Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Bab 1-6

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan tembaga sebagai bahan dasar pembuatan barang
elektronik menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan satu-satunya cara untuk
mendapatkan mineral tembaga adalah dengan melakukan penambangan. Area
tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) merupakan salah satu
lapangan bertipe skarn deposit dengan cadangan tembaga yang tinggi dengan total
cadangan mencapai 526 juta ton. Metode penambangan yang digunakan dalam
proses penambangan pada area DMLZ adalah dengan menggunakan metode block
caving.
Hal yang dilakukan sebelum memasuki fase produksi dalam aktifitas
penambangan bawah tanah dengan metode block caving adalah fase development.
Dalam fase development ini, banyak dilakukan blasting development yang
bertujuan untuk menyiapkan infrastruktur di level undercut, extraction, dan
haulage. Tingginya intensitas blasting yang dilakukan ketika fase development,
membuat kestabilan batuan di sekitar area penambangan menjadi berkurang
sehingga berpotensi menimbulkan bahaya bagi pekerja tambang bawah tanah
yang berada di area tersebut baik berupa rockburst, ejection batuan, jatuhan
batuan, dll. Dalam upaya untuk mengurangi dampak kerusakan dan
meminimalisir kecelakaan yang mungkin terjadi akibat hal ini, maka dilakukan
pemasangan ground support yang sesuai dengan kekuatan batuan yang ada dan
aktivitas penambangan dibawahnya, pengontrolan waktu pelaksanaan blasting,
serta monitoring seismik. Dengan adanya pemantauan geoteknik yang
komprehensif, maka tingkat kecelakaan yang terjadi dapat ditekan seminimal
mungkin.
Monitoring aktifitas seismik di area tambang bawah tanah sangat perlu
untuk dilakukan supaya proses evakuasi dan penanganan yang dilakukan ketika
terjadi event seismik yang berbahaya bagi keselamatan pekerja dapat dilakukan
dengan cepat dan terukur. Klasifikasi suatu event seismik dikategorikan menjadi
event yang berbahaya adalah ketika memiliki nilai moment magnitude ≥ 0.7 atau

1
terjadi event seismik dengan moment magnitude minimum sebesar 0.3 sebanyak 3
kali dalam kurun waktu 1 jam. Dalam tugas akhir yang berjudul “Aplikasi
Mekanisme Fokus Dalam Penentuan Pola Sumber Getaran Menggunakan Metode
Mikroseismik Di Lapangan Deep Mill Level Zone” ini telah dilakukan pengolahan
focal mechanism dengan menggunakan data seismik sehingga didapatkan suatu
beachball diagram dimana dari beachball diagram tersebut dapat diketahui arah
dari compression maupun tensional force ketika terjadi event seismik dan juga
dengan menggunakan focal mechanism maka akan dapat pula diketahui
mekanisme dominan yang menyebabkan event rersebut. Dengan melakukan kajian
antara focal mechanism dan juga damage yang ada, maka akan dapat ditemukan
jenis mekanisme seismik yang memiliki potensi menyebabkan damage lebih
besar. Dengan melakukan kajian antara focal mechanism dan juga damage yang
ada, maka akan dapat ditemukan jenis mekanisme seismik yang memiliki potensi
menyebabkan damage lebih besar di area DMLZ.

1.2 Rumusan Masalah


Tingginya aktivitas blasting di area DMLZ mengurangi nilai kestabilan
batuan di sekitar area penambangan sehingga meningkatkan aktivitas seismik dan
potensi bahaya di sekitar area penambangan DMLZ untuk menghasilkan
kerusakan yang dapat membahayakan keselamatan pekerja di area penambangan.
Kurangnya informasi mengenai mekanisme terjadinya suatu event seismik
menyulitkan kita dalam menentukan jenis mekanisme terbentuknya event.
Sehingga dalam membedakan sumber event seismik apakah berasal dari aktivitas
penambangan atau berasal dari struktur, dilakukan analisa focal mechanism.
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka muncul pertanyaan sebagai
berikut :
1. Apa penyebab munculnya gempa mikro di area tambang bawah tanah?
2. Jenis mekanisme sumber yang manakah yang berpotensi
mengakibatkan kerusakan di tambang bawah tanah DMLZ?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme sumber
event seismik yang berpotensi menghasilkan kerusakan di tambang bawah tanah.
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah :

2
1. Untuk mengidentifikasi mekanisme sumber event seismik
menggunakan focal mechanism
2. Menentukan potensi sesar aktif di area DMLZ dengan menggunakan
interpretasi focal mechanism
3. Untuk menentukan jenis focal mechanism yang mempunyai potensi
besar dalam menciptakan kerusakan di area DMLZ

1.4 Batasan Masalah


Berdasarkan perumusan masalah yang ada, pembatasan masalah yang
dibahas dalam tugas ahir ini adalah berupa :
1. Lokasi penelitian dilakukan di area DMLZ pada level 2400-2800.
2. Penentuan focal mechanism berdasarkan data event seismik signifikan
dari tanggal 3 Januari 2017-12 April 2017 di area DMLZ.
3. Penggunaan data geologi berupa struktur pada area DMLZ.
4. Parameter seismik yang digunakan dalam penelitian ini adalah momen
seismik dan juga momen magnitudo.
5. Diasumsikan bahwa sumber getaran yang digunakan dalam penelitian
berasal dari aktifitas tambang.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini berlokasi di tambang bawah tanah area Deep Mill Level
Zone PT.Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Dalam
penelitian ini menggunakan aktivitas kegempaan pada area Deep Mill Level Zone
level 2400-2800 Mdpl dari tanggal 2 Januari 2017 – 12 April 2017 sebagai data
primer, dan data struktur geologi serta data kerusakan pada area DMLZ sebagai
data sekunder. Penelitian ini dimulai dari tahap pengolahan dan interpretasi yang
dimulai pada bulan Januari-April 2017 dan selanjutnya dilakukan tahap
pembuatan laporan yang dilakukan pada bulan Juni-Junli 2017.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim dan Curah Hujan


Secara garis besar area penelitian memiliki iklim tropis namun kondisi
iklim sebenarnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan ketinggian. Pada
dasarnya daerah lowland dengan elevasi 0-2000 mdpl mempunyai iklim yang
basah, panas dan lembab sedangkan untuk daerah highland dengan elevasi 2000-
4200 mdpl mempunyai iklim yang basah dan dingin. Untuk rata-rata nilai
temperatur udara pada area penelitian sendiri sangatlah bervariasi antara 3 0C -
200C di highland dan 190C - 350C di area lowland dengan curah hujan rata-rata
berkisar antara 2500 mm – 400 mm per tahun.

2.2 Topografi
Kondisi topografi area penelitian memiliki keberagaman elevasi yang
sangat beragam mulai dari daerah pantai pada dataran rendah hingga pegunungan
curam yang terletak kurang lebih 80 kilometer dari area pelabuhan. Pada area
highland membantang sepanjang area pegunungan Jawawijaya.
Wilayah penelitian berlokasi di daerah fisiografi dari rangkaian
pegunungan tengah (central mountain range), dan membujur dari zona Nival
sampai Alpine, Subalpine, dan zona Montane. Pada zona Nival dan Alvin (4170 m
s/d >4585 m) dengan karakteristik berbagai macam batuan sedimen dan batuan
beku yang terbentuk dari proses pengangkatan,perlipatan, pergeseran dan aktivitas
vulkanik. Zona subalpine dan Montane (2000 m- 4170 m) memiliki karakteristik
dengan adanya sungai mengalir kearah lembah dengan bentuk V dan memiliki
keadaan sampai 1000 m dengan gradient memiliki rentang dari 40° sampai
permukaan vertikal. Lembah tersebut terdiri atas berbagai batuan sedimen dan
batuan beku yang terbentuk dari perlipatan, pergeseran dan aktivitas vulkanik.
Sedangkan untuk daerah dataran rendah atau lowland mempunyai
ketinggian antara 10 m sampai 2000 mdpl yang meliputi pelabuhan Amamapare,
Timika dan Kuala Kencana dan merupakan daerah yang relatif datar dan rata.

4
2.3 Geologi Regional
Lokasi penelitian berlokasi di pulau Papua, dimana pulau Papua sendiri
terbentuk dengan struktur yang sangat kompleks dan beragam yang diakibatkan
pertemuan dua lempeng benua yaitu benua Indo-Pasifik dan Australia. Kedua
lempeng ini terus menerus bergerak dengan kecepatan yang relatif sangat lambat.
Lempeng Australia terus bergerak ke utara, sedangkan lempeng Indo-Pasifik
bergerak kearah barat sehingga mendesak daratan Papua bergerak kearah barat
laut sehingga membentuk tatanan pulau seperti saat ini. Akibat dari pertemuan
kedua lempeng tersebut meyebabkan pulau Papua terbentuk atas zona-zona
subduksi sehingga membentuk morfologi rangkaian pegunungan tengah (central
mountain range) yang membujur dari zona Nival sampai Alpine, Subalpine, dan
Zona Montane.
Secara garis besar, kondisi geologi di area penelitian merupakan zona
tumbukan atau subduction zone. Area ini merupakan batas tumbukan antara
lempeng Indo-Pasifik dan Australia, dimana Produk dari hasil tumbukan kedua
lempeng ini mengakibatkan adanya pengangkatan atau uplifting dan deformasi
pada lantai samudra. Pengangkatan ini membentuk pulau New Guinea dan
rangkaian pegunungan Jayawijaya dengan tinggi puncak diatas 5000 mdpl.
Sedimen karbonatan di sekitar juga mengalami pengangkatan dikarenakan
subduksi yang terjadi selain itu menyebabkan terdapat zona dengan tekanan yang
tinggi dan suhu tinggi sehingga memproduksi sumber panas dan menghasilkan
magma pada batas tepi lempeng. Kemudian magma tersebut mengintrusi tubuh
batuan sebelumnya (sedimen karbonatan) dan membentuk batuan beku kompleks
yang berkomposisi magma intermediet (dioritic). Sehinggah proses geologi ini
menghasilkan mineral kompleks skarn dalam bentuk zona-zona di sepanjang batas
zona intrusi. Zona-zona ini dibagi menjadi:
1. Zona Grasberg
Zona ini berupa tubuh intrusi dengan bijih berupa Cu-Au Porphiry dan
Beberapa Au-Skarn.
2. Zona Erstberg
Zona Erstberg terbentuk dalam tubuh Skarn dengan komposisi mineral
Ca-Mg silikat

5
3. Zona Gunung Bijih
a. Zona Gunung Bijih Timur
b. Zona Mineralisasi Bijih dalam atau Deep Ore Mineralizes (DOM)
c. Zona Bijih Menengah Atau Intermediate Ore Zone (IOZ)
d. Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ)
e. Zona Bijih Dalam atau Deep Mill Level Zone (DMLZ)

2.4 Stratigrafi dan Litologi Batuan


Secara regional, stratigrafi daerah penelitian tersusun atas empat kelompok
besar yaitu formasi Waripi, Kkeh, Ekmai dan Sirga. Formasi ini terbentuk pada
masa Mezoik hingga masa Tersier. Pada masa Mezoik batuan terdiri dari batuan
siliklastik sedangkan pada masa tersier batuan didominasi dengan jenis batuan
karbonat.

Gambar 2.1 Kolom Stratigrafi ( UG Geology PTFI, 2016)

6
Pada masa tersier terbentuk kelompok formasi New Guinea yang terdiri
atas formasi waripi, faunami, sirga, kkeh dan kais. Formasi waripi merupakan
bagian formasi terpenting, dimana pada formasi ini merupakan rangkaian
penyusun dari deposit mineral Kucing Liar, Big Gossan dan beberapa skarn
deposit. Kelompok formasi ini terdiri atas batulanau, batupasir, dan gamping yang
berusia 36-53 juta tahun sebagai batuan utama bijih skarn. Daerah ini kemudian
terintrusi oleh batuan beku dengan komposisi monozonite hingga diorite. Intrusi
ini menyebabkan batugamping dolomit menjadi hancur dan menyediakan sumber
panas dan larutan kaya metal bagi batuan sekitarnya ( dokumentasi : Dept.
Geologi PT. Freeport Indonesia).
Pada masa mezoik terbentuk kelompok formasi batuan kembelengan yang
terdiri dari formasi kopai, woniwogi, piniya, dan ekmai. Pada formasi kopai
didominasi oleh litilogi batupasir, konglomerat, limestone, dan mudstone. Pada
formasi piniya, terdiri atas mudstone hingga silistone dengan karakteristik warna
gelap.

4. .

Gambar 2.2 Peta Geologi Area Kerja PTFI ( Dokumentasi PT. Freeport
Indonesia)

7
Formasi Kkeh, Eknai hornfels dan Sirga sandstone merupakan formasi
dengan ketebalan 3 atau 6 meter hingga 20 meter sebagai marker beds. Ekmai
hornfels merupakan satuan teratas dari formasi batuan ekmai dan terkenal sebagai
batas craterous-teritary. Stratigrafi dan deskripsi jenis batuan dapat dilihat pada
gambar 2.5.
Deposit pada area penelitian hadir oleh dua intrusi besar yaitu kompleks
batuan beku Grasberg dan intrusi diorit Erstberg. Struktur pembentuk daerah ini
cukup kompleks dengan berbagai struktur baik minor maupun mayor. Sesar yang
utama berarah Timur laut-Barat daya seperti patahan Grasberg dan patahan
Carstenzs.

2.5 Cadangan Bijih


Cadangan tembaga dan emas pada area penambangan terbuka grasberg
pada tanggal 31 Desember 2008 adalah 384 juta metrik ton dengan kadar rata-rata
Cu 0.97%, Au 1.17 gram/ton, dan Ag 2.55 gram/ton. Jumlah total cadangan bijih
yang dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia adalah sebesar 2644 juta metrik ton
dengan rata-rata kadar tembaga 1.01 %, emas 0.89 gram/ton, dan perak 4.26
gram/ton. Kadar dan jumlah keseluruhan cadangan bijih yang saat ini dimiliki
oleh PT. Freeport Indonesia menurut data dari Geologi Engineering dapat dilihat
pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kadar dan Cadangan Bijih PT. Freeport Indonesia pada 31/12/08
(UG Geology, 2008)

8
2.6 Metode Penambangan
Sistem penambangan pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tambang
terbuka dan tambang bawah tanah. Klasifikasi metode penambangan dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Klasifikasi Metode Penambangan ( Hartman, 1987)


KLASIFIKASI KELAS SUBKELAS METODE KOMODITAS

Open Pit Mine Metal, Nonmetal

Quarry Nonmetal
Mekanis
Open Cast Mine Coal, Nonmetal
(Mechanical) -
Auger Mine Coal
Tambang Terbuka
Hydraulicking Metal, Nonmetal
(Surface Mine)
Placer Dredging Metal, Nonmetal

Borehole Mine Nonmetal


Aqueous Solution
Leaching metal

Room&Pillar Mine Coal, Nonmetal

Lombong&Pillar Metal, Nonmetal

Sublevel Stoping Metal, Nonmetal


Unsupported - Vertical Crater
Metal, Nonmetal
Retreat(VCR)
Cut and Fill Metal
Shrinkage Stoping Metal, Nonmetal
Square Set Stoping Metal
Tambang Bawah Stull Stoping Metal
Supported -
Tanah Top Slice Metal, Nonmetal

( Underground Mine) Sublevel Caving Metal


Block Caving Metal
Caving -
Longwall Mining Coal

Saat ini PT. Freeport Indonesia menerapkan dua teknik penambangan yaitu
tambang terbuka dengan metode Open Pit di Grasberg dan tambang bawah tanah
dengan metode Block Caving pada daerah penambangan DOZ, Grasberg Block
Cave, dan Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Sublevel Open Stope dengan Paste
Backfill pada daerah penambangan Big Gossan.

9
2.7 Tambang Terbuka Grasberg
Tubuh bijih Grasberg ditambang dengan menggunakan cara penambangan
terbuka, yang cocok untuk Grasberg karena keberadaannya yang dekat dengan
permukaan. Dengan penambangan terbuka, maka dimungkinkan pengerahan
peralatan berat untuk pekerjaan tanah yang sangat besar, yang mampu mencapai
tingkat penambangan yang tinggi pada biaya satuan yang paling rendah. Pada
tambang terbuka Grasberg digunakan peralatan shovel dan truk besar untuk
menambang bahan. Bahan tersebut termasuk klasifikasi bijih atau limbah,
tergantung dari nilai ekonomis bahan tersebut. Alat shovel menggali bahan pada
daerah-daerah berbeda di dalam tambang terbuka, dan memuat bahan ke atas truk
angkut untuk dibawa keluar tambang terbuka.
Bijih ditempatkan ke dalam alat penghancur bijih dan diangkut ke pabrik
pengolahan (mill) untuk diproses. Batuan limbah (overburden) dibuang dengan
truk ke daerah-daerah penempatan yang telah ditentukan, atau ke dalam alat
penghancur OHS pada jalan HEAT untuk ditempatkan di Wanagon Bawah di
samping alat penimbun (stacker).

Gambar 2.3. Gambar Shovel dan Haul Truck ( Dokumentasi PTFI )

10
Gambar 2.4. Area tambang terbuka Grasberg ( Dokumentasi PTFI )

Sarana-sarana utama yang ada pada lokasi tambang terbuka termasuk


bengkel-bengkel perawatan, tambang batu gamping dan pabrik pemrosesan, serta
fungsi pendukung lainnya dan perkantoran. Lazimnya, bahan-bahan dan
perlengkapan dibawa ke lokasi tambang terbuka dengan menggunakan tram. Alat
berat diangkut dengan menggunakan wheeled lowboy melalui Jalan HEAT, yang
merupakan infrastruktur vital untuk pengangkutan jenis peralatan yang diperlukan
di tambang terbuka Grasberg yang sangat besar.

11
2.8 Metode Block Caving
Block caving merupakan cara dengan biaya rendah untuk melakukan
penambangan bawah tanah, di mana blok-blok besar bijih bawah tanah dipotong
dari bawah sehingga bijih runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh,
bijih yang dihasilkan "ditarik" dari drawpoint (titik tarik) dan diangkut menuju
alat penghancur. Pada block cave DMLZ, alat LHD (loader) meletakkan lumpur
ke dalam ore pass yang menuju saluran pelongsor. Selanjutnya saluran tersebut
memuat truk-truk angkut AD-55 pada tingkat angkutan untuk mengangkut bijih ke
alat penghancur. Dari sana, bijih yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik
pemrosesan (mill) melalui ban berjalan (conveyor).

Gambar 2.5. Instalasi sensor microseismic pada area Block-cave DMLZ


( UG Monitoring PTFI, 2017 )

Konsep penambangan dengan metode block caving ini adalah meruntuhkan


tubuh bijih (ore body) di atas undercut level secara massal. Bijih-bijih hasil
ambrukan (broken ore) dari undercut level akan ditarik kebawah melalui
drawbell yang berada pada extraction level. Broken ore yang berada di
drawbell diangkut melalui drawpoint menggunakan Load Haul Dump (LHD).

12
Produksi pada tambang block caving terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Pemboran pada daerah undercut
2. Peledakan pada daerah undercut
3. Pemuatan dari drawbell atau orepass
4. Pengangkutan

Gambar 2.6 Penampang Block Caving ( Hamrin,2001 )

Pada sistem penambangan block caving, undercut mempunyai peranan


yang penting. Perencanaan yang buruk, desain, dan implementasi di undercut bisa
membahayakan kesuksesan dari runtuhan, produksi dan biaya dari operasi.
Terdapat beberapa strategi penerapan undercut pada metode penambangan
bawah tanah diantaranya :
1. Post Undercutting
Post undercutting biasa juga disebut dengan conventional undercutting.
Pada strategi ini, pemboran dan peledakan di undercut dilakukan setelah
development dari level ekstraksi telah selesai. Drawbell dipersiapkan tepat di
depan dari face undercut dan siap untuk menerima bijih yang diledakkan dari
level ekstraksi (Gambar 2.8).
2. Pre Undercutting
Pada pendekatan ini, produksi undercut di depan development dari level
ekstraksi. Pre undercutting bisa dideskripsikan bahwa undercut sudah selesai
sebelum development di level ekstraksi dilakukan (Gambar 2.7)
3. Advanced Undercutting

13
Strategi undercut yang digunakan di tambang DMLZ adalah advanced
undercutting. Di pendekatan ini, pemboran dan peledakan di undercut dilakukan
dengan level ekstraksi dikembangkan sebagian dari undercut. Development dari
level ekstraksi selesai dilakukan setelah undercut melewati drawbell, biasanya
menggunakan pendekatan 45 degree rule. Dengan begitu, development akan
selesai di zona de-stressed dan akan mengurangi stress di level ekstraksi
serta mengurangi penggunaan penyangga permukaan dan kerusakan (Gambar
2.8).

Gambar 2.7 Komparasi Antara Sekuen Post dan Pre Undercutting (UG
Geotech PTFI, 2003)

Saat undercut telah berkembang dan diperluas, nilai abutment stress akan
meningkat pada sekeliling caveline akibat bukaan pada undercut. Peningkatan
abutment stress dipengaruhi beberapa faktor diantaranya :
1. Bentuk geometri undercut
2. Orientasi undercut face ke arah tegangan utama
3. Strategi

14
Gambar 2.8 Sekuen Advanced Undercut Tambang DMLZ ( UG Geotech PTFI, 2007 )
Antisipasi perubahan dan peningkatan tegangan telah didukung dengan
pemasangan ground support pada level undercut dan ekstraksi. Produksi akan
dimulai melalui panel 20 dan undercut face akan bergerak ke arah timur. Bentuk
o
dari pengembangan bukaan dilakukan secara diagonal dengan orientasi 45
seperti ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.9 Bentuk Blok Produksi Secara Umum ( UG Geotech PTFI, 2007 )

Caving adalah proses yang dinamis dimana terjadi perubahan dari waktu
ke waktu; dari awal pembangunan level undercut dan ekstraksi, produksi awal
caving berkelanjutan hingga akhirnya untuk mature caving. Pedoman yang
berbeda dan aturan berlaku untuk berbagai tahap perkembangan bukaan.

2.9 Common Infrastructure


Sebagai bagian dari rencana pengembangan jangka panjang, diprakarsai
pekerjaan sehubungan dengan jalan masuk yang diperlukan untuk menuju ke
badan bijih bawah tanah Grasberg dan Kucing Liar. Tambang bawah tanah

15
tersebut seharusnya mempunyai profil operasional yang menarik dibanding
tambang lain di dunia.
Pengembangan dari badan bijih tersebut akan membuka peluang untuk
merealisasikan nilai yang signifikan setelah usia tambang terbuka Grasberg
berakhir, sehingga memungkinkan secara operasional untuk mensinergikan sarana
dan infrastruktur mill yang ada serta menyediakan penambahan arus kas dalam
jangka panjang.

Gambar 2.10. Underground Mining PTFI (UG Geotech PTFI, 2007)

2.10 Arus Bijih dan Sistem Penanggulangan Overburden


Arus bijih (oreflow) dan OHS (Overburden Handling System / Sistem
Penanganan Overburden) adalah segala sesuatu tentang pemindahan bahan.
Sistem arus bijih terdiri dari alat penghancur, ban berjalan (conveyor), dan ore
pass untuk mengirim bijih dari tambang ke pabrik pengolahan (mill). OHS terdiri
dari alat penghancur, conveyor, dan alat penimbun (stacker) untuk menempatkan

16
overburden dari tambang terbuka Grasberg ke daerah-daerah penempatan di
Lower Wanagon.

Gambar 2.11. Sistem Arus Bijih (Dokumentasi PTFI,2007)

2.11 Tambang Bawah Tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ)


Tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) merupakan salah
satu tambang bawah tanah yang yang dimiliki PT.Freeport Indonesia yang mulai
beoperasi tahun 2015 hingga diperkirakan akan selesai tahun 2041 dengan total
cadangan mencapai 526 juta ton. DMLZ merupakan skarn deposit yaitu pada
bagian bawah dari EESS (East Erstberg Skarn System) yang memiliki target
produksi 4.5000 ton per hari dan akan mencapai produksi 80.000 ton per hari pada
2021 (PT. Freeport Indonesia, 2014)

17
.

Gambar 2.12. Lokasi Tambang Bawah Tanah DMLZ (UG.Geotech, 2007)

Tambang DMLZ terletak 500 meter dibawah tambang DOZ (Deep Ore
Zone) dengan bentuk cadangan satu blok besar sehingga proses penambangan
dilakukan dengan system block caving. Pembukaan tambang bawah tanah DMLZ
dengan metode block caving secara umum dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Pre-production planning
2. Development
3. Construction
4. Mucking and conveying
5. Drawpoint Reactivation

18
2.12 Jenis Batuan dan Mineralisasi Daerah DMLZ
Tambang bawah tanah DMLZ terdiri dari batuan beku dalam yang
biasanya disebut plutonik. Batuan plutonik yang menyusun endapan di daerah
DMLZ adalah batuan diorite. Tambang bawah tanah DMLZ juga terdiri dari
batuan sedimen, antara lain terdiri dari Formasi Kais, Formasi Sirga, Formasi
Faumi, dan Formasi Warimpi. Tambang bawah tanah DMLZ juga disusun oleh
batuan alterasi yang merupakan satuan batuan yang berubah mineral
komposisinya akibat adanya kontak antara batuan beku dan sedimen. Beberapa
alterasi antara lain skarn, hornfel, high alteration lowgrade ore.
Jenis dari alterasi pada formasi (Tw) ialah exoskarn sedang hingga kuat
dimana kemungkinan terjadi alterasi hidrotermal dolomite. Exoskarn sendiri
didominasi oleh fosterite, garner dengan local magnitite. Exoskarn termineralisasi
dengan mineral tembaga. Formasi Waripi merupakan skarn utama pada area
Ertsberg. Selain alterasi pada Formasi Waripi, altrasi juga ditemukan pada formasi
ekmai shale (kkeh). Altrasi pada formasi ini terdiri atas biotite-feldspar-epidote-
diopside-quartz hornfels. Warna dari varies hornfels ialah coklat tua keabuan dan
hijau tua. Hornfels ini berada disekitar intrusi kompleks Ertsberg dan Grasberg.
Sedangkan alterasi pada formasi ekmai limestone terdiri atas dominasi pyrite
dengan kandungan FeOx, umumnya di daerah rekahan berasosiasi dengan
chalcopyrite.
Mineralisasi di tambang bawah tanah DMLZ terbentuk sekitar 2,5-3,5 juta
tahun yang lalu akibat asosiasi intrusi dari batuan beku. Endapan bijih di tambang
bawah tanah DMLZ terdiri dari bornit (Cu4FeS) sebagai mineral tembaga yang
dominan sebagian kecil mineral kalkopirit (CuFeS25) dan kalkosit (CuS). Evaluasi
petrografi menunjukkan bahwa emas utama terdapat bersamaan dengan mineral
diorit. Beberapa persen emas berasosiasi dengan mineral silikat sebagai mineral
bebas. Kadar emas tertinggi terdapat di daerah bagian barat bagian barat pada
batuan fosterit skarn dan pada batuan diorit (Dept. Geologi PT.Freeport Indonesia,
2003).

2.13 Penggunaan Mekanisme Fokal


Mekanisme fokal adalah hasil analisis bentuk gelombang yang dihasilkan
oleh gempa bumi dan terekam oleh sejumlah seismograf. Biasanya dibutuhkan

19
setidaknya 10 catatan perekaman untuk menghasilkan mekanisme fokal yang
masuk akal, dan hanya jika stasiun seismograf berlokasi secara geografis di
sekitar epicenter. Mekanisme fokal memberikan karakterisasi lengkap dari suatu
event gempa bumi termasuk waktu asal, lokasi episenter, kedalaman fokus,
seismik momen (ukuran langsung energi yang dipancarkan oleh gempa bumi), dan
orientasi arah perambatan gelombang. Sehingga dari perhitungan mekanisme
fokal dapat diketahui kemungkinan struktur yang aktif pada suatu area penelitian.
Mekanisme fokal sudah banyak digunakan dalam berbagai macam
penelitian kebumian di seluruh dunia baik dalam bidang eksplorasi migas,
geoteknik tambang bawah tanah, penentuan daerah rawan kerusakan gempa bumi
maupun penentuan jenis sesar.

2.14 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pedoman penulisan skripsi
ini berjudul “Focal Mechanism of Mining Induced Seismic Events: Reliability of
the Solutions” yang dikarang oleh Ryszard Dubiel dan Agnieszka Gorka. Dalam
journalnya dikemukakan bahwa mekanisme fokus pada aktifitas tambang bawah
tanah sebagian besar terkait dengan proses geser dan komponen moment tensor
dengan tipe double couple (DC). Namun, ada banyak publikasi yang menyebutkan
bahwa terdapat kemungkinan untuk munculnya mekanisme fokal dengan jenis
yang lainnya (Feignier dan Young 1992, Stickey dan Sprenke 1993). Mereka
berhubungan dengan perkembangan caving, ledakan pilar atau luncuran sesar
(Haseqawa et al 1989) dan umumnya pada event seismik yang disebabkan oleh
aktifitas tersebut memiliki nilai persentase komponen isotropic (I) atau
compensated linear vector dipole (CLVD) yang tinggi.
Tingginya nilai persentase komponen non-double couple dapat pula
disebabkan oleh buruknya distribusi jaringan sensor seismik. Jika seismometer
tidak didistribusikan di sekitar sumber fokal (cakupan fokal area yang buruk), ada
kemungkinan untuk tidak terbacanya komponen gaya yang bekerja pada sumber
event (Dubiel 1996). Selanjutnya, penempatan sumber event seismik yang tidak
akurat dapat mempengaruhi kualitas perkiraan mekanisme fokus terutama
menyangkut koordinat vertikal Z dari sumber seismik (Dubiel 2003).

20
Aktifitas seismisitas yang diamati berada di lapangan Upper Silesian Coal
Basin (USCB) dimana jumlah event seismik dengan jenis mekanisme fokus non-
double couple melebihi 30% (Sagan dan Dubiel 1996). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui reliabilitas mekanisme fokal dan untuk memperkirakan
hubungan antara nilai koordinat vertikal Z dan persentase komponen DC momen
tensor seismik.
Mekanisme fokus dari semua event seismik yang terekam dilakukan
perhitungan dengan menggunakan metode inversi seismik momen tensor. Inversi
dilakukan pada gelombang P yang pertama terekam oleh sensor seismik, dalam
domain waktu, sesuai dengan norma L1 dan L2 linier.

Gambar 2.13. Distribusi Spasial Dari 38 Event Seismik Yang Terekam


(Dubiel, 2006)

Parameter yang harus dihilangkan untuk mendapatkan solusi mekanisme


fokus yang paling baik adalah berikut :
1. Event dengan kualitas perekaman data yang rendah,
2. Kejadian yang berbeda dalam solusi mekanisme fokus sesuai dengan
norma L1 dan L2,
3. Kejadian yang sumbernya terlokalisasi di luar wilayah jaringan
seismik.
Konsekuensi dari penggunaan parameter tersebut adalah penghilangan
terhadap 130 event seismik dengan kualifikasi yang buruk. 26 dari 38 event gempa
yang digunakan, didominasi oleh jenis komponen double couple. Porsi rata-rata

21
komponen DC dalam event tersebut adalah 55%. Distribusi spasial dari 38
peristiwa seismik yang dipelajari sehubungan dengan jaringan seismik disajikan
pada Gambar 2.13.
Orientasi spasial bidang nodal untuk mekanisme fokus optimal adalah
disajikan pada Gambar 2. Orientasi berhubungan erat dengan orientasi fraktur N-
S, NE-SW dan NWSE yang sebelumnya diamati dan diukur dalam massa batuan.
21 event seismik yang dihitung dalam penelitian relevan dengan sesar normal, 15
event berjenis sesar naik dan 2 event berjenis sesar geser (Gambar 2.14).

Gambar 2.14. Hubungan Mekanisme Fokus Dengan Kondisi Geologi


(Dubiel, 2006)

Berdasarkan pada perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat


disimpulkan bahwa :
1. Aktivitas seismik dengan komponen non-double couple tidak terlalu
banyak terjadi di tambang USCB.
2. Tingginya persentase komponen non-double couple dapat disebabkan
oleh ketidak akuratan lokasi komponen koordinat Z.
3. Kejadian seismik yang terkait dengan sesar normal, naik dan geser,
memiliki lokasi yang berdekatan satu dengan yang lainya.

22
4. Orientasi spasial bidang nodal berhubungan erat dengan orientasi
spasial kekar dalam massa batuan.

BAB III
DASAR TEORI

3.1. Mekanisme Terjadinya Event Seismik


Gelombang seismik adalah sebuah energi yang merambat pada medium
elastik. Sumber dari gelombang seismik dapat bermacam-macam tergantung dari
lokasi nya. Salah satu sumber gelombang seismik adalah yang disebabkan dari
deformasi batuan yang dijelasskan dalam elastic rebound theory dimana batuan
mengalami deformasi akibat stress yang melebihi daya elastisitas batuan tersebut
sehingga tidak dapat mempertahankan keadaan semula dan terjadilah failure.

Gambar 3.1 Elastic Rebound Theory (Reid, 1910)

Pada keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum terjadi perubahan


bentuk geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang terus-menerus, maka
akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi dan mampu merubah
bentuk geologi dari lapisan batuan.
Keadaan II menunjukan suatu lapisan batuan telah mendapat dan
mengandung stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah
A mendapat stress ke atas, sedang daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini
berjalan terus sampai stress yang terjadi ( dikandung ) di daerah ini cukup besar

23
untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama
kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,
maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga
terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut gempabumi.
Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah, karena
adanya pergerakan yang tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan
sesar ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi dan
sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian
seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama “Elastic Rebound Theory”
(Rahmania, dkk, 2010).
Deformasi batuan terjadi ketika stress dari luar yang bekerja pada batuan
melebihi daya elastisitas atau kemampuan batuan untuk kembali ke keadaan
semula setelah menerima gaya sehingga terjadilah failure. Tegangan atau stress
disini dapat dimaksudkan sebagai intensitas gaya persatuan luas dan dapat
dirumuskan sebagai berikut:

�: (3.1)

� : Tegangan (N/m2 atau Pa)

F : Banyaknya Gaya (N)

A : Luas Penampang (m2)

Batuan yang mengalami deformasi pada umumnya akan menghasilkan


struktur berupa sesar. Secara garis besar jenis sesar dapat dibedakan atas tiga
bentuk gerakan dasar sesar, yaitu : sesar mendatar, turun, dan naik. Gerakan
sejajar strike sesar, disebut sesar mendatar atau strike slip fault. Stress yang
terbesar adalah stress horisontal dan stress vertikal sangat kecil. Ketika hanging
wall block berada relatif dibawah dari foot wall block, disebut sebagai sesar
turun / sesar normal atau gravity fault. Ketika hanging wall block memiliki lokasi
relatif berada diatas foot wall block maka disebut sebagai sesar naik atau reverse
fault ( Davis, 1996 )

24
3.2. Gelombang Seismik
Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi
disebabkan adanya deformasi struktur, tekanan ataupun tarikan karena sifat
keelastisan kerak bumi. Gelombang ini membawa energi kemudian menjalarkan
ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf
(Siswowidjoyo, 1996). Gelombang seismik dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan letak perambatan gelombangnya yaitu gelombang permukaan dan
gelombang badan.

3.2.1. Gelombang Permukaan


Gelombang permukaan merupakan salah satu jenis gelombang seismik
yang merambat dipermukaan bumi. Macam dari gelombang permukaan adalah
gelombang rayleigh, dan love. Gelombang permukaan mempunyai kecepatan
penjalaran gelombang yang lebih lambat daripada gelombang badan selain itu,
gelombang permukaan juga mempunyai nilai frekuensi yang lebih kecil
dibandingkan dengan gelombang badan.

Gambar 3.2 Perambatan Gelombang Rayleigh ( Hidayati,2010 )

Gelombang Rayleigh pertama kali digagas oleh Lord Rayleigh pada tahun
1885 dimana gelombang ini merupakan gelombang permukaan yang dihasilkan
dari penggabungan gelombang badan primer dan gelombang badan sekunder pada
polarisasi vertikal (SV) didekat permukaan bumi. Nilai kecepatan dari penjalaran
gelombang ini tergantung pada konstanta elastik dekat permukaan dan bernilai
kurang dari kecepatan gelombang sekunder (Telford.,1990).

25
Gambar 3.3 Perambatan Gelombang Love ( Hidayati,2010 )

Gelombang Love pertama kali digagas oleh A.E.H Love, seorang ahli
matematika dari Inggris pada tahun 1911. Gelombang Love merambat pada
permukaan batuan dengan gerakan partikel seperti gelombang SH. Gelombang
Love adalah gelombang permukaan yang menyebabkan tanah mengalami
pergeseran kearah horizontal.

3.2.2 Gelombang Badan


Gelombang badan merupakan gelombang seismik yang menjalar didalam
interior bumi. Berdasarkan arah perambatannya, maka geombang badan dibagi
menjadi gelombang primer dan sekunder.

Gambar 3.4 Perambatan Gelombang P ( Hidayati, 2010 )

26
Gelombang Primer merupakan gelombang yang arah partikelnya sejajar
dengan arah rambatannya. Gelombang ini biasa disebut dengan gelombang
longitudinal. Gelombang primer memiliki kecepatan yang paling besar
dibandingkan gelombang lainnya dan dapat menembus di semua medium.

Gambar 3.5 Perambatan Gelombang S ( Hidayati, 2010 )

Gelombang sekunder adalah gelombang yang arah pergerakan


partikelnyategak lurus terhadap arah penjalaran gelombangnya. Gelombang ini
disebut dengan gelombang transversal. Gelombang sekunder tidak dapat
menembus medium berupa fluida.

3.3. Parameter Gempabumi


Parameter gempabumi menurut (Boen, 2000) dan (Sudibyakto, 2000)
adalah informasi yang terkait kejadian gempabumi yang terekam pada
seismogram. Parameter gempabumi umumnya meliputi tanggal dan waktu
kejadian, koordinat episenter, kedalaman hiposenter dan magnitude.
Tanggal dan waktu kejadian suatu gempabumi disebut pula dengan origin
time dimana didapatkan dari membagi panjang jarak antara stasiun perekem
gelombang dengan kecepatan rambat gelombang sehingga akan di dapatkan
waktu yang diperlukan gelombang untuk dapat sampai ke stasiun perekaman.
Dalam menentukan origin time dari suatu event gempabumi sangat perlu untuk
menyamakan waktu antara satu stasiun perekaman dengan perekaman yang lain
supaya didapatkan satu nilai origin time dan tidak saling berbeda antara satu dan
yang lainya.
Episenter merupakan titik pusat gempa yang berada di atas permukaan
bumi. Sehingga dengan kata lain, lokasi gempa yang sesungguhnya tepat berada
di bawah episenter. Sehingga dalam penulisan episenter hanya mengandung dua
komponen arah yaitu komponen X dan Y saja tanpa adanya unsur kedalaman.

27
Hiposenter merupakan titik pusat terjadinya gempa dimana dalam
penulisan mengandung tiga komponen arah yaitu komponen X, Y, dan Z dimana
nilai Z merupaka komponen kedalaman. Sehingga dapat dikatakan bahwa
hiposenter tepat berada dibawah episenter dengan kedalaman tertentu.

Gambar 3.6 Ilustrasi Episenter Dan Hiposenter (USGS, 2017)

Magnitudo merupakan besaran energi gempa yang menentukan kuat


lemahnya suatu gempa bumi. Penentuan nilai magnitudo didasarkan pada nilai
amplitudo maksimal dari perekaman suatu event gempa bumi. Semakin besar nilai
amplitudo dari gempa bumi yang terekam maka nilai magnitudo nya juga akan
semakain besar. Secara umum, satuan yang digunakan dalam penentuan
magnitudo adalah dalam skala richter..

3.4. Jaringam Stasiun Microseismic


Jaringan stasiun microseismic yang bersifat lokal sangat diperlukan guna
menentukan lokasi-lokasi gempa di area penelitian, sehingga anggapan bahwa
kecepatan penjalaran gelombang adalah konstan mendekati dari kenyataan. Selain
memiliki stasiun dalam lingkup lokal atau cukup berdekatan, akuisisi data juga
harus menggunakan sensor yang bersensitivitas tinggi.
Jaringan stasiun dipasang akan merekam keseluruhan aktivitas seismik di
area penelitian. Parameter utama yang dicatat dalam perekaman ini adalah
parameter gempa mikro di area tambang bawah tanah. Gempa mikro di area
tambang bawah tanah dicirikan dengan nilai magnitudo gempa yang sangat kecil

28
dimana nilainya tidak lebih dari 3 dengan rentang frekuensi gelombang antara
0,01 Hz hingga 100 Hz (Lyubushin, 2008). Data yang terekam pada setiap stasiun
yang terpasang akan dikirim melalui jaringan pusat yang kemudian akan
mengumppulkan seluruh data dari setiap stasiun dan kemudian akan mengirimkan
kumpulan data tersebut kepada stasiun pengamat. Pada aplikasi penerapan sistem
jaringan stasiun gempa mikro umumnya tersusun atas beberapa stasiun yang dapat
melingkupi beberapa luasan area tertentu.
Data yang diperoleh dari sistem jaringan ini berjumlah besar karena
jumlah stasiun perekaman yang cukup banyak serta banyaknya kejadian gempa
mikro yang terjadi pada luasan tertentu. Sistem Jaringan ini memudahkan untuk
melakukan proses pemantauan dimana setiap kejadian seismik yang terekam
secara langsung dapat ditransmisikan pada stasiun pengamat sehingga langsung
dapat diketahui pada waktu tertentu terjadi berapa banyak aktivitas gempa mikro
dengan magnitudo tertentu di suatu lokasi.

3.5. Penentuan Hiposenter Gempa


Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam penentuan lokasi
hiposenter ataupun episenter gempa. Berikut merupakan beberapa metode
penentuan hiposenter gempa yang umum digunakan :
1. Metode Lingkaran Tiga Stasiun
2. Metode Hiperbola
3. Metode Geiger

3.5.1 Metode Lingkaran Tiga Stasiun


Metode lingkaran tiga stasiun adalah metode awal yang digunakan oleh
para ahli untuk menentukan lokasi episenter gempa. Dalam metode ini, bumi
dianggap sebagai media homogen. Dimana kita mencari titik perpotongan
lingkaran-lingkaran yang dibuat dengan pusatnya ditiap-tiap stasiun dengan
menggunakan data interval waktu tiba gelombang P dan gelombang S sebagai
jari-jari lingkaran.
Buat lingkaran dengan pusat di masing-masing posisi stasiun dengan jari-
jari D. Pada daerah yang dibatasi oleh perpotongan ketiga lingkaran, tarik ketiga
garis dari titik-titik perpotongannya sehingga diperoleh suatu segitiga.

29
Perpotongan garis berat ketiga sisi segitiga tersebut adalah episenter gempa yang
dimaksudkan. Jarak episentral terhadap masing-masing stasiun pengamatan dapat
diukur langsung seperti kasus dua stasiun.

Gambar 3.7 Penentuan Episenter Dengan Metode Lingkaran (Rasmid, 2014)

3.5.2 Metode Hiperbola


Metoda ini memperbaiki metoda lingkaran dimana ruang hiposenter
merupakan irisan tiga bola yang berpusat pada stasiun. Posisi episenter
merupakan proyeksi posisi hiposenter ke permukaan. Karena metoda bola
merupakan pengembangan dari metoda lingkaran, maka diperlukan pula data
waktu tiba gelombang P dan gelombang S untuk menentukan besarnya jari-jari
bola sebagai jarak hiposenter. Jarak hiposenter dapat dicari dengan menggunakan
hubungan :
r = Vp . tp =Vs . ts
(3.2)
dimana Vp dan Vs adalah kecepatan gelombang P dan S, tp dan ts adalah
waktu tiba gelombang P dan S si stasiun pengamat. Apabila posisi-posisi stasiun
pengamat adalah:

30
Gambar 3.8 Jaringan Seismograf Tiga Stasiun (Rasmid, 2014)

( X1, Y1, Z1), ( X2, Y2, Z2), ( X3, Y3, Z3) dan jari-jari bola adalah r1, r2,
dan r3 maka berlaku tiga persamaan bola berikut, dengan titik acuan berada di
stasiun pengamatan S1 :
S1 : (X-X1)2 + (Y-Y1)2 +(Z-Z1)2 = r12 (3.3)
S2 : (X-X2)2 + (Y-Y2)2 +(Z-Z2)2 = r22 (3.4)
S3 : (X-X3)2 + (Y-Y3)2 +(Z-Z3)2 = r32 (3.5)
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dicari harga X,Y dan Z tertentu uang
memenuhi ketiga persamaan tersebut. Titik (X,Y,Z) itulah yang dapat ditafsirkan
sebagai hiposenter dari titik (X,Y) merupakan posisi/koordinat di permukaan
(episenter).

3.5.3 Metode Geiger


Metode geiger merupakan salah satu metode perhitungan hiposenter
dengan menggunakan waktu tiba gelombang P dan gelombang S dimana dalam
metode ini mengasumsikan bahwa lapisan bumi merupakan lapisan homogen
isotrop. Perhitungan lokasi sumber gempa menggunakan metode Least Square
Method dilakukan dengan mengilustrasikan sumber gempa dalam system
koordinat (X0,Y0,Z0) pada waktu awal (T0). Namun dalam penentuan waktu
awal (T0) dan posisi sumber gempa (X0,Y0,Z0) yang tepat perlu digunakan
asumsi bahwa penyelesaian menggunakan metode ini hanya dapat dilakukan
pada gempa local, karena pada jarak yang cukup jauh bentuk spherical bumi akan
menjadi faktor yang
sangat mempengaruhi dari penjalaran gelombang seismik. Selain itu digunakan
pendekatan velocity model dimana bumi bersifat homogen sehingga kecepatan
perambatan gelombang dianggap konstan.
Parameter yang diperlukan dalam penentuan posisi sumber gempa ialah
waktu datang baik waktu datang sebagai hasil dari pengamatan dan waktu datang

31
hasil perhitungan. Waktu datang terkalkulasi pada stasiun s dapat dituliskan
sebagai:
𝑇�𝑐𝑎𝑙 : ts (𝑥�, 𝑦�, 𝑧�, 𝑥0, 𝑦0, 𝑧0) + 𝜏 = 𝑡� + 𝜏 (3.9)
dengan ts adalah waktu tempuh pada lokasi stasiun yang sudah diketahui
koordinatnya (𝑥�, 𝑦�, 𝑧�) dan lokasi hiposenter (𝑥0, 𝑦0, 𝑧0). Persamaan ini
memiliki 4 variabel yaitu x,y,z sebagai fungsi posisi dan waktu (t), sehingga
dibutuhkan paling sedikit 4 pengamatan waktu datang dari setidaknya 4 buah
stasiun perekaman. Berdasarkan nilai waktu datang hasil pengamatan (𝑇�𝑜𝑏�)dan
waktu datang hasil perhitungan (𝑇�𝑐𝑎𝑙) memiliki nilai selisih yang kemudian kita
sebut sebagai residual dan dapat dirumuskan sebagai :
�� : 𝑇�𝑜𝑏� - 𝑇�𝑐𝑎𝑙 (3.10)
Persamaan penyelesaian lokasi gempa merupakan persamaan non-linear
dimana tidak ada hubungan linear antara watu datang teramati (𝑇�𝑜𝑏�) dengan
koordinat spasial dan temporal dari sumber. Hubungan non-linear ini muncul
akibat penentuan jarak dan azimuth sumber dari setiap pengamatan, serta dari
model prediksi waktu kedatangan sebagai fungsi jarak dan kedalaman. Dalam
penentuan lokasi sumber, maka persamaan non-linear tersebut perlu didekati
dengan persamaan linear dan dilakukan dengan proses iteratif dimana dilakukan
initial trial solution. Setiap iterasi, maka diperhitungkan untuk koreksi vector
(Dx,Dy,Dy,Dt) berdasarkan metode least square yang diperoleh dari perhitungan
sebelumnya ke penyelesaian yan baru hingga mendapatkan nilai dengan kriteria
yang dimiliki. Penyelesaian tersebut menggunakan penyelesaian jarak-waktu
gelombang :
[(𝑥� - 𝑥)2+ (𝑦� - 𝑦)2+ (𝑧� - 𝑧)2] 1/2:= �(𝑡� - 𝑡) (3.11)

3.6. Teori Tentang Sesar


Sesar atau patahan terjadi karena tekanan yang sangat kuat, terlebih bila
berlangsung sangat cepat. Batuan tidak hanya retak akan tetapi akan terjadi
pergeseran posisi. Bidang patahan merupakan bidang miring. Jenis- jenis sesar
yaitu :
1. Sesar mendatar (strike-slip fault) yakni arah gerak blok sesar
horizontal.
Sesar ini terbagi dua yaitu :

32
a. Right lateral yaitu gerak sesar mendatar yang searah dengan jarum
jam.
b. Left lateral yaitu gerak sesar mendatar yang berlawanan dengan arah
jarum jam.

Gambar 3.9 Jenis-Jenis Patahan Yang Sering Dijumpai ( Davis,1996 )

2. Sesar tidak mendatar yakni arah gerak sesar atau vertikal atau
miring, sesar ini ada tiga macam seperti diperlihatkan pada gambar
3.10 yaitu :
a. Sesar turun (normal fault) yaitu sesar yang turun lebih rendah dari
pada blok dasar.
b. Sesar naik (reverse fault) yaitu bloknya naik relatif terhadap blok
dasar.
c. Sesar miring (oblique fault) yaitu blok vertikal yang diiringi
dengan gerakan horizontal.
Secara umum solusi mekanisme fokus yang dinyatakan dalam
proyeksi stereogrfik dapat digambarkan dengan tiga macam sesar yaitu, sesar
mendatar, sesar normal, dan sesar naik seperti dapat dilihat pada gambar 3.10
berikut :

33
/

Gambar 3.10 Jenis Beachball Yang Sering Dijumpai ( Yuji, 2004 )

Gambar 3.11 menjelaskan Setiap patahan yang terjadi pasti akan


menghasilkan parameter-parameter bidang patahan yang dapat
menentukan jenis sesar berdasarkan parameter strike, dip, dan rake sebagai
berikut :

1. Sesar geser, jika δ = 90° dan λ = 0° (geser kiri)atau λ = 180° (geser


kanan).
2. Sesar turun, jika δ ≠ 0° dan δ ≠ 90° dan -180° ≤ λ ≤ 0°.
3. Sesar naik, jika δ ≠ 0° dan δ ≠ 90° dan 0° ≤ λ ≤ 180° (Borman, 2002).

34
Gambar 3.11 Parameter Bidang Patahan ( Rengin,2008)

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Pengambilan Data


Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data pada tambang bawah tanah
area Deep Mill Level Zone dan Underground Geological Department PT Freeport
Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder dimana data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari
lapangan sedangkanuntuk data sekunder merupakan data yang sudah di proses
sebelumnya.
1. Data Primer
Data primer yang digunakan antara lain :
a. Data gelombang dari perekaman microseismic
Data Sekunder
2. Data sekunder yang digunakan antara lain :
a. Peta geologi lokal area DMLZ
b. Data kerusakan di DMLZ
c. Data blasting di DMLZ

4.1.1. Lokasi Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan di tambang bawah tanah Deep Mill Level
Zone pada level 2400-2800 dimana pada level 2600 merupakan level undercut dan
untuk level 2590 merupakan level extraction.

4.2. Data Lapangan


Data lapangan yang digunakan merupakan data aktual yang
menggambarkan kondisi lapangan secara sebenarmnya dari tanggal 3 Januari
2017 hingga tanggal 12 April 2017 pada level 2400/L hingga 2800/L

4.2.1. Kondisi Geologi

35
Jenis batuan yang ada pada area ini di dominasi oleh intrusi diorite, ekmai
hornfels skarn, waripi skarn, waripi marble, dan ekmai shale. Sedangkan untuk
kondisi struktur pada area level 2600 atau undercut level cukup kompleks yaitu
NS2 Fault, NE7 Fault, NW8 Fault, NE6 Fault, NE5 Fault, NS4 Fault, NW7 Fault,
NE4 Fault, NW8 Fault, NE3 Fault, NW5 Fault, NE2 Fault, NS1 Fault, NW6 Faul,
dan beberapa sesar minor. Keterdapatan struktur memicu adanya aktivitas seismik
yang berkumpul di daerah struktur.

Gambar 4.1 Peta Geologi Area DMLZ pada Level 2590/L


(UG.Geology, 2017)

Kondisi struktur, jenis litologi atau batuan, kontak litologi, tebalnya


overburden, dan adanya alterasi memberikan pengaruh terhadap sifat penjalaran
gelombang. Semakin kaku suatu medium dalam hal ini batuan, maka akan
semakin cepat perambatan gelombang primer seismik yang melaluinya, dan
sebaliknya. Selain itu pada zona alterasi, struktur dan kontak litologi merupakan
daerah yang lemah dimana sangat memungkinkan memicu adanya aktivitas
seismik.

4.2.2. Data Seismik


Terdapat 56 sensor seismik baik triaxial sensor maupun uniaxial sensor
dimana keseluruhan sensor ini merupakan borehole seismograph pada area Deep

36
Mill Level Zone (DMLZ). Dengan menggunakan sensor-sensor ini memungkinkan
departemen UG Monitoring untuk dapat selalu mengamati setiap aktivitas
seismik di area DMLZ baik yang diakibatkan oleh aktivitas blasting ataupun
yang disebabkan oleh aktivitas geologi.

Gambar 4.2. Persebaran Sensor Seismik (UG.Monitoring, 2017)

Gambar 4.3. Aktivitas Seismik Dari Tanggal 3/01/2017 – 12/4/2017

Data seismik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data


perekaman microseismic dari tanggal 3 Januari 2017 hingga tanggal 12 April 2017
pada extrction level dan undercut level. Dari data perekaman tersebut telah
terekam sebanyak 5316 event seismik dengan nilai moment magnitude terendah
adalah -1.8 dan nilai moment magnitude paling tinggi adalah 1.9. Dari perekaman

37
tersebut tidak keseluruhan data dilakukan pengolahan lebih lanjut, namun hanya
event dangan nilai moment magnitude yang telah melebihi batas treshold yang
sudah ditentukan saja yang dilakukan pengolahan lebih lanjut. Batas threshold
moment magnitude yang digunakan adalah 0.7 sehingga hanya event yang
memiliki moment magnitude melebihi 0.7 saja yang dilakukan pengolahan lebih
lanjut. Penentuan batas treshold moment magnitude tersebut didasarkan pada
historical data sebelumnya dimana pada moment magnitude tersebut, banyak
terjadi damage di area DMLZ. Dengan demikian dari tanggal 3 Januari 2017
hingga tanggal 12 April 2017 terdapat 31 significant event yang kemudian
dilakukan analisa lebih lanjut dalam penelitian ini.
Peningkatan jumlah aktivitas seismik dipicu oleh perkembangan caving
atau kemajuan tambang. Kegiatan peledakan yang semakin rutin dilakukan serta
peningkatan bukaan tambang menyebabkan meningkatnya stress pada area sekitar
caveline. Stress merupakan tegangan yang diakibatkan berat batuan di atas
lubang bukaan yang berada pada bidang tumpuan sebagai konsentrasi gaya
akibat bukaan tambang. Hal ini ditunjukkan dengan distribusi aktivitas seismik
yang mengumpul pada daerah cave yaitu pada area panel 20 hingga panel 14.

4.2.3 Data Peledakan


Data peledakan yang digunakan ialah data berupa tanggal dan posisi lokasi
peledakan serta jumlah ring peledakan yang digunakan sebagai salah satu sumber
seismik yang terjadi. Kegiatan peledakan memberikan pengaruh terhadap seismik
yang terjadi. Proses peledakan memicu peningkatan jumlah aktivitas seismik,
selain itu jumlah ring peledakan mempengaruhi energi yang lepas dari seismik
sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan. Peledakan dilakukan pada level
undercut dan level ekstraksi atau pada drawbell.

4.2.3.1.Fan Undercut

38
.Gambar 4.4. Desain Peledakan Fan Undercut (UG. Geotech, 2017)
Fan undercut merupakan desain peledakan yang digunakan di dalam
metode block caving. Jarak antara satu ring dengan yang lain sebesar 2 meter atau
bisa juga disebut dengan burden. Dalam penentuan kemiringan lubang bor,
digunakan pilar utama (major pillar) sebagai acuan penentuan lubang. Untuk
jarak antar lubang ledak digunakan acuan radial crack dari toe sebesar 1.5-1.8 m
(Gambar 4.5). Lubang yang berada dekat major pillar memiliki kedalaman lebih
dari 10 meter dan memiliki kemiringan 55° terhadap major pillar dan panjang
lubang ledak di dua lubang terakhir menyilang dengan lubang ledak berikutnya
yang berasal dari drift undercut selanjutnya. Di dalam satu ring, terdapat sekitar
12 lubang ledak yang masing-masing mempunyai kedalaman yang berbeda-beda.

4.2.3.2 Flat Undercut


Flat undercut merupakan salah satu jenis desain peledakan
dimana menggunakan lubang bor yang cenderung datar dibandingkan dengan
fan undercut yang memiliki sudut pemboran relatif curam. Penggunaan flat
undercut sendiri sering digunakan pada peledakan yang berada pada level
dibawah undercut untuk menciptakan panel-panel.

4.2.4. Data Kerusakan


Data kerusakan berupa hasil pengamatan dilapangan mengenai kerusakan
yang terjadi diarea level ekstraksi. Klasifikasi kerusakan di tambang bawah tanah
sangat penting dilakukan guna meminimalisir potebnsi bahaya akibat runtuhan
dan perilaku batuan pada tambang bawah tanah. Dalam mengklasifikasikan
kerusakan yang terjadi di level ekstraksi akan berbeda dengan di level undercut.
Penentuan penyangga yang akan digunakan merupakan hasil dari klasifikasi
kerusakan.
Parameter klasifikasi kerusakan aktual di level undercut terdiri dari:
1. Besaran nilai displacement dari pengukuran convergence
2. Besar dan jumlah permukaan yang mengalami kerusakan.

39
3. Jenis kerusakan seperti slabing, spalling, basket rock, dan crack
4. Kondisi ground support seperti broken, bending
5. Kenampakan drift ( squeezing, widening, dapat dilalui LHD)
Berikut merupakan tabel klasifikasi kerusakan pada tambang bawah tanah
berdasarkan besaran nilai displacement, beban dan energi yang dihasilkan.
Tabel 4.1 Klasifikasi Kerusakan Secara Umum ( UG. Geotech, 2017)

40
4.3. Diagram Alir Pengambilan Data

..
Gambar 4.5 Diagram Alir Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data geologi, data
seismik dan data kerusakan tambang bawah tanah. Dalam pengambilan datanya,
data geologi dan data kerusakan dilakukan dengan basis visual atau pengelihatan.
Dimana pada data geologi, untuk mendapatkan bentuk struktur dan
kemenerusanya didasarkan pada pengamatan struktur yang muncul pada tiap-tiap
level atau elevasi pada lapangan tambang bawah tanah. Sedangkan untk data
kerusakan merupakan data yang berisi tentang lokasi dan tingkat keparahan
kerusakan tambang bawah tanah yang diakibatkan oleh aktivitas seismik pada
lapangan tambang bawah tanah. Untuk data seismik yang digunakan merupakan

41
data mikroseismik dengan nilai magnitudo momen diatas 0,7 dimana dalam
pengambilan datanya menggunakan pengamatan aktivitas seismik pada tambang
bawah tanah secara real time.

4.4. Diagram Alir Pengolahan Data

.
Gambar 4.6 Diagram Alir Pengolahan Data

42
Penelitian ini dilakukan dengan analisa focal mechanism untuk
mengetahui mekanisme sumber seismik dan keterkaitanya dengan damage yang
dihasilkan. Seluruh data yang didapatkan dalam penelitian ini kemudian dilakukan
pengolahan data. Pengolahan data tersebut mempunyai banyak tahapan yang perlu
dilakukan, berikut merupakan tahapan pengolahannya (Gambar 4.6).
1. Pengolahan data seismik berupa penentuan waktu kedatangan awal
gelombang primer dan sekunder menggunakan software SeisView dan
WaveVis dari ESG (Engineering Seismology Group).
2. Penentuan lokasi sumber seismik dan penentuan parameter sumber
menggunakan software SeisView dan WaveVis dari ESG (Engineering
Seismology Group).
3. Penentuan polaritas gelompang P menggunakan software SeisView dan
WaveVis dari ESG (Engineering Seismology Group).
4. Perhitungan nilai Azimuth dan Take Off Angle menggunakan software
AZMTAK
5. Penentuan Beachball Diagram menggunakan software PINV
6. Plotting Beachball Diagram kedalam basemap DMLZ 2590/L
menggunakan software ArcMap dan ArcGIS
7. Pengolahan dan analisa parameter sumber menggunakan software
excel dan MATLAB
Pada software SeisVis dapat digunakan untuk menampilkan lokasi
aktivitas seismik dan besar magnitudo masing-masing event. Selain itu
menggunakan SeisVis dapat diketahui parameter-parameter sumber seismik.
Sedangkan WaveVis digunakan untuk menampilkan waveform yang ditangkap
oleh masing-masing sensor dari suatu sumber seismik. Gelombang yang
ditangkap oleh sensor juga dapat ditampilkan berdasarkan masing-masing
komponen yaitu komponen East-West, North- South, serta komponen Z. Nilai
frekuensi gelombang juga dapat ditampilkan menggunakan WaveVis.
Pada software AZMTAK digunakan untuk mencari nilai azimuth dan take
off angle dari gelombang seismik untuk kemudian digunakan oleh software PINV
untuk mencari nilai strike, dip, rake, dan plunge yang kemudian di tampilkan
dalam bentuk beachball diagram. Untuk melakukan plotting beachball diagram
kedalam basemap menggunakan software ArcMap dan juga ArcScene dan untuk
analisa sumber seismik menggunakan software MATLAB. Analisa data seismik

43
dan korelasinya terhadap peledakan dan kerusakan dilakukan dengan pengeplotan
lokasi kerusakan serta signifikan event seismik dan kondisi geologi daerah
penelitian.

4.4.1. Perhitungan Parameter Sumber Seismik


Perhitungan parameter sumber seismik dilakukan menggunakan data hasil
pemilihan waktu tiba pertama gelombang primer dan sekunder yang dilakukan
menggunakan SeisVis dan WaveVis.
Berdasarkan hasil picking gelombang P & S dari masing-masing sensor
kemudian akan didapatkan lokasi hiposenter dari event seismik dan juga akan
didapatkan nilai parameter seismik tersebut baik itu seismic moment, moment
magnitude ,dll.

Gambar 4.7 Picking gelombang P & S pada WaveVis

44
Gambar 4.8 Lokasi Hiposenter dan Parameter Event Seismik

Digunakan metode Gaiger dalam penentuan lokasi hiposeenter event


seismik pada software SsisVis. Selain didapatkan lokasi hiposenter event seismik,
didalam ssoftware SeisVis juga didapatkan nilai seismik parameter nya. Namun
dalam perhitungan focal mechanism hanya digunakan nilai seismik momen dan
moment magnitude saja.

4.4.1.1 Seismik Momen


Berdasarkan Teori Elastic Rebound diperkenalkan istilah momen seismik
(seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran
bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang direkam
di stasiun atau sensor. Momen seismik didefinisikan sebagai ukuran terhadap area
rupture akibat gempa yang berhubungan terhadap pengaruh gaya (couples)
disepanjang area dari fault slip.
𝑀𝑜 = 𝜇𝐴� (4.1)
𝜇 : modulus rigiditas/ shear modulus (N/�2 atau Pa)
� : seismik slip pada area ruputure (�)
A : Area dari rupture (�2)
( Aki,1965 )
Penentuan nilai seismik momen dapat dilakukan melalui perhitungan
dimana event seismk dimodelkan independen shingga dapat secara langsung
ditentukan melalui analisa spectra :

𝑀𝑜𝑐 = (4.2)

𝑉𝑐 : kecepatan gelombang badan (Vp atau Vs) (m/s)

45
� : densitas batuan (kg/m3)
�𝑐 : jarak hiposenter
Ω0 : spektrum gelombang P dan S
Fc : radiation pattern ( Gelombang P Fa = 0.52 dan gelombang S Fb =
0.63)
(Aki,1968)

4.4.1.2 Moment Magnitude


Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang
dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang
menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini
mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga
energi yang sampai ke sensor kurang dapat menggambarkan energi gempabumi
di sumber. Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di
sumber gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitudo momen
lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitudo ML, Ms dan mb. Karena itu
penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitudo
lainnya (Lay. T and Wallace. T. C, 1995). Nilai momen magnitudo dapat
ditentukan melalui pendekatan terhadap nilai seismik momen ( Hank and
Kanamori, 1979) :

𝑀𝑤 = log 𝑀𝑜 - 6 (4.3)

𝑀𝑤 : Moment Magnitude
𝑀𝑜 : Seismic Moment (dyn/cm)

4.4.2 Perhitungan Focal Mechanism


Gelombang P merupakan gelombang yang waktu penjalarannya paling
cepat. Kecepatan gelombang P antara 1,5 km/s sampai 8 km/s pada kerak bumi.
Seperti terlihat pada gambar arah gerakan partikel gelombang P searah dengan
arah rambat gelombangnya. Gelombang P dapat menjalar pada semua medium
baik padat, cair maupun gas.

46
Gelombang P (gelombang primer) disebut juga gelombang kompresi,
gelombang longitudinal, gelombang dilatasi, atau gelombang irotasional.
Gelombang ini menginduksikan gerakan partikel media dalam arah paralel
terhadap arah penjalaran gelombang. Pola radiasi gelombang P merambat 45o dari
sumber gempa nya dan dari beachball diagram dapat dilihat bahwa warna hitam
pada beachball diagram menunjukkan tensional force dan warna putih pada
beachball diagram menunjukkan compressional force.
Setiap komposisi gaya tension dan compression pada beachball diagram
menunjukkan jenis-jenis sesar yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Cara
menentukan arah strike dengan membaca beachball diagram adalah dengan
menarik garis lurus antara ujung fault plane line atau auxiliary plane line melalui
titip pusat lingkaran maka garis tersebut merupakan garis strike sedangkan untuk
arah dip adalah dengan melihat fault plane line atau auxiliary plane line berada
pada sudut ke berapa ketika dilakukan plotting pada stereonet. Pada sesar
mendatar, tidak diketemukan garis melengkung baik dari fault plane line ataupun
auxiliary plane line dikarenakan sudut dip dari sesar mendatar adalah 90 o
sehingga apabila dilihat dari kenampakan atas maka garis dip tidak dapat terlihat.

Gambar 4.9 Polaritas Gelombang P (Vincent S,2004)

Dalam pembuatan beachball diagram pada focal mechanism sollution


menggunakan analisa polaritas gelombang P yang pertama kali terekam oleh
sensor. Ketika gaya yang datang dari event adalah berupa tensional force maka
polaritas gelombang P yang pertama kali terekam akan memiliki polaritas negatif
atau kebawah, namun ketika gaya yang pertama kali diterima oleh sensor adalah
berupa compressional force maka polaritas gelombang P nya adalah positif atau
keatas. Dengan meletakkan koordinat sensor dengan menggunakan perhitungan
azimuth dan take off angle pada stereonet serta menggunakan data polaritas
gelombang P yang ada maka akan didapatkan zonasi/kelompok-kelompok
tensional dan compressional force pada stereonet yang kemudian itu digunakan
sebagai dasar dalam penarikan garis strike pada beachball diagram.

47
Setiap bentuk gambaran dari beachball diagram merepresentasikan dari
bentuk matrix identitas. Matrix identitas merupakan matrix 3x3 yang berisi
tentang besaran gaya untuk masing-masing arah gaya. Setiap matrix identitas
mempunyai jenis kenampakan beachball diagram masing-masing. Secara garis
besar, bentuk pola beachball diagram dibagi menjadi tiga jenis yaitu mekanisme
isotrophic (ISO), double couple (DC), dan compensated linear vector dipole
(CLVD). Pada mekanisme isotrophic disebabkan oleh explosion ataupun
implosion tergantung dari arah vektor gaya yang dominan. Sedangkan untuk
mekanisme double couple disebabkan oleh aktivitas sesar dan untuk mekanisme
CLVD merupakan mekanisme rock ejection.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai mekanisme yang bekerja dalam
suatu event seismik maka digunakan persamaan
 Mxx = −Mo(sinδcosλsin2Φ + sin2δsinλsin2Φ) (4.3)
 Mxy = Myx = Mo(sinδcosλcos2Φ + 0.5sin2δsinλsin2Φ)
 Myy = Mo(sinδcosλsin2Φ − sin2δsinλcos2Φ)
 Mxz = Mzx = −Mo(cosδcosλcosΦ + cos2δsinλsinΦ)
 Myz = Mzy = −Mo(cosδcosλsinΦ − cos2δsinλcosΦ)
 Mzz = Mo(sin2δsinλ)
Φ = strike λ = rake
δ = dip Mo = Seismic Moment (Aki & Richards, 2002)

Setiap bentuk gambaran dari beachball diagram merepresentasikan dari


bentuk matrix identitas. Matrix identitas merupakan matrix 3x3 yang berisi
tentang besaran gaya untuk masing-masing arah gaya. Setiap matrix identitas
mempunyai jenis kenampakan beachball diagram masing-masing. Secara garis
besar, bentuk pola beachball diagram dibagi menjadi tiga jenis yaitu mekanisme
isotrophic (ISO), double couple (DC), dan compensated linear vector dipole
(CLVD). Pada mekanisme isotrophic disebabkan oleh explosion ataupun
implosion tergantung dari arah vektor gaya yang dominan. Sedangkan untuk
mekanisme double couple disebabkan oleh aktivitas sesar dan untuk mekanisme
CLVD merupakan mekanisme rock ejection (Lizurek, 2016).
Gambar 4.10 menunjukkan komposisi matrix untuk masing-masing jenis
mekanisme sumber gempa dimana untuk pola beachball diagram pada baris

48
pertama merupakan contoh bentuk beachball diagram dari mekanisme isotrophic
(ISO) sedangkan untuk pola beachball diagram baris kedua hingga keempat
merupakan pola beachball diagram untuk mekanisme double couple (DC) dan
dua baris paling bawah dalam gambar tersebut menunjukkan beachball diagram
dengan dominasi mekanisme compensated linear vector dipole (CLVD)

Gambar 4.10 Matrix Identitas (Stein and Wysession, 2002)

49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sistem Monitoring Tambang DMLZ


Tingginya intensitas seismisitas di area DMLZ disebabkan oleh banyaknya
aktivitas blasting di area DMLZ selain itu tebal-nya overburden juga memicu
tingginya aktivitas seismik di area ini. Sistem monitoring seismik tambang di area
DMLZ dapat menjelaskan proses terjadinya kerusakan pada massa batuan dan
rock failure akibat mining induced maupun struktur geologi. Deformasi batuan
dapat terekam secara real-time monitoring sebagai sumber event seismik. Sumber
gempa atau sumber event dapat diketahui lokasinya melalui perekaman
gelombang yang tertangkap pada beberapa sensor, selain itu dapat dilakukan
perhitungan parameter sumber gempa pada setiap kejadian. Tambang bawah tanah
Deep Mill Level Zone (DMLZ) memiliki tingkat seismisitas yang cukup tinggi
dan setiap bulannya meningkat sesuai dengan berkembangnya tambang dan
naiknya jumlah tonnase produksi tiap harinya. Sistem yang digunakan pada
monitoring tambang DMLZ yaitu menggunakan sistem Engineering Seismology
Group (ESG). Sistem monitoring terdiri atas 56 sensor dengan 35 triaxial sensor
dan 21 uniaxial sensor. Sistem akan merekam waveforms di setiap sensor dan
melakukan perhitungan lokasi sumber , magnitudo dan parameter sumber lainnya.
Selama rentan waktu penelitian yaitu 3 Januari 2017 hingga 12 April 2017 pada
level 2400-2800 terekam kejadian sebanyak 1808 kejadian dengan magnitudo
terendah -1.8 dan tertinggi sebesar 1.5.

5.2. Identifikasi Sumber Event Menggunakan Focal Mechanism Sollution


5.2.1 Focal Mechanism Event Tanggal 6 Januari 2017
Pada event nomor 12 yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2017, event ini
memiliki nilai persentase mekanisme CLVD sebesar 55.82%, ISO sebesar 33.92%
dan hanya 10.26% DC. Jika dilihat dari lokasi terjadinya, event ini muncul pada
area bergaris merah atau batas caving development. Dilihat dari data blasting pada
area ini, terdapat aktivitas blasting undercut yang dilakukan 7 jam sebelum

50
terjadinya event ini. Selain didominasi oleh mekanisme CLVD, event ini juga
memiliki nilai persentase ISO yang cenderung tinggi. Event ini tercatat sebagai
event strainburst dengan kerusakan yang cukup signifikan disekitar NVD pada
level undercut DD14E-15W dan memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,87.
Dilihat dari tingkat kerusakan yang terjadi, pada area ini terjadi kerusakan berjenis
ejection dengan skala major dikarenakan terjadi perpindahan posisi batuan lebih
dari 300mm dan beban diatas 150 kN/m2. Apabila dilihat beachball diagram pada
gambar 5.1 dan gambar 5.2, lokasi terdampak kerusakan akibat strainburst berada
pada arah tensional force dari sumber event.

Strike 1 : 90 CLVD : 55.82%


Dip 1 : 89 DC : 10.26%
Rake 1 : 109 ISO : 33.92%

Gambar 5.1 Penampang Beachball Diagram event 12

51
Gambar 5.2 Penampang Beachball dan Lokasi Damage Event 12

5.2.2. Focal Mechanism Event Tanggal 17 Januari 2017

Strike 1 : 88 CLVD : 0.29%


‘ Dip 1 : 89 DC : 99.56%
Rake 1 : -115 ISO : 0.15%

Gambar 5.3 Penampang Beachball Diagram Event 3

Pada event nomor 3 yang terjadi pada tanggal 17 Januari 2017, event ini
memiliki nilai persentase mekanisme DC sebesar 99.56%, ISO sebesar 0.15% dan
hanya 0.29% CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi 3 ini, lokasi gempa
dekat dengan sesar NS4 namnun memiliki nilai strike yang tegak lurus dengan
sesar NS4. Sehingga kemungkinan besar event ini diakibatkan oleh aktivitas sesar
minor NS4 dikarenakan arah strike dari event ini tegak lurus dengan sesar NS4.
Selain itu sesar NS4 juga merupakan zona lemah dan memiliki intensitas kekar
>4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area penelitian dan tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 0.83.

5.2.3 Focal Mechanism Event Tanggal 18 Januari 2017

Strike 2 : 271 CLVD : 16.39%


Dip 2 : 48 DC : 78.84%
Rake 2 : -90 ISO : 4.77%

52
Gambar 5.4 Penampang Beachball Diagram Event 14

Pada event nomor 14 yang terjadi pada tanggal 18 Januari 2017, event ini
memiliki persentase mekanisme DC sebesar 78.84%, CLVD sebesar 16.39% dan
hanya 4.77% ISO. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 14 ini, lokasi
gempa sangat dekat dengan sesar NE1 serta memiliki nilai strike dan dip yang
searah dengan sesar NE1. Selain itu sesar NE1 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3-7/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0.85.

5.2.4 Focal Mechanism Event Tanggal 24 Januari 2017

Strike 2 : 359 CLVD : 26.66%


Dip 2 : 32 DC : 43.7%
Rake 2 : -2 ISO : 29.64%

Gambar 5.5 Penampang Beachball Diagram Event 10

Pada event nomor 10 yang terjadi pada tanggal 24 Januari 2017, event ini
memiliki nilai persentase mekanisme DC sebesar 43.7%, ISO sebesar 29.64% dan
hanya 26.66% CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 10 ini,
lokasi gempa sangat dekat dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip
yang searah dengan sesar NS1. Selain itu sesar NS1 juga merupakan zona shear
dan memiliki intensitas kekar >4/meter. Jika dilihat dari data peledakan pada area
penelitian, telah terjadi peledakan pada sekitar sesar NS1 di panel 3 hingga 5.
Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan pada area
tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,18.

53
5.2.5 Focal Mechanism Event Tanggal 25 Januari 2017

Strike 1 : 225 CLVD : 16.95%


Dip 1 : 80 DC : 74.02%
Rake 1 : 10 ISO : 9.03%

Gambar 5.6 Penampang Beachball Diagram Event 5

Pada event 5 tanggal 24 Januari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 74.02%, CLVD sebesar 16.95% dan hanya 9.03% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 24 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS4. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,97.

5.2.6 Focal Mechanism Event Tanggal 31 Januari 2017

Strike 2 : 179 CLVD : 23.2%


Dip 2 : 89 DC : 75.76%
Rake 2 : 0 ISO : 1.03%

54
Gambar 5.7 Penampang Beachball Diagram Event 7

Pada event 7 tanggal 31 Januari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 75.76%, CLVD sebesar 23.2% dan hanya 1.03% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 7 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,85.

5.2.7 Focal Mechanism Event Tanggal 2 Februari 2017

Strike 2 : 179 CLVD : 16.3%


Dip 2 : 82 DC : 51.57%
Rake 2 : 0 ISO : 32.13%

Gambar 5.8 Penampang Beachball Diagram Event 4

Pada event 4 tanggal 2 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 51.57%, ISO sebesar 32.13% dan hanya 16.3% CLVD.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 4 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS4. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude
sebesar 1,13.

55
5.2.8 Focal Mechanism Event Tanggal 3 Februari 2017

Strike 1 : 84 CLVD : 2.28%


Dip 1 : 89 DC : 61.1%
Rake 1 : 62 ISO : 36.62%

Gambar 5.9 Penampang Beachball Diagram Event 1

Pada event 1 tanggal 3 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 61.1%, ISO sebesar 36.62% dan hanya 2.28% CLVD.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 1 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS4 namun memiliki nilai strike dan dip yang tegak lurus dengan
sesar NS4. Sesar NS4 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>3/meter. Event ini muncul setelah dilakukan blasting pada sekitar lokasi
terjadinya event. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan
kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment
magnitude sebesar 1,11.

5.2.9 Focal Mechanism Event Tanggal 11 Februari 2017

Strike 1 : 90 CLVD : 32.06%


Dip 1 : 89 DC : 51.93%
Rake 1 : -104 ISO : 16.01%

Gambar 5.10 Penampang Beachball Diagram Event 11

56
Pada event 11 tanggal 11 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 51.93%, CLVD sebesar 32.06% dan hanya 16.01% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 11 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NE3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NE3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NE3 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,94.

5.2.10 Focal Mechanism Event Tanggal 19 Februari 2017

Strike 2 : 181 CLVD : 16.32%


Dip 2 : 42 DC : 83.57%
Rake 2 : 0 ISO : 0.11%

Gambar 5.11 Penampang Beachball Diagram Event 6

Pada event 6 tanggal 19 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 83.57%, CLVD sebesar 16.32% dan hanya 0.11% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 6 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS3 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS3. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS3 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,84.

57
5.2.11 Focal Mechanism Event Tanggal 20 Februari 2017

Strike 1 : 2 CLVD : 9.26%


Dip 1 : 63 DC : 89.92%
Rake 1 : 88 ISO : 0.81%

Gambar 5.12 Penampang Beachball Diagram Event 15

Pada event 15 tanggal 20 Februari 2017, event ini memiliki nilai


presentase mekanisme DC sebesar 89.92%, CLVD sebesar 9.26% dan hanya
0.81% ISO. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 15 ini, lokasi gempa
sangat dekat dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah
dengan sesar NS1. Sesar NS1 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas
kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan
kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment
magnitude sebesar 0,9.

5.2.12 Focal Mechanism Event Tanggal 20 Februari 2017

Strike 2 : 181 CLVD : 26.52%


. Dip 2 : 86 DC : 73.06%
Rake 2 : 0 ISO : 0.42%

Gambar 5.13 Penampang Beachball Diagram Event 8

58
Pada event 8 tanggal 20 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 73.06%, CLVD sebesar 26.52% dan hanya 0.42% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 8 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS2 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS2. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS2 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >7-11/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 1,32.

5.2.13 Focal Mechanism Event Tanggal 22 Februari 2017

Strike 2 : 314 CLVD : 0.55%


Dip 2 : 87 DC : 98.05%
Rake 2 : -179 ISO : 1.5%

Gambar 5.14 Penampang Beachball Diagram Event 9

Pada event 9 tanggal 22 Februari 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 98.05%, CLVD sebesar 0.55% dan hanya 1.5% ISO. Dari
lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 9 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS2 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS2. Sesar NS2 juga merupakan zona shear dan memiliki intensitas kekar
>3/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki nilai moment magnitude
sebesar 1,31.

59
5.2.14 Focal Mechanism Event Tanggal 23 Februari 2017

Strike 2 : 181 CLVD : 11.64%


Dip 2 : 74 DC : 58.91%
Rake 2 : 91 ISO : 29.45%

Gambar 5.15 Penampang Beachball Diagram Event 13

Pada event 13 tanggal 23 Februari 2017, event ini memiliki nilai


presentase mekanisme DC sebesar 58.91%, ISO sebesar 29.45% dan hanya
11.64% CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 13 ini, lokasi
gempa sangat dekat dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip yang
searah dengan sesar NS1. Sesar NS1 juga merupakan zona shear dan memiliki
intensitas kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 1,16.

5.2.15 Focal Mechanism Event Tanggal 28 Februari 2017

Strike 1 : 90 CLVD : 26.66%


Dip 1 : 89 DC : 43.7%
Rake 1 : 62 ISO : 29.64%
.

Gambar 5.16 Penampang Beachball Diagram Event 12

60
Pada event 12 tanggal 28 Februari 2017, event ini memiliki nilai
presentase mekanisme DC sebesar 43.7%, ISO sebesar 29.64% dan hanya 26.66%
CLVD. Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 12 ini, lokasi gempa
sangat dekat dengan sesar NS4 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah
dengan sesar NS4. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic
zone yang merupakan batas caving development. Sesar NS4 juga merupakan zona
shear dan memiliki intensitas kekar >3-7/meter. Dilihat dari data kerusakan,
event ini tidak menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan
tercatat memiliki nilai moment magnitude sebesar 1,87.

5.2.16 Focal Mechanism Event Tanggal 2 Maret 2017

Strike 1 : 89 CLVD : 21.7%


Dip 1 : 89 DC : 70.33%
Rake 1 : -37 ISO : 7.97%

Gambar 5.17 Penampang Beachball Diagram Event 16

Pada event 16 tanggal 2 Maret 2017, event ini memiliki nilai presentase
mekanisme DC sebesar 70.33%, CLVD sebesar 21.7% dan hanya 7.97% ISO.
Dari lokasi terjadinya event gempa bumi nomor 16 ini, lokasi gempa sangat dekat
dengan sesar NS1 serta memiliki nilai strike dan dip yang searah dengan sesar
NS1. Selain itu lokasi event juga sangat dekat dengan garis seismic zone yang
merupakan batas caving development. Sesar NS1 juga merupakan zona shear dan
memiliki intensitas kekar >4/meter. Dilihat dari data kerusakan, event ini tidak
menghasilkan kerusakan pada area tambang bawah tanah dan tercatat memiliki
nilai moment magnitude sebesar 0,92.

61
5.2.17 Focal Mechanism Event Tanggal 10 April 2017

Gambar 5.18 Penampang Beachball Diagram Event 123

Pada tanggal 10 April 2017 terdapat 3 event besar sebelum adanya


rockburst dimana event pertama terjadi pada jam 16:32 dengan nilai moment
magnitude 0.66, event kedua terjadi pada jam 16:39 dengan nilai moment
magnitude 1.6 dan event ketiga terjadi pada jam 20:44 dengan nilai moment
magnitude 1.3. Dari ketiga event ini, event pertama dan ketiga memiliki nilai
presentase mekanisme CLVD sebesar 59.43% dan 41.87%. sedangkan untuk
event kedua didominasi oleh mekanisme ISO atau dipengaruhi kuat oleh aktivitas
blasting.
Kerusakan yang terjadi pada area penambangan didominasi oleh
kerusakan berskala moderate. Seperti pada extraction level DP10E terjadi
kerusakan dengan tipe bulking causing ejection dengan skala major dimana terjadi
pergeseran ground support diatas 300 mm. Pada extraction level DP10W, DP11E,
dan DP09W terjadi pula kerusakan dengan tipe bulking causing ejection dengan
skala moderate dikarenakan kerusakan tidak separah pada DP10E. Jika melihat
dari arah tensional force dan compressional force nya, event yang menyebabkan
damage pada panel 14-15 adalah event pertama karena arah tensional force nya
searah dengan damage yang ada.

62
Gambar 5.19 Penampang Beachball dan Lokasi Damage Event 123

5.3. Peta Persebaran Mekanisme CLVD

Gambar 5.20 Peta Persebaran Nilai CLVD

Peta diatas merupakan peta persebaran nilai CLVD pada area tambang
bawah tanah DMLZ dan apabila dilakukan plotting terhadap basemap DMLZ

63
2590/L maka area dengan nilai CLVD tinggi berada pada sekitar caveline. Warna
merah yang berjumlah tiga titik dengan nilai persentase dari 46-81% yang berada
pada area tambang bawah tanah merupakan lokasi terjadinya strainburst pada
tanggal 6 Januari 2017 dan 10 April 2017 yang berujung pada kerusakan tambang
bawah tanah.

Tabel 5.1 Elevasi Rata-rata Mekanisme CLVD

Jika dilihat dari tabel 5.1 mengenai persentase rata-rata mekanisme CLVD
dapat dilihat bahwa mekanisme CLVD paling banyak terjadi pada elevasi 2641-
2650 dengan persentase maksimal untuk mekanisme CLVD adalah sebesar
40.12% dan persentase mekanisme CLVD paling kecil terdapat pada elevasi 2590
– 2600 dengan nilai 14.78%. Event yang mengakibatkan kerusakan pada area
tambang bawah tanah adalah event 12 dan juga event 1E dengan nilai persentase
CLVD 55.82% dan 59.43% jika dilihat dari tabel 5.2.

64
Tabel 5.2 Persentase CLVD Masing-Masing Event

Event Date Time CLVD (%)


22 22/03/2017 3:19:53 63.21
1E 10/04/2017 16:32:08 59.43
12 06/01/2017 10:53:42 55.82
28 04/10/2017 20:44:11 53.67
27 04/08/2017 16:43:49 52.48
3E 10/04/2017 20:44:11 41.87
29 12/04/2017 13:02:36 41.17
19 14/03/2017 16:32:53 36.95
11 11/02/2017 16:34:54 32.06
10 24/01/2017 19:23:15 26.66
2 28/02/2017 4:01:45 26.66
8 20/02/2017 13:34:39 26.52
20 14/03/2017 18:09:05 25.6
25 12/04/2017 13:02:36 23.72
7 31/01/2017 23:09:46 23.2
16 02/03/2017 5:32:17 21.7
23 25/03/2017 17:13:19 21.14
5 25/01/2017 9:27:16 16.95
14 18/01/2017 12:53:01 16.39
6 19/02/2017 4:34:02 16.32
4 02/02/2017 11:00:45 16.3
26 04/03/2017 13:54:50 12.83
13 23/02/2017 15:45:20 11.64
2E 10/04/2017 16:39:09 10.61
15 20/02/2017 10:00:21 9.26
24 12/04/2017 5:27:55 7.92
21 03/04/2017 16:49:17 4.1
17 09/04/2017 16:43:53 3.44
1 03/02/2017 15:47 2.28
18 19/03/2017 0:49:04 1.28
9 22/02/2017 8:48:11 0.55
3 17/01/2017 10:42:37 0.29

5.4. Peta Persebaran Mekanisme DC

65
.

Gambar 5.21 Peta Persebaran Nilai CLVD

Peta diatas merupakan peta persebaran nilai Double Couple (DC) dan
apabila dilakukan plotting terhadap basemap DMLZ 2590/L maka area dengan
nilai DC tinggi berada pada sekitar sesar sehingga besar kemungkinan bahwa
mekanisme DC disebabkan oleh adanya aktivitas sesar pada area ini. Dikarenakan
pada aktivitas sesar sendiri, merupakan zona lemah dimana sangat mudah untuk
terdeformasi dan menghasilkan event seismik. Dengan begitu peta 5.4 dapat pula
diinterpretasikan sebagai peta keaktifan sesar di area DMLZ pada level 2590/L.
Tabel 5.3 Elevasi Rata-rata Mekanisme DC

Jika melihat pada tabel 5.3, dapat dilihat bahwa mekanisme DC banyak
terjadi di level 2590-2600/L dengan persentase tertinggi adalah 73,77%. Jika
dilihat dari gambar 5.21, sesar NE1, NS4, NS3, NS2, and NE3 berada pada area

Tabel 5.4 Persentase DC Masing-Masing Event


66
dengan warna merah atau area dengan nilai persentase DC yang tinggi. Pada tabel
5.4 dapat dilihat bahwa event yang menghasilkan kerusakan pada area
penambangan memiliki nilai DC yang kecil yaitu 10.26% dan 30.25%.

Event Date Time DC (%)


3 17/01/2017 10:42:37 99.56
9 22/02/2017 8:48:11 98.05
18 19/03/2017 0:49:04 97.95
24 12/04/2017 5:27:55 91.28
15 20/02/2017 10:00:21 89.92
6 19/02/2017 4:34:02 83.57
14 18/01/2017 12:53:01 78.84
23 25/03/2017 17:13:19 77.43
7 31/01/2017 23:09:46 75.76
5 25/01/2017 9:27:16 74.02
17 09/04/2017 16:43:53 73.48
8 20/02/2017 13:34:39 73.06
16 02/03/2017 5:32:17 70.33
19 14/03/2017 16:32:53 62.7
1 03/02/2017 15:47 61.1
13 23/02/2017 15:45:20 58.91
21 03/04/2017 16:49:17 58.27
25 12/04/2017 13:02:36 57.56
29 12/04/2017 13:02:36 53.02
11 11/02/2017 16:34:54 51.93
4 02/02/2017 11:00:45 51.57
26 04/03/2017 13:54:50 48.57
10 24/01/2017 19:23:15 43.7
2 28/02/2017 4:01:45 43.7
27 04/08/2017 16:43:49 41.48
2E 10/04/2017 16:39:09 37.45
28 04/10/2017 20:44:11 34.89
3E 10/04/2017 20:44:11 34.08
22 22/03/2017 3:19:53 33.98
1E 10/04/2017 16:32:08 30.25
20 14/03/2017 18:09:05 26.62
12 06/01/2017 10:53:42 10.26

5.5. Peta Persebaran Mekanisme ISO

67
.

Gambar 5.22 Peta Persebaran Nilai ISO

Peta diatas merupakan peta persebaran nilai Isotrophic (ISO) dimana


dilakukan korelasi antara peta persebaran ISO dengan data blasting dan juga
dengan basemap DMLZ 2590/L. Jika dilihat dari gambar tersebut, area dengan
persentase tinggi ISO berada pada area peledakan dimana nilai peersentase ISO
paling tinggi adalah 59% yang berada pada timur area DMLZ yang ditunjukkan
dengan warna merah.
Tabel 5.5 Elevasi Rata-rata Mekanisme ISO

Jika melihat pada tabel 5.5, dapat dilihat bahwa mekanisme ISO banyak
terjadi di level 2631-2640/L dengan rata-rata nilai ISO maksimal pada elevasi ini
berjumlah 22.39%. Dilihat dari tabel 5.6, event yang menghasilkan kerusakan
pada area tambang bawah tanh memiliki nilai persentase ISO yang kecil sebesar
0,15% dan 0.77%.

Tabel 5.6 Persentase ISO Masing-Masing Event

68
Event Date Time ISO (%)
2 28/02/2017 4:01:45 51.94
16 02/03/2017 5:32:17 47.78
26 04/03/2017 13:54:50 38.6
28 04/10/2017 20:44:11 37.63
22 22/03/2017 3:19:53 36.62
18 19/03/2017 0:49:04 33.92
4 02/02/2017 11:00:45 32.13
5 25/01/2017 9:27:16 29.64
17 09/04/2017 16:43:53 29.64
10 24/01/2017 19:23:15 29.45
6 19/02/2017 4:34:02 24.05
3E 10/04/2017 20:44:11 23.08
19 14/03/2017 16:32:53 18.72
7 31/01/2017 23:09:46 16.01
24 12/04/2017 5:27:55 11.44
9 22/02/2017 8:48:11 10.32
25 12/04/2017 13:02:36 9.03
13 23/02/2017 15:45:20 7.97
15 20/02/2017 10:00:21 6.04
14 18/01/2017 12:53:01 5.81
29 12/04/2017 13:02:36 4.77
3 17/01/2017 10:42:37 2.81
21 03/04/2017 16:49:17 1.43
20 14/03/2017 18:09:05 1.4
1 03/02/2017 15:47 1.03
27 04/08/2017 16:43:49 0.81
2E 10/04/2017 16:39:09 0.8
1E 10/04/2017 16:32:08 0.77
8 20/02/2017 13:34:39 0.42
23 25/03/2017 17:13:19 0.35
12 06/01/2017 10:53:42 0.15
11 11/02/2017 16:34:54 0.11

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari penelitian aplikasi mekanisme fokal yang dilakukan pada lapangan
tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyebab tingginya persentase mekanisme Compensated Linear
Vector Dipole (CLVD) disebabkan oleh adanya pergerakan caving
development, selain itu untuk penyebab tingginya persentase

69
mekanisme Double Couple (DC) kemungkinan besar disebabkan oleh
aktivitas struktur yang dan untuk penyebab tingginya persentase
mekanisme Isotropic (ISO) kemungkinan besar disebabkan oleh
aktivitas blasting yang dilakukan pada area tambang bawah tanah.
2. Sebagian besar dari event yang dilakukan penelitian didominasi oleh
mekanisme Double Couple (DC). Dengan melakukan korelasi antara
peta struktur geologi maka dapat diketahui bahwa struktur yang
memiliki potensi tingkat keaktifan tinggi adalah struktur NE1, NE3,
NS1, NS2, NS3, dan NS4
3. Jenis mekanisme fokal yang memiliki potensi besar dalam
menghasilkan kerusakan pada lapangan tambang bawah tanah Deep
Mill Level Zone adalah mekanisme Compensated Linear Vector Dipole
(CLVD).
6.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Dibutuhkan data yang lebih banyak untuk untuk mendapatkan korelasi
yang lebih baik antara mekanisme fokal dengan kerusakan yang timbul
pada area tambang bawah tanah.
2. Dalam melakukan picking gelombang P dan S harus dilakukan dengan
cermat untuk mendapatkan parameter seismik yang tepat.
3. Untuk peneilitan selanjutnya, penelitian menggunakan analisa inversi
moment tensor perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Aki, Keiiti., 1965. Generation and propagation of G waves from the Niigata
earthquake of June 16, 1964. Part 2. Estimation of earthquake moment,
released energy, and stress-strain drop from the G wave spectrum. Bulletin
of the Earthquake Research Institute,73-88.

Aki, Keiiti., 1968. Seismic displacements near a fault. Journal of Geophysical


Research, 5359-5376.

70
Aki,K., and P.G. Richards,. 2002, Quantitative Seismology, 2nd ed., University
Science Books, California.112

Boen, Teddy., 2000, Earthquake resistant design on non-engineered buildings in


Indonesia. U.S. National Academy of Engineering, Indonesia.

Bormann, P., 2002. Magnitude calibration functions and complementary data.


GeoForschungs Zentrum Postdam, 1-7.

Brune, J.N., 1970, Tectonic stress and the spectra of seismic shear waves from
earthquakes, Journal of Geophysical Research. 4997-5009.

Caputa Alieja, dkk. 2015, Analysis Of Post Blasting Source Mechanisms Of


Mining Induced Seismic Events In Rudna Copper Mine,Poland. Contemp
Trends Geosci, Poland.

Davis, K., Burbank, D.W, 1996, Thrust-fault growth and segment linkage in the
active Ostler fault zone, New Zealand. J. Structural Geology. 1528-1546

Dubiel,R., 1996, The Influence of the seismic mine network distribution on the
solution of focal mechanism, Technophysics of Mining Areas, University
of Silesia, Katowice, 189-195

Feignier, B., and R.P. Young, 1992, Moment tensor inversion of induced
microseismic events : Evidence of non-shear failures in the -4<M<-2
moment magnitude range, Geophys. Res. 1503-1506.

Gardner, E.D., 1929. Drilling And Blasting In Metal-Mine Difts And Crosscuts.
Department of Commerce United States of America. Washington. 2-8, 122.

Haney .R A., 2013. Environmental Dust Control Review BGN Mine, DOZ Mine,
Concentrating Mill Quality Control Laboratory Maintenance PT Freeport
Indonesia Tembagapura, Papua, Indonesia. Haney Enviromental
Consulting, Pennsylvania.

71
Hanks, T. and Kanamori, H. 1979. A moment magnitude scale. Journal of
Geophysical Research, 2348-2350.

Hartman,H.L., 1987, Introductory Mining Engineering. JohnWiley and Sons Ltd,


Canada.

Hasegawa, H.S., R.J. Wetmiller and D.J. Gendzwill, 1989, Induced seismicity in
mines in Canada – an overview, Seismicity in Mines, Pure and Appl.
Geophys. 129, 423-453

Hidayati, S. 2010. Pengenalan Seismologi Gunungapi. Diklat Pelaksana Pemula


Pengamat Gunungapi Baru. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. Bandung.

Howard L Hartman, dkk. 1997. Mine Ventilation And Air Conditioning. Jhon
Wiley & Sons, Inc, Canada.

J. Mendecki, Richards A Lynch., 2010, Routine Microseismic Monitoring in


Mines. Australian Earthquake Engineering Society, Perth.

J.G. Slawomir and Andrej Kijko, 1994. An Introductory to Mining Seismology.


Academic Press, Warsaw. 177-220.

Johan Skott. 2013, Focal Mechanisms and Seismic Moment Tensors of Seismic
Events in Kirunavaara Mine. Lulea University of Technology, Lulea.

Lay, T and Wallace. T. C,. 1995. Modern global seismology. Academic Press.
California.

Lizurek, Grzegorz and Wiszniowski, Jan. 2016. Clustering and stress inversion in
the song tranh 2 reservoir, Vietnam. Bulletin of the Seismological Society
of America. 2636-2648.

Lyubushinm A.A., 2008, Microseismic noise in the low frequency range, J.


Physics of the Solid Earth. Moscow.

72
McPherson, Malcolm J., 1993, Subsurface Ventilation and Environmental
Engineering. First Edition, The University Press, Cambridge.

Peter Kaiser, M.C. Dougal and T. Dwayne,. 1995. Rockburst Research Handbook,
Mining Research Directorate. 3.

Rahmania, Merdiani., dkk., 2010. Penentuan jenis sesar pada gempa bumi
Sukabumi 2 September 2009, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga,Yogyakarta. 21

Rasmid., Ramdhan, M.I, 2014, Interpretasi episenter dan hipposenter sesar


Lembang. Al-Hazen Journal of Physics, Bandung.

Reid, H.F., 1910, The Mechanics of the Earthquake, The California Earthquake of
April 18, 1906; Report of the State Investigation Commission, Vol.2,
Carnegie Institution of Washington, Washington, D.C.

Rengin, Gok., 2008. Crustal structure of Iraq from receiver functions and surface
wave dispersion: Implications for understanding the deformation history
of the Arabian–Eurasian collision. Geophysical Journal International,
1179-1187.

Sagan, G., and R. Dubiel, 1996, Mining tremors mechanisms in the western zone
of Klodnica fault, Acta Montana, ser. A, 25-30

Siswowidjojo, S. S. 1996. Pengantar Seismologi Gunungapi dan Hubunganya


dengan Kegiatan Gunungapi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. Bandung.

Stein, S. and Wysession, M. 2002. An Introduction to Seismology, Earthquakes,


and Earth Structure. Blackwell Publishing. Oxford. 498.

Stickney, M.C., and K.F. Sprenke, 1993, Seismic events with implosional focal
mechanisms in the Oeur d’Alene mining district, Northern Idaho, J.
Geophys. 6523-6528

73
Sudibyakto., 2000, Kajian dan Mitigasi Bencana Gempa Bumi: Studi Kasus
Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000. Majalah Geografi Indonesia XIV (2).

Telford, W.M., Geldart. L.P., and Sheriff. R. E, 1990, Applied Geophysics.


Cambridge University Press, Sydney.

USGS. 2017. Hiposenter. https://earthquake.usgs.gov/learn/glossary/?term=


hypocenter. Tanggal Akses 12 Juli 2017 pukul 13.00 WIB.

Vincent, C.S., 2004, A draft primer on focal mechanism solutions for geologists:
Teaching Quantitative Skills in the Geosciences,
http://serc.carleton.edu/files/NAGTWorkshops/structure04/Focal_mechani
sm_primer.pdf (last accessed November 15, 2006).

Wilson Blake, Fred Leighton and I. Duvall Wilbur,. 1974. Microseismic


Techniques For Monitoring The Behavior Of Rock Structures. United
States Department of The Interior, Washington. 3-8.

Yuji, Yagi., 2004, Plate boundary slip associated with the 2003 Off-Tokachi
earthquake based on small repeating

74

Anda mungkin juga menyukai