Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pengembangan Produk Kari Talas Seabagi Pangan Siap Saji

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 72

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK KARI TALAS SEBAGAI PANGAN SIAP SAJI

Oleh : Tetuko Dito Widarso F24104083

2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Tetuko Dito Widarso. F24104083. Pengembangan Produk Kari Talas Sebagai Pangan Siap Saji. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Sukarno, MSc. RINGKASAN Gaya hidup masyarakat yang semakin dinamis dan mengutamakan efisiensi waktu membuka peluang lebar bagi pengembangan produk talas yang siap saji. Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008 menunjukkan selama periode 2006-2008 tren pola konsumsi pangan sumber karbohidrat penduduk masih didominasi oleh beras dan terigu sedangkan kontribusi umbi-umbian dalam konsumsi pangan penduduk masih rendah. Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) mempunyai potensi sebagai sumber karbohidrat lokal yang belum banyak dikembangkan menjadi bahan pangan pokok yang disukai masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memopulerkan talas sebagai sumber karbohidrat alternatif dalam bentuk produk olahan siap saji (kari talas) yang diminati oleh masyarakat. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) pemilihan jenis talas, (2) penentuan formulasi dan parameter proses pembuatan kari talas, dan (3) analisis produk akhir meliputi uji proksimat dan uji hedonik secara organoleptik. Talas direndam terlebih dahulu dalam air selama 15 menit dan dalam larutan garam 0,3% selama 10 menit untuk menghilangkan lendir dan rasa gatal, kemudian dibilas dan direbus. Jenis talas yang paling disukai konsumen adalah talas bentul yang memiliki nilai skor kesukaan overall tertinggi (1,68) dibandingkan talas mentega (1,97) dan talas ketan (2,35). Talas bentul memiliki keunggulan tekstur yang pulen serta aroma dan rasa yang khas dibandingkan talas mentega dan talas ketan. Formulasi dan parameter proses pembuatan kari talas didapatkan secara trial and error sampai ditemukan hasil produk yang diterima secara organoleptik. Formulasi pembuatan kari talas yaitu 1000 g talas bentul, 500 g wortel, 500 g daging ayam, 150 g bumbu kari, 2 g lada bubuk, dan 1 g cabe bubuk. Hasil analisis proksimat menunjukkan kari talas memiliki kadar air 83,45%, kadar abu 0,90%, kadar protein kasar 3,21%, kadar lemak total 3,14%, dan total karbohidrat 9,30%. Setiap satu porsi sajian (230 g) dapat memenuhi nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein sebesar 14,77% (Daily Reference Value/DRV) atau 9,84% (Angka Label Gizi/ALG); AKG lemak 11,11% (DRV) atau 13,13% (ALG), dan AKG karbohidrat 7,13% (ALG dan DRV). Hasil uji organoleptik dengan membandingkan kari talas dan kari lontong menunjukkan tingkat kesukaan terhadap kari talas tidak berbeda nyata dengan kari lontong untuk atribut tekstur dan aroma pada =0,05 sedangkan untuk atribut warna, rasa, dan overall tingkat kesukaan terhadap kari talas berbeda nyata pada =0,05 yaitu kari lontong masih lebih disukai daripada kari talas. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa kari talas mempunyai potensi untuk diangkat sebagai menu harian dengan talas sebagai sumber karbohidrat utamanya namun masih perlu ditingkatkan mutunya dari segi warna dan rasa. Produk ini cocok dikonsumsi oleh orang yang ingin diet karbohidrat karena nilai total energinya yang kecil (78,3 kal/100 g) dari sumbangan karbohidrat yang kecil (9,3%).

PENGEMBANGAN PRODUK KARI TALAS SEBAGAI PANGAN SIAP SAJI

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: TETUKO DITO WIDARSO F24104083

2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGEMBANGAN PRODUK KARI TALAS SEBAGAI PANGAN SIAP SAJI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: Tetuko Dito Widarso F24104083 Dilahirkan pada tanggal 25 April 1986 di Jakarta

Tanggal lulus :

September 2009

Menyetujui, Bogor, September 2009

Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Departemen ITP

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Tetuko Dito Widarso dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 April 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dibesarkan oleh ayah bernama Sugeng Widarno dan ibu bernama Ratna Indiah bersama-sama kakek-nenek D. D. Mindarso dan R. R. Soebekti. Bangku sekolah penulis dimulai dari Sekolah Dasar Santo Antonius I dan Sekolah Menengah Pertama Marsudirini Jakarta. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta. Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur Prestasi Internasional Nasional (PIN) pada tahun 2004 karena prestasinya sebagai juara III Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XI Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh HIMITEPA pada tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dalam

kepengurusan Unit Kegiatan Mahasiwa Forum for Scientific Studies (UKM FORCES) sebagai Direktur (2005-2006), Ketua BKO Food Chat Club (20072008) Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), serta anggota IPB Debating Community (IDC) Institut Pertanian Bogor dan aktif dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kampus. Beberapa prestasi yang pernah penulis raih yaitu penyaji poster terbaik III bidang PKMP dalam PIMNAS XXI Unissula Semarang 2008, 1st winner National Student Paper Competition on Agriculture IAAS Lc.Unibraw 2008, presenter dalam International Indonesian Students Conference 2008 di IIUM Malaysia dan The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) 2009 di Kasetsart University Thailand dengan makalah Food or Fuel: The Impact of Global Warming on Food and Energy Security in Indonesia. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian tentang pengembangan produk baru siap saji kari talas di bawah bimbingan Dr. Ir. Sukarno, M.Sc.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbilaalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, hidayah, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya sekalian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Perkenankanlah penulis mengucapkah ucapan terima kasih kepada: 1. Orang tua penulis, atas kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan moril dan materi yang telah Mama dan Papa berikan serta adik-adik penulis, Mutiara dan Safira, yang turut memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Kupersembahkan pula skripsi ini untuk eyang. 2. Bapak Dr. Ir. Sukarno, MSc., selaku dosen pembimbing, yang telah memberi arahan, nasihat, saran, motivasi, dan kritik yang membangun tidak hanya akademik namun juga semangat hidup. 3. Bapak Ir. Arif Hartoyo, MP. dan Ibu Elvira Syamsir, STP., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan, nasihat, petuah hidup, dan teladan bagi saya. 4. Bapak Muhammad Ismail dari PT. Zehat Internasional yang memberikan bantuan kemasan pouch dalam penelitian ini (meskipun akhirnya penelitian pouch-nya tidak dilajutkan) 5. Bapak Gatot dan Ibu Rubiyah yang banyak memberikan bantuan selama penelitian ini. Saya jadi memahami apa arti keikhlasan dan pengabdian. 6. Bapak dan Ibu laboran yang handal (Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Rojak, Pak Yahya, Pak Sidiq, Bu Antin, Bu Sri, Pak Jun, Pak Yas, Pak Nur, Teh Ida, Mas Edi, MbaDarsih, MbaAri). Terima kasih atas cerita-cerita dan curhatnya selama di lab.

7. Bapak dan Ibu pustakawan Perpustakaan Fateta dan PAU (Pak Sumpena, Pak Didin, Bu Desnur, Teh Cicih). Terima kasih atas pelayanan skripsi, buku, dan jurnalnya. 8. Teman-teman seatap rumah dan tetangga di Darmaga Regency, Blue House, Al Azzam, Wakasiba, dan Darmaga Hijau (Sigit Susy, Bimo, Fadli Bibi, Indra, Abah, Siwi, Adibudi, Busan, Mumun, Iboy, Heru, Dika, Anami, Kani, Warid, Dede Puput, Dikun, Topik Oeplay, Teteh, Dina, Akang, Bu Caroline Mamah). Tanpa kalian semua hari-hari pasti membosankan. 9. Sahabat-sahabatku (Mas Tarwin yang ngajarin baca Quran dengan tahsin; cocogurt team: Tomi, Dil2, Muj2, Rin2, Riza, Riski; Dita dan Kamalita atas kebersamaannya sebagai satu tim keliling dunia; Kelompok C4: UQ, April-chan, Nona atas kekompakan dan perhatiannya sampai saat ini; Sylvi yang dengan masalahnya membuat saya dewasa; pengurus BEM KM IPB: Gema, Cici, Fahmi, Afid, Ame, Fahri, TB, Tiara, Benik, Gadiez, dll; personil UKM Forces IPB: Mas Fanny, Pak Anuraga, Bowo, Nanang, dll; Food Chat Himitepa IPB: Yuli, Sherly, Hans, IDC: Bu Alfa, Bu Ani, Ratih, Aji, Dina, Tina, Listya, Rahmat thank you guys....it improves my english really, dan sekelompok pencari ilmu: Sigit NP, Didin, Aang, dkk) 10. Seluruh teman-teman, kakak, dan adik-adik TPG/ITP 38, 39, 40, 41, 42, dan 43. Terima kasih atas kebersamaannya dalam kuliah, kepanitiaan, acara fieldtrip, BAUR, dan sebagainya. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun tidak ada karya manusia yang sempurna. Semoga dengan kekurangan yang masih ada, skripsi ini tetap bermanfaat bagi pembaca.

Bogor,

September 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ...................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Tujuan dan Sasaran....................................................................................... 2 C. Manfaat ......................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3 A. Talas ............................................................................................................. 3 B. Produk Pangan Siap Saji .............................................................................. 6 III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 8 A. Bahan dan Alat ............................................................................................ 8 B. Metode Penelitian........................................................................................ 8 C. Metode Analisis .......................................................................................... 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 13 A. Penelitian Pendahuluan ................................................................................ 13 B. Penelitian Utama .......................................................................................... 23 1. Pembuatan Kari Talas .......................................................................... 23 2. Analisis Produk Akhir .......................................................................... 25 2.1. Analisis Proksimat dan Perhitungan Nilai Gizi .......................... 26 2.2. Hasil Uji Organoleptik ................................................................ 31 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 38 A. Kesimpulan .................................................................................................. 38 B. Saran ............................................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40 LAMPIRAN ............................................................................................................... 43

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor .................................................................. 4 Gambar 2. Jalur biosintesis kolesterol serta senyawa aktif MGDG dan DGDG yang diekstrak dari talas................................................................ 6 Gambar 3. Proses pembuatan kari talas yang dimodifikasi ....................................... 9 Gambar 4. Warna talas setelah perebusan.................................................................. 14 Gambar 5. Skor hedonik warna talas rebus................................................................ 15 Gambar 6. Skor hedonik tekstur talas rebus............................................................... 16 Gambar 7. Distribusi granula pati dari talas yang ada di Jawa .................................. 17 Gambar 8. Skor hedonik aroma talas rebus ............................................................... 18 Gambar 9. Skor hedonik rasa talas rebus ................................................................... 20 Gambar 10. SEM dari sel idioblast ............................................................................ 21 Gambar 11. LM dari sel idioblast .............................................................................. 21 Gambar 12. SEM dari raphide ................................................................................... 21 Gambar 13. Skor rata-rata uji rangking hedonik talas rebus...................................... 22 Gambar 14. Grafik rata-rata kekerasan talas pada saat perebusan ............................. 25 Gambar 15. Produk kari talas dengan potongan wortel dan ayam............................. 25 Gambar 16. Skor hedonik warna kari talas dan kari lontong ..................................... 32 Gambar 17. Skor hedonik tekstur kari talas dan kari lontong .................................... 33 Gambar 18. Skor hedonik aroma kari talas dan kari lontong ..................................... 34 Gambar 19. Skor hedonik rasa kari talas dan kari lontong ........................................ 35 Gambar 20. Skor hedonik overall kari talas dan kari lontong ................................... 37

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perbandingan kadar zat gizi talas, kentang, ubi jalar, dan nasi ................... 4 Tabel 2. Komposisi umbi talas per 100 gram bahan ................................................. 5 Tabel 3. Perbedaan karakteristik umbi talas Bogor................................................... 13 Tabel 4. Komposisi bahan kari talas untuk 8 porsi ................................................... 23 Tabel 5. Estimasi kandungan nilai gizi produk kari talas ......................................... 26 Tabel 6. Nilai AKG untuk beberapa komponen gizi untuk diet 2000 kkal .............. 29 Tabel 7. Estimasi kandungan nilai energi produk kari talas ..................................... 30 Tabel 8. Jenis rempah dan kandungan senyawa aktifnya ......................................... 36

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner uji rating dan rangking hedonik pemilihan jenis talas terbaik ........................................................................................... 43 Lampiran 2. Data skor uji rating hedonik warna talas rebus dan analisis ragamnya .................................................................................. 44 Lampiran 3. Data skor uji rating hedonik tekstur talas rebus dan analisis ragamnya .................................................................................. 45 Lampiran 4. Data skor uji rating hedonik aroma talas rebus dan analisis ragamnya .................................................................................. 46 Lampiran 5. Data skor uji rating hedonik rasa talas rebus dan analisis ragamnya .... 47 Lampiran 6. Data skor uji rangking hedonik talas rebus dan analisis ragamnya ....... 48 Lampiran 7. Penentuan kadar air produk kari talas.................................................... 49 Lampiran 8. Penentuan kadar abu produk kari talas .................................................. 49 Lampiran 9. Penentuan kadar lemak produk kari talas .............................................. 49 Lampiran 10. Penentuan kadar protein produk kari talas .......................................... 50 Lampiran 11. Nilai pH produk kari talas ................................................................... 50 Lampiran 12. Kuesioner uji organoleptik produk kari talas ...................................... 51 Lampiran 13. Data skor uji rating hedonik warna kari talas ...................................... 52 Lampiran 14. Data skor uji rating hedonik tekstur kari talas ..................................... 53 Lampiran 15. Data skor uji rating hedonik tekstur kari talas ..................................... 54 Lampiran 16. Data skor uji rating hedonik rasa kari talas ......................................... 55 Lampiran 17. Data skor uji rating hedonik overall kari talas .................................... 56 Lampiran 18. Setting alat Texture Analyzer XT-21 untuk pengukuran kekerasan talas rebus dengan program Texture Expert ......................................... 57 Lampiran 19. Hasil pengukuran kekerasan talas pada saat perebusan....................... 57 Lampiran 20. Nilai AKG berdasarkan WNPG VIII tahun 2004 ................................ 58 Lampiran 21. Foto-foto penelitian ............................................................................. 59

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Gaya hidup masyarakat yang semakin dinamis dan mengutamakan efisiensi waktu membuka peluang lebar bagi pengembangan produk siap saji. Sebagai contoh, mie instan sampai saat ini masih sangat populer karena penyajiannya yang mudah dan cepat. Data statistik Biro Pusat Satistik (BPS) tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (Anonim 2002). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah. Di sisi lain, hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008 menunjukkan selama periode 2006-2008 tren pola konsumsi pangan sumber karbohidrat penduduk masih didominasi oleh beras dan terigu sedangkan kontribusi umbi-umbian dalam konsumsi pangan penduduk masih rendah, di mana kontribusi energinya < 5% dari total konsumsi energi yang berasal dari pangan sumber karbohidrat (padi-padian dan umbi-umbian). Adapun kontribusi konsumsi karbohidrat yang berasal dari padi-padian (beras dan terigu) pada tahun 2008 sebesar 64,1% (di atas angka anjuran sebesar 50%); naik 2% dibanding tahun 2007. Ini berarti pola konsumsi pangan masyarakat perlu didorong agar mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat lainnya, seperti jagung, jali, umbi-umbian, sukun, serta pisang, dalam bentuk berasan, tepung, dan mie (Anonim 2008). Salah satu tanaman umbi-umbian yang cukup populer adalah talas. Tanaman talas (Colocasia esculenta) berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Cina, Eropa, Afrika, dan Kepulauan Pasifik (Kocchar 1998). Ini berarti bahwa talas merupakan salah satu makanan pokok nenek moyang bangsa Indonesia jauh sebelum budidaya padi meluas di nusantara. Sayangnya, sumber karbohidrat lokal ini sampai sekarang potensinya belum banyak dikembangkan, khususnya dari segi pengolahan pasca panennya.

Pemanfaatan umbi talas sejauh ini masih terbatas sebagai bahan campuran sayur, talas goreng, talas kukus, talas rebus, dan keripik talas. Riset pengembangan produk berbasis talas cenderung masih mengarah kepada pembuatan produk pangan alternatif atau produk camilan. Beberapa penelitian pasca panen terhadap komoditas ini menghasilkan variasi produk yang lebih luas antara lain tepung talas (Rustana 1982), pati talas, keripik simulasi talas (Rahmanto 1994), produk ekstrudat talas, tape talas (Diana 1997), dan flakes komposit dari talas (Fauzan 2005). Akan tetapi aplikasinya dalam industri pangan lokal masih sangat terbatas sehingga produknya masih sulit ditemui di pasaran. Belum terlihat upaya untuk mengolah talas sebagai sumber karbohidrat berbasis umbi menjadi produk olahan pangan dalam menu sehari-hari yang cocok dipadukan dengan berbagai jenis sayur dan lauk-pauk. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian penelitian untuk

meningkatkan potensi talas sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat umbi-umbian yang diminati oleh masyarakat. Bentuk olahan pangan kari dipilih karena produk ini sudah umum diterima oleh masyarakat sebagai salah satu masakan tradisional berbahan rempah-rempah nusantara.

B. TUJUAN DAN SASARAN Penelitian ini bertujuan memopulerkan talas sebagai sumber

karbohidrat alternatif dalam bentuk produk olahan siap saji (kari talas) yang diminati oleh masyarakat. Sasaran penelitian adalah mendapatkan jenis talas yang paling disukai konsumen sebagai bahan baku produk, mendapatkan formulasi produk kari talas yang disukai konsumen, dan mengetahui mutu dan kandungan gizi produk akhir.

C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah mendorong potensi daerah Bogor untuk memopulerkan talas sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam bentuk inovasi produk pangan olahan tradisional yaitu kari talas dan mendukung program diversifikasi pangan nasional/daerah yaitu pengembangan sumber karbohidrat lain selain beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi pada tanah yang kering sampai basah. Suhu dan curah hujan optimum untuk pertumbuhannya adalah 21-27oC dan 250 cm per tahun. Namun kultivar yang dapat tumbuh di daerah kering masih mampu bertahan sampai curah hujan 175 cm per tahun (Kay, 1973). Tinggi tanaman talas berkisar antara 0,4-2,0 m dengan jumlah bunga 2-5 buah yang muncul secara bersama-sama (Kay, 1973). Umbi talas dipanen setelah tanaman berumur 6-18 bulan dengan berat panen 0,45-3,5 kg. Waktu panen ditandai dengan mulai menguningnya daun dan kemudian mengering. Daerah penghasil talas di Indonesia adalah kota Bogor dan Malang yang menghasilkan beberapa kultivar yang enak rasa umbinya. Produktivitas tanaman talas tergantung pada kultivar/varietas, umur tanaman, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Pada kondisi optimal produktivitas talas dapat memcapai 30 ton/hektar. Produksi talas di Kabupaten Bogor cukup besar yaitu sekitar 17.699 ton pada tahun 1999 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor Bagian Bina Sarana Produksi 1999, diacu dalam Wijaya, 2000). Rukmana (1997) melaporkan terdapat lima varietas talas yang ada di Bogor yaitu: 1. Talas pandan : varietas ini memiliki ciri tangkai daun berwarna keunguan, pohon pendek, pangkal batang berwarna merah atau kemerahan, umbi lonjong berwarna coklat dengan daging umbi keunguan, dan bila direbus berbau pandan. 2. Talas sutra : varietas ini memiliki permukaan daun yang halus dan berwarna hijau muda, pangkal pelepah daun berwarna putih, dan umbi bila direbus berwarna putih dengan tekstur lembek. 3. Talas mentega/lampung: varietas ini memiliki daun dan pelepah daun berwarna kuning keunguan, umbi berbentuk bulat dengan daging umbi berwarna kuning, dan terasa gatal bila direbus.

4. Talas ketan: varietas ini memiliki batang yang mengecil tepat di atas umbi, pelepah daun berwarna hijau dengan garis hitam, daging umbi berwarna putih, dan terasa gatal jika direbus. 5. Talas bentul: varietas ini memiliki batang yang mengecil di atas umbi, pelepah daun berwarna hijau dengan garis hitam keunguan, daging umbi berwarna kuning, dan terasa gatal jika direbus.

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Perbandingan komposisi talas dengan sumber karbohidrat lainnya yaitu kentang, ubi jalar, dan nasi dapat dilihat pada Tabel 1. Dapat dilihat bahwa umbi-umbian yaitu talas, kentang, dan ubi jalar memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan beras yang sudah dimasak (nasi). Kandungan karbohidrat umbiumbian pun relatif lebih sedikit daripada nasi sehingga nilai energinya (kalori) menjadi lebih kecil pula. Komposisi zat gizi talas yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Perbandingan kadar zat gizi dari talas, kentang, ubi jalar, dan nasi* Komposisi Talas Kentang Ubi Jalar Nasi Air (g) 73,0 77,8 68,5 57,0 Protein (g) 1,9 2,0 1,8 2,1 Lemak (g) 0,2 0,1 0,7 0,1 Karbohidrat (g) 23,7 19,1 27,9 40,6 Kalori (kal) 98,0 83,0 123,0 178,0 * Depkes (1989)

Tabel 2. Komposisi umbi talas per 100 gram bahan Komposisi 1 2 3* Kalori (kal) 98,00 100,00-104,00 Protein (g) 1,40-3,00 1,90 1,75-2,57 Lemak (g) 0,16-0,36 0,20 0,09-0,15 Karbohidrat (g) 13,00-29,00 23,70 21,60-22,30 Serat (g) 0,60-1,18 0,39-0,61 Abu (g) 0,60-1,30 0,90-1,37 Air (g) 73,00 69,40-71,70 Kalsium (mg) 28,00 34,00-47,00 Fosfor (mg) 61,00 196,00-340,00 Besi (mg) 1,00 8,10-10,80 Vitamin A (SI) 20,00 Thiamin (mg) 0,18 0,13 0,60-0,69 Riboflavin (mg) 0,44 0,17-0,26 Niacin (mg) 0,90 2,20-2,40 Vitamin C (mg) 7,00-9,00 4,00 10,50-16,10 1. Kay (1973). 2. Depkes (1989). 3. Huang et al. (2006). * talas yang ditanam di lahan kering Umbi talas mengandung suatu senyawa yang menyebabkan rasa gatal, yaitu kalsium oksalat (CaC2O4) yang banyak terdapat pada getahnya. Rasa gatal yang merangsang rongga mulut dan kulit disebabkan oleh adanya kristalkristal kecil berbentuk jarum halus yang tersusun dari kalsium oksalat, yang disebut raphide (Payne et al. 1941, diacu dalam Rustana 1982). Raphide tersebut terkurung dalam kapsul yang dikelilingi lendir. Kapsul-kapsul ini terletak di suatu area di antara dua vakuola. Ujung dari kapsul menyembul ke dalam perbatasan vakuola-vakuola pada dinding sel. Vakuola-vakuola berisi air sehingga bila diberi perlakuan mekanis maka air akan masuk ke dalam kapsul melalui dinding sel. Tekanan air terhadap dinding sel akan meningkat sehingga kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum terdesak ke luar. Cara untuk menghilangkan rasa gatal umbi talas adalah dengan pemasakan, pengeringan, dan pemasakan asam dengan nitrit atau asam klorida encer. Manfaat utama umbi talas adalah sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Di Irian Jaya, talas dimakan sebagai makanan pokok. Di daerah lain (di Jawa, Sumatera), talas dimakan sebagai makanan tambahan setelah diolah menjadi macam-macam masakan atau dimakan sebagai talas rebus, talas kukus, dan talas goreng. Talas juga diambil tepungnya untuk dipakai

sebagai pengganti terigu. Di Filipina, talas dibuat menjadi kue-kue sedangkan di Brasil dijadikan roti. Di Kolombia talas dijadikan bahan minuman lewat proses fermentasi, sedangkan di Hawai dikenal poi yang terbuat dari getuk talas yang dicampur air dan difermentasikan sebelum dimakan. Talas merupakan tumbuhan yang 90% bagiannya dapat dimakan, yang tak dapat dimakan hanyalah akar-akar serabutnya. Daun, tangkai daun, pelepah, umbi induk, umbi anakan talas, semua dapat dimakan (Lingga et al. 1989). Kandungan senyawa aktif yaitu monogalactosyldiacylglycerol

(MGDG) dan digalactosyldiacylglycerols (DGDG) yang terdapat pada umbi talas dilaporkan dapat menghambat biosintesis kolesterol melalui

penghambatan enzim lanosterol sintase (hOSC) pada manusia (Sakano et al. 2005). Talas dilaporkan memiliki efek penghambatan paling tinggi yaitu 55% (dalam 300 g/ml) dibandingkan 130 sampel sayuran yang diliofilisasi. Jalur biosintesis dari kolesterol dan struktur senyawa aktif MGDG dan DGDG dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jalur biosintesis kolesterol serta senyawa aktif MGDG dan DGDG yang diekstrak dari talas (Sakano et al. 2005).

B. PRODUK PANGAN SIAP SAJI Produk pangan siap saji (ready meals) adalah produk pangan yang tersusun atas berbagai bahan pangan yang umumnya tersusun atas nasi, pasta, atau kentang; daging; dan sayur-sayuran. Beragam bahan pangan tersebut

dapat dicampurkan dalam satu kemasan, sebagai contoh dalam sebuah produk kalengan, ataupun terpisah namun disatukan dalam satu kemasan sekunder yang sama. Prinsipnya adalah suatu produk pangan yang mengandung asupan zat gizi yang lengkap dalam satu porsi dengan proses penyajian yang minimal karena konsumen menginginkan produk tersebut sudah berada dalam kondisi yang aman secara mikrobiologis untuk dikonsumsi langsung (Tucker, 2006). Produk pangan siap saji dapat disajikan secara langung seperti katering dan kios-kios makanan. Pengembangan pangan siap saji pada skala yang lebih besar menggunakan bahan kemasan yang khusus. Bahan kemasan yang umumnya digunakan berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instan dan nugget), polyvinyl chloride (PVC untuk pembungkus kembang gula), kaleng dan pouch (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar Bogor, Jalan Raya Pajajaran), daging ayam, wortel, lada bubuk, cabe bubuk, garam, bumbu kari instan, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuades steril, alkohol, serta bahan-bahan uji proksimat dan uji organoleptik. Alat-alat yang digunakan adalah pisau, talenan, panci, pengaduk, blancher, texture analyzer, pH meter, labu Erlenmeyer, labu lemak, desikator, bunsen, soxhlet apparatus, oven pengering, tanur, cawan porselin, timbangan, dan stopwatch.

B. METODE PENELITIAN Tahap-tahap penelitian yang dilakukan meliputi: (1) pemilihan jenis talas, (2) penentuan formulasi dan parameter proses pembuatan kari talas, dan (3) analisis produk akhir meliputi uji proksimat, dan uji hedonik produk jadi. 1. Pemilihan jenis talas Pemilihan dilakukan untuk mengetahui jenis talas terbaik yang sesuai untuk dijadikan bahan utama pembuatan kari talas. Parameter yang diperhatikan adalah warna, tekstur, aroma, rasa (termasuk efek gatal), dan overall. Pemilihan ini didasarkan pada observasi lapangan dan uji hedonik menggunakan panelis tidak terlatih. Jenis umbi talas terbaik menurut uji hedonik panelis digunakan sebagai bahan utama penelitian selanjutnya. 2. Penentuan formulasi dan parameter proses pembuatan kari talas Pembuatan kari talas meliputi pengupasan talas segar, pemotongan bentuk kotak dengan ukuran sisi 1 cm, dilanjutkan dengan pencucian dan perendaman di dalam air bersih selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit untuk menghilangkan lendir. Selanjutnya potongan talas direndam dalam larutan garam 0,3% selama 10 menit untuk menghilangkan rasa gatal. Potongan talas kemudian dicuci bersih dengan air untuk menghilangkan

lendir yang ada. Potongan talas direbus lalu diolah menjadi kari talas dengan campuran bumbu kari instan, lada bubuk, cabe bubuk, potongan wortel, daging ayam yang disuwir, dan air kaldu rebusan daging ayam. Komposisi bahan-bahan pembuatan kari talas mengikuti resep masakan kari ayam yang dibuat oleh Sekar (2007). Dilakukan beberapa modifikasi seperti penggunaan bumbu instan untuk menyeragamkan mutu bumbu kari dan penambahan talas rebus ke dalam masakan kari ayam sebagai sumber karbohidrat.
Umbi talas segar Wortel segar Daging ayam

Pengupasan

Pengupasan

Perebusan 30suhu 100oC

Pemotongan

Pengirisan 3 mm

Daging ayam matang

Larutan kaldu ayam

Pencucian

Pencucian

Penyuwiran

Perendaman dalam air 15 Perendaman dalam lar. garam 0,3% 10

Pemblansiran 90oC

Bumbu instan, lada, cabe bubuk

Larutan kuah kari

Pembilasan

Perebusan selama 30 suhu 100oC

Pencampuran

Kari talas

Perebusan selama 20 suhu 100oC

Gambar 3. Proses pembuatan kari talas (Sekar 2007) yang dimodifikasi.

3.

Analisis produk akhir Produk akhir kemudian diuji kandungan proksimatnya untuk melihat karakter gizinya. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan energi dalam produk kari talas. Sedangkan uji hedonik dilakukan untuk menilai penerimaan produk oleh konsumen.

C. METODE ANALISIS 1. Analisis Proksimat Persiapan sampel yaitu sebanyak 100-200 gram produk

dihomogenisasi menggunakan blender sampai terbentuk campuran yang homogen. a. Kadar air metode oven (AOAC 1990) Sejumlah sampel ( 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dengan menggunakan rumus:

Keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

b. Kadar abu (AOAC 1990) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 100oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan rumus:

c. Kadar lemak total (AOAC 1990) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105-110oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dalam bentuk kering (sampel dikeringkan dalam oven terlebih dahulu) ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet apparatus), yang telah diberi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) kemudian pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

d. Kadar protein kasar metode mikro-Kjeldahl (AOAC 1990) Sejumlah kecil sampel (1-2 g) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,0 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer dencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan untuk

blanko juga dilakukan dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel. Kadar protein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar protein kasar (%) = % N x 6,25

e. Kadar karbohidrat (by difference) (Winarno 1992) Kadar karbohidrat (%) = (100% - (P + KA + A + L)) Keterangan: P = kadar protein (%)

KA = kadar air (%) A L = kadar abu (%) = kadar lemak (%)

f. Nilai energi kari talas (Ramsden 1995) Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut. Nilai energi dapat dihitung dengan rumus: Energi (kilokalori) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak) atau Energi (kiloJoule) = (17 kJ/g x kadar karbohidrat) + (17 kJ/g x kadar protein) + (37 kJ/g x kadar lemak) 1 kalori = 4,18 Joule

2. Uji Organoleptik (Meilgaard et al. 1999) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui preferensi panelis terhadap jenis talas yang terbaik untuk dijadikan bahan baku kari talas. Uji yang dilakukan yaitu uji rating hedonik dan uji rangking hedonik. Uji rating hedonik juga dilakukan untuk mengukur penerimaan panelis terhadap produk akhir dengan membandingkan kari talas dan kari lontong. Skala hedonik yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 (1= sangat tidak suka, 2=

tidak suka, 3= netral, 4= suka, dan 5= sangat suka). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS versi 11.5.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN Hasil pengamatan secara langsung di beberapa pasar maupun lapak pedagang talas yang ada di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar Bogor, Jalan Raya Pajajaran) menunjukkan bahwa jenis talas yang sering dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat yaitu talas mentega/lampung, talas ketan, dan talas bentul. Sebenarnya masih banyak jenis talas yang lain seperti talas sente dan bolang (Purwono dan Purnamawati 2007), namun kurang begitu dibudidayakan oleh petani lokal karena alasan penerimaan konsumen terhadap rasa, efek gatal, dan lendir yang dihasilkan ketika dimasak. Ketiga jenis talas tersebut (mentega, ketan, dan bentul) memiliki perbedaan kasat mata yaitu warna batang umbi yang berbeda. Talas ketan memiliki warna batang hijau polos, sedangkan talas mentega memiliki warna batang yang cenderung berwarna ungu. Talas bentul memiliki warna batang yang khas yaitu berwarna hijau dengan gurat-gurat berwarna ungu. Jika umbi diiris, maka umbi talas ketan akan tampak lebih putih dibandingkan talas bentul dan mentega. Perbedaan warna ini akan semakin tampak setelah umbi direbus seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Perbedaan karakteristik umbi selengkapnya dari ketiga jenis talas tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan karakteristik umbi talas Bogor. Warna umbi Lendir dan efek gatal Putih (mentah) Lendir banyak dan sangat Putih (matang) gatal Kuning (mentah) Lendir sedikit dan kurang Kuning (matang) gatal Agak kuning (mentah) Lendir sedikit dan kurang Putih marmer (matang) gatal

Jenis talas Ketan Mentega Bentul

Gambar 4. Warna talas setelah perebusan: bentul (kiri), ketan (kanan), mentega (bawah). Pemilihan jenis talas terbaik untuk dijadikan kari talas dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik dan uji rangking hedonik. Uji rating hedonik digunakan untuk menilai kesukaan dari masing-masing atribut yang diuji yaitu warna, tekstur, rasa, dan aroma talas matang setelah direbus. Uji rangking hedonik digunakan untuk menilai jenis talas yang paling disukai panelis secara keseluruhan (overall). Berikut dapat dilihat hasil uji hedonik terhadap talas yang sudah direbus. a. Warna Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna talas rebus dapat dilihat pada Gambar 5. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap warna potongan talas rebus tanpa membandingkan antar sampel. Setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS versi 11.5 tidak terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara ketiga warna sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai signifikansi sampel (0,137) lebih besar daripada nilai signifikansi acuan (0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kesukaan di antara sampel (Lampiran 2). Talas ketan memiliki penampilan yang putih bersih. Talas mentega memiliki warna kuning yang khas sedangkan talas bentul memiliki warna putih keruh agak transparan seperti marmer. Perbedaan warna umbi talas ini disebabkan oleh kandungan pigmen warna seperti karotenoid yang berbeda-beda tergantung jenis

talasnya. Kandungan vitamin A yang pernah diteliti yaitu sebanyak 20-28 IU (Depkes 1989 dan Sakai 1979). Talas mentega yang berwarna lebih kuning memiliki pigmen karotenoid yang lebih banyak dibandingkan talas bentul dan talas ketan. Adanya bagian yang berwarna transparan pada talas bentul kemungkinan disebabkan oleh sifat gelatinisasi pati pada saat perebusan. Amilosa dan amilopektin yang pecah ketika proses gelatinisasi membentuk gel transparan yang terperangkap di dalam struktur jaringan umbi sehingga menimbulkan warna transparan pada umbi yang direbus.
5 4 3,77a 3,29a 3 2 1 0 A B C 3,45a

Skala Hedonik

Sampel Gambar 5. Skor hedonik warna talas rebus. Ket. : A = talas mentega, B = talas ketan, C = talas bentul (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) b. Tekstur Hasil uji rating hedonik terhadap atribut tekstur talas rebus dapat dilihat pada Gambar 6. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap kekerasan dan kelengketan potongan talas rebus tanpa membandingkan antar sampel. Banyaknya lendir yang masih ada setelah proses pencucian dan perebusan juga menjadi indikator penilaian. Hasil sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan kesukaan yang nyata di antara ketiga sampel pada taraf kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi sampel (0,001) lebih kecil

daripada nilai signifikansi acuan (0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara sampel (Lampiran 3). Dengan uji lanjutan menggunakan uji Duncan, tingkat kesukaan terhadap tekstur talas rebus tidak berbeda nyata antara talas mentega (skor 3,32) dan talas ketan (skor 2,97), namun keduanya berbeda nyata dengan talas bentul (skor 3,97) yang lebih disukai dibandingkan talas mentega dan talas ketan.
5 3,97b 4

Skala Hedonik

3,32a 2,97a 3 2 1 0 A B C

Sampel Gambar 6. Skor hedonik tekstur talas rebus Ket. : A = talas mentega, B = talas ketan, C = talas bentul (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Talas bentul memiliki skor tertinggi mendekati nilai disukai (skala 4) karena teksturnya yang pulen dan liat sehingga menimbulkan persepsi disukai ketika dikunyah. Talas ketan memiliki skor terendah karena memiliki tekstur paling keras dan memiliki kandungan lendir paling banyak, yang mungkin kurang disukai oleh panelis. Perbaikan mutu tekstur untuk talas ketan dapt dilakukan dengan memperlama waktu perebusan sehingga teksturnya kan semakin melunak. Talas mentega memiliki tekstur yang lebih rapuh (masir) dan lebih lengket (karena adanya lendir) dibandingkan talas bentul. Perbaikan mutu tekstur untuk talas mentega dapat dilakukan dengan mengurangi lama waktu perebusan dan juga menambahkan

senyawa kalsium seperti kalsium karbonat untuk mengeraskan tekstur dengan mekanisme pengikatan kalsium pada jaringan pektin umbi talas. Perbedaan kekerasan, kelengketan karena komposisi amilosaamilopektin, dan kelengketan karena lendir ini kemungkinan disebabkan oleh persebaran granula pati yang tidak seragam sehingga mempengaruhi tekstur umbi ketika direbus. Maeda et al. (2004), menyatakan bahwa persebaran granula pati dari beberapa talas yang berasal dari Jawa tidak seragam jumlahnya dengan kisaran ukuran partikel yaitu 3-17 m (Gambar 7). Kandungan pati dari beberapa varietas talas yaitu antara 68-72% dengan amilosa antara 10,5421,44% dan serat 6-7% (Hartati dan Prana 2003). Keragaman kandungan pati, amilosa-amilopektin, dan serat ini juga turut mempengaruhi kekerasan dan kelengketan tekstur talas ketika direbus. Selain itu dapat pula disebabkan oleh perbedaan waktu panen umbi yang tidak seragam. Diketahui bahwa waktu panen umbi bervariasi antara 6-9 bulan tergantung varietas yang ditanam (Purwono dan Purnamawati 2007). Namun pada kenyataannya sering dijumpai variasi waktu panen oleh petani sehingga berpengaruh teradap perbedaan kandungan pati dan kekerasan tekstur umbi.

Gambar 7. Distribusi granula pati dari talas yang ada di Jawa (Maeda et al. 2004). c. Aroma Hasil uji rating hedonik terhadap atribut aroma talas rebus dapat dilihat pada Gambar 8. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai

tingkat kesukaannya terhadap aroma sampel talas rebus tanpa membandingkan antar sampel. Setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS versi 11.5 terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara ketiga sampel pada taraf kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi sampel (0,008) lebih kecil daripada nilai signifikansi acuan (0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara sampel (Lampiran 4). Dengan uji lanjutan menggunakan uji Duncan, ketiga jenis talas menunjukkan tingkat kesukaan aroma yang tidak berbeda nyata antara talas mentega (skor 3,13) dan talas ketan (skor 3,06) namun keduanya berbeda dengan talas bentul. Talas bentul memiliki tingkat kesukaan tertinggi (skor 3,48) dibandingkan talas mentega dan talas ketan.
5 4

3,48b 3,13a 3,06a

Skala Hedonik

3 2 1 0 A B C

Sampel Gambar 8. Skor hedonik aroma talas rebus Ket. : A = talas mentega, B = talas ketan, C = talas bentul (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Pada saat perebusan, pati dalam umbi talas akan mengalami proses gelatinisasi sehingga rasa dan aromanya berubah dari mentah menjadi matang. Kemungkinan ada senyawa volatil hasil proses pemasakan pati yang tercium sehingga menimbulkan bau wangi pati masak yang khas. Talas bentul memiliki aroma wangi yang lebih kuat

dan khas dibandingkan talas mentega dan talas ketan sehingga cenderung lebih disukai oleh panelis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi senyawa volatil yang terkandung dalam umbi talas bentul lebih banyak sehingga lebih mudah ditangkap oleh indra penciuman panelis sebagai suatu bentuk wangi yang khas. Selain itu mungkin terdapat suatu senyawa volatil lain yang menyebabkan aroma khas dibandingkan jenis talas lain seperti senyawa volatil yang terdapat pada beras pandan wangi yang menyebabkan beras berbau pandan ketika dimasak menjadi nasi.

d. Rasa Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa talas rebus dapat dilihat pada Gambar 9. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap rasa sampel talas rebus tanpa membandingkan antar sampel. Rasa yang diuji juga meliputi ada tidaknya rasa gatal pada saat mengunyah sampel. Setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS versi 11.5 terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara ketiga sampel pada taraf kepercayaan 95% dengan nilai signifikansi sampel (0,022) lebih kecil daripada nilai signifikansi acuan (0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan nyata di antara sampel (Lampiran 5). Dengan uji lanjutan menggunakan uji Duncan, ketiga jenis talas menunjukkan tingkat kesukaan rasa yang tidak berbeda nyata antara talas mentega (skor 3,00) dan talas ketan (skor 2,97) namun keduanya berbeda nyata dengan talas bentul. Talas bentul (skor 3,58) paling disukai dibandingkan kedua talas lainnya. Talas bentul memiliki rasa lebih khas dibandingkan dengan talas ketan dan talas mentega sehingga lebih disukai oleh panelis. Rasa talas yang khas kemungkinan disebabkan pemasakan pati (proses gelatinisasi) dan juga oleh senyawa-senyawa protein dan lemak yang terkandung dalam umbi talas. Menurut Sakai (1979), kandungan protein umbi talas antara 1,7-1,9% yang kaya akan asam amino sistin

namun kekurangan isoleusin, lisin,

triptofan, dan metionin.

Kandungan lemak sebesar 0,1-0,2% tersusun atas asam lemak linoleat (42,0%), palmitat (25,6%), oleat (22%), linolenat (8,2%), stearat (1,6%), dan miristat (0,1%). Variasi komposisi senyawa lemak dan protein yang relatif berbeda untuk tiap jenis talas menyebabkan rasa yang juga relatif bervariasi antara satu jenis talas dengan talas lainnya. Selain itu tidak menutup memungkinan terdapat senyawa lain yang turut berkontribusi terhadap timbulnya rasa talas bentul yang khas.

5 4 3,58b 3,00a 3 2 1 0 A B C 2,97a

Skala Hedonik

Sampel Gambar 9. Skor hedonik rasa talas rebus Ket. : A = talas mentega, B = talas ketan, C = talas bentul (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Penilaian rasa juga meliputi kuat-tidaknya rasa gatal yang dirasakan panelis ketika menilai sampel. Talas ketan memiliki skor terendah karena memiliki rasa gatal yang cukup terasa menyengat ketika dimakan dibandingkan talas mentega dan talas bentul. Rasa gatal ini diakibatkan oleh kristal oksalat (raphide) yang tidak hilang ketika proses perendaman, pencucian, dan perebusan. Kandungan oksalat yang pernah diteliti yaitu antara 328-460 g/100g dengan

metode titrasi KMnO4 (Sefa-Dedeh dan Agyir-Sackey 2004) dan

antara 430-1560

g/100g dengan metode high performance liquid

chromatography (Huang dan Tanadjaja 1992). Ada tiga macam penyebab rasa gatal atau menyengat yang dikemukakan oleh Sakai (1979) yaitu adanya jarum idioblast dalam sel-sel yang mengandung raphide, iritasi mekanis akibat kristal raphide, dan iritasi kimia akibat toksin. Namun toksin ini mudah larut dalam air dan kristal oksalat akan hilang dengan perendaman dan pemasakan. Rasa gatal yang masih muncul kemungkinan disebabkan oleh sisa kristal oksalat yang tidak larut dalam larutan garam dan tidak tercuci dengan bersih. Hasil Scanning Electron Micrograph (SEM) dan Light Micrograph (LM) dari sel idioblast dan raphide tanaman talas (Colocasia sp) dapat dilihat pada Gambar 10 - Gambar 12 di bawah ini.
10 11

12

Gambar 10-12. SEM dari sel idioblast, LM dari sel idioblast, SEM dari raphide (ditunjukkan oleh panah) (Sakai 1979). e. Overall Penilaian tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan (overall) dilakukan dengan menggunakan uji rangking hedonik sederhana (Meilgaard et al. 1999). Panelis diminta untuk membandingkan antar sampel secara keseluruhan, dan menentukan rangking terkecil untuk sampel yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Diketahui bahwa talas bentul memiliki skor rangking paling kecil dibandingkan talas mentega dan talas ketan (Gambar 13) yang berarti talas bentul paling disukai oleh panelis dari seluruh atribut penilaian. Analisis menggunakan uji Friedman program SPSS versi 11.5

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kesukaan yang nyata di antara sampel yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,013 (Lampiran 6). Dengan uji lanjut menggunakan uji Least Significant Difference (LSD) dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan secara overall dari talas ketan berbeda nyata dengan talas bentul, sedangkan tingkat kesukaan talas mentega tidak terlalu berbeda nyata dengan talas ketan maupun dengan talas bentul dari keseluruhan atribut uji (overall).
2.5 1,97a,b 2 2,35b

Skala Hedonik

1,68a

1.5 1 0.5 0 A B C

Sampel
Gambar 13. Skor rata-rata uji rangking hedonik talas rebus Ket. : A = talas mentega, B = talas ketan, C = talas bentul (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Dari hasil uji hedonik untuk menyeleksi jenis talas yang akan digunakan dalam pembuatan kari talas, ditentukan talas bentul sebagai bahan baku utama penelitian. Dalam uji rangking hedonik, semakin kecil skala penilaian berarti semakin disukai. Talas bentul memiliki skor kesukaan rata-rata overall tertinggi menggunakan uji rangking hedonik (skor 1,68) dan memiliki skor kesukaan atribut secara umum di atas talas mentega dan talas ketan.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Pembuatan Kari Talas Pembuatan kari talas dilakukan menurut resep yang dikembangkan oleh Sekar (2007) yang proses dan komposisi bahan-bahan penyusunnya dimodifikasi. Pada penelitian ini pembuatan kari dilakukan secara terpisah antara kuah kari dengan bahan-bahan utamanya baru kemudian digabungkan pada saat direbus. Kuah kari dibuat dengan merebus daging ayam sebanyak 500 g dengan air sebanyak 2 L selama 30 menit pada suhu 100oC sehingga didapatkan larutan kaldu ayam. Larutan kaldu kemudian dicampurkan dengan bumbu kari instan, lada bubuk, dan cabe bubuk lalu direbus selama 10 menit sampai diperoleh larutan kuah kari. Daging ayam matang yang sudah direbus kemudian disuwir-suwir dan dicampurkan ke dalam kari talas pada saat direbus. Komposisi bahanbahan pembuatan kari talas dapat dilihat pada Tabel 4. Komposisi ini diperoleh setelah melakukan modifikasi secara trial and error sampai diperoleh rasa produk yang enak dengan jumlah sajian yang cukup untuk 8 porsi sajian. Tabel 4. Komposisi bahan kari talas untuk 8 porsi (Sekar 2007) yang telah dimodifikasi Bahan Komposisi Daging ayam Wortel Umbi talas potong Bumbu kari instan Cabe bubuk Lada bubuk Air (untuk kaldu) 500 g 500 g 1000 g 150 g 1 g 2 g 2 L

Bahan utama yaitu umbi talas dikupas, dipotong kotak berukuran 1 cm, dan dicuci bersih. Potongan talas kemudian direndam air bersih selama 15 menit, lalu direndam dalam larutan garam 0,3% selama 10

menit untuk menghilangkan lendir dan rasa gatal akibat kalsium oksalat. Setelah dibilas air bersih, potongan talas kemudian direbus selama 30 menit pada suhu 100oC untuk pemasakan awal setengah matang (precooking). Sementara itu, wortel segar dikupas, dipotong agak tebal sekitar 3 mm, dan dibilas dengan air panas (bleaching) untuk melayukan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal. Perlakuan perendaman dengan air bersih, larutan garam, dan perebusan diharapkan dapat menghilangkan lendir dan rasa gatal akibat kalsium oksalat (Sakai 1979). Pencucian dan perendaman dengan air berfungsi untuk menghilangkan zat-zat pengotor dalam talas. Penurunan kadar oksalat terjadi karena reaksi antara natrium klorida (NaCl) dan kalsium oksalat (CaC2O4). Garam (NaCl) dilarutkan dalam air terurai menjadi ion-ion Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut bersifat seperti magnet. Ion Na+ menarik ion-ion yang bermuatan negatif dan ion Cl- menarik ion-ion yang bermuatan positif. Sedangkan kalsium oksalat (CaC2O4) dalam air terurai menjadi ion-ion Ca2+ dan C2O42-. Na+ mengikat ion C2O42membentuk natrium oksalat (Na2C2O4). Ion Cl- mengikat Ca2+ membentuk endapan putih kalsium diklorida (CaCl2) yang mudah larut dalam air. Reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut. CaC2O4 + 2 NaCl Na2C2O4 + CaCl2 Pada saat proses perendaman dan pemasakan berlangsung, terjadi penurunan kekerasan talas seperti dapat dilihat pada Gambar 10. Umbi talas yang mentah memiliki kekerasan rata-rata sekitar 4.279,05 gf. Tingkat kekerasan ini turun sedikit setelah mengalami proses perendaman dalam air dan larutan garam untuk menghilangkan lendir dan rasa gatal, yaitu menjadi rata-rata 4.207,95 gf. Tingkat kekerasan menurun drastis pada saat diberi perlakuan pemanasan (perebusan) seperti dapat dilihat pada grafik di menit ke-3 sampai menit ke-15 dan mengalami penurunan kekerasan yang tidak signifikan setelah menit ke15 proses perebusan. Proses pelunakan ini disebabkan oleh adanya proses hidrolisis senyawa pektin, gelatinisasi pati, dan kelarutan hemiselulosa yang terkait dengan penurunan tekanan turgor sel (Fellows 2000). Proses-

proses tersebut berlangsung karena adanya jumlah air yang banyak dan berlangsung cepat pada suhu proses yang tinggi akibat pemanasan. Pada akhir proses perebusan awal, diketahui talas memiliki kekerasan rata-rata sebesar 358,15 gf. Jika dimakan, tesktur talas setelah direbus cukup lunak untuk digigit dan tidak berasa mentah.

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0


Mentah 0' 3' 6' 9' 12' 15' 18' 21' 24' 27' 30'

Kekerasan (gf)

Waktu perebusan (menit)


Gambar 14. Grafik rata-rata kekerasan talas pada saat perebusan.

2. Analisis Produk Akhir Produk kari talas yang telah jadi kemudian dianalisis secara proksimat untuk mengevaluasi nilai gizinya secara umum. Produk juga diuji secara organoleptik menggunakan uji rating hedonik untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap produk kari talas dengan membandingkannya dengan produk kari lontong.

Gambar 15. Produk kari talas dengan potongan wortel dan ayam.

2.1. Analisis Proksimat dan Perhitungan Nilai Gizi Hasil analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak total, dan kadar karbohidrat total (by difference) dapat dilihat pada Tabel 5. Perhitungan kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar lemak total selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7Lampiran 10. Pengukuran pH produk menunjukkan hasil yaitu sekitar 6,51 yang berarti tergolong makanan berasam rendah. Tabel 5. Estimasi kandungan nilai gizi produk kari talas Komponen Kadar % AKG % AKG per makro proksimat per sajian sajian (g/100g) (AS)1 (Indonesia)2 Air 83,45 Abu 0,90 Protein kasar 3,21 14,77 9,84 Lemak total 3,14 11,11 13,13 Karbohidrat 9,30 7,13 7,13 Total 100,00 1 didasarkan pada ketentuan label pangan Amerika Serikat 2 didasarkan pada ketentuan angka label gizi (ALG) Indonesia 1. Kadar Air Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar air sering dijadikan parameter mutu suatu bahan pangan, karena air berbanding terbalik dengan kadar padatan di dalam bahan pangan tersebut. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno 1992). Produk akhir kari talas memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu 83,45% karena komposisi bahan-bahan bakunya memiliki kadar air yang cukup tinggi pula. Umbi talas mentah segar mempunyai kadar air sekitar 73-75% dan wortel sekitar 75-79%. Adanya larutan kuah kari yang banyak mengandung air juga menyebabkan kadar air produk menjadi tinggi.

2. Kadar Abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya terdiri unsur-unsur mineral (Winarno

1992). Mineral dalam bahan pangan biasanya ditentukan dengan pengabuan. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan memanaskan pada suhu tinggi, >450oC (pengabuan) atau dengan pendestruksian komponen-komponen organik dengan asam-asam kuat. Nilai kadar abu produk yaitu 0,9% atau 2,07 g per kemasan (230 g). Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1992)

3. Kadar protein Metode yang paling banyak digunakan dan merupakan metode standar AOAC untuk analisis protein adalah metode Kjeldahl, yaitu pengukuran didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total di dalam bahan pangan. Dengan asumsi bahwa kandungan nitrogen rata-rata di dalam protein bahan pangan adalah sekitar 16%, faktor pengali 6,25 dapat digunakan untuk mengkonversi nitrogen menjadi protein. Faktor pengali 6,25 diperoleh dari hasil bagi 100%/16% = 6,25. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator (Winarno 1992) Diketahui kadar protein produk sebanyak 3,21% yang

disumbangkan oleh adanya daging ayam suwir yang ditambahkan pada pembuatan kari talas. Nilai energi yang disumbangkan dengan konversi 1 g protein adalah 4 kal adalah 12,84 kal per 100 g produk atau 29,53 kal per sajian kemasan (230 g). Jumlah kebutuhan protein harian yang harus dikonsumsi adalah sebanyak 0,57 g/kg berat badan laki-laki dewasa atau 0,54 g/kg berat badan wanita dewasa (Winarno, 1992). Setiap kemasan mengandung 230 g x 3,21% protein = 7,383 g protein sehingga memenuhi nilai AKG untuk protein sebesar 7,383/50 x 100% = 14,77% (AS) atau 7,383/75 x 100% = 9,84% (Indonesia).

4. Kadar lemak Lemak merupakan komponen yang heterogen dan hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda (Winarno 1992). Metode yang digunakan untuk analisis lemak umumnya tergantung pada jenis sampel dan jenis analisis yang akan dilakukan pada sampel tersebut setelah ekstraksi lemak. Analisis kandungan lemak total biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut. Analisis menunjukkan kadar lemak produk sebesar 3,14%. Nilai energi yang disumbangkan dengan konversi 1 g lemak adalah 9 kal adalah 28,26 kal per 100 g produk atau 65 kal per sajian kemasan (230 g). Setiap kemasan mengandung 230 g x 3,14% lemak = 7,22 g lemak. Tabel 5 menunjukkan jumlah lemak yang dibutuhkan setiap hari berdasarkan diet 2000 kkal adalah sebanyak 65 g (DRV) dan 55 g (ALG) sehingga pemenuhan nilai AKG untuk lemak per sajian kemasan yaitu 7,22/65 x 100% = 11,11% (AS) atau 7,22/55 x 100% = 13,13% (Indonesia).

5. Kadar karbohidrat Kandungan karbohidrat dalam bahan pangan dapat diperkirakan melalui beberapa cara analisis. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga carbohydrate by difference (Winarno 1992). Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu dengan mengurangi 100% dengan persentase kadar air, abu, protein, dan lemak (Apriyantono et al. 1989) sehingga didapatkan nilai kadar karbohidrat sebesar 9,3%. Nilai energi yang disumbangkan dengan konversi 1 g karbohidrat adalah 4 kal adalah 37,2 kal per 100 g produk atau 85,56 kal per sajian kemasan (230 g). Setiap kemasan mengandung 230 g x 9,3% karbohidrat = 21,39 g karbohidrat. Jumlah karbohidrat yang dibutuhkan setiap hari berdasarkan diet 2000 kkal adalah sebanyak 300 g sehingga pemenuhan nilai AKG untuk karbohidrat per sajian kemasan yaitu 21,39/300 x 100% = 7,13% (AS dan Indonesia).

Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Daily Reference Value (DRV) dapat dihitung dengan mengacu pada nilai AKG pada Tabel 6. AKG adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir seluruh populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (IOM 2002). AKG berguna sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi. Kekurangan asupan suatu gizi akan menyebabkan terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan zat gizi akan menyebabkan efek samping. Pada keadaan ekstrem kekurangan atau kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Nilai AKG/DRV digunakan sebagai acuan pembuatan nilai Angka Label Gizi sebagai pedoman bagi industri pangan dalam membuat label pangan dan kandungan zat gizi dalam produk. Nilai AKG terbaru berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 20. Nilai Angka Label Gizi (ALG) merupakan acuan kecukupan gizi yang diambil dari nilai AKG untuk golongan umum. Nilai ALG ini ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan acuan bagi industri dalam menghitung seberapa besar kecukupan energi dan kecukupan zat gizi produk. Tabel 6. Nilai AKG untuk beberapa komponen gizi untuk diet harian 2000 kkal. Komponen gizi DRV1 ALG2 Total karbohidrat Serat Protein Lemak
1 2

300 g 25 g 50 g 65 g

300 g 25 g 75 g 55 g

Altman (2000) Karmini dan Briawan (2004)

Perhitungan nilai energi produk dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah kalori per sajian 230 g yaitu 180,09 kal atau 756,35 J. Nilai energi hasil

perhitungan ini lebih besar dari nilai energi yang sebenarnya sehinga diperlukan uji daya cerna atau uji bioavailibilitas sebagai faktor pengonversi nilai energi dari hasil proksimat. Kandungan energi yang tidak terlalu tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan air yang tidak memiliki sumbangan nilai energi. Meskipun begitu, sajian lengkap yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak dalam satu menu yang dicampur menjadi satu menyebabkan efek kenyang pada saat dikonsumsi bersama-sama dalam satu porsi sajian. Oleh karena itu, produk ini cocok dikonsumsi oleh konsumen yang mempunyai masalah dalam pengendalian asupan kalori harian seperti orang yang menjalani diet rendah karbohidrat atau energi.

Tabel 7. Estimasi kandungan nilai energi produk kari talas Komponen Kadar Energi Energi Energi Energi makro (g/ (kal/ per sajian (J/ per 100g) 100g) (kal/ 100g) sajian 230g) (J/230g) Air 83,45 0,00 0,00 0,00 0,00 Abu 0,90 0,00 0,00 0,00 0,00 Protein 3,21 12,84 29,53 54,57 125,51 kasar Lemak total 3,14 28,26 65,00 116,18 267,21 Karbohidrat 9,30 37,20 85,56 158,10 363,63 Total 78,30 180,09 328,85 756,35 Diduga proses pemasakan dengan merebus tidak terlalu

mempengaruhi nilai gizinya (Muchtadi 1993). Daya cerna protein mungkin berubah dipengaruhi berat/ringannya proses pemanasan. Daya cerna protein mungkin meningkat (pada pemanasan ringan) atau menurun (pada pemanasan berat). Yang terjadi adalah denaturasi protein akibat adanya panas dan air. Bila protein mengalami denaturasi, konfigurasi molekul-molekulnya berubah. Dalam hal ini kenaikan gugus sulfhidril bebas, perubahan dalam daya cerna protein oleh enzim, dan kenaikan viskositas (Muchtadi 1993). Sesudah terjadi denaturasi, protein mengalami perubahan lebih lanjut yang dikenal sebagai koagulasi atau flokulasi, dan

akhirnya presipitasi. Koagulasi merupakan proses penggabungan molekul protein yang berdekatan karena ikatan hidrogen rantai samping.

2.2.

Hasil Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengukur tingkat penerimaan

panelis terhadap produk kari talas. Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan membandingkan produk kari talas dengan kari yang dimasak menggunakan bahan lontong dari beras. Pembandingan ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana talas dapat diterima sebagai sumber karbohidrat alternatif selain beras atau nasi. Pengujian meliputi warna, tekstur, aroma, rasa, dan kesukaan secara overall. Hasil pengujian kemudian diolah dengan menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test) karena hanya terdiri dari 2 sampel uji. Hasil uji organoleptik produk dapat dilihat sebagai berikut. a. Warna Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna kari talas dan kari lontong dapat dilihat pada Gambar 16. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap warna potongan talas pada kari dan warna potongan lontong pada kari tanpa

membandingkan antar sampel. Skor rata-rata hedonik warna kari talas yaitu 3,16 menunjukkan penilaian panelis biasa saja sedangkan skor rata-rata hedonik warna kari lontong yaitu 3,7 menunjukkan penilaian panelis mendekati suka. Setelah diolah menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test) terdapat perbedaan tingkat kesukaan yang nyata di antara kedua warna sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai d/Sn = 5,01 lebih besar daripada nilai t0,05 pada tabel nilai distribusi t yaitu 1,645 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan warna di antara sampel (Lampiran 13). Nilai negatif pada hasil perhitungan di Lampiran 13 menunjukkan bahwa sampel A (kari talas) bernilai negatif atau lebih tidak disukai daripada sampel B (kari lontong).

5 Skala Hedonik 4 3,16a 3 2 1 0 A Sampel B 3,70b

Gambar 16. Skor hedonik warna kari talas dan kari lontong. Ket. : A = kari talas, B = kari lontong (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Warna potongan lontong pada kari lontong lebih disukai daripada warna potongan talas pada kari talas karena warna potongan lontong lebih seragam. Pada potongan talas terkadang ditemui warna yang lebih gelap yang diakibatkan oleh proses pencoklatan enzimatis pada saat pemotongan. Pencoklatan ini disebabkan oleh adanya enzim polifenol oksidase yang bereaksi dengan senyawa fenol ketika kontak dengan oksigen di udara (Fellows 2000). Warna coklat ini kemudian bertambah coklat pada saat pemasakan karena pengaruh panas dan bumbu yang ditambahkan. Untuk menghindari pencoklatan tersebut, maka sebaiknya pada proses pemotongan dan perendaman dapat digunakan natrium metabisulfit untuk mencegah pencoklatan enzimatis sehingga warna produk kari talas lebih seragam.

b.

Tekstur Hasil uji rating hedonik terhadap atribut tekstur kari talas dan kari lontong dapat dilihat pada Gambar 17. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap kekerasan dan kelengketan talas dan lontong pada saat dikunyah. Skor rata-rata hedonik tekstur kari talas sama dengan kari lontong yaitu 4,00 menunjukkan penilaian panelis suka. Setelah diolah menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test) tidak terdapat perbedaan tingkat

kesukaan di antara kedua tekstur sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai d/Sn = 0 lebih kecil daripada nilai t0,05 pada tabel nilai distribusi t yaitu 1,645 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kesukaan tekstur di antara sampel (Lampiran 14). Tekstur yang lunak disebabkan oleh adanya proses pemasakan sehingga terjadi hidrolisis senyawa pektin, gelatinisasi pati, dan kelarutan hemiselulosa yang terkait dengan penurunan tekanan turgor sel (Fellows 2000). Potongan talas memiliki tingkat kekerasan dan kelengketan yang tidak berbeda dengan lontong sehingga disukai oleh panelis. Pada saat dikunyah, keduanya memiliki tekstur yang lunak dan tidak menempel pada gigi dan rongga mulut sehingga secara umum keduanya disukai oleh panelis.
5 4,00a Skala Hedonik 4 3 2 1 0 A Sampel B 4,00a

Gambar 17. Skor hedonik tekstur kari talas dan kari lontong. Ket. : A = kari talas, B = kari lontong (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) c. Aroma Hasil uji rating hedonik terhadap atribut aroma talas rebus dapat dilihat pada Gambar 18. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap aroma kari talas dan kari lontong tanpa membandingkan antar sampel. Skor rata-rata hedonik tekstur kari talas yaitu 3,82 dan skor rata-rata lontong yaitu 3,88 menunjukkan penilaian panelis mendekati suka. Setelah diolah menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test) tidak terdapat perbedaan tingkat

kesukaan di antara kedua tekstur sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai d/Sn = 0,651 lebih kecil daripada nilai t0,05 pada tabel nilai distribusi t yaitu 1,645 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kesukaan aroma di antara sampel (Lampiran 15). Aroma memiliki faktor sensori yang penting selain warna dan rasa (Meilgaard et al. 1999). Aroma dapat mempengaruhi penilaian terhadap atribut rasa karena indera penciuman sangat berhubungan dengan indera pengecap (lidah). Nilai kesukaan panelis terhadap aroma kari talas dan kari lontong tidak berbeda nyata karena keduanya dimasak menggunakan bumbu yang sama. Aroma kari berasal dari aroma gurih karena adanya santan dan juga aroma rempah-rempah yang pedas. Meskipun umbi talas bentul memiliki aroma karbohidrat masak yang khas yang mungkin berbeda dengan aroma masak lontong namun aroma tersebut tertutupi oleh aroma bumbu rempah-rempah kari yang lebih dominan. Oleh sebab itu, atribut aroma tidak dapat dijadikan justifikasi dalam membandingkan kesukaan kari talas dengan kari lontong.

5
Skala Hedonik

4 3 2 1 0

3,82a

3,88a

Sampel

Gambar 18. Skor hedonik aroma kari talas dan kari lontong Ket. : A = kari talas, B = kari lontong (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) d. Rasa Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa kari talas dan kari lontong dapat dilihat pada Gambar 19. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap rasa talas dan lontong yang dimasak dengan bumbu kari. Skor rata-rata hedonik rasa kari

talas yaitu 3,38 sedikit lebih rendah daripada kari lontong yaitu 3,62 yang mendekati suka. Setelah diolah menggunakan uji tberpasangan (paired t-test) diketahui terdapat perbedaan tingkat kesukaan di antara kedua tekstur sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai d/Sn = 3,06 lebih besar daripada nilai t0,05 pada tabel nilai distribusi t yaitu 1,645 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan rasa di antara sampel (Lampiran 16). Kari lontong memiliki rasa yang lebih disukai daripada kari talas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan panelis dalam mengonsumsi sumber karbohidrat dari beras dalam menu sehari-hari sehingga penilaian rasa beras/lontong lebih enak daripada rasa talas (umbi-umbian), meskipun talas bentul sendiri memiliki rasa yang khas.

5
Skala Hedonik

4 3 2 1 0

3,38a

3,62b

Sampel

Gambar 19. Skor hedonik rasa kari talas dan kari lontong Ket. : A = kari talas, B = kari lontong (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05) Rasa pada kari yang gurih dan pedas dipengaruhi oleh penambahan santan, kaldu, dan bumbu rempah pada saat proses pembuatannya. Rasa kari talas memiliki sedikit perbedaan dengan rasa kari lontong. Ini disebabkan oleh rasa khas akibat pemasakan pati serta kandungan senyawa protein dan lemak talas bentul yang berbeda dengan beras. Rempah-rempah pedas seperti cabe,

lada/merica, dan jahe mempunyai aroma khas dan sensasi pedas yang menyengat akibat kandungan senyawa aktifnya. Sedangkan bawang putih, pala, dan kayu manis mempunyai rasa pedas yang sensasi

trigeminalnya terjadi di hidung (Fisher dan Scott 1997). Beberapa senyawa aktif yang terdapat dalam rempah-rempah disajikan pada Tabel 8. Penilaian rasa juga meliputi ada tidaknya rasa menyimpang (rasa gatal) yang dirasakan panelis ketika menilai sampel. Rasa gatal ini diakibatkan oleh kristal oksalat (raphide) yang umumnya terdapat pada famili talas-talasan (Sakai 1979). Dari kuesioner uji dapat diketahui bahwa tidak ditemukan komentar mengenai rasa

menyimpang pada kari talas. Ini berarti bahwa proses perendaman, pencucian, dan perebusan yang dilakukan sudah cukup

menghilangkan kristal oksalat yang ada. Beras tidak mempunyai kristal oksalat sehingga ketika dibuat menjadi lontong tidak akan ditemukan rasa gatal yang menyimpang. Tabel 8. Jenis rempah dan kandungan senyawa aktifnya1 No Jenis rempah Nama latin Senyawa aktif 1 Lada Piper nigrum L. piperin (non-volatil), monoterpene hydrocarbon (volatil) cinnamaldehyde asam miristat eugenol capsaicin

2 3 4 5 6 7 8 9

Kayu manis Pala Cengkeh Cabe Jahe Kunyit Kapulaga Ketumbar

Cinnamomum verum/C. burmannii Myristica fragrans Syzygium aromaticum Capsicum spp

Zingiber officinale gingerol (non-volatil), Rosch terpene (volatil) Curcuma domestica curcuminoid Amomum kepulaga cineole

Coriandrum sativum monoterpene alcohol, L. linaool (volatil) 1 Purseglove et al. (1981) e. Overall Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa kari talas dan kari lontong dapat dilihat pada Gambar 20. Pada saat pengujian, panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap keseluruhan atribut

kari talas dan kari lontong. Skor rata-rata hedonik rasa kari talas yaitu 3,56 lebih rendah daripada kari lontong yaitu 3,9. Setelah diolah menggunakan uji t-berpasangan (paired t-test) terdapat perbedaan tingkat kesukaan di antara kedua tekstur sampel pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai d/Sn = 5,52 lebih besar daripada nilai t0,05 pada tabel nilai distribusi t yaitu 1,645 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan kesukaan rasa di antara sampel (Lampiran 17). Dari hasil uji hedonik secara overall tersebut diketahui bahwa kari lontong masih lebih disukai daripada kari talas. Namun demikian, kari talas memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata dengan kari lontong untuk atribut tekstur sehingga memiliki potensi untuk menjadi alternatif pilihan sumber karbohidrat utama selain nasi atau beras yang cocok dipadukan dengan sayuran dan lauk-pauk lainnya.

5
Skor Hedonik

4 3 2 1 0

3,56a

3,98b

Sampel

Gambar 20. Skor hedonik overall kari talas dan kari lontong Ket. : A = kari talas, B = kari lontong (superskrip yang berbeda menunjukkan sampel berbeda nyata pada = 0,05)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Jenis talas yang paling disukai konsumen adalah talas bentul yang memiliki nilai skor kesukaan overall tertinggi (1,68) dibandingkan talas mentega (1,97) dan talas ketan (2,35). Talas bentul memiliki keunggulan tekstur yang pulen serta aroma dan rasa yang khas dibandingkan talas mentega dan talas ketan. Formulasi dan parameter proses pembuatan kari talas didapatkan secara trial and error sampai ditemukan hasil produk yang diterima secara organoleptik. Formulasi pembuatan kari talas yaitu 1000 g talas bentul, 500 g wortel, 500 g daging ayam, 150 g bumbu kari, 2 g lada bubuk, dan 1 g cabe bubuk. Hasil analisis proksimat menunjukkan kari talas memiliki kadar air 83,45%, kadar abu 0,90%, kadar protein kasar 3,21%, kadar lemak total 3,14%, dan total karbohidrat 9,30%. Setiap satu porsi sajian (230 g) dapat memenuhi nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein sebesar 14,77% (Daily Reference Value/DRV) atau 9,84% (Angka Label Gizi/ALG); AKG lemak 11,11% (DRV) atau 13,13% (ALG), dan AKG karbohidrat 7,13% (ALG dan DRV). Satu porsi sajian dapat memenuhi kebutuhan energi sebesar 180,09 kalori atau 9% dari kebutuhan diet 2000 kalori. Produk ini cocok dikonsumsi oleh orang yang ingin diet karbohidrat karena nilai total energinya yang kecil (78,3 kal/100 g) dari sumbangan karbohidrat yang kecil (9,3%). Hasil uji organoleptik dengan membandingkan kari talas dan kari lontong menunjukkan tingkat kesukaan terhadap kari talas tidak berbeda nyata dengan kari lontong untuk atribut tekstur dan aroma pada =0,05 sedangkan untuk atribut warna, rasa, dan overall tingkat kesukaan terhadap kari talas berbeda nyata pada =0,05 yaitu kari lontong masih lebih disukai daripada kari talas. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa kari talas mempunyai potensi untuk diangkat sebagai menu harian dengan talas sebagai sumber karbohidrat utamanya namun masih perlu ditingkatkan mutunya dari segi warna dan rasa.

B. SARAN Perlu dilakukan pengujian karakteristik kemasan yang cocok

diaplikasikan pada produk kari talas serta uji umur simpan, uji mikrobiologis, dan uji sensori untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan. Selain itu dapat pula diteliti kandungan serat dan kandungan zat aktif bumbu kari untuk menunjukkan sifat fungsionalitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Sosialisasi Situasi Konsumsi Pangan. http://bkp.deptan.go.id/ [24 Agustus 2008] _______. 2002. Jumlah Angkatan Kerja Tahun 2002. http://www.bps.go.id/ [29 Agustus 2008] [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Method of Analysis. Ed ke-15. Washington DC: AOAC. Altman TA. 2000. Nutrition Information: United States. Di dalam: Blanchfield JR, editor. Food Labelling. Cambridge: CRC Press Woodhead Publish. Limited. hlm 147-164. Diana A. 1997. Mempelajari Pengaruh Suhu Pengeringan dan Konsentrasi Natrium Bisulfit terhadap Karakteristik Tape Talas Bogor Kering [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian. [Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Gizi. 1989. Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara. Fauzan F. 2005. Formulasi Flakes Komposit dari Tepung Talas, Tepung Tempe, dan Tapioka [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian. Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice. Ed ke-2. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. Fisher C, Scott TR. 1997. Food flavours Biology and Chemistry. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. Hartati SN, Prana TK. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Natur Indonesia 6(1): 29-33. Huang AS, Tanadjaja LS. 1992. Application of anion-exchange high performance liquid chromatography in determining oxalates in taro (Colocasia esculenta) corms. J. Agric. Food Chem. 40(11):2123-2126. Huang CC, Chen WC, Wang CCR. 2007. Comparison of Taiwan paddy- and upland-cultivated taro (Colocasia esculenta L.) cultivars for nutritive values. J. Food Chem. 102:250-256. [IOM] Institute of Medicine. Dietary reference intakes for energy, carbohydrate, fiber, fat, fatty acids, cholesterol, protein, and amino acids. Washington DC: IOM.

Karmini M, Briawan D. 2004. Acuan Label Gizi. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kay DE. 1973. Root Crops. London: Tropical Product Institute. Kocchar SL. 1998. Tropical Crops: A Textbook of Economic Botany. Cambridge: Macmillan International College Editions. Lingga PB, Sarwono F, Rahardji PC, Rahardja J, Afriastini R, Wudianto, Apriadji WH. 1989. Bertanam Ubi-Ubian. Jakarta: Penebar Swadaya, Maeda T, Maryanto, Morita N. 2004. Characteristics of Java Taro Starches and Physical Properties of Acid- and Heat-treated Taro Starches. J. Appl. Glycosci. 5:109-113. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke3. New York: CRC Press. Muchtadi D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB. Payne JH, Gastan JC, Akai G. 1941. Processing and Chemical Investigation of Taro. Univ. Of Hawaii Agric. Exp. Stat. Bull 86. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Tropical Agricultural Series. Spices Volume 1. New York: Longman. _______. 1981. Tropical Agric. Series. Spices Volume 2. New York: Longman. Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahmanto F. 1994. Teknologi Pembuatan Kripik Simulasi dari Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian. Ramsden EN. 1995. Biochemistry and Food Science. Cheltenham: Stanley Thornes (Publishers) Rukmana R. 1997. Budidaya Talas. Yogyakarta: Penebar Swadaya. Rustana TT. 1982. Mempelajari Pengaruh Varietas Talas, Cara Sulfurisasi dan Cara Pengeringan pada Pembuatan Tepung Umbi Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Sakai WS. 1979. Aroid Root Crops: Acridity and Raphides. Di dalam: Inglett GE, Charalambous G, editor. Tropical Foods: Chemistry and Nutrition Volume I. New York: Academic Press. Sakano Y, Mutsuga M, Tanaka R, Suganuma H, Inakuma T, Toyoda M, Goda Y, Shibuya M, Ebizuka Y. 2005. Inhibition of Human Lanosterol Synthase by the Constituents of Colocasia esculenta (Taro). Biol. Pharm. Bull. 28(2):299-304. Sekar P. 2007. Resep Masakan Tradisional Indonesia. Jakarta: Gramedia. Sefa-Dedeh S, Agyir-Sackey EK. 2004. Chemical composition and the effect of processing on oxalate content of cocoyam Xanthosoma sagittifolium dan Colocasia esculenta cormels. J. Food Chem. 85:479-487. Tucker G. 2006. Thermal Processing of Ready Meals. Di dalam: Sun DW, editor. Thermal Food Processing New Technologies and Quality Issues. Florida: CRC Francis & Taylor. Wijaya MH. 2000. Studi Pengembangan Agroindustri Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) di Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner uji rating dan rangking hedonik pemilihan jenis talas terbaik
Nama panelis No HP panelis Produk : : : Talas rebus

UJI BEDA JENIS TALAS (RATING HEDONIK) Tujuan : Memilih jenis talas yang paling disukai berdasarkan karakter tertentu. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tuliskan kode sampel terlebih dahulu dari sampel paling kiri ke kanan. Netralkan mulut Anda dengan air tawar sebelum memulai penilaian. Di hadapan Anda terdapat 3 jenis talas yang berbeda, Anda diminta untuk menilai SETIAP karakteristik (penampakan, tekstur, flavor, rasa). Berikan penilaian terhadap produk di depan Anda dengan melihat dan merasakannya dari kiri ke kanan berurutan. Netralkan mulut Anda seusai merasakan masing-masing sampel. Tanpa membandingkan antar sampel berikan penilaian pada setiap sampel dengan menuliskan nilai kesukaan (skala 1-5) pada kolom yang telah disediakan.

Kode sampel : Penampakan (warna, bentuk) Tekstur (kekerasan, kelengketan, adanya lendir) Flavor (aroma) Rasa (termasuk rasa gatal/menyengat) Keterangan skala: 1.Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3.Biasa saja; 4.Suka; 5. Sangat suka

UJI PREFERENSI JENIS TALAS (RANGKING HEDONIK) Tujuan : Memilih jenis talas yang paling disukai panelis Tuliskan kode sampel terlebih dahulu dari sampel paling kiri ke kanan. Netralkan mulut Anda dengan air tawar sebelum memulai penilaian. Di hadapan Anda terdapat 3 jenis talas yang berbeda, Anda diminta untuk menilai SELURUH karakteristik (penampilan, tekstur, flavor, rasa). 4. Berikan penilaian terhadap produk di depan Anda dengan melihat dan merasakannya dari kiri ke kanan berurutan. 5. Netralkan mulut Anda seusai merasakan masing-masing sampel. 6. Pilihlah satu sampel yang paling Anda sukai (bandingkan seluruh sampel) dengan mengurutkan nilai rangking dari nilai terkecil (paling disukai) sampai nilai terbesar (paling tidak disukai). Kode sampel : ______ ______ ______ Rangking : ______ ______ ______ 1. 2. 3.

Bila sudah selesai, masukkan lembar ini kembali dalam carousel. Terima kasih. Berikan komentar Anda

Lampiran 2. Data skor uji rating hedonik warna talas rebus dan analisis ragamnya Panelis A Farid 3 Sigit S 2 Sisi 2 Dyah 2 Edy 3 Willine 2 Aji B. 3 Tri E. 3 Marina 3 Nina N. 2 Septi 4 Midun 1 Fuad 2 Wita 3 Sina 3 Warid 2 Total 84 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Mean Source df F Squares Square Corrected Model 28,344(a) 32 0,886 0,968 Intercept 1142,753 1 1142,753 1248,837 PANELIS 24,581 30 0,819 0,895 SAMPEL 3,763 2 1,882 2,056 Error 54,903 60 0,915 Total 1226,000 93 Corrected Total 83,247 92 a R Squared = 0,340 (Adjusted R Squared = -0,011) Post Hoc Tests (SKOR) Duncan SAMPEL N Subset 1 A 31 3,29 C 31 3,45 B 31 3,77 Sig. 0,064 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 0,915 a.Uses Harmonic Mean Sample Size = 31,000. b.Alpha = 0,05 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Panelis Ririn Sadikin Riska Astrida Teni Inke Andri Sofiyan Arum Siska Ode Yuke Fina Novia Indri A 2 4 5 2 3 3 3 2 4 2 4 3 2 3 2 B 2 1 2 4 2 4 2 1 2 3 1 4 2 2 2 C 4 3 1 2 1 3 3 1 1 2 2 3 2 3 2 No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 B 2 1 3 1 2 2 2 3 2 1 3 4 2 2 4 1 70 Sig. 0,529 0,000 0,622 0,137 C 4 2 4 2 4 3 3 3 3 4 3 3 3 1 2 2 79

Lampiran 3. Data skor uji rating hedonik tekstur talas rebus dan analisis ragamnya Panelis A B C Farid 2 3 3 Sigit S 2 2 1 Sisi 2 4 2 Dyah 2 4 1 Edy 4 4 2 Willine 2 2 1 Aji B. 2 4 2 Tri E. 3 2 2 Marina 2 4 3 Nina N. 2 3 2 Septi 3 2 4 Midun 2 3 2 Fuad 2 2 3 Wita 4 3 5 Sina 4 5 2 Warid 4 4 1 Total 83 94 63 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Mean Source df F Sig. Squares Square Corrected Model 45,914(a) 32 1,435 1,466 0,100 Intercept 1087,355 1 1087,355 1110,846 0,000 PANELIS 29,978 30 0,999 1,021 0,460 SAMPEL 15,935 2 7,968 8,140 0,001 Error 58,731 60 0,979 Total 1192,000 93 Corrected Total 104,645 92 a R Squared = 0.439 (Adjusted R Squared = 0.139) Post Hoc Tests (SKOR) Duncan SAMPEL N Subset 1 2 B 31 2,97 A 31 3,32 C 31 3,97 Sig. 0,163 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 0,979 a.Uses Harmonic Mean Sample Size = 31,000. b.Alpha = 0,05 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Panelis Ririn Sadikin Riska Astrida Teni Inke Andri Sofiyan Arum Siska Ode Yuke Fina Novia Indri A 3 2 1 4 4 2 2 2 2 4 5 3 2 3 2 B 3 4 5 2 2 2 3 1 4 4 1 4 3 2 3 C 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 3 2 2 2 2 No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Lampiran 4. Data skor uji rating hedonik aroma talas rebus dan analisis ragamnya Panelis A B C Farid 3 4 3 Sigit S 3 3 3 Sisi 3 3 3 Dyah 2 2 1 Edy 3 3 3 Willine 3 2 2 Aji B. 2 3 4 Tri E. 3 3 2 Marina 3 3 3 Nina N. 3 3 3 Septi 4 3 3 Midun 3 2 2 Fuad 3 3 3 Wita 4 3 2 Sina 3 5 3 Warid 3 3 2 Total 87 94 78 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Mean Source df F Sig. Squares Square Corrected Model 22,086(a) 32 0,690 2,279 0,003 Intercept 967,742 1 967,742 3195,266 0,000 PANELIS 18,925 30 0,631 2,083 0,008 SAMPEL 3,161 2 1,581 5,219 0,008 Error 18,172 60 0,303 Total 1008,000 93 Corrected Total 40,258 92 a R Squared = 0,549 (Adjusted R Squared = 0,308) Post Hoc Tests (SKOR) Duncan SAMPEL N Subset 1 2 B 31 3,06 A 31 3,13 C 31 3,48 Sig. 0,646 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 0,303 a.Uses Harmonic Mean Sample Size = 31,000. b.Alpha = 0,05 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Panelis Ririn Sadikin Riska Astrida Teni Inke Andri Sofiyan Arum Siska Ode Yuke Fina Novia Indri A 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 B 3 3 3 3 2 4 2 2 3 4 2 4 3 2 3 C 3 3 2 3 2 2 2 1 2 2 3 3 3 3 2 No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Lampiran 5. Data skor uji rating hedonik rasa talas rebus dan analisis ragamnya No Panelis A B C No Panelis A B 1 Ririn 3 4 2 16 Farid 2 4 2 Sadikin 2 3 2 17 Sigit S 3 3 3 Riska 4 3 1 18 Sisi 3 5 4 Astrida 3 4 2 19 Dyah 3 4 5 Teni 4 2 1 20 Edy 2 4 6 Inke 4 2 1 21 Willine 4 3 7 Andri 2 3 2 22 Aji B. 2 3 8 Sofiyan 3 2 1 23 Tri E. 3 2 9 Arum 2 3 2 24 Marina 4 2 10 Siska 4 2 2 25 Nina N. 2 3 11 Ode 5 2 3 26 Septi 4 3 12 Yuke 3 4 3 27 Midun 2 1 13 Fina 2 3 3 28 Fuad 3 3 14 Novia 3 2 3 29 Wita 3 3 15 Indri 2 3 2 30 Sina 4 5 31 Warid 3 4 Total 93 94 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Mean Source df F Sig. Squares Square Corrected Model 29,269(a) 32 0,915 1,005 0,481 Intercept 942,108 1 942,108 1034,835 0,000 PANELIS 21,892 30 0,730 0,802 0,742 SAMPEL 7,376 2 3,688 4,051 0,022 Error 54,624 60 0,910 Total 1026,000 93 Corrected Total 83,892 92 a R Squared = 0,349 (Adjusted R Squared = 0,002) Post Hoc Tests (SKOR) Duncan SAMPEL N Subset 1 2 B 31 2,97 A 31 3,00 C 31 3,58 Sig. 0,895 1,000

C 3 3 4 2 2 2 4 2 4 3 4 3 4 2 2 2 76

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 0,910 a.Uses Harmonic Mean Sample Size = 31,000. b.Alpha = 0,05

Lampiran 6. Data skor uji rangking hedonik talas rebus dan analisis ragamnya No Panelis A B C No Panelis A B 1 Ririn 2 3 1 16 Ririn 2 3 2 Aji 1 2 3 17 Aji 1 2 3 Willine 3 2 1 18 Willine 3 2 4 Edy 1 3 2 19 Edy 1 3 5 Dyah 2 3 1 20 Dyah 2 3 6 Sisi 1 3 2 21 Sisi 1 3 7 Sigit S. 3 1 2 22 Sigit S. 3 1 8 Farid 1 2 3 23 Farid 1 2 9 Indri 2 3 1 24 Indri 2 3 10 Novia 3 1 2 25 Novia 3 1 11 Fina 1 3 2 26 Fina 1 3 12 Yuke 1 3 2 27 Yuke 1 3 13 Ode 3 1 2 28 Ode 3 1 14 Siska 1 2 3 29 Siska 1 2 15 Arum 2 3 1 30 Arum 2 3 31 Ririn 2 3 Total 59 70 Ranks (a) Test Statistics (a) Mean Rank MENTEGA KETAN BENTUL Uji LSD : =t 1,97 2,35 1,68 N Chi-Square df Asymp. Sig. 31 7,161 2 0,028

C 1 3 1 2 1 2 2 3 1 2 2 2 2 3 1 1 47

a Friedman Test

= 1,96 = 15,43

nilai t untuk jumlah panelis 31 yaitu 1,96

Selisih total rangking A B = 70 59 = 11 < LSD, berarti tidak ada beda Selisih total rangking A C = 59 47 = 12 < LSD, berarti tidak ada beda Selisih total rangking B C = 70 47 = 23 > LSD, berarti ada beda C ====== A A ---------- B

Lampiran 7. Penentuan kadar air produk kari talas Ulangan Cawan Kosong (g) U1 1 5,1320 2 4,7508 U2 1 5,1866 2 5,2609 Bobot Sampel (g) 17,9190 14,9691 15,3392 16,3807 Cawan + Sampel basah (g) 23,0510 19,7194 20,5258 21,6416 Rata-rata Cawan + Sampel kering (g) 8,0989 7,2269 7,7257 7,9719 S.Basah - Kering (g) 14,9521 12,4925 12,8001 13,6697 Kadar Air (%) 83,44 83,46 83,45 83,45 Ratarata (%) 83,45 83,45 83,45

Lampiran 8. Penentuan kadar abu produk kari talas Ulangan Cawan Kosong (g) U1 1 20,5009 2 17,4257 U2 1 16,3425 2 18,7556 Bobot Sampel (g) 15,8208 15,7256 15,4455 16,1232 Cawan + Sampel basah (g) 36,3217 33,1513 31,7880 34,8788 Rata-rata Cawan + Sampel kering (g) 20,6420 17,5668 16,4784 18,9007 S.kering (Abu) (g) 0,1411 0,1411 0,1359 0,1451 Kadar Abu (%) 0,89 0,90 0,88 0,90 Ratarata (%) 0,90 0,89 0,90

Lampiran 9. Penentuan kadar lemak produk kari talas Ulangan Sampel basah (g) U1 1 4,6205 2 4,6336 U2 1 5,1456 2 5,2327 Sampel kering (g) 2,5188 2,5257 3,0075 3,1784 Labu kosong (g) 93,1368 107,0983 100,6532 97,5664 Rata-rata Labu + lemak (g) 93,2815 107,2443 100,8148 97,7302 Bobot Lemak (g) 0,1477 0,1460 0,1616 0,1638 Kadar lemak (%) 3,13 3,15 3,14 3,13 Ratarata (%) 3,14 3,14 3,14

Lampiran 10. Penentuan kadar protein produk kari talas Kadar Protein (%) 3,17 3,26 3,23 3,17 Ratarata (%) 3,22 3,20 3,21

Ulangan U1 U2 1 2 1 2

Sampel (g) 0,2804 0,1847 0,1956 0,2371

Vol HCl (ml) 3,88 2,79 2,90 3,36 Rata-rata

%N 0,5072 0,5216 0,5168 0,5072

N HCl = 0,03 N Blanko = 0,5 ml Lampiran 11. Nilai pH produk kari talas Ulangan pH U1 1 6,51 2 6,48 3 6,49 U2 1 6,53 2 6,52 3 6,53 U3 1 6,52 2 6,49 3 6,51 Rata-rata Rata-rata 6,49

6.53

6.51

6.51

Lampiran 12. Kuesioner uji organoleptik produk kari talas


Nama panelis No HP panelis Produk : : : kari

UJI RATING HEDONIK PRODUK KARI Tujuan : Mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk kari 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tuliskan kode sampel terlebih dahulu dari sampel paling kiri ke kanan. Netralkan mulut Anda dengan air tawar sebelum memulai penilaian. Di hadapan Anda terdapat 2 jenis produk kari yang berbeda, Anda diminta untuk menilai kesukaan terhadap karakteristik warna, tekstur, flavor, rasa, dan overall. Berikan penilaian terhadap produk di depan Anda dengan melihat dan merasakannya dari kiri ke kanan berurutan. Netralkan mulut Anda seusai merasakan masing-masing sampel. Tanpa membandingkan antar sampel berikan penilaian pada setiap sampel dengan menuliskan nilai kesukaan (skala 1-5) pada kolom yang telah disediakan.

Kode sampel : Warna produk Tekstur (kekerasan, kelengketan saat dikunyah) Flavor (aroma) Rasa produk (berikan catatan pada komentar jika ada rasa menyimpang) Overall

Komentar : Keterangan skala: 1.Sangat tidak suka; 2.Tidak suka; 3.Biasa saja; 4.Suka; 5.Sangat suka

Lampiran 13. Data skor uji rating hedonik warna kari talas No Panelis A B A-B No Panelis 1 Ode 4 4 0 26 Septi 2 Dana 4 5 -1 27 Hans 3 Taqi 3 4 -1 28 Fuad 4 Warid 3 3 0 29 Wita 5 Warid Suhe 4 4 0 30 Sina 6 Bahtiar 4 5 -1 31 Sigit 7 Andri 2 4 -2 32 Sadikin 8 Sofiyan 4 3 1 33 Astrida 9 Indra 4 4 0 34 Gema 10 Siska 3 3 0 35 Tomi 11 Midun 3 4 -1 36 Marina 12 Yuke 4 3 1 37 Nina N. 13 Fina 2 3 -1 38 Riski 14 Novia 4 4 0 39 Edy 15 Indri 4 4 0 40 Topik 16 Farid 4 5 -1 41 Dede 17 Mega 4 4 0 42 Dika 18 Sisi 3 3 0 43 Dyah 19 Sherly 3 4 -1 44 Eka 20 Aji B. 3 4 -1 45 Eka S 21 Dody 4 5 -1 46 Kamlit 22 Nanda 4 4 0 47 Willine 23 Tri E. 3 3 0 48 Dita 24 Muji 2 4 -2 49 Rika 25 Cici 2 4 -2 50 Ardhi Total Rata-rata d = rata-rata A rata-rata B = 3,16 3,7 = -0,54 S =

A 2 2 2 4 3 3 3 3 4 2 4 3 4 2 2 3 3 2 3 4 3 3 2 4 4 158 3,16

B 3 3 4 4 3 4 4 3 4 2 4 4 5 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 185 3,70

A-B -1 -1 -2 0 0 -1 -1 0 0 0 0 -1 -1 -2 -1 0 -1 -1 0 0 -1 0 -1 1 0 -27 -0,54

d2 = 02 + (-1)2 + (-1)2 + ... + 02 = 43 (d)2 = (-27)2 = 729


S = = 0,762 dimana df = 50-1 = 49 t = 1,645

Sampel beda nyata jika d/(S/n) = -0,54 / (0,762 / 50) = -5,011 Nilai 5,011 lebih besar dari nilai t tabel (1,645) sehingga disimpulkan kedua sampel berbeda nyata.

Lampiran 14. Data skor uji rating hedonik tekstur kari talas No Panelis A B A-B No Panelis A 1 Ode 4 4 0 26 Septi 4 2 Dana 5 4 1 27 Hans 4 3 Taqi 5 5 0 28 Fuad 5 4 Warid 4 5 -1 29 Wita 3 5 Warid Suhe 5 4 1 30 Sina 4 6 Bahtiar 3 4 -1 31 Sigit 4 7 Andri 4 3 1 32 Sadikin 4 8 Sofiyan 4 4 0 33 Astrida 4 9 Indra 4 4 0 34 Gema 5 10 Siska 4 3 1 35 Tomi 4 11 Midun 4 3 1 36 Marina 4 12 Yuke 4 5 -1 37 Nina N. 3 13 Fina 4 5 -1 38 Riski 3 14 Novia 4 4 0 39 Edy 4 15 Indri 3 4 -1 40 Topik 4 16 Farid 4 4 0 41 Dede 4 17 Mega 5 4 1 42 Dika 3 18 Sisi 5 5 0 43 Dyah 4 19 Sherly 4 4 0 44 Eka 4 20 Aji B. 5 4 1 45 Eka S 3 21 Dody 4 4 0 46 Kamlit 4 22 Nanda 3 3 0 47 Willine 4 23 Tri E. 4 4 0 48 Dita 5 24 Muji 4 4 0 49 Rika 3 25 Cici 4 4 0 50 Ardhi 4 Total 200 Rata-rata 4,00 d = rata-rata A rata-rata B = 4,00 4,00 =0 S =

B 4 5 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 3 4 200 4,00

A-B 0 -1 1 -1 1 0 0 1 -1 0 1 -1 -1 0 0 0 -1 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0

d2 = 02 + 12 + (0)2 + ... + 02 = 24 (d)2 = (0)2 = 0


S = = 0,700 dimana df = 50-1 = 49 t = 1,645

Sampel beda nyata jika d/(S/n) = 0 / (0,700/ 50) = 0 Nilai 0 lebih kecil dari nilai t tabel (1,645) sehingga disimpulkan kedua sampel tidak berbeda nyata.

Lampiran 15. Data skor uji rating hedonik aroma kari talas No Panelis A B A-B No Panelis 1 Ode 4 4 0 26 Septi 2 Dana 4 4 0 27 Hans 3 Taqi 3 4 -1 28 Fuad 4 Warid 3 3 0 29 Wita 5 Warid Suhe 4 3 1 30 Sina 6 Bahtiar 4 4 0 31 Sigit 7 Andri 5 5 0 32 Sadikin 8 Sofiyan 4 5 -1 33 Astrida 9 Indra 4 5 -1 34 Gema 10 Siska 3 3 0 35 Tomi 11 Midun 4 3 1 36 Marina 12 Yuke 3 4 -1 37 Nina N. 13 Fina 5 5 0 38 Riski 14 Novia 4 4 0 39 Edy 15 Indri 4 4 0 40 Topik 16 Farid 4 4 0 41 Dede 17 Mega 3 4 -1 42 Dika 18 Sisi 5 4 1 43 Dyah 19 Sherly 3 3 0 44 Eka 20 Aji B. 3 3 0 45 Eka S 21 Dody 4 4 0 46 Kamlit 22 Nanda 4 5 -1 47 Willine 23 Tri E. 4 4 0 48 Dita 24 Muji 4 4 0 49 Rika 25 Cici 3 3 0 50 Ardhi Total Rata-rata d = rata-rata A rata-rata B = 3,68 4,00 = -0,06 S =

A 3 4 3 4 3 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 191 3,82

B 3 4 4 4 3 4 5 5 5 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 194 3,88

A-B 0 0 -1 0 0 0 -1 -1 0 -1 1 0 1 0 1 -1 -1 0 -1 0 0 -1 1 0 0 -3 -0,06

d2 = 02 + 02 + (-1)2 + ... + 02 = 21 (d)2 = (-3)2 = 9


S = = 0,652 dimana df = 50-1 = 49 t = 1,645

Sampel beda nyata jika d/(S/n) = -0,06 / (0,652/ 50) = -0,651 Nilai 0,651 lebih kecil dari nilai t tabel (1,645) sehingga disimpulkan kedua sampel tidak berbeda nyata.

Lampiran 16. Data skor uji rating hedonik rasa kari talas No Panelis A B A-B No Panelis 1 Ode 3 3 0 26 Septi 2 Dana 3 3 0 27 Hans 3 Taqi 3 3 0 28 Fuad 4 Warid 4 3 1 29 Wita 5 Warid Suhe 3 4 -1 30 Sina 6 Bahtiar 3 3 0 31 Sigit 7 Andri 4 4 0 32 Sadikin 8 Sofiyan 3 4 -1 33 Astrida 9 Indra 3 4 -1 34 Gema 10 Siska 4 4 0 35 Tomi 11 Midun 4 4 0 36 Marina 12 Yuke 5 5 0 37 Nina N. 13 Fina 3 4 -1 38 Riski 14 Novia 3 4 -1 39 Edy 15 Indri 4 3 1 40 Topik 16 Farid 4 4 0 41 Dede 17 Mega 4 4 0 42 Dika 18 Sisi 3 3 0 43 Dyah 19 Sherly 3 3 0 44 Eka 20 Aji B. 4 4 0 45 Eka S 21 Dody 3 4 -1 46 Kamlit 22 Nanda 4 5 -1 47 Willine 23 Tri E. 4 5 -1 48 Dita 24 Muji 4 4 0 49 Rika 25 Cici 3 3 0 50 Ardhi Total Rata-rata d = rata-rata A rata-rata B = 3,68 4,00 = -0,24 S =

A 2 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 2 4 2 3 4 3 3 3 3 4 169 3,38

B 3 4 3 4 5 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 181 3,62

A-B -1 -1 0 0 -1 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 -1 1 -1 0 0 0 0 -1 0 0 -12 -0,24

d2 = 02 + 02 + 02 + ... + 02 = 18 (d)2 = (-12)2 = 144


S = = 0,555 dimana df = 50-1 = 49 t = 1,645

Sampel beda nyata jika d/(S/n) = -0,24 / (0,555/ 50) = -3,06 Nilai 3,06 lebih besar dari nilai t tabel (1,645) sehingga disimpulkan kedua sampel berbeda nyata.

Lampiran 17. Data skor uji rating hedonik overall kari talas No Panelis A B A-B No Panelis A 1 Ode 4 4 0 26 Septi 3 2 Dana 4 4 0 27 Hans 4 3 Taqi 4 5 -1 28 Fuad 3 4 Warid 3 4 -1 29 Wita 4 5 Warid Suhe 4 4 0 30 Sina 3 6 Bahtiar 4 4 0 31 Sigit 3 7 Andri 3 4 -1 32 Sadikin 3 8 Sofiyan 4 5 -1 33 Astrida 4 9 Indra 4 5 -1 34 Gema 5 10 Siska 3 4 -1 35 Tomi 3 11 Midun 4 4 0 36 Marina 4 12 Yuke 4 4 0 37 Nina N. 4 13 Fina 3 3 0 38 Riski 4 14 Novia 4 5 -1 39 Edy 3 15 Indri 4 4 0 40 Topik 3 16 Farid 4 4 0 41 Dede 2 17 Mega 4 5 -1 42 Dika 3 18 Sisi 4 4 0 43 Dyah 3 19 Sherly 3 4 -1 44 Eka 3 20 Aji B. 4 4 0 45 Eka S 4 21 Dody 4 4 0 46 Kamlit 3 22 Nanda 4 5 -1 47 Willine 3 23 Tri E. 4 5 -1 48 Dita 3 24 Muji 3 4 -1 49 Rika 4 25 Cici 3 4 -1 50 Ardhi 4 Total 178 Rata-rata 3,56 d = rata-rata A rata-rata B = 3,56 3,98 = -0,42 S =

B 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 199 3,98

A-B 0 0 -1 0 -1 -1 0 0 1 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 -1 -1 0 0 -1 0 0 0 -21 -0,42

d2 = 02 + 02 + (-1)2 + ... + 02 = 23 (d)2 = (-21)2 = 441


S = = 0,538 dimana df = 50-1 = 49 t = 1,645

Sampel beda nyata jika d/(S/n) = -0,42 / (0,538/ 50) = -5,52 Nilai 5,52 lebih besar dari nilai t tabel (1,645) sehingga disimpulkan kedua sampel berbeda nyata.

Lampiran 18. Setting alat Texture Analyzer XT-21 untuk pengukuran kekerasan talas rebus dengan program Texture Expert. Setting Measure Speed Distance Force Time Satuan Force in compression 1,5 mm/s 30 mm 40 g 5s

Lampiran 19. Hasil pengukuran kekerasan talas pada saat perebusan. Menit mentah 0' 3' 6' 9' 12' 15' 18' 21' 24' 27' 30' Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 gf 4189,6 4368,5 3896,5 4519,4 1831,8 1717,5 1582,5 1136,3 555,1 787,6 733,9 777,9 402,1 425,7 548,9 429,9 380,4 370,5 371,8 370,4 365,0 363,7 356,2 360,1 rata-rata 4279,05 4207,95 1774,65 1359,40 671,35 755,90 413,90 489,40 375,45 371,10 364,35 358,15

Lampiran 20. Nilai AKG berdasarkan WNPG VIII tahun 2004. No Gizi Satuan Umum Bayi 0-6 bln 550 20 12 80 375 5 4 5 0,3 0,3 2 65 0,1 0,4 40 200 100 25 0,3 90 5,5 5 0,003 0,01 Anak 7-23 bln 800 27 20 120 400 5 6 12 0,5 0,5 5 90 0,4 0,6 40 480 320 60 8 110 8 13 0,8 0,6 Anak 25thn 1300 40 35 200 440 5 7 18 0,7 0,6 7 185 0,6 1,0 45 500 400 80 8 115 9,4 19 1,4 0,8 Ibu hamil 2150 60 80 323 800 5 15 55 1,4 1,5 20 500 2,0 2,7 85 950 600 270 33 200 14,7 35 1,8 2,7 Ibu menyusui 2425 67 90 364 850 5 19 55 1,5 1,7 20 500 2,0 2,7 120 950 600 270 32 200 15,8 40 2,6 2,7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Energi Lemak Protein Karbohidrat Vit A Vit D Vit E Vit K Thiamin Riboflavin Niasin As folat Piridoksin B12 Vit C Ca F Mg Fe I Zn Se Mn F

kal g g g RE ug mg ug mg mg mg ug mg ug mg mg mg mg ug ug mg ug mg mg

2000 55 75 300 600 10 15 60 1,0 1,2 15 400 1,3 2,4 90 800 600 270 26 150 12 30 2 2,5

Lampiran 21. Foto-foto penelitian

Alat Texture Analyzer

Daging ayam rebus dan kaldu ayam

Wortel sebelum di-blanching

Produk kari talas setelah direbus

Umbi talas sebelum dikupas

Beberapa peralatan yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai