang Bawang Barat dapat digambarkan
melalui air permukaan dan air tanah. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tulang
Bawang Barat adalah daerah dataran sampai dengan dataran bergelombang.
Sebagian wilayah Tulang Bawang Barat ini merupakan daerah aliran sungai yang
merupakan anak sungai Tulang Bawang. Pola aliran sungai di Kabupaten Tulang
Bawang Barat antara lain, pola aliran dendritik, yaitu pola aliran berbentuk

11
seperti pohon, dan pola aliran trellis, yaitu pola aliran pada beberapa sungai yang
mendapat tambahan air dari anak sungainya, dimana arah alirannya tegak lurus
pada sungai tersebut. Sungai utama yang melalui Kabupaten Tulang Bawang
Barat adalah Way Kanan, Way Kiri dan Way Tulang Bawang.

2.1.2 Demografi
Aspek demografi bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi
demografi Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penduduk Kabupaten Tulang
Bawang Barat menurut data tahun 2016 sebanyak 266.973 jiwa tersebar di 8
kecamatan dan 96 Tiyuh/desa. Jika dibandingkan dengan luas Kabupaten Tulang
Bawang Barat seluas 1.201 km2, maka kepadatan penduduk Tulang Bawang
Barat adalah 222 jiwa/km2. Jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan dan
persentase jumlah penduduk per kecamatan terhadap jumlah populasi total
kabupaten tergambar pada tabel-tabel berikut.

Tabel 2.2
Jumlah Kepadatan Penduduk Perkecamatan
Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2016
NO KECAMATAN JUMLAH KEPADATAN
PENDUDUK (KM2)
1 Tulang Bawang Udik 31.139 131
2 Tumijajar 42.988 323
3 Tulang Bawang 83.214 303
Tengah
4 Pagar Dewa 6.888 69
5 Lambu Kibang 21.385 195
6 Gunung Terang 18.697 239
7 Gunung Agung 29.019 227
8 Way Kenanga 18.346 240

12
9 Batu Putih 15.297
JUMLAH 1.201,15 100,00
Sumber: Tulang Bawang Barat dalam Angka, 2017

Berdasarkan struktur umur penduduk tahun 2016, komposisi penduduk


usia 14 tahun ke bawah mencapai 27,16%, penduduk usia 15-59 tahun sebesar
63,87%, dan usia diatas 60 tahun sebesar 8,52%,dengan rasio jenis kelamin
sebesar 105, secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2016
Kelompok Jenis Kelamin
Jumlah
Umur Laki – laki Perempuan
0-4 13.030 12.746 25.776
5-9 12.504 12.045 24.549
10-14 12.021 11.358 23.379
15-19 12.018 10.939 22.957
20-24 11.710 11.033 22.743
25-29 11.338 10.386 21.724
30-34 10.198 10.004 20.202
35-39 10.085 10.330 20.415
40-44 9.985 9.734 19.719
45-49 8.815 8.294 17.109
50-54 7.327 6.859 14.186
55-59 6.136 5.333 11.469
60-64 4.357 3.841 8.189
65+ 7.398 7.149 14.547
JUMLAH 136.922 130.051 266.973

13
2.1.3 Latar Belakang Budaya
2.1.3.1 Corak Utama
Sebagai kabupaten pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Tulang Bawang Barat mayoritas dihuni oleh masyarakat etnis
Lampung. Keberadaan etnis Lampung sebagai etnis mayoritas di Kabupaten
Tulang Bawang Barat menjadikan kebudayaan Lampung sebagai corak
kebudayaan dominan yang hidup dan berkembang di Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Dalam perkembangannya, kebudayaan Lampung yang menjadi
kebudayaan utama yang hidup dan berkembang di Kabupaten Tulang Bawang
Barat banyak menghadapi tantangan, baik intern—khususnya dari kebudayaan
daerah lainnya, ataupun dari ekstern, yakni kebudayaan-kebudayaan asing.
Berbagai pengaruh kebudayaan luar terhadap kebudayaan Lampung tidak
lantas menjadikan kebudayaan Lampung tidak berkembang. Sepanjang sejarah
perjalanan kebudayaan Lampung, dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
kebudayaan Lampung berhasil mempertahankan eksistensinya sebagai
kebudayaan mayoritas yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2.1.3.2 Keragaman Budaya


Kabupaten Tulang Bawang Barat sebagai wilayah yang memiliki akar
perjalanan sejarah panjang. Sejak masa-masa awal keberadaannya telah menjadi
wilayah yang heterogen dan multikultur. Heterogenitas di Kabupaten Tulang
Bawang Barat ditandai oleh banyaknya etnis lain yang tinggal di Kabupaten
Tulang Bawang Barat. Selain etnis Lampung, etnis-etnis yang ada di Kabupaten
Tulang Bawang Barat, antara lain adalah Jawa, Batak, Bali dan Padang.
Seiring dengan semakin banyaknya fungsi daya tarik Kabupaten Tulang
Bawang Barat—wisata kuliner, wisata taman hingga wisata budaya—
heterogenitas penduduk di Kabupaten Tulang Bawang Barat pada akhirnya
memberikan nuansa heterogenitas budaya di Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Kabupaten Tulang Bawang Barat pun tumbuh menjadi Kabupaten yang kaya

14
dengan corak keragaman budaya. Keberadaan Kebudayaan Lampung sebagai
kebudayaan utama di Kabupaten Tulang Bawang Barat tidak menutup tumbuh
kembang kebudayaan lain yang dibawa oleh penduduk Kabupaten Tulang
Bawang Barat yang bukan beretnis Lampung. Perkawinan antaretnis pun menjadi
khasanah yang turut memperkaya fakta tentang keberagaman budaya
Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2.1.4 Sejarah
2.1.4.1 Sejarah Singkat Budaya
Ulun Lampung atau orang Lampung berkaitan erat dengan kata Lampung.
Pada abad ke VII orang di negeri Cina sudah membicarakan suatu wilayah di
daerah Selatan (Namphang) yang terdapat kerajaan yang disebut Tolang
Pohwang, To berarti orang dan Lang Pohwang adalah Lampung. Nama Tolang,
Po’hwang berarti orang Lampung atau utusan dari Lampung yang datang dari
negeri Cina sampai abad ketujuh. Terdapat bukti kuat bahwa Lampung
merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Jambi dan menguasai
sebagian wilayah Asia Tenggara termasuk Lampung dan berjaya hingga abad ke-
112. Dalam kronik Tai-ping-huan-yu-chi dari abad kelima Masehi, disebutkan
nama-nama negeri di kawasan Nan-hai (Laut Selatan), antara lain dua buah
negeri yang disebutkan berurutan: To-lang dan Po-hwang. Prof. Gabriel Ferrand,
pada tulisannya dalam majalah ilmiah Journal Asiatique, Paris, 1918, hal. 477,
berpendapat bahwa kedua nama itu mungkin hanya satu nama: To-lang-po-
hwang, lalu negeri itu dilokasikan Ferrand di daerah Tulang Bawang, Lampung.
Prof. Purbatjaraka3, dalam bukunya Riwajat Indonesia menyetujui kemungkinan
adanya kerajaan Tulangbawang, meskipun diingatkannya bahwa anggapan itu
semata-mata karena menyatukan dua toponimi dalam kronik Cina.

2
Berdasarkan https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung, diakses pada 30 November 2018
3
Ibid.

15
Jika dilihat berdasarkan pembagian menurut aliran Way Tulang Bawang,
Tulang Bawang Barat masuk dalam masyarakat Lampung Pepadun yang berada
di bagian aliran Way Kiri. Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki 11 Kampung
yang terdiri dari 4 Marga:
1. Marga Tegamoan: Pagar Dewa, Penumangan, Menggala Mas, Bandar
Dewa, Panaragan
2. Marga Buay Bulan: Karta, Gunung Katun Malay, Gunung Katun
Tanjungan, Gedong Ratu
3. Marga Suay Umpu: Gunung Agung, Gunung Terang
4. Marga Aji: Tersebar di hampir semua Tiyuh
Pembagian daerah pada masing-masing marga tersebut terdapat satu
tiyuh (kampong) yang menjadi tiyuh utama (kampung utama) antara lain: Pagar
Dewa untuk Marga Tegamoan, Gunung Katun Tanjungan untuk Marga Buay
Bulan dan Gunung Terang untuk Marga Suay Umpu.
Berdasarkan UU RI No. 50 Tahun 2008, Panaragan menjadi ibukota
kabupaten. Daerah Panaragan sendiri menjadi daerah bagian dari Marga
Tegamoan. Nama Panaragan sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti Tara,
Tapa atau Semedi. Dapat disimpulkan bahwa Panaragan berarti tempat bertapa
dan menimba ilmu bagi para nenek moyang masyarakat pepadun yang berada di
daerah Way Tulang Bawang. Dari daerah Panaragan berkembang cerita daerah
tentang Minak Indah yang merupakan keturunan dari salah satu tokoh Marga
Tegamoan yaitu Tuan Rio Sanak.

2.1.4.2 Sejarah Singkat Wilayah Administratif


Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi
Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung
merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

16
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 tersebut
secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan,
namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan
potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat
menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu
pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan
Belanda. Lampung pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara
dan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Waktu Kesultanan Banten
menghancurkan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda maka Hasanuddin, sultan
Banten yang pertama, mewarisi wilayah tersebut dari Kerajaan Sunda.
Menjelang kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan periode
perjuangan fisik setelah itu, putra-putri Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat
dalam perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga
pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964
Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
Pada tanggal 26 November 2008, berdasarkan UU RI No. 50 Tahun 2008,
Kabupaten Tulang Bawang Barat diresmikan dengan luas wilayah 1.201,15 km2.
Kabupaten Tulang Bawang Barat sendiri merupakan pecahan dari Kabupaten
Tulang Bawang, ibukota dari Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah Panaragan
Jaya dan terbagi dalam 9 Kecamatan yaitu: Tulang Bawang Tengah, Tumijajar,
Tulang Bawang Udik, Pagar Dewa,Way Kenanga, Lambu Kibang, Gunung Agung,
Gunung Terang, dan Batu Putih.

17
Gambar 2.2
Peta Administrasi Kabupaten Tulang Bawang Barat

Sumber: wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tulang_Bawang_Barat
Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki batas administratif yaitu: 1)
bagian utara: Mesuji Timur, Way Serdang dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2)
bagian selatan : Abung Surakarta, Muara Sungkai, Terusan Nunyai, 3) bagian
barat: Negara Batin, Negeri Batin, Pakuan Ratu, dan 4) bagian timur: Banjar
Agung, Banjar Margo, Menggala.
2.1.5 Peraturan Tingkat Daerah Terkait Kebudayaan
2.1.5.1 Peraturan Yang Berlaku
Sebagai bentuk perhatian terhadap kebudayaan, pemerintah Kabupaten
Tulang Bawang Barat telah menerbitkan peraturan daerah dan peraturan bupati

18
terkatit kebudayaan. Peraturan perundangan tingkat daerah dimaksud adalah
Peraturan Bupati Kabupaten Tulang Bawang Barat Nomor 38 Tahun 2016
tentang Penetapan Kawasan Wisata di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang
menimbang bahwa a) sektor pariwisata merupakan penggerak perekonomian
masyarakat sebagai salah satu sektor unggulan yang diharapkan dapat berjalan
secara berkelanjutan; b) mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan
maka diperlukan upaya diversifikasi objek wisata yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelestarian seni budaya dan ramah
lingkungan; c) dalam upaya pengembangan pariwisata kerakyatan, perlu
dibentuk kawasan wisata yang dapat menjadi proyek percontohan bagi kawasan
lainnya. Selain itu, keputusan Bupati Tulang Bawang tahun 2018 Tentang Tim
penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat,
telah menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan, perlu dilakukan penyusunan pokok pikiran kebudayaan
daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat; bahwa untuk menyusun pokok pikiran
kebudayaan daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat, perlu dibentuk Tim
Penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu menetapkan
Keputusan Bupati Tulang Bawang Barat tentang Tim Penyusun Pokok Pikiran
Kebudayaan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat. Tim Penyusun
sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU terdiri atas: Koordinator; dan
Anggota.
Tim Penyusun bertugas menyusun rancangan Pokok Pikiran Kebudayaan
Kabupaten Tulang Bawang Barat sesuai dengan format yang ditentukan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tim Penyusun bertugas
menyusun rancangan Pokok Pikiran Kebudayaan Kabupaten Tulang Bawang
Barat sesuai dengan format yang ditentukan oleh Menteri Pendidikan dan

19
Kebudayaan Republik Indonesia. Tim Penyusun dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada Diktum KETIGA menyelenggarakan fungsi
a. Penyusunan rincian rencana kerja dan rincian jadwal kerja Tim Penyusun;
b. Pengidentifikasian keadaan faktual objek-objek pemajuan kebudayaan di
Kabupaten Tulang Bawang Barat, termasuk pendataan sumber daya
manusia kebudayaan, lembaga kebudayaan, pranata kebudayaan, sarana
dan prasarana kebudayaan;
c. Pengkonsolidasian data hasil identifikasi;
d. Analisis atas data yang telah terkonsolidasi, perumusan permasalahan
atas setiap objek pemajuan kebudayaan, serta perumusan rekomendasi
atas setiap permasalahan;
e. Penyusunan laporan akhir dalam bentuk Rancangan Pokok Pikiran
Kebudayaan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan
menggunakan format yang ditentukan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan; dan Pengajuan Rancangan Pokok Pikiran Kebudayaan
Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat kepada Bupati Tulang Bawang
Barat untuk selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Bupati/Walikota.
Tim Penyusun dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung
jawab kepada Bupati Tulang Bawang Barat. Biaya yang dikeluarkan untuk
pelaksanaan Keputusan Bupati ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat yang relevan.

2.1.5.2 Peraturan yang Pernah Ada dan Sudah Tidak Berlaku


Sejauh ini belum ada Peraturan daerah tentang kebudayaan yang pernah
ada akan tetapi sudah tidak berlaku lagi.

20
2.2 Ringkasan Proses Penyusunan PPKD
2.2.1 Tim Penyusun
Guna mewujudkan kebudayaan yang berfungsi melestarikan budaya
Lampung khususnya dan budaya-budaya di Indonesia pada umumnya. Maka
dibentuklah Tim Penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Tulang
Bawang Barat sebagai bagian dari koordinasi yang secara solid melaksanakan
kegiatan kebudayaan yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Oleh karena itu,
penyusunan anggota tersebut ditetapkan melalui peraturan daerah yang
diketahui oleh Bupati Tulang Bawang Barat. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati
Tulang Bawang Barat Tahun 2018, Tim Penyusun PPKD Kabupaten Tulang
Bawang Barat adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3
Susunan Keanggotaan
Tim Penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah
Kabupaten Tulang Bawang Barat
JABATAN DALAM
NO. NAMA
KEANGGOTAAN
1. Drs. Gustami, M.Si Koordinator
2. Suwardi, SE Anggota
3. Zilvia Andesta, S.S Anggota
4. Sudarti, S.Ip Anggota
5. Kodri, S.Kom Anggota
6. Qodhi Putra Bujung, S.Kom.,MM Anggota
7. Achmad Nazaruddin, S.IP.,M.IP Anggota
8. Barwinsyah, SH Anggota
9. Sungkowo Titis Anggota
10. Ipung Rusy Achmadi, SE Anggota
11. Junaidi, S.Sos Anggota

21
12. Semi Ikra Anggara Anggota
13. Habibi Titus Anggota
14. Nisom Patah Anggota
15. Hermani, SP Anggota
16. Muhammad Ali Anggota
17. Sumaryo Anggota
18. Tamhir Sabak Anggota
19. M.Damiri, MS Anggota
20. Zainudin Anggota
21. Abdul Muin Anggota
22. Stan Seimbang Anggota
23. Nurdin Sarajo Anggota
24. Mukhtar Anggota
25. Marwan arifin Anggota
26. Enggon Panji Negara Anggota
27. Arham Anggota
28. Samsul Rizal Anggota

Tim penyusun yang berjumlah dua puluh delapan ini dikoordinatori oleh
Drs. Gustami, M.Si. Sesuai dengan regulasi, untuk membuat PPKD, perlu dibentuk
tim penyusun PPKD. Pembentukan tim penyusun PPKD tidak bisa dilakukan
begitu saja, akan tetapi harus melalui suatu proses yang tahapan-tahapannya
serta unsur-unsurnya juga telah ditetapkan dalam regulasi. Dalam kaitan itu, Tim
Penyusun PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat dipilih dari mereka yang
memiliki kepedulian tentang kebudayaan di Kabupaten Tulang Bawang Barat dan
juga merepresentasikan unsur-unsur yang ditetapkan dalam regulasi. Setelah
melalui proses yang relatif ketat, berhasil dipilih dua puluh delapan orang
anggota Tim Penyusun PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat. Keseluruhan
orang anggota tim PPKD Kabupaten Tulang Bawang Barat tersebut adalah

22
mereka yang memiliki perhatian terhadap kebudayaan serta merepresentasikan
keterwakilan dari organisasi perangkat daerah yang membidangi kebudayaan,
perencanaan dan keuangan, akademisi di bidang Kebudayaan, budayawan atau
seniman, anggota organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang
Kebudayaan, dan orang yang pekerjaannya memiliki kaitan erat dengan OPK.
Setelah tim terpilih, maka untuk menetapkan koordinator dilakukan pula melalui
musyawarah di antara anggota tim.

2.2.3 Proses Penyusunan Masalah dan Rekomendasi


Penyusunan masalah dan rekomendasi dilakukan pertama kali oleh tim kerja
sewaktu melakukan analisis tentang kondisi faktual 10 OPK dan cagar budaya.
Hasil analisis tim kerja ini selanjutnya diklasifikasikan dalam permasalahan dan
rekomendasi yang bersifat umum oleh Tim Penyusun PPKD. Tahapan
selanjutnya, permasalahan dan rekomendasi tersebut ditelaah oleh tim penyusun
PPKD untuk dilengkapi dan ditata sesuai dengan kondisi faktual.
Untuk memperkaya kajian permasalahan dan rekomendasi, tim penyusun
melakukan diskusi dengan para stakeholders dalam kegiatan FGD yang berjalan
sehari penuh, meskipun FGD jadi kurang efektip setelah jam makan siang, karena
para stakeholder merasakan ngantuk yang berat setelah makan siang, mungkin
karena kekenyangan. Hasil FGD tersebut dijadikan sebagai dokumen akhir
permasalahan dan rekomendasi OPK di Tubaba.

2.2.2 Proses Pendataan


Secara garis besar, proses pendataan dilakukan dengan beberapa cara.
Mulai dari pengumpulan data yang didapat melalui lembaga terkait, observasi
lapangan dan wawancara dengan para tokoh adat, pemegang kebijakan dan
masyarakat umum yang dianggap relevan atau memiliki kapasitas untuk
memberikan data dan informasi.

23
Pendataan OPK dan cagar budaya di Tubaba dilakukan setelah tim
penyusun PPKD dibentuk. Pada tahap awal, pendataan OPK dan cagar budaya
dilakukan oleh tim pendata yang dipimpin oleh Habib Titus dan Ipung Rusyi.
Habib Titus bertugas mengumpulkan data tentang adat istiadat, ritus, tradisi
lisan, olahraga tradisional dan seni, sedangkan Ipung Rusyi bertanggung jawab
untuk pendataan pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, permainan
rakyat, bahasa dan cagar budaya.
Kegiatan survei berlangsung selama dua minggu minggu, waktu yang
relatif singkat untuk situasi demografi antar wilayah di Tubaba yang sebenarnya
cukup sulit. Sebelum survei dilakukan, Disporapar bekerjasama dengan
Disdukcapil mensosialisasikan Undangundang No.5 Tahun 2017 tentang
pemajuan kebudayaan dan kisi-kisi format PPKD kepada 9 camat di Tubaba.
Selain itu Dispora bekerjasama dengan Federasi Marga Empat yang memiliki
database kebudayaan Lampung.
Hasil pendataan Habib Titus dan Ipung Rusyi digunakan oleh tim
penyusun PPKD sebagai dokumen PPKD, kemudian dokumen dijadikan bahan
forum grup discussion (FGD) yang berlangsung selama sehari penuh dengan
melibatkan semua stakeholders kebudayaan.

2.2.3 Proses Penyusunan Masalah dan Rekomendasi


Proses penyusunan masalah dan rekomendasi menjadi tahapan
berikutnya setelah melakukan pengumpulan data, berikutnya dilakukan
klasifikasi dan seleksi, verifikasi dan validasi. Penyusunan masalah dan
rekomendasi dilakukan pertama kali oleh tim kerja sewaktu melakukan analisis
tentang kondisi faktual 10 OPK dan cagar budaya. Hasil analisis tim kerja ini
selanjutnya diklasifikasikan dalam permasalahan dan rekomendasi yang bersifat
umum oleh Tim Penyusun PPKD. Tahapan selanjutnya, permasalahan dan
rekomendasi tersebut ditelaah oleh tim penyusun PPKD untuk dilengkapi dan
ditata sesuai dengan kondisi faktual.

24
Untuk memperkaya kajian permasalahan dan rekomendasi, tim penyusun
melakukan diskusi dengan para stakeholders dalam kegiatan FGD yang berjalan
sehari penuh, meskipun FGD jadi kurang efektif setelah jam makan siang, karena
para stakeholder merasakan ngantuk yang berat setelah makan siang, mungkin
karena kekenyangan. Hasil FGD tersebut dijadikan sebagai dokumen akhir
permasalahan dan rekomendasi OPK di Tubaba.

2.2.4 Catatan Evaluasi atas Proses Penyusunan


Proses penyusunan PPKD diupayakan mengikuti tahapan-tahapan atau
aturan-aturan yang ditetapkan dalam regulasi, mulai dari penyusunan tim
penyusun hingga sosialisasi penyusunan PPKD kepada masyarakat, khususnya
stakeholders kebudayaan. Upaya ini terbukti menghasilkan respon yang baik dari
masyarakat disebabkan adanya pengakuan tentang keberadaan masyarakat
sebagai pemilik kebudayaan. Berangkat dari proses penyusunan PPKD yang telah
berjalan, dapatlah dikemukakan beberapa catatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan penyusunan.
Pertama, keterbatasan waktu penyusunan menjadi salah satu kendala
yang menyebabkan kurang optimalnya penyusunan PPKD Kabupaten Tulang
Bawang Barat. Kedua, keterbatasan finansial sebagai akibat tidak
teranggarkannya kegiatan PPKD dalam DPA menjadikan tahapan-tahapan
penyusunan PPKD tidak bisa dilaksanakan seluruhnya. Permasalahan ini timbul
sebagai akibat dari terlambatnya sosialisasi penyusunan PPKD oleh Kemdikbud.
Ketiga, meskipun diupayakan susunan tim penyusun atau anggota tim penyusun
berasal dari unsur-unsur sebagaimana ditetapkan regulasi dalam pelaksanaanya
karena kesibukan anggota tim yang telah tersusun sebelumnya menyebabkan
tidak semua anggota tim bisa bekerja secara penuh.

25
BAB III
LEMBAGA PENDIDIKAN BIDANG KEBUDAYAAN

Sampai sekarang belum ada lembaga pendidikan dalam bidang kebudayaan baik
pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan bidang
kebudayaan diperlukan Tubaba untuk memperpanjang ekosistem kebudayaan
yang ada.

26
BAB IV
DATA OBYEK PEMAJUAN KEBUDAYAAN
4.1 Manuskrip
4.1.1 Manuskrip Buku Toho
Manuskrip merupakan naskah dengan tulisan tangan atau dipahat di
media tertentu seperti kulit, kayu, daun, bilah bambu, tanduk binatang, gading
dsb. Dalam kajian ilmiah, manuskrip menjadi bagian dari kajian-kajian filologi,
antropologi, dan arkeologi. Dalam perkembangan serta pelestarian budaya,
manuskrip sangat penting sebagai bagian dari sejarah masyrakat. Dapat
ditelusuri peran serta historisitas sebuah kebudayaan dalam masyarakat yang
menjadi bukti otentik perkembangan sebuah budaya. Maka penting untuk
diarsipkan serta didokumentasikan manuskrip-manuskrip dalam sebuah etnis
atau masyarakat.
Di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sejauh ini ditemukan dua manuksrip
yang disimpan dan dimiliki secara pribadi. Pertama, manuskrip Buku Toho atau
yang secara sederhana diartikan buku tua. Ciri-ciri identik dari manuskrip ini
adalah a) terbuat dari kulit kayu yang terdiri dari 28 lembar (halaman), b) tulisan
pada Buku Toho menggunakan aksara Lampung gundul (tanpa tanda baca) dan
huruf arab yang sudah berharakat, c) ada beberapa halaman terdapat gambar
dan simbol yang dari penampakannya wafa’ dan rajah.
Wafa’ biasanya digunakan sebagai ajimat yang diyakini memiliki daya
supranatural untuk mengatasi berbagai masalah hidup dan untuk membantu
mencapai tujuan tertentu. Wafa’ biasanya ditulis oleh orang tertentu pada media
seperti kulit, kertas, logam ataupun kayu, sesuai dengan kaidah dan aturan ilmu
hikmah. Rajah atau wafak biasanya dibuat pada waktu-waktu khusus. Ada wafa’
atau rajah yang boleh disalin secara bebas. Tetapi ada juga yang harus melalui
proses tertentu untuk menyalinnya.
Pada beberapa halaman Buku Toho nampak beberapa wafak yang ditulis
dengan mengggunakan aksara Lampung, arab, angka serta simbol-simbol khusus

27
seperti bintang, kepala domba, bintang, bulan, garis beberapa pola geometri dan
sebagainya. Dilihat sepintas nampaknya dipergunakan untuk pertanian.
Sementara itu sebagian berisi beberapa simbol senjata. Menurut si pemilik selain
berisi tentang pertanian, juga berisikan ilmu perang dan pagar bumi.
Menurut keterangan pemiliknya, suatu ketika beliau diberi oleh
seseorang yang tak dikenal ketika di terminal Rajabasa. Beliau tak mengetahui
secara pasti berasal darimana buku ini. Beliau hanya dititipi amanah untuk
menyimpannya. Sampai hari ini belum ada orang yang benar-benar bisa
membaca dan memahami secara keseluruhan. Saat ini Buku Toho tersimpan di
rumah Haji Marwan Arifin di RK 7 Tirta Kencana dengan kondisi 90% masih
bagus, beberapa halaman sedikit robek dan mengabur.

Gambar 4.1
Manuskrip Buku Toho

28
Gambar 4.2
Manuskrip Buku Toho

Gambar 4.3
Manuskrip Buku Toho

29
Gambar 4.4
Manuskrip Buku Toho

Gambar 4.4
Manuskrip Buku Toho

30
4.1.2 Tanduk Kerbau
Terdapat manuskrip yang tersimpan di dalam tanduk kerbau. Menurut
informasi yang didapatkan, sampai hari ini manuskrip ini tidak pernah dibuka.
Pemilik manuskrip tidak membukanya disebabkan wasiat yang dipesankan
kepadanya. Terdapat satu keyakinan yang dipercaya oleh masyarakat setempat
bahwa kelak akan terbuka dengan sendirinya, ketika menjelang kiamat.

Gambar 4.5
Manuskrip Tanduk Kerbau

Gambar 4.5
Manuskrip Tanduk Kerbau

31
Gambar 4.6
Manuskrip Tanduk Kerbau

Gambar 4.7
Manuskrip Tanduk Kerbau

32
4.2 Tradisi Lisan dan Cerita Rakyat
Berdasarkan UU RI No 50 Tahun 2008 Panaragan menjadi Ibukota
Kabupaten, daerah Panaragan sendiri menjadi daerah bagian dari Marga
Tegamoan. Nama Panaragan sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti Tara,
Tapa atau Semedi, dapat disimpulkan bahwa Panaragan berarti tempat bertapa
dan menimba ilmu bagi para nenek moyang masyarakat pepadun yang berada di
daerah Way Tulang Bawang.
Dari daerah Panaragan berkembang cerita daerah tentang Minak Indah
yang merupakan keturunan dari salah satu tokoh Marga Tegamoan yaitu Tuan
Rio Sanak. Minak Indah merupakan anak dari Tuan Rio Sanak dan merupakan
cucu dari Minak Kemalo Kota yang menjadi penguasa daerah Gunung Katun
Tanjungan dari kelompok Marga Buay Bulan. Minak Kemalo Kota mempunyai
anak bernama Namo yang menikah dengan Runjung yang berasal dari daerah
Minangkabau, dari perkawinan tersebut mereka mempunyai keturunan yaitu
Tuan Rio Mangkubumi yang mendiami daerah Pagar Dewa, Tuan Rio Tengah
yang mendiami daerah Meriksa (Menggala), dan Tuan Rio Sanak yang mendiami
daerah Panaragan.
Tuan Rio Sanak yang tinggal di Panaragan mempunyai keturunan: Minak
indah, Minak Ma’dum, dan Minak Raja Ratu. Disamping ketiga anaknya tersebut,
Tuan Rio Sanak mempunyai keponakan yang diangkatnya menjadi anak yaitu:
1. Minak Raja Malaka
2. Minak Sang Menteri
3. Minak Rio Bageduh
4. Alam Dawer
5. Prajurit Puting Gelang
Dari anak-anak Tuan Rio Sanak tersebut mewariskan suku-suku adat yang
ada di daerah Panaragan, dimana suku-suku adat itu memiliki moyang asal
sebagai berikut:

33
a) Suku Adat Tepuk Darat yang memiliki moyang asal: Minak Indah , Minak
Rio Bageduh dan Alam Dawer.
b) Suku Adat Tepuk Leban yang memiliki moyang asal: Minak Ma’dum dan
Minak Raja Ratu.
c) Suku Adat Bujung Lebow/ Gabow yang memiliki Moyang asal: Minak Sang
Menteri adik dari Minak Kemalo Bumi dengan Gelar Minak Pati Pejurit.
d) Suku Adat Tepuk Lambow yang memiliki moyang asal: Minak Raja Malaka
e) Suku Adat Tepuk Gabow (Udik) yang memiliki moyang asal: Prajurit
Putting Gelang
Minak Indah yang memegang Suku Adat Tepuk Darat menjadi anak
keturunan Tuan Rio Sanak yang paling disegani karena kesaktiannya, bagi
masyarakat Panaragan juga Tokoh Minak Indah erat kaitannya dengan situs
Kramat Gemol. Menurut cerita yang ada Minak Indah pernah memiliki
perselisihan dengan Minak Triodeso dari Abung Siwo Mego, perselisihan ini
terjadi dikarenakan Minak Indah yang merasa sakti menjadi sombong dan
melanggar adat, dengan memberikan persyaratan sulit bagi seseorang yang akan
meminang anaknya yaitu menyerahkan emas seberat badan gadis yang akan
dipinangnya.
Minak Triodeso sulit mengalahkan Minak Indah karena kesaktiannya,
selain karena kesaktiannya Minak Indah juga sulit dikalahkan disebabkan oleh
persatuan kerabat Minak Indah yang diantaranya Minak Sang Menteri, Minak
Raja Malaka, dan Prajurit Puting Gelang sangat erat. Minak Triodeso dapat
mengalahkan Minak Indah dikarenakan informasi yang didapatnya dari istri
Minak Indah sendiri, bahwa Minak Indah dapat dikalahkan dengan menggunakan
bambu yang tumbuh diatas gundukan tanah (benteng). Akhirnya Minak Triodeso
bisa mengalahkan Minak Indah dan akhirnya kepala Minak Indah dipenggal dan
dibawa ke Abung untuk dipestakan.
Ada 18 kebuadyan yang merayakan kekalahan Minak Indah yaitu Buay
Unyai, Buay Unyi, Buay Subing, Buay Uban, Buay Bulan, Buay Belicik, Buay

34
Kunang, Buay Selagai, Buay Anak Tuho, Buay Nyerupa Way Seputih ini masuk
pada Klan Abung Siwo Mego. Suku Meyerakat, Suku Tumbo Pupus, dan Suku
Buku Jadi ketiga suku ini masuk dalam klan Pubian Telu Suku. Sumbai Parejo
masuk kedalam Klan Sungkai Bunga Mayang. Sumbai Pemuko masuk kedalam
Klan Way Kanan, Sumbai Bahuga masuk kedalam Klan Blambangan Umpu. Untuk
Klan Tulang Bawang terdiri dari Sumbai Tegamoan dan Sumbai Suay Umpu.
Setelah kekalahan Minak Indah, Minak Raja Malaka dan Prajurit Puting
Gelang melakukan penyerangan kembali ke Abung Siwo Mego untuk mengambil
kepala Minak Indah, dan akhirnya kepala tersebut berhasil diambil kembali dan
dimakamkan di dekat benteng yang sekarang dikenal dengan Keramat Gemol.
Sedangkan Minak Raja Malaka dimakamkan di Danau Lambou (Pagar Dewa), dan
Prajurit Puting Gelang dimakamkan di Makam Keramat Munggu (Bujung Malay)
Gunung Katun. Dengan meninggalnya Minak Indah disusul dengan Minak Raja
Malaka dan Prajurit Putting Gelang maka berakhirlah zaman kekuasaan Minak
Indah, dari zaman kekuasaan Minak Indah meninggalkan adanya situs-situs yang
menjadi peninggalan yang saling berkaitan yaitu Keramat Gemol (Minak Indah),
Benteng Prajurit Putting Gelang (Umbul Lebung), dan Benteng Sabut. Ketiga situs
ini bisa dijadikan warisan cagar budaya di Kabupaten Tulang Barat.
Dalam perkembangannya ketiga situs ini saling berhubungan erat karena
adanya hubungan kekerabatan yang terjalin antara ketiga tokoh yang berada
dibalik keberadaan situs-situs ini. Jika dilihat dari letak dan posisi ketiga situs ini
dimana antara Benteng Sabut dan Keramat Gemol terhubung oleh Way Kiri yang
kemudian menjadi sarana transportasi utama. Benteng Sabut dan Benteng
Prajurit Putting Gelang (Umbul Lebung) terhubungkan oleh Way Pikuk dan
dilanjutkan oleh melalui Tulung Pasik. Sedangkan akses yang menghubungkan
antara Benteng Prajurit Putting Gelang (Umbul Lebung) dan Keramat Gemol
(Minak Indah) adalah Way Gemol. Dari penentuan posisi tersebut terlihat pola
yang membentuk Kawasan Segitiga.

35
Gambar 4.8
Pepung Adat

4.3 Adat Istiadat


Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan kabupaten yang masih
memakai adat Lampung Pepadun yang merupakan salah satu dari dua kelompok
adat besar dalam masyarakat lampung. Masyarakat Lampung Pepadun
menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak.
Nama Pepadun sendiri berasal dari salah satu perangkat adat yang berarti
bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu
dalam keluarga.
Dalam adat istiadat Lampung Pepadun yang masih dipegang erat oleh
Kabupaten Tulang Bawang Barat, adat istiadat yang masih sering dilakukan tata
cara adatnya salah satunya adalah adat istiadat pernikahan. Proses adat istiadat
pernikahan ini adalah:
a. Sepunan (perundingan antara kedua belah pihak keluarga ) adalah Proses
kesepakatan pernikahan diantara masing-masing keluarga yang sudah
saling menyetujui hubungan antara calon mempelai laki-laki dan calon
mempelai wanita dengan adanya pemberian uang lamaran.

36
b. Setakatan (larian) adalah proses dimana laki-laki dan perempuan yang
sudah saling berhubungan melakukan cara yang biasa disebut “Kawin
Lari” dimana hal ini sudah disepakati oleh kedua belah pihak tanpa
sepengetahuan pihak keluarga perempuan, tetapi sebagai cara untuk
memberitahu pihak keluarga perempuan mereka akan meninggalkan
surat dan uang yang disebut Penepik diletakkan dibawah bantal tidur
sang perempuan, proses Setakatan (larian) ini masih sering dilakukan oleh
masyarakat Kabupaten Tulang Bawang Barat.
c. Seramotan (mengambil gadis) proses ini dilakukan dengan cara
“mengambil” sang gadis tanpa adanya perjanjian diantara kedua belah
pihak yang dikarenakan keduanya tidak saling mengenal dan tidak
mempunyai hubungan apapun. Maka dikarenakan hal ini keluarga pihak
sang gadis bisa mengambil kembali si gadis dari sang laki-laki. Kejadian ini
juga bisa terjadi karena mereka pernah saling berhubungan tetapi si gadis
sudah memiliki tunangan atau tidak menyukai lagi si gadis.

4.4 Ritus
Dalam kehidupan masyarakat Tulang Bawang Barat, Lampung, terdapat
tradisi yang berkembang dalam ritual-ritual adat. Selain berkenaan dengan
keyakinan juga memiliki nilai personal, universal dan transendental yang telah
membudaya dan menjadi tradisi secara turun temurun. Tradisi Masyarakat Adat
Lampung ini diejawantahkan dalam bentuk-bentuk ritus yang dikelompokkan
dalam dua golongan yaitu ritus yang bersifat tradisional dan ritus yang sakral.
Selama menjalani kehidupannya, orang Lampung mengalami beberapa
tahap upacara adat, diantaranya sebagai berikut.

37
1. Ritus Tradisional
a) Masa kehamilan
Upacara adat kuruk limau/belangekh merupakan ritual atau upacara di
masa kehamilan yang berumur lima bulan danmitu bulan yakni upacara di masa
ketika kehamilan berumur tujuh bulan.
b) Masa Kelahiran.
Pada masa kelahiran dalam Masyarakat Lampung Pepadun, saat
mengandung seorang bayi tidak ada ritual khusus, namun dibuatkan makanan
untuk menyambut sang bayi ketika lahir kelak. Makanan tersebut adalah Sagon.
Sagon ini terdiri dari dua jenis yaitu sagon tepung yang berwarna putih dan
sagon kelapa yang berwarna kuning kecoklatan. Makna dari pembuatan sagon ini
adalah untuk memberikan informasi bahwa telah lahir dengan selamat seorang
bayi ke dunia ini. Kemudian diadakan syukuran/aqiqahan sesuai syariat Agama
Islam, dengan serangkaian acara diantaranya pemotongan kambing 1 untuk anak
perempuan dan 2 untuk anak laki-laki. Pemotongan rambut yang nanti akan
ditukar dengan emas sesuai dengan berat rambut bayi tersebut.
Ritual lain meliputi upacara setebusan (bayi berumur sebulan), becukor
(mencukur rambut saat berumur dua bulan). Ketika anak berumur tiga bulan
diselenggarakan upacara turun tanah dan mahau manuk. Upacara mahau manuk
adalah upacara mengubah makanan dari wayasuy (air kental tanakan nasi)
dengan nasi bubur.
Nyambut Sanak Makubang adalah salah satu ritus yang dilakukan dalam
rangka menyambut kelahiran anak pertama. Dilaksanakan di kampung-kampung
tua oleh keluarga dari anak yang dilahirkan tersebut. Ritus ini menggunakan air
jeruk, kerudung hitma, kembang tujuh rupa, dan sagon.
c) Masa Kanak-kanak
Pada masa ini dilakukan upacara nyerak atau baserak, yaitu upacara
melubangi daun telinga ketika seorang anak perempuan berusia lima tahun.

38
Untuk anak laki-laki ketika berumur tujuh tahun atau menjelang sekolah
dilaksanakan nyunat (khitan).
d) Masa Dewasa
Kukhuk Mekhanai, yakni saat seorang remaja pria telah memasuki masa
akil balikh. Nyakakko Akkos, ritual ini dilakukan bagi remaja perempuan, dalam
kesempatan ini juga dilakukan ritual busepi yaitu meratakan gigi dengan
menggunakan asahan yang halus. Nettah Adoq/Cakak Pepadun, dilaksanakan
pada saat Pernikahan Sultan (Tayuh Saibatin), dalam upacara ini juga ditahbiskan
Gelar Adat seseorang (Nettah Adoq). Namun demikian Nettah Adoq dilakukan
dalam setiap pernikahan bukan hanya Tayuh Saibatin saja.
e) Masa Perkawinan
Pada masyarakat adat Peminggir upacara ini disebut rebah diah
(perkawinan adat besar). Sementara itu, pada masyarakat adat Pepadun disebut
hibalbatin.
f) Masa Kematian
Ritual kematian dalam masyarakat Lampung Pepadun, upacara adat pada
saat kematian dilakukan ritus-ritus sebagai berikut: 1) tahlilan untuk mendoakan
orang yang sudah meninggal, 2) negou memperingati hari ketiga meninggalnya
seseorang, 3) mitew memperingati hari ketujuh meninggalnya seseorang, 4) Pak
Puluh memperingati 40 hari meninggalnya seseorang, 5) Nyegatus memperingati
100 hari meninggalnya seseorang 6) Nahun memperingati setahun meninggalnya
seseorang, dan 7) Nyeghibu memperingati 1000 hari meninggalnya seseorang.
Sementara untuk masyarakat lainnya, setelah jenazah dikebumikan secara Islam,
dilaksanakan tahlil, niga hari, ngempat puluh, nyegatus, dan nyeribu.
2. Ritus Sakral
Upacara jenis ini lebih berhubungan dengan kepercayaan, alur
transendental dan aura mistis, ritual jenis ini diantaranya:
a) Ngebabali

39
Dilaksanakan saat membuka huma atau perladangan baru di saat
membersihkan lahan untuk ditanami atau pada saat mendirikan rumah dan
kediaman yang baru atau juga untuk membersihkan tempat angker yang
mempunyai aura gaib jahat.
b) Ngambabekha
Upacara ini dilaksanakan saat hendak Ngusi Pulan [membuka hutan]
untuk dijadikan Pemekonan [Perkampungan] dan perkebunan, karena diyakini
Pulan Tuha [hutan rimba] memiliki penunggunya sendiri. Upacara ini dilakukan
dimaksudkan untuk mengadakan perdamaian dan ungkapan selamat datang agar
tidak saling mengganggu.
c) Ngumbay Lawok
Upacara ini adalah ungkapan syukur masyarakat pesisir atas hasil laut dan
juga untuk memohon keselamatan kepada sang pencipta agar diberikan
keselamatan saat melaut, dalam ritual ini dikorbankan kepala kerbau sebagai
simbol pengorbanan dan ungkapan terimakasih kepada laut yang telah
memberikan hasil lautnya kepada nelayan.
d) Ngalahumakha. Dilaksanakan saat hendak menangkap ikan.
e) Belimau. Dilaksanakan saat memasuki Puasa dibulan suci Ramadhan.
f) Ngebala. Dilaksanakan tujuannya sebagai Tulak Bala agar tehindar
dari musibah.
Selanjutnya, upacara yang berhubungan dengan kepercayaan dan
peristiwa alam banyak sekali jumlahnya. Setiap kelompok masyarakat Lampung
memiliki upacara adat yang berbeda. Upacara-upacara adat itu antara lain
ngalepaskon niat, nyecung, ngerujak ngelimau, dan bujenong jaru marga.
Ngalepaskon niat yaitu upacara yang dilakukan seorang atau sebuah keluarga
setelah keinginan mereka tercapai. Nyecung yaitu upacara memasang kerangka
atap rumah. Ngerujak-ngelimau yaitu upacara makan rujak dan membersihkan
rambut oleh masyarakat muslim menjelang bulan Ramadan. Bujenong jaru

40
marga yaitu upacara pengukuhan kepala marga baru yang dipilih secara turun-
temurun.
Gambar 4.9
Bujenong Jaru Marga

4.5 Pengetahuan Tradisional


Kebudayaan yang ada dalam masyarakat tradisional memiliki visi
anthropocosmic, yaitu adanya hubungan erat manusia sebagai bagian dari alam.
Antara manusia dan alam tidak dipisahkan, ia menjadi satu kesatuan kosmos
yang saling memengaruhi satu sama lain. Berangkat dari pemikiran itulah nenek
moyang kita mempelajari dan mendapatkan banyak hal dari alam dan
lingkungan, salah satunya adalah mengenai obat-obatan.
Lampung adalah wilayah yang kaya, selain kaya akan adat budaya dan
nilai sosial, Lampung juga memiliki pengetahuan atau teknologi berupa obat-
obatan tradisional yang dipakai untuk mengobati berbagai macam penyakit
medis. Mulai dari keseleo, patah tulang, atau penyakit yang disebabkan oleh
serangan virus. Kemudian bakteri maupun penyakit nonmedis yang disebabkan
gangguan makhluk gaib (tegor-tegoran) ataupun penyakit karena pengaruh
ketidak seimbangan hubungan manusia dengan alam.

41
Ada berbagai macam tanaman dan tumbuhan yang dipercaya secara
turun-temurun dapat dijadikan sebagai obat alami, seperti kunyit, madu, dan
telur itik sebagai obat mag. Daun jambu biji sebagai obat diare, daun cabai
sebagai obat sakit kepala, daun kedondong sebagai obat flu, daun kemangi
sebagai obat kembung, serta daun lawas sebagai obat sakit perut dan muntah-
muntah.
Kemudian daun pare sebagai obat panas tinggi, bawang merah sebagai
obat masuk angin, kemiri sebagai obat keseleo, dan daun serai sebagai obat
rematik. Lalu, tanaman obat lainnya seperti bawang putih, air kelapa muda
(degan), jamur merang, bratawali, daun bidara, daun belimbing, daun limau
(jeruk) kunci, daun rambutan, akar aren, daun kayu paya, getah jarak, akar
pelawi, mengkudu, serta beberapa tanaman obat lainnya.
Dari berbagai macam tanaman obat yang dipercaya turun-temurun, ada
beberapa metode pengobatan tradisional orang Lampung zaman dahulu yang
saat ini masih dipakai di Tiyuh-tiyuh Tuha, seperti dengan cara diminum,
dikompres, dan dioleskan. Ada pula metode pengobatan tradisonal lain, seperti
dengan cara timbuk mandi (memercikkan air berkali-kali kebagian yang akan
diobati), bertangus (menutupi diri dengan terpal atau tikar di bawah teriknya
matahari untuk menurunkan suhu badan atau menyegarkan badan).
Selain itu ada sebuah metode pengobatan tradisional Lampung zaman
dulu yang nyaris tidak ada efek samping bagi kesehatan tubuh manusia.
Pengobatan tradisional tersebut disebut dengan ngeberus. Ngeberus adalah
salah satu metode pengobatan tradisional menggunakan tanaman, yaitu daun
kayu paya. Tujuh lembar daun kayu paya yang telah diikat menjadi satu dicampur
beberapa butir beras dan kunyit yang kemudian dikunyah sampai menjadi
lembut kemudian disemburkan ke arah perut pusar yang tampak dirasa keras
ngehati-nya oleh si tabib. Daun kayu paya bercampur beras dan kunyit yang
sudah hancur bercampur air liur tersebut dibiarkan menempel, meresap sampai

42
mengering. Setelah benar-benar kering obat hasil berusan yang menempel
tersebut dapat dibersihkan dan dapat dilakukan pemberusan lagi.
Proses ngeberus dilakukan beberapa kali sampai pasien dipastikan
sembuh dari penyakit yang dialaminya. Pengobatan dengan metode ngeberus itu
diyakini berkhasiat untuk mengobati orang yang sedang sakit karena tegor-
tegoran (penyakit yang disebabkan karena gangguan makhluk gaib). Metode
pengobatan dengan cara ngeberus saat ini sudah sangat jarang sekali ditemui
pada masyarakat Lampung bahkan bisa dikatakan untuk di perkotaan sudah tidak
ditemukan lagi. Perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran serta
hilangnya habitat tumbuhan kayu paya menjadi faktor penyebab hilangnya
metode pengobatan ini. Padahal bentuk pengobatan seperti ini adalah salah satu
bagian dari kearifan lokal masyarakat adat Lampung, hal itu tidak ada pada
daerah lain. Penemuan kembali, penjagaan dan pemeliharaan kekayaan kearifan
lokal daerah merupakan kewajiban yang harus diemban seluruh elemen
masyarakat, khususnya orang Lampung itu sendiri.

4.6 Teknologi Tradisional


Pada dasarnya secara sederhana teknologi tradisional merupakan segala
alat/temuan yang dibuat dan dipergunakan untuk membantu
seseorang/masyarakat untuk bertahan hidup dan mempermudah dalam
melakukan sesuatu. Ada yang bersifat turun-temurun dan dipergunakan hingga
hari ini. Namun sebagian diantaranya sudah tidak lagi dipergunakan atau tidak
ada lagi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebur terjadi, antara
lain:
1. Ditemukan teknologi yang lebih baru
2. Dianggap sudah tidak efisien
3. Bahan pembuatan teknologi semakin minim
4. Ahli pembuatnya sudah tidak ada lagi

43
Dari hasil wawancara dengan sejumlah tokoh adat, teknologi tradisional
di Kabupaten Tulang Bawang Barat terdiri atas alat transportasi, senjata, alat
dapur, alat berburu binatang hutan dan ikan serta alat bertani/berladang.
Berikut data secara lebih terperinci.

Tabel 4.1
Teknologi Tradisional di Tulang Bawang Barat

No. Nama Bahan Keterangan

1. Badik Pagardewa Besi dan kayu Sebagai pusaka


Sebagai senjata dan
2. Badik Besi dan kayu
berburu
3. Tombak Muliareng Besi dan kayu Pusaka
4. Tombak Lidah Serita Besi dan kayu Pusaka
Besi dan kayu
Senjata dan unmtuk
5. Payan/Tombak semambu/kayu
berburu
tibul

6. Bubu Bambu Untuk menangkap ikan

Untuk menangkap ikan


7. Bubu kirang Bambu
besar

8. Sriding Bambu dan rotan Untuk mencari ikan

9. Sendang Bambu Untuk mencari ikan

Bambu, rotan dan


10. Cabuh Untuk mencari ikan
kayu
Berbentuk golok berujung
11. Laduk Besi dan kayu
lancip untuk senjata dan

44
bertani

12. Teghuk Besi Untuk mencari ikan

Berbentuk tombak yang


ujungnya seperti mata
13. Tepuling Besi dan kayu
pancing, fungsinya untuk
senjata dan mencari ikan
Berbentuk tombak yang
ujungnya bermata tiga.
14. Serepang / Trisula Besi dan bambu Fungsinnya untuk senjata,
berburu binatang dan
mencari ikan
Tanah Tempat untuk menyimpan
15. Kebok
(wadah) air minum
Tungku dengan tiga kaki
Tanah
16. Keran dan terbuka, t
Kompor tradisional
Semacam kompor
tradisional yang berbentuk
17. Tumang Tanah
seperti tungku dengan tiga
kaki dan tertutup

18. Kekep Oven tradisional Semacam oven tradisional

Berupa Jalinan Rotan yang


Rotan
19. Leku berfungsi sebagai dudukan/
alas untuk kuali

20. Lesung cuit Kayu Alat untuk menumbuk padi

45
21. Iser/Girek Kayu Alat untuk menumbuk padi

Semacam parutan
22. Kuko Kayu dan besi
tradisional

4.7 Seni
Secara umum seni modern pada dasarnya sudah tumbuh di Tulang
Bawang Barat. Baik seni teater, tari, musik, seni rupa dan sastra. Hanya saja
sebagian besar merupakan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Beberapa
komunitas di luar sekolah ada yang berbasis sanggar, karang taruna, komunitas
hobi dan beberapa sanggar tari yang bersifat komersil.
Geliat seni modern khususnya tumbuh cukup signifikan setidaknya sejak
3,5 tahun belakangan. Sejak Dipimpin oleh Bupati Umar Ahmad. Tubaba dengan
sadar membangun kebudayaan. Berbagai pembangunan, baik fisik ataupun
mental, senantiasa dengan mempertimbangkan aspek budaya. Selain menjaga
tradisi lama, Tubaba juga menciptakan “tradisi baru”. Beberapa rumah adat lokal
dibangun. Tak hanya Lampung, tetapi juga kultur lainnya. Juga tempat ibadah.
Semua itu, pada prinsipnya, membuat masyarakat Tubaba mendapat sisi
tradisional dan sisi modern sekaligus. Menjangkau ilmu pengetahuan dan
pengalaman sekaligus.
Pembangunan Islamic Center, Tugu Rato, Patung Empat Marga, Uluan
Nughik, Track sepeda dan sebagainya diupayakan tidak hanya sebagai ruang
(sarana) fisik semata, berbagai kegiatan literasi, pelatihan musik, tari, musik, seni
rupa, dan sebagainya diselengagrakan untuk menghidupkan situs kebudayaan
baru tersebut. Termasuk juga serangkaian festival seperti Festival Tubaba,
Festival Teater Tubaba, Festival Tari Nenemo, Festival Teater Anak, pameran seni
rupa, lomba penulisan sastra, penerbitan buku dan sebagainya. Dengan kata lain
pembangunan fisik dan mental diramu sedemikian rupa untuk membangun
Tubaba sebagai kota yang berkebudayaan

46
4.7.1 Seni Teater
a) Teater
Teater secara umum terbagi menjadi dua, yakni tradisional dan
modern. Umumnya teater tradisional terikat dengan satu komunitas
masyarakat tertentu. Dan dipertunjukkan pada saat tertentu. Sejumlah
komunitas/masyarakat transmigrasi seperti Jawa dan Bali kadangkala
mementaskan pertunjukan teater tradisional, seperti Ketoprak, Wayang
Orang dan Ludruk (Jawa). Sedangkan teater modern sebagai sebuah
kelompok yang berada di luar sekolah baru muncul sejak tahun 2016.
Setelah pemda membuat program pelatihan seni hingga saat ini.
1. Teater Tubaba
Pada awalnya Teater Tubaba merupakan sebuah nama
program pelatihan teater yang digelar secara terus menerus hingga
hampir 4 tahun ini. Anggota aktif kurang lebih berjumlah 40 orang
dengan didominasi oleh remaja. Beberapa diantaranya guru. 0Sejak
tahun 2016 hingga hari ini Teater Tubaba telah menyelenggarakan 11
pertunjukan teater, 1 Festival. Pertunjukan tersebut antara lain:
 Los Kontak ( 2016),
 Cut Bacut ( 2016)
 Perburuan Cut Bacut ( 2016\
 Ayahku Pulang ( 2017)
 Sayang Ada Orang Lain ( 2017)
 Anak-Anak Dari Pohon Karet (2017)
 Robohnya Surau Kami ( 2017)
 Orang Asing (2017)
 Kisah Cinta Dan Lain-Lain (2018)
 Monolog Ruhulel (2018)
 Macbeth (2018)

47
Gambar 4.10
Pementasan Cut Bacut

\\

Gambar 4.12
Pementasan Perburuan Cut Bacut

48
Gambar 4.13
Pementasan Anak-Anak dari Pohon Karet

Gambar 4.14
Pementasan Anak-Anak dari Pohon Karet

49
Geliat Teater Tubaba cukup mampu memberikan stimulan bagi
tumbuhnya teater di Tubaba, baik yang berbasis sekolah maupun
sanggar di luar sekolah. Teater Klatak, Teater Pulung Kencana, Teater
Kerikil, Teater Margo, Teater Matahari, Sanggar Pakem adalah
beberapa komunitas yang belakangan aktif dalam geliat teater di
Tubaba. Teater Pulung Kencana (SMKN 1 Tulang Bawang Tengah) yang
dulunya hanya berteater di dalam sekolah kini mulai mengikuti lomba
dan festival di luar daerah. Bahkan tahun 2016 mewakili lampung pada
ajang FLS2N di Manado dan mengikuti Festival Teater Remaja Nasional
di Yogyakarta dengan mendapat nominasi aktor pembantu pria
terbaik.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir telah melibatkan lebih
dari 100 (seratus) pelaku seni dan didukung oleh lebih dari 500 (lima
ratus) anggota masyarakat. Selain itu, Aula kelurahan, Sesat Agung
(Balai Budaya), Patung Tugu Rato Nago Bersanding dan Teater terbuka
Uluan Nugik menjadi arena kesenian atau sarana prasarana yang
diketahui serta didukung oleh pemerintah Tulang Bawang Barat.

2. Teater Anak Tubaba


Di tahun kedua program pelatihan teater di Tubaba mulai
bergerak ke teater anak. Dimulai dari Serangkaian workshop yang
digelar untuk siswa guru sekolah dasar. Dari workshop tersebut
lahirlah 4 komunitas teater anak, antara lain Sanggar Pakem, sanggar
yang beberapa tahun ini cukup antusias dalam berbagai bidang seni,
Teater Klatak, grup Teater yang tumbuh dari kelas pengajian Alqur’an
Roudhotul Ulum, Tirta Kencana, Teater Anak Kencono, grup yang
tumbuh dari aktivitas bermain di sekitaran Balai Tiyuh Margo Kencono
dan Teater Matahari yang berada di Seberang.

50
Kecuali Teater Matahari yang letaknya cukup jauh di seberang,
ketiga kelompok difasilitasi dengan program festival teater anak yang
digelar di kampung masing-masing dimana komunitas teater anak
tersebut berdomisili. Sanggar Pakem dengan lakon “Monster Tivi di
Kampung Kami” memulai peristiwa teaternya dengan dolanan anak-
anak kampung di antara instalasi-instalasi bambu, kemudian Monster
Televisi masuk di centrum panggung, anak-anak beralih perhatiannya
pada monster yang pandai membujuk anak-anak dengan produk
hasrat, secara parodis ditampilkan iklan smarthphone terbaru,
tayangan gulat WWF dan iklan kosmetik. Anak-anak tidak lagi bermain
dolanan, tidak pula memainkan permainan tradisional yang menuntut
kerjasama sehingga membangun mental kolektif, anak-anak berubah
menjadi individualis, egois dan narsis. Beberapa orang dari TPA
mengingatkan anak-anak, hingga akhirnya mereka sadar bahwa bujuk
rayu televisi adalah racun yang harus diobati. Kembalilah anak-anak itu
bermain dolanan, belajar dan mengaji.
Plot dramatik yang hampir sama juga dibawakan oleh Teater
Klathak, tiga santri membandel, tidak mengaji dan tenggelam dengan
games di dalam smarthphone mereka. Kelelahan dalam pertempuran
di dalam games mereka ketiduran, hingga akhirnya bermimpi buruk.
Terjadilah sebuah teater akhirat di dalam mimpi, mereka dikejar-kejar
monster, berharap pertolongan terakhir mereka memohon pada Al-
Qur’an, tapi Al-Qur’an menolak “Kenapa saat terdesak kalian
membutuhkan aku, padahal kalian tidak pernah membaca aku?” saat
kembali ke alam nyata tiga bocah ini menyadari betapa pentingnya
mengaji dan meskipun dalam mimpi pengalaman diburu monster
adalah hal yang tidak diinginkan.
Berbeda dengan ketiga kelompok teater anak yang lain, teater
matahari menjadi bagian dari kegiatan ekstra kurikuler di SDN I Kibang

51
Tri Jaya. Mereka mementaskan lakon yang berjudul karet anjlok pada
saat akan terima rapor. Sebuah representasi pengalaman mereka yang
turut merasakan imbas telat membayar SPP dan ke sekolah tanpa uang
saku.
Antusiasme anak, orang tua dan guru cukup luar biasa. Bisa
dikatakan Festival Teater Anak yang pertama kali digelar di Tubaba,
bahkan di Lampung ini sukses. Tidak sedikit orang tua dan guru sekolah
dasar yang berharap festival ini dapat digelar kembali.

Gambar 4.15
Pementasan Teater Anak Sanggar Pakem

52
Gambar 4.16
Pementasan Teater Anak Sanggar Pakem

Gambar 4.17
Pementasan Teater Anak dari Teater Kencono

53
b) Tari
1. Tari Sembah
Dalam ranah kesenian tari, Tari Sembah merupakan salah satu
tarian tradisional yang berasal dari Suku Pepadun, Lampung. Tarian ini
dikenal sebagai tari penyambutan tamu dan sering ditampilkan pada
upacara pernikahan dan festival adat Lampung.
Para penari menggunakan busana pengantin wanita asli suku
Lampung yang lengkap dengan siger dan tanggainya. Seperti Sesapur
yaitu baju kurung bewarna putih atau baju yang tidak berangkai pada
sisinya namun pada sisi bagian bawah terdapat hiasan berbentuk koin
berwarna perak atau emas yang digantung secara berangkai (rumbai
ringgit). Sedangkan busana yang digunakan sebagai bawahan adalah kain
tapis. Kain tapis adalah kain tenun tradisional lampung yang terbuat dari
bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung.
Kain tapis bermotif sepeti ini biasanya disebut dengan nama kain tapis
Dewasana (Dewo sanaw).
Selain busana, ada beberapa aksesoris yang dipergunakan oleh
para penari tari sembah, antara lain:
 Mahkota siger Pending, yaitu ikat pinggang dari uang ringgit Belanda
dengan gambar ratu Wihelmina di bagian atas.
 Bulu serti, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berlapis
kain merah. Bagian atas ikat pinggang ini dijaitkan kuningan yang
digunting berbentuk bulat dan bertahtakan hiasan berupa bulatan
kecil-kecil. ikat pinggang bulu serti dikenakan diatas pending.
 Mulan temanggal, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk seperti
tanduk tanpa motif yang digantungkan di leher sebatas dada.
 Dinar, yaitu mata uang Arab dari emas yang diberi peniti
dandigantungkan pada sesapur,tepatnya di bagian atas perut.

54
 Buah jukum, yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di atas kain yang
dirangkai menjadiuntaian bunga dengan benang dan dijadikan kalung
panjang yang dipakai melingkar mulai dari bahu ke bagian perut
sampai ke belakang.
 Gelang burung, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk burung
bersayap yang diatasnya direkatkan bebe yaitu kain halus yang
berlubang-lubang. Gelang burung ini diikatkan pada lengan kiri dan
kanan, tepatnya di bawah bahu.
 Gelang kana adalah sebuah gelang yang terbuat dari kuningan
berukir dan gelang Arab, yang dikenakan bersama-sama di lengan
atas dan bawah.
 Tanggai adalah hiasan yang berbentuk seperti kuku berwarna
keemasan terbuat dari bahan kuningan yang dikenakan di jari penari.
 Mahkota Siger adalah mahkota berbentuk seperti tanduk yang
ditatah hias bertitik-titik rangkaian bunga. Siger ini berlekuk ruji
tajam berjumlah sembilan buah. Disetiap puncak lekukan diberi
hiasan bunga cemara dari kuningan. Sedangkan bagian puncak siger
diberi hiasan serenja bulan, yaitu hiasan berupa mahkota kecil yang
mempunyai lengkungan di bagian bawah dan beruji tajam-tajam
pada bagian atas serta berhiaskan bunga. Mahkota siger ini secara
keseluruhan terbuat dari bahan kuningan.

55
Gambar 4.18
Pementasan Teater Sembah di Azerbaijan

Gambar 4.19
Pementasan Teater Sembah di Azerbaijan

2. Tari Nenemo
Penciptaan tari Nenemo terinspirasi dari kata ‘Nemen, Nedes,
Neremo’ yang menjadi kata panduan untuk mengenal masyarakat Tulang
Bawang Barat. Penciptaan Tari Nenemo ini member ruang penciptaan

56
yang luas kepada Hartati (koreografer) yang bekerja sejak akhir tahun
2015. Setelah melakukan riset penciptaan karya, Hartati banyak
mengeksplorasi bagaimana alam dan masyarakat Tulang Bawang Barat
harus saling terhubung melalui ritual adat. Penelusuran sejarah yang
dilakukan Hartati terhadap tarian-tarian tradisional Lampung seperti tari
Sembah, menjadi titik pijak penciptaan karya baru ini.
Komposisi Tari Nenemo (dengan koreografer Hartati*) melibatkan
seluruh lapisan masyarakat, mulai dari Tetua Adat hingga Ibu-ibu untuk
melakukan ritual bersyukur terhadap alam yang telah member banyak
pada manusia. Oleh karena struktur tari Nenemo yang holistic dan
disusun dalam lingkaran kerumunan, Tari Nenemo bias ditampilkan
dimanapun dan dalam acara apapun, seperti khitan dan perkawinan.Tari
Nenemo memiliki karakter seperti peristiwa tetapi lebih natural.

Gambar 4.20
Tari Nenemo

57
Gambar 4.21
Tari Nenemo

c) Musik
Gitar Klasik Lampung merupakan pertunjukan yang bisa dilakukan
hingga dua puluh kali dalam satu tahun. Frekuensi pelaksanaan
pertunjukan ini sering dilakukan dan melibatkan 100 pelaku seni serta
didukung oleh 5000 anggota masyarakat.
Untuk mencipta identitas baru dalam musik, pemerintah
Kabupaten Tubaba menginisiasi penciptaan instrumen musik Q-thik,
instrumen ini berdasarkan alat musik Cetik, nada satu oktaf dinaikan
menjadi dua oktaf. Pelatihan musik berdasarkan instrumen Q-thik
berjalan rutin di Sesat Agung, pendukung musik ini diprakirakan
berjumlah 70 orang.
Dari semua sumber yang digali, tidak ada yang dapat memastikan
sejak kapan gitar masuk ke Tulang Bawang. Walupun demikian,
masyarakat Tulang Bawang menganggap, bahwa gitar adalah sisa-sisa
persentuhan mereka dengan Portugis dan Belanda. Persentuhan

58
masyarakat Tulang Bawang dengan bangsa asing dimulai di Banten pada
masa pemerintahan Sultan Abdul Kadir (1605-1640).
Pada masa itu, Banten telah ada orang-orang Belanda, Portugis,
Spanyol, dan Inggris, yang datang karena tertarik rempah-rempah yang
melimpah di Nusantara. Portugislah yang pertama kali berhasil
membangun benteng dan jaringan perdagangan di wilayah ini, seperti di
Ternate, Tidore, Ambon, Seram, Flores dan Timor, muar di Selatan
Malaysia, Tugu di Jakarta, Makassar, dan Timor Timur.
Tidak hanya berdagang dan membangun benteng, Bangsa Portugis
juga membawa beberapa alat musik, seperti gitar, violins alto (viola
dalam bahasa Portugis; biola dalam bahasa Indonesia-Melayu) dan
perkusi. Disamping itu juga meniggalkan komunikasi keturunan Portugis
yang menetap di wilayah tertentu, seperti Tugu di Jakarta dan kampong
Serani di perkampungan nelayan di Malaka. Juga hanya bangsa
Portugislah di antara para kolonialis Eropa yang berani menikah dengan
wanita setempat, lalu menetap di sana. Keturunan Portugis ini biasa
memakai nama Portugis berikut segala kebiasaannya. Di Tulang Bawang
Barat, kegiatan musik ini dilaksanakan di Sesat Agung (Balai Budaya),
Tugu Rato Nago Besanding, Relief Marga Empat, Balai Desa.
Gambar 4.23
Pementasan Gitar Klasik Lampung oleh Cik Din

59
Gambar 4.23
Pementasan Musik Q-thik

Gambar 4.24
Workshop Musik Q-thik di Azerbaijan

60
Gambar 4.25
Pementasan Musik Baleganjur Komunitas Bali di Tulang Bawang Barat

Gambar 4.24

Gambar 4.26
Kelompok Seni Karawitan Jawa Pulung Kencana

61
Gambar 4.27
Pementasan Band lokal Tulang Bawang Barat

Gambar 4.28
Workshop musik di Sesat Agung Islamic Center Tulang Bawang Barat

62
d) Seni Rupa
Sejak program pelatihan Seni Rupa digelar dan diampu oleh
pelukisa Hanafi, hingga hari ini setidaknya telah melibatkan 70 orang
peserta didik. Pada acara selamatan Budaya Tubaba 2016 setidaknya
tercatat 9 perupa mengikuti pameran di Sesat Agung. Pada Festival
Tubaba 2017 tercatat 10 orang mengikuti pameran Seni Rupa. Sementara
pada tahun 2018 pameran Seni Rupa semakin berkembang dengan
adanya program Seni Rupa Anak, pada Festival Tubaba 2018 dipamerkan
100 karya Seni Rupa.

Gambar 4.29
Pameran Seni Rupa di Sesat Agung Islamic Center

63
Gambar 4.30
Workshop seni rupa anak di Sesat Agung Islamic Center

Gambar 4.31
Pameran seni rupa anak di Sesat Agung Islamic Center

64
Gambar 4.32
Workshop seni rupa anak di Hotel Berugo

e) Sastra
Geliat kesusastraan modern di Kabupaten Tulang Bawang Barat
yang merangkul anak-anak dan remaja menjadi pijakan utama gerakan
literasi di daerah tersebut. Hal ini dimulai dari terciptanya dialog dengan
para siswa dan pegiat literasi. Komunitas-komunitas literasi seperti
Perahu Litera, penerbit indie di Tubaba menjaring calon penulis yang akan
mendaftar. Buku “Tubaba: Kerja Sastra Dari Tubaba” dikenalkan kepada
para siswa dan calon peserta sehingga dialog literasi dapat sepenuhnya
terjalin dengan mengenalkan literasi dan mengenalkan Tulang Bawang
Barat dalam bentuk literasi. Tujuannya, agar lebih aktif membaca dan
mengetahui karya-karya penulis di dalam buku tersebut sebelum
mengikuti kelas sastra. Selain itu, juga diharapkan kegiatan tersebut
menjadi motivasi dan pemantik gairah literasi di Kabupaten Tulang
Bawang Barat.

65
Sembilan penulis dari berbagai daerah juga pernah datang ke
Kabupaten Tulang Bawang Barat. Hal tersebut menjadi interaksi antara
sastrawan, masyarakat, serta budaya di Tulang Bawang Barat. Para
penulis tersebut menelusuri kampung-kampung tua dan bertemu dengan
masyarakat serta tokoh-tokoh setempat. Dari program tersebut,
menghasilkan tiga esai, sebelas cerpen, lima belas puisi, dan satu naskah
teater. Buku tersebut adalah serangkaian pembacaan kritis sekaligus
upaya bermain-main atas sejarah dan sastra lisan Tulang Bawang Barat.
Sembilan penulis yang terlibat adalah Nukila Amal (dua esai perjalanan),
Iswadi Pratama (lima puisi dan satu naskah drama), AS Laksana (satu esai
dan satu cerpen), Yusi Avianto Pareanom (dua cerpen), Afrizal Malna
(satu cerpen dan lima puisi), Dea Anugrah (dua cerpen), Dewi Kharisma
Michellia (dua cerpen), Langgeng Prima Anggradinata (dua cerpen), dan
Esha Tegar Putra(satu cerpen dan lima puisi).
Pada bulan November 2018 diterbitkan buku hasil pelatihan
menulis yang diampu oleh Zen Hae dan Esha Tegar Putra, buku yang
memuat sekira 100 karya tersebt berjudul “Bayangan Menara di Tepian
Kolam” karya 16 siswa pelatihan kelas sastra Tubaba 2018.
Selain gerakan literasi melalui sastra, perkembangan lain juga
nampak dari lahirnya sekelompok pemerhati dan pegiat seni telah
bermaklumat mendirikan Republik Sastra Tubaba,yang dibidani oleh
Dewan Kesenian Tubaba. Dalam perjamuan seni yang digelar di Rumah
Dinas Wakil Bupati Tubaba pada 23 September 2018 tersebut, disahkan
komunitas sastra yang diharapkan menjadi pergerakan sastra yang
hegemonik di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sampai saat ini,
komunitas sastra lain yang aktif adalah Komunitas Raksa yang berlokasi di
Tulang Bawang Barat.

66
Gambar 4.33
Workshop penulisan sastra di Islamic Center Tulang Bawang Barat

Gambar 4.34

Antologi Kerja Sastra dari Tubaba

67
Gambar 4.35
Peluncuran dan diskusi Antologi Kerja Sastra dari Tubaba di Goethe Jakarta

4.8 Bahasa
Terdapat enam bahasa daerah di Tubaba yaitu Lampung, Jawa, Sunda,
Bali, Batak dan Bugis. Pengguna terbanyak adalah bahasa Jawa 75%,
Bahasa Lampung 15%, dan sisanya 10% pengguna bahasa Sunda, Bali,
Batak dan Bugis. Penggunaan bahasa Lampung semakin hari semakin
menyusut, ini ironis mengingat Tubaba berada di Provinsi Lampung.
Dalam pergaulan keseharian komunikasi Bahasa Lampung semakin
termarjinalkan, biasanya masyarakat Lampung dalam pergaulan sehari-
hari selain menggunakan bahasa Indonesia mereka menggunakan bahasa
Jawa.

68
Gambar 4.36
Aksara Lampung

4.9 Permainan Rakyat


Klirit merupakan salah satu permainan rakyat yang hadir pada sekitar
tahun 1920-an. Permainan ini dilakukan oleh etnis Lampung, Jawa dan Sunda.
Cara memainkan permainan ini adalah dengan disediakan dua bambu kira-kira
satu pendek dengan ukuran 30 cm dan satu panjang dengan ukuran 60 cm.
Permainan pertama siapkan lubang, bambu kecil disimpan atas lobang kemudian
dilontarkan sejauh mungkin, tim lawan berfungsi menangkap bambu kecil yang
dilontarkan, jika bambu itu tertangkap maka tim pelontar bambu dianggap kalah,
kalau tidak tertangkap bambu kecil dilemparkan ke bambu panjang yang
diletakan di lubang, kalau kena maka tim pelontar dianggap kalah, kalau tidak
permainan dilanjutkan pada fase berikutnya. Fase berikutnya bambu dilontar
jauh ke arah tim yang berjaga, jika bambu berhasil tertangkap tim pelontar
dianggap kalah, jika tidak tertangkap maka jarak lubang dan posisi bambu kecil
terjatuh dihitung seukuran panjang bambu yang panjang atau pendek. Fase
terakhir tim pelontar mengungkit bambu dan dipukul ke arah terjauh, berikutnya
aturannya sama.

69
4.10 Olahraga Tradisional
Dayung (Lumba Pegahouw) merupakan olahraga tradisional di wilayah
Lampung yang melibatkan seratus orang pemain. Kampung-kampung tua etnis
lampung biasanya mendiami sungai Way Kiri atau Way Kanan. Kampung Tua
Pagar Dewa terletak di sungai Way Kiri dan Way Kanan, lomba dayung biasanya
dilaksanakan saat menjelang acara hari raya kemerdekaan. Olahraga ini
menggunakan perahu, dayung dan kemudi. Cara melaksanakan olahraga ini
adalah ketika Start dimulai di dari hilir sungai, naik melawan arus, perahu harus
berukuran sama. Setiap peserta berkompetisi memperebutkan bendera yang di
simpan di hulu sungai, perahu kembali di bawa ke hilir.

4.11 Cagar Budaya


Terdapat sekitar 26 makam keramat yang ditemukan di sekitar
Tulang Bawang Barat. Sebagian diantaranya adalah makam ulama dari Banten
yang melakukan penyebaran agama Islam ke Lampung dan dimakamkan di
Tulang Bawang Barat. Sejumlah makam diketahui keterangannya. Sementara itu
sebagian yang lain belum diketahui hingga hari ini.

Tabel 4.2
Makan Keramat di Tulang Bawang Barat

No Lokasi
Nama CB Ditetapkan oleh Deskripsi Singkat
. Aktual

1. Makam Tuan Rio Pagardewa Nasional; Diyakini adalah Raja


Mangkubumi Provinsi; Tulang Bawang IX, dan
Kab/Kota; Belum beragama Hindu
ditetapkan

70
2. Makam Minak Pagardewa Nasional; Diyakini adalah Raja
Kemala Bumi / Provinsi; Tulang Bawang X,
Haji Pejurit Kab/Kota; Belum diyakini sebagai salah
Hidayatullah ditetapkan satu penyebar agama
Islam di Lampung

3. Makam Tuan Pagardewa Nasional; Berasal dari Banten.


Haji Muhamad Provinsi; Ulama
Sholeh / Ratu Kab/Kota; Belum
Bagus Buang ditetapkan

4. Makam Ratu Pagardewa Nasional; Puteri dari Tuan Haji


Bagus Kuning Provinsi; Muhammad Sholeh. Ahli
Kab/Kota; Belum pembuat badik tersohor
ditetapkan dari Pagardewa. Badik
buatan beliau disebut
badik ratu bagus

5. Makam Haji Pagardewa Nasional; Salah satu anak dari


Umar Kuasa Provinsi; Tuan Haji Muhammad
Kab/Kota; Belum Sholeh. Memimpin
ditetapkan perang Gayau (perang
Pagardewa melawan
orang Bajau) pada akhir
abad XVIII

6. Makam Tuan Pagardewa Nasional; Salah satu keturunan


Penambahan Provinsi; dari Tuan Haji Muhamad
Kab/Kota; Belum Sholeh. Membantu
ditetapkan peperarangan Radin

71
Inten melawan Belanda
(1825 – 1837)

7. Makam Haji Pagardewa Nasional; Salah satu keturunan


Sulaiman Provinsi; dari Tuan Haji Muhamad
Kab/Kota; Belum Sholeh. Membantu
ditetapkan peperarangan Radin
Inten melawan Belanda
(1825 – 1837)

8. Makam Pagardewa Nasional; Ulama yang berasal dari


Pangeran Sakti Provinsi; Banten
Kab/Kota; Belum
ditetapkan

9. Makam Tebing Di hilir sungai Nasional; Diperkirakan hidup di


Suluh / Makam Pagardewa Provinsi; abad 13 – 14. Beliau
Minak Rangga Kab/Kota; Belum merupakan salah satu
Sakti ditetapkan penjaga pintu gerbang
masuk Kerajaan Tulang
Bawang.

10. Makam Minak Danau Nasional; Diperkirakan hidup di


Makdum Sakti Lambo- Provinsi; abad 15.
Pagardewa Kab/Kota; Belum
ditetapkan

11. Makam Tebing Di seberang Nasional; Diperkirakan hidup di


Suluh Lambo / makam Minak Provinsi; abad 15. Diyakini sebagai
Makam Minak Makdum- Kab/Kota; Belum salah satu Waliyullah
Raja Melako Pagardewa ditetapkan

72
12. Makam Lebung Pagardewa Nasional; Diperkirakan hidup di
Pukem / Makam Provinsi; kisaran abad 16.
Minak Kab/Kota; Belum Keturunan Minak Kemala
Tumenggung ditetapkan Bumi.Menurunkan Suku
Sakti Bujung dan Suku
Berirung di Pagardewa
dan Penumangan.

13. Benteng Lebung Panaragan Nasional;


Provinsi;
Kab/Kota; Belum
ditetapkan

14. Benteng Gemol Panaragan Nasional;


Provinsi;
Kab/Kota; Belum
ditetapkan

15. Makam Tuan Rio Di Gunung Nasional; Berada di atas tanah


Sanak Bejawai, Suku Provinsi; pribadi
tiga - Kab/Kota; Belum
Panaragan ditetapkan

16. Makam Tuan Di Umbul Nasional;


Minak Indah Gemol - Provinsi;
Sakti Waliyullah Panaragan Kab/Kota; Belum
ditetapkan

17. Makam Tuan Belum Nasional;


Minak Raja Ratu diketahui. Provinsi;
Diperkirakan Kab/Kota; Belum

73
di sekitar ditetapkan
Panaragan

18. Makam Pejurit Belum Nasional;


Putting Gelang diketahui. Di Provinsi;
Puting Gelang Kab/Kota; Belum
(Gunung ditetapkan
Katun)

19. Makam Haji Di samping Nasional;


Bawas Masjid Provinsi;
Panaragan Kab/Kota; Belum
ditetapkan

20. Makam Alam Diyakini di Nasional; Hulubalang dari


Dawer sekitar Provinsi; Minangkabau. Makam
Panaragan Kab/Kota; Belum belum ditemukan
ditetapkan

21. Makam Haji Idil Panaragan Nasional; Diyakini sebagai


Muhammad Provinsi; penyebar agama Islam
Kab/Kota; Belum yang berasal dari Banten
ditetapkan

22. Makam Tubagus Panaragan Nasional; Berasal dari Banten


Sulaiman Provinsi;
Mahkota Alam Kab/Kota; Belum
ditetapkan

23. Makam Haji Di Depan Nasional; Berasal dari Jawa


Darman Masjid Provinsi;

74
Panaragan Kab/Kota; Belum
ditetapkan

24. Makam Minak Di tepi sungai Nasional;


Kerenau Way Kiri – Provinsi;
Bandar Dewa Kab/Kota; Belum
ditetapkan

25, Makam Minak Pagardewa Nasional; Keturunan Tuan Rio


Sang Menteri Provinsi; Mangkubumi. Diyakini
Kab/Kota; Belum sebagai leluhur orang
ditetapkan Bandar Dewa.

26. Makam Lebai Pagardewa Nasional; Seorang ulama yang


Mujud Provinsi; berasal dari Banten.
Kab/Kota; Belum
ditetapkan

27. Makam Tubagus Di Kali Nasional; Diyakini sebagai


Muhammad Ali Balangan - Provinsi; Waliyullah yang berasal
Bin Haji Usman Penumangan Kab/Kota; Belum dari Banten.
ditetapkan

28. Benteng Aceh Gunung Nasional; Benteng terbuat dari


Harta-Suku V Provinsi; tanah. Diyakini benteng
Pagardewa Kab/Kota; Belum ini dibuat karena
ditetapkan hubungan perdagangan
dengan Aceh di jaman
Sultan Iskandar Muda

75
Tabel 4.37
Pemugaran Makan Keramat Minak Makdum di Pagardewa

Tabel 4.38

Makam Tuanku Rio Mangkubumi

abel 4.33
Pemugaran Makan Keramat Minak Makdum di Pagardewa

76
Tabel 4.39
Makam Minak Kemala Bumi

77
BAB V
DATA SUMBER DAYA MANUSIA KEBUDAYAAN
DAN LEMBAGA KEBUDAYAAN

5.1 Manuskrip
Pakar pembaca manuskrip bisa dibilang belum ada di Tubaba, manuskrip yang
selama ini ada biasanya hanya disimpan tanpa penelitian lebih lanjut. Sampai
hari ini kajian manuskrip belum pernah dilakukan oleh pakar yang berasal dari
Tubaba sendiri. Bapak Marwan Arifin dari Kampung Penumangan menyimpan
Kitab Toho (Buku Tua) berisikan aksara arab dan Lampung di atas 28 lembar
kayu. Sedangkan Bapak Muhammad Ali (Gelar Sutan Bandar Marga) dari
kampung Gedung Ratu menyimpan dan merawat manuskrip, tulisan beraksara
Arab-Lampung di atas media tanduk kerbau.

5.2 Tradisi Lisan


Tradisi lisan berbentuk pantun berisi petuah-petuah tentang hidup yang di
dalamnya banyak berdasarkan perspektif etis Islam, secara populer disebut
Warahan. Kemudian jenis lain adalah Bebandung dan Ngedio. Kesenian ini
banyak dibawakan dalam acara-acara adat, seperti pernikahan atau sunatan.
Belakangan dibawakan juga dalam acara kesenian reguler yang digelar Pemda
atau acara komunitas kesenian, Tradisi lisan dibawakan di antara pembacaan
puisi dan cerpen.
Kemampuan dalam tradisi lisan biasanya diturunkan secara turun
temurun, tapi belakangan mengalami kendala sangat serius dalam soal
regenerasi, usia pelaku yang secara umum sudah lanjut, harus segera dicarikan
strategi agar tradisi lisan terus berjalan dan jika mungkin terdapat transformasi
sehingga bisa terus dinikamti masyarakat. Keberadaan pelaku tradisi lisan
tersebar di hampir setiap kampung tua (Tiyuh Toho). Mereka adalah Hermani Sp

78
( 70 tahun) di Tiyuh Pagardewa, Nurdin Saharjo (Gelar Minak Raja Pikiran) di
Tiyuh Karta, Leo Mahendra dan Fatmin di Tiyuh Penumangan, Nila Wati di Tiyuh
Gunung Katun Malay.

5.3 Adat Istiadat


Adat istiadat dalam bentuk pernikahan selain menjadi tanggung jawab
mempelai pria dan wanita, tapi juga merupakan tanggung jawab Federasi Adat
Marga Empat. Dalam adat istiadat perkawinan suku Pepadun, terdapat beberapa
prosesi yang harus dijalankan salah satunya adalah pengambilan gelar adat, gelar
adat tersebut berkat dari persetujuan dari tokoh-tokoh adat yang terhimpun
dalam Federasi Marga Empat. Beberapa di antaranya adalah : Herman Artha, di
Tiyuh Paranaragan, Hermani Sp di Tiyuh Pagardewa, Merwan Arifin di Tiyuh
Penumangan. Karena adat prosesi adat istiadat berpusat pada federasi tersebut
maka nama-nama tersebut yang cukup memiliki otoritas, meskipun otoritas
tersebut dijalankan dengan cara-cara yang demokratis yakni lewat pepung adat
(rapat adat).
Nyambut Sanak Bakubang ( Menyambut anak pertama) dijalankan oleh
mayoritas masyarakat adat pepadun di Tiyuh-tiyuh Toho (Kampung Tua), seperti
di Pagardewa, Penumangan, Panaragan, Karta, Menggala Mas, Gunung Katun
dan Gunung Terang. Saat seorang istri sudah mulai ngidam, kerabat membuat air
jeruk dan diminumkan pada perempuan hamil yang juga biasanya dipakaikan
kerudung hitam. Kemudian saat usia kehamilan menua ibu-ibu tetangga
membuat kue sagon yang biasanya dibagikan ke semua warga kampung, secara
intuitif, sagon yang berbentuk bulat biasanya kelak perempuan hamil akan
melahirkan anak perempuan, sementara jika lonjong kelak akan lahir laki-laki.
Menyambut sanak bakubang adalah ekpresi kegembiraan yang luar biasa
terhadap kelahiran anak pertama.
Upacara Basunat (sunatan) berjalan meriah dalam tradisi suku Lampung,
seorang anak yang mau disunat biasanya bukan hanya kebangaan ayah

79
kandungnya, tapi bisa juga paman atau pakde. Seorang anak yang disunat diarak
keliling kampung (Ngarak Kabayan Lunik) dengan cara ditandu dengan pakaian
adat dan ditemani oleh seluruh anggota keluarga. Ibu-ibu yang mengiringi
pengantin sunat biasanya meramaikan dengan menabuh rebana.
Kampung Tua Pagar Dewa dikelilingi rawa-rawa, jika pada musim panas
rawa-rawa itu surut tetapi pada musim hujan air menggenangi seluruh rawa,
ikan-ikan hidup dengan subur. Pada akhir musim hujan biasanya masyarakat
Pagar Dewa menjalankan tradisi lelang ikan, sebuah tradisi yang turun temurun
dijalankan. Tradisi Lelang Ikan biasanya dipimpin kepala adat dan dibantu oleh
Kepala Tiyuh (Kepala Desa).
Pepung Adat Menyambut Tamu menjadi bagian penting adat istiadat
masyarakat adat Tubaba, pada bulan Oktober 2016 mereka menyambut Mentri
Agama Republik Indonesia dalam peresmian Islamic Center Tubaba,
penyambutan secara struktur dimulai dengan arak-arakan, membawa
seperangkat piranti adat seperti kain putih ( warna tertinggi dalam masyarakat
pepadun) menampilan pencak silat dan tarian sigeh pengunten. Adat istiadat
yang sama dilakukan saat menyambut kedatangan masyarakat Kanekes (Baduy
Luar) pada bulan Agustus silam, masyarakt Kanekes diminta Pemda Tubaba
untuk membangun rumah adat kanekes di sebuah ruang bernama Ulluan Nughik
(Kehidupan di hulu), Tubaba meminjam filosofi orang Kanekes tentang
kesederhanaan hidup dan kelestarian alam, Pepung Adat dilanjutkan dengan
upacara pembuatan rumah. Dalam adat istiadat ini Federasi Marga Empat
Tubaba yang dipimpin Herman Artha ( Gelar Sutan Kuasa Marga) tidak hanya
melibatkan masyarakat adat Lampung, tapi semua masyarakat yang ada di
Tubaba, seperti suku Jawa, Bali, Sunda, Batak dan Bugis. Menunjukan bahwa
adat istiadat bersifat terbuka.
Keterbukaan juga dapat dilihat dalam kebiasaan yang dijalankan
masyarakat Tiyuh Tirta Makmur saat ronda selama bulan Ramadhan. Di Tiyuh
Tirta Makmur yang didiami oleh tiga suku Jawa, Lampung dan Bali. Dengan tiga

80
agama Islam, Protestan dan Hindu. Pada bulan Ramdhan biasanya warga yang
beragama Protestan dan Hindu menjaga rumah-rumah warga Muslim saat
mereka beribadah solat taraweh. Ini adalah kebiasaan yang organik dalam
menumbuhkan sikap toleran, pada acara agama Hindu seperti galungan dan
Kuninngan warga beragama Protestan dan Muslim biasanya berkunjung,
sebaliknya juga saat hari raya lebaran.

5.4 Ritus
Sungguh pun ritus banyak ditinggalkan tapi masih berada dalam sebagian
alam bawah sadar pelakunya, dan secara personal beberapa orang masih
melakukannya. Sebagian besar ritus sudah melakukan penyesuaian dengan
kaidah-kaidah agama Islam. Pada bulan Agustus lalu dalam upacara pembuatan
rumah (Nuow Balak), terdapat ritus yang menyarankan kepala kerbau untuk
ditanam di dekat rumah yang akan didirikan, namun karena hal tersebut bisa
menghasilkan tafisr yang kurang baik terutama terhadap pemuka agama Islam
kerbau yang harusnya disembelih dan kepalanya ditanam diganti dengan
penyerahan kerbau tersebut kepada pimpinan Ulama setempat.
Sementara Tamhir Saba ( Gelar Tuan Raja Pengadil) menyampaikan
bahwa saat dia akan menangkap ikan di Sungai Way Kanan dan Way Kiri dia
melakukan penyukuhan, berdoa kepada Tuhan sambil dielngkapi beberapa
sesajen seperti telor, menyan, nasi, ketan hitam, kult kerbau hitam, belulang,
garam, cabai dan beras kunyit. Ritus ini dijalankan secara turun temurun karena
Tamhir percaya bahwa ikan itu adalah mahluk yang mulia dan setiap lingkungan
di mana ikan berada ada yang menguasainya. Ritus saat pembukaan lahan pun
hampir sama, dengan persyaratan sesaji serupa. Selain Tamhir warga Panaragan,
Arham warga Menggal Mas masih mengenang ritus tersebut meskipun sudah
lama tidak menjalankan. Ritus-ritus di masyarakat Tubaba pada umumnya masih
bisa dilakukan dengan koordinator Federasi Marga Empat Tulang Bawang Barat.

81
Kehamilan memiliki nilai penting dalam masyarakat pepadun. Perempuan
hamil dilangel dengan bunga (dimandikan), biasanya 7 macam bunga. Prosesi ini
setidaknya berlangsung selama tiga kali, yakni pada usia 3 bulan, 7 bulan dan 9
bulan. Ritus ini masih banyak dilakukan di Pagardewa, Penumangan, Panaragan
dan Karta. Tokoh-tokoh yang biasanya menjalankan ritus ini adalah
MbahSupinah (60 tahun), Mbah Cantingah (70 tahun) dari Tiyuh Penumangan
Baru Ibu Serinah dan Agusti dari Tiyuh Penumangan Lama. Tokoh-tokoh tersebut
yang di kalangan masyarakat dikenal juga sebagai Dukun Ngelahir ( dukun
beranak) masih dipercaya oleh masyarakat, bahkan untuk kelahiran sebagian
masyarakt masih percaya pada jasa mereka, selain sebagian masyarakat lain
menggunakan jasa medis modern (Bidan).

5.5 Pengetahuan Tradisional


Sumber daya manusia sebagai pendukung kebudayaan yang
menggunakan pengetahuan tradisional, dalam pengertian mendapatkan
pengetahuan itu secara otodidak dan turun temurun. Bapak Tusis di Tiyuh Tirta
Makmur berbudidaya madu lanceng, istilah setempat menyebutnya Liqam,
setiap bulan mendapatkan puluhan liter madu dari lebah lanceng tersebut.
Lebah lanceng berumah dalam bilah-bilah kayu. Madu Liqam berkhasiat untuk
penyembuhan sakit pinggang, pegal linu, lemah syahwat dan badan panas.
Sedangkan Ibu Prasiska Endang Basuki sejak tahun 1990 membuat keripik
pisang dengan merek Dwi Putra, produksi kripik pisang Dwi Putra didistribusikan
ke beberapa kota di Provinsi Lampung, salah satunya Ibukota Bandarlampung.
Sedangkan pengobatan tradisional pada umumnya bisa kita jumpai di
Tiyuh-tiyuh Toho seperti di Pagardewa, Penumangan, Karta dan Gunung Terang.
Pengobatan tradisional mulai dari tenaga persalinan hingga penyembuhan
penyakit ringan seperti batuk dan demam. Pengobatan biasanya menggunakan
ramuan-ramuan tertentu yang bisa didapatkan dari sekitaran Tubaba.

82
5.6 Teknologi Tradisional
Teknologi tradisional biasanya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan
sehari-hari masyarakat seperti penumbuk padi, pembuatan perkakas seperti
pisau, golok, cangkul, arit; pembuatan senjata seperti badik, payan (tombak) dan
serepang (trisula); alat pemancing ikan cabuh, bubu kirang; anyaman tikar; kain
tradisional seperti tapis dan batik, pengrajin kerajinan bambu dan kayu dan
manik-manik.
Sumber Daya Manusia yang terkait dengan bidang ini tersebar di
sejumlah tiyuh, Bapak Selamun, Sederes dan Matnuri membuat Bubu dan Cabu
di Tiyuh Penumangan Lama, Ratu Bagus Ruslan membuat perkakas dan senjata
tradisional di Tiyuh Penumangan Baru, Ibu Hayuna membuat kerajinan Tapis
Lampung di Tiyuh Penumangan Baru, Bapak Supri membuat Batik motif Naga di
Tiyuh Margo Kencono, Ibu Sahima membuat anyaman tikar di Tiyuh Gunung
Katun, Rojipah Sahperi juga membuat anyaman tikar di Tiyuh Penumangan Lama,
Maryanto pengrajin bungkul kayu dan hiasan bambu di Tiyuh Panaragan,
Wasgiran pengrajin kayu di Margo Kencono, Anita Sari pembuat tas di Tiyuh
Penumangan Lama dan Ismail pengrajit tas rajutan di Tiyuh Tirta Makmur.

5.7 Seni
Kesenian di Tubaba secara garis besar dibedakan sebagai seni tardisional
dan seni modern. Para pelaku kesenian tradisional adalah masyarakat adat, baik
suku Lampung maupun suku-suku lain yang awalnya datang melalui program
transmigrasi. Gitar klasik Lampung adalah salah satu cabang kesenian yang paling
banyak pendukungnya di antara kesenian-kesenian lain dari masyarakat suku
Lampung, beberapa kelompok itu di antaranya: Buay Bulan Merintah (Tiyuh
Karta), Putri Bulan ( Tiyuh Gunung Katun), Muara Mas ( Tiyuh Menggala Mas),
Forum Muli Mekhanai Panaragan (Tiyuh Panaragan), Cucung (Tiyuh Panaragan)
Rosemary ( Tiyuh Penumangan) Gitar Klasik Pagar Dewa (Tiyuh Pagardewa), Gitar
Klasik Gung Terang (Tiyuh Gunung Terang), Suko Atei (Tiyuh Karta), Bulan Jaya

83
(Karta), Putri Bulan ( Tiyuh Karta) dan Gitar Klasik dari Tiyuh Gunung Agung.
Regenerasi dalam kesenian gitar klasik relatif berjalan baik, dari belasan grup
tersebut yang menjadi anggota grup dimulai usia 7 tahun hingga usia 60 tahun.
Kesenian lain yang juga digeluti oleh masyarakat adat Lampung adalah
Kulintang Tala Balak, Kulintang biasanya dibawakan dalam upacara-upacara adat
sebagai musik pembuka, sebagai penyambutan tamu, sebagai pengiring tari dan
untuk menghibur, juga sering digelar dalam acara-acara pemerintahan. Pelaku
yang sekarang paling aktif adalah kelompok Buai Bulan Udik yang berdiri di Tiyuh
Karta sejak tahun 1995, anggotanya adalah Syukurlah, Arifin, Zainal, Sofyan,
Nanda dan Diyo. Kelompok ini memiliki regenerasi yang berjalan cukup baik.
Anggota tertua berusia 60 tahun dan yang paling muda berusia 15 tahun.
Pelaku tari tradisional Lampung seperti Tari Sigeh Pengunten dan Tari
Bedana tidak hanya dari suku Lampung, siswa-siswi sekolah biasanya diajarkan
tari tradisional Lampung dalam kegiatan ekstrakurikuler. Sanggar-sanggar lebih
serius melatih dan mementaskan tari tradisional, beberapa di antaranya Sanggar
Lebu Kaca Indah di Tiyuh Panaragan dan Sanggar Pakem di Tulung Sawo. Sanggar
Pakem pimpinan Khoirul Hartoko memiliki kegiatan latihan yang cukup sistematis
sehingga sekira 50 an anggotanya secara organik membangun suasana sanggar
yang kondusif.
Sanggar yang juga bergerak dalam seni tari adalah Sanggar Gangga di
Tiyuh Tirta Asri, Sanggar ini fokus pada pelatihan tari Bali yang diikuti oelh sekira
40an yang rata-rata masih anak-anak. Komunitas Bali seiring dengan
kepentingan keagamaan melatih anggota untuk latihan tari dan musik, tapi
belakangan Baleganjur banyak dipentaskan dalam acara-acara di luar
keagamaan, pimpinannya I Made Widiarto melatih sekira 60 anak dari usia
sekolah dasar hingga dewasa.
Kesenian-kesenian tradisonal lintas etnis memang berkembang di
Tubaba, Mang Yayat di Tiyuh Makarti melatih masyarakat Sunda latihan tari-tari
Sunda, terutama tari Jaipong dan Bela Diri Sunda.

84
Kesenian yang berasal dari suku Jawa merupakan kesenian paling
produktif, ini tidak mengherankan karena kesenian Jawa paling banyak
pendukungnya, yang paling banyak pendukungnya adalah kesenian Kuda
Lumping yang tercatat 35 grup. Beberapa di antaranya adalah Sanggar
Turonggo Joyo di Tiyuh Mulya Kencana pimpinan Jaiman, Sanggar Tresno Budoyo
pimpinan Suhadi, Sanggar Wahyu Turonggo Jati pimpinan I Gede Edi Suhodo,
Sanggar Putro Krido Budoyo pimpinan Hebwi Efendi di Tiyuh Tirta Makmur,
Sanggar Turonggo Mudo pimpinan Sugiman di Tiyuh Panaragan, Sanggar
Turonggo Sari Budoyo pimpinan Misto di Tiyuh Tunas Asri, Sanggar Sido Rukun
Bima Sakti pimpinan Jari di Tiyuh Way Sido, Sanggar Turonggo Mudo Bhakti
Budoyo pimpinan Jumirin di Tiyuh Pulung Kencana, Putra Karya Budaya pimpinan
Randi di Tiyuh Pulung Kencana, Taruna Mekar Jaya pimpinan Ngatimun di Tiyuh
Mulya Jaya, Gaya Baru Jati pimpinan Wahyudi di Tiyuh Makarti. Secara
keseluruhan pendukung kesenian Kuda Lumping diprakirakan hampir 1000 orang
dengan regenerasi yang terus berlanjut.
Kesenian lain yang memiliki pendukung yang kuat adalah Kehidupan
Reog, seperti halnya Kuda Lumping kesenian ini mulai tumbuh seiring program
transmigrasi gelombang pertama pada tahun 1973, kelompok yang sampai
sekarang masih eksis adalah Reog Aji Budoyo didirikan pada tahun 1975 di Tiyuh
Pulung Kencana, pada tahun yang hampir sama juga didirikan kelompok Mudo
Budoyo di Tiyuh Panaragan.
Sejak awal kesenian reog bisa hidup karena patungan para anggotanya,
Sutarman (37) pimpinan Reog Aji Budoyo memaparkan pengalamannya anggota
sanggar secara gotong royong menanam singkong dan menjual hasilnya untuk
membeli peralatan reog dari Jawa. Pernah pula menjual sapi. Dibenarkan pula
oleh Mbah Wiyono (61), trasmigran asal Ponorogo menjelaskan sejak dia tinggal
di Panaragan pada tahun 1979 kesenian reog sudah eksis dengan para pegiatnya
yang justru dari kalangan bawah, dia menyebutnya “orang-orang tak mampu”
yang mencintai kebudayaan leluhur.

85
Kelompok Reog di Tubaba kini dipimpin generasi kedua, sejak 36 tahun
silam dimulai regenerasi Reog berjalan tanpa kendala berarti. Pada kelompok Aji
Budoyo anggota termuda berusia 14 tahun, sedangkan di kelompok Mudo
Budoyo anggota termuda berusia 10 tahun. Kehidupan reog hingga kini patuh
pada konvensi yang ada, nyaris tak ada upaya pengembangan, meskipun
menurut Mbah Wiyono kemungkinan eksplorasi seni ini bisa saja terjadi,
termasuk jika mungkin melakukan kerja kolaborasi dengan kesenian lain. Hingga
hari seni reog hanya berfungsi sebagai hiburan selain pementasan yang memiliki
alasan demi melestarikan tradisi leluhur.
Meskipun tidak memiliki regenerasi yang cukup terjaga seperti halnya
Kuda Lumping dan Reog, kesenian Karawitan tetap bertahan di Tubaba.
Kelompok Karawitan ini bernama Ngudilaras, Pendiri Sanggar ini, Katiran (70)
datang dari lingkaran pusat kebudayaan Jawa, Yogyakarta. Berasal dari keluarga
seniman, sejak kecil bercita-cita jadi dalang terkenal, namun kemudian lebih
eksis sebagai seniman ketoprak dan pemain karawitan. Pada awal 1980
mendirikan Sanggar Seribu Daya, Tulang Bawang Tengah. Hingga pada awal
tahun 2000-an tanggapan terhadap kesenian ini kian menyusut, sehingga Katiran
menjual perangkat pementasan, terutama layar adegan, sebuah tindakan yang
kemudian ia sesali hingg hari ini. Pada tahun 2014 kembali memantikan
semangat berkesenian dengan membentuk sanggar karawitan “Ngudilaras”,
sungguh pun kelompok ini kesulitan membuat regenerasi, 12 anggotanya rata-
rata berusia 50-60 tahun. Rutin berlatih setiap kamis malam. Terakhir Katiran
berkolaborasi dengen seniman Hongaria Peter Szylagi dalam Festival Tubaba
yang digelar oleh Pemda Tubaba.
Program pelatihan kesenian yang digelar oleh Pemda Tubaba sejak 2016
telah menumbuhkan geliat kesenian dari kalangan anak-anak hingga dewasa.
Beberapa program pelatihan kesenian yang ikut menumbuhkan sumber daya
manusi di bidangnya masing-amasing adalah: Teater, Tari Nenemo, Seni Rupa,
Sastra dan Musik. Sejak tiga tahun terakhir seni teater telah melibatkan

86
setidaknya 300 peserta yang tersebar dari tiga kecamatan di Tulang Bawang
Tengah, Tulang Bawang Udik dan Tumijajar. Kelompok-kelompok Teater yang
aktif adalah Teater Tubaba yang berpusat di Islamic Center Tubaba, Teater
Pulung Kencana di SMKN 1 Tulang Bawang Tengah, Teater Cermin di SMAN 1
Tumijajar, Teater Peru (SMAN 3 Tulang Bawang Tengah) Teater Klatak di Tiyuh
Tirta Kencana dan Sanggar Pakem di Tulung Sawo. Sumber Daya Manusia seni
teater mayoritas adalah siswa-siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah
atas (SMA). Beberapa guru yang paling aktif menggerakan seni Teater adalah
Habib Titus di SMKN 1 Tulang Bawang Tengah dan Joni Marwan di SMAN 1
Tulang Bawang Tengah dan Ustadz Ismail yang menggerakan teater di kalangan
pesantren.
Tari Nenemo mereupakan tarian baru yang dikoreografi Hartati, sekarang
tarian ini menjadi identitas Tubaba. Para pendukung tari Nenemo dimulai dari
siswa SMP hingga dewasa, pendukung tarin ini berjumlah 100 orag lebih, dilihat
dari kepesertaan Festival Nenemo yang diikuti oleh 9 grup dari seluruh Tubaba.
Selain secara intensif berlatih di Islamic Center Tubaba, kelompok Sanggar Pakem
di Tulung Sawo adalah yang paing aktif membuat pelatihan dan regenerasi tari
Nenemo. Dari kelompok Sanggar Pakem inilah pelatih-pelatih Tari Nenemo
tersebar ke sekolah-sekolah.
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang Seni Rupa semakin
menunjukan peningkatan yang signifikan. Sejak tiga tahun terakhir warga yang
terlibat atif dalam program Seni Rupa berjumlah 40 orang, mereka tersebar di
seluruh wilayah Tubaba. Peserta yang aktif mulai usia sekolah dasar hingga
Swasta dan Pegawai Negri Sipil (PNS). Beberapa yang menonjol adalah Putri
Janati dari Tiyuh Mulya Jaya dan Mustofa dari Tiyuh Pulung Kencana yang
mengkoordinir siswa-siswi di Tubaba untuk membuat sketsa ikon-ikon
kebudayaan di Tubaba, sudah ratusan sketsa yang dihasilkan kelompok ini.
Sedangkan Yusuf Bachtiar pelukis difabel yang juga merupakan guru dari Sekolah

87
Luar Biasa (SLB) sekarang aktif membuat lukisan tiga dimensi di ruang-ruang
publik di Tubaba.
Sumber daya manusia dalam seni sastra pada umumnya berasal dari
kalangan pelajar dan mahasiswa. Beberapa yang sangat aktif adalah Sejuk
Priyanto dari Tiyuh Tunas Asri, Kholqy dari Tiyuh Daya Murni, Marcelia Saranditio
dari SMAN 2 Tumijajar, Slamet, Sekar Harma Delima dan Ayu Arisca Milinia dari
SMKN 1 Tulang Bawang Tengah. Sulistiyohadi Seorang Pegawai Negeri Sipil dari
kalangan Dinas Kominfo terlibat dalam gerakan literasi, dia telah beberapa kali
menerbitkan buku sastra yang ditulis oleh kalangan pelajar di Tubaba. Seperti
pada umumnya pelatihan kesenian di Tubaba, program pelatihan Sastra di
Tubaba juga bertujuan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Sumber daya manusia dalam bidang musik tersebar di banyak tiyuh,
dalam satu Forum Grup Discussion (FGD) peminat musik di Tubaba sangat
beragam dari mulai dangdut, musik tradisional hingga underground. Yusi Yusuf
dari Tiyuh Mulya Kencana adalah bersama kelompoknya Forum Apresiasi Seni
menghimpun biduan dangdut. Sedangkan Berdi dari Tiyuh Margo Kencono
adalah vokalis sekaligus pimpinan grup Black Metal Wabah (Way Abung Bawah
Tanah), Ipung Rusyi manager dari grup musik DE PARPUL (Depan Pasar Pulung),
sebuah grup musik yang mengoordinir kalangan anak-anak muda di sekitaran
Pasar Pulung Kencana, Adi Kribo dari Dayamurni pimpinan grup reggae
IJOTAPARA yang banyak membawakan lagu-lagu sosial, selain ada Pian Herdiana
pimpinan grup Marhean Band di Panaragan, membawakan lagu-lagu tempo dulu.
Pelatihan musik yang digelar Pemda sepanjang tahun telah melibatkan puluhan
pelajar di Tubaba, produk terakhir mereka adalah membawakan komposisi lagu
yang merupakan hasil akulturasi musik modern dan tradisional dan juga paduan
suara yang bernama Gema Suara Tubaba.

88
5.8 Bahasa
Terdapat enam bahasa daerah di Tubaba yaitu Lampung, Jawa, Sunda, Bali, Batak
dan Bugis. Pengguna terbanyak adalah bahasa Jawa 75%, Bahasa Lampung 15%,
dan sisanya 10% pengguna bahasa Sunda, Bali, Batak dan Bugis. Penggunaan
bahasa Lampung semakin hari semakin menyusut, ini ironis mengingat Tubaba
berada di Provinsi Lampung. Dalam pergaulan keseharian komunikasi Bahasa
Lampung semakin termarjinalkan, biasanya masyarakat Lampung dalam
pergaulan sehari-hari selain menggunakan bahasa Indonesia mereka
menggunakan bahasa Jawa. Kondisi ini lebih parah jika semakin sedikitnya
masyarakat Lampung yang bisa membaca aksara Lampung, jumlahnya tidak lebih
dari 5%. Sejumlah ahli aksara Lampung adalah Hermani SP ( Gelar Minak
Bangsawan Diraja) di Tiyuh Pagardewa, Nurdin Sahrajo ( Gelar Minak Gayo
Pikiran) di Tiyuh Karta yang juga merupakan tokoh adat dalam Federasi Marga
Empat Tubaba. Tokoh muda yang mampu membaca dan menulis aksara
Lampung adalah Joni Merwan di Tiyuh Penumangan Baru.

5.9 Permainan Rakyat


Permainan Rakyat sudah sangat jarang dilakukan, tapi tokoh-tokoh adat masih
mengingat pengalaman mereka, termasuk aturan main dari permainan-
permainan itu. Ada sejumlah permainan yang masih mungkin dipertandingkan
yakni Gatrik, Klirit, Bentengan, Gunduk Kelapa, Kelereng, Egrang, Nyumput
Sarung, Ngakuk Wai, Jeduman dan Lompat Tali. Sumber Daya yang terkait
dengan OPK ini adalah bapak Arham dari Tiyuh Mengga Mas ( 70 tahun) dan
Abdurahman juga dari Tiyuh Menggala Mas ( 67 Tahun).

5.10 Olahraga Tradisional


Olahraga tradisional yang masih hidup adalah stukal (Pencak silat tradisional) dan
Balap Dayung. Stukal sekarang lebih banyak menyesuaikan standar silatnya
dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia, salh satu yang masih mempertahankan

89
silat tradisional ini adalah perguran Garuda Putih, pimpinan Arifin, di Tiyuh
Panaragan. Sedangkan Balap Dayung masih aktif dengan banyak pendukung di
Pagar Dewa, Karta dan Penumangan. Tokoh-tokoh yang aktif dalam olahraga
tradisional ini adalah Herman (Tiyuh Pagardewa), Saleh Makmur, Supren, dan
Agusti ( Tiyuh Penumangan Lama), Wardi dan Syaban ( Tiyuh Karta).
Sayangnya olahraga tradisional ini belum memiliki kompetisi yang
konsisten sehingga bisa menciptakan ekosistem yang lebih lengkap, olahraga
tradisional hanya dipertandingkan saat acara menyambut hari kemerdekaan
Republik Indonesia.

5.11 Cagar Budaya


Cagar Budaya di Kabupaten Tubaba ditetapkan melalui PERBUP no 38 tahun
2016 tentang penetapan kawasan wisata di Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Meskipun demikian belum ada peraturan pemerintah yang secara sepsifik
menetapkan seorang ahli atau juru kunci yang menjadi penanggung jawab satu
kawasan cagar budaya. Oleh sebab itulah kawasan cagar budaya sekarang
menjadi tanggung jawab kepala-kepala tiyuh dan masyarakat di sekitarnya.
Beberapa cagar budaya tersebut adalah Makam Minak Indah/ Tuan Rio Sanak di
Panaragan, Makam Kramat Minak di Tiyuh Karta, Makam Tuan Rio Mangkubumi
di Tiyuh Pagardewa, Makam Tuan Rio Cikai Tiyuh Pagar Dewa, Makam Prajurit
Hidayatullah di Tiyuh Pagardewa, Makam Ratu Bagus Koneng di Tiyuh
Pagardewa, Makam Minak Pati Prajurit di Tiyuh Pagardewa, Tangga Raja di Tiyuh
Pagardewa, Kampung Tradisional Pagardewa. Belum ada SDM yang terlatih
khusus menjadi pengelola situs-situs tersebut. Sedangkan SDM yang mengelola
Islamic Center Tubaba terbagi menjadi beberapa penugasan, pekerjaan yang
bersifat keagamaan di Masjid Baitussobur, dan pelatih kegiatan kesenian di Sesat
Agung (Balai Budaya). Belum ada program yang sistematis untuk pengembangan
sumber daya manusia dimaksud.

90
BAB VI
DATA SARANA DAN PRASARANA KEBUDAYAAN

6.1 Manuskrip
Sarana dan prasarana untuk perawatan manuskrip di Kabuapten Tubaba sampai
hari ini belum tersedia. Selama ini manuskrip disimpan di rumah-rumah masyarakat,
kondisinya rawan hilang atau rusak karena pada umumnya pemilik manuskrip tidak
memiliki pengetahuan yang cukup untuk merawat manuskrip.

6.2 Tradisi Lisan


Sarana dan prasarana yang menunjang tradisi lisan masih sangat terbatas di
Kabuapten Tubaba. Sesat Agung (Balai Budaya), Tugu Rato Nago Besanding dan Gedung
Pramuka adalah sarana tempat tradisi lisan dipentaskan. Selain itu Sesat Sagung di tiyuh-
tiyuh toho (Kampung-kampung tua). Rumah-rumah penduduk terutama dalam acara
seperti perkawinan dan sunatan biasa juga dijadikan tepat dalam membawakan tradisi
lisan. Radio Maskara FM secara tentatif menyiarkan pembacaan tradisi lisan.

6.3 Adat Istiadat


Sarana aplikatif adat istiadat di lapangan banyak difasilitasi oleh Masyarakat
pendukungnya, baik dari suku Lampung, suku Jawa, Bali dan masyarakat adat lainnya.
Sarana yang dipergunakan antara lain Sesat Agung, Bale Banjar dan Lapangan. Adat
Istiadat berkembang tanpa kasat mata tetapi masih bisa dirasakan sebagai nilai-nilai
kearifan lokal pada kehidupan sehari-hari di tengah masyarakaat Tubaba, Untuk
mendukung pelestarian dan pengembangan adat istiadat dibutuhkan sarana dan
prasarana yang lebih memadai.

6.4 Ritus
Prasarana ritus di dalam kehidupan masyarakt tidak selalu bersifat formal, ritus
bisa dilakukan di kebun, di tepi sungai atau rumah. Sebagian ritus bersifat sangat privat
dibanding sosial, ritus seperti menyambut sanak bakubang (Menyambut kelahiran anak
pertama) dalam masyarakat adat Lampung terjadi di rumah masing-masing pelakunya.

91
Sedangkan ritus dalam masyarakat Bali bersifat sosial banyak dilakukan di Bale Banjar,
Wantilan dan Kalangan.

6.5 Pengetahuan Tradisional


Belum ada sarana parasarana yang mendukung kehidupan Pengetahuan
Tradisional. Sistem pegetahuan tradisional diturunkan atau difasilitasi orang per
orangan. Kedepannya dibutuhkan satu dokumentasi yang baik sehingga pengetahuan
tradisional ini tidak hilang di tengah masyarakat. Perlu juga ada semacam publikasi yang
sistematis sehingga kalangan masyarakat luas bisa mengaksesnya.

6.6 Teknologi Tradisional


Masayarakat Tubaba pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani,
beberapa anggota masyarakat berprofesi sebagai pengrajin perkakas, mereka membuat
peralatan pertanian di bengkelnya masing-masing, pada umumnya di lingkungan rumah
mereka sendiri. Demikian pula para pembuat Bubu atau peralatan menangkap ikan di
sungai. Sampai sekarang belum ada sarana prasarana yang bisa memproduksi teknologi
tradisional atau ruang display bagi teknologi tradisional yang menghasilkan peralatan
tersebut.

6.7 Seni
Pemerintah Tubaba sudah berpikir saat membangun situs-situs kebudayaan
baru seperti Islamic Center, Balai Budaya, Tugu Rato Nago Besanding dan Kampung
Budaya Ulluan Nughik sudah disiapkan pula program yang berkelanjutan di dalamnya.
Perpaduan antara prasarana kesenian dan program di dalamnya mampu menciptakan
ekosistem kesenian yang baru di Tubaba, ayang sebelumnya tidak pernah ada.
Sedangkan kesenian-kesenian tradisonal selain memanfaatkan parasarana yang sudah
disiapkan Pemda, secara organik terus berkarya pada sarana prasarana yang memang
tumbuh di tengah masyarakat, seperti sesat agung di tiyuh-tiyuh toho, lapangan desa
dan rumah-rumah penduduk.

92
6.8 Bahasa
Belum ada sarana parasarana terkait Bahasa. Bahasa hanya digunakan sebagai
alat komunikasi. Kedepannya diperlukan parasarana seperti perpustakaan,
laboratorium, balai bahasa dan penerbitan. Selain penciptaan program pelatihan
bahasa, aksara atau bisa juga dikaitkan dengan program kesenian, seperti mengadakan
lomba tulis drama berbahasa Lampung.

6.9 Permainan Tradisional


Sarana pendukung permainan tradisional tersedia pada masyarakat
pendukungnya. Dalam pelaksanaan permainannya, permainan tradisional yang ada dan
masih berkembang ada yang menggunakan alat, dan ada pula yang tanpa alat sama
sekali. Permainan rakyat banyak dilakukan di teras rumah, halaman dan lapangan.
6.10 Olahraga Tradisional
Sarana yang dipergunakan untuk melakukan olahraga tradisional adalah berupa
lapangan terbuka dan sungai. Peralatan olahraga yang biasanya milik individu atau
kolektif sesuai dengan cabang olahraganya. Olahraga Tradisional biasanya hanya
dibawakan saat tertentu saja, misalnya acara menyambut hari kemerdekaan Republik
Indonesia. Olahraga Tradisonal perlu diberikan porsi yang lebih memadai, misalnya
dibuatkan satu festival khusus yang juga dituntut sarana dan prasarana yang memadai.

6.11 Cagar Budaya


Sarana dan Prasarana yang ada adalah revitalisasi terhadap kampung Tua Pagar
Dewa, selain itu adalah lokasi pemakaman yang dirawat dan dilakukan pemugaran
setiap tahun. Perlu adanya sarana dan parasarana yang memadai untuk kelestarian
cagar budaya ini, misalnya diperlukan Balai cagar budaya di setiap lokus dan perlu
kantor khusus untuk melakukan kerja riset, pengarsipan, perawatan, sosialisasi,
pendokumentasian dan Cagar Budaya.

93
Gambar 4.40
Sesat Agung Islamic Center Tulang Bawang Barat

Gambar 4.41
Labirin Mandala Uluan Nughik Tulang Bawang Barat

94
Gambar 4.42
Rumah Badui Uluan Nughik Tulang Bawang Barat

Gambar 4.43
Hotel Berugo

95
BAB VII
PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI

7.1 Permasalahan dan Rekomendasi (dalam Tabel) 7.1.1 Manuskrip


Indikator Capaian
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja
2024 2029 2034 2039
1. Keterbatasan SDM Memberikan Meningkatkan Meningkatnya Penyediaan 5 10 15 20
yang mampu beasiswa Jumlah Filolog jumlah naskah Beasiswa
membaca naskah pendidikan filologi yang dapat Rekruitmen calon,
kuno ditransliterasi Desain Penugasan
dan Alumni, Monev
diterjemahkan
Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan materi 10 20 30 40
pelatihan tentang SDM yang dapat jumlah pelatihan,
pembacaan dan memanfaatkan manuskrip rekruitmen peserta,
pemanfaatan manuskrip yang dapat Desain penugasan
manuskrip dimanfaatkan bagi alumni
pelatihan, Monev
2. Prasarana dan Membuat Ruang Manuksrip Meningkatnya Pembuatan desain 1 2 2 4
Sarana Penyimpanan tersimpan dan jumlah ruang ruang
Penyimpanan Manuskrip khusus terawat dengan penyimpanan penyimpanan,
Manuskrip yang baik manuskrip Pembuatan ruang

94
kurang penyimpanan,
representatif Penyimpanan
manuskrip, Monev
Meningkatkan Meningkatkanya Meningkatnya Evaluasi ruang 1 2 2 4
Kualitas Ruang kualitas ruang jumlah ruang penimpanan
Penyimpanan yang penyimpanan penyimpanan eksisiting,
eksisting manuskrip manuskrip Pembuatan desain
yang perbaikan,
represemtatif Perbaikan ruang
penyimpanan
manuskrip, Monev
3. Keterbatasan SDM Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan materi 1 1 1 1
yang bisa merawat pelatihan tentang kualitas perawatan bertahannya pelatihan,
Manuksrip perawatan manuskrip manuskrip rekruitment
manuksrip peserta, desain
penugasan bagi
alumni pelatihan,
monev
4 Keterbatasan Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan materi 1 1 1 1
pendokumentasian pelatihan teknik kualitas jumlah pelatihan,
manuskrip pendokumentasian pendokumentasian dokumentasi rekruitment
manuksrip manuskrip manuskrip peserta, desan
penugasan bagi
alumni pelatihan,

95
monev

Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan materi 1 1 1 1


pelatihan teknik kualitas penyalinan jumlah salinan pelatihan,
penyalinan manukrip manukrip rekruitment
manuksrip peserta, desain
penugasan bagi
alumni pelatihan,
monev
5 Keterbatasan Melakukan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan materi 1 1 1 1
sosialisasi sosialisasi sosialisasi jumlah sosialisasi,
manuskrip manukrip manukrip pengetahuan rekruitment
manuksrip peserta, desain
penugasan, monev
Melakukan Meningkatnya Meningkatnya Perencanaan, 1 1 1 1
pameran pameran jumah publikasi, pameran,
manuksrip manuskrip pameran movev
manuskrip

96
7.1.2 Tradisi Lisan
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator Capaian

2024 2029 2034 2039


1. Keterbatasan SDM Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan beasiswa, 5 10 15 20
yang menjadi beasiswa jumlah praktisi jumlah tradisi rekruitmen calon Orang Orang Orang Orang
praktisi dan Pegiat pendidikan dan pegiat lisan yang dapat mahasiswa, Desain
Tradisi Lisan bagi para calon tradisi lisan dimanfaatkan penugasan bagi
praktisi dan alumni, Monev
pegiat tradisi
lisan
Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan beasiswa, 10 20 30 40
pelatihan bagi jumlah praktisi jumlah tradisi rekruitmen calon Orang Orang Orang Orang
calon praktisi dan pegiat lisan yang dapat mahasiswa, Desain
dan pegiat tradisi lisan dimanfaatkan penugasan bagi
tradisi lisan alumni, Monev
2. Masyarakat Menggelar Meningkatnya Meningkatnya Penyiapan festival, 1 2 4 4
Pendukung Tradisi Festival Tradisi Jumlah jumlah tradisi Publlikasi, Kegiat Kegiat Kegiat Kegiat
Lisan yang sangat Lisan Masyarakat lisan yang Pelaksanaan, Monev an an an an
terbatas Pendukung dimanfaatkan
Tradisi lIsan masyarakat

97
3. Prasarana dan Membangun Tersedianya Meningkatnya Penyiapan desain 1 Arena 2 3 9
sarana yang ruang-ruang ruangruang aktivitas tradisi ruang kreatif, Arena Arena Arena
terbatas bagi kreatif bagi kreatif bagi lisan Pembuatan Ruang
aktivitas tradisi aktivitas tradisi aktivitas tradisi Kreatif, Desain
lisan lisan lisan Pemanfaatan Ruang
Kreatif, Monev
4. Keterbatasan melakukan Meningkatnya Meningkatnya Perencanaan desain 2 2 2 2
pendokumentasian pendokumenta kualitas jumlah pendokumetasian,
tradisi lisan sian tradisi pendokumentas pendokumentasia melakukan
lisan ian tradisi lisan n tradisi lisan pendokumentasian,
monev

7.1.3 Adat Istiadat


No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator
Sasaran
2024 2029 2034 2039
1 Keterbatasan SDM Penguatan Meningkatkan Bertambahnaya Pendataan, 250 500 750 1000
pelaku perseorangan sumberdaya jumlah komunitas perancangan orang orang orang orang
manusia pelakunya komunitas pendukung dan program
melalui pelaku/pegiat pegiat sosialisasi,
workshop evaluasi

98
2 Minimnya Menyelenggarakan Meningkatnya Meningkatnya Pendataan, 250 500 750 1000
pengetahuan pendidikan tentang pemahaman sistem nilai Perancangan orang orang orang orang
masyarakat tentang sistem nilai melalui masyakarat yang diketahui dan
sistem nilai pendidikan tentang dan penyelenggaraan
tradisional
forman dan sistem nilai diimplementasikan diklat
nonformal. oleh masyarakat
dalam kehidupan
sehari-hari
3 Menurunnya jumlah Pembinaan dari Meningkatnya Meningkatnya Perancangan 250 500 750 1000
apresiator/masyarakat tokoh adat kepada jumlah jumlah apresiator program, orang orang orang orang
masyarakat di masyarakat yang memshmi pengembangan
lingkungannya, yang menjadi adat istiadat event-event
melalui pertunjukan, apresiator adat upacara yang
festival adat istiadat terkait dengan
pelestarian adat,
evaluasi

99
7.1.4 Ritus
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Indiaktor Sasaran
Kerja
2024 2029 2034 2039
1 Keterbatasan Memberikan Meningkatnya Meningkatnya Inventarisasi, 100 orang 200 orang 300 1000
pengetahuan pembekalan pengetahuan kualitas registrasi,
pelaku ritus pengetahuan pelaku ritus pelaksana ritus pelaksanaan,
pelaku ritus monev
2 Keterbatasan Mengoptimalka Meningkatakan Meningkatnya Inventarisasi, 1 lokasi 2 loksi 3 lokasi 4 lokasi
sarana ritus n tempat ritus pemanfaatan kualitas sarna pelaksanan,
yang ada. sarana ritus ritus monev

Membangun Meningkatnya Bertambahnya Inventarisasi, 1 2 9 9


sarana yang jumlah sarana jumlah sarana pelaksanan, kecamatan Kecamatan Kecamatan
baru ritus monev Kecamar
an
3 Minimnya Menghidupkan Untuk Komunitas Inventarisasi, 5 5 5 5
perhatian ritus sebagai mempertahank pelaku ritus, pembinaan,
masyarakat bagian dari an masyarakat pengembang
event keberlangsung luas an event,
pariwisata an even ritus monev
daerah sebagai
khasanah
budaya yang
bernilai wisata

100
kriatif

7.1.5 Pengetahuan Tradisional


No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator
Capaian
2024 2029 2034 2039
1. Kurangnya SDM Pelatihan dan Melahirkan SDM Bertambahnya Rekrutmen. 4 8 15 20
yang handal di pembinaan SDM. yang handal di SDM yang
Pelatihan.
bidang bidangnya. handal dalam
kerajianan pengembangan Pembinaan
tradisional, pengetahuan
busana tradisional
tradisional,
pengobatan
tradisional, dan
kuliner
tradisional.

101
2. Kurangnya galeri Pembangunan Sarana promosi Meningkatnya Perencanaan. 5 10 20 30
kerajinan galeri kerajinan dan workshop. perekonomian
Pembangunan.
tradisional dan tangan dan balai rakyat.
Sarana
balai pengobatan Pemanfaatan.
pengobatan pengobatan
tradisioanl
tradisioanl alternatif. Meningkatnya
yang berbasis kesehatan
Traditional rakyat
Knowledge
3. Kurangnya Pendokumentasian Sebagai Meningkatnya Inventarisasi. 25% 50% 75% 100%
dokumentasi pengetahuan referensi dan informasi
Klasifikasi.
kerajinan, tradisional panduan untuk
pakaian tentang masyarakat Dokumentasi.
tradisional, pengetahuan
pengobatan tradisional
tradisional, dan
kuliner.
2. Kuliner Perlu dilakukan Kuliner sebagai Kuliner sebagai Inventarisasi. 25% 50% 75% 100%
tradisional masih Kajian akademis warisan budaya. unsur budaya
Dokementasi.
dianggap sebagai kuliner ditinjau yang sangat
rasa tanpa pula dari aspek penting. Kajian.
melihat nilai budaya.
budaya di
dalamnya

102
3. Lemahnya Perlu dilakukan Mempopulerkan Sebagai produk Inventarisasi. 15% 25% 40% 50%
pengemasan Pelatihan dan kerajinan
kerajinan,
busana,
pengobatan, dan pembinaan tradisional, unggulan. Pembuatan
kuliner. pengemasan yang busana desain.
menarik agar tradisional,
Pengemasan.
memiliki nilai pengobatan
estetis dan nilai tradisional, dan
ekonomis. kuliner
tradisional.

103
7.1.6 Teknologi Tradisional
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator
Pencapaian
2024 2029 2034 209
1. Keterbatasan Memberikan Meningkatkan Meningkatnya Menyiapkan 250 500 750 1000
SDM para pelatihan secara secara kualitas tenaga pelatih,
pembuat keterampilan kualitas dan dan kuantitas Mengundang
alatalat dan bagi pembuat kuantitas pembuat alat- peserta pelatihan
pengguna alat-alat pembuat alat- alat pendukung
manfaat pendukung alat Teknologi Pelatihan.
Teknologi pendukung
Teknologi Tradisional.
Tradisional. Teknologi
Tradisional
Tradisional.
akibat
terjadinya
perubahan
pola hidup
masyarakat.
Mendirikan Meningkatkan Meningkatnya Membentuk tim 30 150 450 2250
pusat secara secara kualitas survey lapangan,
pengembangan kualitas dan dan kuantitas Menentukan
Teknologi kuantitas pembuat alat- karakteristik pusat
Tradisional pembuat alat- alat pendukung pengembangan
yang inovatif alat Teknologi Teknologi
dan kreatif pendukung Tradisional.

104
sesuai dengan Teknologi Tradisional di
kebutuhan Tradisional. masing-masing
wilayah,
Pembangunan
sarana dan
prasarana.

2. Semakin Membuat Memperkaya Meningkatnya Pembentukan 3000 6.000 9.000 12.000


berkurangnya festival seni pemahaman kuantitas dan panitia
masyarakat budaya yang masyarakat kualitas penyelenggara,
pendukung berhubungan tentang masyarakat yang Penentuan tema
akibat dengan keberadaan paham akan kegiatan, dan
terjadinya kegiatan Teknologi pemanfaatan rundown acara,
pergeseran pemanfaatan Tradisonal dan keberadaan
nilai dan Teknologi sebagai Pencarian donator
Teknologi
perubahan Tradisional, di kekayaan dan sponsor.
Tradisional.
fungsi pusat-pusat budaya Pelaksanaan
peruntukkan kegiatan peninggalan
masyarakat. festival.
lahan. leluhur.

Merekontruksi Meningkatkan Meningkatnya Pembentukan Tim 3000 6.000 9.000 12.000


ulang pengayaan objek Rekontruksi,
Teknologi objek pendukung
Studi lapangan
Tradisional pendukung pariwisata
yang sudah pariwisata budaya Pemilihan objek

105
hilang,, budaya teknologi yang
terutama bagi masih relevan
kepentingan dengan
upaya perkembangan
penunjang jaman, terutama
pengayaan bagi kepentingan
pariwisara
objek
budaya,
pariwisata
budaya. Pelakukan
rekontruksi.
Membuat Meningkatkan Meningkatnya Pembentukan tim 5 25 125 625
dokumentasi pemahaman secara kuantitas pembuat
pemahaman dokumentasi,

kegiatan tentang di kalangan Studi lapangan,


teknologi keberadaan kaum muda dan
Proses
tradisional baik Teknologi pelajar
pembuatan,
secara visual Tradisional mengenai
ataupun diantara para keberadaan
tulisan. pelajar dan Teknologi
generasi Tradisional.
muda lewat
media visual
dan tulisan.

106
3. Tidak adanya Pembuatan Membuat Tersedianya Pembentukan tim 30 30 30 30
data rinci pemetaan pemetaan pemetaan pembuat,
pemetaan wilayah wilayah wilayah Studi lapangan,
wilayah pengguna pengguna pengguna
pengguna Pengetahuan Pengetahuan Pengetahuan Pengumpulan
Teknologi Tradisional Tradisional. Tradisional. data,
Tradisional.
Penyusunan
peta
pemetaan
Teknologi
tradisional.

3. Tidak adanya Pembuatan Membuat Tersedianya Pembentukan tim 30 30 30 30


data rinci pemetaan pemetaan pemetaan pembuat,
pemetaan wilayah wilayah wilayah Studi lapangan,
wilayah pengguna pengguna pengguna
pengguna Pengetahuan Pengetahuan Pengetahuan Pengumpulan
Teknologi Tradisional Tradisional. Tradisional. data,
Tradisional.
Penyusunan
peta
pemetaan
Teknologi
tradisional.

107
7.1.7 Seni

No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator


Kinerja
2024 2029 2034 2039
1. Belum Membuat Dimilikinya Terbentuknya Persiapan, 30% 50% 70% 100%
terpetakannya Pangkalan data Pusat Data Pusat Data seni pelaksanaan,
secara lengkap data seni pertunjukan seni pertunjukan, pertunjukan, seni pelaporan,
seni pertunjukan, seni lukis, dan seni seni lukis, dan lukis, dan seni monitoring dan
seni lukis, dan seni media seni media media di 9 evaluasi
media, Kecamatan
Seni film, seni
Fotografi
2. Keterbatasan Membangun Dimilikinya Terselesaikannya Persiapan, studi 30 % 60%` 80% 100%
sarana prasarana sarana dan sarana dan prasarana dan kelayakan,
seni pertunjukan, prasarana prasarana seni sarana seni pembuatan desain,
seni lukis, dan seni seni pertunjukan, seni pertunjukan, pembangunan,
media pertunjukan, seni lukis, dan seni senilukis, dan seni monitoring dan
lukis, dan seni media media di 9 evaluasi
media yang kecamatan
representatif
3. Tidak Menyelenggara Teragendakannya Seni pertunjukan Persiapan, studi 10 20 40 60
teragendakannya kan kegiatan secara dan Seni Lukis kelayakan,
aktivitas Seni seni berkesinambung memiliki kegiatan pelaksanaan,
Pertunjukan secara pertunjukan dan -an kegiatan yang rutin dan monitoring dan

108
terpadu , Seni seni Lukis, Seni seni berkesinambungan evaluasi
Lukis, dan Seni Film, Seni pertunjukan dan
Media, Seni Fotografi Seni Rupa
Film, Seni Fotografi
4 Belum adanya Pembuatan Mengkoleksi Pembuatan Persiapan, studi 40% 60% 80% 100%
Museum seni yang Museum Seni karya karya Museum kelayakan,
bis membuka penting untuk pembuatan desain,
wawasan bagi memberikan pembangunan,
masyarakat Tubaba gambaran monitoring dan
pertumbuhan evaluasi
dan
perkembangan
Seni
5 Belum Peningkatan Terciptanya para Meningkatnya Perekrutan,pelatihan, 50% 70% 90% 100%
berkembangnya pengetahuan ahli dalam jumlah kurator, pembinaan
kaderisasi tenaga pada para bidang kritikus, penulis monitoring, evaluasi
ahli pelaku pengelola pengelolaan sen, director
(SDM) kesenian dengan pelaksaanan artistic yang
pelaksana/pengelola memberikan kegiatan kompetensi dalam
dibidang kesenian beasiswa bidangnya
kesenian.
mengirimkan
peserta pada
kegiatan
workshop,
pelatihan secara

109
international.

6. Keterbatasan Menyelenggarakan Tergandakannya Seni pertunjukan Persiapan, studi 250 500 750 1000
kualitas dan workshop, secara kualitas akan memiliki kelayakan,
kuantitas SDM seni kerjasama dan kuantitas secara kualitas dan pelaksanaan,
pertunjukan pendampingan SDM pelaku seni kuantiatas SDM monitoring dan
tradisional dan pelatihan pertunjukan Secara evaluasi
bersama akademi tradisional berkesinambungan
seni

110
7.1.8 Bahasa
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Indikator Capaian
Kerja
2024 2029 2034 2039
1. Banyak guru Perlu Guru bahasa Meningkatnya Perekrutan. 25% 50% 75% 100%
yang tidak mengangkat Lampung yang jumlah guru
Pelatihan.
memiliki guru Bahasa memiliki yang memiliki
Pembinaan.
kompetensi Lampung yang kompetensi di kompetensi di
mengajar sesuai dengan bidangnya. bidang Evaluasi.
Bahasa kompetensinya pengajaran
Lampung Lampung
2. Penutur Bahasa Perlu adanya Meningkatnya Bahasa Perumusan 20% 35% 45% 65%
Lampung makin Lokakarya penutur Lampung kebijakan.
berkurang kebijakan Lampung. sebagai Sosialisasi.
tentang bahasa
penggunaan daerah yang Implementasi.
Bahasa digunakan
Lampung dalam
dalam komunikasi
komunikasi sehari-hari
sehari-hari dan alat
pada waktu komunikasi
tertentu, pada pada acara
acara resmi, resmi

111
dan sebagai tertentu.
bahasa
pengatar di
tingkat pra
sekolah.

3. Sarana dan Perlu Tersedianya Bahasa Perumusan 20% 35% 40% 50%
prasarana Penerbitan sarana dan Lampung kebijakan.
belajar Bahasa buku-buku prasarana menjadi Sosialisasi.
Lampung pelajaran dan pembelajaran bahasa
masih kurang. bukubuku dan daerah yang Implementasi.
bacaan dalam penggunaan popular.
Bahasa bahasa
Lampung, Lampung
penggunaan dalam
akasara dan berbagai
Bahasa di bentuk dan
ruang publik, media.
digitalisasi
aksara, dan
permainan
(games) terkait
bahasa, cerita,

112
dan aksara
Lampung.
4. Penggunaan Penggunaan Bahasa Meningkatnya Perumusan 20% 35% 40% 50%
bahasa Lampung Bahasa Lampung penggunaan kebijakan.
di ruang publik Lampung di digunakan di bahasa di Sosialisasi.
masih sangat ruang publik ruang publik ruang publik. Implementasi.
jarang. perlu (di bandara,
ditingkatkan Mall, tempat
bermain,
secara kualitas
tempat
maupun
wisata, dll)
kuantitas

7.1.9 Permainan Rakyat

No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja Indikator


Capaian
2024 2029 2034 2039
1. Kurangnya Perlu adanya Mengembangkan Terdapatnya Pembinaan. 30 60 90 120
pakar dalam regenerasi yang SDM permainan pakar yang
Pelatihan.
bidang memahami dan rakyat. menguasai
permainan trampil permainan permainan
rakyat. rakyat

113
2. Kurangnya Perlu dibuat taman Menyediakan Meningkatnya Perencanaan. 25% 50% 75% 100%
sarana dan bermain tematik tempat bermain taman
Pembangunan.
prasarana permainan rakyat sesuai dengan bermain
di standar nasional permainan
tiga setiap rakyat
kecamatan.
3. Kurangnya Perlu ada upaya Sebagai Meningkatnya Inventarisasi. 25% 50% 75% 100%
dokumentasi pendokumentasian. referensi dan informasi
Klasifikasi.
terhadap panduan permainan
permianan permainan rakyat untuk Dokumentasi.
rakyat rakyat masyarakat
4. Permainan Permainan rakyat Membentuk Terbentuknya Penyusunan 10% 15% 30% 35%
rakyat belum harus menjadi karakter generasi karakter kurikulum dan
dianggap bagian terintegrasi muda generasi muda bahan ajar.
sebagai materi dalam pelajaran di yang memiliki Implementasi
pelajaran yang sekolah. kecerdasan kurikulum.
penting. lokal.

114
7.1.10 Olahraga Tradisional

Indikator Capaian
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja
2024 2029 2034 2039
1 Terbatasnya penguatan Meningkatkan Meningkatn Identifikasi, 250 500 750 1000
SDM (pelatih SDM melalui jumlah pelatih ya kualitas perancangan, orang Orang Orang Orang
dan perangkat pelatihan/work dan perangkat penyelengga implementasi,
permainan shop permainan ran olahraga monev
lainnya) olahraga tradisional
secara
tradisional
kuantitatif dan
kualitatif

2 Terjadinya Penyelenggara Meningkatkan Meningkatn Identifikasi, 5000 10000 15000 20000


penurunan an melalui partisipasi ya jumlah perancangan orang orang orang orang
peminat even-even masyarakat peminat program,
terhadap olimpiade dalam olahraga implementasi,
olahraga olahraga olahraga tradisional monev
tradisional tradisional tradisional

115
3 Terbatasnya Pengembangan terbangunaya Meningkatk Identifikasi, 7 14 21 30
fasilitas publik sarana sarana an perancangan, Kecamatan Kecamatan Kecamat Kecamat
berupa lapangan untuk lapangan untuk keterlibatan implementasi, an an
lapangan yang kegiantan penyelenggara masyarakat monev
memungkinka olahraga di an permainan dalam
n untuk wilayah dan even olahraga
berkembang.
Kabupaten tradisional
Tubaba

7.1.11Cagar Budaya
Indikator
Tahapan
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Capaian
Kerja
2024 2029 2034 2039
1 Lemahnya pengawasan Pembentukan Tim Membentuk Tim Meningkatnya Persiapan, 50 100 150 200
BCB Pengawasan Pengawasan Pengawasan Rekruitmen,
Terpadu Terpadu terhadap BCB Pelaksanaan,
Monitoring
dan
Evaluasi
Minimnya Kajian Melakukan kajian Peningkatan Menyempurnakan Persipan 500 800 300 100
2 tentang Cagar Budaya. yang mendalam potensi nilai, Perda dan Perwal Studi Materi,
dan komprehensif informasi, dan Menyempurnakan Pelatihan,
tentang Cagar promosi cagar prosedur Sosialisasi,

116
Budaya di Tubaba budaya serta perizinan Pelaksanaan,
pemanfaatannya Menyusun Monitoring
melalui panduan dan evaluasi.
penelitian, pengelolaan
revitalisasi, dan cagar budaya
adaptasi secara Menyusun SOP
berkelanjutan yang sistematis
serta tidak dan
bertentangan terintegrasi
dengan tujuan
pelestarian.
3 Belum Sosialisasi UU Meningkatkan Meningkatnya Persiapan, 500 1000 1500 2000
Tersosialisasikannya UU No. 11 pemahamahan pemahaman pelaksanaan,
No 11 tahun 2010 Tahun 2010 tetang masyarakat masyarakat Monitoring
tentang Cagar Budaya Cagar tentang cagar tentang cagar dan
Budaya budaya budaya di semua Evaluasi
kecamatan

117
7.2 Upaya
Secara umum, kesepuluh OPK, yakni manuskrip, tradisi Lisan, adat
istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa,
permainan rakyat, dan olahraga tradisional, serta cagar budaya, memiliki
permasalahan yang berada pada tiga hal penting, pertama, masalah eksitensi
OPK beserta cagar budaya. Kedua, masalah yang berkaitan dengan keberadaan
sumber daya manusia. Ketiga, masalah yang berkaitan dengan penurunan secara
kuantitatif jumlah masyarakat yang menjadi pendukung eksistesi kesepuluh OPK
beserta cagar budaya. Keempat, permasalahan yang berkaitan dengan
keberadaan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk melestarikan dan
terlebih mengembangkan kesepuluh OPK beserta cagar budaya.
Permasalahan-permasalahan yang melingkupi kesepuluh OPK beserta
cagar budaya, pada hakekatnya telah disadari sepenuhnya oleh masyarakat dan
juga pemerintah daerah Kabupaten Tubaba. Oleh karenanya, berbagai upaya
untuk menyikapinya juga telah dilakukan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah Kabupaten Tubaba. Namun demikian, berbagai keterbatasan yang
dimiliki pemerintah dan masyarakat menjadikan upaya-upaya tersebut belum
sepenuhnya mampu memecahkan atau menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi kesepuluh OPK beserta cagar budaya.
Masyarakat sebagai pemilik sekaligus ujung tombak pelestarian
kesepuluh OPK secara aktif pada dasarnya terus berupaya untuk dapat
mempertahankan eksistensi kesepuluh OPK. Upaya yang dilakukan masyarakat
di antaranya dilakukan melalui berbagai komunitas, baik yang langsung maupun
tidak langsung, bersinggungan dengan kesepuluh OPK. Komunitas-komunitas
adat dan budaya yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Tubaba,
sanggarsanggar, dan pegiat-pegiat, baik yang bergerak secara berkelompok
maupun perorangan, merupakan elemen-elemen penting yang selama ini telah
turut berupaya agar kesepuluh OPK, seperti, manuskrip, tradisi lisan, adat
istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa,

118
permainan rakyat, dan olahraga tradisional, dapat tetap terpelihara atau
berkembang di kota Tubaba.
Di luar itu, masyarakat pun tampak pula berupaya melakukan proses
regenerasi sumber daya manusia yang menjadi pegiat kesepuluh OPK beserta
cagar budaya. Tidak kalah penting, masyarakat pun dengan berbagai
keterbatasan yang dimilikinya, berupaya pula untuk terus menyediakan
prasarana dan sarana penunjang bagi tempat bereksistensinya kesepuluh OPK
beserta cagar budaya.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan masyarakat, pemerintah
Kabupaten Tubaba pun tampak berupaya untuk memainkan peran aktif dalam
turut memfasilitasi berbagai upaya untuk melestarikan kesepuluh OPK beserta
cagar budaya. Di antara berbgai peran yang dimainkan pemerintah dalam turut
melestarikan eksistensi kesepuluh OPK adalah menyediakan, memperbaiki, serta
membangun prasarana dan sarana yang dapat digunakan kesepuluh OPK dan
cagar budaya. Dalam kaitan ini, berbagai prasarana dan sarana yang meskipun
belum bisa dikatakan sepenuhnya representatif pada seperti, Sesat Agung (Balai
Budaya) yang biasa digunakan sebagai ruang pertunjukan dan tempat pameran
Seni Rupa. Namun demikian Pemerintah Kabupaten Tubaba selalu berupaya
merancang program membuat pelatihan kesenian dan festival yang dibutuhkan
masyarakat Tubaba.

7.3 Permasalahan Umum dan Rekomendasi Umum


Berbicara tentang permasalahan yang dihadapi kesepuluh OPK, yakni
manuskrip, tradisi Lisan, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi
tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional, dan cagar
budaya, pada dasarnya tidak hanya berbicara permasalahan-permasalahan
spesifik yang dihadapi kesepuluh OPK akan tetapi berarti pula berbicara tentang
sebuah permasalahan yang sama atau bersifat umum. Permasalahan umum
yang dihadapi kesepuluh OPK dan cagar budaya pada esensinya bermuara pada

119
dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan sumber daya manusia. Kedua,
berkaitan dengan sarana dan prasarana.
Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, permasalahan umum
yang dihadapi kesepuluh OPK dan cagar budaya berfokus pada dua hal. Pertama,
sangat terbatasnya pegiat, aktivis, atau pelaku kesepuluh OPK dan cagar budaya.
Kedua, semakin menurunnya jumlah masyarakat yang menjadi pendukung
kesepuluh OPK dan cagar budaya. Bahkan, untuk manuskrip, sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan untuk membaca naskah, dapat dihitung
dengan jari.
Keterbatasan prasarana dan sarana yang mampu mendukung eksistensi
kesepuluh OPK, yakni manuskrip, tradisi Lisan, adat istiadat, ritus, pengetahuan
tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga
tradisional, dan cagar budaya, tidak hanya ditandai oleh belum teroptimalkannya
pemanfaatan prasarana dan sarana yang ada akan tetapi ditandai pula oleh
masih minimnya prasarana dan sarana yang dibutuhkan kesepuluh OPK untuk
bereksistensi. Prasarana dan sarana dimaksud, terlebih untuk OPK yang
membutuhkan ruang-ruang terbuka yang representatif serta sesuai dengan
karakter OPK nya.
Berangkat dari permasalahan umum tersebut, maka ada dua
rekomendasi penting yang layak diajukan untuk menjawab
permasalahanpermasalahan yang mengemuka, sekaligus menjadi prioritas
perhatian pembangunan dalam setiap kurun waktu pembangunan lima tahunan.
Pertama, peningkatan jumlah pegiat, aktivis dan pelaku OPK, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Peningkatan secara kuantitatif dilakukan melalui
proses regenerasi secara alamiah ataupun melalui berbagai program kegiatan
kebudayaan. Peningkatan secara kualitatif, dapat dilakukan melalui peningkatan
kualitas pendidikan, baik pada program sarjana maupun pascasarjana bagi para
pegiat, aktivis, maupun pelaku kesepuluh OPK. Untuk itu, perlu disiapkan
beasiswa pendidikan sarjana dan pascasarjana oleh Pemerintah Kota Bandung

120
yang dikhususkan bagi para pegiat, aktivis, dan pelaku kesepuluh OPK dan cagar
budaya.
Kedua, perlunya political will pemerintah Kabuapten Tubaba untuk lebih
mengoptimalkan prasarana dan sarana yang dimilikinya bagi upaya pelestarian
dan pengembangan kesepuluh OPK dan cagar budaya. Di luar itu, perlu pula
dibangun prasarana dan sarana di seluruh kecamatan di Kabupaten Tubaba, bagi
pelestarian dan pengembangan kesepuluh OPK dan cagar budaya, dengan
berbasiskan pada konsep klusterisasi pelestarian dan pengembangan OPK dan
cagar budaya di 30 kecamatan yang ada di Kabupaten Tubaba. Dengan demikian,
keberadaan prasarana dan sarana bagi pemajuan kesepuluh OPK beserta cagar
budaya tidaklah harus selalu dimiliki oleh 30 kecamatan yang ada di Kabupaten
Tubaba. Prasarana dan sarana pendukung pemajuan OPK yang ada di
kecamatan-kecamatan cukup dibatasi pada prasarana dan sarana yang sesuai
dengan kebutuhan OPK yang ditugaskan kepada kecamatan untuk dilindungi,
dikembangkan, dimanfaatkan, dan dibina.

121

Anda mungkin juga menyukai