Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
RASIONALISASI TAFSIR AYAT-AYAT MUKJIZAT Kajian Tafsir The Holy Qur’an Maulana Muhammad Ali M. Syukri Ismail 1 Abstrak Alquran telah menghasilkan kitab tafsir yang jumlahnya banyak sekali, setiap mufassir memiliki corak dan metode masing-masing dalam memahami ayat-ayat Alquran, Sehingga produk setiap kitab tafsir berbeda dengan dengan kitab tafsir yang lainnya. Maulana Muhammad Ali mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan metode yang berbeda dari para mufassir sebelumnya, yaitu lebih rasional, terutama ketika menafsirkan ayat-ayat yang Mutasya>bih. Walaupun sebelumnya telah ada para mufassir yang menafsirkan Alquran dengan rasional, seperti gurunya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, namun Maulana Muhammad Ali lebih rasional bahkan lebih rasional dari Muktazilah. Disini penulis mencoba untuk mengkaji penfasiran Maulana Muhammad Ali dalam kitab tafsirnya The Holy Qur’an. Penelitian ini menggunakan Library Research yaitu dengan mengkaji penafsiran Maulana Muhammad Ali dalam kitab tafsirnya. Penulis juga membandingkan dengan para mufassir sebelumnya dan sesudahnya sehingga mendapatkan gambaran secara utuh bagimana metode yang dibangun oleh Maulana Muhammad Ali dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran, apakah lebih rasional dari Muktazilah atau sama seperti penafsiran yang telah dibangun oleh mufassir sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Maulana Muhammad Ali lebih rasional ketika menafsirkan ayat-ayat mukjizat dibandingkan dengan penafsir lainnya. Kata kunci : Rasionalisasi, Mukjizat, The Holy Qur’an, Tafsir, Muktazilah. 1 Dosen STAI YASNI Muara Bungo. E-mail : msyukri_ismail@yahoo.com. Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat A. Pendahuluan Kajian dalam penelitian ini berawal dari prinsip penafsiran kesembilan Sir Ahmad Khan2 (1817-1898) terhadap Alquran. Dikatakan bahwa tidak ada sesuatupun dalam Alquran sebagai firman Tuhan (saying of God) yang bertentangan dengan ciptaan Tuhan (creation of God). Karena Alquran sebagai firman Tuhan tidak mungkin menyalahi hukum alam sebagai ciptaan-Nya. Keselarasan keduanya bersifat esensial. Jika firman Tuhan bertentangan dengan ciptaan-Nya, maka Alquran tidak layak disebut firman Tuhan yang suci. Prinsip penafsiran Ahmad Khan ini menghantarkannnya pada satu kesimpulan bahwa tidak satupun dalam Alquran yang bertentangan dengan hukum alam dan akal. Dengan prinsip ini, Ahmad Khan telah menolak hal-hal yang bersifat supranatural dalam Alquran seperti penjelasan mengenai mukjizat para nabi tidak terkecuali mukjizat Nabi 2 Sir Ahmad Khan adalah seorang penafsir yang unik dan menarik untuk dikaji. Prinsip-prinsip penafsirannya yang tertuang dalam bukunya al-Tahri>r fi> Ushu>l al-Tafsi>r yang diselesaikan pada tahun 1892 membuka ranah baru bagi gerakan penafsiran Alquran. Ignaz Goldziher mengatakan bahwa ada lima kecenderung panafsiran; 1) penafsiran dengan bantuan hadits dan para sahabat Nabi 2)penafsiran dogmatic 3) penafsiran mistik 4) penafsiran sectarian dan 5) penafsiran modernis. Tipologi Goldziher memposisikan Sir Ahmad Khan sebagai seorang penafsir modern, lebih jauh Baljon mengatakan bahwa Sir Ahmad Khan adalah penggagas tafsir modern, karena secara kronologis, tafsir Sir Ahmad Khan jauh telah muncul dalam khazanah tafsir sebelum Tafsir al-Mana>r pada tahun 1900. Taufik Adnan Amal. Sir Ahmad Khan Bapak Tafsir Modernis (Jakarta: Teraju,2004), ix. Azyumardi Azra mengemukakan bahwa rumusan neo-modernisme yang dibangun oleh Ahmad Khan banyak diilhami oleh pemikiran rasionalistik Syah Wali Allah (Quthb Al-Din Ahmad Syah Wali Allah ibn Abd Rahim Al-Dihlawi (1114-1176 H/ 1702-1762 M). Doktrin yang kembangkan oleh Syah Wali Allah adalah keteguhannya dalam berprinsip tentang keunggulan akal dan urgensinya berijtihad. Dia menolak keras dan mengecam orang-orang yang mengatakan bahwa aturan-aturan syariat tidak mempunyai pijakan rasional. Dengan pemikiran itu, ia dituduh oleh sebagian kalangan sebagai seorang pengembang neo Muktazilah. Lihat Azyumardi Azra Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Penerbit Mizan.1994), 144 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 2 M. Syukri Ismail Muhammad saw. Pada akhirnya, Sir Ahmad Khan mengadopsi pendapat Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa antara kebenaran menurut akal (alm’aqu>l) tidak boleh bertentangan dengan kebenaran menurut wahyu (almanqu>l). Jika keduanya terjadi kontradiksi, maka wahyu harus dipahami secara metaforis.3 Senada dengan pemahaman Sir Ahmad Khan adalah Rasyid Ridha (1865-1935), mengatakan bahwa Alquran tidak akan pernah bertentangan dengan akal sehingga dengan tegas ia mengingkari semua mukjizat Nabi Muhammad saw kecuali Alquran.4 Ia menolak hadishadis -sekalipun shahih yang menjelaskan tentang mukjizat Nabi Muhammad saw selain Alquran. Penolakan itu disebabkan karena mukjizat selain Alquran tidak sesuai dengan akal dan kalaupun ia menerima hadis yang menjelaskan tentang mukjizat, maka ia akan menafsirkan melalui takwil5 sehingga bisa selaras dengan akal.6 Sebetulnya, genetik pemikiran Rasyid Ridha (1865-1935) tentang mukjizat berakar pada pemikiran gurunya, Muhammad Abduh (1849-1905), yaitu memberikan keleluasaan menggunakan akal (alra’yu) dalam menafsirkan teks (al-wahyi). Muhammad Abduh 3 Taufik Adnan Amal, Sir Ahmad Khan Bapak Tafsir Modernis (Jakarta: Teraju, 2004), 97 4 Muhammad Ali ‘Iya>zi, Al-Mufassiri>n; Haya>tuhum wa Mana>hijuhum (Mesir: muassisha, tt), 72 5 Penggunaan kata takwil sudah dikenal sejak masa nabi Muhammad saw. Hal ini biasa dilihat ketika beliau mendoakan Ibnu Abbas agar diberikan pemahaman dalam urusan agama. Lihat al-Bukha>ri, al-Ja>mi al-S{ahi>h al-Bukha>ri, tahqiq al-Musthafa> Di>b, (Beiru>t; Da>r Ibnu Kathi>r, 1987), cet. III, Juz I, 66. Sementara pemaknaan takwil, pada era klasik masih sama dengan makna tafsir, lihat misalnya dalam tafsir Ibnu Jari>r al-T{abari, kemudian kedua istilah yaitu takwil dan tafsir pada perkembangan selanjutnya mempunyai makna yang berbeda. Al-Ra>ghib al-As}fahani berpandangan bahwa tafsir lebih umum daripada takwil, yaitu tafsir lebih menitik beratkan pada lahiriyah lafadh dan mufradatnya, sementara takwil adalah lebih menekankan pada sisi batiniyah; makna dan kalimatnya. Al-Zarqa>ni, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qura>n (Beirut: alMaktabah al-‘As}riyah, 1972), Jilid II, 167 6 ‘Abdul Qa>dir Muhammad S{a>lih, Al-Tafsi>r wa al- Mufassiru>n fi> al- ‘As}r alH{adi>th (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 2003), 323. 3 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat mengemukakan bahwa dalam menyikapi ayat-ayat yang mutasya>bih, ulama tafsir terbagi menjadi dua kelompok; pertama adalah mereka yang menafsirkannya dengan cara menakwilkannya sehingga selaras dengan akal (al-ma’qu>l). Sementara kelompok kedua adalah para ulama yang mendiamkannya (al-mauqu>f). Muhammad Abduh, lebih cenderung memilih pada kelompok yang pertama. Hal ini bisa dilihat dalam pendapatnya tentang malaikat, mukjizat dan kejadiaan-kejadian luar biasa lainnya yang diceritakan dalam Alquran7 Dalam hal ini, Maulana Muhammad Ali (1876-1951), seorang tokoh dan pendiri Ahmadiyah Lahore tidak berbeda jauh dengan pola penafsiran Ahmad Khan, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha8, yaitu memberi ruang gerak yang dominan terhadap akal sehingga mengalahkan wahyu. Muhammad Ali berperinsip bahwa mukjizat yang terjadi pada para nabi bukanlah sesuatu yang luar biasa dan suprasional akan tetapi merupakan hal yang rasional. Mukjizat dalam pengertian sesuatu yang luar biasa adalah bertentangan dengan akal manusia sehingga mustahil terjadi.9 Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengelaborasi secara mendalam dan kritis metodologi panafsiran Maulana Muhammad Ali dan pandangannya tentang mukjizat yang cenderung rasional dibandingkan dengan para mufassir sebelumnya. 7 Quraish Shihab. Rasionalitas Alquran; Studi Kritis terhadap Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati. 2007), 266. 8 Harun Nasution mengatakan bahwa paham Muktazilah pada abad kesembilan belas telah dihidupkan kembali oleh para pemikir Islam, diantaranya oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir, sementara di benua India diwakili oleh Sir Ahmad Khan. Dan selanjutnya paham ini dilanjutkan oleh ‘muridmurid’ mereka, yaitu Ahmad Amin dalam buku Fajr al- Isla>m dan D{uha> al- Isla>m, Dr. Ali Sami al Nashar dalam buku Nasy`ah al- Fikri al-Falsafi fi> al-Isla>m, Syaikh Muhammad Abu Zahra dalam bukunya Al- Madha>hib al-Isla>miyah dan Syaikh Ali Musthafa> al-Ghurabi dalam bukunya Ta>ri>kh al-Firaq al-Isla>miyah. Harun Nasution Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UPI. 2002), 39. 9 Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam (USA: Ahmadiyah Anjuman Ish’at Islam Lahore inc. 1990), 181 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 4 M. Syukri Ismail B. Pembahasan Penafsiran Maulana Muhammad Ali ini berbeda jauh dengan pendapat Quraish Shihab (1944-.....) tentang mukjizat, ia mengatakan bahwa mukjizat sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama, ialah peristiwa “luar biasa” yang terjadi dari seseorang yang mengaku Nabi sebagai bukti kenabiannya, sebagai tantangan terhadap orang yang meragukannya, dan orang yang ditantang tidak mampu untuk menandingi kehebatan mukjizat tersebut. Pengertian peristiwa yang luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang lumrah terjadi atau yang umum dalam pandangan manusia. 10 Menurutnya, kemustahilan terbagi menjadi dua, yaitu mustahil dalam pandangan akal dan mustahil dalam pandangan kebiasaan. Bila dikatakan bahwa 1+1= 11 atau 1 lebih banyak dari 11 maka pernyataan ini mustahil dalam pandangan akal. Namun, bilamana dikatakan bahwa matahari terbit dari sebelah barat, maka pernyataan ini mustahil dalam pandangan kebiasaan. Lebih jauh Quraish Shihab berpendapat bahwa secara garis besar mukjizat dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi lagi tidak kekal, dan mukjizat immaterial, logis lagi bisa dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi-Nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis mukjizat pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan inderawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau 10 Qurash Shihab, Mukjizat Alquran; Ditinjau dari Aspek Kebahasan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib (Jakarta: Mizan. 1998), 26. Harold H. Titus dalam bukunya berpendapat bahwa para filosof sejak bertahun-tahun telah menyelidiki teori dalam mendefinisikan akal (mind), yaitu ; pertama akal sebagai substansi immatrial yang berdiri sendiri dari materi. Pendapat ini diwakili oleh Plato dan Descartes. Kedua Aristoteles dan Immanuel Kant berprinsip bahwa akal adalah pengatur. Ketiga adalah David Hume yang mengatakan bahwa akal adalah sekumpulan keseluruhan pengalaman. Dan keempat akal diposisikan sebagai sebagai bentuk prilaku (Psikologikal Behaviorisme). Harold H. Titus, PersoalanPersoalan Filsafat terjem. H.M. Rosyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 94. 5 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat langsung lewat menyampaikan.11 indera oleh masyarakat setempat Nabi tersebut Hal senada juga diungkapkan oleh Said Aqil Al-Munawar, bahwa mukjizat terbagi dua yaitu mukjizat hissi (material dan iderawi) dan mukjizat m’anawi (immateral dan logis), karakteristik mukjizat yang kedua ini bersifat immortal, sementara mukjizat yang pertama bersifat temporal. Dan ia mengutip pendapat ulama bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi hal itu dikatakan mukjizat, bila salah satu dari kelima itu tidak terpenuhi, maka itu bukanlah mukjizat ; pertama mukjizat ialah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun selain Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Kedua Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam. Ketiga Mukjizat harus menjadi saksi terhadap risalah ilahiyah yang dibawa oleh orang yang mengaku Nabi, sebagai bukti akan kebenarannya. Keempat Terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan mukjizat tersebut. Kelima Tidak ada seorangpun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.12 Menariknya, Syahrur13 berpendapat bahwa mukjizat para nabi sebelum Rasulullah seperti pembakaran Nabi Ibrahim adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Menurutnya, mukjizat para nabi sama sekali tidak bertentangan dengan rasio dan hukum alam, akan tetapi ia adalah lompatan hukum alam dari kemajuan dibidang inderawi, fenomena alam yang melampaui rasio ketika mukjizat itu diturunkan. 11 Qurash Shihab. Mukjizat Alquran; Ditinjau dari Aspek Kebahasan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib (Jakarta: Mizan. 1998), 27 12 Said Aqil Husin al-Munawar. Alquran Membangun Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 31. 13 Muhammad Syahru>r al-Kita>b wa Alquran (Damaskus: al-Ahalli, 1992), 241. Hakekatnya pemikiran Syahru>r terhadap rasionalitas mukjizat dibangun atas dasar prinsip penafsirannya yang berpandangan bahwa penafsir harus berdialog dengan Alquran melalui dua hal: pertama berdialog dengan teks tertulis yakni teks Alquran dan teks terbuka yaitu alam, yang pada akhirnya kebenaran sebuah penafsiran terletak pada kesesuaian dan keselarasan antara keduanya. Lihat Prof. Dr. Syahru>r, Kita tidak Memerlukan Hadits terj. Muhammad Zaki Husein diambil dari Majalah Ummat, No 4 thn IV, 3 Agustus 1998/9 Rabiul Akhir 1419 H. Bandingkan dengan islamnetisnet.org. Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 6 M. Syukri Ismail Keengganan Maulana Muhammad Ali mengakui terjadinya mukjizat yang bersifat material inderawi dapat dibuktikan dalam menafsirkan Alquran surah al-Anbiya: 21: 69 yang berbunyi :         “Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", Menurut Muhammad Ali, Alquran sama sekali tidak menyebutkan secara konkrit bahwa Nabi Ibrahim as dilempar dan dibakar dalam kobaran api, sehingga Allah mengintruksikan kepada api agar tidak membakar Nabi Ibrahim. Dalam Alquran surah al-Ankabu>t: 29: 24 :                       “Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Nabi Ibrahim memvonis untuk membunuhnya atau membakarnya, dan Allah menyelamatkan dari kobaran api itu. Akan tetapi dalam ayat tersebut, tidak terdapat redaksi ayat yang secara konkrit menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim dibakar. Dalam Alquran Surah al-Anbiya: 21: 70 :       7 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat “Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, Maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Diceritakan bahwa kaum Nabi Ibrahim as hendak memperdaya Nabi Ibrahim akan tetapi Allah menggagalkannya, dan Maulana Muhammd Ali melanjutkan pada Alquran surah al-S{affa>t: 37: 98 :       “Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, Maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” Mengacu pada Alquran surah al-Anbiya>: 21: 71 :          “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” Dijelaskan bahwa Allah swt menyelamatkan Nabi Ibrahim dari makar mereka dan merekapun mengalami kehinaan, sedangkan Nabi Ibrahim dan anak saudaranya, Luth hijrah ke negara yang aman yaitu Pelestiana atau Syam14 Empat ayat diatas merupakan data otoritatif dan argumentatif bahwa Nabi Ibrahim tidak dibakar seperti dalam pemahaman mayoritas penafsir dan kalangan umat Islam lainnya. Menurutnya, pengertian ayat yang menjelaskan 14 Mengutip pendapat Dawam Raharjo yang juga mengutip dari buku Ensiklopedi Islam Indonesia, diedit oleh Harun Nasution (1992) mengatakan bahwa menurut tradisi Israiliyat, Ibrahim bersama keponakannya Luth dan ayahnya Terah berhijarah dari Urr ke Harran, Syiria Utara. Dan setelah ayahnya meninggal, maka Ibrahim pindah lagi ke Kan’a>n, pada waktu itu, ia telah berusia 75 tahun. Sementara Luth diangkat pula menjadi Nabi, memiliki kisah sendiri dengan bangsa Sodom. Dawam Raharjo Ensiklopedi Alquran Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramdina. 1996), 96. Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 8 M. Syukri Ismail bahwa Allah swt menyelamatkan Nabi Ibrahim as dari api adalah menyelamatkan dari kejahatan kaumnya dengan memerintahkan hijrah ke negara lain sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Muhammad saw dari kejahatan kaum musyrik Mekkah dengan memerintahkan hijrah ke Ethiopia dan Yatsrib.15 Ini berbeda jauh dengan penafsiran Quraish Sihab yang menafsirkan ayat-ayat mukjizaat dengan jelas dan renyah.16 Penafsiran ia terhadap ayat-ayat mukjizat berangkat dari prinsip-prinsip penafsiran yang ia bangun, yaitu ketertundukan akal pada wahyu, menurutnya akal dan wahyu mempunyai wilayah masing-masing17 Ia meyakini bahwa peristiwa pembakaran yang dialami oleh Nabi Ibrahim itu merupakan suatu peristiwa “keluarbiasan”, yakni diluar hukum alam yang kita kenal yaitu yang menganut hukum kebiasaan yang sering terjadi disekitar kita, karena itu kita tidak mengetahui hakikat daripada 15 Mengutip pendapat Maulana Muhammad Ali demikian ; The fire was turned into coolnes and peace for Abraham. There many stories related in the commentaries as to the size of this fire and time Abraham remained therein. Reliables commentators, do not accept them as they are baseless” There many versions of this story but according to Bahr al-Muhi>th many stories have been fabricated in relating what happened to Abraham, while the truth is only what Allah has stated (Ru>hul Ma’a>ni). The Holy Alquran does not stated anywhere that Abraham was actually cast into a fire. His opponents had no doubt decided to burn him, as stated here, or to kill him or to burn him (29: 24). But here, in verses 70 as well as in (37: 98), we are told in clear words that they intended a plan against him but We made them the greater losers (v. 70), or We brought them low (37: 98). This show that thier plain was ineffective. According to to 29: 24, Allah delivered him from the fire before being thrown into or after being thrown into it, it does not say. V. 71 states the delivery was brought about by means of a journey to another land. It was thus a flight to another place like the Prophets Flight to Madinah, and in the history of Abraham there is a deeper reference to the history of the Prophet him self. Maulana Muhammad Ali. The Holy Qur’an Arabic Text, English Translation and Commentary, Seventh Edition (USA: AAII, 1991), 637 16 Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran Vol 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 33 17 Quraish Shihab Logika Agama (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 122 9 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat peristiwa itu. Objek akal adalah sesuatu yang terjadi dan sering berulangrulang kemudian melahirkan hukum alam atau sunnatullah, misalnya air yang mengalir ke tempat yang rendah dan api yang mempunyai daya bakar serta matahari terbit dari barat, semua itu telah memunculkan teori tentang hukum alam dan sebab akibat. Dan ini tentu berseberangan dengan pemaknaan mukjizat 18 Penilaian bahwa sesuatu itu mustahil karena akal terpaku pada kebiasaan atau hukum alam yang biasa terjadi di depan mata, atau yang diketahui selama ini. Sehingga, bila ada sesuatu yang berseberangan dengan jalan yang biasa dilihat atau biasa terjadi, boleh jadi kemudian ditolak bahkan mustahil. Dari dulu, mustahil menurut pandangan akal seorang nenek akan melahirkan cucunya. Akan tetapi, kemustahilan itu menjadi rapuh karena kecanggihan tekhnologi rekayasa genetik.19 Ia mengutip pernyataan David Hume (1711-1776), seorang filosuf terkenal dari Inggirs menyatakan bahwa cahaya yang kita lihat ketika meletusnya meriam bukanlah sebab meletusnya meriam. Dan mengutip pendapatnya al Ghazali (1059-1111) yang berkata bahwa ayam yang berkokok sebelum fajar bukan menjadi sebab terbitnya fajar. Menurut sementara pemikir lain, mungkin apa yang merupakan kebetulan hari ini, bisa jadi merupakan proses dari kebiasaan atau hukum alam. ia juga mengutip riwayat yang mengatakan bahwa Jibril datang ketika itu dan menawarkan pertolongan akan tetapi Nabi Ibrahim menolaknya karena ia hanya mengharapkan pertolongan Allah swt. At-T{aba’t}aba’i (1321-1402/1903-1981) meyakini bahwa peristiwa diselamatkannya Nabi Ibrahim dari panas api benar adanya sebagai mukjizat Allah. Intruksi Tuhan agar api menjadi dingin merupakan bagian dari khitab takwi>ni (perintah perwujudan), api mengganti dan merubah dirinya yang semula panas membara menjelma dingin menyelamatkan ketika bersentuhan dengan Nabi Ibrahim. Ini adalah peristiwa menakjubkan, keluar dari hukum 18 Quraish Shihab. Tafsir al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran Vol 8 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 477 19 Qurash Shihab. Mukjizat Alquran; Ditinjau dari Aspek Kebahasan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib (Jakarta: Mizan. 1998), 30 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 10 M. Syukri Ismail kebiasaan (kha>riq min al-‘a>dah) dan hal ini mustahil diketahui hakekatnya karena pembahasan yang logis hanya berkutat pada peristiwa yang sering terjadi. Sedangkan peristiwa yang luar biasa tidak mungkin menemukan hubungan-hubungan untuk diketahui penyebabnya. 20 Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hukuman bakar itu dilakukan oleh kaum Namrudz sebagai bentuk pembalasan atas penghinaan, pengrusakan dan pelecehan Nabi Ibrahim pada Tuhan-Tuhan mereka. Nabi Ibrahim kemudian menyuruh mereka bertanya kepada Tuhan yang paling besar tentang siapa yang telah menghancurkan Tuhan-Tuhan itu. Namrudz dan kaumnya menjadi berang dan menganggap semua itu merupakan penistaan terhadap agama dan keyakinan mereka. Sebagai bentuk hukuman bagi orang yang telah mendustakan Tuhan tiada lain adalah neraka yaitu api. Dalam kaca mata gramatikal arab ayat ‫ﻛﻮﻧﻰ‬ ‫ﻗﻠﻨﺎ ﯾﺎ ﻧﺎر‬ (qulna> ya> na>ru ku>ni) merupakan kalimat fashl dari kalimat sebelumnya.21 Terdapat pemenggalan kalimat yang merupakan penyanggah dari qulna. Adapun perkiraan kalimat itu,” merekapun menyalakan api dan melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam kobaran api”. Pemenggalan semacam ini sering kita temui dalam ayat-ayat Alquran disebabkan oleh situasi dan kondisi yang menghendaki demikian. Selain itu, karena Alquran mengandung nilai sastra yang sangat tinggi. 20 At-T{abat}aba’i, Al-Mi>za>n fi> al-Tafsi>r al-Qura>n Juz 14 (Teheran: Dar alKutub, tt), 332. Penjelasan at-T{abat}aba’i mengenai mukjizat Nabi Ibrahim hampir sama pemikirannya dengan Quraish Shihab, bahkan tidak nampak perbedaannya dengan Quraish Shihab. Penulis, berasumsi bahwa pendapat Quraish Shihab tentang mukjizat Nabi Ibrahim yang ditulis dalam tafsir al Misbah sepertinya mengutip pendapat at-T{abat}aba’i. 21 Fashal adalah pemisahan satu kalimat dengan kalimat sebelumnya walau nampak menyatu dalam redaksi. Penyambungan dengan kalimat yang sebelumnya dikenal dengan nama washal yang lumrahnya menggunakan huruf penghubung yaitu wawu. Lihat juga Abdurrahman al Ahdhari. Jawa>hir al-Maknu>n dalam Majmu’ alMutu>n (Probolinggo: tim penerbit Nurul Qadim, 2008), 15. 11 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat Kasus pemenggalan kalimat yang sama dalam Alquran bisa ditemukan dalam QS. Yusuf (12) :45-46 yaitu ; ‫ﻓﺎرﺳﻠﻮﻧﻲ ﯾﻮﺳﻒ‬ ‫اﯾﮭﺎ اﻟﺼﺪﯾﻖ‬, lengkapnya kalimat itu diperkirakan demikian ; ‫اﯾﮭﺎ‬ ‫ﻓﺎرﺳﻠﻮه ﻓﺎﺗﻰ ﯾﻮﺳﻒ ﻓﻘﺎل‬ ‫( اﻟﺼﺪﯾﻖ‬fa arsalu>hu fa ata> yu>sufa faqa>la ayyuha al-s}iddi>qu). Diceritakan bahwa raja Fir’aun bermimpi tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering. Mimpi itu kemudian disampaikan kepada para pembantunya untuk ditakwilkan, namun semua pakar mimpi ternyata tidak bisa menafsirkannya. Maka seseorang teringat kepada Yusuf, salah satu dari tahanan yang pandai menafsikan mimpi. Maka dia berkata,”utuslah aku untuk menemui Yusuf’”, mereka menutus dia untuk menemui Yusuf, kemudian ia berkata kepada Yusuf,” wahai Yusuf, orang yang jujur.....”. Dalam disiplin ilmu balaghah, pemenggalan kalimat diatas dinamai i’ja>z hadhab 22(peringkasan kalimat melalui pemenggalan kata, kalimat atau beberapa kalimat). Dan itu banyak ditemui dalam ayat-ayat Alquran.23 Ibnu Asyu>r (1296-1393/1879-1973) dalam tafsirnya, al-Tah}ri>r wa alTanwi>r mengemukakan bahwa peristiwa itu adalah mukjizat yang dimiliki Nabi Ibrahim as sebagai bukti kemaha kuasaan Allah. QS. al Anbiya: 21 : 69 :         “Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", 22 Lihat juga Abdurrahman al-Ahdhari. Jawa>hir al-Maknu>n dalam Majmu’ alMutu>n (Probolinggo: tim penerbit Nurul Qadim, 2008), 16. 23 Abu Bakar Jala>luddi>n Al-Suyu>t}i dan Abdur Rahma>n Jala>luddi>n al-Mahalli. Tafsi>r al- Jalalain Juz I (Surabaya: Ahmad ibn Nibhan, tt), 194. Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 12 M. Syukri Ismail Menjelaskan tentang peristiwa yang luar biasa dimana Allah telah menampakkan kekuasaannya kepada kaum Ibrahim yang enggan percaya. Allah menyelamatkan Ibrahim dengan melenyapkan potensi panas dan daya bakar yang dimiliki oleh api sekaligus menjadi penyelamat (bardan wa sala>ma> ) atau dengan melapisi diri Ibrahim dengan sesuatu yang sanggup meredam dan menahan hawa panas sehingga api yang demikian panas menjadi dingin baginnya.24 Dua persepsi pemahaman yang ditawarkan oleh Ibnu Asyur berangkat dari pemaknaan ayat “ya> na>ru ku>ni bardan wa sala>man ‘ala> Ibra>hi>m.”. Jika kalimat tersebut dianggap sebagai bentuk kalimat hakiki, bukan metafora, maka akan menimbulkan pemahaman bahwa Allah melenyapkan potensi panas dan daya bakar api. Bila dimaknai sebagai maja>z isti’a>rah, maka bisa diartikan 24 Ibn ‘Asyu>r adalah salah satu ulama besar di Tunisia. Karirnya sebagai pengajar bermula pada tahun 1930 sebagai mudarris (pengajar) tingkat kedua bagi mazhab Maliki di Mesjid Zaitunah. Menjadi mudarris tingkat pertama pada tahun 1905. Pada tahun 1905 sampai 1913 ia mengajar di Perguruan Shadiqi. Dia terpilih menjadi wakil inspektur pengajaran di Mesjid Zaitunah pada tahun 1908. pada tahun berikutnya ia menjadi anggota dewan pengelola perguruan Shadiqi (Shadiqi College). Ia diangkat menjadi q}ad}i (hakim) mazhab Maliki pada tahun 1913 dan diangkat menjadi pemimpin mufti (Basy Mufti) mazhab Maliki di negara itu pada tahun 1927, ia juga seorang mufassir, ahli bahasa, ahli nahwu dan ahli sastra. ia terpilih menjadi anggota Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah di Mesir pada tahun 1950 dan anggota majma’ al-‘Ilmi al-Arabi di Damaskus pada tahun 1955. ia banyak menulis buku dan menulis berbagai majalah dan koran di Tunisia. Di antara karya-karyanya adalah ; 1). Alaisa as-S{ubhi bi Qari>b, 2). Maqa>s}id asy-Syari>’ah al-Isla>miyah, 3). Us}ul> an-Niz}a>m al-Ijtima ‘i fi al-Isla>m, 4). at-Tah}ri>r wat-Tanwi>r min at-Tafsi>r, 5). al-Waqfu wa atharuhu fi al-Isla>m, 6). Usu>l al-Insya’i wa al-Khit}a>bah, 7). Muji>z al-Bala>ghah, 8). Ha>syiyah ‘ala al-Qat}r, 9). Syarh ’ala Burdah al-Busyiri, 10). al-Ghaith al-Ifriqi, 11). Ha>syiyah ’ala al-Mahalli ’ala jam’ al-Jawa>mi’, 12). Ha>syiyah ’ala Ibn Sa’id alUsymuni, 13). Ha>syiyah ’ala Syarh al-Is}am li Risalati al-Baya>n, 14). Ta’liq ‘ala ma Qara’ahu min S{ahi>hi Muslim. http://haanadza.blogspot.com/2008/03/biografi-ibnasyur-penulis-tafsir-attahri wat tanwiri 13 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat bahwa dalam diri Ibrahim ada pelindung yang mampu menahan hawa panas api, ketika tubuh Ibrahim bersentuhan dengan api. Sedangkan penambahan kata sala>ma sebagai pembatas terhadap gerak api yang telah menjadi dingin, sebab tidak jarang hawa dingin membawa akibat buruk pada seseorang. Pendapat ini dikokohkan oleh perkataan Ibnu Abbas, ”andaikata Allah tidak menyertakan kata sala>man setelah bardan, niscaya Ibrahim akan mengalami kecelakaan yang ditimbulkan oleh rasa dingin”. Selanjutnya Ayat “fannajaina>hu wa lu>t}a”.25 merupakan penyelamatan Allah yang kedua kalinya kepada Nabi Ibrahim. Diceritakan bahwa setelah peristiwa itu, kerajaan Namrudz ditaklukan oleh kerajaan Usyuriyin. Penyelamatan pertama adalah penyelamatan fisik dari kobaran api yang daya bakar dan penyelamatan yang kedua adalah penyelamatan akidah dari kaumnya yang tetap menjadi kaum pagan. 26 Abi> Hafs (w.880 H) mengutip pendapat Abu> Muslim al-As}faha>ni tentang tafsir “ya> na>ru ku>ni” bahwa Allah telah menjadikan api itu menjadi dingin bukan karena ucapan tersebut sebab api benda mati yang tidak mungkin bisa diajak berbicara27. Selanjutnya ia mengatakan bahwa ada perbedaan tentang apakah api yang telah dihilangkan hawa panasnya atau di dalam diri ibrahim diselimuti sesuatu sehingga kebal terhadap hawa panas seperti malaikat penjaga neraka dan apakah hawa panas itu hilang ketika bersentuhan dengan tubuh Ibrahim. Al-Alu>si (w.127 H) dengan begitu gamblang menceritakan kronologis peristiwa tersebut dengan berpijak pada riwayat Ibnu Jari>r dari Mujahid 25 Ayat inilah yang mendasari penafsiran rasionalitasnya Maulana Muhammad Ali, bahwa Nabi Ibrahim tidak sempat dibakar dan diselamatkan oleh Allah yaitu hijrah bersama Nabi Luth, keponakannya ke Pelestina (Kana’an). Pendapat ini tidak sejalan dengan penafsiran mayoritas ulama, seperti al Bagha>wi yang mengatakan bahwa setelah Nabi Ibrahim diselamatkan dari hukuman bakar, Allah menyelamatkannya untuk yang kedua kali, yaitu hijrah ke Mekah atau Syam. Lihat Abu Hafs Ibn Umar ibn Ali. Al- Luba>b Fi> ‘Ulu>m al- Kita>b Juz 13 (Beirut: Da>r alKutub, 1998), 540 26 Ibnu Asyu>r. at-Tahri>r wa at-Tanwi>r Jilid 8 (Tunisia: Da>r S{uhnun, tt), 106 27 Abu Hafs Ibn Umar ibn Ali, Al-Luba>b fi> ‘Ulu>m al-Kita>b Juz 13 (Beiru>t: Da>r al-Kutub, 1998), 540 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 14 M. Syukri Ismail tentang peristiwa tersebut dan mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa pada saat-saat genting, malaikat Jibril datang menemui Nabi Ibrahim dan menawarkan bantuannya, akan tetapi ia menolak karena ia hanya mengharapkan pertolongan Allah. Lalu malaikat Jibril berkata,” berdoalah pada Tuhanmu”, Ibrahim menjawab,”Tuhanku sudah tahu apa yang aku mau dan mengerti tentang keadaanku”. Dan diceritakan bahwa Nabi Ibrahim tinggal di dalam kobaran api itu selama empat puluh lima hari. Ia meyakini bahwa peristiwa pembakaran itu benar dan terjadi, api menjadi penyelamat bagi Ibrahim walau sinarnya masih membara, ia mengutip perkataan Imam Ali ibn Abi Thalib, bahwa andaikata Allah tidak menyertakan kata sala>man, maka bisa dipastikan Nabi Ibrahim akan celaka. Ia tidak hanya mengutip Ibnu Jari>r dari imam Mujahid, tapi juga menyinggung pendapat beberapa ulama yang diungkapkan dalam kitab al-Bahru al-Muhi>t.28 Al-Kha>zin (w.725 H.) mengungkapkan hiruk pikuk persitiwa besar itu dengan jelas dan argumentatif. Penjelasan ia lebih banyak melalui pendekatan riwayat-riwayat. Dalam satu argumentasinya ia menyandarkan pada perkataan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa andaikata Allah tidak menyertakan kata sala>man, maka bisa dipastikan Nabi Ibrahim akan celaka. Penjelasan al-Khazin dalam hal ini lebih ekstrim lagi, dijelaskan bahwa ketika itu, semua api yang ada didunia padam, dan andaikata pada hari itu Nabi Ibrahim tidak terselamatkan maka selamanya api akan padam.29 Ar-Ra>zi (544-604 H) bahkan mengungkapkan alasan kenapa Raja Namrudz memilih api untuk membalaskan dendamnnya kepada Nabi Ibrahim, ia mengatakan bahwa penyiksaan dengan api adalah penyiksaan yang sangat mengerikan karena manusia dibakar hidup, dalam keadaan sadar bukan 28 Al Alusi. Al-Ru>h al-Ma’a>ni Juz VII (Beirut: Da>r al-Kutub, 1985), 68 Dawam mengklaim bahwa penafsiran Muhammad Ali dalam The Holy Alquran tentang ayat mukjizat ini mengacu pada kitab al-Bahru al-Muhi>t}, sementara al-Alu>si mengklaim bahwa penjelasan mengenai tragedi pembakaran Ibrahim itu justru diterima oleh pengarang al-Bahru al-Muhi>t sebagai peristiwa yang maha dasyat. Lihat Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alquran Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina. 1996), 96 29 Al-Kha>zin. Tafsi>r Al-Kha>zin Jilid 3 (Beirut: Da>r al-Fikri, tt), 264 15 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat pingsan. Selanjutnya, ia juga mengutip pendapat Abu Muslim al-Asfaha>ni yang mengatakan api itu menjadi dingin bukan karena perkataan akan tetapi karena kehendak Allah sebab api adalah barang mati yang tidak mungkin diajak berbicara atau menerima perintah. Akan tetapi menurut mayoritas ulama bahwa api itu menjadi disebabkan adanya sabda itu. Tentang siapa yang mengatakan sabda itu, ada yang berpendapat malaikat jibril yang mengatakannya namun menurut jumhur yaitu Allah swt dan pendapat yang kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran karena meninjau luarnya ayat. Ada perbedaan pendapat mengenai prosesesi api menjadi dingin; 1) Allah menghilangkan potensi panas dan daya bakar yang dimiliki oleh api, namun tidak memadamkan sinar apinya dan itulah kekuasaan Allah, 2) Allah menciptakan dalam diri Ibrahim perisai yang mampu menahan bahkan melebur dengan hawa panas, seperti Allah menciptakan malaikat Zabaniyah, malaikat penjaga neraka, 3) Allah menciptakan tabir diantara Ibrahim dan api ketika kedua makhluk Tuhan yang berlawanan jenis itu bersentuhan. Dan menurut Ar Razi, pendapat yang pertama yang lebih mendekati kebenaran.30 30 Fakhruddi>n Ar-Ra>zi. al-Tafsi>r al- Kabi>r Jilid XXII (Beirut: Da>r al-Kita>b, 1990), 164 Al-Razi dalam disiplin ilmu filsafat adalah Abu Bakar Muhamad ibn Yahya al-Ra>zi, seorang filosuf rasionalis, di Barat dikenal dengan nama Rhazez atau The Arabic Galen, diperkirakan beliau mempunyai 200 karya dalam berbagai disiplin ilmu, akan tetapi karya yang masih ada ialah ; 1) Kita>b al-Asra>r (bidang kimia, diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gread of Cremon), 2) Kitab al-Ha>wi (ensiklopedi kedokteran sampai abad ke-16 di Eropa, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens, 3) Kitab al-Mansu>ri Liber al Mansoris (Bidang kedokteran, 10 jilid), 4) Kitab al-Judar wa al-Hasbah (analisa tentang penyakit cacar dan campak serta pencegahannya), 5) al-T{ib al-Ruha>ni, 6) al-Si>rah al-Falsafiyah, 7) Amarah al-Iqbal al-Daulah, 8) Kitab al-Ladhdhah, 9) Kitab al-’Ilm al-Ila>hi, 10) Kitab Maqa>lah fi mabda al-T{abi’iyah, 11) Kitab al Shukuk ‘ala Proclius. Selanjutnya di tulis Al-Ra>zi Ar- Ra>zi yang menjadi lawan debat al Razi ini, nama lengkapnya adalah Abu Hatim ar-Ra>zi (w.322 H./933M). Ia dari kalangan Syi’ah Isma’iliyah. Perbedaan pendapatnya dengan al Ra>zi adalah mengenai keNabian dan agama, ia menulis buku al A’la>m al-Nubuwwah, dijelaskan bahwa al-Razi terlalu menggunakan filsafat dalam memahami agama dan keNabian sehingga membawa pada khurafat dan kebodohan. Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 16 M. Syukri Ismail C. Penutup Maulana Muhammad Ali menafsirkan Alquran dengan corak yang telah dibangun oleh para mufassir sebelumnya, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang juga berpikiran rasional, walaupun tidak se-Rasional Maulana Muhammad Ali. penafsiran yang dibangun Maulana Muhammad Ali juga di kritik oleh para Mufassir setelahnya seperti Muhammad Quraish Shihab yang lebih ideologis, atau para mufassir lain yang menggunakan penafsiran bi al-Ma’thu>r. sedangkan Maulana Muhammad Ali lebih kepada penafsiran Bi alRa’yi, dengan lebih banyak menggunakan Akal. Perbedaan dalam menafsirkan Alquran ini telah ada sejak Alquran di wahyukan kepada Rasulallah, namun penafsiran Alquran seharusnya tidak boleh keluar dari kaidah-kaidah yang sudah diajarkan oleh Rasulallah kepada para sahabat Nabi, walaupun berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran, namun tetap harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh para ahli mufassir sebelumnya. Sehingga dalam menafsirkan akal, dapat menggunakan Wahyu dan Akal bersamaan, tanpa mengutamakan salah satunya. Lihat Hasyimshah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta; Gaya Media Pratama, 1999), 26. Selanjutnya di tulis al Ra>zi tanpa strip. 17 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat DAFTAR PUSTAKA Al-Alu>si. Al-Ru>h al-Ma’a>ni, Beirut: Da>r al-Kutub, 1985. Al-Kha>zin. Tafsi>r Al-Kha>zin, Beirut: Da>r al-Fikri, tt. Al-Ahd}ari, Abdurrahman. Jawa>hir al-Maknu>n dalam Majmu>’ul Mutu>n, Probolinggo: tim penerbit Nurul Qadim, 2008. Al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S{ahi>h al-Bukha>ri, tahqiq al-Must}afa Di>b, Beiru>t; Da>r Ibnu Kathi>r, 1987. Ali, Muhammad, Maulana. The Holy Qur’an Arabic Text, English Translation and Commentary, Seventh Edition, USA; AAII, 1991. _______. The Religion of Islam, USA: Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam Lahore inc. 1990. Al-Munawar, Husin, Aqil, Said. Alquran Membangun Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Al-Suyut}i, Jala>luddi>n, Bakar, Abu. Tafsi>r al-Jalalain, Surabaya: Ahmad ibn Nibhan, tt. Al-Zarqa>ni, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m Alquran, Beiru>t: al-Maktabah alAshriyah, 1972 Amal, Kamal, Taufik. Sir Ahmad Khan Bapak Tafsir Modernis, Jakarta: Teraju, 2004. Ar-Razi, Fakhruddin. al-Tafsi>r al-Kabi>r, Beirut: Daru al Kitab, 1990. Asyu>r, Ibnu. at-Tahri>r wa at-Tanwi>r, Tunisia: Da>r al-Suhnun, tt At-T{abat}aba’i, Al-Mi>za>n fi> al-Tafsi>r al-Qura>n, Teheran: Da>r al-Kutub, tt Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: Penerbit Mizan. 1994. Bleicher, Josep. Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as method, Philoshopy and Critique, London: Routledge and Kegand Paul. 1980. Chittick, William C. Hermeneutikan Penafsiran Ibnu Araby, terj. Ahmad Nijjam dkk, Yogyakarta: Qalam, 2001. Hafs, Abu. Al-Luba>b fi> ‘Ulu>m al-Kita>b, Beirut: Da>r al-Kutub, 1998. Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016 18 M. Syukri Ismail Iyazi, Ali, Muhammad. Al-Mufassiri>n; Haya>tuhum wa Mana>hijuhum, Mesir: muassisa, tt. K. Bertens. Filsafat Barat Kontemporer Inggris Jerman, Jakarta: Gramedia, 2002. Maulidin, Sketsa Hermeneutika dalam Gerbang: Journal Studi Agama dan Demokrasi Vol 5, No 14, Surabya: Lembaga Studi Agama dan Demokrasi , 2005. Muhsin, Wadud, Aminah. Perempuan dalam Alquran, terj. Y. Rudianto, Bandung: Pustaka, 1994. Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UIP. 2002. ______ . Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999. Palmer, Richard E. Heremeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidager and Gadamer, Evanston: Northwestern University Press, 1969. Raharjo, Dawam. Ensiklopedi Alquran Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Jakarta: Paramdina, 1996. Saenong, Ilham B. Hermeneutika Pembebasan; Metodologi Tafsir Alquran menurut Hassan Hanafi, Jakarta: Teraju, 2002. Shalih, Muhammad, Qadir, Abdul. Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n fi> al-‘As}r al-H{adi>th, Beirut: Da>r al-Makrifah, 2003. Shihab, Quraish. Logika Agama, Jakarta: Lentera Hati, 2006. ______. Rasionalitas Alquran; Studi Kritis terhadap Tafsir al-Manar, Jakarta: Lentera Hati, 2007. ______. Tafsir al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta: Lentera Hati, 2006. ______. Mukjizat Alquran; Ditinjau dari Aspek Kebahasan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib, Jakarta: Mizan, 1998. Syahrur, Muhammad. al-Kita>b wa Alquran, Damaskus: al-Ahalli, 1992. Titus, Harold H. Persoalan-Persoalan Filsafat, terjem. H.M. Rosyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. 19 Nur El-Islam,Volume 3, Nomor 2, September 2016