Transgenik
Transgenik
Transgenik
TUMBUHAN TRANSGENIK
TUGAS BIOLOGI SEMESTER II
DISUSUN OLEH:
XII IPA 5
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
restunyalah, kami dapat menyelesaikan tugas semester II biologi mengenai salah satu
cabang bioteknologi, yaitu tumbuhan transgenic. Tugas ini merupakan salah satu bahan
referensi yang cukup akurat untuk masalah-masalah yang meliputi biotekbologi
khususnya tentang tumbuhan transgenik. Hal tersebut mengacu pada aktivitas dan fakta
di masyarakan yang kerap sekali menunjukkan bahwa tumbuhan transgenic sebagai
salah satu hasil dari produk bioteknologi amat dekat dengan masyarakat dan sering
menjadi hal yang digunakan oleh masyarakat. Bioteknologi pada dasarnya sendiri
merupakan penggunaan mahkluk hidup untuk dapat digunakan sebagai produk olahan
barang, jasa maupun bentuk lainnya yang dapat berguna bagi masyarakat secara luas.
Pada tugas yang berjudul “Mengenal Lebih Jauh Tumbuhan Transgenik” ini,
akan dipaparkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tumbuhan transgenic.
Paparan tersebut meliputi definisi, pembuatan, kegunaan, pemanfaatan di masyarakat,
kerugian yang mungkin timbul, serta pro dan kontra yang terdapat di masyarakat
mengenai model bioteknologi ini. Sebelum itu, pembaca akan disuguhkan gambaran
singkat mengenai bioteknologi sehingga tidak akan bingung mengenai konteks
bioteknologi yang dimaksud. Dalam tugas ini juga akan dijelaskan secara terperinci
mengenai tumbuhan transgenic yang berlaku di Indonesia serta contoh-contoh
konkretnya di kehidupan sehari-hari. Data-data dalam tugas ini berasal dari sumber-
sumber terpercaya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Tapi seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan tugas
biologi ini yang masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi penyajian hingga
pengemasan. Untuk itu penulis meminta maaf kepada para pihak terkait dan pembaca.
Akan tetapi,. Tim berharap agar tugas ini dapat bermanfaat secara luas, khususnya
dalam aspek bioteknologi mengenai tumbuhan transgenic. Lebih jauh, penulis berharap
agar data-data dan penyajian yang terdapat dalam tugas ini dapat menjadi bahan
referensi bagi semua pihak mengenai tumbuhan transgenic yang mungkin masih tabu di
telinga masyarakat awam. Penulis dan tim berharap agar apa yang terdapat dalam tugas
ini dapat bermanfaat secara luas dan universal.
Tim penulis,
A. BIOTEKNOLOGI
A. PENDAHULUAN
Penerapan bioteknologi pada umumnya mencangkup produksi sel atau biomasa dan
prubahan (tranformasi) kimia yang diinginkan. Transformasi kimia itu lebih lanjut dapat
dibagi menjadi dua sub bagian, yaitu sebagai berikut:
b. Penguraian suatu bahan baku yang diberikan contohnya buangan air limbah,
destruksi, atau tumpahan minyak.
Bioteknologi mencangkup proses fermentasi (mulai dari bir, anggur, roti, keju, anti
biotik, dan vaksin), pengelolaan air, dan sampah.
B. PERAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi berperan amat besar dalam kehidupan manusia. Orang sumeria dan
babilonia telah menikmati bir sejak 6000 tahun sebelum masehi, orang mesir telah
membuat adonan kue asam sejak 4000 tahun sebelum masehi. Bukti bahawa
mikroorganisme dapat melakukan fermentasi(peragian) didapat dari studi awal L.
Pasteur (1857-1876), sehingga pasteur disebut sebagai bapak bioteknologi. Pada masa
ini bioteknologi bukan hanya dimanfaatkan dalam industri makanan tapi meluas dalam
berbagai bidang, misalnya rekayasa genetika, penanggulangan populasi, penciptaan
sumber energi, penemuan bahan medis maupun farmasi, dan sebagainya.
Bioteknologi, seperti juga teknologi lain mengandung resiko akan dampak negatif.
Sudah cukup lama masalah potensi dampak negatif ini diperdebatkan, baik di tingkat
internasional maupun tingkat nasional. Di tingkat internasional telah diakui ditanda
tangani sebuah konvensi keaneka ragaman hayati (Convention on Biological Diversity,
1992).
Dengan definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang baru. Nenek
moyang kita telah memanfaatkan mikroba untuk membuat produk-produk berguna
seperti tempe, oncom, tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco . Hampir
semua antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang dipakai untuk
membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian. Dalam bidang pertanian, mikroba
penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abab ke 19. Mikroba pelarut fosfat telah
dimanfaatkan untuk pertanian di negara-negara Eropa Timur sejak tahun 1950-an.
Mikroba juga telah dimanfaatkan secara intensif untuk mendekomposisi limbah dan
kotoran. Bioteknologi memiliki gradien perkembangan teknologi, yang dimulai dari
penerapan bioteknologi tradisional yang telah lama dan secara luas dimanfaatkan,
hingga teknik-teknik bioteknologi baru dan secara terus menerus berevolusi (Gambar
1).
Gambar 1. Gradien Bioteknologi (dimodifikasi dari Doyle & Presley, 1996).
Potensi risiko bioteknologi terhadap pertanian dan lingkungan antara lain efek balik
terhadap organisme non-target, pembentukan hama resisten, dan transfer gen yang tidak
diinginkan yang meliputi transfer gen ke tanaman liar sejenis, transfer gen penyandi
untuk produksi gen toksik, dan transfer gen resisten antibiotik melalui gen penanda (
marker ) antibiotik. Beberapa kritikan menyebutkan bahwa modifikasi DNA
rekombinan menyebabkan pangan tidak aman untuk dimakan. Kelompok pecinta
lingkungan mengkritik bahwa organisme trasgenik menyebabkan kerusakan keragaman
hayati, karena membunuh organisme liar yang berguna, atau membuat organisme
invasif yang dapat merusak lingkungan
Terlepas dari perdebatan keuntungan dan kerugian di atas, prinsip ”kehati-hatian” harus
dikedepankan dalam aplikasi bioteknologi untuk agribisnis, khususnya rekayasa
genetika. Belajar dari pengalaman Revolusi Hijau yang semula dianggap aman,
intensifikasi penggunaan pupuk dan pestisida terbukti berakibat buruk yang baru
diketahui setelah beberapa puluh tahun kemudian.
B. TUMBUHAN TRANSGENIK
1. Pengertian tanaman transgenik
Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun
kualitasnya melalui penyisipan gen atau
DNA binatang, bakteri, mikroba, atau
virus untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik adalah organisme
yang mendapatkan pindahan gen dari
organisme lain. Gen yang ditransfer dapat
berasal dari jenis (spesies) lain seperti
bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.
Tanaman transgenik adalah suatu
produk rekayasa genetika melalui
transformasi gen dari makhluk hidup lain ke
dalam tanaman yang tujuannya untuk
menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya.
2. Proses Transgenik
Susunan materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul
ke dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding
tanaman konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca,
umur pendek, dll; sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi
kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan
pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih
baik
3. Tujuan Transgenik
Tujuan memindahkan gen tersebut
untuk mendapatkan organisme baru
yang memiliki sifat lebih baik.Hasilnya
saat ini sudah banyak jenis tanaman
transgenik, misalnya jagung, kentang,
kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan
dari tanaman transgenic tersebut
umumnya adalah tahan terhadap
serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam
pembuatan transgenik dilakukan untuk
kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak
diinginkan, yaitu dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut.
4. Dampak Transgenik
DampakPositif
1. rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber
yang lebih sedikit.
2. rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan
memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Dampak Negatif
1. berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme
yang bersangkutan juga berubah.
2. bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya
tidak dapat diperkirakan.
3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
4. Kemungkinan menimbulkan alergi
2. Karbid silikon
Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat karbid
silikon dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan ke dalam tube (tabung
eppendorf) kemudian dicampur dan diputar menggunakan vortex.
3. Elektroporasi
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah
elektroporasi dari protoplas. Elektroporasi menggunakan perlakuan listrik bervoltase
tinggi menyebabkan permiabilitas tibnggi pada membran sel dengan membentuk pori-
pori sehingga DNA mudah penetrasi kedalam proptoplas. Perlakuan elektroporasi ini
seringkali dikombinasikan dengan perlakuan poly ethylene glycol (PEG) pada
protoplas.
Tomat flavr Savr buahnya lambat masak sehingga mampu bertahan lama ketika di
simpan untuk di ekspor ke daerah lain dan mengurangi biaya pengemasan karena tidak
membutuhkan alat pendingin.
Jagung Bt tahan serangan hama Corn borer karena dapat menghasilkan toksin pada
bakteri.
Jagung normal Jagung Bt transgenik
Tomat Bt yang mengandung gen Bt mampu bertahan dari serangan hama karena
menghasilkan toksin yang dapat membunuh hamanya.
Tomat biasa yang tidak tahan hama Tomat Bt yang tahan hama
hama
5. Pembentukan tanaman yang lebih bernilai nutrisi tinggi, seperti vit C, E dan β-
karoten
KELEMAHAN TANAMAN TRANSGENIK
1. Bioetik
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau
sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak
sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgenik per definisi adalah the use of gene
manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena
berisi transgene tadi, tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau,
organisme yang mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs).
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada
proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah
Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini
disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga
mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari,
2003).
PRO TRANSGENIK
Belum lagi produk rekayasa gen yang kini baru diciptakan atau masih diteliti di
berbagai lab dengan macam-macam target pula. Misal, baru-baru ini di Hawaii
berhasil diciptakan varietas pepaya transgenik UH Rainbow tahan terhadap virus
ringspot. Di AS diteliti tomat transgenik dengan target memperbaiki kadar nutrisi dan
menunda kematangan tomat (supaya tak cepat membusuk). Untuk kanola penghasil
oilseed, penelitian terfokus pada perbaikan mutu nutrisi kanola dengan mempertinggi
kadar vitamin E atau memodifikasi keseimbangan asam lemak. Sementara peneliti
Swiss dan Jerman, seperti diungkap dalam postnet.com, merekayasa beras penghasil
betakaroten, pro-vitamin A. Caranya, dengan menyisipkan dua gen dari jenis bunga
bakung dan satu gen dari spesies bakteri ke tanaman padi. Untuk meningkatkan kadar
zat besi, ditambahkan gen tanaman buncis. Percobaan "golden rice" ini masih terus
berjalan dan akan berlangsung hingga 2003. Sementara itu IRRI telah melakukan uji
lapangan perdana bagi tanaman GM tahan penyakit karena bakteri. Tidak ketinggalan,
pisang direkayasa untuk menghasilkan vaksin yang dapat dimakan untuk melawan
penyakit infeksi. Baru-baru ini dilakukan evaluasi terhadap produk pisang transegenik
berisi virus non-aktif (dilemahkan) penyebab kolera, hepatitis B, dan diare
(colostate.edu). Sayuran yang ditingkatkan nilainya meliputi tomat GM yang
dikembangkan Zeneca dan Petoseed sebagai tomat berdaging tebal. Peneliti di Rutgers
University melakukan uji tanam terung Bt tahan CPB (colorado potato beetle). Di
Indonesia pun penelitian dan pengembangan tanaman transgenik masih dilakukan,
terutama di tingkat litbang seperti : Deptan, Batan, LIPI, dan BPPT, Balitbio, Balitsa.
Komoditasnya meliputi produk dari luar negeri dan produk dalam negeri. Pihak
lainnya yang ikut meramaikan rekayasa genetik di bidang pertanian di Indonesia
seperti: Monsanto, Novartis, ABSP, ACIAR, ISAA, P3GI, UPBP, Indah Kiat dan
IPB
KONTRA TRANSGENIK
Menurut Hari Hartiko (dalam Berita Bumi, Juni 2000), pelepasan atau pemanfaatan
jenis asing (tanaman rekayasa genetika) di alam terbuka sukar ditangani karena ada
kemungkinan penyebaran gen asing (gen yang disisipkan ke dalam tanaman GM) berpindah
ke tanaman sekerabat yang liar atau mengubah tatanan spesifik atau sifat unggul tanaman GM
itu sendiri. Seperti pada kasus serbuk sari kanola (Brassica napus) penghasil minyak nabati,
yang membuahi kerabatnya dan kerabat jauhnya. Di samping ada kemungkinan produk GM
dapat mengganggu kesehatan manusia dan ternak. Perpindahan gen dapat juga terjadi pada uji
lapangan, meski di lokasi yang sangat terisolasi untuk mencegah terjadi penyerbukan silang.
Karena di alam banyak faktor yang berpengaruh, seperti angin, kupu-kupu, kumbang, tawon,
dan burung. Tidak ada jaminan serbuk sari tidak berpindah ke kerabat tanaman itu atau gulma
sehingga menjadi lebih kuat karena resisten terhadap hama. Jika kerabat dekat tanaman Bt
berupa gulma, bisa-bisa menjadi resisten dan sukar dikendalikan. Terjadinya penyerbukan
silang yang akan memindahkan gen-gen asing ke tanaman lain (gulma), bisa memunculkan
gulma super yang resisten hama penyakit dan herbisida. Gen-gen pengendali hama yang
menyebar ke tanaman liar itu akan melenyapkan secara besar-besaran spesies serangga dan
hewan.
Persilangan antara tanaman transgenik dengan tanaman liar sangat mungkin terjadi,
seperti dilaporkan Rissler dan Mellon, yaitu antara Brassica napa transgenik dengan kerabat
liarnya Brassica campestris, Hirscheldia incana, dan Raphanus raphanistrum (Mae-Wan Ho,
1997). Kekhawatiran terhadap produk GM memunculkan "Surat Terbuka Ilmuwan Dunia
kepada Seluruh Pemerintah Dunia". Surat tertanggal 21 Oktober 1999 itu ditandatangani 136
ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain meminta penghentian segera seluruh pelepasan
tanaman rekayasa genetika (Genetically Modified Crops) dan juga produk rekayasa gen
(Genetically Modified Products). Alasannya, tanaman GM tidak memberikan keuntungan.
Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih banyak herbisida. Makin
memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan memiskinkan petani kecil. Mencegah
perubahan mendasar pada upaya pertanian berkelanjutan yang dapat menjamin keamanan
pangan dan kesehatan dunia. Selain itu juga berbahaya terhadap keanekaragaman hayati dan
kesehatan manusia dan hewan.
Penyebaran horizontal gen penanda (marker genes) yang tahan antibiotika dalam
tanaman transgenik dapat mempersulit pengobatan penyakit menular yang mengancam
kehidupan, dan penyakit itu kemudian akan meledak dan menyebar ke seluruh dunia. Temuan
terbaru menunjukkan, penyebaran horizontal gen penanda dan DNA transgenik lainnya dapat
terjadi, tak hanya melalui sistem pencernaan, melainkan juga lewat saluran pernapasan karena
mengirup serbuk sari atau debu. Cauliflower mosaic viral promoter yang banyak digunakan
dalam tanaman transgenik dapat meningkatkan transfer gen secara horisontal dan berpotensi
menghasilkan virus baru yang menyebarkan penyakit baru (Berita Bumi, Oktober 1999).
Selain itu, informasi mengenai konstruksi dan evaluasi tanaman transgenik dan
produk olahannya dipandang perlu. Seperti disarankan oleh YLKI dan Konphalindo yang
mendesak pemerintah guna mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengadakan moratorium atas impor, penjualan dan pelepasan makanan dan produk
transgenik hingga ada peraturan yang jelas dan ada bukti keamanannya.
2. Menyusun Undang-undang keamanan hayati dan pangan
3. Meratifikasi protokol Cartagena, menyusun peraturan pelaksanaannya dengan
menggunakan protokol tersebut sebagai standar minimum.
4. Mengadakan dailog vertikal dan horizontal untuk mengambil keputusan tentang
arah kebijakan pengawasan riset, uji coba, pelepasan, penggunaan dan monitoring
produk transgenik.
5. Memberlakukan sistem label
6. Menyusun data base produk dan uji coba produk transgenik yang ada di Indonesia
dan menyebarkan informasi tersebut ke publik
Rekayasa Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam bidang
biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenik.
Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh
tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik
yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan
antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman dengan
produktivitas lebih tinggi.
Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup
pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang
diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan
tahun 1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup
pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap tanaman transgenik.
Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi tanpa resiko”, dan memang masih
banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan dikontrol dalam pengembangan tanaman
transgenik ini. Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:
KATA tanaman transgenik saat ini masih mengundang kekhawatiran bahwa tanaman
ini akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Gen makhluk hidup lain yang
disisipkan ke tanaman transgenik memang mungkin menyebar ke tanamanain.
Gen yang disisipkan pada kapas transgenik itu, sebagaimana tanaman transgenik
umumnya, dihasilkan melalui metode konvensional berupa transformasi DNA inti. Gen
asing disisipkan pada DNA inti tanaman, sehingga sel-sel yang membangun serbuk sari
tanaman transgenik akan mempunyai DNA yang telah tersisipi gen asing.
Bila serbuk sari dari tanaman transgenik menyebar ke tanaman nontransgenik-baik oleh
angin atau serangga-terjadilah penyerbukan silang. Hasilnya adalah biji tanaman
nontransgenik menjadi seperti tanaman transgenik.
Karena itu, hasil tim peneliti dari Institute of Biochemistry and Plant Biotechnology,
University of Muenster, Jerman, seperti yang dipublikasikan jurnal Nature
Biotechnology, bisa jadi membawa harapan baru.
Tim yang dipimpin Profesor Ralph Bock itu berhasil mengaplikasikan sistem
transformasi baru untuk mendapatkan tanaman transgenik ramah lingkungan, yaitu
plastid transgenesis pada tomat dengan metode biolistik (Gambar 1).
Salinan identik (identical copy) dari genom plastid terdapat di semua jenis organel
plastida, yaitu pada jaringan meristem (proplastid), kloroplas (plastida yang berwarna
hijau), kromoplas ( plastida yang memberi aneka warna pada bunga, buah dan batang
tumbuhan), amiloplas (plastida pembentuk dan penyimpan amilum), dan di elaioplas
(plastida pembentuk dan penyimpan lemak).
Itu pula yang menyebabkan tanaman transgenik dengan metode plastid transgenesis jadi
ramah lingkungan. Serbuk sari yang berpotensi menyebarkan gen asing ke tanaman
nontransgenik tidak lagi mengandung gen asing.
SEJAK tanaman transgenik pertama kali dihasilkan awal tahun 1980-an, tanaman
diunggulkan menjadi bioreaktor alami untuk memproduksi protein rekombinan (protein
dari rekayasa genetik) karena dinilai lebih ekonomis. Untuk menumbuhkan tanaman
"hanya" diperlukan air, udara, cahaya matahari, pupuk dan tanah.
Selain itu, ada 18 jenis tanaman transgenik yang dapat memproduksi vaksin untuk
manusia dan hewan, salah satunya vaksin untuk Hepatitis B di kentang, alfalfa dan daun
selada. Ketiga tanaman transgenik tersebut diketahui bersifat imunogenik saat diberikan
secara oral. Begitupun vaksin untuk coronavirus gastroenteritis pada babi di jagung
bersifat protektif saat diberikan secara oral.
TANAMAN transgenik untuk memproduksi protein rekombinan yang selama ini telah
dikembangkan kebanyakan menggunakan tembakau dan tanaman lain seperti kentang,
padi, gandum dan alfalfa. Tanaman tersebut tidak dapat dikonsumsi secara langsung
oleh manusia karena harus dimasak dulu. Pemanasan pada proses memasak
kemungkinan besar akan merusak protein rekombinan dalam tanaman.
Kesuksesan Profesor Bock dan timnya dalam memperoleh tanaman transgenik ramah
lingkungan yang dapat memproduksi protein asing pada bagian buahnya serta
diproduksi dengan persentase yang tinggi ($>40% dari total protein) merupakan
keberhasilan pertama yang dipublikasikan.
Walaupun saat ini, protein yang diproduksi pada buah tersebut bukan protein untuk obat
atau vaksin-masih berupa protein marka-namun metode plastid transgenesis ini menjadi
jalan mendapatkan tanaman transgenik untuk berbagai aplikasi seperti produksi obat-
obatan, antibodi dan terutama vaksin yang dapat dikonsumsi langsung.
Bila tanaman transgenik penghasil vaksin yang terbukti secara klinis protektif dan aman
bagi manusia berhasil diperoleh, maka dengan memakan buah atau bagian lain tanaman
yang dapat dikonsumsi, vaksinasi terhadap penyakit telah dilakukan.
Alat suntik kelak tidak dibutuhkan lagi dan ketergantungan pada tenaga medis dapat
diminimalkan. Tidak diperlukan juga sarana pendingin vaksin, karena tanaman yang
bervaksin dapat lebih mudah disebarkan sampai ke daerah terpencil.
Produk GMO
Dalam jumlah sedikit atau banyak rasanya setiap manusia telah pernah
mengkonsumsi pangan transgenik, khususnya dimulai sejak tahun 1990-an. Data
berikut barangkali dapat digunakan sebagai gambaran bahwa lebih dari 60
persen seluruh pangan terolah yang dipasarkan di supermarket di seluruh
Amerika Serikat, baik itu pizza, chips, cookies, ice cream, salad dressing,
corn syrup, baking powder, tofu, semuanya mengandung ingredients yang
termasuk dalam kategori transgenik, GMF atau GMO. Karena produk-produk
tersebut menggunakan bahan mentah GMO dalam bentuk kedelai, jagung dan
canola serta produk transgenik lainnya.
Lahan pertanian GMO Amerika Serikat sendiri meningkat 25 kali, dari 3,6 juta
acre pada 1996 mencapai 88,2 juta acre pada 2001. Dan kecenderungannya
setiap tahun akan terus meningkat dengan kecepatan tinggi. Sehingga akan
semakin sulit dan mahal untuk mendapatkan bahan mentah produk pangan non-GMO
bagi perkembangan industri pengolahan pangan di mana saja.
Lebih dari 50 jenis tanaman pangan GMO telah lolos dari uji dan review
pemerintah federal AS dan sekitar 100 jenis komoditas GMO baru sedang
mengalami uji lapang.
Negara yang secara rutin mengimpor pangan dari negara-negara produsen pangan
GMO baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan olahan (prepackaged foods),
dipastikan telah banyak mengkonsumsi pangan GMO atau transgenik setiap hari.
Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor pangan tersebut.
Gen Bt mampu mengkode produksi toksin yang dianggap aman bagi manusia,
tetapi sangat efektif mematikan jenis serangga tertentu, termasuk european
corn borer, suatu jenis serangga yang mampu membuat terowongan dengan cara
mengebor batang, tongkol jagung daun, dan bijinya, sehingga mendatangkan
banyak kerugian bagi petani jagung.
Jagung-jagung Bt ternyata juga tahan melawan corn root worm (cacing akar
jagung) sejenis hama jagung yang biasanya mendatangkan kerugian miliaran
dolar AS setiap tahun, dan telah menyedot biaya separo dari seluruh
insektisida yang digunakan. Bila dibanding dengan jagung biasa, jagung Bt
memiliki akar yang lebat, sedang yang biasa akarnya kurus dan jarang.
Gambaran tersebut secara jelas disampaikan oleh Dean Della Penna (2002)
pakar plant biochemist, Amerika Serikat. Bioteknologi modern berpeluang
besar dalam memproduksi senyawa farmasi, gizi dan bioaktif. Bahwa tomat,
brokoli dapat dimodifikasi gennya untuk menghasilkan ba-han atau senyawa
kimia antikanker, demikian halnya dengan peningkatan kadar vitamin dalam
padi, ubi jalar dan singkong yang dapat membantu pemerintah dalam usaha
mengikis kekurangan gizi masyarakat.
Kelak akan sering dijumpai bahwa gandum, kedelai dan kacang tanah varietas
baru yang bebas dari alergen (penyebab alergi). Tidak lama lagi kita juga
akan menyaksikan pisang varitas baru yang sekaligus mengandung vaksin serta
minyak nabati yang mengandung senyawa theurapeutik, yang biasanya digunakan
dalam resep dokter, untuk mengobati pasien yang menderita penyakit kanker
dan penyakit jantung.
Tampaknya apa yang dikatakan bapak kedokteran dunia Hippocrates "let your
food be medicine and medicine be your food" akan benar-benar menjadi
kenyataan.
F LAMPIRAN
Isolasi Gen dapat dilakukan dengan metode T-DNA Tagging menggunakan vektor
Agrobacterium tumefaciens
Transformasi genetic pada tanaman jeruk dapat dilakukan secara in vitro dan in
planta
Berbagai jenis tanaman jeruk yang dibudidayakan secara ekonomis diketahui peka
terhadap serangan penyakit CVPD. Jenis-jenis tanaman jeruk budidaya yang peka
terhadap serangan cvpd untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk CVPDs. Tanaman
jeruk Garut dan jeruk Tejakula yang sangat terkenal sekarang sudah sangat sulit
ditemukan di lapangan dan kalaupun ditemukan telah terinfeksi berat oleh penyakit
CVPD. Dewasa ini belum ditemukan cara pengendalian penyakit cvpd ini secara baik,
karena berbagai kendala yang masih dihadapi seperti: belum dapat dibiakkannya
patogen penyebab penyakit pada media buatan, sehingga sulit untuk melakukan
karakterisasi terhadap sifat-sifat patogennya akibatnya sulit untuk mengetahui
mekanisme infeksi tanaman oleh patogen yang pada akhirnya sulit untuk merumuskan
teknik pengendaliannya.
Sebaliknya, telah dilaporkan bahwa beberapa jenis tanaman jeruk, terutama tanaman
jeruk yang tidak dibudidayakan secara ekonomis dan beberapa tanaman kerabatnya,
diketahui ada yang toleran (tahan) terhadap penyakit CVPD. Jenis tanaman jeruk dan
kerabatnya yang toleran (tahan) CVPD ini untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk
CPVDr. Diantaranya “Seedless lime” (jeruk nipis tanpa biji), Tahiti lime, Triphachia
trifoliata (jeruk kinkit), dan Poncirus trifolia (karatachi). Tanaman jeruk yang toleran
(tahan) terhadap CVPD (CVPDr) diyakini mengandung gen atau gen-gen yang
produknya mampu mematahkan infeksi oleh patogen CVPD (L. asiaticum) atau mampu
menolak penularan patogen yang dibawa oleh serangga vektor D. citri.
Berdasarkan informasi ini, pertama; Wirawan, dkk, 2000, menguji ulang ketahanan
terhadap CVPD dari beberapa jenis tanaman CVPDr dengan cara penularan penyakit
menggunakan vektor serangga Diaphorina citri. Seleksi dilakukan secara sangat ketat
yaitu baik secara visual dengan mengamati gejala yang muncul maupun menggunakan
deteksi PCR (Polimerase Chain Reaction) terhadap keberadaan patogen pada tanaman
yang diuji. Kemudian dari tanaman-tanaman CVPDr yang terseleksi dilakukan mutasi,
dengan metode transformasi menggunakan sistem Agrobacterium tumefaciens baik
secara in vitro maupun secara in planta.
Secara in vitro transformasi genetik dilakukan melalui kultur sel, potongan daun, ruas
ranting muda (internode stem), biji, dan potongan kecambah steril dari tanaman CVPDr
(dalam hal ini digunakan jeruk kinkit dan karatachi). A. tumefaciens LBA (pAL4404,
pIB121) diinokulasi pada bahan-bahan tanaman tersebut untuk kemudian ditumbuhkan
pada media kultur jaringan (MTO atau MTOK). Transformasi secara in planta
dilakukan dengan menginokulasi A. tumefaciens LBA (pAL4404, pIB121) pada pucuk
tunas yang dipotong pada bibit muda tanaman jeruk kinkit atau karatachi.
Ti Plasmid biner pIB121, mengandung fragmen DNA yang terdiri dari gen untuk
ketahanan terhadap kanamisin, dan gen ß-glucuronidase (GUS) yang diklon bagian
“downstream” 35S CaMV promoter-nya (Jefferson, et al, 1987; Ohta, et al, 1990;
Wirawan and Kojima, 1996). A. tumefaciens akan mentransfer fragmen DNA ini ke
dalam sel-sel tanaman jeruk kinkit atau karatachi yang dapat dideteksi dengan media
seleksi yang mengandung kanamisin, dan dengan deteksi PCR menggunakan sekuen
gen GUS sebagai primernya, serta dengan cara mendeteksi ekspresi gen GUS pada
transforman yang dihasilkan. Mutasi dengan sistem A. tumefaciens pada genom
tanaman CVPDr (kinkit atau karatachi) menonaktifkan gen-gen yang termutasi yang
diantaranya adalah gen atau gen-gen yang bertanggungjawab pada toleransi (ketahanan)
tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Dengan demikian loci gen-gen ini dapat
diidentifikasi dan diisolasi serta dapat klon untuk dikharakterisasi sifat-sifatnya dan
dimanfaatkan dalam penanganan penyakit CVPD.
Transforman atau mutan tanaman jeruk CVPDr yang dihasilkan, diinokulasi dengan
Diaphorina citri infektif (membawa bakteri L. asiaticum, penyebab CVPD). Mutan-
mutan yang menunjukkan gejala serangan CVPD (disebut CVPDr-s) diseleksi, dan
keberadaan L. asiaticum pada mutan tanaman jeruk CVPDr-s dideteksi dengan metode
PCR menggunakan sekuen 16S ribosomal DNA yang spesifik untuk L. asiaticum
sebagai primer. Loci gen-gen yang tahan CVPD diisolasi dari mutan tanaman CVPDr-s
ini menggunakan metode inverse PCR (IPCR) atau plasmid rescue.
Wild type target DNA dari tanaman induk dideteksi dan diisolasi menggunakan metode
PCR menggunakan primer yang dirumuskan berdasarkan sekuen dari flanking DNA
produk IPCR. Konfirmasi terhadap hasil PCR ini dilakukan dengan metode Southern
Blot menggunakan fragmen flanking DNA atau produk PCR diatas sebagai probe.
Beberapa jenis tanaman jeruk dan kerabatnya diuji ulang ketahanan atau kepekaannya
terhadap serangan penyakit CVPD. Beberapa tanaman ini sebelumnya dilaporkan
memiliki sifat toleran (tahan) terhadap serangan penyakit CVPD (De Lange, et al, 1985;
Nariani, 1981; Tirtawidjaya, 1981). Hampir semua tanaman yang diuji menunjukkan
gejala serangan penyakit CVPD artinya tidak tahan terhadap penyakit CVPD, seperti
yang ditunjukkan oleh tanaman Kemuning (Murraya Paniculata), jeruk siem
Kintamani, jeruk keprok Tejakula, Nagami kinkan, Sour Orange dan lainnya. Analisis
PCR untuk mendeteksi patogen penyebab penyakit CVPD memastikan bahwa tanaman-
tanaman tersebut peka terhadap serangan penyakit CVPD. Tanaman jeruk kinkit, jeruk
nipis tanpa biji dan karatachi (Poncirus trifolia) menunjukkan ketahanan terhadap
serangan penyakit CVPD. Sehingga kemudian diputuskan untuk memilih jeruk kinkit
dan karatachi sebagai tanaman toleran yang diteliti lebih lanjut.
Kemuning (Murraya paniculata) bahkan sangat disenangi oleh serangga vektor D. citri
dan menunjukkan gejala serangan penyakit CVPD lebih cepat dibandingkan dengan
tanaman lainnya. Sehingga kemuning banyak digunakan sebagai tanaman indikator dan
tanaman yang digunakan untuk memelihara serangga vektor D. citri.
Gambar 1. Jenis-jenis tanaman jeruk yang diuji ketahanannya terhadap penyakit CPVD.
1. Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya
(siem dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan
mengunakan serangga vektor D. citri
2. Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang
diuji.
3. Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap
serangan penyakit CVPD (CVPDr)
4. Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit
dan karatachi
5. Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
6. Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD untuk tanaman-tanaman
termutasi (transforman)
7. Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr-s)
8. Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman
jeruk kinkit CVPDr-s.
9. Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid
10. Sekuen fragmen DNA produk IPCR
11. Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
12. Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
13. Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk
ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading
frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen
CVPDr)
14. Over expression (produksi protein) gen CVPDr pada sel Escherichia coli
15. Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPDr dalam mekanisme
ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD
16. Pembuatan tanaman jeruk transgenik menggunakan gen CVPDr
17. Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPDr terhadap serangan
penyakit CVPD
Gambar 4. Metode mutasi dengan TDNA Tagging untuk mendapatkan tanaman jeruk
Kinkit yang menjadi tidak tahan terhadap penyakit CPVD. Click disini untuk animasi
gambar 4.
Gambar 7. Deteksi ekspresi gen GUS (β-glucurodinase) dan deteksi keberadaan gen
GUS dengan teknik PCR pada transforman tanaman jeruk Kinkit. A. Deteksi pada
ekstrak tunas, 1. Ekspresi gen GUS pada mutan CVPDr-s , 2. Tidak dideteksi adanya
ekspresi gen GUS pada beberapa tunas walau tahan pada kenamisin, 3. Uji pada tunas
kontrol (non-transformed). B. Deteksi gen GUS pada potongan tunas dalam mikrotiter.
C. Deteksi dengan teknik PCR. 1. DNA dari tunas non transformed; 2. DNA dari tunas
kenamisin resisten, tetapi ekspresi gen GUS negatif. 3. Sampel plasmid DNA dari
pBl121;4 dan 5. DNA dari tunas transformed, dengan ekspresi gen GUS positif.
Gambar 8. Deteksi ekspresi gen GUS pada kecambah tanaman Arabidopsis yang
ditransformasi secara in planta. Dengan cara ini dihasilkan tanaman transforman yang
partial (chimera). Warna biru menunjukkan ekspresi gen GUS. Bagian tanaman yang
berwarna biru menunjukkan sel-sel tanaman pada bagian tanaman tersebut mengandung
gen gus tertransformasi.
Gambar 9. Kalus dan tunas (shoots) yang dihasilkan melalui kultur in vitro. A dan B
pertumbuhan kalus pada media MTO. C, kalus yang terbentuk sebelum pertumbuhan
tunas. D, Pertumbuhan rumpun tunas pada media MTOK. E, Pertumbuhan rumpun
tunas pada media. F dan G tunas yang ditanam secara individu pada media dengan
antibiotika, kanamisin. H, tunas nontransformed yang tidak dapat hidup pada media
dengan kanamisin (menguning, layu, dan mati).
Gambar 10. Alat / mesin untuk analisis sequence (urutan nukleotida) DNA (kiri).
Dengan menggunakan alat ini dalam sekali analisis untuk satu sampel dapat dibaca
sekitar 700-900 nukleotida. Alat dengan tipe lebih baru dapat membaca urutan
nukleotida DNA mencapai diatas 1000 nukleotida. Beberapa jenis alat/mesin untuk
analisis PCR (Polimerase Chain Reaction) (kanan).
Bakteri dan plasmid yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bakteri Escherichia coli HB 101 digunakan untuk membawa plasmid pRK2013, suatu
helper plasmid yang digunakan dalam proses konjugasi triparental mating (Wirawan
and Kojima, 1996). Agrobacterium tumefaciens strain LBA 4404 dengan Ti plasmid
biner, pAL4404 dan pBI121 atau pMW24 digunakan dalam transformasi genetik
tanaman jeruk kinkit dan karatachi. Bakteri dipelihara pada media minimal LB, YEB
atau AB. Konsentasi antibiotik yang digunakan dalam media (mg/liter) adalah sebagai
berikut: kanamisin (100), ampisilin (50) dan karbenisilin (500) (Kang, et al, 1992;
Kang, et al, 1994).
Eksplan jeruk kinkit atau karatachi yang digunakan adalah potongan daun, potongan
batang (internode stem), potongan buah muda (immature fruit), biji dan potongan
kecambah steril. Media yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah media LS,
MTO+ atau MSO+ (untuk penumbuhan kalus) dan media MS104 atau MTOK (untuk
penumbuhan shoot/ perbanyakan) dengan 0,4 % agar. Untuk menumbuhkan akar
digunakan rooting media yang merupakan media MSO dengan 0,3 % agar dan dengan
kanamisin dan karbelisilin. Sedangkan jenis agar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah agar Gellum Gum.
Bagian tanaman yang masih segar pertama-tama dicuci dengan aquades, kemudian
direndam pada larutan sodium hipokhlorida 5 % dan 1 % masing-masing secara
berurutan selama 5 menit. Setelah itu potongan tanaman ini dicuci dalam aquades steril
sebanyak 3 kali. Air yang masih melekat pada bagian tanaman tersebut dihilangkan
dengan cara menempelkannya pada kertas tissue steril. Setelah cukup kering bagian
tanaman tersebut dipotong-potong. Untuk ruas batang (internode stem) dan daun
potongan dibuat sangat pendek yaitu antara 0,2 - 0,5 cm. Sedangkan untuk buah muda
(immature fruit), satu buah dapat dibagi menjadi 3 - 4 potongan. Untuk eksplan dari
kecambah steril tidak dilakukan sterilisasi lagi. Setelah dilakukan inokulasi dengan A.
tumefaciens strain LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24), potongan-
potongan tanaman tersebut ditaruh/ditanam pada media yang sesuai dalam botol.
Dengan metode ini bibit tanaman dikecambahkan dari biji. Inokulasi dapat dilakukan
melalui embryo biji atau melalui pucuk kecambah tanaman jeruk kinkit atau karatachi
atau nipis tanpa biji. Transformasi melalui embryo dilakukan dengan menyuntikkan
atau melukai embryo dengan jarum suntik lalu diolesi dengan A. tumefaciens strain
LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24) yang dikultur pada media LB
agar dengan kanamisin 100 ppm. Biji yang telah diinokulasi ditanam pada media tanah
steril dan dipelihara dalam rumah kaca. Transformasi melalui meristem tunas, dilakukan
dengan memotong pucuk muda tunas atau kecambah yang ditanam pada media tanah
steril, lalu pada ujung tanaman yang telah terpotong tersebut diolesi dengan A.
tumefaciens strain LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24) yang
dikultur pada media LB agar dengan kanamisin 100 ppm. Tanaman yang telah
diinokulasi dipelihara dalam rumah kaca untuk dilakukan pengamatan dan seleksi
transforman. Transformasi genetik dengan sistem in planta, menghasilkan tanaman
transforman yang sebagian besar adalah chimera (tidak seluruh sel atau jaringan
tertransformasi).
Plasmid pBI121, pIG121 atau pMW24 yang dipelihara dalam sel A. tumefaciens 4404
(pAL4404) digunakan untuk mentransformasi sel-sel tanaman jeruk kinkit atau
karatachi. Mekanisme molekuler proses transfer gen dengan vektor A. tumefaciens
dapat diringkas sebagai berikut: fragmen DNA NptII-GUS dipotong menjadi DNA satu
rantai (ssDNA) yang kemudian pada ujung 5′ dari ssDNA tersebut berikatan protein
VirD2 dan protein VirE2 menjadi selubungnya (coat protein). Kompleks DNA-protein
ini disebut T-kompleks yang akan bergerak, dimana pada periplasma protein AcvB akan
berikatan pada komplek ini dan mentransfernya keluar sel A. tumefaciens dan masuk ke
dalam sel tanaman.
Plasmid pMW24 mempunyai konstruksi yang sama dengan pBI121, tetapi gen GUS
pada pBI121 diganti dengan gen acvB. Keberadaan gen acvB ini diperlukan untuk
meningkatkan frekuensi transformasi, karena protein AcvB berperan dalam proses
transfer DNA ke dalam sel tanaman.
Eksplan yang telah diinokulasi ditanam pada media (dalam botol) kemudian dipelihara
pada suhu 25 - 28 0C selama 16 jam dalam penerangan dengan cool-white fluorescent
light (Gynheung, 1985; Moore, et al, 1992). Setelah 5 - 7 hari potongan-potongan
tanaman yang tetap hijau dipindahkan ke media yang mengandung kanamisin 100 ppm
untuk menyeleksi sel-sel yang tertransformasi dan karbenisilin 500 ppm untuk
mencegah pertumbuhan vektor Agrobacterium pada media. Pertumbuhan kalus dan atau
tunas diamati secara periodik sampai beberapa minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan dari potongan buah muda hanya sanggup
membentuk kalus dengan tingkat keberhasilan yang sangat rendah. Kalus yang
dihasilkan ini tidak dapat bermultiplikasi membentuk tunas (shoot). Sedangkan eksplan
dari potongan batang muda (internode stem), merupakan eksplan terbaik untuk
menghasilkan tunas atau kalus, dan kegagalan karena kontaminasi sangat kecil.
Media terbaik untuk pertumbuhan tunas adalah MTOK, dan untuk pertumbuhan kalus
adalah MTO+ atau MSO+. Eksplan yang ditanam pada media MTOK, umumnya
membentuk kalus (pada minggu 1-2) dan kemudian dari kalus ini akan tumbuh tunas
yang banyak (bergerombol). Untuk eksplan yang ditransformasi dengan A. tumefaciens,
seleksi transforman akan baik dilakukan setelah pertumbuhan tunas ini. Tunas yang
tumbuh bergerombol tersebut, kemudian ditanam secara individu pada media MTOK
dengan 100 ppm kanamisin. Tunas yang bertahan tumbuh adalah tunas yang telah
mengalami transformasi (transforman). Tunas tanaman jeruk yang dihasilkan kemudian
secara bertahap dipindahkan dan dipelihara dalam media tanah steril untuk kemudian
diuji ketahanannya terhadap serangan penyakit CVPD. Tanaman yang menunjukkan
gejala serangan CVPD kemudian diseleksi dan dilakukan analisis lanjutan yaitu dengan
analisis PCR untuk mendeteksi keberadaan patogen CVPD pada tanaman yang
menunjukkan gejala tersebut.
Tunas yang dihasilkan dari kultur jaringan yang telah diseleksi menggunakan media
yang mengandung kanamisin 100 ppm diuji lebih lanjut apakah telah benar-benar
tertransformasi oleh fragmen DNA dari plasmid pBI121 atau pMW24. Pengujian ini
dikerjakan baik dengan cara uji aktivitas gen GUS maupun uji PCR dengan
mengamplifikasi fragmen DNA gen GUS (1,3 kb) menggunakan template DNA yang
diisolasi dari daun atau potongan tunas yang telah digunakan dalam uji aktivitas gen
GUS sebelumnya.
Adapun uji aktifitas gen GUS dilakukan sebagai berikut: ujung batang tunas yang
dihasilkan dipotong pendek kemudian segera ditempatkan dalam microtiter plate yang
berisi 23 µl pewarna 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-ß-D-glucuronide (1 mg/ml) dalam
buffer 0,1 M NaPO4, pH 7,0 dengan 10 mM Na2EDTA pada setiap well-nya (Jefferson,
1987). Potongan tunas ini direndam selama 4 - 5 jam pada suhu 37 0C karena
perendaman yang lebih lama akan menghasilkan banyak kesalahan pada hasil. Jaringan
tanaman ini kemudian dicuci dengan 100 µl campuran 95 % etanol dan asam asetat (3:1,
v/v). Bagian-bagian yang mengandung aktivitas gen GUS akan terlihat dengan jelas.
Sebagai kontrol negatif digunakan jaringan yang tidak ditransformasi.
Menurut Jordan and McHughen, 1988, banyaknya tunas atau tanaman yang tahan hidup
pada media dengan kanamisin dapat disebabkan oleh adanya proteksi dari sel yang
tertransformasi kepada sel yang tidak tertransformasi sehingga sel-sel yang tidak
tertransformasi dapat tumbuh pada media dengan kanamisin. Hal lain yang kami
pikirkan adalah adanya kemungkinan sel-sel bakteri vektor (A. tumefaciens) yang masih
bertahan hidup pada media yang dapat menonaktifkan kanamisin pada media, sehingga
sel yang tidak tertransformasi dapat tumbuh.
Beberapa tanaman yang menunjukkan aktivitas GUS+ dianalisis lebih lanjut dengan
PCR menggunakan sekuen (susunan) gen GUS sebagai primer. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semua tanaman yang diuji, positif mengandung gen GUS yang
berarti bahwa semua tanaman yang diuji adalah tanaman yang telah tertransformasi
(transformed plants). Tanaman tranforman yang dihasilkan secara bertahap ditanam di
pot dengan media tanah steril untuk kemudian dipelihara dalam rumah kaca dan siap
untuk diuji ketahanannya terhadap serangan penyakit CVPD.
Uji ketahanan tanaman transforman terhadap serangan penyakit CVPD dilakukan untuk
menyeleksi tanaman transforman jeruk kinkit yang berubah menjadi peka terhadap
CVPD atau disebut tanaman CVPDr-s. Tanaman CVPDr-s menunjukkan bahwa tanaman
tersebut telah mengalami mutasi pada gen yang berperan dalam ketahanan terhadap
penyakit CVPD. Sehingga untuk mendapatkan gen tahan penyakit CVPD (gen CVPDr)
dapat dilakukan dengan mengisolasi fragmen DNA yang termutasi pada tanaman
CVPDr-s.
Fragmen DNA pemutasi, NptII-GUS, dari plasmid pBI121 yang terselip ke dalam
genom mutan tanaman CVPDr-s dilacak dengan metode IPCR menggunakan sekuen dari
fragmen NptII-GUS sebagai primernya. Primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah primer yang pernah kami gunakan pada penelitian menggunakan tanaman
Kalanchoe (cocor bebek) dan mulbery yang dapat berhasil dengan baik. Sekuen
primernya adalah sebagai berikut ;
Total DNA diisolasi dari bagian tanaman CVPDr-s yang telah dikonfirmasi seperti di
atas. DNA ini kemudian dipotong dengan endonuklease yang site-nya tidak terdapat
pada fragmen NptII-GUS (pada penelitian ini digunakan EcoRI). Setelah itu dilakukan
“self ligation” terhadap potongan-potongan DNA tersebut sehingga didapatkan berbagai
ukuran DNA sirkular. Salah satunya adalah potongan DNA yang membawa fragmen
NptII-GUS. Tahap selanjutnya dilakukan amplifikasi DNA yang membawa fragmen
NptII-GUS dengan IPCR menggunakan primer seperti tersebut di atas. Dengan teknik
IPCR ini pembacaan terjadi secara terbalik yaitu mengarah keluar dari fragmen NptII-
GUS sehingga amplifikasi akan menghasilkan flanking DNA dari tanaman CVPDr
(jeruk kinkit) dengan hanya fragmen kecil DNA dari sekuen NptII-GUS.
Fragmen DNA yang teramplifikasi yang mengandung flanking DNA dari tanaman
CVPDr (jeruk kinkit) dengan fragmen kecil DNA dari sekuen NptII-GUS kemudian
diklon pada plasmid pUC18. Strategi pengklonannya dilakukan sebagai berikut:
pertama, dilakukan karakterisasi terhadap sisi potongan endonuklease (endonuclease
restriction site) pada fragmen tersebut. Pada penelitian ini digunakan EcoRI, BamHI,
dan Sac I. Pemotongan dengan Sac I ternyata menghasilkan fragmen ini relatif utuh
(fragmen terpanjang, sehingga pengklonannya pada vektor plasmid pUC18 dilakukan
pada sisi pemotongan SacI).
Program PCR yang digunakan adalah sebagai berikut; Denaturation pada suhu 94 0C
selama 30 detik, annealing pada suhu 60 0C selama 30 detik dan extention pada suhu 72
0
C selama 90 detik serta menggunakan siklus ulangan 26 kali. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dapat dilakukan pengulangan setelah selesai satu tahap program (double
PCR).
Menggunakan ketiga primer tersebut diatas dihasilkan tiga produk PCR dengan ukuran
yang berbeda, yaitu masing-masing 700 bp, 1100bp dan 841 bp. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tanaman jeruk keprok Tejakula tidak mengandung ke tiga fragmen
DNA tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gen untuk ketahanan terhadap CVPD tidak
terdapat pada jeruk Tejakula
Blotting total DNA dari ke dua tanaman induk , kinkit dan karatachi, terhibridisasi oleh
DNA probe yang digunakan, dan menunjukkan hibridisasi band yang sangat jelas.
Sedangkan sampel DNA dari tanaman jeruk keprok Tejakula tidak terhibridisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa jeruk keprok Tejakula tidak mengandung fragmen DNA yang
berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Hasil
penelitian ini sekaligus mengkonfirmasi hasil penelitian menggunakan analisis PCR.
Sekuen DNA terhadap fragmen 1100 bp yang dihasilkan tidak dapat menentukan
adanya Open Reading Frame (ORF) yang meyakinkan, sehingga diupayakan untuk
mendapatkan fragmen DNA yang lebih panjang. Penelitian menggunakan teknik
running primer dan dikombinasikan dengan teknik Southern Blotting telah berhasil
diisolasi fragmen DNA dengan ukuran 2500 bp. Fragmen DNA ini kemudian diklon
dalam plasmid vektor pT7 Blue pada sisi pengklonan NdeI. Dua ORF ditemukan setelah
fragmen DNA 2500 bp ini disekuen. Klon fragmen DNA 2500 bp dengan dua ORF ini
pada plasmid vector pT7 Blue diberi nama pWR27 yang telah didaftarkan Hak
Patennya di Ditjen HKI melalui Program Oleh Paten Kementerian Riset dan Teknologi
RI, atas nama I Gede Putu Wirawan.
Uji overekspresi klon DNA ini dalam sel E. coli menghasil dua molekul protein dengan
ukuran 17 dan 20 kDa. Penemuan ini menunjukkan bahwa ke dua ORF yang ditemukan
pada sekuen DNA yang diklon adalah dua buah gen yang aktif dan berperan dalam
mekanisme ketahanan tanaman jeruk terhadap serangan penyakit CVPD.
Fragmen DNA yang membawa gen diklon ulang (subklon) pada plasmid vektor biner
pBI121 dan dimasukkan kedalam sel Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404
dengan metode triparental mating. A. tumefaciens merupakan bakteri Gram negatif
yang sangat baik digunakan sebagai vektor dalam membawa gen atau fragmen DNA
tertentu ke dalam genom tanaman. Setelah klon ini berada dalam sel A. tumefaciens
maka transformasi genetik ke dalam sel tanaman jeruk komersial (jeruk keprok atau
siem atau lainnya) dapat dilakukan. Transformasi genetik untuk menghasilkan tanaman
jeruk transgenik tahan penyakit CVPD dapat dilakukan dengan berbagai metode baik
melalui kultur in vitro (kultur jaringan) maupun melalui metode in planta. Transformasi
in planta dapat dilakukan dengan menginokulasi mata tunas yang tumbuh pada
pembibitan dengan sistem grafting (penempelan). Sebagian tanaman transgenik yang
dihasilkan akan berifat chimera, yaitu tidak keseluruhan bagian tanaman
tertransformasi. Tetapi cara in planta ini sangat sederhana, murah dan dengan
keberhasilan yang cukup tinggi (lebih dari 17 %).
Gambar 11. Skema metode isolasi wild type target DNA dengan teknik IPCR dan
strategi pengklonan pada plasmid vektor. Click disini untuk animasi gambar 5.
Gambar 12. Gambar Deteksi, isolasi dan pengklonan flanking DNA termutasi pada
transforman tanaman jeruk kinkit yang berubah menjadi peka terhadap serangan
penyakit CPVD. A. Produk IPCR, B. Kloning flanking DNA termutasi pada vektor
PUC18. ND = non-digested.
Gambar 13. Deteksi dan isolasi wild type target DNA yang mengandung gen untuk
ketahanan terhadap serangan CPVD. 1 dan 3 sampel DNA jeruk kinkit; 2. ampel jeruk
keprok Tejakula. 4,5 dan 6, jeruk Karatachi.
Gambar 14. Deteksi dan isolasi fragmen DNA yang mengandung gen untuk ketahanan
terhadap penyakit CPVDr dari tanaman jeruk kinkit.
Gambar 15. Overkspresi klon gen CPVDr pada plamid pWR27 dalam sel E. coli.
Dua molekul protein dengan ukuran 17-20 kDa terdeteksi (lajur 1-3. Sedangkan lajur 4-
7 sampel protein dari sel E. Coli yang hanya membawa plasmid vector tanpa gen
CPVDr)
Gambar 16. Klon Gen CPVDr dalam sel Escherichia coli dikultur pada media stok
gliserol dan disimpan pada suhu -80 derajat C.
Gambar 17. Uji ketahanan terhadap penyakit CPVD pada tanaman jeruk transgenik. A
Tanaman jeruk control (terserang penyakit CPVD). B. tanaman jeruk transgenic
membawa gen CPVDr(tidak terserang penyakit CPVD)