Teori Belajar
Teori Belajar
Teori Belajar
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Teori belajar Thorndike dikenal dengan “Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena
menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari Thorndike dikenal
pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai respon-respon yang terdapat bagi stimulus
tertentu.
Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai
subjek dalam eksperimennya Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa,
sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan
akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan ( daging ) yang ditempatkan di luar
kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut.
Thordike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari
kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar dan
menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi (
human ).
Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum
berikut:
Hukum kesiapan
Yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
Hukum latihan
Yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih(digunakan) maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat.
Hukum Akibat
Yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
1. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa
yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu
tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
2. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan
terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacaam-macam situasi.
3. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang
sederhana sampai yang kompleks.
4. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon
yang benar terhadap stimulus.
5. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik
harus segera diperbaiki.
6. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam
masyarakat.
7. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah
keluar dari sekolah.
8. Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan
kemampuan penalarannya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan
perkembangannya psikologi dalam pendidikan, maka dengan itu bermunculan berbagai teori
tentang belajar, justeru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar.
Maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang sangat pesat. Didalam masa
perkembangan psikologi pendidikan dijaman mutakkhir ini muncullah secara beruntun beberapa
aliran psikologi pendidikan,
B. Rumusan masalah
Dari beberapa aliran psikologi, behavioristik adalah merupakan salah satu aliran yang dimiliki
oleh Edward Lee Thorndike sehingga dalam makalah ini akan mengangkat tentang :
1. Biografi Edward Lee Thorndike
2. Bagaimana teori-teori Edward L.T. ?
3. Apa saja hukum-hukum yang digunakan Edward L.T. ?
D. Tujuan
Adapun tujuannya yaitu untuk menambah wawasan pengetahuan mahasiswa/mahasiswi terhadap
psikologi pendidikan terutama tentang pemikiran dan teori-teori Edward Lee Thorndike sesuai
dengan makalah yang tersusun ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Kesimpulan :
Dari uraian d iatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Teori belajar yang dikemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan Teori Connectionism
atau dapat juga di sebut Trial and Error Learning.
2. Ciri-ciri Belajar dengan Trial and Error adalah :
DAFTAR PUSTAKA
http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2010/03/tokoh-psikologi-edward-lee-thorndike.html
Tokoh Psikologi Pendidikan Edward Lee Thorndike « a home of knowledge.htm
Mudzakir ahmad dan sutrisno joko, psikologi pendidikan, pustaka setia, Jakarta: 1997.
Share this:
1. 1. TEORI JOHN BROADES WATSON DAN CARL ROGERS ADE INTAN N AULIA
AZQIYAH DINA NADIFAH ILMA URRUTYANA SAFINA OKTARINA
2. 2. A. TEORI BEHAVIORISME WATSON Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam
psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa
perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Penganut aliran ini
mempunyai pendirian bahwa : Organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau
psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku digerakkan atau dimotivasi
oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan. Asumsi
bahwa pengalaman adalah paling berpengaruh dalam membentuk perilaku, menyiratkan
betapa elastisnya manusia. la mudah dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan
lingkungan yang relevan.
3. 3. PRINSIP TEORI WATSON Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau
pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir di kehidupan.
Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman
baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan
memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
4. 4. PANDANGAN UTAMA JOHN B. WATSON a) Psikologi mempelajari stimulus dan
respons (S-R Psychology). b) Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai
penentu perilaku c) Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. d)
Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. e) Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai
dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang
tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti
bersin, merangkak, dan lain-lain. f) Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital
dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. g) Pandangannya
tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. h) Proses
thinking and speech terkait erat. i) Sumbangan utama Watson adalah ketegasan
pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya
5. 5. KONSEP BEHAVIORISME DARI JOHN B. WATSON Pada umumnya teori belajar
yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai
organisme yang netral-pasif- reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang
akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika
stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan
berakibat berubahnya perilaku individu. Syarat terjadinya proses belajar dalam pola
hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons,
dan penguatan (reinforcement).
6. 6. PERCOBAAN WATSON Hasil penelitian Watson yang terkenal (1920) adalah
mengenai bayi yang berusia 11 bulan bernama Albert. Di perlihatkan pada bayi itu seekor
tikus putih yang tidak ditakutinya. Di belakangnya diperdengarkan suara keras dengan
cara memukul batang baja dengan palu. Rasa takut yang ditimbulkan oleh suara keras
menyebabkan rasa takut terkondisikan pada tikus. Albert menggeneralisasikan rasa takut
ini dengan rangsangan lain yang mirip, termasuk dengan kelinci, mantel bulu, dan
jenggot sinterklas. Watson berpendapat bahwa rasa takut dan cemas pada manusia biasa
berasal dari pengalaman masa kanak-kanak yang mirip.
7. 7. EVALUASI TERHADAP TEORI WATSON Watson berpendapat bahwa introspeksi
merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi
dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson
mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan
manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson
menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai
subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat
diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan.
8. 8. B. TEORI CARL ROGERS 1. Konsep Teori Rogers Menurut Syamsu Yusuf (2008)
Rogers adalah salah satu dari banyak ahli yang mengembangkan teori humanistic dan
menentang teori-teori sebelumnya yaitu psikoanalisis dan behavioristik, orang-orang
humanis memandang kedua teori sebelumnya bersifat “dehumanizing” (melecehkan
nilai-nilai manusia). Teori humanistic dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga)
dalam psikologi, kekuatan humanistic ini memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah
laku manusia.
9. 9. 2. Aspek-Aspek Kepribadian Karena perhatian utama Rogers kepada perkembangan
kepribadian, maka dia tidak menekankan kepada struktur kepribadian. Meskipun begitu,
dia mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu : a)Organisme b)Self
10. 10. 3. Dinamika kepribadian Menurut Sumadi (1982) Rogers meyakini bahwa manusia
dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasi, memelihara dan
meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa
manusia, yang meliputi kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki
kebutuhan kebutuhan lainnya namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu ini.
Kebutuhan lainnya itu adalah ‘’positif regard of others’’ dan self regars’’.
11. 11. 4. Perkembangan Kepribadian Struktur self menjadi bagian terpisah dari medan
fenomena dan semakin kompleks. Self berkembang secara utuh keseluruhan, menyentuh
semua bagian-bagiannya. a) Pribadi yang Berfungsi Utuh b) Perkembangan Psikopatologi
c) Kecemasan dan Ancaman d) Tingkah Laku Bertahan e) Disorganisasi
12. 12. 5. Kritik Terhadap Teori Rogers Kekuranagan pandangan Rogers terletak pada
perhatiannya yang semata– mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan
untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang
yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang
partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya. Selain itu gagasan
bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia
sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas
dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif. Rogers
juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih
melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau
yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang
mengalami suatu penyakit psikologis.
EORI BELAJAR BEHAVIORISME CLARK LEONARD HULL
Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi manusia. Belajar telah dimulai dari dalam kandungan
hingga akhir hayat. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan aspek yang ada pada individu. Belajar adalah
proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Sudjana, 2000).
Menurut Parwira (2012) belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Jadi, belajar merupakan sebuah proses perubahan pada diri manusia
yang dapat dapat dilihat dari tingkah lakunya yang merupakan hasil dari pengalaman.
Cabang psikologi yang memgkaji belajar adalah psikologi pendidikan. psikologi pendidikan
memiliki beberapa pendekatan behaviorisme, kognitifisme, dan humanisme. Kajian pada makalah ini
hanya berfokus pada pendekatan behaviorisme. Pendekatan behavior menitik-beratkan pandangannya
pada aspek tingkah laku lahiriah manusia dan hewan, pendekatan ini melahirkan beberapa teori–teori
belajar. Salah satu teori belajar behaviorisme adalah Systematic behavior theory yang diperkenalkan
oleh Clark Leonard Hull.
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah apa saja teori behaviorisme menurut Hull
dan bagaimana aplikasinya dalam pendidikan? Tujuannya adalah untuk mengetahui teori behaviorisme
menurut Hull dan aplikasinya dalam pendidikan.
Clark Leonard Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di Michigan,
dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull mempunyai masalah kesehatan di mata,
mempunyai orang tua yang miskin, dan pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya
beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia memenuhi syarat
sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah yang kecil (Cherry, 2011).
Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi,
dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin, dimana dia tinggal selama
sepuluh tahun sebagai instruktur. Penelitian doktornya pada "Aspek kuantitatif dari Evolution of
Concepts" telah diterbitkan dalam Psychological Monographs (Cherry, 2011).
Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi
belajar, hipnotis, teknik sugesti. Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental
laboratorium.
Teori belajar Hull berpusat pada perlunya memperkuat suatu pengetahuan yang sudah ada. Inti
tingkat analisis psikologis adalah gagasan mengenai "variabel intervensi," yang dijelaskan sebagai
"unobservable perilaku." Hull sangat berkeras dan taat pada metode ilmiah, yaitu dengan rancangan
percobaan yang dikontrol dan analisis data yang diperoleh. Perumusan deduktif dari teori belajar
melibatkan serangkaian postulat yang akhirnya harus diuji oleh eksperimen (Parwira, 2012).
Salah satu aspek dari pekerjaan Hull adalah pada tes bakat yang akan membuktikan
instrumental dalam perkembangan behaviorismenya. Untuk memfasilitasi penghitungan dari
correlations antara berbagai tes, ia membangun sebuah mesin untuk melakukan perhitungan,
menyelesaikan proyek pada tahun 1925 dengan dukungan dari National Research Council. Selain dari
mesin praktis manfaat, keberhasilan proyek Hull yang bersifat fisik dengan perangkat yang tepat,
susunan komponen yang mampu melakukan operasi karakteristik dari proses mental tingkat tinggi
(Parwira, 2012).
1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi
Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
2. Dalam mempelajari hubungan S - R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau
yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang
disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output.
3. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin
yang mementingkan adaptasi biologis organisma.
Hypothetico- deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan
menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan
pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari
beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi
potensial, dan lain sebagainya (Iskandar, 2012).
Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang logis mirip seperti geometri Euclid.
Postulat itu adalah pernyataan umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung,
meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji. Hull mengajukan enam belas
postulat dalam cakupan enam hal yakni sebagai berikut:
1. Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau
saraf
Postulat 1Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya
Jika suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah impuls saraf afferent dengan cepat mencapai
puncak intensitasnya dan kemudian berkurang secara berangsur-angsur. Sesaat saraf afferent berisi
impuls dan diteruskan kepada saraf sentral dalam beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S-R
diubah menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Simbol s adalah impuls atau stimulus trace dalam saraf sensoris, dan
simbol r adalah impuls respon yang masih dalam saraf afferent.
Postulat 2: Interaksi saraf afferent
Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu atau lebih saraf afferent lainnya. R timbul
tidak hanya karena satu stimulus, tetapi lebih dari satu S yang lalu terjadi kombinasi berbagai stimulus.
Rumusnya akan berubah menjadi S-r-R.
Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan reduksi dorongan sebagai kondisi-kondisi
untuk belajar
Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam
persamaan waktu yang menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan hadiah kedua.
Jika satu stimulus diikuti dengan satu respons yang kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi
antara stimulus dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit strength (kekuatan
kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang mendeskripsikan hubungan antara SHR dan jumlah pasangan
S dan R yang diperkuat adalah :
SHR = 1 – 10 -0.0305N
N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat. Rumusan ini menghasilkan kurva belajar
yang terakselerasi secara negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat memiliki
lebih banyak efek terhadap belajar ketimbang pasangan selanjutnya.
Jadi, potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering respons diperkuat dalam situasi itu dan sejauh
mana dorongannya ada.
6. Bangkitnya respon
Postulat 11: Reaksi ambang perangsang
Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus
membangkitkan reaksi.
Teori belajar Hull adalah teori reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorngan. Mengenai soal
spesiafibilitas tujuan, keterlibatan kelas, dan proses belajar dari yang sederhana ke yang kompleks, Hull
sepakat dengan Thorndike. Menurutnya belajar melibatkan dorongan yang dapat direduksi. Sulit
membayangkan bagaimana reduksi dorongan primer dapat berperan dalam belajar di kelas, tetapi,
beberapa pangikut Hull (misalnya, Janet Taylor Spence) menekankan kecemasan sebagai sebentuk
dorongan dalam proses belajar manusia. Berdasarkan penalaran ini, maka mereduksi kecemasan murid
adalah syarat yang diperlukan untuk belajar di kelas. Tetapi, terlalu sedikit kecemasan tidak akan
menimbulkan proses (karena tidak ada dorongan yang akan direduksi), dan terlalu banyak kecemasan
akan mengganggu. Karenanya, siswa yang merasakan kecemasan ringan ada dalam posisi terbaik untuk
belajar dan karenanya lebih mudah untuk diajari.
Latihan harus didistribusikan dengan cermat agar hambatan tidak muncul. Guru Hullian akan
membagi topik–topik yang diajarkan sehingga pembelajaran (siswa) tidak akan kelelahan yang bisa
mengganggu proses belajar. Topik – topik itu juga diaturkan sedemikian rupa sehingga topik yang
berbeda – beda akan saling berurutan. Misalnya, urutan pelajaran yang baik adalah matematika,
pendidikan olahraga, bahasa Inggris, seni, dan sejarah (Jarvis, 2012).
Miller dan Dollard (1941) meringkaskan aplikasi teori Hull untuk pendidikan sebagai berikut:
Driver: Pembelajaran harus menginginkan sesuatu. Cue: Pembelajaran harus memerhatikan
sesuatu.Response: Pembelajaran harus melakukan sesuatu. Reinforcement: Respons pembelajaran harus
membuatnya mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Menurut teori Hull, kondisi yang disusun secara optimal akan mempermudah siswa untuk
belajar. Belajar di kelas dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe yaitu: stimulus discrimination, respon
differentions, dan reward/punishment konsequences. Proses belajar dibedakan menjadi belajar tentang
kebiasaan dan belajar tentang incentiv (Parwira, 2012).
Terdapat dua motivasi terhadap belajar siswa yaitu dorongan atau kebutuhan siswa terhadap
situasi belajar dan harapan murid terhadap konsekuensi belajar. Adanya dorongan belajar, maka belajar
merupakan penguatan. Makin banyak belajar, makin banyak reinforcement (penguatan) menjuadi
makin besar motivasi untuk menggunakan respon yang menuju keberhasilan belajar. Oleh karena itu
guru atau kepala sekolah harus merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan
terhadap dorongan yang mendasari siswa.
Belajar dipandang sangat erat dengan adaptasi survival. Beberapa pertanyaan dasar yang
menurut teori Hull sangat berperan dalam proses pembelajaran di kelas adalah:
Bagaimana menyediakan stimuli di kelas dalam usaha membantu kegiatan belajar siswa ke arah
pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan-tujuan pengajaran?
Apa kebutuhan yang paling penting dari setiap siswa?
Penghargaan apa yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa?
Bagaimana cara untuk meningkatkan dorongan belajar pada siswa?
Bagaimana merencanakan kegiatan belajar dengan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan siswa dan
penghargaan-penghargaan yang diperlukan?
Bagaimana cara meningkatkan kebutuhan membuat kegiatan di kelas agar lebih sesuai dan lebih tepat
dengan kebutuhan siswa? (Ahmad & Supriyono, 2008)
Pertanyaan-pertanyaan tersebut apabila dikaji secara seksama akan memberikan arah dan
rambu-rambu bagaimana pengajaran di kelas harus dilakukan. Arah dan rambu-rambu tersebut adalah :
Kesimpulan
Teori behaviorisme menurut Hull dikelompokkan dalam enam kategori dan 16 postulat. (1)
Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau
saraf, (2) Respon terhadap kebutuhan, hadiah, dan kekuatan kebiasaan, (3) Stimulus pengganti
(ekuaivalen), (4) Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon, (5) Faktor-faktor yang melawan respon-
respon, (6) Bangkitnya respon. Aplikasi teori Hull dalam pendidikan yaitu: Driver: Pembelajaran harus
menginginkan sesuatu. Cue: Pembelajaran harus memerhatikan sesuatu.Response: Pembelajaran harus
melakukan sesuatu. Reinforcement: Respons pembelajaran harus membuatnya mendapatkan sesuatu
yang diinginkannya.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan
output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru
(stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap
penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk
stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk
memungkinkan terjadinya respon.
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu
dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut
sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan
dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai
faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah
seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan
bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan
biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya
lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-
konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih
komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang
atau tidak dilatih.
3. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
4. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu
dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak
dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok
Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia
nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan
disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Sebuah teori harus terus menerus diperbarui sesuai dengan hasil dari
penelitian ilmiah. Nilai dasar teori ditentukan oleh seberapa kuatkah ia sesuai
dengan fakta yang teramati. Seberapapun abstraknya teori, pada akhirnya mesti
menghasilkan proposisi yang dapat diverifikasi secara empiris, itulah yang terjadi
dalam teori Hull.
6. Bangkitnya respon.
Postulat 11: Reaksi ambang perangsang.
Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang
perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang.
Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi efektif melampaui
reaksi ambang perangsang.
Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti).
Latensi [STR] adalah waktu antara presentasi stimulus ke organisme dan respon
yang dipelajarinya. Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang
perangsang makin pendek latensi respon, artinya respon makin cepat timbul.
Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi).
Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang timbul tanpa
perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi.
Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon).
Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan kekuatan potensi
efektif reaksi dalam sistem saraf otonom.
Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan.
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang
bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi
yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya.
Dinamisme Intensitas-Stimulus
Menurut hull, stimulus-itensity dynamism adalah variable pengintervensi
yang bervariasi menurut intensitas stimulus eksternal (S). Secara sederhana
dinamisme intensitas-stimulus menunjukkan bahwa semakin besar intensitas
dari suatu stimulus, semakin besar kemungkinan munculnya respons yang telah
dipelajari.
O. Hobart Mowder
O. Hobart Mowder (1970-1982) yang lahir di Unionville, pada saat di Yale
sangat dipengaruhi oleh Hull.
Sakit
( Setrum Listrik)
Sinyal
( Cahaya )
Sakit
( Setrum Listrik)
R
Teori Belajar dua Faktor
KENNETH W. SPENCE
teori Kenneth merupakan pengikut Hull yang setia ,dia menjadi juru bicara
utama bagi teori Hullian setelah Hull meninggal.Selama bertahun-tahun Hull dan
Spence saling mempengaruhi dalam mengembangkan teorinya.Keduanya bekerja
sama dengan erat sehingga tak jarang kerja mereka di sebut sebagai belajar Hull-
Spence.tetapi pada akhirnya Spence membuat perubahan radikal dalam teori
Hullian tradisional dan dengan demikian ia menciptakan teori belajar sendiri.
Berikut ini merupakan Asumsi bahwa Spence membuat belajar dalam situasi
di mana organisme harus memilih satu di antara dua objek (Spence ,1936 ,1937):
2. Hambatan (IR dan SIR) ke stimulus yang tidak di perkuat terbentuk melalui
percobaan non-pengetahuan.
6. Stimulus mana yang akan di dekati akan tergantung pada penjumlahan deret
hitung dari pendekatan (kekuatan kebiasaan) dan tendensi penghindaran
(hambatan).
persamaan ini berarti jika D atau K sama dengan nol, respons yang telah di
pelajari tidak akan muncul betapapun tingginya nilai sHR. menurut Hull ,berapa
kali pun hewan di perkuat untuk melakukan suatu respons dalam satu situasi ,ia
tidak akan menampilkan respons itu jika hewan itu tidak memiliki dorongan.sekali
lagi Spence mengatakan bahwa asumsi Hull ini tak bisa di pertahankan dan dia
merevisi persamaan Hull menjadi,
sER = (D + K) x SHR - IN
ABRAHAM AMSEL
Karya Amsel mengombinasikan ide Hull dengan Ivan Pavlov untuk
mengembangkan pendapat Spence bahwa pelenyapan terjadi karena adanya
respons-respons yang saling bersaing yang menyebabkan frustasi. Teori frustasi
memiliki empat properti-properti yang berasal dari frustasi tujuan :
a. Frustasi Primer (RF) adalah efek seperti efek dorongan yang muncul setelah tidak
ada imbalan. Amsel mengasumsikan bahwa setelah satu organisme di perkuat
beberapa kali dalam satu situasi ,ia akan belajar mengharapkan penguatan dalam
situasi itu.
b. Stimulasi internal yang berasal dari RF. Amsel mengasumsikan bahwa reaksi
yang tak di pelajari terhadap nonimbalan menimbulkan efek menimbulkan
dorongan ,dan dalam trdisi Hullian , di asumsikan menghasilkan RF menghasilkan
stimulus dorongan sendiri yang di namakan frustration drive stimulus (stimulus
dorongan frustasi) [SF].
c. Properti Frustasi ketiga dan keempat ialah respons yang dikondisikan oleh
stimuli environmental yang terjadi di hadapan RF dan di hadapan stimuli
tanggapan internal yang di produksi oleh respons yang di kondisikan. properti ini
berkombinasi melahirkan conditioned anticipatory frustration (frustasi
antisipatoris yang di kondisikan).
Sekarang kita telah sampai pada aspek yang paling penting dalam teori
Amsel ,penjelasan tentang partial reinforcement effect (efek penguatan parsial
[PRE] ) , terkadang di sebut efek pelenyapan penguatan parsial (PREE). PRE
merujuk pada fakta bahwa di butuhkan waktu lebih lama untuk melenyapkan
suatu respons jika ia sesekali di perkuat selama training ketimbang ia di perkuat
secara terus menerus. Dari penjelasan Amsel tentang PRE kita dapat
menyimpulkan bahwa ada banyak variasi dalam prilaku yang mengiringi tahap
training penguatan parsial.yakni ketika stimuli yang sama dalam apparatus
percobaan itu menimbulkan tendensi mendekati atau menghindari,kecepatan lari
hewan akan bervariasi dari satu percobaan ke percobaan lainnya.
Akan tetapi Periset menemukan bahwa dalam dua puluh enam studi yang
di control dengan ketat, teknik biofeedback tidak lebih efektif ketimbang dua
teknik palacebo ,termasuk kondisi biofeedback phoney. Biofeedback sering di
pakai untuk merawat sakit kepala kronis meskipun hasil terapinya dalam
beberapa kasus di kaitkan dengan efek nonspesifik dari ekspektasi positif di
pihak pasien dan praktisinya.
Menurut teori belajar behaviorisme, belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang yang
tampak dan dipengaruhi oleh adanya stimulus dan respons. Nah dipihak ahli teori belajar
Kognitif lain lagi, mereka memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan
tingkah laku yang, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi
mental siswa yang tidak tampak.
Kognitif berasal dari bahasa Inggris “Cognitive” yang bermakna mengerti atau pengertian.
Diartikan secara luas bahwa Cognition (Kognisi) adalah perolehan pengetahuan, penataan dan
penggunaannya. Kalau arti secara umumnya adalah kemampuan intelektual yang terdiri dari
beberapa tahap mulai dari Knowledge (Pengetahuan), Comprehention (Pemahaman), Aplication
(Penerapan), Analysis (Analisis), Sinthesis (Sintesa), sampai Evaluation (Evaluasi). Ada juga
yang mengartikan kognitif sebagai kemampuan untuk mengembangkan rasional (akal).
Pembelajaran bagi aliran kognitif dipandang bukan hanya sekedar mendapat stimulus dan
menghasilkan respons yang mekanistik, tetapi pembelajaran juga melibatkan kondisi mental
didalam individu pembelajar yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi dan lain-
lain. Sehingga belajar dipahami sebagai suatu proses mental yang aktif dalam memperoleh,
mengingat dan menunjukkan kedalam perilaku. Perilaku yang nampak tidak dapat diamati dan
diukur apabila tidak melibatkan proses mental seperti kesadaran, motivasi, keyakinan dan proses
mental lainnya.
Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses pemikiran dan perbedaan kondisi
mental serta pengaruh faktor internal dan eksternal dalam menghasilkan belajarnya seorang
individu. Apabila proses kognitif bekerja normal, maka perolehan informasi dan penyimpanan
pengetahuan akan bekerja dengan baik pula. Namun apabila proses kognitif bekerja tidak
sebagaimana mestinya, maka terjadilah masalah dalam belajar.
Teori Belajar Kognitif menyiratkan bahwa proses yang berbeda mengenai pembelajaran dapat
dijelaskan dengan menganalisis proses mental terlebih dahulu. Ini mengemukakan bahwa dengan
proses kognitif yang efektif, pembelajaran menjadi lebih mudah dan informasi baru dapat
disimpan dalam memori untuk waktu yang lama. Di sisi lain, proses kognitif yang tidak efektif
mengakibatkan kesulitan belajar yang dapat dilihat kapan saja selama masa hidup seseorang.
Pada umumnya Prinsip teori Belajar Kognitif antara lain sebagai berikut;
Beberapa tokoh teori belajar Kognitif yang teorinya banyak diterapkan dalam pendidikan antara
lain:
Kurt Levin merupakan pengembang teori motivasi disekitar medan. Inti teorinya dalam
kaitannya dengan pembelajaran ialah bahwa semakin peserta didik dekat dengan medan belajar,
motivasi belajar semakin kuat dibanding dengan peserta didik yang lebih jauh dari medan
belajar. Medan yang dimaksud ialah medan psikologis arena belajar peserta didik.
3. Jean Piaget
Jean Piaget mempunyai kontribusi besar dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual
anak. Dengan teori “perkembangan berpikir”nya Ia mengemukakan tahap perkembangan
kognitif anak, yaitu teori sensori-motor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional
formal.
4. David Ausubel
Inti dari teori belajar Ausubel adalah belajar bermakna. Pembelajaran bermakna merupakan
suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau
fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik
dan tidak mudah dilupakan.
5. Jerome Bruner
Jarome Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning atau belajar
penemuan. Inti dari teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemproses, pemikir,
dan pencipta informasi. Oleh karenanya, dalam belajar yang terpenting adalah cara-cara
bagaimana seseorang secara aktif memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi
yang diterimanya.
6. Albert Bandura
Bandura menghasilkan sebuah teori dari turunan teori belajar kognitif yang disebut “Belajar
Sosial”. Bermula dari pendapatnya tentang teori kognitif sosial yang merupakan faktor kognitif,
sosial dan juga perilaku mempunyai peran penting dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa faktor
kognitif merupakan ekspektasi peserta didik untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial
mencakup pengamatan dan pengalaman pembelajar terhadap perilaku orang-orang disekitar
lingkungannya.
Dalam penerapan Teori Belajar Kognitif secara khususnya akan ada model belajar Bruner,
Ausubel, Gagne, dan model perkembangan intelektual Piaget. Adapun secara umum penerapan
teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Belajar tidak harus berpusat pada guru tetapi peserta didik harus lebih aktif. Oleh karenanya
peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya.
Konsekwensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik dan
menantangnya sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
2. Bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Peserta didik
akan sulit memahami bahan pelajaran Jika frekuensi belajar hitung loncat-loncat. Bagi anak SD
pengoperasian suatu penjumlahan harus menggunakan benda-benda terutama di kelas-kelas
awal karena tahap perkembangan berpikir mereka baru mencapai tahap operasi konkret.
3. Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta
didik. Materi dirancang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif itu dan harus
merangsang kemampuan berpikir mereka.
4. Belajar harus berpusat pada peserta didik karena peserta didik melihat sesuatu berdasarkan
dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar harus tidak ada proses paksaan agar sifat
egosentrisnya tidak terbunuh.
Demikianlah bahasan tentang teori belajar kognitif dan penerapannya dalam pendidikan. Semoga
bermanfaat bagi rekan guru sekalian.
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
c. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya
d. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak
f. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget),
Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne),
Webteaching (Norman)
2) Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan
akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak yangb berbeda usia akan berbeda
secara kualitatif
3) Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi
dan asimilasi
6) Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi (penyeimbangan)
7) Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah
dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi)
9) Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak
sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
10) Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya
disebut ekuilibrasi
11) Proses belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12) Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11
thn), operasional formal (12-18 thn)
13) Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi
dan akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
4) Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk
perkembangan kognitifnya
7) Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
8) Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
9) Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-
gambar dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan
perbandingan
10) Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar
melalui simbol bahasa, logika, matematika)
12) Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)
13) Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan
(discovery)
3) Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer)
c. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana
ke kompleks.
d. Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar.
Sumber: http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran
yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik
sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan hanya
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermaknsa daripada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dandihubungkan dengan pengetahuan yang
telahdimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajra siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.