Sadar Hukum Mpls
Sadar Hukum Mpls
Sadar Hukum Mpls
HUKUM
Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti insaf, merasa, tahu dan
mengerti. Menyadari berarti mengetahui, menginsafi, merasai.
Kesadaran berarti keinsafan, keadaan mengerti, hal yang dirasakan
atau dialami oleh seseorang.
Kesadaran hukum memiliki makna :
Nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada,
dan Perilaku tertentu yang diatur oleh hukum
Kesadaran hukum akan memiliki makna mendalam manakala
pengetahuan, pemahaman dan sikap hukum bermuara pada perilaku
berupa tindakan nyata mematuhi/ mentaati hukum atau peraturan
seperti membayar pajak, restribusi kebersihan, mematuhi rambu-rambu
lalu lintas dan marka jalan.
Dengan demikian kesadaran hukum akan terwujud dengan ditopang
unsur-unsurnya.
Refelksi kesadaran hukum akan bermuara pada pencapaian tujuan
hukum, yaitu berupa : Order (ketertib an), keamanan atau rasa aman
(security/safety), kesetara an(equality), perlindungan (protection),
kepastian (exac tly), kepatuhan/ ketaatan (obidience), keseimbangan
(balance), pertumbuhan (growth), pembangunan ( develop ment),
stabilitas (stability), integritas ( integrity), kegu naan (utility),
pemerataan (distribution), keadilan dan kebenaran (justice and truth)
dan kesejahteraan/ kemakmuran (prosperity/welfare) yang pada
gilirannya memberi jalan bagi pencapaian cita-cita dan tujuan negara.
JANASKUM I ( ORLA )
DIARAHKAN UNTUK MENCIPTAKAN STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN
SARANA HUKUM UNTUK MEWUJUDKANNYA UNDANG-UNDANG NO.11/PNPS/1963
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA SUBVERSI (SEKARANG SUDAH DICABUT
MELALUI UNDANG-UNDANG NO.26/1999.
SARANA HUKUM LAINNYA ADALAH UNDANG-UNDANG NO.23/1959 TENTANG KEADAAN
BAHAYA YUNCTO PP / 1960
B. JANASKUM II ( ORBA )
DIARAHKAN UNTUK MENCIPTAKAN PERKEMBANGAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN
YANG KUAT YANG MELAHIRKAN UU SBB.
UU RI NO.7/1987 YANG MERUPAKAN PERUBAHAN DARI UU NO.6/1982 TENTANG HAK
CIPTA YANG KEMUDIAN DIREVISI LAGI MENJADI UU RI NO.12/1987.
UU RI NO.6/1989 YANG TELAH DIREVISI MENJADI UU. NO.13/1997 TENTANG PATEN
UU RI NO.19/1992 TENTANG MERK YANG TELAH DIREVISI MENJADI UU RI NO.14/1997.
UU RI NO.8/1985 TENTANG PASAR MODAL
PADA MASA ORBA TELAH MULAI DIRINTIS KE ARAH MENGANTIISPASI PERKEMBANGAN
INTERNASIO NAL TERUTAMA DI BIDANG HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL YANG
KEMUDIAN DOILANJUTKAN DI ERA REFORMASI.
C. JANASKUM III (ERA REFORMASI)
MELETAKKAN LANDASAN HUKUM YANG KUAT UNTUK MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN
YANG BERSIH DAN BERWIBAWA (GOOD GOVERNANCE).
DIUPAYAKAN TERBENTUKNYA MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATIS
DALAM MEMASUKI ABAD XXI
DILAKUKAN EVALUASI DAN PERENCANAAN PER UNDANG-UNDANGAN UNTUK
MENINGKATKAN PEM BERANTASAN KKN; MENINGKATKAN PERSAINGAN EKONOMI YANG
SEHAT DAN ADIL; PERLINDU NGAN KONSUMEN; DAN MENINGKATKAN PROMOSI DAN
PERLINDUNGAN HAM DAN PENINGKATAN KETAHAN AN NASIONAL.
PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A.L:
UU RI NO.28/1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BEBAS DAN BERSIH
DARI KKN BESERTA PERATURAN PELAKSANANNYA, YAITU 4 ( EMPAT ) PP DAN 1 (SATU)
KEPRES YANG SEMUANYA KINI TELAH DIUNDANGKAN.
NASKAH RUU RI TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SUDAH
DISETUJUI DPR PADA TANGGAL 23 JULI 1999.
UU RI NO.5/1999 TTG LARANGAN PRAKTEK MONO POLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT
UU RI NO.8/1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
UU DI BIDANG POLITIK, YAITU UU RI NO.2/ 1999 TENTANG PARPOL; UURI NO.3/1999
TENTANG PEMILU DAN UURI NO.4/1999 TENTANG SUSDUK MPR/DPR DAN DPRD
KESIMPULANNYA:
PERKEMBANGAN JANASKUM MASIH DIDOMINASI OLEH PERANAN HUKUM SEBAGAI
RAMBU-RAMBU PERILAKU BAIK YANG BERSIFAT MENGATUR (REGULATIF) MAUPUN YANG
BERSIFAT MEMAKSA (REPRESIF) SEHINGGA FUNGSI HUKUM DALAM KONTEKS TERSEBUT
ADALAH SEBAGAI PENGATUR DAN PEMAKSA PERILAKU ANGGOTA MASYARAKAT BAIK
PERORANGAN MAUPUN KELOMPOK.
FUNGSI HUKUM DALAM JANASKUM I DAN II LEBIH DITITIKBERATKAN KEPADA DOMINASI
PEMEGANG KEKUASAAN
FUNGSI HUKUM PADA JANASKUM III SUDAH MENEMPATKAN SECARA PROPORSIONAL
ASPIRASI MASYARAKAT KE DALAM MEKANISME JANASKUM BAIK DALAM PROSES
LEGISLASI, SOSIALISASI MAUPUN DALAM PROSES PENEGAKKAN HUKUM.
PERKEMBANGAN FUNGSI HUKUM MEMASUKI ABAD XXI MASIH TETAP DALAM KERANGKA
STEORITIP KETIGA PROSES JANASKUM DI ATAS DENGAN TETAP BERPEGANG TEGUH
KEPADA TIGA PILAR MENUJU MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATIS,
YAITU :
MENEGAKKAN SUPREMASI HUKUM (SUPREMACY OF LAW )
TRANSPARANSI,
PROMOSI DAN PERLINDUNGAN HAM (PROMOTION AND THE PROTECTION OF HUMAN
RIGHTS.
BUDAYA HUKUM
Perceraian
Terjadinya perceraian yang sewenang-wenang, yang
dalam praktek berbentuk talak yang sewenang-
wenang merupakan bentuk lain yang sangat
melemahkan kedudukan wanita dan mengganggu
satabilitas perkawinan.
Ketenaga-kerjaan
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita
tampaknya juga belum terlalu cerah walaupun pasal 2 UU
No. 14 tahun 1969 menyatakan, bahwa dalam
menjalankan Undang-undang ini serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya tidak boleh diadakan
diskriminasi, antara pria dan wanita. Beberapa jalan yang
dapat ditempuh secara bersamaan yaitu baik melalui
perundang-undangan baru, melalui putusan pengadilan
(yurisprudensi), maupun melalui meningkatkan kesadaran
hukum masayarakat, yaitu peningkatan kesadaran hukum
kaum wanita dan juga terutama melalui peningkatan
kesadaran hukum kaum pria.
Dalam usaha transformasi struktur dan kultur
masyarakat Indonesia perlu memperhatikan tiga hal,
yaitu :
Struktur dan kultur masyarakat-masyarakat adat /
daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia, secara sadar
tanggal 28 Oktober 1928 mengikrarkan tekad untuk
membangun satu bangsa, sekalipun sadar pula bahwa
asal-usul maupun kultur kebudayaan kita sangat
beraneka ragam.