Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Fisika Dasar M1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

Laporan Fisika Dasar : Pengukuran Dasar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam ilmu fisika, pengukuran dan besaran merupakan hal yang bersifat dasar, dan
pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Aktivitas mengukur
menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagai
fenomena yang sedang dipelajari.
Sebelumnya ada baiknya jika kita mengingat definisi pengukuran atau mengukur itu
sendiri. Mengukur adalah kegiatan membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang
telah disepakati. Misalnya menghitung volume balok, maka harus mengukur untuk dapat
mengetahui panjang, lebar dan tinggi balok, setelah itu baru menghitung volume.
Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu fenomena
atau permasalahan secara kualintatik. Dan jika dikaitkan dengan proses penelitian atau sekedar
pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi jalan untuk mencari data-data yang
mendukung. Dengan pengukuran ini kemudian akan diperoleh data-data numeric yang
menunjukan pola-pola tertentu sebagai bentuk karakteristik dari permasalahan tersebut.
Pentingnya besaran dalam pengukuran, maka dilakukan praktikum ini yang dapat membantu
untuk memahami materi dasar-dasar pengukuran. Dalam mengamati suatu gejala tidak lengkap
apabila tidak dilengkapi dengan data yang didapat dari hasi pengukuran yang kemudian besaran-
besaran yang didapat dari hasil pengukuran kemudian ditetapkan sebagai satuan.
Dengan salah satu argument di atas, setelah dapat kita ketahui betapa penting dan
dibutuhkannya aktivitas pengukuran dalam fisika, untuk memperoleh hasil / data dari suatu
pengukuran yang akurat dan dapat dipercaya.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar
2. Menentukan ketidakpastian dalam pengukuran serta menuliskan hasil pengukuran secara
benar
3. Memahami dan menggunakan metode kuadrat terkecil dalam pengolahan data

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengukuran
Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, di dalam fisika,kita biasanya melakukan
pengamatan yang diikuti dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum tidaklah
lengkap bila tidak dilengkapi dengan data kuantitatif yang didapat dari hasil pengukuran. Lord
Kelvin, seorang ahli fisika berkata, bila kita dapat mengukur apa yang sedang kita bicarakan dan
menyatakannya dengan angka-angka, berarti kita menghetahui apa yang sedang kita bicarakan
itu. Sedangkan arti dari pengukuran itu sendiri adalah membandingkan sesuatu yang sedang
diukur dengan besaran sejenis yang ditetapkan sebagai satuan, misalnya bila kita mendapat data
pengukuran panjang sebesar 5 meter, artinya benda tersebut panjangnya 5 kali panjang mistar
yang memiliki panjang 1 meter.
Dalam hal ini, angka 5 menunjukkan nilai dari besaran panjang, sedangkan meter menyatakan
besaran dari satuan panjang. Dan pada umumnya, sesuatu yang dapat diukur memiliki satuan.
Sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka kita sebut besaran. Panjang, massa dan
waktu termasuk pada besaran karena dapat kita ukur dan dapat kita nyatakan dengan angka-
angka. Akan tetapi kebaikan dan kejujuran misalnya. Tidak dapat kita ukur dan tidak dapat kita
nyatakan dengan angka-angka. Tapi walaupun demikian, tidak semua besaran fisika selalu
mempunyai satuan. Beberapa besaran fisika ada yang tidak memiliki satuan. Antara lain adalah
indek bias, koefisien gesekan, dan massa jenis relative.

2.2 Pengukuran Panjang Benda


a. Dengan Menggunakan Mistar
Untuk mengukur panjang suatu benda, dalam kehidupan sehari-hari kita lumrah
menggunakan mistar atau penggaris. Terdapat beberapa jenis mistar sesuai dengan skalanya. Ada
mistar yang skala terkecilnya mm (mistar milimeter) dan ada mistar yang skala terkecilnya cm
(mistar centimeter). Mistar yang sering kita gunakan biasanya adalah mistar milimeter. Dengan
kata lain, mistar itu mempunyai skala terkecil 1 milimeter dan mempunyai ketelitian 1 milimeter
atau 0,1 cm..Ketika mengukur dengan menggunakan mistar, posisi mata hendaknya diperhatikan
dan berada di tempat yang tepat, yaitu terletak pada garis yang tegak lurus mistar. Garis ini
ditarik dari titik yang diukur. Jika sampai mata berada diluar garis tersebut, panjang benda yang
terbaca bisa menjadi salah. Bisa saja benda akan terbaca lebih besar atau lebih kecil dari nilai
yang sebenarnya. Akibat dari hal ini adalah terjadinya kesalahan dalam pengukuran yang biasa
disebut kesalahan paralaks
b. Dengan Menggunakan Jangka Sorong
Untuk melakukan pengukuran yang mempunyai ketelitian 0,1 mm diperlukan jangka sorong.
Jangka sorong mempunyai fungsi-fungsi pengukuran, yaitu: Pengukuran panjang bagian luar
benda. Pengukuran panjang rongga bagian dalam benda. Pengukuran kedalaman lubang dalam
benda. Jangka sorong sendiri mempunyai bagian-bagian sebagai berikut: Rahang yang tetap
(biasa disebut rahang tetap), memiliki skala panjang yang disebut skala utama.Rahang yang
dapat digeser-geser (disebut rahang geser), yang memiliki skala pendek yang disebut nonius
atau vernier. Rahang tetap terdapat skala-skala utama dalam satuan cm dan mm. Sedangkan pada
rahang geser terdapat skala pendek yang terbagi menjadi 10 bagian yang sama besar. Skala inilah
yang disebut sebagai nonius atau vernier. Panjang 10 skala nonius itu adalah 9 mm, sehingga
panjang 1 skala nonius adalah 0,9 mm. Jadi selisih antara skala nonius dan skala utama adalah
0,1 mm.atau 0,01 cm. Sehingga dapat ketelitian jangka sorong adalah 0,1 mm. Contoh
pengukuran dari jangka sorong adalah sebagai berikut. Bila diukur sebuah benda didapat hasil
bahwa skala pada jangka sorong terletak antara skala 5,2 cm dan 5,3 cm. Sedangkan skala nonius
yang keempat berimpit dengan salah satu skala utama. Mulai dari skala keempat ini ini kekiri,
selisih antara skala utama dan skala nonius bertambah 0,1 mm atau 0,01 cm setiap melewati satu
skala. Karena terdapat 4 skala, maka selisih antara skala utama dan skala nonius adalah 0,4 mm
atau 0,04 cm. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan kalau panjang benda yang diukur
tersebut adalah 5,2 cm+0,04 cm=5,24 cm.

c. Dengan Menggunakan Mikrometer Sekrup


Untuk megukur benda-benda yang sangat kecil sampai ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm
digunakan alat bernama mikrometer sekrup. Bagian utama dari mikrometer sekrup adalah sebuah
poros berulir yang dipasang pada silinder pemutar yang disebut bidal. Pada ujung silinder
pemutar ini terdapat garis-garis skala yang membagi 50 bagian yang sama. Jika bidal digerakan
satu putaran penuh, maka poros akan maju (atau mundur) sejauh 0,5 mm. Karena silinder
pemutar mempunyai 50 skala disekelilingnya, maka kalau silinder pemutar bergerak satu skala,
poros akan bergeser sebesar 0,5 mm/50 = 0,01 mm atau 0,001 cm. Sangat perlu diketahui, pada
saat mengukur panjang benda dengan mikrometer sekrup, bidal diputar sehingga benda dapat
diletakan diantara landasan dan poros. Ketika poros hampir menyentuh benda, pemutaran
dilakukan dengan menggunakan roda bergigi agar poros tidak menekan benda. Dengan memutar
roda berigi ini, putaran akan berhenti segera setelah poros menyentuh benda. Jika sampai
menyentuh benda yang diukur, pengukuran menjadi tidak teliti.

2.3 Sistem Internasional


Satuan untuk suatu besaran sebenarnya bisa dipilih secara sembarang. Untuk satuan panjang
saja kita bebas untuk menggunakan centimeter, meter, kaki, mil dan sebagainya. Bahkan ada
orang yang menggunakan satuan hasta sebagai satuan panjang. Penggunaan berbagai macam
satuan ini ternyata bisa membuat beberapa kesulitan. Misalnya kita akan memerlukan berbagai
macam alat ukur yang berbeda untuk satuan yang berbeda pula. Kesulitan selanjutnya dalah saat
kita akan melakukan komunikasi ilmiah. Kita mungkin akan kesulitan untuk melakukan konversi
dari sebuah satuan menjadi satuan yang lain.
Dikarenakan hal itulah, maka para ilmuwan dunia sepakat membuat sebuah satuian
internasional untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan itu, dan lahirlah system SI. Dalam satuan
SI, panjang memiliki satuan meter, satuan massa adlah kilogram, dan satuan waktu adalah sekon
yang dikenal juga dengan sbutan sistem MKS. Selain itu dikenal pula istilah CGS, dengan
centimeter sebagai satuan panjang, gram sebagai satuan massa, dan sekon sebagai satuan waktu.
Setelah ditetapkan secara internasional, sekarang stiap satuan memiliki standar masing-masing
dalam pengukurannya, yaitu: Satuan standar waktu Satu sekon adalah waktu yang dibutuhkan
oleh atom cesium 133 untuk melakukan 9.192.631.770 periode radiasi ketika melewati tingkat
energi yang paling rendah. Satuan standar panjang Satu meter adalah jarak yang ditempuh
cahaya dalam ruang hampa udara selama selang waktu 1/299.792.458 s.
 Satuan standar massa
Satu kilogram adalah massa silinder campuran platinum-iridium.
 Satuan standar kuat listrik
Satu Ampere adalah kuat arus tetap yang jika dipertahankan mengalir dalam masing-masing dari
dua penghantar lurus sejajar dengan panjang tak hingga dan penampang lintang lingkaran yang
dapat diabaikan, dengan jarak pemisah 1 meter, dalam ruang hampa akan menghasilkan gaya
interaksi antara kedua penghantar sebesar 2x10 newton setiap meter penghantar.
 Satuan suhu
Satu Kelvin adalah 1/273,16 kali suhu termodinamika titik tripel air.
 Satuan intensitas cahaya
Satu kandela adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan radiasi
monokromatik pada frekuensi 540x10 hertz dengan intensitas sebesar 1/683 watt per steradian
dalam arah tersebut.
 Satuan jumlah zat
Satu mol adalah jumlah zat yang mengandung unsur elementer zat tersebut dalam jumlah
sebanyak atom karbon dalam 0.,012 kg karbon-12.
Setelah ditetap secara internasional, setiap satuan memiliki standar masing-masing dalam
pengukurannya, yaitu :
 Satuan Standar Waktu
Satuan standar waktu adalah 1 sekon. 1 sekon adalah waktu yang dibutuhkan oleh atom cesium
133 untuk melakukan 9.192.631.770 periode radiasi ketika melewati tingkat energy yang paling
rendah.
 Satuan Standar Panjang
Satu meter adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa udara selama selang waktu .
 Satuan Standar Massa
Satu kilogram adalah standar massa silinder campuran platinum-iridium.
 Satuan Standar Kuat Listrik
Satu ampere adalah kuat arus tetap yang jika dipertahankan mengalir dalam masing-masing dari
penghantar lurus sejajar dengan panjang tak hingga dan penampang lintang lingkaran yang dapat
diabaikan, dengan jarak pemisah 1 meter, dalam ruang hampa akan mengalami gaya interaksi
antara kedua penghantar sebesar 2x10 newton setiap meter penghantar.
 Satuan Suhu
Satu Kelvin adalah , 1 kali suatu termodinamika titik tripel air.
 Satuan Intensitas Cahaya
Satu candela adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan radiasi
monokromatik pada frekuensi 540x10 hertz dengan intensitas sebesar watt/sterodion dalam arah
tersebut.
 Satuan Jumlah Zat
Satu mol adalah jumlah zat yang mengandung unsur elementer zat tersebut dalam jumlah
sebanyak atom karbon dalam 0,012 kg karbon-12.

2.4 Ketidakpastian Pengukuran


Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai fenomena
yang terjadi di alam. Ilmu ini didasarkan pada pengamatan dan percobaan. Pengamatan
merupakan pengkajian suatu gejala yang terjadi di alam. Hanya saja, sayangnya suatu gejala
alam yang muncul secara alamiah belum tentu terjadi dalam waktu tertentu, sehingga
menyulitkan pengamatan. Untuk mensiasati ini, maka dilakukan percobaan yang menyerupai
gejala alamiah itu di bawah kendali dan pengawasan khusus. Tanpa percobaan ini, ilmu fisika tak
mungkin berkembang seperti saat sekarang ini.
Dan selanjutnya, dalam suatu percobaan kita hrus berusaha menelaah dan
mempelajarinya. Caranya, kita harus mempunyai data kuantitatif atas percobaan yang kita
lakukan. Sanada dengan pendapat Lord Kelvin yang mengungkapkan kalau kita belum belajar
sesuatu bila kita tak bisa mendapatkan sebuah data kuantitatif. Untuk itulah dalam fisika
dibutuhkan sebuah pengukuran yang akurat. Akan tetapi, ternyata tak ada pengukuran yang
mutlak tepat. Setiap pengukuran pasti memunculkan sebuah ketidakpastian pengukuran, yaitu
perbedaan antara dua hasil pengukuran. Ketidakpastian juga disebut kesalahan, sebab
menunjukkan perbedaan antara nilai yang diukur dan nilai sebenarnya. Hal ini bisa disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor itu dibagi dalam 2 garis besar, yaitu: ketidakpastian bersistem dan
ketidakpastian acak.

a. Ketidakpastian Bersistem
Kesalahan kalibrasi
- Kesalahan dalam memberi skala pada waktu alat ukur sedang dibuat sehingga tiap kali alat
itu digunakan, ketidakpastian selalu muncul dalam tiap pengukuran.
- Kesalahan titik nol skala alat ukur tidak berimpit dengan titik nol jarum penunjuk alat ukur.
- Kesalahan Komponen Alat Sering terjadi pada pegas. Biasanya terjadi bila pegas sudah
sering dipakai Gesekan
- Kesalahan yang timbul akibat gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.
- Kesalahan posisi dalam membaca skala alat ukur.
b. Ketidakpastian Acak
- Gerak Brown molekul udara menyebabkan jarum penunjuk skala alat ukur terpengaruh.
- Frekuensi Tegangan listrik, perubahan pada tegangan PLN, baterai, atau aki Landasan yang
Bergetar
- Adanya Nilai Skala Terkecil dari Alat Ukur.
- Keterbatasan dari Pengamat Sendiri.

c. Angka Penting
Angka penting adalah angka yang diperhitungkan di dalam pengukuran dan pengamatan.
Aturan angka penting: Semua angka bukan nol adalah angka penting. Angka nol yang terletak
diantara angka bukan nol termasuk angka penting. Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari
satu, angka nol yang terletak disebelah kiri maupun di sebelah kanan tanda koma, tidak termasuk
angka penting. Deretan angka nol yang terletak di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka
penting, kecuali ada penjelasan lain.

2.5 Akurasi dan Presisi


Pengukuran yang akurat merupakan bagian penting dari fisika, walaupun demikian tidak ada
pengukuran yang benar-benar tepat. Ada ketidakpastian yang berhubungan dengan setiap
pengukuran. Ketidakpastian muncul dari sumber yang berbeda. Di antara yang paling penting,
selain kesalahan, adalah keterbatasan ketepatan setiap alat pengukur dan ketidakmampuan
membaca sebuah alat ukur di luar batas bagian terkecil yang ditunjukkan. Misalnya anda
memakai sebuah penggaris centimeter untuk mengukur lebar sebuah papan, hasilnya dapat
dipastikan akurat sampai 0,1 cm, yaitu bagian terkecil pada penggaris tersebut. Alasannya,
adalah sulit untuk memastikan suatu nilai di antara garis pembagi terkecil tersebut, dan penggaris
itu sendiri mungkin tidak dibuat atau dikalibrasi sampai ketepatan yang lebih. Akurasi
pengukuran atau pembacaan adalah istilah yang sangat relatif. sebaik dari ini. Akurasi
didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness) antara nilai yang terbaca dari alat ukur
dengan nilai sebenarnya.
Dalam eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan suatu nilai
standar yang diakui secara konvensional. Secara umum akurasi sebuah alat ukur ditentukan
dengan cara kalibrasi pada kondisi operasi tertentu dandapat diekspresikan dalam bentuk plus-
minus atau presentasi dalam skala tertentu atau pada titik pengukuran yang spesifik. Semua alat
ukur dapat diklasifikasikan dalam tingkat atau kelas yang berbeda-beda, tergantung pada
akurasinya. Sedang akurasi dari sebuah sistem tergantung pada akurasi Individual elemen
pengindra primer, elemen skunder dan alat manipulasi yang lain.
Ketika menyatakan hasil pengukuran, penting juga untuk menyatakan ketepatan atau perkiraan
ketidakpastian pada pengukuran tersebut. Sebagai contoh, hasil pengukuran lebar papan tulis :
5,2 plus minus 0,1 cm. Hasil Plus minus 0,1 cm (kurang lebih 0,1 cm) menyatakan perkiraan
ketidakpastian pada pengukuran tersebut sehingga lebar sebenarnya paling mungkin berada
diantara 5,1 dan 5,3. Persentase ketidakpastian merupakan perbandingan antara ketidakpastia dan
nilai yang diukur, dikalikan dengan 100 %. Misalnya jika hasil pengukuran adalah 5,2 cm dan
ketidakpastiannya 0,1 cm maka presentase ketidakpastiannya adalah : (0,1/5,2) x 100% = 2%

Seringkali, ketidakpastian pada suatu nilai terukur tidak dinyatakan secara eksplisit. Pada kasus
seperti ini, ketidakpastian biasanya dianggap sebesar satu atau dua satuan (atau bahkan tiga) dari
angka terakhir yang diberikan. Sebagai contoh, jika panjang sebuah benda dinyatakan sebagai
5,2 cm, ketidakpastian dianggap sebesar 0,1 cm (atau mungkin 0,2 cm). Dalam hal ini, penting
untuk tidak menulis 5,20 cm, karena hal itu menyatakan ketidakpastian sebesar 0,01 cm;
dianggap bahwa panjang benda tersebut mungkin antara 5,19 dan 5,21 cm, sementara sebenarnya
anda menyangka nilainya antara 5,1 dan 5,3.
Setiap unit mempunyai kontribusi terisah dengan batas tertentu. Jika ± a1, = a2 dan ± a3
adalah batas akurasi individual, maka akurasi total dari sistem dapat diekspresikan dalam bentuk
bawah akurasi seperti berikut :
A = ± ( a1+ a2 + a3 ) (2.1)
Dalam hal tertentu nilai batas bawah akurasi total diatas mempunyai kelemahan, maka dalam
praktek orang lebih sering menggunakan nilai akar kuadrat rata-rata untuk mendefinisikan nilai
akurasi dari sebuah sistem, yaitu :
A = ± √ ( a1² + a2² + a3² ) (2.2)
Presisi adalah istilah untuk menggambarkan tingkat kebebasan alat ukur dari kesalahan
acak. Jika pengukuran individual Dilakukan berulang-ulang, maka sebran hasil pembacaan akan
berubah-ubah disekitar nilai rata-ratanya. Bila Xn adalah nilai pengukuran ke n dan adalah nilai
rata-ratanya n pengukuran maka secara metematis, presisi dapat dinyatakan
Presisi = (2.3)
Presisi tinggi dari alat ukur tidak mempunyai implikasi terhadap akurasi pengukuran. Alat
ukur yang mempunyai presisi tinggi belum tentu alat ukur tersebut mempunyai akurasi tinggi.
Akurasi rendah dari alat ukur yang mempunyai presisi tinggi pada umum nya disebabkan oleh
bias dari pengukuran, yang bisa dihilangkan dengan kalibrasi.
Dua istilah yang mempunyai arti mirip dengan presisi adalah repeatability dan reproducibility.
Repeability digunakan untuk menggambarkan kedekatan (closeness) keluaran pembacaan bila
dimasukkan yang sama digunakan secara berulang-ulang pada periode waktu yang singkat pada
kondisi dan lokasi pengukuran yang sama, dan dengan alat ukur yang sama. Reproducibility
digunakan untuk menggambar kedekatan ( closeness) keluaran pembacaan bila masukan yang
sama digunakan secara berulang-ulang.

Macam – macam alat ukur


a) Jangka sorong

Ketelitian Jangka Sorong: Paling tidak ada 2 jenis jangka sorong, yakni jangka sorong yang
memiliki ketelitian 0,05 mm dan yang memiliki ketelitian 0,1 mm.

b) Mikrometer sekrup

Ketelitian mikrometer sekrup:


Micrometer sekrup hanya ada satu macam, yakni yang berketelitian 0.01 mm.
c) Spherometer
Spherometer merupakan alat untuk mengukur jejari kelengkungan suatu permukaan.
Biasanya digunakan untuk mengukur kelengkungan lensa. Spherometer memiliki 4 kaki, dengan
3 kaki yang permanen dan satu kaki tengah yang dapat diubah-ubah ketinggiannya. Ketelitian
spherometer bisa mencapai 0,01 mm.
d) Neraca Torsi
Neraca torsi digunakan untuk mengukur massa suatu zat. Ketelitian yang dimiliki neraca ini
bermacam-macam antara lain sebesar 0,1 g atau 0,05 g atau 0,01 g.
e) Densitometer
Specific gravity adalah alat yang digunakan untuk mengukur kerapatan (massa jenis) suatu
zat cair. Bedanya dengan densitometer adalah bahwa nilai yang ditunjukkan oleh specific gravity
merupakan nilai relatif terhadap kerapatan air (1 g/ml).
f) Stopwatch
Stopwatch merupakan alat pengukur waktu. Stopwatch yang sering dipakai biasanya
berketelitian 0,1 s atau 0,2 s. Telepon genggam (HP) biasanya juga disertai fasilitas stopwatch.
Ketelitian stopwatch pada telepon genggam biasanya 0,01 s.

g) Termomoter
Termometer adalah alat pengukur suhu. Termometer yang biasa digunakan dalam Lab.
Fisika Dasar adalah termometer Celcius dengan ketelitian 0,50C atau 10C.
h) Multimeter
Multimeter adalah alat pengukur besaran listrik, seperti hambatan, kuat arus, tegangan, dsb.
Ketelitan alat ini sangat beragam dan bergantung pada besar nilai maksimum yang mampu
diukur. Berhati-hatilah dalam menggunakan alat ini. Perhatikan posisi saklar sesuai dengan
fungsinya dan besar nilai maksimum yang mampu diukur. Jika digunakan untuk mengukur
tegangan maka alat ini harus dirangkai paralel, colok (+) dihubungkan dengan (+) rangkaian,
sedangkan colok (-) dengan bagian (-)nya. Sedangkan jika digunakan untuk mengukur kuat arus
yang melalui suatu cabang rangkaian maka alat ini harus dirangkai secara seri melalui cabang
tersebut.
i) Neraca Ohauss
neraca ohaus adalah alat ukur massa benda dengan ketelitian 0.01 gram.,neraca ini ada dua
macam :
1. nilai skalanya dari yang besar sampai ketelitian 0.01 g yang di geser. di pisah antara skala
ratusan(0-200), puluhan(0-100),satuan (0-10) dan skala 1/100 (0-1) yang di bagi2 juga skala
kecilnya sampai ketelitian 0.01 g.
Kalo yang ini cara makenya gampang. Kamu tinggal taruh saja bendanya (ingat neraca harus
sudah terkalibrasi), lalu digeser skalanya dimulai dari yang skala besar baru gunakan skala yang
kecil.
2. nilai skala ratusan dan puluhan di geser, tapi skala satuan dan 1/100 nya di putar. Cara
memakainya hampir sama dengan yang no.1 tadi. Cuma bedanya, waktu membaca yang dengan
nilai 0-10. Misalkan sudah terbaca antara skala ratusan dan puluhannya (100+20). Lalu kamu
putar skala satuannya (dalam 1 skala satuannya, dibagi lagi 10 skala), lihat skala yang
terlewatkan dari angka nol (misal 5.6 g).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisika Dasar mengenai Pengukuran Dasar dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 19 April 2012. Praktikum dilaksanakan pada pukul 13.00-15.00 WITA bertempat di
Laboratorium Fisika Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Mulawarman.

3.2 Alat dan Bahan


1. Jangka sorong
2. Neraca ohauss
3. Micrometer sekrup
4. Bola-bola besi
5. Silinder besi

3.3 Prosedur Percobaan


1. Disiapkan rangkaian alat-alat pengukuran dasar
2. Diukur bola-bola besi untuk mencari diameter bola besi
3. Diulang sebanyak 3 kali bola besar, 2 kali bola kecil
4. Diukur panjang, tinggi, dan lebar balok besi dengan menggunakan jangka sorong, diulang
percobaan sebanyak 5 kali untuk setiap pengukuran panjang, tinggi dan lebar.
5. Ditimbang bola-bola besi untuk mencari massa menggunakan neraca ohauss, diulang
percobaan sebanyak 3 kali bola besar dan 2 kali bola kecil
6. Ditimbang balok besi untuk mencari massa menggunakan neraca ohauss, diulang sebanyak
5 kali percobaan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Bola-Bola Besi
No. Diameter (cm) Jari-jari (cm) Massa (g)
1 1,84 0,92 28,19
2 1,8 0,9 28,18
3 1,84 0,92 28,32
4 0,22 0,61 8,41
5 0,21 0,6 8,42

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Balok Besi


No. Panjang Lebar Tinggi Massa
(cm) (cm) (cm) (g)
1 4,6 1,9 1,24 92,49
2 4,62 1,8 1,2 92,46
3 4,6 1,8 1,24 92,68
4 4,6 1,8 1,24 92,70
5 4,61 1,8 1,24 92,57

4.3 Pembahasan
Setelah dilakukan percobaan Pengukuran Dasar kami mendapat perbedaan-perbedaan
atau ketidakpastian dalam setiap pengukuran. Ketika melakukan percobaan pada bola-bola besi
dan balok besi ternyata ketidak pastian dalam pengukuran memang terjadi, setiap pengukuran
misalnya, pengukuran panjang, lebar, tinggi, dan diameter bola. Dari setiap pengukuran itu
ternyata berbeda-beda walaupun ternyata perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor ketidak pastian. Misalnya saja kesalahan dalam kalibrasi, yang disebabkan
oleh kurang bagusnya alat, bisa juga Karena kesalahan pembacaan skala, atau karena ketelitian
alat pengukur yang terbatas serta faktor-faktor ketidakpastian lainnya.
Di dalam pengukuran dikenal suatu istilah akurasi dan presis. Akurasi adalah suatu alat
ukur yang menggambarkan seberapa dekat hasil suatu pengukuran dengan nilai sebenarnya.
Sedangkan presisi adalah perubahan terkecil yang dapat direspon oleh suatu alat ukur. Setiap
pengukuran pasti memunculkan sebuah ketidakpastian pengukuran yaitu perbedaan antara dua
hasil pengukuran. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor itu dibagi menjadi dua
garis besar, yaitu:
a. Ketidakpastian bersistem
b. Angka penting
Pengukuran langsung dibedakan atas pengukuran sekali dan pengukuran berulang. Nilai
sesatan taksiran pada suatu pengukuran tergantung pada resolusi dan keberanisan dalam
pengukuran untuk member jaminan.
Pengukuran tidak langsung dapat dibedakan atas tiga masalah yaitu :
a. Semua sesatan pengukuran merupakan sesatan taksiran
b. Semua sesatan pengukuran merupakan sesatan statistik
c. Sesatan pengukuran merupakan campuran dari sesatan taksiran dan sesatan statistik

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Memastikan bahwa dalam pengukuran, selalu terdapat ketidakpastian hasil pengukuran
karena setiap orang memiliki prediksi hasil yang berbeda-beda dalam mengukur benda. Oleh
karena itu, pada setiap alat ukur terdapat angka ketelitian. Jangka sorong memiliki angka
ketelitian 0,05 mm, dan mikrometer sekrup memiliki angka ketelitian 0,01 mm.
2. Ketidakpastian pengukuran adalah suatu rentan nilai dimana di sekitar nilai hasil
pengukuran tersebut terdapat nilai sebenarnya dari besaran ukur. Nilai ketidakpastian dari suatu
alat ukur diharapkan berada dibawah nilai yang telah ditentukan dalam table/pabrik sehingga
dianggap masih mempunyai nilai akurasi yang tinggi untuk pengukuran. Digunakan hasil / nilai
rata-rata yang kemudian dijadikan hasil pengukuran.
3. Metode kuadrat terkecil digunakan untuk melakukan regresi dan pencocokan kurva yang
diharapkan dapat membentuk persamaan matematis tertentu. Persamaan garis lurus y = ax + b,
persamaan parabolis y = px2 + qx + r.
5.2 Saran
Sebelum percobaan dilakukan, sebaiknya alat-alat serta bahn-bahan yang digunakan
diperiksa terlebih dahulu, apakah berfungsi dengan baik atau tidak. Metode-metode yang
digunakan dalam percobaan ada baiknya lebih bervariasi lagi sehingga lebih mudah dimengerti
dan dipahami.

Anda mungkin juga menyukai