Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
PENERAPAN TAFSIR AL-QUR`AN BI AL-QUR`AN (Studi Atas Kitab Tafsir al-Mizan Fi Tafsir al-Qur`an Karya Muhammad Husain al-Thabathaba’i) Irhas STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, Aceh Email: irhassaputra@gmail.com Abstract The Book of Tafsir al-Mizan i Tafsir al-Qur`an was a greatest work of Muhammad Husain al-Thabathaba’i, an exegete of the Shiite Muslims. Some interesting things can be found in this book for the discussion in the commentaries which spread not only among Shiite Muslims, but also Sunni Muslims. Some factors due to this commentary can be also accepted by Sunni Muslims because the interpretation prioritized on the use of resources bi al-ma’tsur which is meant that the interpretation truly came from the al-Qur’an. The focus of this paper was about how Muhammad Husain al-Thabathaba’i used the Qur`an as the main resource of his interpretation. Keywords: Tafsir al-Qur`an bi al-Qur`an, Al-Mizan and al-Thabathaba’i. Abstrak Kitab tafsir al-Mizan i Tafsir al-Qur`an adalah karya terbesar Muhammad Husain alThabathaba’i, yaitu seorang mufassir dari kalangan muslim Syi’ah. Ada hal menarik dari kitab tafsir ini yaitu kitab tafsir ini tersebar tidak hanya di kalangan muslim Syi’ah, tapi juga tersebar luas di kalangan muslim Sunni. Di antara faktor penyebab diterimanya tafsir ini di kalangan muslim Sunni adalah karena kitab tafsir ini mengutamakan penggunaaan sumber bi al-ma’tsûr sebagai sumber penafsirannya. Satu di antara sumber penafsiran bi al-ma’tsûr adalah tafsir al-Qur’an yang berasal dari al-Qur’an. Fokus tulisan ini adalah tentang bagaimana Muhammad Husain al-Thabathaba’i menggunakan al-Qur’an sebagai sumber utama penafsirannya. Kata Kunci: Tafsir al-Qur`an bi al-Qur`an, al-Mizan, dan al-Thabathaba’i. Pendahuluan Tafsir al-Mizan merupakan karya monumental Muhammad Husain al1 Thabathaba’i. Kelahiran tafsir ini bermula Nama lengkap al-Allamah al-Thabathaba’i adalah Muhammad bin Husain bin al-Sayyid Muhammad bin al-Sayyid Muhammad Husein bin al-Mirza al-Asghar Syaikh al-Islam al-Thabathaba’i al-Thibriziy al-Qadhi. Julukan al-Thabathaba’i dinisbahkan kepada salah seorang kakeknya yang bernama Ibrahim alThabathaba’i bin Isma’il al-Dibaj. Lihat Muhammad Husain 1 150 dari permintaan para mahasiswanya ketika beliau mengajar di Universitas Qum Iran untuk al-Thabathaba’i (selanjutnya ditulis al-Thabathaba’i), al-Mizan i Tafsir al-Qur`an (selanjutnya ditulis al-Mizan), jilid ke-1 (Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbû’ah, 1991), A-b; AlThabathaba’i, Memahami Esensi al-Qur`an, diterjemahkan oleh Agus (Jakarta: Lentera, 2000), cover; lihat juga al-Thabathaba’i, al-Mizan, b; Sayyid Husein Nashr (selanjutnya ditulis Nashr), “alAllamah Muhammad Husain al-Thabathaba’i” dalam pengantar Islam Syi’ah Asal Usul dan Perkembangannya, diterjemahkan oleh Djohan Efendi (Jakarta: Pustaka Utama Graiti, 1989), 28. Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an mengumpulkan materi perkuliahan dalam bentuk kitab tafsir yang lengkap. Ternyata al-Thabathaba’i menanggapi secara positif permintaan mahasiswanya. Maka tersusunlah tafsir al-Mizan dari jilid 1 hingga jilid 20.2 Tafsir ini diberi nama dengan al-Mizan, seolah-olah al-Thabathaba’i ingin menjadikan tafsirnya sebagai timbangan keseimbangan yang cemerlang guna memberikan pendapat yang kuat dan berimbang dalam menyelesaikan persoalan yang dialami dan dihadapi oleh umat Islam dengan mengutamakan penafsiran alQur`an dengan al-Qur`an dibanding harus terikat dan fanatik dengan teori tertentu. Pada saat membicarakan suatu masalah, ia lebih banyak merujuk kepada sumber penafsiran kepada ayatayat al-Qur`an dan menyimpulkan maksudnya daripada merujuk pendapat yang dikemukakan mufasir dan pengkaji al-Qur`an. Dalam kajian ulûm al-Qur`an, sumber tafsir ada dua, yaitu tafsir bi al-ma’tsûr dan tafsir bi al-ra’yi.3 Sumber tafsir bi al-ma’tsûr dianggap sebagai sumber pertama dan utama dalam menafsirkan al-Qur`an. Tafsir bi alma’tsûr adalah tafsir yang bersumber dari ayat al-Qur`an, riwayat yang berasal dari Rasulullah dan para sahabat. Sedangkan tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang bersumber dari ijtihad seorang mufasir. Dengan kata lain, tafsir bi al-ma’tsûr adalah tafsir yang bersumber dari riwayat dan tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang bukan berasal dari riwayat, tapi dari kreasi intelektual seorang mufasir. Al-Thabathaba’i dalam menafsirkan alQur`an tentunya juga mempunyai sumbersumber tertentu. Layaknya sebuah kitab tafsir, penulis kitab tafsir al-Mizan i Tafsir al-Qur`an ini berpedoman kepada banyak sumber seperti al-Qur`an, hadis, sejarah, dan sumber-sumber lain. Sumber-sumber itu tidak hanya berasal dari kalangan Syi’ah,4 akan tetapi juga banyak berasal dari Sunni.5 Inilah yang membukakan banyak aspek dan segi dalam penafsirannya dan pandangannya yang adil dan seimbang antara kedua mazhab ini. Hal itu jugalah yang menyebabkannya bisa memenuhi pembahasan dengan mengutamakan materi tanpa mengabaikan pandangan dan pendapat orang lain. Dari sini juga dipahami bahwa dia tidak hanya menerima pendapat itu, tetapi juga menganalisa dan mencari pendapat mana yang paling benar dan kuat kehujjahannya.6 Tafsir ini kendatipun tidak banyak tersebar di masyarakat Indonesia – selain terdapat di perpustakaan Perguruan Tinggi Keagamaan – ternyata sebagian isi, ide, dan gagasannya telah tersebar luas ke tengah masyarakat Indonesia melalui kitab tafsir lain yang populer dan tersebar di Indonesia. Satu di antara kitab tafsir yang populer dan tersebar di tengah masyarakat Islam Sunni adalah tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab. Tafsir ini banyak mengutip tafsir al-Mizan karya al-Thabathaba’i. Khairunnas Jamal menyebutkan bahwa Quraish Shihab mensejajarkan al-Thabathaba’i dengan Al-Thabathaba’i, al-Mizan, jilid 1, g. Muhammad Husain al-Dzahabi (selanjutnya ditulis al-Dzahabi), al-Tafsir wa al-Mufassirûn, juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), 125. Istilah Syiah secara hariah berarti pengikut, partai, kelompok, rekanan, pendukung atau penyokong. Dalam al-Qur`an, misalnya Q.S. Maryam [19]: 69, al-Qashshash [28]: 15, dan al-Shaffat [37]: 83. Secara teknis, istilah ini merujuk kepada orang-orang muslim yang mengambil aturan agama dan inspirasi spiritualnya setelah Nabi Muhammad, dari keturunan beliau, ahlu bait. Kekhasan paham Syiah terletak pada sumber petunjuk keagamaan setelah Nabi Muhammad; kendati kaum sunni menerimanya dari sahabat nabi, kaum syiah membatasinya hanya pada anggota-anggota ahlu bait. Titik tolak ini, yang membedakan Islam Syiah dengan Sunni, didasarkan pada dua faktor penting: satu bersifat sosial budaya dan yang lain diturunkan dari konsep al-Qur`an tentang sifat keagungan dan kesalehan keluarga nabi. Lihat Jhon. L. Elposito (ed.), (selanjutnya ditulis Elposito), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid 6, cet. Ke-1 (Bandung: Mizan, 2001), 302. 5 Istilah Sunni berasal dari kata sunnah dan memiliki arti umum "praktik kebiasaan". Praktik ini terpelihara dalam hadis. Hadis, di samping al-Qur`an, adalah sumber keagamaan Sunni. Sumber lainnya adalah konsensus ulama, ijma'. Konsep konsensus ini mencerminkan penekanan Sunni pada komunitas dan kebijaksanaan kolektifnya, dibimbing olek al-Qur`an dan hadis. Oleh karena itu, muslim Sunni menyebut diri mereka dengan Ahlu Sunnah wal Jama'ah (pengikut sunnah dan komunitas). Sunni tidak monolitik. Ia terdiri atas berbagai aliran teologi dan ikih yang berbeda. Lihat ibid., jilid 5, 260 6 Al-Thabathaba’i, al-Mizan, jilid 1, g. Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 151 2 3 4 pandangan ulama sunni lainnya seperti al Sya’rawi, Thahir bin Asyur, al Biqa’i dan lain sebagainya.7 Penelitian tentang penerapan tafsir alQur`an bi al-Qur`an yang diterapkan oleh alThabathaba’i dalam kitab tafsir al-Mizan Fi Tafsir al-Qur`an belum ada ditemukan. Sejauh pelacakan penulis terhadap kajian yang relevan dan pernah ada terkait dengan tafsir al-Mizan i Tafsir al-Qur`an setidaknya ada 3 penelitian. Pertama, Rosihon Anwar membahas “Tafsir Esoterik Menurut al-Thabathaba’iy” dalam Disertasi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004. Ia hanya merumuskan prinsip-prinsip tafsir esoterik versi al-Thabathaba’iy.8 Penelitian lainnya, Disertasi Andian Parlindungan di UIN Syarif Hidayatullah dengan judul “Konsep Jihad menurut al-Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan”. Disertasi ini menyimpulkan bahwa konsep jihad menurut al-Thabathaba’i cenderung berorientasi jihad sosial – bukan jihad militeristik (perang) – berupa jihad sosial pendidikan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.9 Terakhir, disertasi Evra Willya di UIN Syarif Hidayatullah dengan judul “Hubungan antar Umat Beragama Menurut Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan”. Disertasi ini berisi pemikiran al-Thabathaba’i yang berkaitan dengan hubungan antar umat beragama dalam tafsir al-Mizan.10 Fokus tulisan ini adalah pada tata cara penerapan tafsir al-Qur`an bi al-Qur`an yang diterapkan oleh al-Thabathaba’i dalam kitab tafsir al-Mizan yang disusunnya. Lihat Khairunnas Jamal, “Pengaruh Pemikiran Husain Thabathaba’i dalam Tafsir Al Mishbah”, dalam Jurnal Ushuluddin, Vol. XVII, No. 2 (2011): 209. 8 Lihat Novizal Wendry, “Tafsir Esoterik Al-Majlisiy Dalam Bihar Al-Anwar”, dalam Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 7, No. 1 (2010): 6. 9 Andian Parlindungan, "Konsep Jihad menurut al-Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan" (Disertasi Doktor, Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2008), i. 10 Evra Willya, "Hubungan antar Umat Beragama Menurut Thabathaba’i dalam Tafsir al-Mizan" (Disertasi Doktor, Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2008), iii. 7 152 Pandangan al-Thabathaba’i tentang Penafsiran al-Qur’an Sebelum menguraikan tentang apa sumber tafsirnya dan bagaimana al-Thabathaba’i menggunakan sumber itu¸ perlu diketahui bahwa tafsir dapat dilihat dalam beberapa cara pandang, yaitu: sumber, metode, dan corak. Ketiganya adalah hal yang berbeda. Namun, dalam praktik penafsiran, ketiganya terpadu dalam satu kesatuan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pertanyaan “apa” mengacu kepada sumber yang digunakan oleh al-Thabathaba’i. Pertanyaan “bagaimana” menggunakan sumber itu akan bersentuhan dengan metode yang digunakan al-Thabathaba’i terkait dengan sumber penafsirannya itu. Dalam bukunya Al-Qur`an i al-Islam, al-Thabathaba’i menyebutkan bahwa untuk menafsirkan al-Qur`an dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut: 1. Menafsirkan ayat al-Qur`an tanpa dikaitkan dengan ayat lain, dan hanya menggunakan bantuan data dan premis ilmiah dan non ilmiah. 2. Menafsirkan ayat al-Qur`an dengan bantuan riwayat dari imam-imam suci. 3. Menafsirkan ayat al-Qur`an dengan bantuan ayat al-Qur`an yang lain dan dengan hadishadis yang relevan.11 Menurut al-Thabathaba’i, cara pertama tidak boleh diikuti. Sebab, pada hakikatnya ia merupakan penafsiran dengan menggunakan pendapat pribadi. Adapun cara kedua adalah cara yang digunakan oleh mufasir periode awal dan telah dipraktikkan selama beberapa abad. Cara ini juga telah dipraktikkan oleh para penulis hadis baik dari kalangan Ahlu Sunnah maupun kalangan Syi’ah. Hanya saja, cara 11 Al-Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur`an (selanjutnya ditulis Mengungkap), diterjemahkan dari judul asli Al-Qur`an i al-Islam oleh A. Malik Hamdaniy dan Hamim Ilyas, cet. ke-1 (edisi 2 in 1) (Bandung: Mizan, 2009), 115-116. Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an kedua ini terbatas dan tidak dapat memenuhi ketidakterbatasan kebutuhan, karena lebih dari enam ribu ayat dalam al-Qur`an menghadapi beratus-ratus ribu pertanyaan ilmiah mapun non ilmiah. Dari mana akan ditemukan jawaban pertanyaan itu? Bagaimana mungkin untuk lari dan menghindar – padahal al-Qur`an adalah pedoman – dengan tidak menjawab pertanyaan itu? Apakah akan mencarinya dalam hadis dan riwayat? Dalam hal ini jumlah hadis dan riwayat itu sangat terbatas sedangkan jawaban yang akan diberikannya sangat tidak terbatas. Di samping itu, ada ayat yang tidak satupun ditemukan hadis yang menjelaskannya baik dari kalangan Ahlu Sunnah maupun Syi’ah.12 Berdasarkan kondisi di atas, apa tindakan dan langkah yang akan diambil? Jawabannya tidak lain adalah merujuk kepada ayat al-Qur`an. Hal ini tidak dilarang. Mungkin sebagian orang menolak untuk membahas ayat itu dan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ilmiah yang menuntut untuk melakukan pembahasan. Jika demikian, apa yang akan diperbuat dengan ayatayat berikut yang menganjurkan pengkajian, perenungan dan pembahasan?13 (Dan ingatlah) kepada hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. al-Nahl [16]: 89). Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (Q.S. al-Nisa’ [4]: 82). Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya Ibid., 117. Ibid., 119. 12 13 Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai ikiran (Q.S. Shad [38]: 29). Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu? (Q.S. al-Mu’minun [23]: 68). Berdasarkan argumentasi di atas, maka menurut al-Thabathaba’i pilihan pertama dan utama menafsirkan al-Qur`an adalah dengan al-Qur`an. Karena al-Qur`an adalah satu kesatuan yang saling menjelaskan satu sama lain. Al-Qur`an berisi pedoman, petunjuk, rahmat, keberkahan yang mesti ditangkap dan dipelajari dengan cara mengkaji, merenungi dan membahasnya. Sebagai bukti bahwa al-Qur`an itu datang dari Allah, maka ayatnya tidak saling bertentangan, tapi justru saling menjelaskan satu sama lain. Bentuk Tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an yang Diterapkan al-Thabathaba’i Yang dimaksud dengan tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an adalah bahwa ada ayat alQur`an yang ditafsirkan oleh ayat al-Qur`an yang ada di tempat lain. Karena keberadaan al-Qur`an sebagai wahyu Allah tentunya tidak saling bertentangan, tetapi saling menjelaskan. Mustahil perkataan Tuhan saling berlawanan atau bertolak belakang. Seandainya di satu tempat ada perkataan Tuhan yang membolehkan, dan di tempat lain ada perkataan Tuhan yang melarang, ini menunjukkan sisi lemah Tuhan. Sisi lemah seperti ini tidak ditemukan dalam alQur`an. Yang ada sebaliknya, yaitu keberadaan ayat al-Qur`an menjelaskan ayat lain. Muhammad Husain al-Thabathaba’i dalam kitab tafsirnya menampilkan bahwa al-Qur`an saling menjelaskan satu sama lainnya. AlQur`an tidak muncul dalam bentuk yang saling 153 bertentangan. Lebih lanjut al-Thabathaba’i menyebutkan: Jika selintas ada ditemukan pertentangan, maka pertentangan itu akan hilang dengan merenungkan al-Qur`an itu sendiri. Seandainya dalam menjelaskan maksudmaksud kitab ini dibutuhkan sesuatu yang lain, maka kedudukannya sebagai hujjah tidak sempurna. Karena andaikata seorang kair menemukan suatu pertentangan dalam al-Qur`an yang tidak dapat dihilangkan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain alQur`an itu sendiri, maka ia tidak akan dapat menerima dihilangkannya pertentangan itu melalui jalan lain, dengan menggunakan hadis, umpamanya. Hal itu dikarenakan orang kair tidak mempercayai kebenaran Nabi dan tidak mempercayai kenabian serta kesuciannya, sehingga ia akan menolak pernyataan Nabi. Dengan kata lain, akan sia-sia bila Nabi menjelaskan untuk menghilangkan pertentangan-pertentangan dalam al-Qur`an tanpa menggunakan bukti verbal dalam al-Qur`an itu sendiri kepada orang-orang yang tidak mempercayai kenabian dan kesuciannya.14 Dari paparan di atas, al-Thabathaba’i menjelaskan bahwa mustahil terdapatnya pertentangan dalam al-Qur`an. Ia juga ingin menegaskan bahwa keberadaan al-Qur`an memang berasal dari Allah Swt dan bukan dari selain-Nya, termasuk bukan buatan Nabi Saw. Dalam hal ini al-Thabathaba’i juga mengemukakan dalil dari al-Qur`an sendiri yaitu surat al-Nisa’ [4]: 82.15 Maka Apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Seandainya al-Qur`an adalah buatan selain Allah Swt. tentunya akan ditemukan ayat yang bertentangan. Pertentangan itu tentunya menunjukkan kelemahan al-Qur`an. Kelemahan al-Qur`an berarti adalah kelamahan Allah Swt. Ibid., 114. Ibid., 113. 14 15 154 sebagai yang mempunyai kalam. Artinya, dengan demikian tidak ada, dan tidak pantas ada, kelemahan bagi Allah dan bagi kalam-Nya. Dari penelusuran dan penelitian penulis terhadap bentuk dan pola penggunaan ayat al-Qur`an sebagai sumber penafsiran, maka setidaknya ada dua bentuk. Pertama, alThabathaba’i memunculkan ayat lain yang secara langsung terkait dengan ayat yang dibahas. Kedua, dengan cara menjadikan ayat al-Qur`an sebagai argumen terhadap penjelasan dan penafsiran. 1) Memunculkan ayat lain yang juga terkait langsung dengan tema yang dibahas Bentuk dominan penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an yang ditampilkan oleh al-Thabathaba’i adalah dengan cara memunculkan ayat-ayat lain yang juga terkait langsung dengan tema yang dibahas. Al-Thabathaba’i menampilkan seolah-olah al-Qur`an adalah satu-kesatuan yang saling memberikan informasi, kendatipun dia terletak di surat atau ayat lain. Sebagai contoh adalah ketika menafsirkan surat al-An’am ayat 83. Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui (Q.S. al-An’am [6]: 83). Ayat ini adalah penutup rangkaian kelompok ayat yang berisi tentang kisah Ibrahim a.s. dalam pencariannya terhadap Tuhan dan bagaimana beliau mengemukakan alasan dan dalil tentang lemahnya tuhantuhan yang disembah oleh kaumnya. Pada ayat 83 ini Allah menyebutkan bahwa Ia yang menunjuki Ibrahim dalam mengemukakan alasan dan dalil yang digunakan untuk mengemukakan kelemahan tuhan yang disembah oleh kaumnya. Petunjuk Allah Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum Musa dan Harun).17 (dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: «Tunduk patuhlah!» Ibrahim menjawab: «Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam»).18 Ibrahim a.s. juga adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Tuhannya (dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan).19 Ibrahim a.s. juga adalah orang yang tenang dan yakin hatinya dengan ketentuan Allah dan apa yang diperlihatkan Allah swt. kepadanya berupa (tanda-tanda keagungan Allah yang terdapat di langit dan bumi). 20 (Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya)21 dan menjadikan rahmat dan berkah-Nya kepada Ibrahim a.s. serta keluarganya dan menyifatinya dengan sifat yang baik.22 Allah juga memujinya dengan dengan mengatakan (Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah)23 dan ia (seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh).24 Swt. tersebutlah yang menjadikan Ibrahim a.s. diangkat derajatnya oleh Allah Swt. Dalam kaitannya dengan keberadaan Ibrahim a.s. ini di hadapan Allah, alThabathaba’i mencoba menampilkan ayat lain yang juga menjelaskan bentukbentuk lain dari keberadaan dan kedudukan Ibrahim a.s. Dalam hal ini al-Thabathaba’i menyebutkan: ‫أثى اه تعاى على إبراهيم عليه السام ي كامه أمل ثناء‬ ‫ وكرر ذكره بامه ي نيف‬,‫و مد حنته ي جنبه أبلع احمد‬ ‫وستن موضعا من كتابه وذكر من مواهبه ونعمه عليه شيئا‬ )‫ (ولقد آتيناه رشده من قبل‬: ‫ وهاك ما من ذلك‬.‫كثرا‬ ‫(ولقد اصطفيناه ي الدنيا وإنه ي اآخرة من الصاحن إذ‬ ‫قال له ربه أسلم قال أسلمت لرب العامن) وهو الذي‬ ‫وجه وجهه إى ربه (حنيفا وما أنا من امشركن) وهو‬ ‫الذي اطمأن قلبه باه وأيقن به ما أراه اه من (ملكوت‬ .)‫السماوات واأرض‬ ‫(واخذ اه إبراهيم خليا) وجعل رمته وبركاته عليه و على‬ ‫أهل بيته ووصفه بالتوفية ومدحه (إن إبراهيم حليم أواه‬ ‫منيب) ومدحه أنه (كان أمة قانتا ه حنيفا وم يك من‬ ‫امشركن شاكرا أنعمه اجتباه وهداه إى صراط مستقيم‬ .)‫وآتيناه ي الدنيا حسنة وإنه ي اآخرة من الصاحن‬ ‫(وكان صديقا نبيا) وعده اه (إنه من عبادنا امؤمنن ومن‬ ‫احسنن وسلم عليه) وهو من الذين وصفهم بأهم (أوي‬ .)‫اأيدي واأبصار) (وإنا أخلصناهم خالصة ذكرى الدار‬ ‫وقد جعله اه (للناس إماما) وجعله أحد اخمسة أوي العزم‬ ‫الذين آتاهم الكتاب والشريعة وآتاه اه العلم (واحكمة ة‬ )‫الكتاب) و املك واهداية (وجعلها كلمة باقية ي عقبه‬ ‫(وجعلنا ي ذريتهما النبوة والكتاب) (واجعل ي لسان‬ ‫صدق ي اآخرين) فهذه مل ما منحه اه سبحانه من‬ ... ‫امناصب اإهية و مقامات العبودية‬ ‫وقد حفظ اه سبحانه حياته الكرمة وصخصيته الدينية ما‬ ‫مى هذا الدين القوم باإسامكما ماه عليه السام ونسبه‬ ‫ (ملة أبيكم إبراهيم هو ماكم امسلمن‬: ‫إليه قال تعاى‬ ‫ (قل إني هداي ري إى صراط مستقيم‬: ‫من قبل) وقال‬ 16 )‫دينا قيما ملة إبراهيم حنيفا وما كان من امشركن‬ Allah Swt. memuji Ibrahim a.s. di banyak tempat dalam al-Qur`an dengan pujian yang bagus dan indah. Di antaranya adalah: (Dan Sesungguhnya telah Kami Ibid., 113. 16 Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 Ibid., 113. Ibid., 113. 19 Ibid., 113. 20 Ibid., 113. 21 Ibid., 113. 22 Ibid., 113. 23 Ibid., 113. 24 Ibid., 113. 17 18 155 di-nishbah-kan agama Islam kepada Ibrahim a.s., sebagaiman irman Allah Swt. (Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu).33 (Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”).34 (Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi).25 Allah Swt. menyebutnya dengan (sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman dan berbuat kebaikan dan Allah senantiasa mencurahkan keselamatan kepadanya)26 Ibrahim a.s. juga salah seorang nabi yang disifati Allah Swt. dengan (yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi). (Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan menganugerahkan kepada mereka akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat).27 Sesungguhnya Allah Swt. telah menjadikan Ibrahim a.s. sebagai (imam bagi manusia)28 dan termasuk satu dari lima nabi yang digelari dengan ulul azmi, kepada mereka diberikan oleh Allah Swt. kitab suci dan syari’at.29 Ibrahim a.s. juga diberi oleh Allah Swt. Ilmu, dan (hikmah dan kitab suci), kekuasaan, hidayah, (dan lbrahim a.s. menjadikan kalimat tauhid sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu).30 (dan Kami jadikan keturunan Nuh a.s dan Ibrahim a.s. kenabian dan kami berikan Kitab)31 (dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian).32 Itulah beberapa ayat al-Qur`an yang menyebutkan bagaimana kedudukan dan keberadaan Ibrahim a.s. di hadapan Allah Swt… Allah Swt. juga memelihara dan menyelamatkan kehidupan, kepribadian dan keyakinan beragama Ibrahim a.s sehingga Ibid., 113. Ibid., 113. 27 Ibid., 113. 28 Q.S. al-Baqarah [2]: 124. 29 Q.S. al-Ahzab [33]: 7; al-Syûra [42]: 13; dan al-A’la [87] :28. 30 Ibid., 113. 31 Ibid., 113. 32 Ibid., 113. 25 26 156 Dari kutipan di atas diketahui bagaimana al-Thabathaba’i menggambarkan keberadaan Ibrahim a.s. di hadapan Allah Swt. Gambaran di atas sebenarnya adalah gambaran al-Qur`an sendiri yang letaknya terpisah di beberapa tempat atau surat dan ayat lain di dalam al-Qur`an. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa al-Qur`an menjelaskan sendiri tentang tema-tema keberadaan Ibrahim a.s. di hadapan Allah Swt. Seolah-olah al-Thabathaba’i ingin menjawab pertanyaan apa yang dikatakan al-Qur`an tentang keberadaan Ibrahim a.s. di hadapan Allah Swt. Itulah contoh bagaimana al-Thabathaba’i memunculkan penjelasan dan keterangan tentang satu ayat dengan mengambil sumber penjelasan itu dari ayat al-Qur`an yang terdapat di tempat lain. 2) Memunculkan ayat dalam rangka menjelaskan argumen dan penafsiran Bentuk lain penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an yang ditampilkan oleh al-Thabathaba’i adalah dengan cara menjelaskan argumen dan penafsiran dengan ayat lain yang mungkin sekilas tidak terkait secara langsung. Tapi jika dikaji secara mendalam, maka sebenarnya ayat lain itu menjelaskan apa yang dikaji pada ayat yang ditafsirkan. Dalam hal ini, al-Thabathaba’i ingin menjelaskan sesuatu. Penjelasannya Q.S. al-Hajj [22]: 78. Q.S. al-An’am [6]: 161. 33 34 Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an diberi argumen yang dilandasi dengan ayat lain. Sebagai contoh, irman Allah surat alZumar ayat 62 yang menjelaskan tentang Allah dan keadaan ciptaan-Nya. Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu (Q.S. alZumar [39]: 62). jahat, keberadaan manfaat sebagai lawan keberadaan mudharat, keberadaan bagus sebagai keberadaan jelek, indah sebagai lawan buruk. Al-Qur`an memandang banyak perbuatan, ucapan, dan pikiran sebagai bagus atau buruk. Tetapi keburukan, kejelekan dan kejahatan itu hanya akan tampak dengan jelas jika dibandingkan dengan lawannya. Oleh karena itu, keberadaan itu adalah relatif, tidak dengan sendirinya. Sebagai contoh, ular dan kalajengking itu menyakitkan, tetapi hanya bagi manusia dan binatang yang merasa sakit karena terkena racunnya, tidak bagi batu dan debu. Sesuatu yang rasanya pahit dan baunya tidak sedap, tidak disenangi, tetapi hal itu hanya berlaku bagi rasa dan penciuman manusia, tidak bagi rasa dan penciuman semua binatang. Beberapa perbuatan serta ucapan tampak menyimpang, tetapi hal ini hanya bagi lingkungan tempat manusia hidup, tidak bagi semua lingkungan.36 Jika masalah relativitas dan perbandingan tidak diperhatikan, segala yang ada akan menjadi indah dan menawan. Keindahan tidak dapat digambarkan dan diungkapkan, karena penggambaran dan pengungkapan keindahan-keindahan itu sendiri termasuk keindahan-keindahan alam, makhluk, dan keduanya juga memerlukan penggambaran. Ayat tadi bermaksud memalingkan pandangan manusia dari keindahan dan keburukan yang relatif, mengarahkannya kepada keindahan yang mutlak, dan melengkapi akal dengan pandangan dan pengetahuan yang menyeluruh. Apabila dipahami pokok-pokok yang dijelaskan dalam ratusan ayat al-Qur`an yang menggambarkan bagian demi bagian, gugusan demi gugusan, dan berbagai sistem universal ataupun parsial alam, dapat diketahui bahwa alam merupakan bukti paling kuat tentang ke-Mahakuasa-an Allah Gagasan ini diulang dalam al-Qur`an di empat tempat, yaitu al-Zumar ayat 62, al-Anam ayat 102, al-Ra’du ayat 16, dan Ghair ayat 62. Menurut gagasan ini, semua makhluk yang ada di alam ini adalah ciptaan Allah Swt. Harus selalu dicamkan bahwa al-Qur`an, dalam ratusan ayat, menegaskan masalah sebab dan akibat. Dalam ayat-ayat itu, semua perbuatan di-nisbah-kan kepada pelakunya. Sebab selalu dikaitkan dengan akibat, seperti membakar selalu dikaitkan dengan api, tumbuh dihubungkan dengan bumi, hujan dikaitkan dengan bumi, dan lain-lain. Kesimpulannya ialah bahwa orang yang berbuat dan mengerjakan sesuatu, maka perbuatan dan pekerjaannya dikaitkan dengannya. Hanya saja pewujud hakiki dari perbuatan itu adalah Allah Swt. bukan yang lain.35 Setelah mengungkapkan generalisasi penciptaan, Allah Swt. berirman: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. (Q.S. al-Sajadah [32]: 7). Jika ayat ini dipadukan dengan ayat yang sebelumnya, tampak bahwa kehidupan dan penciptaan selalu terjadi bersamaan, sehingga semua ciptaan yang dijumpai di alam makhluk adalah bagus dan indah. Hendaknya juga selalu dicamkan bahwa ayat-ayat al-Qur`an mengakui keberadaan baik sebagai lawan dari keberadaan Lihat al-Thabathaba’i, al-Mizan, jilid ke-17, 288-289; lihat juga ibid., jilid ke-7, 302; Al-Thabathaba’i, Mengungkap, 121. 35 Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 36 Ibid., 122. 157 Swt. dan petunjuk terhandal untuk mengenal Allah Swt. dan kesempurnaan kekuasaanNya.37 Setelah merenungkan kedua ayat di atas, diketahui bahwa keindahan yang mempesona yang memenuhi seluruh alam ini hanyalah secercah keindahan yang diketahui melalui tanda-tanda yang ada di langit dan di bumi ini. Setiap bagian dari alam ini merupakan celah, dan dari celah ini dapat diketahui kekuasaan yang tidak terbatas sehingga diketahui bahwa bagianbagian ini tidak memiliki kekuasaan sedikitpun kecuali yang telah dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, dalam beberapa ayat al-Qur`an dapat dilihat penisbatannya kepada berbagai keindahan dan kesempurnaan kepada Allah Swt. Seperti ayat-ayat berikut.38 Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam (Q.S. al-Mu’min [40]: 65). Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal) (Q.S. alBaqarah [2]: 165). (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kair menjadi temanIbid., 123. Lihat Ibid., 124-124. 37 38 158 teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kair itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah (Q.S. al-Nisa [4]: 139). Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa (Q.S. al-Rûm [30]: 54). (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat (Q.S. al-Syura [42]: 11). Dialah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia mempunyai al-asma’ al-husna (Q.S. Thaha [20]: 8). Berdasarkan ayat-ayat di atas, pada hakikatnya semua keindahan dan kesempurnaan yang ada dan tampak di permukaan bumi ini adalah milik Allah Swt. Adapun kesempurnaan dan keindahan yang ada pada selain Allah Swt. hanyalah kesempurnaan dan keindahan perlambang dan pinjaman. Untuk menguatkan apa yang telah disebutkan tadi, al-Qur`an menjelaskan dengan cara lain, bahwa keindahan dan kesempurnaan yang dititipkan pada makhluk di alam ini terbatas dan berkesudahan. Sedangkan keindahanan dan kesempurnaan pada Allah Swt. tidak terbatas dan tidak Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an berkesudahan. Firman Allah Swt.39 Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (Q.S. al-Qomar [54]: 49). dan kemerdekaannya kepada Allah Swt. Kemudian ia berlindung di bawah panji kebenaran dan masuk ke dalam kasih-Nya. Sebagaimana Firman-Nya.41 Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman (Q.S. Ali Imran [3]: 68). Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu (Q.S. alHijr [15]: 21). Ketika menerima kebenaran yang dikemukakan al-Qur`an, manusia mendapati dirinya berhadapan dengan keindahan dan kesempurnaan yang tidak ada batasnya. Keindahan dan kesempurnaan itu mengelilinginya dari segala arah dan sama sekali tidak ada celanya; yang membuatnya lupa akan segala keindahan dan kesempurnaan di dunia ini sampaisampai ia melupakan dirinya sendiri yang sebenarnya merupakan sebagian dari tanda-tanda keindahan dan kesempurnaan Allah. Ia melupakannya dan tertarik kepada Yang Menciptakan keindahan dan kesempurnaan. Firman Allah Swt.40 Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal) (Q.S. alBaqarah [2]: 165). Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekairan) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kair, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekairan). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Q.S. alBaqarah [2]: 257). Kemudian ia menemukan jiwa yang lain dan menjalani kehidupan yang baru, dan bersinarlah di dalam hatinya cahaya kebenaran sehingga terbukalah baginya jalan-jalan kebahagiaan dalam perjalanannya yang mulia di tengah-tengah masyarakat. Allah Swt. berirman.42 Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kair itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan (Q.S. alAn’am [6]: 122). Di sinilah, karena tuntunan cinta, manusia sebagai hamba menyerahkan kehendak Ibid., 125. Ibid., 126. Ibid., 127. Ibid. 39 41 40 42 Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 159 Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orangorang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapakbapak, atau anak-anak atau saudarasaudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung (Q.S. alMujadalah [58]: 22). Tentang mengikuti Rasul Saw. dijelaskan dalam ayat berikut ini.44 (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung (Q.S. alA’raf [7]: 157). Dalam ayat lain, Allah Swt. memberitahukan cara mendapatkan cahaya ini. Firman Allah Swt.43 Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. al-Hadid [57]: 28). Dalam ayat yang lain terdapat pengertian lebih jelas tentang mengikuti Rasul Saw.45 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) itrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut itrah itu. Tidak ada peubahan pada itrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. al-Rûm [30]: 30). Berdasarkan ayat-ayat ini, maka keseluruhan program-sempurna Islam merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia yang hidup di dunia ini. Program itu ialah undang-undang dan hukum-hukum yang ditunjukkan oleh itrah manusia dan kehidupan yang dijalani oleh manusia yang lurus, sebagaimana yang diirmankan oleh Allah Swt.46 Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Ali Imran [3]: 31). Ibid. Ibid., 129. 46 Ibid., 130. 44 45 Ibid., 128. 43 160 Irhas: Penerapan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`an Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (Q.S. alSyams [91]: 7-10). pertama adalah pola yang dominan dilakukan dalam sub bahasan ‫( بيان‬bayan). Sedangkan pola kedua biasanya akan ditemukan ketika al-Thabathaba’i memunculkan tema-tema pembahasan tertentu dalam tafsirnya. Daftar Kepustakaan Al-Qur`an adalah satu-satunya kitab suci yang mempersamakan antara kehidupan manusia yang bahagia dan kehidupan itrah yang bersih. Berbeda dengan kitabkitab suci dan jalan-jalan hidup yang lain, al-Qur`an memadukan antara programprogram ibadah dan program-program kehidupan. Selain memiliki pandangan khusus tentang individu dan masyarakat, al-Qur`an juga memiliki ajaran tentang segala hal. Sesungguhnya al-Qur`an memasrahkan manusia kepada dunia, dan dunia kepada manusia, dan keduanya kepada Allah Swt. Begitulah al-Thabathaba’i memberikan argumen dan penjelasannya bahwa alQur`an memberikan banyak sifat formal dan spiritual kepada kekasih-kekasih dan hambahamba Allah yang ikhlas. Sifat-sifat dan ciriciri ini menjadi hiasan diri mereka. Hal ini merupakan hasil dari iman yang murni dan keyakinan yang mantap. Kesimpulan Demikianlah gambaran tentang bagaimana al-Thabathaba’i menerapkan tafsir al-Qur`an dengan al-Qur`an dalam kitab tafsirnya alMizan i Tafsir al-Qur`an. Dari dua bentuk pola penggunaan ayat al-Qur`an dalam rangka menjelaskan kandungan al-Qur`an, maka pola al-Dzahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wa alMufassirûn. Juz ke-1. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Elposito, Jhon L. (ed.). Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Diterjemahkan oleh Femmy Syahrani dkk. cet. Ke-1, jilid ke-6 cetak ke-1, Bandung: Mizan, 2001. Nashr, Sayyid Husein. “al-Allamah Muhammad Husain al-Thabathaba’i”. Dalam pengantar Islam Syi’ah Asal Usul dan Perkembangannya. diterjemahkan oleh Djohan Efendi. Jakarta: Pustaka Utama Graiti, 1989. al-Thabathaba’i, Muhammad Husain. al-Mizan i Tafsir al-Qur`an. Jilid ke-1. Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbû’ah, 1991. -------. Memahami Diterjemahkan Lentera, 2000. Esensi al-Qur`an. oleh Agus. Jakarta: -------. Mengungkap Rahasia al-Qur`an. Diterjemahkan dari judul asli Al-Qur`an i al-Islam oleh A. Malik Hamdaniy dan Hamim Ilyas. Cet. ke-1. edisi 2 in 1. Bandung: Mizan, 2009. Ibid. 47 Jurnal ushuluddin Vol . 24 No.2, Juli-Desember 2016 161