Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Tafsir Tentang Objek Pendidikan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. QS. An-Nisa/4 : 170.....................................................................................3


B. QS. As-Syu’ara’/26 : 214-216......................................................................5
C. QS. At-Tahrim/66 : 6...................................................................................9
D. QS. Nuh/71 : 1-4........................................................................................13

BAB III PENUTUP.............................................................................................18

A. Kesimpulan................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah)
yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta
petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di
dunia ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk al-Qur’an tersebut berkaitan
dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh umat manusia dalam
mengarungi kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.
Al-Qur’an berbicara tentang berbagai hal, seperti aqidah, ibadah,
mu’amalah berbicara pula tentang pendidikan. Namun demikian, al-Qur’an
bukanlah kitab suci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang
dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan
berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global,
ringkas dan general. Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai
masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir
sebagaimana telah dilakukan para ulama’.
Berbicara masalah pendidikan, tentunya tidak lepas dari ilmu pengetahuan,
adanya tujuan pendidikan, subjek pendidikan, metode pengajaran, dan tentunya
terdapat objek pendidikan pula. Di dalm al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
menjelaskan masalah-masalah pendidikan tersebut.
Dalam makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan objek pendidikan
berdasarkan al-Qur’an yang terkandung dalam QS. An Nisa’ ayat 170, QS.At
Tahrim ayat 6, QS. Asy Syu’ara ayat 214-216, dan Q.S Nuh ayat 1-4.

B. Perumusan Masalah
1. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. An-Nisa/4 : 170?
2. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. Al-Syu’ara’/26 : 214-216?
3. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. Al-Tahrim/66 : 6?
4. Siapakah objek pendidikan berdasarkan QS. Nuh/71 : 1-4?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui objek pendidikan berdasarkan QS. An-Nisa/4 : 170.
2. Untuk mengetahui objek pendidikan berdasarkan QS. Al-Syu’ara/26 : 214-216.
3. Untuk mengetahui objek pendidikan berdasarkan QS. Al-Tahrim/66 : 6.
4. Untuk mengetahui objek pendidikan berdasarkan QS. Nuh/71 : 1-4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Q.S Al-Nisa/4:170

‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَآَ ِمنُوا َخ ْيرًا لَ ُك ْم َوإِ ْن تَ ْكفُرُوا فَإ ِ َّن‬ ِّ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ُك ُم ال َّرسُو ُل بِ ْال َح‬
)071 :‫َّللاُ َعلِي ًما َح ِكي ًما (النساء‬ َّ َ‫ض َو َكان‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬ ِ ‫ِ َّّلِلِ َما فِي ال َّس َما َوا‬
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul
dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kamu, maka berimanlah, itulah yang
baik bagimu. Dan jika kamu kafir, maka sesungguhnya apa yang di langit dan
di bumi itu adalah kepunyaan Allah dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 170)1

1. Penjelasan Tafsir
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan: wahai manusia (maksudnya
warga Makkah) sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul (yakni
Muhammad Saw). membawa kebenaran dari Tuhan kamu, maka
berimanlah kamu (kepadanya) dan usahakanlah yang terbaik bagi kamu
(dari apa yang melingkungimu). Dan jika kamu kafir (kepadanya) maka
bagi-Nya apa yang di langit dan yang di bumi (baik sebagai milik maupun
sebagai makhlu dan hamba hingga tidaklah merugikan kepada-Nya
kekafiranmu itu) dan Allah Maha Mengetahui (terhadap makhluknya) lagi
Mahabijaksana (mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.2

Setelah ayat-ayat yang lalu menanggapi usul yang dikemukakan oleh


Ahl al-Kitab agar diturunkan kitab dari langit dengan menegaskan bahwa
Rasulullah Saw. telah membawa kebenaran dari Allah sambil membuktikan
kekeliruan bahkan kesesatan pandangan mereka, kini menjadi sangat wajar
menyampaikan ajakan kepada seluruh manusia bukan hanya Ahl al-Kitab:
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul
yakni Muhammad Saw., dengan mebawa tuntunan Al-Qur’an dan syariat

1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 2, (Tangerang Selatan: Lentera hati,
2000), hlm. 643.
2
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2017), hlm. 104.

3
yang mengandung kebenaran dari Tuhan Pembimbing dan Pemelihara
Kamu, maka karena itu berimanlah dengan iman yang benar. Itulah, yakni
keimanan itu yang baik bagi kamu. Dan jika kamu terus menerus kafir, maka
kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun, tidak juga mengurangi
kekuasaan dan kepemilikan-Nya, karena sesungguhnya apa yang di langit
dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah serta di bawah kendali-Nya,
sehingga dia dapat menjatuhkan sanksi atas kamu dari langit atau bumi. Dan
adalah Allah senantiasa Maha Mengetahui sehingga tidaklah wajar menolak
informasi-Nya, Dia juga Maha Mengetahui siapa yang taat dan siapa yang
durhaka lagi Maha Bijaksana, memperlakukan setiap hamba-Nya sesuai
dengan perlakuan yang wajar lagi pada tempatnya yang sesuai.

Sebagaimana diketahui, memang ayat tersebut untuk kaum Yahudi


secara asbabun-nuzulnya (sebab turunnya ayat), namun yang menjadi
patokan adalah bahasa yang digunakan Allah s.w.t. yang bersifat umum,
yaitu “wahai sekalian manusia”.3 Menurut Quraish Shihab, kehadiran
Rasulullah Saw. yang dinyatakan dengan kata-kata, “datang kepada kamu”
dan juga pernyataan bahwa yang beliau bawa adalah tuntunan dari “Tuhan
(Pembimbing dan Pemelihara) kamu”, itu dimaksudkan sebagai rangsangan
kepada mitra bicara (kamu) agar menerima siapa yang datang dan menerima
apa yang dibawanya. Karenanya, wajib bagi yang didatangi untuk
menyambutnya dengan gembira. Dengan demikian, sesungguhnya ayat ini
berkaitan dengan objek pendidikan secara global, yaitu seluruh umat
manusia, tanpa terkecuali. Artinya menjadi kewajiban setiap muslim untuk
memiliki misi mendidik seluruh umat manusia.

Dengan penjelasan yang telah di uraikan di atas maka telah jelaslah


bahwa yang menjadi objek pendidikan yakni seluruh manusia. Baik yang
muslim maupun non-muslim. Namun perlu perlu digaris bawahi, dalam
proses mendidik seorang pendidik tidak boleh membeda-bedakan murid
yang satu dengan yang lain baik ia muslim maupun non-muslim serta kaya

3
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz 6, (Semarang: CV Toha Putra,
1993), hlm 97.

4
ataupun miskin, mereka berhak mendapatkan fasilitas pendidikan yang
sama, serta dalam proses mendidik seorang pendidik juga tidak
diperkenankan untuk mendidik dengan kekerasan akan tetapi ada berbagai
cara lain yakni dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah, dan argument
yang bertanggung jawab.

2. Nilai-nilai Pendidikan dan Implementasinya


Menurut Salman Harun dalam bukunya Tafsir Tarbawi, terdapat beberapa
nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari tafsir Surah An-Nisa/4 : 170, yaitu:4
a. Obyek dakwah (pendidikan Islam) adalah seluruh umat manusia. Dakwah
(pendidikan Islam) harus sampai kepada seluruh umat manusia.
b. Menjadi orang beriman berarti menjadi orang baik. Itulah yang
menguntungkan. Sedangkan menjadi orang yang ingkar (kafir) justru
merugikan diri sendiri.
c. Allah tidak rusak ketuhanan-Nya bila semua manusia di alam ini ingkar
kepada-Nya. Justru manusia itu sendiri yang rugi.
Adapun implementasi dari nilai-nilai pendidikan di atas, yaitu:5
a) Seluruh manusia sebagai obyek pendidikan/dakwah dilaksanakan melalui
pendekatan yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.
b) Teknisnya dapat dilaksanakan dengan seluruh metode sesuai situasi.

B. Q.S Al-Syu’ara’/26:214-216

َ‫ك ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِين‬


َ ‫ك لِ َم ِن اتَّبَ َع‬ ْ ‫) َو‬٤١٢( َ‫ك اْل ْق َر ِبين‬
َ ‫اخفِضْ َجنَا َح‬ ِ ‫َوأَ ْن ِذرْ ع‬
َ َ‫َشي َرت‬
)٤١٢( َ‫ك فَقُلْ إِنِّي بَ ِري ٌء ِم َّما تَ ْع َملُون‬ َ ‫) فَإ ِ ْن َع‬٤١٢(
َ ْ‫صو‬
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang mukmin. Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah:

4
Salman Harun, Tafsir Tarbawi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Tangerang
Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), hlm. 73.
5
Ibid., hlm. 73.

5
‘‘Sesungguhnya Aku berlepas diri menyangkut apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Asy-Syu’ara’: 214-216)6

1. Penjelasan Tafsir
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan: Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat (dalam ayat ini tertuju kepada Bani
Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi Saw. memberikan peringatan kepada
mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut keterangan hadis
yang telah dike-mukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim). Dan
rendahkanlah dirimu (maksudnya adalah untuk berlaku lemah lembut)
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang
beriman. Jika mereka mendurhakaimu (yakni kerabat-kerabat terdekat itu)
maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kalian kerjakan”. (tentang penyembahan kalian kepada selain
Allah itu).7
Ketika ayat ini turun, Rasulullah Saw. naik ke puncak bukit Shafa, di
Mekah, lalu menyeru keluarga dekat beliau dari keluarga besar ‘Ady dan
Fiht yang berinduk pada suku Quraisy. Semua keluarga hadir atau
mengirim utusan. Abu Lahab pun datang, lalu Nabi Saw. bersabda:
“Bagaimana pendapat kalian, jika aku berkata bahwa di belakang lembah
ini ada pasukan berkuda bermaksud menyerang kalian, apakah kalian
mempercayai aku?” Mereka berkata: ”Ya, kami belum pernah
mendapatkan darimu kecuali kebenaran.” Lalu Nabi bersabda: “Aku
menyampaikan kepada kamu sebuah peringatan, baha di hadapan sana
(masa datang) ada siksa yang pedih.” Abu Lahab yang mendengar sabda
beliau itu, berteriak kepada Nabi Saw. berkata: “Celakalah engkau
sepanjang hari, apakah untuk maksud itu engkau mengumpulkan kami?”
Maka turunlah surah Tabbat Yadaa Abii Lahab” (HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad, dan lain-lain melalui Ibn Abbas).

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 10, (Tangerang Selatan: Lentera hati,
2002), hlm. 149.
7
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, Op.Cit., hlm.376

6
Riwayat lain mengatakan bahwa ketika itu Nabi Saw. bersabda:
“Wahai suku Quraisy, tebuslah diri kamu. Aku tidak dapat membantu
kamu sedikit pun di hadapan Allah; Wahai Shafiah (saudara perempuan
ayah Rasulullah) aku tidak dapat membantumu sedikit pun di hadapan
Allah; Wahai Abbas putra Abdul Muthalib, aku tidak dapat membantumu
seikit pun di hadapan Allah; Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah
apa yang engkau kehendaki dari hartaku, aku tidak dapat membantumu
sedikit pun di hadapan Allah” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa’I dan lain-
lain melalui Abu Hurairah).8

Bagi Ibn ‘Asyur ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad Saw. ia
adalah uraian khusus setelah ayat sebelumnya merupakan uraian umum
menyangkut siapa saja. Demikian tulisnya.

Kata ( ‫‘ )عشيرة‬asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil


dari kata ( ‫‘ )عاشر‬aasyara yang berarti saling bergaul, karena anggota suku
yang terdekat atau keluarga adalah orang-orang yang sehari-hari saling
bergaul. Kata ( ‫ )االقربين‬al-aqrabiin yang menyifati kata ‘asyirah,
merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai
orang-orang dekat dari mereka yang terdekat.

Kata ( ‫ )جناح‬janaah pada mulanya berarti sayap. Penggalan ayat ini


mengilustrasikan sikap dan perilaku seseorang seperti halnya seekor
burung yang merendahkan sayapnya pada saat ia hendak mendekat dan
bercumbu kepada betinanya, atau melindungi anak-anaknya. Sayapnya
terus dikembangkan dengan merendah dan merangkul, serta tidak beranjak
meninggalkan tempat dalam jeadaan demikian sampai berlalunya bahaya.
Dari sini ungkapan itu dipahami dalam arti kerendahan hati, hubungan
harmonis dan perlindungan serta ketabahan dan kesabaran bersama kaum
beriman, khusunya pada saat-saat sulit dan krisis.

Kata ( ‫ )اتّبعك‬ittaba’aka / mengikutimu yakni dalam melaksanakan


tuntunan agama. Ibn ‘Asyur hanya memahami kata ini dalam arti
“beriman”, sedang penyebutan kata ( ‫ )المؤمنين‬al-mu’miniin menurutnya

8
M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 152.

7
adalah untuk menjelaskan mengapa Nabi Saw. diperintahkan untuk
berendah hati kepada mereka, seakan-akan ayat ini berkata: “Hadapilah
mereka dengan kerendahan hati karena keimanan mereka.” Demikian Ibn
‘Asyur.

Al-Biqa’i, sebelum menjelaskan pandangannya, terlebih dahulu


menggaris bawahi asal dari kata (‫ )اتّبعك‬ittaba’aka yaitu ( ‫ )تبع‬tabi’a yang
kemudian dibubuhi huruf ( ‫ )ت‬ta’ yang mengandung makna kesungguhan.
Menurutnya perubahan itu, untuk mengeluarkan orang-orang yang belum
beriman, atau hanya beriman secara lahiriah, atau lemah imannya dan
munafik, dank arena itu – tulis al-Biqa’i – lafadz itu dilanjutkan dengan
penjelasannya yaitu ( ‫ )من المؤمنين‬minal mu’miniin dari orang-orang
mukmin yang telah mantap imannya.9

Jika mereka mendurhakaimu, “mereka” yang dimaksud adalah


keluarga besar beliau (Nabi Muhammad Saw) itu, bukan orang mukmin,
karena tidak mungkin orang mukmin menampik (menolak/mendurhakai)
peringatan Nabi Saw. “Menampik” yaitu tidak mau beriman dan berislam.
Dan “berlepas tangan”( ‫ )برئ‬adalah tidak bertanggung jawab. Jadi, Nabi
Saw tidak bertanggung jawab bila ada di antara anggota keluarganya
menampik seruannya, karena tugasnya hanya menyampaikan.10

Dari beberapa penjelasan mengenai ayat di atas, maka dapat


disimpulkan bahwasanya yang menjadi objek pendidikan yakni adalah
keluarga besar. Upaya pendidikan harus dilakukan dengan segenap tenaga,
dan setelah itu bertawakallah. Bila berhasil pujilah Allah dan apa bila tidak
berhasil maka tingkatkanlah upaya lebih keras. Bagi mereka yang
menerima dakwah maka harus kita berikan perhatian lebih lanjut; mereka
yang tidak menerima perlu kita terus-menerus dekati dengan penuh
kesabaran.

9
Ibid, hlm. 150-151.
10
Salman Harun,Op.cit., hlm. 78.

8
2. Nilai-nilai Pendidikan dan Implementasinya
Menurut Salman Harun dalam bukunya Tafsir Tarbawi, terdapat beberapa
nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari tafsir Surah Al-Syu’ara’/26 :
214-216, yaitu:11
a. Di antara objek pendidikan adalah keluarga besar.
b. Upaya pendidikan harus dilakukan dengan segenap tenaga, dan
setelah itu bertawakallah. Bila berhasil pujilah Allah karena izin-
Nya, dan bila tidak berhasil tingkatkanlah upaya lebih keras.
c. Mereka yang menerima dakwah harus diberi perhatian lebih
lanjut (berita gembira/reward); mereka yang tidak menerima
perlu terus-menerus didekati dengan penuh kesabaran.
Adapun implementasi dari nilai-nilai pendidikan di atas, yaitu:12
a) Keluarga besar perlu dijadikan objek pendidikan melalui seluruh
pendekatan, begitupun metode-metodenya.

C. QS. Al-Tahrim/66 : 6

ٌ‫يَاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا قُوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَئِ َكة‬
. َ‫ِغ َالظٌ ِشدَا ٌد ََليَ ْعصُوْ نَ َّللاَ َمااَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َماي ُْؤ َمرُوْ ن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan


keluarga kamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan
batu-batu; Diatasnya malaikat-malaikat yang kasar-kasar, yang tidak
mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada meraka dan
mereka mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim/66: 6)13

11
Salman Harun, Op.cit., hlm. 79.
12
Ibid., hlm. 79.
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Volume
14, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2002), hlm. 327.

9
1. Makna Kosakata

No. Lafal Makna No. Lafal Makna

1. َ‫يَاَ ُّي َها الَّ ِذيْن‬ Hai orang- 9. ‫َعلَ ْي َها‬ Atasnya
‫اَ َمنُ ْوا‬ orang yang
beriman

2. ‫قُ ْوا‬ Peliharalah 10. ‫َمالَئِ َكة‬ Malaikat

3. َ ُ‫اَ ْنف‬
‫س ُك ْم‬ Diri kalian 11. ‫ِغ َالظ‬ Kasar

4. ‫َواَ ْهلِ ْي ُك ْم‬ Dan keluarga 12. ‫شدَاد‬


ِ Keras
kalian

5. ً َ‫ن‬
‫ارا‬ Api (nerska) 13. ُ ‫َاليَ ْع‬
َ‫ص ْون‬ Tidak durhaka

6. ‫َوقُ ْو ُدهَا‬ Yang bahan 14. ‫َمااَ َم َر ُه ْم‬ Apa yang Dia
bakarnya perintahkan

7. ُ َّ‫الن‬
‫اس‬ manusia 15. َ‫يَ ْف َعلُ ْون‬ Berbuat

8. َ ‫َوا ْل ِح َج‬
ُ‫ارة‬ Dan batu 16. . َ‫َمايُؤْ َم ُر ْون‬ Selalu
mengerjakan

2. Penjelasan Tafsir
Dalam penjelasan dari Tafsir Al-Misbah, dijelaskan dalam
suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi saw. seperti diuraikan
oleh ayat-ayat yang lalu, ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum
beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri
kamu antara lain dengan meneladani Nabi saw. dan pelihara juga keluarga
kamu yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung
jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua
terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-
manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-
berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas
menyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-

10
kasar hati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya dalam
melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah
menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa
yang mereka jatuhkan – kendati mereka kasar – tidak kurang dan tidak
juga berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa
dan kesalahan masing-masing penghuni neraka dan mereka
juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang
diperintahkan Allah kepada mereka.14
Dalam penjelasan di Tafsir Jalalain adalah sebagai berikut: (Hai
orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian )
dengan mengarahkan kepada mereka jalan ketaatan kepada Allah. (Dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan
batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari
bahan bakar neraka itu. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas,
sehingga hal-hal tersebut bisa terbakar. Berbeda halnya dengan api di
dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya.
(penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah
malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat,
sebagaimana yang diterangkat di surah al-muddasir. (yang kasar) lafadz
gilazun ini diambil dari kata gilazul qalbi, yakni kasar hatinya. (yang
keras) sangat keras hantamannya. (mereka tidak pernah mendurhakai
Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal
ma amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah. Atau dengan
kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai
perintah Allah. (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan)
lafadz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal sebelumnya. Dalam
ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya janagn
murtad; dan juga ayat ini menjadi ancaman pula bagi orang-orang munafik
yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka
masih tetap kafir.15

14
Ibid., hlm. 327.
15
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, Op.cit., hlm. 560.

11
Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan
harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju
kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada
mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu)
sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan
berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua
orangtua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan
masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu
rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh
hubungan yang harmonis.
Malaikat yang disifati dengan ‫( غالالالالظ‬kasar) bukanlah dalam arti
kasar jasmaninya sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir, karena
malaikat adalah makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini,
kata tersebut harus dipahami dalam arti kasar perlakuannya atau
ucapannya. Mereka telah diciptakan Allah khusus untuk menangani
neraka. “Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintihan, tangis atau
permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan sifat sadis. Dan
karena itulah maka mereka (‫ش الالالالدَاد‬
ِ ) Syidad/keras-keras yakni makhluk-
makhluk yang keras hatinya dan keras pula kelakuannya.16
Ayat diatas memberikan gambaran bahwa dakwah dan pendidikan
harus diawali dari lembaga yang paling kecil, yaitu dari diri sendiri dan
keluarga menuju yang besar dan luas. Ayat ini atas awalnya berbicara
masalah tanggung jawab pendidikan keluarga, kemudian diikuti dengan
akibat dari kelalaian tanggung jawab yaitu siksaan. Dalam membicarakan
siksaan, Al-Qur’an menyebutkan bahan bakar neraka, bukan model dan
jenis siksaannya. Sementara bahan bakar siksaan di dalam ayat diatas
digambarkan berasal dari manusia. Hal ini mengisyaratkan bahwa
kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai pada diri manusia berawal dari
kegagalan dalam mendidik masa kecilnya, dalam lembaga terkecil yaitu
keluarga. Kegagalan pendidikan dalam usia dini,, akan menyebabkan

16
M. Quraish Shihab, Op.cit., hlm. 327-328.

12
manusia terbakar emosinya oleh dirinya sendiri yang tidak terarahkan pada
usia dininya.17

3. Nilai-nilai Pendidikan dan Implementasinya


Menurut Salman Harun dalam bukunya Tafsir Tarbawi, terdapat beberapa
nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari tafsir Surah At-Tahrim/66 : 6, di
antaranya:18
a. Di antara objek pendidikan adalah diri sendiri dan keluarga.
b. Diri sendiri dan keluarga perlu diajari dan dididik nilai-nilai baik dan
buruk.
c. Pendidik harus mampu memberikan penghayatan tentang kerasnya
adzab neraka, galaknya penjaganya, serta diterapkannya hukum
secara konsekuen, supaya orang terdidik merasa takut lalu terdororng
berbuat baik, menjauhi yang buruk, dan berakhlak mulia.
Adapun implementasi dari nilai-nilai pendidikan di atas, yaitu:19
a) Diri sendiri perlu diperlakukan sebagai objek pendidikan dengan
pendekatan intropeksi, pembiasaan, penyaluran bakat, pengisian
waktu senggang, mencari pengalaman, dan lain-lain.

D. Surah Nuh/71 : 1-4

‫) قَا َل‬١( ‫ك ِم ْن قَ ْب ِل أَ ْن يَأْ ِتيَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم‬


َ ‫إِنَّا أَرْ َس ْلنَا نُوحًا إِلَى قَوْ ِم ِه أَ ْن أَ ْن ِذرْ قَوْ َم‬
‫) يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم‬٣( ‫َّللا َواتَّقُوهُ َوأَ ِطيعُو ِن‬َ َّ ‫) أَ ِن ا ْعبُ ُدوا‬٤( ‫ين‬ ٌ ‫يَا قَوْ ِم إِنِّي لَ ُك ْم نَ ِذي ٌر ُم ِب‬
َّ ‫ِم ْن ُذنُوبِ ُك ْم َويُؤَ ِّخرْ ُك ْم إِلَى أَ َج ٍل ُم َسمًى إِ َّن أَ َج َل‬
‫َّللاِ إِ َذا َجا َء َل يُ َؤ َّخ ُر لَوْ ُك ْنتُ ْم‬
)٢( َ‫تَ ْعلَ ُمون‬

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan


memerintahkan): ‘Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya adzab
yang pedih’(1) Nuh berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang menjelaskan kepada kamu,(2) (yaitu) sembahlah olehmu Allah,

17
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Teras: Yogyakarta, 2008), hlm. 100.
18
Salman Harun, Op.cit., hlm. 75.
19
Ibid., hlm. 76.

13
bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku,(3) Niscaya Allah akan mengampuni
sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang
ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat
ditangguhkan, kalau kamu mengetahui’(4)”20

1. Penjelasan Tafsir
Dalam Tafsir Al-Qurthubi, pada ayat pertama dijelaskan bahwa Nabi Nuh
merupakan seseorang yang diutus oleh Allah kepada kaumnya. Firman Allah

Ta’ala َ‫أَ ْن أَ ْن ِذرْ قَوْ َمك‬ “(dengan memerintahkan): ‘Berilah kaummu

peringatan’.” Menurut satu pendapat, maksudnya adalah berilah peringatan


kepada mereka dengan adzab yang pedih, secara umum, jika mereka tidak
beriman. Adzab yang pedih tentu saja akan ditimpakan Allah kepada orang-orang
yang berbuat dosa besar. Hal ini diartikan bahwa umat Nabi itu telah melakukan
dosa besar, yang oleh karena itu Allah mengutusnya untuk memperbaikinya.21
Nuh kemudian menyeru dan memberikan peringatan kepada kaumnya, namun
dia tidak melihat seorang pun dari mereka yang mengabulkan seruannya. Mereka
justru memukuli Nuh hingga pingsan. Nuh kemudian berkata: “Ya Tuhanku,
ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui,”.22

ٌ ‫نَ ِذي‬
Dalam ayat ke dua: ‫ر‬ ‫“ قَا َل يَا قَوْ ِم إِنِّي لَ ُك ْم‬Nuh berkata: ‘Hai kaumku,
ٌ ِ‫ُمب‬
sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan’,” yakni pemberi peringatan, ‫ين‬

“yang menjelaskan,” yakni yang menjelaskan kepadamu dengan bahasa yang


kalian kenal.

Dalam ayat ketiga: ِ ‫َّللا َواتَّقُوهُ َوأَ ِطيع‬


‫ُون‬ َ َّ ‫أَ ِن ا ْعبُ ُدوا‬ , kata ‫ا ْعبُ ُدوا‬
“Sembahlah olehmu,” yakni esakanlah olehmu. Kata ُ ‫َواتَّقُوه‬ “Bertakwalah

kepada-Nya” yakni takutlah. Dan kata ِ ‫َوأَ ِطيع‬


‫ُون‬ “Dan taatlah kepadaku.”

yakni pada apa-apa yang aku perintahkan kepadamu. Sebab aku adalah utusan
Allah kepadamu.

20
Ibid., hlm. 80-83.
21
Ibid., hlm. 80.
22
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 19, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2009), terj. Ahmad Khatib, dkk., hlm. 270.

14
Dalam ayat keempat, firman Allah Ta’ala ‫َي ْغفِرْ لَ ُك ْم ِم ْن ُذنُوبِ ُك ْم‬
“Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu.” Ibnu Syajrah
berkata, “Makna firman Allah itu adalah: niscaya Allah mengeluarkanmu dari
dosa-dosa yang kalian meminta ampun darinya.”. Selanjutnya firman Allah

Ta’ala, ‫سمًى‬
َ ‫ُم‬ ‫“ َويُؤَ ِّخرْ ُك ْم إِلَى أَ َج ٍل‬Dan menangguhkan kamu sampai kepada
waktu yang ditentukan.” Ibnu Abbasa berkata, “yakni menangguhkan umurmu.”
Maknanya adalah, Allah telah menetapkan sebelum menciptakan mereka, bahwa
jika mereka beriman maka Allah akan memberkahi umur mereka. Tapi jika
mereka tidak beriman, maka adzab akan segera ditimpakan kepada mereka.

Makna ‫سمًى‬
َ ‫ُم‬ ‫“ أَ َج ٍل‬waktu yang ditentukan” adalah (yang telah ditentukan) di
sisi Allah. Lalu firman Allah Ta’ala ‫ر‬ َّ ‫إِ َّن أَ َج َل‬
ُ ‫َّللاِ إِ َذا َجا َء َل يُ َؤ َّخ‬
“Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat
ditangguhkan.” Maksudnya, apabila kematian tiba maka akan tidak akan dapat
ditangguhkan, baik karena adzab atau tidak. Al ajal (ketetapan) disandarkan
kepada Allah, sebab Allah lah yang menetapkannya.23

Selain itu, di dalam Tafsir Khulun ‘Azhim, pada ayat pertama dijelaskan
bahwa Allah mengisahkan kepada Nabi Muhammad Saw. perihal Nabi Nuh yang
diutus sebagai nabi dan rasul untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Nuh
adalah generasi kesembilan dari Nabi Adam a.s., dan merupakan generasi ketiga
dari Nabi Idris a.s. dalam usia 950 tahun, Nabi Nuh berdakwah hampir lima
abad.24 Ia diutus oleh Allah untuk mengajak kaum Armenia untuk kembali
menyembah Allah Yang Maha Esa bukanlah berhala seperti yang mereka lakukan
saat itu. Padahal, dahulu daerah itu telah mengenal Allah hal ini dibuktikan
dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Idris. Namun pasca Nabi Idris wafat,
mereka kembali kepada kekufuran melalui penyembahan berhala-berhala itu.
Nabi Nuh hadir sebagai rasul untuk memberikan peringatan kepada penduduk
Armenia jika mereka masih berada dalam kemusyrikan dan menimbulkan
kerusakan di bumi, maka adzab Allah akan turun kepada mereka.

Dalam ayat kedua, setelah menerima wahyu dari Allah selanjutnya Nabi
Nuh berkata kepada kaumnya bahwa ia adalah seorang rasul yang hanyalah

23
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Ibid., hlm. 271-273.
24
M. Yunan Yusuf, Tafsir Khuluqin ‘Azhim, (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2013),
hlm. 318.

15
sebagai pemberi peringatan. Ia tidak berhak memaksakan apa yang ia kehendaki,
sekalipun masalah keimanan. Namun, Nabi Nuh memberikan peringatan kepada
kaumnya dengan cara bersungguh-sungguh, berdakwah selama kurang lebih lima
ratus tahun tanpa berhenti dan menggunakan seluruh kemampuannya,
kecakapannya serta kefasihannya dalam berbicara.25
Dalam ayat ketiga, menjelaskan pokok ajaran yang benar yakni
penyembahan Allah hanya kepada-Nya saja. Beribadah kepada Allah sebagai
pengakuan tentang adanya yang Yang Maha Esa dan Yang Mahakuasa sebagai
penguasa dan pemilik alam semesta ini. Pengakuan inilah yang disebut
pengakuan Tauhid, dan tidak boleh ada sekutu bagi Allah yang Maha Esa itu.
Dalam ayat keempat, menjelaskan mengenai ketiga ajaran pokok itu
dipegang dengan teguh, maka ridha Allah akan terlimpah. Ketiga pokok ajaran
itu meliputi; beribadah kepada Allah, bertakwa kepada-Nya, dan menaati
nabi/rasul.26 Pengampunan dosa adalah hak progratif Allah semata. Niscaya Allah
akan mengampuni sebagian dosa-dosamu. Dakwah Nabi Nuh agar kaumnya
menyembah Allah Tuhan Yang Esa, bertakwa kepada Allah serta menaati apa
yang diajarkan oleh Nabi Nuh sendiri, adalah jalan untuk menerima ampunan
tersebut. Pengampunan terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk
dosa syirik.
Konsekuensi dari dosa yang telah terampuni, yaitu penurunan sanksi atas
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan pun ditangguhkan, dan
menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Dengan
diterimanya taubat, setiap orang dapat memulai hidup baru dengan lebih bersih
dan suci sampai nanti yang ditentukan datang, yakni Izrail menjemput.27
Oleh karena itu, janganlah sia-siakan hidup yang sebentar itu.
Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan,
kalau kamu mengetahui. Isilah hidup itu sebaik-baiknya dengan memperbanyak
amal saleh.28 Sebab, bila ajal sudah tiba, tidak akan bisa digeser waktunya sedetik
pun, tidak dapat dimundurkan maupun dimajukan. Waktu berlangsungnya adalah
sesuatu yang pasti. Semua orang mengetahui hal itu, namun sedikit yang
memahaminya.

25
M. Yunan Yusuf, Ibid., hlm. 319.
26
Salman Harun, Op.cit., hlm. 81.
27
M. Yunan Yusuf, Op.cit., hlm. 321.
28
M. Yunan Yusuf, Ibid., hlm 321-322.

16
2. Nilai-nilai Pendidikan dan Implementasinya
Menurut Salman Harun dalam bukunya Tafsir Tarbawi, terdapat
beberapa nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari tafsir Surah Nuh/71 : 1-
4, antara lain:29
a. Di antara objek pendidikan adalah masyarakat/bangsa. Bangsa yang
berpendidikan akan menjadi bangsa yang cerdas dan berakhlak. Bangsa
yang cerdas dan berakhlak akan menciptakan peradaban yang baik. Semakin
baik peradaban semakin bahagia manusia.
b. Guru harus bekerja dengan tekun dan professional, Nabi Nuh bisa dijadikan
contoh mengenai hal itu.
c. Pembentukan akhlak (karakter) sangat diutamakan dalam pendidikan
karena akhlak menentukan nasib masyarakat/bangsa.
Adapun implementasi dari nilai-nilai pendidikan diatas yakni:30
a) Masyarakat atau bangsa perlu diperlakukan sebagai objek pendidikan
melalui seluruh pendekatan dan metode sesuai situasi dan kondisinya.

29
Salman Harun, Op.cit., hlm. 83.
30
Salman Harun, Ibid., hlm. 84.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian, dari empat rangkaian ayat yang disebutkan di atas, dapat
disimpulkan bahwasanya ketika Allah SWT berbicara tentang objek
pendidikan, maka objek pendidikan itu sesungguhnya meliputi seluruh umat
manusia. Kemudian Allah SWT menguraikan satu per satu objek pendidikan
yang harus dilakukan, khususnya oleh umat Islam yang mentaati-Nya. Pada
urutan pertama, mereka adalah keluarga kita sendiri, yakni isteri, anak dan
hamba sahaya, walaupun untuk saat ini sudah tidak ada lagi hamba sahaya.
Kemudian urutan kedua adalah kaum kerabat atau famili kita, yang meliputi
orang-orang yang secara hubungan darah masih dekat dengan kita, selain isteri
dan anak. Dan urutan terakhir dari objek pendidikan adalah bangsa kita, yang
membersamai kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jika mereka semua mampu kita didik sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah
SWT, maka Allah akan memanjangkan usia kita dan memberikan banyak
keberkahan untuk kita.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin as-Suyuthi. Tafsir Jalalain. Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar. 2017.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi Juz 6. Semarang: CV Toha


Putra, 1993.

Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 19. Jakarta: Pustaka Azzam,
2009. terj. Ahmad Khatib, dkk.

Harun, Salman. Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al-Qur’an.


Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013.

Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi. Teras: Yogyakarta, 2008.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Volume 2. Tangerang Selatan: Lentera


Hati, 2000.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Volume 10. Tangerang Selatan: Lentera


Hati, 2002.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an


Volume 14. Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2002.

Yusuf, M. Yunan. Tafsir Khuluqin ‘Azhim. Tangerang Selatan: Lentera Hati,


2013.

19

Anda mungkin juga menyukai