Penyimpngan Semu Hukum Mendel
Penyimpngan Semu Hukum Mendel
Penyimpngan Semu Hukum Mendel
Disusun Oleh :
Nama : Almadito Akbar
Absensi : 02
Kelas : XII MIPA 7
B. Tujuan
Menentukan rasio fenotip F2 pada peristiwa epistatis dan hipostatis dalam penyilangan dihibrid
(dua sifat berbeda).
C. Dasar Teori
Hukum mendel I atau hukum segregasi adalah suatu kaidah pemisahan pasangan alel secara
bebas pada saat pembelahan meiosis dalam pembentukan gamet. Segregasi ini disertai dengan
penurunan kromosom diploid menjadi haploid. Pada umumnya persilangan ini dibuktikan dalam
penyilangan monohibrid.
Hukum mendel II atau hukum asortasi adalah suatu kaidah yang menyatakan bahwa setiap alel
dapat berpasangan secara bebas dengan alel lainnya yang tidak sealel pada waktu pembentukan
gamet. Hukum Mendel II dapat dijelaskan pada penyilanga dihibrid, yaitu persilangan dengan dua
sifat beda atau dua alel yang berbeda. Hukum Mendel II hanya berlaku pada gen-gen yang letaknya
berjauhan sehingga dapat memisah secara bebas.
Berdasarkan Hukum Mendel I dan II, penyilangan monohibrid dominan penuh memiliki
perbandingan fenotipe pada F2 sebesar 3 : 1. Sementara itu, penyilangan dihibrid dominan penuh
memiliki perbandingan fenotipe F2 sebesar 9 : 3 : 3 : 1. Namun pada kenyatannya, ketika dilakukan
penyilangan, terkadang ditemukan angka perbandingan yang tidak sama (menyimpang) dengan
pola-pola hereditas menurut hukum mendel. Sehingga, peristiwa ini disebut sebagai penyimpangan
semu hukum Mendel.
Salah satu penyimpangan semu hukum Mendel yaitu epistasis dan hipostasis. Epistasis dan
hipostasis, yaitu bentuk interaksi ketika suatu gen mengalahkan gen lainnya yang bukan sealel.
Kedua gen yang berinteraksi tersebut terletak dalam lokus yang berbeda. Gen yang menutupi
(menghalangi) kemunculan karakter disebut gen epistasis. Sementara itu, gen yang ditutupi
(dihalangi) disebut gen hipostasis. Pada epistasis dominan terjadi jika gen yang menutupi kerja gen
lainnya bersifat dominan. Gen dominan ini dapat menutupi gen dominan lainnya yang bukan
sealel. Pada peristiwa ini, akan didapatkan angka perbandingan pada F2, yaitu 12 : 3 : 1.
Lidi 30 cm
Gunting
E. Cara Kerja
1. Buatlah dua baling-baling dengan potongan kertas karton/kardus berbentuk model simbol
palang merah. Lubangi bagian tengahnya untuk memasukkan lidi. ! hati-hati menggunakan
lidi, jangan sampai melukai tubuh.
2. Pada keempat lengan baling-baling, tuliskan simbol jenis gamet PK, Pk, pK, dan pk. Ketentuan
: gen P untuk putih, gen p untuk hijau, K untuk kuning, dan k untuk hijau. P sebagai gen
epistasis (menutupi), sedangkan K dan k sebagai gen hipostasis (tertutup).
3. Rangkailah alat secara berurutan : pasang sedotan 15 cm pada lidi → satu baling-baling →
sedotan 2 cm → satu baling-baling lainnya (paling atas).
5. Hentikan putaran secara mendadak dan acak, dengan cara menangkap salah satu lengan pada
kedua baling-baling tersebut. Tentukan jenis genotipenya dengan cara menggantungkan kedua
macam gamet yang tertera pada lengan baling-baling yang tertangkap.
6. Ulangi pemutaran dan penangkapan baling-baling sebanyak 96 kali. Tuliskan datanya ke dalam
tabel.
PK PK
pK pk pK pk
Pk Pk
Total 96
G. Pertanyaan
4. Samakah dengan angka perbandingan fenotipe epistasis dominan? Jika tidak sama, cobalah
analisis penyebabnya.
5. Jika P bertemu dengan K, akan menghasilkan fenotipe putih. Manakah yang merupakan gen
epistasis dan gen hipostasis? Buatlah diagram penyilangannya.
4. Sama, karena rasio dari percobaan yang dilakukan mendekati dengan angka perbandingan
fenotipe epistasis dominan.
5. Gen epistasis P
Gen hipostasis K
PK Pk pK pk
Rasio Genotipe :
1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1
Rasio Fenotipe :
12 : 3 : 1
a. Interaksi antar-alel :
− Kodominan (Codominance) ;
− Alel lethal.
b. Interaksi genetik :
− Atavisme ;
− Polimeri ; dan
− Kriptomeri.
Praktikum ini mengambil suatu topik yaitu Menentukan rasio fenotip F2 pada peristiwa
epistatis dan hipostatis dalam penyilangan dihibrid. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
tempo hari, didapatkan berbagai data-data yang menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai topik
tersebut.
Pada percobaan penyilangan dihibrid epistasis dan hipostasis yang dilakukan tempo hari,
terdapat gen P yang membawa sifat utih dan bersifat epistasis, gen K yang membawa sifat kuning
dan bersifat hipostatis, serta gen p dan k yang membawa sifat hijau.
Setelah melakukan percobaan penyilangan dihibrid dengan menyilangkan parental jantan PpKk
dan betina PpKk yang menghasilkan gamet masing-masing PK, Pk, pK, dan pk sebanyak 96 kali,
rasio fenotip yang dihasilkan yakni 11.31 : 3.42 : 1.25. Hal ini mendekati rasio fenotip 12 : 3 : 1.
Hal ini tidak sama dengan penyilangan dihibrid dominasi penuh hukum mendel yang menghasilkan
rasio fenotip 9 : 3 : 3 : 1. Hal ini terjadi dikarenakan adanya gen P yang bersifat epistasis sehingga
bersifat menutupi sifat gen yang berada di bawahnya. Serta adanya gen K yang bersifat hipostasis
sehingga bersifat ditutupi oleh gen epistasis (P). Hal ini menyebabkan rasio fenotipnya berubah
menjadi 12 : 3 : 1. Karena rasionya yang menyimpang maka hal ini disebut sebagai penyimpangan
semu hukum Mendel.
I. Kesimpulan
Dengan hasil yang didapat, dapat diketahui bahwa hasil persilangan tidak selalu menghasilkan
hasil dengan rasio fenotip yang sama. Hal ini terjadi karena beberapa gen tidak saling
memengaruhi pada saat menghasilkan fenotip. Seperti pada percobaan yang dilakukan tempo hari,
rasio fenotip memiliki perbedaan dengan rasio fenotip hukum Mendel. Hal ini disebut
penyimpangan semu hukum Mendel.
Lampiran