Aktivitas Komodo 2
Aktivitas Komodo 2
Aktivitas Komodo 2
YUVITA MEILANY
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Aktivitas Harian dan
Perilaku Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) adalah
karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Yuvita Meilany
NIM B04063088
ABSTRACT
The aims of this study was to explore the daily activities and reproduction
biology of 16 komodo dragons (Varanus komodoensis) in ex-situ hábitat at Taman
Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta. The methods include observation,
interview, and processing secondary data. Daily activities were observed such as
basking, sheltering, walking, wallowing, and feeding. Basking and sheltering were
displayed as the dominant daily activities which was spent for 27- 41% and 54 -
70% during the observation, respectively. While courtship, mounting, laying eggs
were observed as reproductive behaviours during the study. Breeding problem of
the komodo dragons in TMR was the failure of eggs incubation in the last five
years.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI
KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912)
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
YUVITA MEILANY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui,
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc Dr. drh. Muhammad Agil, MSc, Agr
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Diketahui,
Wakil Dekan FKH-IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan, skripsi dengan judul Kajian Aktivitas
Harian dan Biologi Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS
1912) di Taman Margasatwa Ragunan dapat diselesaikan.
Penelitian ini diselenggarakan atas inisiatif dan kecintaaan penulis
terhadap keberadaan satwa liar, khususnya reptil. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi berharga mengenai komodo khususnya
terkait masalah reproduksi.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari
bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
- Orang tua tercinta, Sarlan dan Purwati atas kasih sayang, perhatian dan
dukungan yang telah diberikan sampai saat ini.
- Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc dan Dr. drh. Muhammad Agil,
MSc, Agr selaku pembimbing dalam penelitian ini.
- drh. Deni Noviana, Ph.D selaku pembimbing akademik.
- Karyawan-karyawan Taman Margasatwa Ragunan yang telah membantu dalam
penelitian (Pak Untung, Pak Sukedi, Pak Alwi, Pak Muchtar, Bang Yudha, Teh
Ebah, Bang Faqih, Bu Juju).
- Teman-teman tim penelitian bimbingan drh. Ligaya (Sifa, Putra, Igit, Rista,
Unita).
- Teman-teman Aesculapius (FKH 43 IPB) dan teman-teman kosan Eky.
- Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi civitas akademika maupun seluruh pembaca lainnya.
Yuvita Meilany
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 8 Mei 1988 dari ayah Sarlan
dan ibunda Purwati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN Karanganyar
pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Banjarnegara
dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan
pada SMU Negeri 1 Banjarnegara dan pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah
selama satu tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis resmi terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan
organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis
yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar mulai dari tahun 2007 hingga saat ini,
Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB, Komunitas Seni Steril, dan Media
Informasi Vet Zone (buletin dan majalah FKH IPB).
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN. ........................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Komodo yang Diamati dalam Penelitian di Taman Margasatwa
Ragunan………………………………………………………… 18
2 Jumlah dan Komposisi Umur Komodo di Taman Margasatwa
Ragunan....................................................................................... 20
3 Kandungan Nutrisi Daging Ayam Broiler Setiap 100
gram............................................................................................. 27
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Komodo betina......................................................................... 6
2 Komodo jantan......................................................................... 6
3 Gua tempat istirahat komodo................................................... 21
4 Gundukan pasir tempat bertelur............................................... 22
5 Kolam....................................................................................... 22
6 Aktivitas harian komodo.......................................................... 23
7 Feses komodo yang baru dikeluarkan komodo........................ 26
8 Komodo sedang makan............................................................ 28
9 Perilaku bercumbu komodo...................................................... 30
10 Lubang tempat bertelur............................................................ 31
11 Komodo yang baru bertelur...................................................... 31
12 Telur komodo........................................................................... 31
13 Telur yang telah dimakan......................................................... 32
14 Inkubator.................................................................................. 33
15 Media inkubasi......................................................................... 33
16 Telur yang siap diinkubasi…………………………………... 33
17 Telur dalam inkubator……………………………………….. 34
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Tabel Pengamatan Aktivitas Harian Komodo………………….. 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
Taksonomi
Klasifikasi komodo menurut Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975)
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-Phylum : Craniata
Class : Reptilia
Sub-Class : Lepidosauria
Ordo : Squamata
Sub-Ordo : Sauria
Infra Ordo : Varanomorpha
Family : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis
Kulit komodo keras karena ditutupi sisik granular. Pada bagian leher
terdapat lipatan-lipatan kulit begitu juga pada ketiak depan dan lipatan paha
bagian belakang (PPA 1978). Bari (1988) mengatakan bahwa punggung ekor
bersisik menyerupai gergaji dengan arah miring ke belakang. Pada waktu muda,
terutama kaki, berwarna hitam dengan bintik-bintik menonjol, mirip warna
Varanus timorensis. Cakar tajam mirip cakar burung elang, berwarna hitam.
Ukuran kepala, ukuran tubuh, ukuran kaki, dan penampilan dapat
digunakan untuk menentukan perbedaan antara komodo jantan dan betina.
Komodo betina memiliki bentuk kepala yang agak lonjong, kepala berukuran
relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo jantan memiliki
ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan muka gagah,
kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar (Kartono 1994).
Fisiologi
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa
bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi
(gangguan) pada komodo liar (Badger 2002). Hal ini terbantah kemudian ketika
karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk
keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.
Komodo mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya
hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di
kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun kurang mampu
membedakan obyek yang tak bergerak (National Zoo 2010).
7
Populasi
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu
satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada
suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985). Sedangkan dalam
Tarumingkeng (1994), populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok
individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam suatu spesies (atau
kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan lawan jenis
yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu mungkin menempati suatu
8
wilayah atau tata ruang tertentu. Alikodra (1990) menyempurnakan batasan yaitu
sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang
mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Anggota kelompok
ini tidak ataupun jarang melakukan hubungan dengan spesies yang sama dari
kelompok lainnya.
Ukuran populasi merupakan jumlah total individu (Santoso 1993). Ukuran
populasi satwa liar merupakan suatu ukuran yang dapat memberikan informasi
mengenai nilai rata-rata, nilai minimum serta nilai maximum dari jumlah individu
di dalam suatu populasi jenis. Sedangkan struktur populasi merupakan suatu
informasi yang dapat menunjukkan komposisi dari suatu populasi seperti struktur
umur dan jenis kelamin. Data dan informasi mengenai ukuran dan struktur
populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis
satwaliar tertentu (Kartono 1994).
Ciri dasar suatu populasi ditandai adanya kelahiran, kematian, struktur
umur, perbandingan jenis kelamin, dan kepadatan (Alikodra 1990). Populasi
komodo di seluruh daerah penyebarannya diperkirakan mencapai 7.213 ekor
(Auffenberg 1981). Pada tahun 2003 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1351
ekor dan 1265 ekor di P. Rinca, tahun 2005 populasi komodo di P. Komodo
sekitar 1298 ekor dan 1237 di P. Rinca, kemudian pada tahun 2007 populasi
komodo di P. Komodo sekitar 1329 ekor dan 1370 ekor di P. Rinca (BTN
Komodo 2007). Populasi komodo menurun pada tahun 2005 dan meningkat
kembali pada tahun 2007. Dari data populasi komodo tahun 2003, 2005, dan 2007
tersebut dapat dilihat bahwa populasi komodo berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Penyebaran
Pada tahun 1971 komodo diketahui hidup di lima pulau di Indonesia,
yaitu: Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores. Daerah tersebut
merupakan daerah terkering di Indonesia, diamana Pulau Komodo memiliki curah
hujan hanya sebesar 650 mm/tahun (Ciofi 1994).
Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di
pos jaga Loh Liang (P. Komodo), penyebaran komodo terdapat di lembah-lembah
yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit yang
terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di lembah-
9
Habitat
Biawak besar komodo sangat menyukai habitat savana (Auffenberg 1981).
Alikodra (1990) menyatakan bahwa savana (padang rumput dengan penyebaran
pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan 1000-
1500 mm per tahun dan mempunyai kondisi musim kering yang panjang. Lebih
dari 70% luasan Taman Nasional Komodo adalah savana. Jenis-jenis pohon dan
rumput di daerah savanna mempunyai sifat tahan kekeringan dan tahan api.
Komposisi vegetasi didominasi terutama dari jenis Setaria adherens, Chloris
barbata, dan Heteropogon concortus. Tegakan yang menyelingi padang savana
ini adalah pohon lontar (Borrasus flabellifer) dan bidara (Zizyphus jujuba)
(Erdmann 2004).
Pada umumnya habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat
tinggi dengan musim kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar di beberapa
pulau di Nusa Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit
dengan ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh
padang savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam 1987).
Keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama, dengan suhu rata-rata
23o-40oC, kelembaban berkisar antara 45-75 % dan ketinggian 0-600 mdpl.
Habitat tersebut memiliki topografi sudut kemiringan 10o-40o (Mochtar 1992).
Komponen habitat adalah makanan, air, pelindung (cover), dan ruang
(space). Pelindung (cover) adalah segala tempat dalam habitat yang mampu
memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun
menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan
kehidupan satwa (Shawn 1985 dalam Napitu et al. 2007). Menurut PPA (1978),
cover bagi komodo yang berupa vegetasi adalah hutan savanna atau lingkungan
yang terbuka dengan jenis pohon seperti kesambi (Schleichera olsea) dan asam
10
Makanan
Komodo adalah binatang karnivora dan tidak mempunyai makanan
khusus. Komodo dewasa utamanya memangsa babi hutan dan rusa serta
kadangkala komodo lain. Apabila komodo merasa mampu mereka akan memburu
kerbau liar, musang, tikus, dan burung. Sering juga komodo memangsa ular, telur
penyu, dan monyet. Anak komodo biasanya memangsa kadal kecil, telur, tikus,
ular, dan serangga yang hidup di pepohonan, tunggul dan batang kayu (Erdmann
2004).
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata,
reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan
telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau.
Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil (Mattison
1989 and 1992; Jura 2009). Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan
mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan
penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur
jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat
digali komodo (Balance and Morris 1998). Ada pula yang menduga bahwa
komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di
Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa
betina yang tengah bunting, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya
dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika
(Diamond 1987).
Komodo melumpuhkan mangsanya dengan bisa dan bakteri yang ada
dalam air liur mereka. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne,
Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan
biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan
memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan
hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di
mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek
11
langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa
berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan
manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan
semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa yaitu bengkak secara cepat dalam
beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang
mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa
jam kemudian (Fry et al. 2005). Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat
beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang
Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai
komodo (Australian Federal Police 2009). Di samping mengandung bisa, air liur
komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya, lebih dari 28
bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini
(Montgomery et al. 2002). Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septicemia pada
korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa
itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu
satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo
agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan, diketahui
melalui percobaan dengan tikus laboratorium (Feldman 2007).
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan
lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh
mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi
dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan
biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam
jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski
demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang yaitu sekitar 15–20
menit. Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan
menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa
masuk melewati kerongkongannya. Kadang-kadang pula upaya menekan itu
begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah (Balance and Morris 1998).
Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas
melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan
paru-parunya (Darling 2004). Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan
12
leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melebar luar biasa
memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80%
bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan (Jura 2009; Halliday and Adler
1994).
Setelah makan, komodo berjalan dengan tubuhnya yang kekenyangan
mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan.
Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni
tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat
bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan.
Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk,
rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir
berbau busuk. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-
semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang
menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak
menyukai bau ludahnya sendiri (Darling 2004).
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan
lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar
menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya, yang disambut
dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk
memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang
berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara
semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur;
meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa
oleh si pemenang (Darling 2004).
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air
atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’
air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk
ke perutnya (Darling 2004).
Reproduksi
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo
diletakkan pada bulan September (Jung 1999). Perilaku menyelisik merupakan
perilaku komodo jantan menarik betina untuk menjadi pasangan kawin dengan
13
Komodo mampu berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan
merayap. Perilaku aboreal itu terutama untuk beristirahat dan mencari mangsa
seperti tokek, cecak, telur burung, serangga, tikus atau untuk menghindari
serangan kanibalisme dan pemangsaan komodo lain serta predator lain, antara lain
musang dan burung (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo yang sudah besar
mulai turun dari pohon ke tanah dan meninggalkan cara hidup di atas pohon.
Tetapi, komodo pun tidak kehilangan kemampuannya untuk memanjat pohon dan
mampu mengejar mangsanya yang naik ke pohon.
Pohon dan semak-semak dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi
komodo karena mampu memberikan keteduhan. Posisi berbaring dengan kepala
dan perutnya diletakkan di atas tanah. Terkadang kepalanya selalu diangkat-
angkat ke atas. Komodo mulai merendamkan dirinya dalam air pada saat siang
hari bahkan mampu berenang-renang sambil menjulur-julurkan lidahnya.
MATERI DAN METODE
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengamatan aktivitas harian dan perilaku reproduksi komodo secara
langsung di Taman Margasatwa Ragunan
2. Pengolahan data sekunder
3. Wawancara (interview) dengan perawat komodo di Taman Margasatwa
Ragunan.
Aktivitas Harian
Aktivitas harian dilakukan dengan pengamatan secara langsung
menggunakan metode ad libitum sampling (Altman 1974 dalam Siswandi 2005)
yaitu dengan mencatat seluruh aktifitas pada saat pengamatan. Pengamatan
dilakukan sepanjang waktu saat individu dapat teramati. Pengamatan dilakukan
selama 7 jam dalam sehari, dimulai dari jam 08.00 sampai 15.00 WIB. Minggu
pertama dipergunakan untuk mengamati variasi perilaku komodo yang mungkin
teramati dan hal-hal lainnya yang mungkin perlu untuk diperhatikan. Penelitian
dilakukan secara terus-menerus selama komodo dapat diamati.
Pengamatan dicatat dalam tabel pengamatan yang terdiri atas kolom-
kolom waktu (lampiran 1). Tabel pengamatan ini merupakan tabel pengamatan
yang dikembangkan dari tabel pengamatan dalam penelitian Siswandi (2005)
tentang Pola Aktivitas Badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional
Way Kambas. Aktivitas harian yang diamati pada komodo di Taman Margasatwa
Ragunan adalah berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dapat diamati selama satu
minggu pengamatan pendahuluan sebelum pengamatan utama dilakukan.
Pengamatan tidak hanya melihat ada tidaknya perilaku tetapi juga mencatat
berapa kali perilaku tersebut dilakukan beserta durasinya. Pengamatan dilakukan
dengan mencatat awal mulainya perilaku sampai berakhirnya perilaku tersebut.
Perilaku Reproduksi
Pengamatan perilaku reproduksi dilakukan bersamaan dengan pengamatan
aktivitas harian. Apabila ada aktivitas perilaku yang teramati maka dicatat
tersendiri sebagai perilaku reproduksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5 Kolam
P 60
e 53.95
r
50
s
41.62
e
n 40
Berdiam diri berjemur
t 30
30 26.98 Berdiam diri berteduh
a
s Berkubang
e 20 Berjalan
(
% 10 2.77 4
2.95
)
0.9 1.49
0
0
Lokasi I Lokasi II Lokasi III
Aktivitas
menjadi lambat. Selain itu berjemur juga dapat membantu kecukupan vitamin D
bagi komodo. Saat kulit terkena ultraviolet pagi, kolesterol yang tersimpan di kulit
akan dirubah menjadi vitamin D (Surfer 2010). Berdiam diri berteduh dilakukan
pada siang hari yaitu di atas jam 10.00 WIB. Komodo akan berteduh setelah ia
cukup berjemur.
Aktivitas berkubang biasanya dilakukan komodo pada siang hari. Hanya
beberapa komodo yang melakukan aktivitas berkubang selama dilakukan
pengamatan. Pada lokasi ke-dua tidak dijumpai komodo yang melakukan aktivitas
berkubang karena kolam pada lokasi ke-dua kering (kolam bocor). Aktivitas
berjalan dilakukan diantara aktivitas-aktivitas lain.
Aktivitas komodo banyak terjadi pada pagi hari. Perilaku kawin yang
dijumpai selama pengamatan juga terjadi pada pagi hari. Aktivitas komodo
menurun saat matahari mulai terik yaitu sekitar pukul 11.00 WIB. Sore hari
terkadang komodo beraktivitas kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam
Mulyana (1994) dimana disebutkan bahwa aktifitas komodo dilakukan rata-rata
pukul 06.30-18.00. Aktivitas puncak pada siang hari (± pukul 10.00) dan mulai
menurun saat matahari mulai meninggi dan terkadang sore hari komodo
melakukan aktifitasnya kembali sampai matahari meredup.
Perilaku berkubang merupakan cara komodo untuk menurunkan suhu
tubuhnya jika terlalu panas (menjaga suhu tubuh tetap stabil). Pada siang hari
suhu berubah menjadi panas dan untuk mendinginkan tubuh komodo tersebut
yaitu melalui cara berkubang dikolam. Selain berfungsi untuk menurunkan suhu
tubuh, berkubang juga berfungsi untuk membersihkan tubuh komodo dari kotoran
dan berbagai vektor penyakit yang menempel di tubuh komodo. Pada saat turun
hujan, komodo terkadang juga berkubang. Bahkan ada komodo yang berkubang
setelah selesai makan. Setelah makan komodo akan menuju kolam untuk minum
kemudian akan masuk ke kolam untuk berendam. Berkubangnya komodo setelah
makan bertujuan untuk membersihkan sisa makanan yang menempel/menyangkut
di mulutnya.
Komodo merupakan binatang diurnal yang aktif pada siang hari dan akan
tidur pada malam hari. Namun pada siang hari pun terkadang komodo tidur, misal
pada saat matahari sedang terik-teriknya. Tidur siang bagi komodo bukan
26
merupakan suatu keharusan. Jika komodo merasa mengantuk dan ingin tidur maka
ia akan tidur, tapi jika tidak maka komodo tidak akan tidur siang. Sama halnya
dengan tidur siang yang terjadi pada manusia.
Defekasi dan urinasi tidak terjadi setiap hari bahkan bisa sampai
berminggu-minggu komodo tidak defekasi. Hal ini dikarenakan proses
metabolisme komodo yang lamban. Selain itu komodo hanya diberi makan sekali
dalam seminggu. Feses komodo yang normal konsistensinya sedang. Feses
komodo mengandung asam urat berbentuk pasta berwarna putih. Hal tersebut
wajar terjadi pada reptilia. Alat ekskresi pada reptilia berupa ginjal metonefros
(ginjal permanen) yang lebih maju dari pada ikan yang menggunakan ginjal
opistonefros (ginjal primitif karena tidak memiliki glomelurus). Hasil ekskresi
reptilia berupa asam urat berbentuk pasta berwarna putih. Reptilia hanya
menggunakan sedikti air untuk membilas sampah nitrogen dari darah karena
sebagian besar sisa metabolisme diekskresikan sebagai asam urat yang tidak
beracun.
untuk setiap satu ekor komodo. Berikut adalah kandungan nutrisi dalam pakan
komodo:
Tabel 3 Kandungan Nutrisi Daging Ayam Broiler Setiap 100 gram
Komposisi A B
Energi 201,0 kkal
Air 76,3 gram
Protein 18,8 gram 24,0 gram
Lemak 3,9 mgr 1,1 gram
Abu 1,0 gram
Sumber: A: Whole Food Catalog 2009.
B: Great British Chicken 2010.
komodo betina dan 1 ekor komodo jantan. Salah satu komodo pada kandang ini
ada yang harus disuapi saat makan. Hal ini dikarenakan komodo tersebut cacat
sehingga kalah dalam kompetisi memperebutkan makanan.
Berbeda dengan lokasi pertama dan ke-dua dimana ayam dipotong-potong
dahulu sebelum diberikan kepada komodo, pada lokasi ke-tiga ayam diberikan
secara hidup-hidup. Pemberian ayam seharusnya diberikan secara hidup-hidup
karena hal tersebut bagus untuk melatih insting berburu komodo.
Pada saat akan bertelur, komodo betina menjadi lebih aktif berjalan
menjelajahi kandang, mencari tempat yang nyaman untuk bertelur. Sebelum
bertelur, komodo betina akan menggali lubang pada gundukan pasir untuk
meletakkan telurnya. Komodo menggali lubang dengan menggunakan kakinya.
Hal ini sesuai dengan literatur dalam Jessop et al. (2005) dimana disebutkan
bahwa komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah
digali sendiri.
Menurut keterangan dari perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan,
komodo merupakan binatang kanibal yang dapat memakan telurnya sendiri. Oleh
karena itu, jika ada betina yang bertelur maka telurnya cepat dipindahkan agar
tidak dimakan oleh induknya atau pun komodo yang lain.
31
Gambar 14 Inkubator
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat dirangkum bahwa:
1. Berjemur dan berteduh terlihat sebagai aktivitas harian yang paling dominan
dengan persentase untuk masing-masing aktivitas 27-41% dan 54-70%.
Sedangkan bercumbu, menaiki betina, dan bertelur teramati sebagai
aktivitas reproduksi selama pengamatan berlangsung.
2. Keberhasilan pengembangbiakan komodo di Taman margasatwa Ragunan
telah mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya telur
komodo yang berhasil menetas dalam lima tahun terakhir.
3. Permasalahan dalam reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan
ialah:
a. Kurangnya jumlah komodo jantan produktif merupakan masalah yang
penting dalam reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan.
b. Kurangnya pengetahuan tentang suhu dan kelembaban ideal untuk
inkubasi telur komodo menjadi salah satu faktor penyebab penurunan
keberhasilan dalam pengembangbiakan komodo.
Saran
1. Perlu penambahan jumlah komodo jantan produktif di Taman Margasatwa
Ragunan.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang suhu dan kelembaban yang cocok untuk
inkubasi telur komodo.
3. Pemberian ayam untuk pakan seharusnya diberikan secara hidup-hidup
karena dapat melatih insting berburu komodo dan meningkatkan aktivitas
bergerak untuk mencegah terjadinya obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson SH. 1985. Managing Our Wildlife Resource. Bell and Howell Co.
London. 27-106 pp.
Balai Taman Nasional Komodo. 2007. Statistik Taman Nasional Komodo. Taman
Nasional Komodo. Labuan Bajo.
Balance A and Morris R. 1998. South Sea Islands: A Natural History. Hove:
Firefly Books Ltd. ISBN 1-55297-609-2.
Burnie D and Wilson DE. 2010. Animal. New York, New York: DK Publishing,
Inc.. hal. 417, 420. ISBN 0-7894-7764-5.
Diamond J. 1987. Did Komodo dragons Evolve to Eat Pygmy Elephants? Nature
326(6116): 832-832
Erdmann AM. 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo. Buku 1:
Darat. The Nature Conservacy-Indonesia Coastal and Marine Program.
Frye FL. 1991. Reptile Care An Atlas Of Diseases and Treatments Volume I.
New Jersey: T.F.H. Publications, Inc. ISBN 0-86622-215-4.
Fry BG, Vidal N, Norman JA, Vonk FJ, Scheib H, Ryan Ramjan SF, Kuruppu S,
Fung K, Hedges SB, Richardson MK, Hodgson WC, Ignjatovic V,
Summerhayes R, Kochva E. 2005. Early Evolution of the Venom System in
Lizards and Snakes. Nature. Vol.439:584-588.
Fowler ME. 2001. Biology, Medicine, and Surgery of South American Wild
Animals. Iowa State University Press.
Jessop, Tim, M Jeri Imansyah, Deni Purwandana, Heru Rudiharto. 2007. Ekologi
Populasi, reproduksi, dan spasial biawak komodo (Varanus komodoensis) di
Taman Nasional Komodo, Indonesia. BTNK/CRESS-ZSSD/TNC.
39
Kartono AP. 1994. Lebih dekat dengan komodo. Warta. KSH. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. P:4.
Lehner PN. 1979. Handbook of Ethiology Methods. Garland STPM Press. New
York.
Mattison C. 1989 dan 1992. Lizards of the World (Of the World). New York:
Facts on File. hal. pp. 16, 57, 99, 175. ISBN 0-8160-5716-8.
Monk KA, Y De Fretes., GR Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku.
Dalhousie University/Canadian International Development Agency.
Mulyana A. 1994. Aktivitas harian dan perilaku komodo. Laporan Intern. Balai
Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang. Pp:17-29.
Napitu JP, Rahayuningtyas, Indriani E, Tri B, Ahmad FB, Ulil A, Duta K. 2007.
Laporan Praktikum: “Konservasi Satwa Liar”. Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
PPA. 1978. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka Jilid I : Reptilia dan Amphibia.
Direktorat Jendral PPA. Bogor. P:96 & 241-245pp.
Sedgwick County Zoo. 2008. Recent News - Sedgwick County Zoo. [terhubung
berkala]. http://www.scz/org. [12 Februari 2008].
Suara Alam. 1987. Komodo sang bintang. Majalah Suara Alam Tahun 1987.
Jakarta. 40-45p.
Suratmo GF. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan.
IPB. Bogor.