Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Modul 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Kegiatan Belajar 2 : Nematoda usus

1. Ascaris lumbricoides (large roundworm of man)

Hospes
Hospes definitif hanya manusia dan tidak memiliki hospes perantara, penyakit yang disebabkannya
disebut askariasis. Distribusi geografik secara kosmopolit, terutama daerah trofik. Banyak infeksi cacing
pada manusia. Distribusi seluruh dunia. Prevalensi tertinggi pada negara beriklim tropik dan sub tropik,
dan daerah yang sanitasinya tidak baik. Survey mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Banjarmasin di
daerah pedesaan Cempaka Banjarbaru tahun 2004-2006 masih cukup tinggi.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing ascaris merupakan cacing paling besar di antara golongan nematoda, berbentuk silendris,
ujung anterior lancip, anterior memiliki tiga bibir (triplet), badan berwarna putih, kuning kecoklatan
diselubungi lapisan kutikula bergaris halus. Cacing
betina panjang 20–35 cm, ujung posterior membulat
dan lurus, 1/3 anterior dari tubuh ada cincin kapulasi.
Sedangkan cacing jantan panjang 15–31 cm, ujung
posterior lancip melengkung ke ventral, dilengkapi
papil kecil dan 2 spikulum (2 mm).

Telur memiliki 4 bentuk, yaitu : dibuahi


(fertilized), tadak dibuahi (afertilized), matang dan
dekortikasi.

Unfertilized and fertilized eggs


Fertilized Ascaris egg Unfertilized egg. Ascaris Fertilized egg. Ascaris
(left and right, respectively).
Gambar 2. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

Keterangan: Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil. Satu ekor cacing betina dapat
memproduksi kira-kira 200,000 telur/hari, yang dikeluarkan bersama tinja . Telur Unfertilized dapat
ditemukan namun tidak infektif. Telur subur berembrio akan infektif sesudah 18 hari sampai beberapa
minggu , dapat bertahan dilingkungan dengan kondisi (optimum: lembab, hangat, tanah gembur).
Sesudah telur infektif tertelan , larva menetas , menginvasi pada intestinal mukosa, dan diangkut
melalui portal, kemudian ke sistem sirkulasi sampai ke paru . Selanjutnya Larva matang di paru (10 - 14
hari), melakukan penetrasi ke dinding alveolar, naik ke batang bronchial sampai ke tenggorokan, dan
tertelan . Masuk mencapai usus halus, selanjutnya berkembang samapai menjadi cacing dewasa
Dibutuhkan waktu antara 2-3 bulan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina dewasa menghasilkan
telur. Cacing dewasa dapat hidup antara 1 sampai 2 tahun.

Aspek Klinis
Patogenesis Ascariasis berhubungan denga respon imum hospes, efek migrasi larva, efek mekanik
cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Selama larva mengalami siklus dalam jumlah besar akan menyebabkan
pneumonitis, jika larva menembus jaringan masuk alveoli larva mampu merusak epitel bronkus,

Diagnosis
Fase migrasi larva dapat ditemukan larva dalam sputum atau bilas lambung, sedangkan pada fase
intestinal dapat ditemukan telur dan cacing dewasa di feses. Pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis
dengan melakukan pemeriksaan sediaan basah secara langsung atau dengan sedimen konsentrasi.
Cacing dewasa dapat ditemukan pada pemberian antelmintik atau keluar sendirinya melalui mulut
(muntahan) atau feses. Perlu diperhatikan oleh petugas pada pemeriksaan laboratorium: Telur yang tidak
dibuahi pada sediaan metode konsentrasi flotasi dengan ZnSO4 dapat mengapung, karena Bobot Molekul
9
Buku Ajar Helmintologi Medik
pelarutnya lebih besar. Pada sediaan basah (ditambah iodium), telur tampak menyerupai kotoran (artefak).
Pada pewarnaan permanen (mis. Eosin) kadang kala telur sulit diidentifikasi, karena bentuknya menjadi
asimetris. Telur dapat dieramkan dalam formalin 0.5% pada erlenmayer, kemudian tutup dengan kapas;
telur berkembang menjadi larva dalam waktu 2-3 minggu.

Pengobatan
Perorangan/massal dengan syarat : mudah diterima, efek samping rendah, aturan pakai mudah,
murah. Obat lama yang digunakan di antaranya adalah ; piperasin, tiabendazol, heksilresorkinol dan
hetrazan. Golongan obat ini dapat berefek samping. Obat baru yang efektif di antaranya : pirantel pamoat,
mebendazol, albendazol dan levamisol.

Epidemiologi dan Pencegahan


Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan
suhu 25 – 30oC, membutuhkan 2 – 3 minggu telur menjadi infektif. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama
pada anak-anak mencapai 60 – 90%. Kesadaran penggunaan jamban keluarga oleh masyarakat rendah.
Pencemaran tinja pada tanah di sekitar halaman rumah, di bawah pohon dan tempat pembuangan sampah

10
Buku Ajar Helmintologi Medik
2. Trichuris trichiura (Whip worm)
Nematoda ini dinamakan cacing cambuk karena dilihat dari bentuk tubuhnya yang panjang dan
memiliki posterior lebi besar dari pada bagian anterior dan tumpul seperti bentuk cambuk. Berbagai
penelitian menunjukkan kasus kecacingan ini banyak mengifeksi anak-anak dan dapat menyebapkan
gejala klinis seperti disentri, anemia, dan dapat memperlambat pertumbuhan anak-anak.

Hospes
Hospes definitifnya adalah manusia dan sering ditemukan bersama Ascaris lumbricoides. Cacing
dewasa hidup di usus besar (sekum dan kolon), kadang kala di apendiks dan ileum bagian distal. Nama
penyakitnya disebut trikuriasis. Distribusi geografik secara kosmopolit, terutama daerah iklim tropik yang
lembab dan panas.
Distribusi geografik seluruh dunia, dimana infeksi lebih banyak pada daerah tropik dengan sanitasi
jelek dan pada anak-anak, diperkirakan 800 juta orang terinfeksi di dunia. Sebaran geografik sama dengan
Ascaris Lumbricoides (sering ditemukan bersama-sama dalam satu hospes), bersifat kosmopolit, pada
iklim tropik yang lembab dan panas. Prevalensi di Indonesia tinggi di daerah pedesaan (60-90 %), angka
infeksi tertinggi pada anak-anak. Kesadaran penggunaan jamban keluaraga oleh masyarakat rendah,
pencemaran tinja pada tanah di sekitar halaman rumah, di bawah pohon dan tempat pembuangan
sampah. Telur berkembang biak pada tanah liat, lembab, dan teduh.

Morfologi dan Siklus Hidup


Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris
lumbricoides, anterior panjang dan sangat halus, posterior lebih
tebal. Betina panjang 35–50 mm, dan jantan panjangnya 30–45
mm. Seperti terlihat pada gambar samping kanan berikut.
Sedangkan telur berukuran 50–54x32 mikron, bentuknya
seperti tempayan/tong dikedua ujung ada operkulum (mukus
yang jernih) berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih,
dan dalam tinja segar terdapat sel telur (perhatikan gambar
bentuk telur di bawah ini).

11
Buku Ajar Helmintologi Medik
Gambar 3. Siklus Hidup Trichuris trichiura

Keterangan: Telur tak beremberio dikeluarkan bersama tinja . di tanah telur berkembang menjadi
stadium 2 sel , selanjutnya berkembang , dan kemudian beremberio ; telur menjadi infektif selama
15 s/d 30 hari. Sesudah tertelan (kontaminasi dari tanah melalui tangan dan makanan), telur menetas
dalam usus kecil, dan mengeluarkan larva kemudian matang dan dewasa menetap dalam colon .
Cacing dewasa (panjang berkisar 4 cm) hidup di sekum dan ascending colon. Cacing dewasa menetap di
tempat tersebut dengan cara bagian anteriornya menusuk kedalam mukosa. Cacing betina mulai bertelur
60 s/d 70 hari sesudah infeksi. Cacing betina dalam sekum bertelur antara 3,000-20,000 perhari. Jangka
hidup dewasa sekitar 1 tahun.

Aspek Klinis
Kerusakan mekanik di mukosa usus oleh cacing dewasa dan respon alergi yang disebabkan oleh
jumlah cacing yang banyak, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum hospes. Infeksi berat dan
menahun terutama pada anak-anak, cacing tersebar di kolon dan rektum dapat terjadi prolapsus rekti ;
menyebabkan perdarahan pada tempat perlekatan dan menimbulkan anemi karena terjadinya malnutrisi
dan kehilangan darah akibat kolon rapuh, juga cacing mengisap darah. Gejala klinis terjadinya diare
diselingi sindrom disentri, anemia, prolapsus rektal dan berat badan menurun. Secara klinik pada infeksi
lama (kronis) dapat menimbulkan anemia hipokromik.

Diagnosis
Menemukan telur di feses dan cacing dewasa pada penderita prolapsus rekti, terutama pada anak.
Hal penting pada pemeriksaan laboratorium di antaranya :

12
Buku Ajar Helmintologi Medik
1. Telur yang ditemukan harus dihitung jumlahnya (jarang, sedikit, sedang atau banyak), dan bagi
penderita dengan infeksi ringan tidak perlu diobati
2. Morfologi telur lebih mudah dilihat pada sediaan basah, telur mudah ditemukan dengan cara sediaan
langsung metode konsentrasi (sedimentasi dan flotasi)
3. Telur dapat dieramkan dalam formalin 0.5% pd erlenmayer yang ditutup dg kapas
4. Telur biasa ditemukan bersama-sama Ascaris lumbricoides

Pengobatan
Menggunakan pirantelpamoat, mebendazol, Oksantel pamoat dan levamisol

Epidemiologi dan Pencegahan


Sebaran geografik sama dengan Ascaris lumbricoides, sering ditemukan bersama-sama dalam
satu hospes. Prevalensi di Indonesia tinggi di daerah pedesaan (60 – 90%), angka infeksi tertinggi pada
anak-anak.
Kesadaran penggunaan jamban keluarga oleh masyarakat rendah, pencemaran tinja pada tanah
di sekitar halaman rumah, di bawah pohon dan tempat pembuangan sampah, telur berkembang baik pada
tanah liat. Lembah dan teduh

13
Buku Ajar Helmintologi Medik
3. Enterobius vermicularis / Oxyuris vermicularis (pin worm)

Hospes
Hospes definitif hanya manusia dan cacing dewasa hidup di sekum dan dekat apendiks. Nama
penyakitnya enterobiasis / oksiuriasis. Distribusi geografik secara kosmopolit, terutama iklim tropik dan
subtropik, lebih banyak ditemukan di daerah dengan suhu dingin daripada panas. Penyebaran juga
disebabkan oleh pengaruh hubungan yg erat antar kelompok manusia, seperti di asrama, panti asuhan,
Barak dan lain sebagainya.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing dewasa lebih kecil dari Trichiuris trichiura, anterior leher
terdapat kutikula yg melebar (alae), posterior lebih tebal, memiliki bulbus
esofagus ganda. Cacing betina berukuran 8–13 x 0.3–0.5 mm, ekornya
lancip seperti keris, sedangkan jantan berukuran 2–5 x 0.1–0.2 mm,
ekornya melingkar ke arah ventral dan tampak adanya spikulum.

Telur berukuran 55 x 25 mikron, bentuk lonjong, asimetrik, salah satu dinding


datar, dinding telur jernih dan tipis

Gambar 4. Siklus Enterobius vermicularis


14
Buku Ajar Helmintologi Medik
Keterangan: Telur bersimpan disekitar perianal . Infeksi sendiri terjadi karena penularan telur infektif
melalui tangan ke mulut karena menggaruk daerah perianal . Transmisi orang perorang terjadi melalui
alat-alat tidur yang terkontaminasi, seperti selimut, sarung bantal dll. Enterobiasis dapat juga terjadi
karena lingkungan terkontaminasi oleh telur cacing (misal; karpet). Telur yang kecil dapat diterbangkan
melalui udara dan dapat menginfeksi melalui pernapasan. Perkembangan telur infektif setelah tertelan,
selanjutnya larva keluar dari telur di dalam usus kecil dan dewasa menetap dalam usus besar .
Jangka waktu dari tertelan telur infektif sampai cacing betina mengeluarkan telur membutuhkan kira-kira 1
bulan. Masa hidup dewasa kira-kira 2 bulan. Cacing betina gravid bermigrasi pada malam hari ke luar dari
anus dan bertelur di kulit pada daerah perianal . Telur berkembang berisi larva (telur akan infektif) dalam
4 - 6 jam pda kondisi optimal . Retroinfection, atau larva baru dapat bermigrasi kembali dari kulit anal ke
rektum dapat terjadi, namun frekuensi ini jarang diketahui.

Aspek Klinis
Gejala utama iritasi di sekitar perianal, akibat iritasi penderita sering menggaruk (anus/vagina)
sehingga terjadi luka. Gangguan tidur dan lemah, mimpi buruk, enuresis, gigi menggertak, penurunan
napsu makan, cepat tersinggung dan marah. Terjadi Insomnia, gelisah dan berakhir dengan melakukan
masturbasi. Infeksi sering pada anak-anak dan wanita. Infeksi berat pada wanita dapat mengeluarkan
cairan mukoid dari vagina, uterus, tuba fallopi.

Diagnosis
Menemukan telur melalui anal swab dan cacing dewasa di tinja atau langsung dari permukaan
perianal (anak-anak). Hal penting yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan laboratorium, di antaranya:
1. Sediaan dengan pita perekat merupakan cara diagnostik pilihan yang dianjurkan.
2. Cacing dewasa terdapat di permukaan atau dalam tinja (terutama pada anak-anak)
3. Telur jarang ditemukan dalam tinja, karena cacing betina bertelur di daerah perianal

Pengobatan
Enterobiasis sering menyebabkan reinfeksi, sehingga perlu dilakukan pengobatan ulang, dan harus
dilakukan pada seluruh keluarga. Obat yang diajurkan di antaranya adalah Piperasin, Mebendazol dan
pirivinium efektif untuk semua stadium.

Epidemiologi dan Pencegahan


Sebaran lebih luas dibandingkan nematoda usus lainnya, penularan sering pada suatu keluarga atau
kelompok yang hidup dilingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari
debu diruangan sekolah atau kafetaria, dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di
berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing
dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (“toilet seats”), bak mandi, alas
kasur, pakaian dan tilam. Sulit dalam pencegahan, karena penularan mudah dari anus ke mulut, pakaian
terkontaminasi telur yang terbawa debu, perabot rumah tangga, dll. Pencegahan dengan melakukan
peningkatan higiene perorangan.
Hasil penelitan menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3% - 80%.
Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
enterobiosis adalah kelompok usia antar 5 – 9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang
diperiksa.

15
Buku Ajar Helmintologi Medik
4. Strongyloides stercoralis (small roundworm of man)
Strongyloides stercoralis pertama kali ditemukan pada tahun 1876 di dalam tinja tentara Perancis
yang mengalami diare dan baru kembali dari indocina. Strongyloides terutama di temukan di daerah panas,
tetapi dapat bertahan di iklim yang lebih dingin. Daerah geografisnya lebih sering terlihat tumpang tindih
dengan infeksi cacing tambang dan telah di laporkan bahwa infeksi cacing ini paling sering di diagnosis di
Fakultas Kedokteran Kentucky (Mildes dkk, 1981). Sangatlah penting untuk mempertimbangkan adanya
infeksi pada tentara dan wisatawan yang beberapa tahun sebelumnya pernah berada di daerah endemik.
Lebih dari 30-40 tahun setelah terjadi infeksi pertamanya. Penyakit persisten orang-orang tersebut. Apabila
oleh karena suatu sebab mereka menjadi bersifat inumokompromis, penyakit dapat menyebar hingga
terjadi sindroma hiperinfeksi dan kematian.

Hospes
Hospes utama cacing ini adalah manusia, tanpa melalui hospes perantara. Cacing dewasa hidup di
membran mokusa usus halus, terutama doudenum dan jejunum. Penyakitnya disebut strongyloidiasis.
Cacing yang terdapat pada manusia hanya berjenis betina dewasa, dan siklus hidupnya lebih kompleks
jika dibandingkan dengan nematoda usus lainnya. Berkembang biak secara partenegonesis. Telur yang
berada pada mukosa usus menetas menjadi larva rabditiform dan selanjutnya masuk rongga usus dan
dikeluarkan bersama tinja.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing dewasa betina berukuran 50–75 mikron. Larva rabditiform berukuran 225 x 16 mikron,
sedangkan larva filariform : ramping dan berukuran 630 x 16 mikron. Telur berbentuk lonjong, dinding tipis
dan berukuran 50-58 x 30-34 mikron. Berikut adalah gambar larva Strongyloides stercoralis

The prominent genital primordium in the mid-section of the larva The rhabditoid esophagus is clearly visible in this larva; it
(black arrow) is readily evident. Note also the Entamoeba coli consists of a club-shaped anterior portion, a postmedian
cyst (white arrow) near the posterior end of the larva. constriction, and a posterior bulb.

16
Buku Ajar Helmintologi Medik
Gambar 5. Siklus Hidup Strongyloides stercoralis

Keterangan: Siklus hidup Strongyloides lebih kompleks dibandingkan dengan siklus hidup dari nematoda
umumnya, dengan alternatif di antaranya; hidup bebas dan siklus parasit, dan berpotensi terjadinya
autoinfeksi dan multiplikasi dengan host. 2 type siklus hidup yang terjadi adalah: Free-living cycle; larva
rhabditiform keluar bersama tinja (lihat "Parasitic cycle" di bawah) akan 3 kali berganti kulit dan
menjadi larva filariform infektif (perkembangan langsung) atau 4 kali berganti kulit dan menjadi cacing
jantan dan betina free living menghasilkan telur dari sini larva rhabditiform . Dapat berkembang
memasuki generasi baru dewasa free-living ), atau menjadi larva filariform infektif . larva filariform
mempenetrasi manusia melalui kulit dan melangsungkan siklus parasitic (lihat di bawah ini) . Parasitic
cycle: larva filariform terkontaminasi melalui penetrasi kulit manusia , dan di pindahkan pada paru
melalui penetrasi ruang alveolar; mereka menuju batang bronchial terus ke pharynx, kemudian tertelan dan
berada di usus kecil . Di usus kecil terjadi ganti kulit sebanyak 3 kali dan menjadi cacing betina dewasa
. Betina hidup di bagian epithelium dari usus kecil dan secara parthenogenesis menghasilkan telur ,
kemudian menjadi larva rhabditiform. Larva rhabditiform dapat di keluarkan bersama tinja (lihat "Free-
living cycle" di atas), atau dapat terjadi kasus autoinfection . Pada autoinfection, larva rhabditiform
menjadi larva filariform yang infektif, dapat mempenetrasi bagian mukosa usus (internal autoinfection) atau
kulit dibagian perianal (external autoinfection); pada beberapa kasus, larva filariform yang masuk secara
acak dan menyebabkan sakit pada paru, batang bronchial, pharynx, dan usus kecil dimana mereka
menjadi dewasa.

Aspek Klinis
1. Kulit; saat masuk larva terjadi reaklsi ringan, kasus lain ; eritema dan pruritis jika larva masuk banyal.
Jika terjadi infeksi berulang-ulang, dapat menimbulkan reaksi alergi yang dapat mencegah cacing
melengkapi siklus hidupnya, sehingga larva hanya dapat bermigrasi pada kulit saja, peristiwa ini

17
Buku Ajar Helmintologi Medik
disebut larva migrans ( ditandai dengan adanya satu atau lebih alur urtikaria progresif memanjang
(umumny di bagian dada).
2. Paru; akibat adanya migrasi larva ke paru tergantung pada jumlah larva dan intensitas respon imun
hospes. Dapat asimtomatik, atau timbul pneumonia. Pada kasus hiperinfeksi terjadi gejala batuk,
pernapasan pendek, mengi, demam dan nampak sindrom Löffler.
3. Usus; kasus hiperinfeksi terjadi kerusakan hebat mukosa usus dan kadang jaringan usus terkelupas,
gejala yang timbul mirip ulkus peptik.

Diagnosis
Ditemukannya telur, larva dan cacing dewasa dalam tinja, bahan doudenum dan sputum. Cara
pemeriksaan telur cacing rutin, atau cara konsentrasi metode Bearmann. Pemeriksaan bahan doudenum
dengan cara kapsul entero-tes. Kultur dengan cara Harada-Mori. Hal penting yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan laboratorium, di antaranya adalah :
1. Bila pemeriksaan tinja hasilnya negatif, dianjurkan melakukan pemeriksaan isi doudenum (aspirasi
duodenum, kapsul entero-test)
2. Larva rabditiform biasanya ditemukan di dalam tinja dengan teknik konsentrasi.
3. Larva filariform dapat juga doitemukan dalam bahan tinja.
4. Untuk menemukan Larva dapat digunakan cara konsentrasi Bearmann dan pembiakan larva metode
Harada-Mori.
5. Pada kasus hiperinfeksi telur, larva dan cacing dewasa dapat ditemukan dalam bahan pemeriksaan
tinja..

Pengobatan
Obat seperti Mebendazol, pirantel pamoat, levamisol hasilnya kurang memuaskan, dan obat saat ini
yang sering dipakai adalah tiabendazol.

Epidemiologi dan Pencegahan


pencegahan penularan infeksi dengan menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan air
yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif. Jika seseorang diketahui terinfeksi harus segera diobati.
Terjadinya outoinfeksi dan pada siklus hidup cacing yang bebas mempersulit pencegahan.

18
Buku Ajar Helmintologi Medik
5. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Hospes
Cacing tambang memiliki beberapa spesies, di antaranya adalah; Necator americanus (pada
manusia), Ancylostoma duodenale (pada manusia), Ancylostoma braziliensis (pada kucing dan anjing),
dan Ancylostoma caninum (pada kucing dan anjing). Hospes definitif Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale pada manusia, dan cacing dewasa hidup di usus halus terutama duodenum dan
jejunum. Sedangkan untuk Ancylostoma braziliensis dan Ancylostoma caninum dewasa hidup didalam
usus halus kucing dan anjing. Nama penyakit yang dewasanya menyerang manusia disebut nekatoriasis
dan ankilostomasis, sedangkan Ancylostoma braziliensis dan Ancylostoma caninum pada manusia
larvanya menyebabkan kelainan kulit.
Distribusi geografik secara kosmopolt, terbanyak tropik dan subtropik. Lingkungan paling cocok
sebagai habitatnya (larva rhabditiform dan filariform) yaitu daerah dengan suhu dan kelembaban tinggi
(perkebunan dan pertambangan). Di Indonesia dilaporkan sebanyak 90% Necator americanus dan 10%
Ancylostoma duodenale di Indonesia. Necator americanus (cacing tambang “Dunia Baru”), Terutama
ditemukan di Asia (lebih banyak di daerah tropis seperti Asia Selatan, Melanesia dan Polynesia), diseluruh
Amerika Serikat bagian Selatan, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian Utara, dan Afrika
Tengah dan Selatan. Ancylostoma duodenale (cacing tambang “Dunia Lama”) terutama ditemukan di
Eropa Selatan, pantai utara Afrika, India Utara, Cina Utara dan Jepang.

Morfologi dan Siklus Hidup


Telur Necator americanus dan Ancylostoma doudenale sulit dibedakan, keduanya memiliki morfologi
ujung membulat tumpul, selapis kulit hialin tipis dan transaparan, kedua spesies dibedakan dalam hal
ukuran. N.americanus : 64 – 76 x 36 – 40 μ A.duodenale : 56 –60 x 36 – 40 μ.

Hookworm eggs Hookworm eggs Embryonated hookworm egg.

Cacing dewasa berbentuk silendrik, betina berukuran 9 – 13 mm, dan jantan 5 – 10 mm, dengan
perbedaan utama sebagai berikut :

19
Buku Ajar Helmintologi Medik
Tabel 1. Perbedaan Morfologi Cacing Tambang

Morfologi Necator americanus Ancylostoma doudenale


Bentuk Seperti hurup S Seperti hurup C
Rongga mulut Gigi 3 pasang Gigi 2 pasang
Ujung ekor jantan Bursa kapularitek Bursa kapularitek
Ujung ekor betina Lancip lancip

Berikut ini adalah gambar larva dan dewasa dari cacing tambang;

Hookworm filariform larva Hookworm filariform larva Hookworm rhabditiform larva Hookworm rhabditiform larva

Hookworm filariform larva Hookworm filariform larva Ancylostoma duodenale Necator americanus

Gambar 6. Siklus Hidup Cacing Tambang


20
Buku Ajar Helmintologi Medik
Keterangan : Telur dikeluarkan bersama tinja , dan pada kondisi yang cocok (lembab, hangat, tanah
berpasir), larva menetas dalam 1 - 2 hari. Larva rhabditiform yang dikeluarkan berkembang di tinja dan
atau tanah , dan sesudah 5 - 10 hari (dan berganti 2 kulit) mereka menjadi larva filariform (stadium-
ketiga) larva menjadi infektif . Larva infektif dapat bertahan 3 - 4 minggu dalam lingkungan yang cocok.
Saat kontak dengan manusia larva mempenetrasi kulit, kemudian melalui peredaran darah kapiler ke
jantung, kemudian ke paru. Penetrasi memasuki pulmonary alveoli, batang bronchial terus ke pharynx,
dan tertelan . Larva bereaksi di usus kecil, di mana mereka bertahan dan matang untuk menjadi
dewasa. Cacing dewasa hidup di lumen usus halus, di mana mereka menyerang dinding usus halus
dengan mengambil darah hospes. . Umumnya cacing dewasa mati antara 1 - 2 tahun, namun catatan
ada yang bertahan sampai beberapa tahun. Beberapa larva A. duodenale, setelah mempenetrasi kulit
hospes, dapat berdiam (dorman) dalam usus atau otot. infeksi A. duodenale dimungkinkan dapat terjadi
juga melalui mulut. N. americanus, kemungkinan, di saat fase migrasi transpulmonary.

Aspek Klinis
Gejala klinis ditimbulkan oleh adanya larva dan cacing dewasa. Setelah larva masuk dapat terjadi
gatal-gatal biasa, semakin hebat dan dapat terjadi infeksi skunder (lesi berubah vesikuler akan terbuka).
Dapat terjadi Ground itch, yaitu suatu gejala ruam papuloeritematosa (disekitar tempat masuknya larva
filariform) berkembang menjadi vesikel akibat banyaknya larva filariform masuk kulit. Larva ke paru akan
menimbulkan peneumonitis (gejala tergantung jumlah larva). Cacing dewasa dapat menimbulkan nekrosis,
gangguan gizi, kehilangan darah. Infeksi akut dengan jumlah cacing yang banyak akan menyebabkan
lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat, dan kadang disertai diare dg tinja merah sampai hitam.
Gejala klinik sering dihubungkan dengan jumlah telur di feses (5/mg feses = gejala (-), > 20/mg feses =
gejala ada, > 50/mg feses = infeksi berat)

Diagnosis
Menemukan telur dalam feses dan menemukan larva (pembiakan Harada-Mori). Hal penting pada
pemeriksaan laboratorium :
1. Telur cacing tambang dlm feses sering dikacaukan dg telur Ascaris lumbricoides bentuk dekortikasi
2. Feses yang dibiarkan >24 jam (tanpa diawetkan), telur yang ada didlmnya dpt berkembang dan
menetas menjadi larva rabditiform.
3. Larva rabditiform cacing tambang harus dibedakan dengan Strongyloides stercoralis dan
Trichostrongylus sp (pembiakan larva metode Harada-Mori)
4. Telur cacing tambang mudah rusk dg pewarnaan permanen. Telur lebih mudah di lihat pd sediaan
basah.

Pengobatan
N.americanus diberikan obat tetrakloretelin dan juga efektif untuk A.duodenale, disamping itu obat-
obat cacing yang cukup efektif untuk pengobatan penyakit cacing tambang digunakan seperti ;
mebendazol, pirantel pamoat, albendazol, bitoskamat dan befenium hidrosinafoat.

Epidemiologi dan Pencegahan


Insiden di Indonesia cukup tinggi, dengan kasus banyak ditemukan di pedesaan (pekerja
perkebunan dan pertambangan yang kontak langsung denga tanah). Penyebaran infeksi berkorelasi
21
Buku Ajar Helmintologi Medik
dengan kebiasan defekasi ditanah. Habitat yang cocok pertumbuhan larva ialah kondisi tanah yang
gembur (humus dan pasir). Suhu optimum perkembangan larva untuk N.americanus berkisar 28-32oC,
sedangkan untuk A.duodenale berkisar 23-25oC. Infeksi dihindari dengan menggunakan alas kaki
(sendal/sepatu) dan pencegahan penularan infeksi cacing tambang dengan menghindari defekasi
disembarang tempat.

22
Buku Ajar Helmintologi Medik
6. Trichinella spiralis (Trichina worm)

Hospes
Cacing ini selain menyerang manusia, juga menginfeksi mamalia lain, seperti ; tikus, kucing, anjing,
babi, beruang. Cacing ini hidup dalam mokusa doudenum sampai sekum manusia.. Penyakitnya disebut
trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis. Penyebarannya secara kosmopolit, terutama daerah beriklim sedang.
Insidens banyak dijumpai di negara yang penduduknya tidak beragama Islam. Parasit banyak ditemukan di
Amerika Serikat dan eropa, karena penduduknya biasa makan daging babi yang dimasak kurang matang.

Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut kecil, dan bulat
tanpa papel. Cacing dewasa jantan panjangnya : 1,4 – 1,6 mm, ujung posterior melengkung ke ventral dan
mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak
berspikulum tepi dan tidak ada vas derens yang bisa
dikeluarkan sehingga dapat membantu kopulasi.
Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi larva
(larvipar), seekor cacing betina dapat mengeluarkan
sampai 1500 buah larva.
Cacing dewasa betina panjangnya : 3 – 4 mm, Larva Trichinella Larva Trichinella

posterior membulat dan tumpul, vulva terletak 1/5 bagian dari anterior tubuh.

Gambar 7. Siklus Hidup Trichinella spiralis


23
Buku Ajar Helmintologi Medik
Keterangan : Trichinellosis terjadi karena makan daging yang berisi kista (larva mengkista) dari
Trichinella. Sesudah terpapar oleh asam lambung dan pepsin, larva di keluarkan dari kista dan
menginvasi mukosa small bowel di mana mereka berkembang menjadi dewasa (betina 2.2 mm
panjangnya, jantan 1.2 mm; masa hidup di small bowel: 4 minggu). Sesudah 1 minggu, betina
mengeluarkan larva bermigrasi di jaringan otot dan menjadi kista . Trichinella pseudospiralis, tidak
menjadi kista. Perubahan menjadi kista komplet dalam 4 - 5 minggu dan enkistasi larva dapat terjadi
kembali dalam beberapa tahun. Binatang pengerat dan golongan pengerat (Rodent) merupakan binatang
utama yang bertanggung jawab terjadinya endemi infeksi ini. Binatang Carnivora/omnivora, seperti babi
atau beruang makan rodent atau daging dari binatang lainnya yang terinfeksi. Manusia terinfeksi secara
kebetulan ketika makan makan daging binatang yang mengandung kista infektif (atau makan makanan
yang terkontaminasi dengan daging tersebut).

Aspek Klinis
Kelainan intestinal dan terjadinya penetrasi larva ke otot hingga enkapsulasi. Kerusakan organ
tergantung tergantung banyaknya kista yang tertelan. Kelainan yang terjadi dalam 45 jam adalah kejang
perut, mual, malaise, dan diare. Selama menyerang jaringan otot; terjadi demam, nyeri otot,
pembengkakan, edema muka, dan badan lemah. Kerusakan otot menyebabkan gangguan mengunyah,
menelan dan bernapas. Gejala lain ; dapat menyerupai polineuritis, poliomelitis, mengisitis, ensefalitis,
dermatomiositis, dan poliarteritis nodusa. Kasus infeksi berat terjadinya miokarditis biasanya pada minggu
ke tiga setelah terinfeksi, dan kematian terjadi pda minggu 4 – 8. Sebanyak 20% - 80% penderita
mengalami kelainan susunan syaraf pusat, jika tidak diobat kematian dapat mencapai 50%.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis
dapat dilihat pada kasus yang khas yaitu terjadinya gangguan gastrointestinal (stadium invasi) dalam
waktu 48 jam setelah penderita makan daging babi atau lainnya yang terinfeksi. Bila penderita datang
dalam stadium laten (stadium migrasi), terjadi gejala edema muka, demam tidak teratur dan
hipereosinofilia. Diagnosis laboratorium dengan cara menemukan cacing dewasa atau larva (terutama
pada biopsi dan outopsi). Hal penting yang harus diperhatikan pada pemeriksaan laboratorium, di
antaranya adalah :
1. Bahan pemeriksaan tinja tidak ditemukan telur, dianjurkan karena cacing berkembangbiak secara
larvipar.
2. Untuk menemukan larva dilakukan biopsi otot pada minggu III dan IV pasca infeksi ringan. Bahan
pemeriksaan yang diambil muskulus deltoid, biseps, gastroknemius atau pektoralis mayor di dekat
melekatnya tendon.
3. Untuk menemukan larva di dalam cairan otak dan darah, pengambilan sampel dilakukan pada hari ke
8–14 pascainfeksi..
4. Diagnosis serologi ; tes ikatan komplemen, test intradermal, tes presipitin, tes flokulasi bentonit, dan tes
lateks.

Pengobatan
Untuk simtomatik digunakan; analgetik/antipiretik, dan sedatif, sedangkan untuk penyababnya
(cacing) digunakan tiabendazol.

24
Buku Ajar Helmintologi Medik
Epidemiologi dan Pencegahan
Penyebaran bersifat kosmopolit kecuali di kepulauan pasifik dan Australia.. Frekuensi trikinosis pada
manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan (di daerah
penduduknya gemar makan babi. Infeksi pada manusia tergantung hilang atau tidaknya penyakit ini dari
babi. Pencegahan ; memusnahkan sisa potongan daging mentah yang ditemukan di pemotongan hewan,
dan larva dapat dimatikan pada suhu 60 – 70oC (tidak mati pada daging diasap dan diasin).

25
Buku Ajar Helmintologi Medik
Rangkuman
Spesies nematoda intestinal yang ditemukan pada manusia adalah: Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Oxyuris vermicularis, Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale, Ancylostoma braziliense,
Ancylostoma caninum, Necator americanus, Toxocara canis dan Toxocara cati. Umumnya manusia
merupakan hospes definitif. Tiap spesies nematoda intestinalis morfologinya berbeda-beda. Umumnya
cacing betina ukurannya lebih besar daripada jantan.
Tiap spesies nematoda intestinalis sebelum tumbuh dewasa, larvanya berada di dalam sirkulasi
darah (siklus paru), kecuali Trichuris trichiura. Gejala klinis dipengaruhi oleh tingkat infeksi (jumlah cacing),
jenis parasit, stadium parasit (larva/dewasa), lokalisasi parasit dan lamanya kasus infeksi. Diagnosa
penyakit ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses, bilasan duodenum, larva dalam jaringan
melalui teknik jaringan tekan atau diwarnai, tes intradermal, tes serologik
Pengobatan penyakit harus dibarengi dengan upaya peningkatan higiene dan sanitasi. Infeksi
umumnya melalui media tanah yang terkontaminasi feses mengandung telur cacing yang disebut dengan
soil transmitted helminths, misalnya. Askariasis, trikuriasis, dan cacing tambang. Dalam siklus hidupnya
cacing nematoda usus membutuhkan kondisi lingkungan yang mempunyai temperatur dan kelembaban
yang sesuai. Lingkungan yang dibutuhkan Ascaris lumbricoides sama dengan Trichuris trichiura, dan
cacing tambang sama dengan Strongyloides stercoralis.
Upaya pencegahan dengan pengobatan secara individu dan atau massal, menghindari kontak debu,
tidak defekasi di sembarang tempat, sayuran dimasak matang, memakai alas kaki, menghindari
kontak/berdekatan dengan anjing dan kucing

Latihan 2
1. Sebutkan morfologi utama tiap spesies nematoda intestinalis.
2. Jelaskan sifat tiap spesies nematoda intetinalis.
3. Jelaskan aspek klinis tiap spesies nematoda intestinalis.
4. Jelaskan siklus hidup tiap spesies nematoda intetinalis.
5. Jelaskan penyebaran penyakit tiap spesies nematoda intetinalis.
6. Jelaskan cara diagnosa laboratorium tiap spesies nematoda intetinalis.
7. Jelaskan cara pengobatan dan pencegahan tiap spesies nematoda intestinalis
8. Identiifikasi dan tunjukkan perbedaan utama tiap spesies nematoda intestinalis.

26
Buku Ajar Helmintologi Medik

Anda mungkin juga menyukai