Tugas Bahasa Indonesia (Anisaagustina)
Tugas Bahasa Indonesia (Anisaagustina)
Tugas Bahasa Indonesia (Anisaagustina)
KAPAI-KAPAI
Karya : Arifin C. Noer
Dongeng Emak
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat
membidik pada satu arah ; purnama di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas,
air kolam pun seketika membeku, segala bunga pucat lesi mengatupkan
kelopaknya, dan...
Emak : Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan
kecemasan. Ia pun berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang
sangat panjang, diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh
cahaya.
Majikan : Abu !
Emak : Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore.
Emak : Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng.
Kau seperti Sang Pangeran Rupawan.
Majikan : Abu !
Abu : Mak ?
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Abu : Cuma.
Abu : Mak ?
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera
mengenakan pakaian pesuruhmu (KELUAR)
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Bangsat kamu ! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu
melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.
Emak : Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada
Sang Putri Rupawan ? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu
yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu ? Ketika Sang
Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan.
Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu.
Abu : (KETAKUTAN)
Emak : Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan
pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh
oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang
maha hebat membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap
gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar
yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum
karena tahu sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala
angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada
suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu
gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang
mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu
adalah hantu-hantu.
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai
ujung-ujung belati rapat mengancam Sang Pangeran ; dari atas dari bawah, dari kiri
dari kanan, dari muka dari belakang. Rupanya hantu- hantu itu berdengus sehingga
seketika terjadi topan dasyat yang amat bacin baunya.
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan
taring-taring yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang
kini ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran mengacungkan cerminnya
dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit telah kembali sebagai wajarnya,
yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong harta permata itu ke
Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan.
Emak : Jauh nun di ujung dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman...
Abu : Dan harganya, Mak ?
Emak : Pasti bahagia. Selalu bahagia. Sekarang bayangkan bagaimana kalau kau
menjadi Sang Pangeran Rupawan. Kau niscaya dapat merasakan dengan lebih
nyata apabila kau lelap tidur. Nah, sekarang pejamkan kedua matamu. Tidur.
Burung-burung pun sudah tidur. Tidur. Matahari pun sudah tidur. Tidur. Pohon-
pohon pun sudah tidur. Tidur seantero alam telah mendengkur. Tidur.
Emak : Bulan !
Emak : Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan
Emak yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai
menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama ini ia
kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan tetap patuh
kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan
hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti
bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah. Di manakah
Yang kelam ?
Emak : Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada
pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset.
Emak : Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang lain-
lain juga, ia sudah mati tapi ia tidak tahu.
Emak : Kita perpanjang amat panjang. Pada usiamu yang ke 70 beritahulah dia.
Ingat jangan ulang cara yang usang.
Emak : Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya dengan
cara yang menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus mengarang.
Yang Kelam : Jangan nyanyikan nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi.
Yang Kelam : Adaku bukan minatku. Tapi kalau aku tak ada kau pun dan segala
pun tak ada.
Yang Kelam : Maka ada akhir dan akulah itu. Dia dan aku.
Yang Kelam : Kita hanya menjalani kodrat. Jalanilah kodrat maka kita akan selamat.
Bulan : Aku hanya bisa menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku.
Yang Kelam : Dan aku tak akan pernah mengembalikan kepadamu. Ya, sejak satu
abad yang lalu Abu sudah mulai menginsyafi bahwa puncak bahagia ada pada
diriku, tatkala ia melihat pada cerminku.
Bulan : Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau hanya
malam yang kau tampilkan.
Yang Kelam : Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat. Ia tak
dapat melepaskan diri dari kodrat ini.
Bulan : Konyolnya.
Iyem : Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enak- enak
ngorok. Apa kamu tidak mau kerja ?
Iyem : Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira
tidak bisa ? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung
belang di ketiak saya.
Iyem : Kamu lebih kasar lagi. Tidur sama istri kamu masih mimpi yang tidak- tidak.
Tuh lihat tikar basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan saya bilang saja terus
terang. Jangan sembunyi-sembunyi. Ayo, kau mimpi dengan siapa ? Dengan si Ijah
yang pantat gede itu ? Bangsat !
Abu : Mimpi ?
Iyem : Jangan main lenong (MENANGIS) Memang saya sudah peot. Habis manis
sepah dibuang.
Abu : Iyem.
Iyemku. Iyemku.
Iyem : Bukan.
Iyem : Bukan.
Iyem : Bukan.
Abu : Iyem.
Iyem : Kepingin.
Abu : Kepingin.
Iyem : Kerupuk.
Abu : Kerupuk.
Iyem : Apa yo ?
Abu : Apa yo ?
Iyem : Apa ?
Abu : Apa ?
Iyem : Kerupuk.
Abu : Kerupuk.
Iyem : Kerbau !
Abu : Kerbau !
Iyem : Horee !
Iyem : Anu.
Iyem : Cium.
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Majikan : Abu !
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam,
6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal.
Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan
mati pada tahun 1980.
Iyem : Tidak. Abu jangan hiraukan. Hidup saja hidup. Habis perkara. Terlalu banyak
pertanyaan untuk terlalu sedikit waktu
*****Layar*****