Bab 1-6
Bab 1-6
Bab 1-6
PENDAHULUAN
1
terjadi event seismik dengan moment magnitude minimum sebesar 0.3 sebanyak 3
kali dalam kurun waktu 1 jam. Dalam tugas akhir yang berjudul “Aplikasi
Mekanisme Fokus Dalam Penentuan Pola Sumber Getaran Menggunakan Metode
Mikroseismik Di Lapangan Deep Mill Level Zone” ini telah dilakukan pengolahan
focal mechanism dengan menggunakan data seismik sehingga didapatkan suatu
beachball diagram dimana dari beachball diagram tersebut dapat diketahui arah
dari compression maupun tensional force ketika terjadi event seismik dan juga
dengan menggunakan focal mechanism maka akan dapat pula diketahui
mekanisme dominan yang menyebabkan event rersebut. Dengan melakukan kajian
antara focal mechanism dan juga damage yang ada, maka akan dapat ditemukan
jenis mekanisme seismik yang memiliki potensi menyebabkan damage lebih
besar. Dengan melakukan kajian antara focal mechanism dan juga damage yang
ada, maka akan dapat ditemukan jenis mekanisme seismik yang memiliki potensi
menyebabkan damage lebih besar di area DMLZ.
2
1. Untuk mengidentifikasi mekanisme sumber event seismik
menggunakan focal mechanism
2. Menentukan potensi sesar aktif di area DMLZ dengan menggunakan
interpretasi focal mechanism
3. Untuk menentukan jenis focal mechanism yang mempunyai potensi
besar dalam menciptakan kerusakan di area DMLZ
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Topografi
Kondisi topografi area penelitian memiliki keberagaman elevasi yang
sangat beragam mulai dari daerah pantai pada dataran rendah hingga pegunungan
curam yang terletak kurang lebih 80 kilometer dari area pelabuhan. Pada area
highland membantang sepanjang area pegunungan Jawawijaya.
Wilayah penelitian berlokasi di daerah fisiografi dari rangkaian
pegunungan tengah (central mountain range), dan membujur dari zona Nival
sampai Alpine, Subalpine, dan zona Montane. Pada zona Nival dan Alvin (4170 m
s/d >4585 m) dengan karakteristik berbagai macam batuan sedimen dan batuan
beku yang terbentuk dari proses pengangkatan,perlipatan, pergeseran dan aktivitas
vulkanik. Zona subalpine dan Montane (2000 m- 4170 m) memiliki karakteristik
dengan adanya sungai mengalir kearah lembah dengan bentuk V dan memiliki
keadaan sampai 1000 m dengan gradient memiliki rentang dari 40° sampai
permukaan vertikal. Lembah tersebut terdiri atas berbagai batuan sedimen dan
batuan beku yang terbentuk dari perlipatan, pergeseran dan aktivitas vulkanik.
Sedangkan untuk daerah dataran rendah atau lowland mempunyai
ketinggian antara 10 m sampai 2000 mdpl yang meliputi pelabuhan Amamapare,
Timika dan Kuala Kencana dan merupakan daerah yang relatif datar dan rata.
4
2.3 Geologi Regional
Lokasi penelitian berlokasi di pulau Papua, dimana pulau Papua sendiri
terbentuk dengan struktur yang sangat kompleks dan beragam yang diakibatkan
pertemuan dua lempeng benua yaitu benua Indo-Pasifik dan Australia. Kedua
lempeng ini terus menerus bergerak dengan kecepatan yang relatif sangat lambat.
Lempeng Australia terus bergerak ke utara, sedangkan lempeng Indo-Pasifik
bergerak kearah barat sehingga mendesak daratan Papua bergerak kearah barat
laut sehingga membentuk tatanan pulau seperti saat ini. Akibat dari pertemuan
kedua lempeng tersebut meyebabkan pulau Papua terbentuk atas zona-zona
subduksi sehingga membentuk morfologi rangkaian pegunungan tengah (central
mountain range) yang membujur dari zona Nival sampai Alpine, Subalpine, dan
Zona Montane.
Secara garis besar, kondisi geologi di area penelitian merupakan zona
tumbukan atau subduction zone. Area ini merupakan batas tumbukan antara
lempeng Indo-Pasifik dan Australia, dimana Produk dari hasil tumbukan kedua
lempeng ini mengakibatkan adanya pengangkatan atau uplifting dan deformasi
pada lantai samudra. Pengangkatan ini membentuk pulau New Guinea dan
rangkaian pegunungan Jayawijaya dengan tinggi puncak diatas 5000 mdpl.
Sedimen karbonatan di sekitar juga mengalami pengangkatan dikarenakan
subduksi yang terjadi selain itu menyebabkan terdapat zona dengan tekanan yang
tinggi dan suhu tinggi sehingga memproduksi sumber panas dan menghasilkan
magma pada batas tepi lempeng. Kemudian magma tersebut mengintrusi tubuh
batuan sebelumnya (sedimen karbonatan) dan membentuk batuan beku kompleks
yang berkomposisi magma intermediet (dioritic). Sehinggah proses geologi ini
menghasilkan mineral kompleks skarn dalam bentuk zona-zona di sepanjang batas
zona intrusi. Zona-zona ini dibagi menjadi:
1. Zona Grasberg
Zona ini berupa tubuh intrusi dengan bijih berupa Cu-Au Porphiry dan
Beberapa Au-Skarn.
2. Zona Erstberg
Zona Erstberg terbentuk dalam tubuh Skarn dengan komposisi mineral
Ca-Mg silikat
5
3. Zona Gunung Bijih
a. Zona Gunung Bijih Timur
b. Zona Mineralisasi Bijih dalam atau Deep Ore Mineralizes (DOM)
c. Zona Bijih Menengah Atau Intermediate Ore Zone (IOZ)
d. Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ)
e. Zona Bijih Dalam atau Deep Mill Level Zone (DMLZ)
6
Pada masa tersier terbentuk kelompok formasi New Guinea yang terdiri
atas formasi waripi, faunami, sirga, kkeh dan kais. Formasi waripi merupakan
bagian formasi terpenting, dimana pada formasi ini merupakan rangkaian
penyusun dari deposit mineral Kucing Liar, Big Gossan dan beberapa skarn
deposit. Kelompok formasi ini terdiri atas batulanau, batupasir, dan gamping yang
berusia 36-53 juta tahun sebagai batuan utama bijih skarn. Daerah ini kemudian
terintrusi oleh batuan beku dengan komposisi monozonite hingga diorite. Intrusi
ini menyebabkan batugamping dolomit menjadi hancur dan menyediakan sumber
panas dan larutan kaya metal bagi batuan sekitarnya ( dokumentasi : Dept.
Geologi PT. Freeport Indonesia).
Pada masa mezoik terbentuk kelompok formasi batuan kembelengan yang
terdiri dari formasi kopai, woniwogi, piniya, dan ekmai. Pada formasi kopai
didominasi oleh litilogi batupasir, konglomerat, limestone, dan mudstone. Pada
formasi piniya, terdiri atas mudstone hingga silistone dengan karakteristik warna
gelap.
4. .
Gambar 2.2 Peta Geologi Area Kerja PTFI ( Dokumentasi PT. Freeport
Indonesia)
7
Formasi Kkeh, Eknai hornfels dan Sirga sandstone merupakan formasi
dengan ketebalan 3 atau 6 meter hingga 20 meter sebagai marker beds. Ekmai
hornfels merupakan satuan teratas dari formasi batuan ekmai dan terkenal sebagai
batas craterous-teritary. Stratigrafi dan deskripsi jenis batuan dapat dilihat pada
gambar 2.5.
Deposit pada area penelitian hadir oleh dua intrusi besar yaitu kompleks
batuan beku Grasberg dan intrusi diorit Erstberg. Struktur pembentuk daerah ini
cukup kompleks dengan berbagai struktur baik minor maupun mayor. Sesar yang
utama berarah Timur laut-Barat daya seperti patahan Grasberg dan patahan
Carstenzs.
Tabel 2.1. Kadar dan Cadangan Bijih PT. Freeport Indonesia pada 31/12/08
(UG Geology, 2008)
8
2.6 Metode Penambangan
Sistem penambangan pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tambang
terbuka dan tambang bawah tanah. Klasifikasi metode penambangan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Quarry Nonmetal
Mekanis
Open Cast Mine Coal, Nonmetal
(Mechanical) -
Auger Mine Coal
Tambang Terbuka
Hydraulicking Metal, Nonmetal
(Surface Mine)
Placer Dredging Metal, Nonmetal
Saat ini PT. Freeport Indonesia menerapkan dua teknik penambangan yaitu
tambang terbuka dengan metode Open Pit di Grasberg dan tambang bawah tanah
dengan metode Block Caving pada daerah penambangan DOZ, Grasberg Block
Cave, dan Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Sublevel Open Stope dengan Paste
Backfill pada daerah penambangan Big Gossan.
9
2.7 Tambang Terbuka Grasberg
Tubuh bijih Grasberg ditambang dengan menggunakan cara penambangan
terbuka, yang cocok untuk Grasberg karena keberadaannya yang dekat dengan
permukaan. Dengan penambangan terbuka, maka dimungkinkan pengerahan
peralatan berat untuk pekerjaan tanah yang sangat besar, yang mampu mencapai
tingkat penambangan yang tinggi pada biaya satuan yang paling rendah. Pada
tambang terbuka Grasberg digunakan peralatan shovel dan truk besar untuk
menambang bahan. Bahan tersebut termasuk klasifikasi bijih atau limbah,
tergantung dari nilai ekonomis bahan tersebut. Alat shovel menggali bahan pada
daerah-daerah berbeda di dalam tambang terbuka, dan memuat bahan ke atas truk
angkut untuk dibawa keluar tambang terbuka.
Bijih ditempatkan ke dalam alat penghancur bijih dan diangkut ke pabrik
pengolahan (mill) untuk diproses. Batuan limbah (overburden) dibuang dengan
truk ke daerah-daerah penempatan yang telah ditentukan, atau ke dalam alat
penghancur OHS pada jalan HEAT untuk ditempatkan di Wanagon Bawah di
samping alat penimbun (stacker).
10
Gambar 2.4. Area tambang terbuka Grasberg ( Dokumentasi PTFI )
11
2.8 Metode Block Caving
Block caving merupakan cara dengan biaya rendah untuk melakukan
penambangan bawah tanah, di mana blok-blok besar bijih bawah tanah dipotong
dari bawah sehingga bijih runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh,
bijih yang dihasilkan "ditarik" dari drawpoint (titik tarik) dan diangkut menuju
alat penghancur. Pada block cave DMLZ, alat LHD (loader) meletakkan lumpur
ke dalam ore pass yang menuju saluran pelongsor. Selanjutnya saluran tersebut
memuat truk-truk angkut AD-55 pada tingkat angkutan untuk mengangkut bijih ke
alat penghancur. Dari sana, bijih yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik
pemrosesan (mill) melalui ban berjalan (conveyor).
12
Produksi pada tambang block caving terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Pemboran pada daerah undercut
2. Peledakan pada daerah undercut
3. Pemuatan dari drawbell atau orepass
4. Pengangkutan
13
Strategi undercut yang digunakan di tambang DMLZ adalah advanced
undercutting. Di pendekatan ini, pemboran dan peledakan di undercut dilakukan
dengan level ekstraksi dikembangkan sebagian dari undercut. Development dari
level ekstraksi selesai dilakukan setelah undercut melewati drawbell, biasanya
menggunakan pendekatan 45 degree rule. Dengan begitu, development akan
selesai di zona de-stressed dan akan mengurangi stress di level ekstraksi
serta mengurangi penggunaan penyangga permukaan dan kerusakan (Gambar
2.8).
Gambar 2.7 Komparasi Antara Sekuen Post dan Pre Undercutting (UG
Geotech PTFI, 2003)
Saat undercut telah berkembang dan diperluas, nilai abutment stress akan
meningkat pada sekeliling caveline akibat bukaan pada undercut. Peningkatan
abutment stress dipengaruhi beberapa faktor diantaranya :
1. Bentuk geometri undercut
2. Orientasi undercut face ke arah tegangan utama
3. Strategi
14
Gambar 2.8 Sekuen Advanced Undercut Tambang DMLZ ( UG Geotech PTFI, 2007 )
Antisipasi perubahan dan peningkatan tegangan telah didukung dengan
pemasangan ground support pada level undercut dan ekstraksi. Produksi akan
dimulai melalui panel 20 dan undercut face akan bergerak ke arah timur. Bentuk
o
dari pengembangan bukaan dilakukan secara diagonal dengan orientasi 45
seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.9 Bentuk Blok Produksi Secara Umum ( UG Geotech PTFI, 2007 )
Caving adalah proses yang dinamis dimana terjadi perubahan dari waktu
ke waktu; dari awal pembangunan level undercut dan ekstraksi, produksi awal
caving berkelanjutan hingga akhirnya untuk mature caving. Pedoman yang
berbeda dan aturan berlaku untuk berbagai tahap perkembangan bukaan.
15
tersebut seharusnya mempunyai profil operasional yang menarik dibanding
tambang lain di dunia.
Pengembangan dari badan bijih tersebut akan membuka peluang untuk
merealisasikan nilai yang signifikan setelah usia tambang terbuka Grasberg
berakhir, sehingga memungkinkan secara operasional untuk mensinergikan sarana
dan infrastruktur mill yang ada serta menyediakan penambahan arus kas dalam
jangka panjang.
16
overburden dari tambang terbuka Grasberg ke daerah-daerah penempatan di
Lower Wanagon.
17
.
Tambang DMLZ terletak 500 meter dibawah tambang DOZ (Deep Ore
Zone) dengan bentuk cadangan satu blok besar sehingga proses penambangan
dilakukan dengan system block caving. Pembukaan tambang bawah tanah DMLZ
dengan metode block caving secara umum dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Pre-production planning
2. Development
3. Construction
4. Mucking and conveying
5. Drawpoint Reactivation
18
2.12 Jenis Batuan dan Mineralisasi Daerah DMLZ
Tambang bawah tanah DMLZ terdiri dari batuan beku dalam yang
biasanya disebut plutonik. Batuan plutonik yang menyusun endapan di daerah
DMLZ adalah batuan diorite. Tambang bawah tanah DMLZ juga terdiri dari
batuan sedimen, antara lain terdiri dari Formasi Kais, Formasi Sirga, Formasi
Faumi, dan Formasi Warimpi. Tambang bawah tanah DMLZ juga disusun oleh
batuan alterasi yang merupakan satuan batuan yang berubah mineral
komposisinya akibat adanya kontak antara batuan beku dan sedimen. Beberapa
alterasi antara lain skarn, hornfel, high alteration lowgrade ore.
Jenis dari alterasi pada formasi (Tw) ialah exoskarn sedang hingga kuat
dimana kemungkinan terjadi alterasi hidrotermal dolomite. Exoskarn sendiri
didominasi oleh fosterite, garner dengan local magnitite. Exoskarn termineralisasi
dengan mineral tembaga. Formasi Waripi merupakan skarn utama pada area
Ertsberg. Selain alterasi pada Formasi Waripi, altrasi juga ditemukan pada formasi
ekmai shale (kkeh). Altrasi pada formasi ini terdiri atas biotite-feldspar-epidote-
diopside-quartz hornfels. Warna dari varies hornfels ialah coklat tua keabuan dan
hijau tua. Hornfels ini berada disekitar intrusi kompleks Ertsberg dan Grasberg.
Sedangkan alterasi pada formasi ekmai limestone terdiri atas dominasi pyrite
dengan kandungan FeOx, umumnya di daerah rekahan berasosiasi dengan
chalcopyrite.
Mineralisasi di tambang bawah tanah DMLZ terbentuk sekitar 2,5-3,5 juta
tahun yang lalu akibat asosiasi intrusi dari batuan beku. Endapan bijih di tambang
bawah tanah DMLZ terdiri dari bornit (Cu4FeS) sebagai mineral tembaga yang
dominan sebagian kecil mineral kalkopirit (CuFeS25) dan kalkosit (CuS). Evaluasi
petrografi menunjukkan bahwa emas utama terdapat bersamaan dengan mineral
diorit. Beberapa persen emas berasosiasi dengan mineral silikat sebagai mineral
bebas. Kadar emas tertinggi terdapat di daerah bagian barat bagian barat pada
batuan fosterit skarn dan pada batuan diorit (Dept. Geologi PT.Freeport Indonesia,
2003).
19
setidaknya 10 catatan perekaman untuk menghasilkan mekanisme fokal yang
masuk akal, dan hanya jika stasiun seismograf berlokasi secara geografis di
sekitar epicenter. Mekanisme fokal memberikan karakterisasi lengkap dari suatu
event gempa bumi termasuk waktu asal, lokasi episenter, kedalaman fokus,
seismik momen (ukuran langsung energi yang dipancarkan oleh gempa bumi), dan
orientasi arah perambatan gelombang. Sehingga dari perhitungan mekanisme
fokal dapat diketahui kemungkinan struktur yang aktif pada suatu area penelitian.
Mekanisme fokal sudah banyak digunakan dalam berbagai macam
penelitian kebumian di seluruh dunia baik dalam bidang eksplorasi migas,
geoteknik tambang bawah tanah, penentuan daerah rawan kerusakan gempa bumi
maupun penentuan jenis sesar.
20
Aktifitas seismisitas yang diamati berada di lapangan Upper Silesian Coal
Basin (USCB) dimana jumlah event seismik dengan jenis mekanisme fokus non-
double couple melebihi 30% (Sagan dan Dubiel 1996). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui reliabilitas mekanisme fokal dan untuk memperkirakan
hubungan antara nilai koordinat vertikal Z dan persentase komponen DC momen
tensor seismik.
Mekanisme fokus dari semua event seismik yang terekam dilakukan
perhitungan dengan menggunakan metode inversi seismik momen tensor. Inversi
dilakukan pada gelombang P yang pertama terekam oleh sensor seismik, dalam
domain waktu, sesuai dengan norma L1 dan L2 linier.
21
komponen DC dalam event tersebut adalah 55%. Distribusi spasial dari 38
peristiwa seismik yang dipelajari sehubungan dengan jaringan seismik disajikan
pada Gambar 2.13.
Orientasi spasial bidang nodal untuk mekanisme fokus optimal adalah
disajikan pada Gambar 2. Orientasi berhubungan erat dengan orientasi fraktur N-
S, NE-SW dan NWSE yang sebelumnya diamati dan diukur dalam massa batuan.
21 event seismik yang dihitung dalam penelitian relevan dengan sesar normal, 15
event berjenis sesar naik dan 2 event berjenis sesar geser (Gambar 2.14).
22
4. Orientasi spasial bidang nodal berhubungan erat dengan orientasi
spasial kekar dalam massa batuan.
BAB III
DASAR TEORI
23
untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama
kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,
maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga
terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut gempabumi.
Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah, karena
adanya pergerakan yang tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan
sesar ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi dan
sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian
seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama “Elastic Rebound Theory”
(Rahmania, dkk, 2010).
Deformasi batuan terjadi ketika stress dari luar yang bekerja pada batuan
melebihi daya elastisitas atau kemampuan batuan untuk kembali ke keadaan
semula setelah menerima gaya sehingga terjadilah failure. Tegangan atau stress
disini dapat dimaksudkan sebagai intensitas gaya persatuan luas dan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
�: (3.1)
24
3.2. Gelombang Seismik
Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi
disebabkan adanya deformasi struktur, tekanan ataupun tarikan karena sifat
keelastisan kerak bumi. Gelombang ini membawa energi kemudian menjalarkan
ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf
(Siswowidjoyo, 1996). Gelombang seismik dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan letak perambatan gelombangnya yaitu gelombang permukaan dan
gelombang badan.
Gelombang Rayleigh pertama kali digagas oleh Lord Rayleigh pada tahun
1885 dimana gelombang ini merupakan gelombang permukaan yang dihasilkan
dari penggabungan gelombang badan primer dan gelombang badan sekunder pada
polarisasi vertikal (SV) didekat permukaan bumi. Nilai kecepatan dari penjalaran
gelombang ini tergantung pada konstanta elastik dekat permukaan dan bernilai
kurang dari kecepatan gelombang sekunder (Telford.,1990).
25
Gambar 3.3 Perambatan Gelombang Love ( Hidayati,2010 )
Gelombang Love pertama kali digagas oleh A.E.H Love, seorang ahli
matematika dari Inggris pada tahun 1911. Gelombang Love merambat pada
permukaan batuan dengan gerakan partikel seperti gelombang SH. Gelombang
Love adalah gelombang permukaan yang menyebabkan tanah mengalami
pergeseran kearah horizontal.
26
Gelombang Primer merupakan gelombang yang arah partikelnya sejajar
dengan arah rambatannya. Gelombang ini biasa disebut dengan gelombang
longitudinal. Gelombang primer memiliki kecepatan yang paling besar
dibandingkan gelombang lainnya dan dapat menembus di semua medium.
27
Hiposenter merupakan titik pusat terjadinya gempa dimana dalam
penulisan mengandung tiga komponen arah yaitu komponen X, Y, dan Z dimana
nilai Z merupaka komponen kedalaman. Sehingga dapat dikatakan bahwa
hiposenter tepat berada dibawah episenter dengan kedalaman tertentu.
28
dimana nilainya tidak lebih dari 3 dengan rentang frekuensi gelombang antara
0,01 Hz hingga 100 Hz (Lyubushin, 2008). Data yang terekam pada setiap stasiun
yang terpasang akan dikirim melalui jaringan pusat yang kemudian akan
mengumppulkan seluruh data dari setiap stasiun dan kemudian akan mengirimkan
kumpulan data tersebut kepada stasiun pengamat. Pada aplikasi penerapan sistem
jaringan stasiun gempa mikro umumnya tersusun atas beberapa stasiun yang dapat
melingkupi beberapa luasan area tertentu.
Data yang diperoleh dari sistem jaringan ini berjumlah besar karena
jumlah stasiun perekaman yang cukup banyak serta banyaknya kejadian gempa
mikro yang terjadi pada luasan tertentu. Sistem Jaringan ini memudahkan untuk
melakukan proses pemantauan dimana setiap kejadian seismik yang terekam
secara langsung dapat ditransmisikan pada stasiun pengamat sehingga langsung
dapat diketahui pada waktu tertentu terjadi berapa banyak aktivitas gempa mikro
dengan magnitudo tertentu di suatu lokasi.
29
Perpotongan garis berat ketiga sisi segitiga tersebut adalah episenter gempa yang
dimaksudkan. Jarak episentral terhadap masing-masing stasiun pengamatan dapat
diukur langsung seperti kasus dua stasiun.
30
Gambar 3.8 Jaringan Seismograf Tiga Stasiun (Rasmid, 2014)
( X1, Y1, Z1), ( X2, Y2, Z2), ( X3, Y3, Z3) dan jari-jari bola adalah r1, r2,
dan r3 maka berlaku tiga persamaan bola berikut, dengan titik acuan berada di
stasiun pengamatan S1 :
S1 : (X-X1)2 + (Y-Y1)2 +(Z-Z1)2 = r12 (3.3)
S2 : (X-X2)2 + (Y-Y2)2 +(Z-Z2)2 = r22 (3.4)
S3 : (X-X3)2 + (Y-Y3)2 +(Z-Z3)2 = r32 (3.5)
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dicari harga X,Y dan Z tertentu uang
memenuhi ketiga persamaan tersebut. Titik (X,Y,Z) itulah yang dapat ditafsirkan
sebagai hiposenter dari titik (X,Y) merupakan posisi/koordinat di permukaan
(episenter).
31
hasil perhitungan. Waktu datang terkalkulasi pada stasiun s dapat dituliskan
sebagai:
𝑇�𝑐𝑎𝑙 : ts (𝑥�, 𝑦�, 𝑧�, 𝑥0, 𝑦0, 𝑧0) + 𝜏 = 𝑡� + 𝜏 (3.9)
dengan ts adalah waktu tempuh pada lokasi stasiun yang sudah diketahui
koordinatnya (𝑥�, 𝑦�, 𝑧�) dan lokasi hiposenter (𝑥0, 𝑦0, 𝑧0). Persamaan ini
memiliki 4 variabel yaitu x,y,z sebagai fungsi posisi dan waktu (t), sehingga
dibutuhkan paling sedikit 4 pengamatan waktu datang dari setidaknya 4 buah
stasiun perekaman. Berdasarkan nilai waktu datang hasil pengamatan (𝑇�𝑜𝑏�)dan
waktu datang hasil perhitungan (𝑇�𝑐𝑎𝑙) memiliki nilai selisih yang kemudian kita
sebut sebagai residual dan dapat dirumuskan sebagai :
�� : 𝑇�𝑜𝑏� - 𝑇�𝑐𝑎𝑙 (3.10)
Persamaan penyelesaian lokasi gempa merupakan persamaan non-linear
dimana tidak ada hubungan linear antara watu datang teramati (𝑇�𝑜𝑏�) dengan
koordinat spasial dan temporal dari sumber. Hubungan non-linear ini muncul
akibat penentuan jarak dan azimuth sumber dari setiap pengamatan, serta dari
model prediksi waktu kedatangan sebagai fungsi jarak dan kedalaman. Dalam
penentuan lokasi sumber, maka persamaan non-linear tersebut perlu didekati
dengan persamaan linear dan dilakukan dengan proses iteratif dimana dilakukan
initial trial solution. Setiap iterasi, maka diperhitungkan untuk koreksi vector
(Dx,Dy,Dy,Dt) berdasarkan metode least square yang diperoleh dari perhitungan
sebelumnya ke penyelesaian yan baru hingga mendapatkan nilai dengan kriteria
yang dimiliki. Penyelesaian tersebut menggunakan penyelesaian jarak-waktu
gelombang :
[(𝑥� - 𝑥)2+ (𝑦� - 𝑦)2+ (𝑧� - 𝑧)2] 1/2:= �(𝑡� - 𝑡) (3.11)
32
a. Right lateral yaitu gerak sesar mendatar yang searah dengan jarum
jam.
b. Left lateral yaitu gerak sesar mendatar yang berlawanan dengan arah
jarum jam.
2. Sesar tidak mendatar yakni arah gerak sesar atau vertikal atau
miring, sesar ini ada tiga macam seperti diperlihatkan pada gambar
3.10 yaitu :
a. Sesar turun (normal fault) yaitu sesar yang turun lebih rendah dari
pada blok dasar.
b. Sesar naik (reverse fault) yaitu bloknya naik relatif terhadap blok
dasar.
c. Sesar miring (oblique fault) yaitu blok vertikal yang diiringi
dengan gerakan horizontal.
Secara umum solusi mekanisme fokus yang dinyatakan dalam
proyeksi stereogrfik dapat digambarkan dengan tiga macam sesar yaitu, sesar
mendatar, sesar normal, dan sesar naik seperti dapat dilihat pada gambar 3.10
berikut :
33
/
34
Gambar 3.11 Parameter Bidang Patahan ( Rengin,2008)
BAB IV
METODE PENELITIAN
35
Jenis batuan yang ada pada area ini di dominasi oleh intrusi diorite, ekmai
hornfels skarn, waripi skarn, waripi marble, dan ekmai shale. Sedangkan untuk
kondisi struktur pada area level 2600 atau undercut level cukup kompleks yaitu
NS2 Fault, NE7 Fault, NW8 Fault, NE6 Fault, NE5 Fault, NS4 Fault, NW7 Fault,
NE4 Fault, NW8 Fault, NE3 Fault, NW5 Fault, NE2 Fault, NS1 Fault, NW6 Faul,
dan beberapa sesar minor. Keterdapatan struktur memicu adanya aktivitas seismik
yang berkumpul di daerah struktur.
36
Mill Level Zone (DMLZ). Dengan menggunakan sensor-sensor ini memungkinkan
departemen UG Monitoring untuk dapat selalu mengamati setiap aktivitas
seismik di area DMLZ baik yang diakibatkan oleh aktivitas blasting ataupun
yang disebabkan oleh aktivitas geologi.
37
tersebut tidak keseluruhan data dilakukan pengolahan lebih lanjut, namun hanya
event dangan nilai moment magnitude yang telah melebihi batas treshold yang
sudah ditentukan saja yang dilakukan pengolahan lebih lanjut. Batas threshold
moment magnitude yang digunakan adalah 0.7 sehingga hanya event yang
memiliki moment magnitude melebihi 0.7 saja yang dilakukan pengolahan lebih
lanjut. Penentuan batas treshold moment magnitude tersebut didasarkan pada
historical data sebelumnya dimana pada moment magnitude tersebut, banyak
terjadi damage di area DMLZ. Dengan demikian dari tanggal 3 Januari 2017
hingga tanggal 12 April 2017 terdapat 31 significant event yang kemudian
dilakukan analisa lebih lanjut dalam penelitian ini.
Peningkatan jumlah aktivitas seismik dipicu oleh perkembangan caving
atau kemajuan tambang. Kegiatan peledakan yang semakin rutin dilakukan serta
peningkatan bukaan tambang menyebabkan meningkatnya stress pada area sekitar
caveline. Stress merupakan tegangan yang diakibatkan berat batuan di atas
lubang bukaan yang berada pada bidang tumpuan sebagai konsentrasi gaya
akibat bukaan tambang. Hal ini ditunjukkan dengan distribusi aktivitas seismik
yang mengumpul pada daerah cave yaitu pada area panel 20 hingga panel 14.
4.2.3.1.Fan Undercut
38
.Gambar 4.4. Desain Peledakan Fan Undercut (UG. Geotech, 2017)
Fan undercut merupakan desain peledakan yang digunakan di dalam
metode block caving. Jarak antara satu ring dengan yang lain sebesar 2 meter atau
bisa juga disebut dengan burden. Dalam penentuan kemiringan lubang bor,
digunakan pilar utama (major pillar) sebagai acuan penentuan lubang. Untuk
jarak antar lubang ledak digunakan acuan radial crack dari toe sebesar 1.5-1.8 m
(Gambar 4.5). Lubang yang berada dekat major pillar memiliki kedalaman lebih
dari 10 meter dan memiliki kemiringan 55° terhadap major pillar dan panjang
lubang ledak di dua lubang terakhir menyilang dengan lubang ledak berikutnya
yang berasal dari drift undercut selanjutnya. Di dalam satu ring, terdapat sekitar
12 lubang ledak yang masing-masing mempunyai kedalaman yang berbeda-beda.
39
3. Jenis kerusakan seperti slabing, spalling, basket rock, dan crack
4. Kondisi ground support seperti broken, bending
5. Kenampakan drift ( squeezing, widening, dapat dilalui LHD)
Berikut merupakan tabel klasifikasi kerusakan pada tambang bawah tanah
berdasarkan besaran nilai displacement, beban dan energi yang dihasilkan.
Tabel 4.1 Klasifikasi Kerusakan Secara Umum ( UG. Geotech, 2017)
40
4.3. Diagram Alir Pengambilan Data
..
Gambar 4.5 Diagram Alir Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data geologi, data
seismik dan data kerusakan tambang bawah tanah. Dalam pengambilan datanya,
data geologi dan data kerusakan dilakukan dengan basis visual atau pengelihatan.
Dimana pada data geologi, untuk mendapatkan bentuk struktur dan
kemenerusanya didasarkan pada pengamatan struktur yang muncul pada tiap-tiap
level atau elevasi pada lapangan tambang bawah tanah. Sedangkan untk data
kerusakan merupakan data yang berisi tentang lokasi dan tingkat keparahan
kerusakan tambang bawah tanah yang diakibatkan oleh aktivitas seismik pada
lapangan tambang bawah tanah. Untuk data seismik yang digunakan merupakan
41
data mikroseismik dengan nilai magnitudo momen diatas 0,7 dimana dalam
pengambilan datanya menggunakan pengamatan aktivitas seismik pada tambang
bawah tanah secara real time.
.
Gambar 4.6 Diagram Alir Pengolahan Data
42
Penelitian ini dilakukan dengan analisa focal mechanism untuk
mengetahui mekanisme sumber seismik dan keterkaitanya dengan damage yang
dihasilkan. Seluruh data yang didapatkan dalam penelitian ini kemudian dilakukan
pengolahan data. Pengolahan data tersebut mempunyai banyak tahapan yang perlu
dilakukan, berikut merupakan tahapan pengolahannya (Gambar 4.6).
1. Pengolahan data seismik berupa penentuan waktu kedatangan awal
gelombang primer dan sekunder menggunakan software SeisView dan
WaveVis dari ESG (Engineering Seismology Group).
2. Penentuan lokasi sumber seismik dan penentuan parameter sumber
menggunakan software SeisView dan WaveVis dari ESG (Engineering
Seismology Group).
3. Penentuan polaritas gelompang P menggunakan software SeisView dan
WaveVis dari ESG (Engineering Seismology Group).
4. Perhitungan nilai Azimuth dan Take Off Angle menggunakan software
AZMTAK
5. Penentuan Beachball Diagram menggunakan software PINV
6. Plotting Beachball Diagram kedalam basemap DMLZ 2590/L
menggunakan software ArcMap dan ArcGIS
7. Pengolahan dan analisa parameter sumber menggunakan software
excel dan MATLAB
Pada software SeisVis dapat digunakan untuk menampilkan lokasi
aktivitas seismik dan besar magnitudo masing-masing event. Selain itu
menggunakan SeisVis dapat diketahui parameter-parameter sumber seismik.
Sedangkan WaveVis digunakan untuk menampilkan waveform yang ditangkap
oleh masing-masing sensor dari suatu sumber seismik. Gelombang yang
ditangkap oleh sensor juga dapat ditampilkan berdasarkan masing-masing
komponen yaitu komponen East-West, North- South, serta komponen Z. Nilai
frekuensi gelombang juga dapat ditampilkan menggunakan WaveVis.
Pada software AZMTAK digunakan untuk mencari nilai azimuth dan take
off angle dari gelombang seismik untuk kemudian digunakan oleh software PINV
untuk mencari nilai strike, dip, rake, dan plunge yang kemudian di tampilkan
dalam bentuk beachball diagram. Untuk melakukan plotting beachball diagram
kedalam basemap menggunakan software ArcMap dan juga ArcScene dan untuk
analisa sumber seismik menggunakan software MATLAB. Analisa data seismik
43
dan korelasinya terhadap peledakan dan kerusakan dilakukan dengan pengeplotan
lokasi kerusakan serta signifikan event seismik dan kondisi geologi daerah
penelitian.
44
Gambar 4.8 Lokasi Hiposenter dan Parameter Event Seismik
𝑀𝑜𝑐 = (4.2)
45
� : densitas batuan (kg/m3)
�𝑐 : jarak hiposenter
Ω0 : spektrum gelombang P dan S
Fc : radiation pattern ( Gelombang P Fa = 0.52 dan gelombang S Fb =
0.63)
(Aki,1968)
𝑀𝑤 = log 𝑀𝑜 - 6 (4.3)
𝑀𝑤 : Moment Magnitude
𝑀𝑜 : Seismic Moment (dyn/cm)
46
Gelombang P (gelombang primer) disebut juga gelombang kompresi,
gelombang longitudinal, gelombang dilatasi, atau gelombang irotasional.
Gelombang ini menginduksikan gerakan partikel media dalam arah paralel
terhadap arah penjalaran gelombang. Pola radiasi gelombang P merambat 45o dari
sumber gempa nya dan dari beachball diagram dapat dilihat bahwa warna hitam
pada beachball diagram menunjukkan tensional force dan warna putih pada
beachball diagram menunjukkan compressional force.
Setiap komposisi gaya tension dan compression pada beachball diagram
menunjukkan jenis-jenis sesar yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Cara
menentukan arah strike dengan membaca beachball diagram adalah dengan
menarik garis lurus antara ujung fault plane line atau auxiliary plane line melalui
titip pusat lingkaran maka garis tersebut merupakan garis strike sedangkan untuk
arah dip adalah dengan melihat fault plane line atau auxiliary plane line berada
pada sudut ke berapa ketika dilakukan plotting pada stereonet. Pada sesar
mendatar, tidak diketemukan garis melengkung baik dari fault plane line ataupun
auxiliary plane line dikarenakan sudut dip dari sesar mendatar adalah 90 o
sehingga apabila dilihat dari kenampakan atas maka garis dip tidak dapat terlihat.
47
Setiap bentuk gambaran dari beachball diagram merepresentasikan dari
bentuk matrix identitas. Matrix identitas merupakan matrix 3x3 yang berisi
tentang besaran gaya untuk masing-masing arah gaya. Setiap matrix identitas
mempunyai jenis kenampakan beachball diagram masing-masing. Secara garis
besar, bentuk pola beachball diagram dibagi menjadi tiga jenis yaitu mekanisme
isotrophic (ISO), double couple (DC), dan compensated linear vector dipole
(CLVD). Pada mekanisme isotrophic disebabkan oleh explosion ataupun
implosion tergantung dari arah vektor gaya yang dominan. Sedangkan untuk
mekanisme double couple disebabkan oleh aktivitas sesar dan untuk mekanisme
CLVD merupakan mekanisme rock ejection.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai mekanisme yang bekerja dalam
suatu event seismik maka digunakan persamaan
Mxx = −Mo(sinδcosλsin2Φ + sin2δsinλsin2Φ) (4.3)
Mxy = Myx = Mo(sinδcosλcos2Φ + 0.5sin2δsinλsin2Φ)
Myy = Mo(sinδcosλsin2Φ − sin2δsinλcos2Φ)
Mxz = Mzx = −Mo(cosδcosλcosΦ + cos2δsinλsinΦ)
Myz = Mzy = −Mo(cosδcosλsinΦ − cos2δsinλcosΦ)
Mzz = Mo(sin2δsinλ)
Φ = strike λ = rake
δ = dip Mo = Seismic Moment (Aki & Richards, 2002)
48
pertama merupakan contoh bentuk beachball diagram dari mekanisme isotrophic
(ISO) sedangkan untuk pola beachball diagram baris kedua hingga keempat
merupakan pola beachball diagram untuk mekanisme double couple (DC) dan
dua baris paling bawah dalam gambar tersebut menunjukkan beachball diagram
dengan dominasi mekanisme compensated linear vector dipole (CLVD)
49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
50
terjadinya event ini. Selain didominasi oleh mekanisme CLVD, event ini juga
memiliki nilai persentase ISO yang cenderung tinggi. Event ini tercatat sebagai
event strainburst dengan kerusakan yang cukup signifikan disekitar NVD pada
level undercut DD14E-15W dan memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,87.
Dilihat dari tingkat kerusakan yang terjadi, pada area ini terjadi kerusakan berjenis
ejection dengan skala major dikarenakan terjadi perpindahan posisi batuan lebih
dari 300mm dan beban diatas 150 kN/m2. Apabila dilihat beachball diagram pada
gambar 5.1 dan gambar 5.2, lokasi terdampak kerusakan akibat strainburst berada
pada arah tensional force dari sumber event.
51
Gambar 5.2 Penampang Beachball dan Lokasi Damage Event 12
Pada event nomor 3 yang terjadi pada tanggal 17 Januari 2017, event ini
memiliki nilai persentase mekanisme DC sebesar 99.56%, ISO sebesar 0.15% dan
hanya 0.29% CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi 3 ini, lokasi gempa
dekat dengan sesar NS4 namnun memiliki nilai strike yang tegak lurus dengan
sesar NS4. Sehingga kemungkinan besar event ini diakibatkan oleh aktivitas sesar
minor NS4 dikarenakan arah strike dari event ini tegak lurus dengan sesar NS4.
Selain itu sesar NS4 juga merupakan zona lemah dan memiliki intensitas kekar
>4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area penelitian dan tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 0.83.
52
Gambar 5.4 Penampang Beachball Diagram Event 14
Pada event nomor 14 yang terjadi pada tanggal 18 Januari 2017, event ini
memiliki persentase mekanisme DC sebesar 78.84%, CLVD sebesar 16.39% dan
hanya 4.77% ISO. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 14 ini, lokasi
gempa sangat dekat dengan sesar NE1 serta memiliki nilai strike dan dip yang
searah dengan sesar NE1. Selain itu sesar NE1 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3-7/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0.85.
Pada event nomor 10 yang terjadi pada tanggal 24 Januari 2017, event ini
memiliki nilai persentase mekanisme DC sebesar 43.7%, ISO sebesar 29.64% dan
hanya 26.66% CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 10 ini,
lokasi gempa sangat dekat dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip
yang searah dengan sesar NS1. Selain itu sesar NS1 juga merupakan zona shear
dan memiliki intensitas kekar >4/meter. Jika dilihat dari data peledakan pada area
penelitian, telah terjadi peledakan pada sekitar sesar NS1 di panel 3 hingga 5.
Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan pada area
tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,18.
53
5.2.5 Focal Mechanism Event Tanggal 25 Januari 2017
Pada event 5 tanggal 24 Januari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 74.02%, CLVD sebesar 16.95% dan hanya 9.03% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 24 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS4. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,97.
54
Gambar 5.7 Penampang Beachball Diagram Event 7
Pada event 7 tanggal 31 Januari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 75.76%, CLVD sebesar 23.2% dan hanya 1.03% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 7 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,85.
Pada event 4 tanggal 2 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 51.57%, ISO sebesar 32.13% dan hanya 16.3% CLVD.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 4 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS4. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude
sebesar 1,13.
55
5.2.8 Focal Mechanism Event Tanggal 3 Februari 2017
Pada event 1 tanggal 3 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 61.1%, ISO sebesar 36.62% dan hanya 2.28% CLVD.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 1 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 namun memiliki nilai strike dan dip yang tegak lurus dengan
sesar NS4. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>3/meter. Event ini muncul setelah dilakukan blasting pada sekitar lokasi
terjadinya event. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan
kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment
magnitude sebesar 1,11.
56
Pada event 11 tanggal 11 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 51.93%, CLVD sebesar 32.06% dan hanya 16.01% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 11 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NE3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NE3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NE3 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,94.
Pada event 6 tanggal 19 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 83.57%, CLVD sebesar 16.32% dan hanya 0.11% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 6 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS3 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,84.
57
5.2.11 Focal Mechanism Event Tanggal 20 Februari 2017
58
Pada event 8 tanggal 20 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 73.06%, CLVD sebesar 26.52% dan hanya 0.42% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 8 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS2 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS2. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS2 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >7-11/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 1,32.
Pada event 9 tanggal 22 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 98.05%, CLVD sebesar 0.55% dan hanya 1.5% ISO. Dari
lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 9 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS2 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS2. Sesar NS2 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude
sebesar 1,31.
59
5.2.14 Focal Mechanism Event Tanggal 23 Februari 2017
60
Pada event 12 tanggal 28 Februari 2017, event ini memiliki nilai
presentase mekanisme DC sebesar 43.7%, ISO sebesar 29.64% dan hanya 26.66%
CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 12 ini, lokasi gempa
sangat dekat dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah
dengan sesar NS4. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic
zone yang merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona
shear dan memiliki intensitas kekar >3-7/meter. Dilihat dari data kerusakan,
event ini tidak menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan
tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,87.
Pada event 16 tanggal 2 Maret 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 70.33%, CLVD sebesar 21.7% dan hanya 7.97% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 16 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS1. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS1 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,92.
61
5.2.17 Focal Mechanism Event Tanggal 10 April 2017
62
Gambar 5.19 Penampang Beachball dan Lokasi Damage Event 123
Peta diatas merupakan peta persebaran nilai CLVD pada area tambang
bawah tanah DMLZ dan apabila dilakukan plotting terhadap basemap DMLZ
63
2590/L maka area dengan nilai CLVD tinggi berada pada sekitar caveline. Warna
merah yang berjumlah tiga titik dengan nilai persentase dari 46-81% yang berada
pada area tambang bawah tanah merupakan lokasi terjadinya strainburst pada
tanggal 6 Januari 2017 dan 10 April 2017 yang berujung pada kerusakan tambang
bawah tanah.
Jika dilihat dari tabel 5.1 mengenai persentase rata-rata mekanisme CLVD
dapat dilihat bahwa mekanisme CLVD paling banyak terjadi pada elevasi 2641-
2650 dengan persentase maksimal untuk mekanisme CLVD adalah sebesar
40.12% dan persentase mekanisme CLVD paling kecil terdapat pada elevasi 2590
– 2600 dengan nilai 14.78%. Event yang mengakibatkan kerusakan pada area
tambang bawah tanah adalah event 12 dan juga event 1E dengan nilai persentase
CLVD 55.82% dan 59.43% jika dilihat dari tabel 5.2.
64
Tabel 5.2 Persentase CLVD Masing-Masing Event
65
.
Peta diatas merupakan peta persebaran nilai Double Couple (DC) dan
apabila dilakukan plotting terhadap basemap DMLZ 2590/L maka area dengan
nilai DC tinggi berada pada sekitar sesar sehingga besar kemungkinan bahwa
mekanisme DC disebabkan oleh adanya aktivitas sesar pada area ini. Dikarenakan
pada aktivitas sesar sendiri, merupakan zona lemah dimana sangat mudah untuk
terdeformasi dan menghasilkan event seismik. Dengan begitu peta 5.4 dapat pula
diinterpretasikan sebagai peta keaktifan sesar di area DMLZ pada level 2590/L.
Tabel 5.3 Elevasi Rata-rata Mekanisme DC
Jika melihat pada tabel 5.3, dapat dilihat bahwa mekanisme DC banyak
terjadi di level 2590-2600/L dengan persentase tertinggi adalah 73,77%. Jika
dilihat dari gambar 5.21, sesar NE1, NS4, NS3, NS2, and NE3 berada pada area
67
.
Jika melihat pada tabel 5.5, dapat dilihat bahwa mekanisme ISO banyak
terjadi di level 2631-2640/L dengan rata-rata nilai ISO maksimal pada elevasi ini
berjumlah 22.39%. Dilihat dari tabel 5.6, event yang menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanh memiliki nilai persentase ISO yang kecil sebesar
0,15% dan 0.77%.
68
Event Date Time ISO (%)
2 28/02/2017 4:01:45 51.94
16 02/03/2017 5:32:17 47.78
26 04/03/2017 13:54:50 38.6
28 04/10/2017 20:44:11 37.63
22 22/03/2017 3:19:53 36.62
18 19/03/2017 0:49:04 33.92
4 02/02/2017 11:00:45 32.13
5 25/01/2017 9:27:16 29.64
17 09/04/2017 16:43:53 29.64
10 24/01/2017 19:23:15 29.45
6 19/02/2017 4:34:02 24.05
3E 10/04/2017 20:44:11 23.08
19 14/03/2017 16:32:53 18.72
7 31/01/2017 23:09:46 16.01
24 12/04/2017 5:27:55 11.44
9 22/02/2017 8:48:11 10.32
25 12/04/2017 13:02:36 9.03
13 23/02/2017 15:45:20 7.97
15 20/02/2017 10:00:21 6.04
14 18/01/2017 12:53:01 5.81
29 12/04/2017 13:02:36 4.77
3 17/01/2017 10:42:37 2.81
21 03/04/2017 16:49:17 1.43
20 14/03/2017 18:09:05 1.4
1 03/02/2017 15:47 1.03
27 04/08/2017 16:43:49 0.81
2E 10/04/2017 16:39:09 0.8
1E 10/04/2017 16:32:08 0.77
8 20/02/2017 13:34:39 0.42
23 25/03/2017 17:13:19 0.35
12 06/01/2017 10:53:42 0.15
11 11/02/2017 16:34:54 0.11
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari penelitian aplikasi mekanisme fokal yang dilakukan pada lapangan
tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyebab tingginya persentase mekanisme Compensated Linear
Vector Dipole (CLVD) disebabkan oleh adanya pergerakan caving
development, selain itu untuk penyebab tingginya persentase
69
mekanisme Double Couple (DC) kemungkinan besar disebabkan oleh
aktivitas struktur yang dan untuk penyebab tingginya persentase
mekanisme Isotropic (ISO) kemungkinan besar disebabkan oleh
aktivitas blasting yang dilakukan pada area tambang bawah tanah.
2. Sebagian besar dari event yang dilakukan penelitian didominasi oleh
mekanisme Double Couple (DC). Dengan melakukan korelasi antara
peta struktur geologi maka dapat diketahui bahwa struktur yang
memiliki potensi tingkat keaktifan tinggi adalah struktur NE1, NE3,
NS1, NS2, NS3, dan NS4
3. Jenis mekanisme fokal yang memiliki potensi besar dalam
menghasilkan kerusakan pada lapangan tambang bawah tanah Deep
Mill Level Zone adalah mekanisme Compensated Linear Vector Dipole
(CLVD).
6.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Dibutuhkan data yang lebih banyak untuk untuk mendapatkan korelasi
yang lebih baik antara mekanisme fokal dengan kerusakan yang timbul
pada area tambang bawah tanah.
2. Dalam melakukan picking gelombang P dan S harus dilakukan dengan
cermat untuk mendapatkan parameter seismik yang tepat.
3. Untuk peneilitan selanjutnya, penelitian menggunakan analisa inversi
moment tensor perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aki, Keiiti., 1965. Generation and propagation of G waves from the Niigata
earthquake of June 16, 1964. Part 2. Estimation of earthquake moment,
released energy, and stress-strain drop from the G wave spectrum. Bulletin
of the Earthquake Research Institute,73-88.
70
Aki,K., and P.G. Richards,. 2002, Quantitative Seismology, 2nd ed., University
Science Books, California.112
Brune, J.N., 1970, Tectonic stress and the spectra of seismic shear waves from
earthquakes, Journal of Geophysical Research. 4997-5009.
Davis, K., Burbank, D.W, 1996, Thrust-fault growth and segment linkage in the
active Ostler fault zone, New Zealand. J. Structural Geology. 1528-1546
Dubiel,R., 1996, The Influence of the seismic mine network distribution on the
solution of focal mechanism, Technophysics of Mining Areas, University
of Silesia, Katowice, 189-195
Feignier, B., and R.P. Young, 1992, Moment tensor inversion of induced
microseismic events : Evidence of non-shear failures in the -4<M<-2
moment magnitude range, Geophys. Res. 1503-1506.
Gardner, E.D., 1929. Drilling And Blasting In Metal-Mine Difts And Crosscuts.
Department of Commerce United States of America. Washington. 2-8, 122.
Haney .R A., 2013. Environmental Dust Control Review BGN Mine, DOZ Mine,
Concentrating Mill Quality Control Laboratory Maintenance PT Freeport
Indonesia Tembagapura, Papua, Indonesia. Haney Enviromental
Consulting, Pennsylvania.
71
Hanks, T. and Kanamori, H. 1979. A moment magnitude scale. Journal of
Geophysical Research, 2348-2350.
Hasegawa, H.S., R.J. Wetmiller and D.J. Gendzwill, 1989, Induced seismicity in
mines in Canada – an overview, Seismicity in Mines, Pure and Appl.
Geophys. 129, 423-453
Howard L Hartman, dkk. 1997. Mine Ventilation And Air Conditioning. Jhon
Wiley & Sons, Inc, Canada.
Johan Skott. 2013, Focal Mechanisms and Seismic Moment Tensors of Seismic
Events in Kirunavaara Mine. Lulea University of Technology, Lulea.
Lay, T and Wallace. T. C,. 1995. Modern global seismology. Academic Press.
California.
Lizurek, Grzegorz and Wiszniowski, Jan. 2016. Clustering and stress inversion in
the song tranh 2 reservoir, Vietnam. Bulletin of the Seismological Society
of America. 2636-2648.
72
McPherson, Malcolm J., 1993, Subsurface Ventilation and Environmental
Engineering. First Edition, The University Press, Cambridge.
Peter Kaiser, M.C. Dougal and T. Dwayne,. 1995. Rockburst Research Handbook,
Mining Research Directorate. 3.
Rahmania, Merdiani., dkk., 2010. Penentuan jenis sesar pada gempa bumi
Sukabumi 2 September 2009, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga,Yogyakarta. 21
Reid, H.F., 1910, The Mechanics of the Earthquake, The California Earthquake of
April 18, 1906; Report of the State Investigation Commission, Vol.2,
Carnegie Institution of Washington, Washington, D.C.
Rengin, Gok., 2008. Crustal structure of Iraq from receiver functions and surface
wave dispersion: Implications for understanding the deformation history
of the Arabian–Eurasian collision. Geophysical Journal International,
1179-1187.
Sagan, G., and R. Dubiel, 1996, Mining tremors mechanisms in the western zone
of Klodnica fault, Acta Montana, ser. A, 25-30
Stickney, M.C., and K.F. Sprenke, 1993, Seismic events with implosional focal
mechanisms in the Oeur d’Alene mining district, Northern Idaho, J.
Geophys. 6523-6528
73
Sudibyakto., 2000, Kajian dan Mitigasi Bencana Gempa Bumi: Studi Kasus
Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000. Majalah Geografi Indonesia XIV (2).
Vincent, C.S., 2004, A draft primer on focal mechanism solutions for geologists:
Teaching Quantitative Skills in the Geosciences,
http://serc.carleton.edu/files/NAGTWorkshops/structure04/Focal_mechani
sm_primer.pdf (last accessed November 15, 2006).
Yuji, Yagi., 2004, Plate boundary slip associated with the 2003 Off-Tokachi
earthquake based on small repeating
74