Happy Kartika K4319040 Poliembrioni Jeruk
Happy Kartika K4319040 Poliembrioni Jeruk
Happy Kartika K4319040 Poliembrioni Jeruk
PADA JERUK
Happy Kartika/K4319040/B
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang permintaannya cukup besar dari
tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk diusahakan. Terdapat banyak usaha
perbudidayaan tanaman jeruk untuk mendapatkan kualitas yang baik. Tanaman jeruk mengalami
poliembrioni yaitu suatu embrio yang mempunyai kecenderungan adanya lebih dari satu embrio
didalam satu biji (berasal dari satu ovula).
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti IBA, Kinetin, dan Atonik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
Abstrak
pertumbuhan jeruk terutama dalam pertumbuhan poliembrioni biji jeruk. Terdapat lima jurnal penelitian yang diringkas
dan memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan bibit dari benih poliembrioni dengan berbagai perlakuan
yang masing-masing peneliti berikan. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Dari ke-lima jurnal penelitian menunjukkan bahwa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang diberikan pada biji jeruk
memiliki pengaruh yang nyata serta tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati.
PENDAHULUAN
Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang berfungsi sebagai sumber gizi. Indonesia merupakan negara tropis di
mana berbagai jenis jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi. Ketersediaan varietas unggul, baik mutu maupun produktivitas yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen menjadi mutlak yang harus dipenuhi (Tobing et al., 2013)
Biji jeruk memiliki sifat poliembrioni yaitu pembentukan embrio zigotik dan sejumlah
embrioadventif dalam satu biji. Sifat poliembrioni akan muncul apabila tanaman ditumbuhkan pada
media buatan yang diberi perlakuan dengan penambahan nutrisi dan zat pengatur tumbuh (Corina et
al., 2014)
PENDAHULUAN
Benih poliembrio berarti di dalam satu benih terdapat beberapa embrio yang dapat tumbuh yang
terdiri dari satu embrio yang berasal dari proses seksual dan beberapa embrio lainnya berasal dari
proses aseksual. Poliembrio terdiri dari embrio zigotik yang bersifat tidak identik dengan induknya
dan disinyalir dapat menurunkan produksi, serta embrio nuselar yang mempunyai sifat yang
identik dengan induknya. Embrio nuselar merupakan embrio yang terus berkembang di jaringan
nuselus atau jaringan yang ada di luar kantong embrio atau embriosak (Pristy et al., 2017).
Tinjauan
Poliembrioni merupakan pembentukan lebih dari satu embrio yang
terjadi pada biji yang dikecambahkan. Terjadinya poliembrioni akibat
zigot yang terpecah, perkembangan satu atau lebih sinergit, dan
terdapat satu atau lebih kantung embrio per inti sel, dan variasi benuk
Pustaka adventif dari embrio (Rahmadini, D.D., Aziza, N.L., & Saputra, 2020).
Beberapa peneliti melakukan percobaan terkait poliembrioni pada
jeruk dengan berbagai perlakuan
Perlakuan tanah gambut yang dicampur oleh beberapa jenis amelioran. Amelioran
adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi
fisika dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut adalah memiliki
kejenuhan basa yang tinggi, derajat pH meningkat, kandungan unsur hara lengkap,
mampu mengusir senyawa beracun. Contoh amelioran yang telah terbukti baik bagi
lahan gambut yaitu abu janjang kelapa sawit, abu sekam padi, dan abu sabut kelapa
(Rahmadini, dkk., 2020)
Tinjauan
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan mikroba tanah
non patogenik yang terdapat pada daerah perakaran tanaman yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memacu pertumbuhan tanaman.
Peranan PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi khususnya
• Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan yaitu K0= tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, K1 = 50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin, K2 =
100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K3= 150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K4=100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin, K5 = 100 ppm IBA + 200
ppm Kinetin yang diulang sebanyak 4 kali.
• Alat: alat tulis, polybag, dan ayakan. Bahan: biji Jeruk Keprok var. tulau Tengah, alkohol, IBA, Kinetin, tanah, kompos, pasir dan aquades.
• Siapkan tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1. Semua bahan diayak dan dicampur sampai homogen, kemudian dimasukkan
kedalam polybag. IBA dan Kinetin masing-masing sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades sehingga diperoleh larutan stok.
Untuk membuat larutan dengan konsentrasi selanjutnya, larutan stok diencerkan.
• Variabel yang diamati adalah panjang akar, waktu muncul tunas, dan panjang tunas.
• Data yang diperoleh dianalisis melalui sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat perbedaan yang nyata maka perlakuan dilanjutkan dengan uji
lanjut DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik
5 (Budi, 2017)
• Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan yaitu K0W1 : Benih jeruk direndam air selama 1 jam, K0W2 : Benih jeruk direndam air
selama 2 jam, K1W1 : Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 1,25 cc/liter selama 1 jam, K1W2 : Benih jeruk direndam atonik
dengan konsentrasi 1,25 cc/liter selama 2jam, K2W1 : Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 2,5 cc/liter selama 1 jam, dan K2W2 :
Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 2,5 cc/liter selama 2 jam.
• Variabel yang diamati antara lain waktu kemunculan kecambah, persentase kematian bibit, tinggi bibit, jumlah daun bibit, dan luas daun bibit.
• Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dianalisis dengan analisis ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan
dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dengan menggunakan Microsoft Excell
HASIL DAN
PEMBAHAS
AN
1 Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran
c. Tinggi tanaman
a. Persentase perkecambahan
Hasil penelitian didapatkan bahwa presentase perkecambahan pada 7hst,
14hst dan 21hst perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
presentase perkecambahan biji jeruk siam banjar dikarenakan peran
PGPR yang belum optimal. c.
Variabel penelitian Kecepatan
perkecambahan, Panjang kecambah,
Jumlah perkecambahan, Panjang
b. Persentase perkecambahan poliembrioni perkecambahan dan panjang akar menurut
penelitian ini didapatkan hasil bahwa
perlakuan yang diaplikasih untuk setiap
Hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan variabel tidak berpengaruh nyata.
berpengaruh terhadap persentase perkecambahan poliembrioni pada
umur 7hst dan 14 hst namun tidak untuk umur 21hst. Hal ini terjadi
kemungkinan besar karena ketidakoptimalan kerja PGPR, bakteri yang
dihasilkan pada tanah hanya untuk pertumbuhan saja tidak dapat
menghasilkan fitohormon untuk memacu perkecambahan tanaman
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk
a. Tinggi bibit
• Biji poliembrioni berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 7 hst, akan tetapi berpengaruh
nyata pada umur 14, 21, dan 28 hst.
• Pada umur 14, 21 dan 28 hst tanaman tertinggi dijumpai pada biji jeruk yang memiliki 1 embrio
dibandingkan dengan yang memiliki 2 dan 3 embrio.
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk
b. Jumlah daun
• Biji poliembrioni bibit jeruk berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman umur 7, 14, 21, dan 28 hst.
• Hal ini disebabkan karena karakter dari biji jeruk itu sendiri dimana biji jeruk yang memiliki 1 embrio hanya
mempunyai 2 daun, sedangkan biji yang memiliki 2 embrio mempunyai kecambah dengan 4 helai daun dan juga
ditunjukkan pada biji yang memiliki 3 embrio mempunyai 6 helai daun pada kecambah biji jeruk tersebut.
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk
• Biji poliembrioni bibit jeruk berpengaruh nyata terhadap berat segar dan berat kering bibit jeruk.
• Tabel 3 menunjukkan bahwa berat segar dan berat kering terbaik dijumpai pada biji jeruk yang memiliki 3
embrio.
• Hal ini karena biji jeruk 3 embrio mempunyai lebih banyak organ tanaman (jumlah daun) sehingga berat
segar dan berat kering juga lebih berat dibandingkan yang embrio 1 dan 2.
4 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin
a. Panjang akar
• Hanya ada 4 tunas yang muncul. 1 tunas pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin), 1 tunas pada perlakuan K4
(100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) dan 2 tunas pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin)
• Pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah selama 112 hari, pada perlakuan K4 (100 ppm IBA + 150 ppm
Kinetin) adalah selama 98 hari dan pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah selama 84 hari. Sedangkan
pada K0 (tanpa IBA dan Kinetin), K1 (50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin) dan K2 (100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) belum
menghasilkan tunas.
• Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang
paling cepat menghasilkan tunas.
• Karena pada perlakuan K5, konsentrasi kinetin eksogen lebih tinggi dari pada auksin eksogen. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan antara kandungan IBA dan Kinetin pada tanaman yang pada akhirnya berpengaruh pada waktu
munculnya tunas.
4 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin
c. Panjang tunas
b. Tinggi bibit