Drama KAPAI KAPAI Arifin. C. Noor
Drama KAPAI KAPAI Arifin. C. Noor
Drama KAPAI KAPAI Arifin. C. Noor
Noer)
Dengan tidak mengurangi dan mengubah satu kata dan bentuk pun, karya
sastra ini ditulis ulang oleh Afrizal azi Jasman untuk proses ujian akhir
karya seni teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung 2007.
Kapai-Kapai
Arifin C. Noer
(1970)
Para pelaku :
Abu
Iyem
Emak
Yang Kelam
Bulan
Majikan
Kakek
Jin
Putri
Pangeran
Bel
Pasukan Yang Kelam
Kelompok Kakek
Seribu Bulan Yang Goyang-Goyang
Gelandangan
Tanjidor dll
BAGIAN PERTAMA
Dongeng Emak
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam
berkilat membidik pada satu arah ; purnama di angkasa berkerut
wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku, segala bunga
pucat lesi mengatupkan kelopaknya, dan...
Emak : Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan
kecemasan. Ia pun berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi
yang sangat panjang, diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang
indah itu penuh cahaya.
Majikan : Abu !
Emak : Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-
sore.
Emak : Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang
ganteng. Kau seperti Sang Pangeran Rupawan.
Majikan : Abu !
Abu : Mak ?
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Abu : Cuma.
Abu : Mak ?
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus
segera mengenakan pakaian pesuruhmu (KELUAR)
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Bangsat kamu ! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu
melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.
Emak : Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu
kepada Sang Putri Rupawan ? Setelah mencuci kaki, kau harus
mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi.
Sudah bersih kakimu ? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang
putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi
lebih sering disebut gua hantu.
Abu : (KETAKUTAN)
Emak : Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-
raja dan pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya
musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa
serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya,
sehingga alam yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan
pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar yang memancar dari
dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum karena tahu
sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala
angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut
gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu
berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung
yang tebal tadi menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang
Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu.
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip
bagai ujung-ujung belati rapat mengancam Sang Pangeran ; dari atas dari
bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari belakang. Rupanya hantu-
hantu itu berdengus sehingga seketika terjadi topan dasyat yang amat
bacin baunya.
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku
dan taring-taring yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan
deraslah yang kini ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran
mengacungkan cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya.
Langit telah kembali sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika
Sang Pangeran memboyong harta permata itu ke Istana Cahaya dimana
Sang Putri menanti dipelaminan.
Emak : Jauh nun di ujung dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman...
Abu : Dan harganya, Mak ?
Emak : Bulan !
Yang Kelam : Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak.
Emak : Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing
tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset.
Emak : Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti
yang lain-lain juga, ia sudah mati tapi ia tidak tahu.
Emak : Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya
dengan cara yang menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus
mengarang.
Yang Kelam : Jangan nyanyikan nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi.
Yang Kelam : Adaku bukan minatku. Tapi kalau aku tak ada kau pun dan
segala pun tak ada.
Yang Kelam : Maka ada akhir dan akulah itu. Dia dan aku.
Yang Kelam : Kita hanya menjalani kodrat. Jalanilah kodrat maka kita akan
selamat.
Bulan : Aku hanya bisa menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku.
Yang Kelam : Dan aku tak akan pernah mengembalikan kepadamu. Ya,
sejak satu abad yang lalu Abu sudah mulai menginsyafi bahwa puncak
bahagia ada pada diriku, tatkala ia melihat pada cerminku.
Bulan : Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau
hanya malam yang kau tampilkan.
Yang Kelam : Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat.
Ia tak dapat melepaskan diri dari kodrat ini.
Bulan : Konyolnya.
Iyem : Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih
enak- enak ngorok. Apa kamu tidak mau kerja ?
Iyem : Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa
dikira tidak bisa ? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat
seribu lelaki hidung belang di ketiak saya.
Iyem : Kamu lebih kasar lagi. Tidur sama istri kamu masih mimpi yang
tidak- tidak. Tuh lihat tikar basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan
saya bilang saja terus terang. Jangan sembunyi-sembunyi. Ayo, kau mimpi
dengan siapa ? Dengan si Ijah yang pantat gede itu ? Bangsat !
Abu : Mimpi ?
Iyem : Jangan main lenong (MENANGIS) Memang saya sudah peot. Habis
manis sepah dibuang.
Abu : Iyem.
Iyemku. Iyemku.
Iyem : Abuku. Abuku (KEDUANYA BERPELUKKU) Kau masih cinta pada Iyem
?
Iyem : Bukan.
Iyem : Kerupuk.
Iyem : Bukan.
Iyem : Bukan.
Abu : Iyem.
Iyem : Kepingin.
Abu : Kepingin.
Iyem : Kerupuk.
Abu : Kerupuk.
Iyem : Apa yo ?
Abu : Apa yo ?
Iyem : Apa ?
Abu : Apa ?
Iyem : Kerupuk.
Abu : Kerupuk.
Iyem : Kerbau !
Abu : Kerbau !
Iyem : Horee !
Iyem : Anu.
Iyem : Cium.
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan
di Salam, 6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia
pindah ke Tegal. Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke
Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980.
Iyem : Tidak. Abu jangan hiraukan. Hidup saja hidup. Habis perkara.
Terlalu banyak pertanyaan untuk terlalu sedikit waktu.
Layar
BAGIAN KEDUA
Burung : Di sana.
Katak : Di sana.
Rumput : Di sana.
Kambing : Di sana.
Kambing : Di sana.
Pohon : Di sana.
Kakek : Di sini.
Abu : Di mana ?
Kakek : Di sini.
Abu : Di sini ?
Kakek : Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari
adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama.
Kakek : Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain
agama.
Abu : Saya tak butuh semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya.
Abu : Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala
Pangeran dalam dongeng purbakala.
Kakek : Inilah dia. Cermin sejati. Bukan plastik. Terbuat dari air danau
purbani. Lihatlah semua tampak jelas di sini. Lihatlah.
Kakek : Wajahmu.
Kakek : Tak lama lagi kau akan mengerti, kalau mau dengar apa yang saya
baca.
Abu : Tuhan.
Kakek : Tuhan.
Abu : Tuhan.
Abu : Tuhan.
Kakek : Yakinlah.
Kakek : Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan
dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan.
Abu : Tuhan.
Abu : Neraka ?
Abu : Sorga ?
Kakek : Oya.
Abu : Di jual ?
Abu : Ke sorga.
Kakek : Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala
tanda-tanda.
Abu : Ha ?
Kakek : Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik ; sampai
saat kau dilepaskan dari beban jasmani.
Abu : Ha ?
Koor : Inggih
Koor : Inggih.
Koor : Inggih
Koor : Inggih.
Koor : Inggih.
Koor : Inggih.
Koor : Inggih
Kakek : Ketawalah
Koor : Inggih.
Kakek : Menagislah
Koor : Inggih.
Koor : Inggih.
Koor : Bahagia.
Koor : Bahagia.
Koor : Bahagia.
Koor : Bahagia.
Kakek : Apa yang di rindu. Apa yang di mau. Apa yang dituju. Bahagia.
Koor : Laras dan padu. Laras dan padu. Diri yang alit dan Diri yang maha.
Laras dan padu, pasrah, sembah, pasrah sembah Bergayut diri padaNya.
Koor : Inggih.
Koor : Inggih.
Koor : Inggih.
4
ABU TEPEKUR. HUTAN SUNYI DALAM BADAI
Iyem : Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai
ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan.
Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini ? Terlalu banyak musuh
kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan.
Abu : ...
Iyem : Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Bajir. Banjir.
Banjiiiir (KELUAR)
ABU TEPEKUR
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati
pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya.
Emak : Kau tidak boleh duduk tepekur dengan wajah kusut seperti itu.
Nanti kau lekas tua. Coba lihat. Apa yang terjadi pada wajahmu ?
Abu : Tiba-tiba matahari menyergap tadi dan memberi coreng pada wajah
saya.
Emak : Coba kau tengadah. Nah, ia telah memberikan luka terlalu banyak
pada dahimu. Ia telah melipatkan jumlah yang sebenarnya. Kau menangis.
Anakku, kau tak boleh seperti itu.
Abu : Aku perlu ke toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya.
Emak : Belum.
Emak : Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan
sekarang adalah rekreasi banyak-banyak. Emak bawa oleh-oleh. (TEPUK)
ROMBONGAN LENONG
Raja Jin : Hahaha. Akulah raja jin. Jin Bagdad namaku. Aku telah curi Putri
Cina paling ayu. Aku mau persunting dia jadi permaisuriku.
Putri Cina : Akulah Putri Cina yang malang. Yang baru saja tidur bermimpi
di atas ranjang. Mimpi bercumbu dengan seorang Pangeran dari Jepang.
Begitu sedang meluap nafsuku dadanya yang lapang. Dan tangan
Pangeran membelai rambutku yang panjang. Tiba-tiba si bandot Raja Jin
dari Bagdad datang. Tak dinyana ia sekonyong bertengger di jendela, di
atas permadani terbang. Aduh Tuhanku Yang Maha Kuasa, tolonglah
hambamu yang maha malang. Dari cengkeraman dan ciuman Raja Jin yang
berkumis panjang.
Raja Jin : Lihatlah bulan di atas sahara dan bintang bertebar bagai pijar
bara. Lihatlah daunan kurma melambai tanpa suara. Dan wahai jernih
airnya tenang tak bertara. Itulah semua lambang aku punya gairah
asmara. Kuadukan kini dendam nafsuku tanpa pura-pura. Dihadapanmu he
Putri Cina bak Si Gahara.
Raja Jin : Ha, ini pula ikut campur nafsu orang. Minggir.
Pangeran : Minggir.
Raja Jin : Minggir atau kulempar ke laut Hindia. Atau kau ingin lumat
karena kuludahi ? Haha.
Pangeran : Ha ha ha.
Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah
rabun matamu ?
Raja Jin : Bah ! Kupanggang kau ! Kusate kau ! Kurebus kau ! Kutumbuk
kau !
Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah
rabun matamu ?
Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah
rabun matamu ?
Raja Jin : Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya.
Tolong. Tolooong.
Duet : Senantiasa bahagia berkat Cermin Tipu Daya. Sekali lagi jangan
lupa berkat Cermin Tipu daya.
Emak : Segar.
Abu : serasa pagi hari. Matahari. Angin pagi. Sisa embun. Udara yang
bersih.
Abu : (DIAM)
Majikan : Anjing !
Majikan : Anjing !
Majikan : Anjing !
Majikan : Anjing !
10
11
Layar
BAGIAN KETIGA
Majikan II : Bagaimana ?
Abu : ..-
Abu : ..-
Majikan II : Siapa ?
Abu : (KETAWA)
Majikan II : Siapa ?
Abu : Gampang.
Abu : Saya yakin saya akan tetap gesit bekerja sampai umur saya 60
tahun. Selama kau tetap ada maksud saya.
Bel : Tentu.
Bel : O ya.
Abu : Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul sial saya.
Hampir setiap jam saya kena marah.
Abu : Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti
cicit tikus. Setiap dia memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya.
Tentunya saja saya sangat kerap tidak mendengar panggilannya dan
akibatnya dia marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya
yang patut dimarahi adalah lehernya.
Bel : Hm ?
Bel : Hm ?
3
KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. GEMURUH MESIN ROBOT
ABU. BUNYI BEL.
BUNYI BEL
BUNYI BEL
Iyem : Kita bunuh saja (ABU MELUDAH) Kita bunuh saja (ABU MELUDAH)
Kita bunuh saja.
Abu : Siapa ?
Abu : Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa.
Abu : Matanya.
Iyem : Hangatnya.
Iyem : Perlahan.
Abu : Perlahan.
Iyem : Hangatnya.
Iyem : Hangatnya.
Duet : Beratus-ratus orok kita rampok nafasnya. Yang tinggal sesal dan
kesunyian.
BUNYI KENTUT
BUNYI BEL
Koor : Inggih . (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI KENTUT)
Inggih. (KENTUT) Inggih. (BEL)
Koor : (CAPEK) Inggih. (BEL) (Sangat CAPEK) Inggih. (BUNYI BEL) (SAKIT)
Inggih (BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih (BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih ( BEL)
(SANGAT SAKIT) Inggih (BEL) (TAK BERTENAGA) Inggih.
Abu : Iyem.
Iyem : Abu.
Abu : Iyem.
Iyem : Abu.
Bulan : Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa.
Tandas-tandaskan sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu.
Yang Kelam : Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974
dan bukan tahun 1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia.
Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman besar (PADA
PASUKANNYA) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (IYEM DICABUTI
RAMBUTNYA. IYEM BERONTAK)
Abu : Kau apakan istri saya ? Kau gila !
Yang Kelam : Berhenti dulu. ( PADA IYEM) Apa yang kau rasakan ?
Abu : Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti
digerogoti semut. Jam berapa sekarang ? (SERENTAK LONCENG, BEL
BERBUNYI. MEREKA BERPACU DENGAN SANG WAKTU). Kalau begitu kita
harus bergegas. Segera.
Iyem : Ke mana ?
Iyem : Apa ?
Majikan : ..-
10
Emak : Bulan.
BAGIAN KEEMPAT
Iyem : Kemana ?
Abu : Di mana ?
Abu : Lumayan.
Abu : Dulu.
Iyem : Sekarang ?
Abu : Setuju.
Iyem : Setuju.
Abu : Lucu.
Iyem : Kenapa ?
Iyem : Dulu tidak ada waktu. Anak-anak selalu bengal. Sekarang aku
sudah tua. Sudah waktunya mencoba percaya.
Abu : Tu dia.
Iyem : Apa ?
Abu : Pelabuhan. Aku tidak mau ke sana. Aku tidak mau ke sana. Aku
cape, aku cape. Lalu bagaimana.
Abu : Tidak. Kita harus melangkah terus. Harus semakin yakin kita. Kita
akan mendapatkannya, tak peduli apa. Kita lebih dulu harus sampai di
ujung dunia.
BAGIAN KELIMA
Pintu
Semua : Mari.
Semua : Setuju.
Semua : Setuju.
Semua : Setuju.
B : Majuuuuu !
Semua : Majuuuuu !
B : Gempuuuuur !
Semua : Gempuuuuur !
B : Serbuuuuu !
B : Siapa ?
B : Terserak kita.
G : Tebal sekali.
.. : Kartu penduduk.
.. : O iya. Uang.
.. : Seperak.
.. : O iya, sejuta.
.. : Saya punya.
Abu : Iyem. Iyem (KELOMPOK KAKEK LEWAT DENGAN KOOR. IYEM IKUT
DIBELAKANGNYA) Sendiri. Persetan ! Itu pasti pintu gua itu.
.. : Serang !
Semua : Maju !
.. : Gempur !
Semua : Abu.
Semua : Kenapa ?
Semua : Kenapa ?
Semua : Kenapa ?
Abu : Tak ada waktu untuk Kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi
menuju kaki langit.
Semua : Kemana ?
Semua : Ke mana ?
Abu : Ke toko Nabi Sulaiman.
Semua : Bahagia.
Semua : Setuju.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Ya.
Semua : Pintu.
Semua : Pintu.
Semua : Pintu.
Semua : Pintu.
Semua : Pintu.
Abu : Cahaya.
Semua : Pintu.
Abu : Mak !
Semua : Mak !
Abu : Mak !
Semua : Mak !