School Work">
Laporan Kimia Analitik
Laporan Kimia Analitik
Laporan Kimia Analitik
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum : a. Membuat larutan KMnO 4 0,1 N.
b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat.
c. Menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III).
2. Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 10 Desember 2010.
3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas
Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron
sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawaan dimana
atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya
pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi
satu sama lain. Istilah oksidatorreduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak
kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperanan baik sebagai oksidatorreduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disproposionasi (Khopkar, 2007 : 48 ).
Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi selama
lebih dari seratus tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal,
dan tidak membutuhkan indikator kecuali untuk larutan yang amat encer. Satu
tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada
volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini
digunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat
menjalani beragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir dalam kondisikondisi +2, +3, +4, +5, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum ditemukan di
laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat amat
asam 0,1 N atau lebih besar :
MnO4 + 8H+ + 5e
+ 4H+
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu
ruangan. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih
ke dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk
mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nanti muncul akan berlangsung
dengan laju yang rendah ( Underwood, 2002 : 290 ).
Reagensia itu dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri. Ini diilustrasikan
dengan baik oleh kalium permanganat. Namun disini, indikator dalam yang peka
Erlenmeyer 100ml
Pipet volume 25 ml
Corong
Labu takar 50 ml
Bulb
Pipet tetes
Spatula
Timbangan analitik
Pemanas listrik
Thermometer
Buret
Statif
Bahan Praktikum
Larutan H2SO4 1 N
Larutan SnCl2 5%
Larutan HgCl2 5%
Larutan Na-Oksalat 1 N
Aquades
D. CARA KERJA
1. Pembuatan Larutan KMnO4 3,2-3,25
C. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel pengamatan volume titrasi
No Parameter yang diukur
Volume KMnO4
(ml)
1.
4,1
2.
0,2
3.
Hasil Pengamatan
1.
2.
D. ANALISIS DATA
1. Persamaan reaksi
Pembuatan larutan KMnO4
2. Perhitungan
Normalitas KMnO4 standar
Diketahui : gr Na2C2O4
= 0,3 gr = 300
mg
V KMnO4
= 4,1 ml
Valensi Na2C2O4
=2
Mr Na2C2O4
= 134 gr/mol
Ditanya : N KMnO4 ?
Jawab :
= 1,09 N
V KMnO4
= 0,2 ml
Ar Fe
= 56 gr/mol
Ditanya : mg Fe (II) ?
Jawab :
Diketahui : N KMnO4
= 1.09 N
V1 KMnO4
= 1 ml
V2 KMnO4
= 0,2 ml
Ar Fe
= 56 gr/mol
Ditanya : mg Fe (III) ?
Jawab :
C. PEMBAHASAN
Dalam titrasi redoks terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan
reaksi. Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimaetrik dari zatzat anorganik. Analisa titrimetrik yang berdasarkan reaksi redoks diantaranya
adalah bromometri, iodometri, iodimetri, iodatometri, permanganometri, dan
serimetri (Skoog : 1999 ). Permanganometri merupakan metode titrasi dengan
menggunakan kalium permanganat dengan menggunakan yang merupakan
oksidator kuat sebagai titran.
Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat membuat larutan KMnO 4 0,1 N, dapat
menstandarisasi larutan KMnO4 dengan Natrium Oksalat serta dapat
menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III). Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa
percobaan, diantaranya yaitu membuat larutan KMnO 4 0,1 N, membuat larutan
Na Oksalat, menstandarisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat, penetapan kadar
Fe (II) serta penetapan kadar Fe (III). Namun, dari beberapa percoobaan diatas,
ada satu percobaan yang tidak dolakukan, yaitu pembuatan larutan KMnO 4 0,1
N. Hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah tersedia.
Percobaan pertama, yaitu pembuatan larutan Na-Oksalat. 0,3 gr Na-OKsalat
dilarutkan dengan aquades sebanyak 200 ml dan 12,5 ml H 2SO4. Tujuan
dilarutkan dengan aquades yaitu agar didapatkan konsentrasi larutan sesuai
yang diinginkan. Sedangkan penambahan H 2SO4 bertujuan agar reaksi
berlangsung cepat. Selanjutnya dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk
membentuk reaksi antara MnO4 dengan Mn2+ menjadi :
agar nantinya jadar besi lebih mudah ditentukan sehingga diubah dahulu dari
ferrosulfat kemudian dioksidasi menjadi ferrisulfat. Selanjutnya Na-Oksalat
dititrasi dengan KMnO4, dimana KMnO4 bertindak sebagai titran. Adapun tujuan
dari standarisasi ini adalah untuk mengetahui kebenaran konsentrasi KMnO 4.
Dari hasil analisa data konsentrasi KMnO4 yang didapat adalah 1,09 N. Padahal
konsentrasi KMnO4 yang diinginkan adalah 0,1 N. Kesalahan ini dapat disebabkan
pada proses pembuatan larutan KMnO4 yang kurang tepat. Pada proses titrasi ini
indikator tidak digunakan. Hal ini terjadi karena asam kuat yang mengionisasi
sempurna dapat menciptakan suasana stabil, selain itu tidak ada penambahan
indikator karena KMnO4 merupakan oksidator yang kuat ( Rivai : 1995 ). KMnO 4
bukan bertindak sebagai indikator melainkan KMnO 4 bertindak sebagai
autoindikator.
Na oksalat merupakan standar primer yang baik bagi permanganat dalam
larutan berasam yang dapat diperoleh dari derajat kemurnian yang tinggi, stabil
pada pemanasan dan tidak higroskopik ( Underwood, 1986 ). Permanganat
merupakan pengoksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn 2+. Pada
percobaan ini, semakin banyak KMnO4 yang diteteskan maka semakin cepat
warna merah jambu menghilang.
Hal ini terjadi karena Mn2+ bertindak sebagai katalis, sehingga ketika diteteskan
larutan KMnO4 tetes demi tetes perubahan warna akan semakin lama.
Berdasarkan percobaan, standarisasi larutan KMnO 4 dengan Na-Oksalat terjadi
reaksi ( Underwood, 1999 ):
Pada percobaan kedua, yaitu penetapan kadar Fe (II), pada proses penambahan
asam sulfat 1 N, larutan Fe(NO3)3 yang semula orange berubah menjadi kuning
muda. Dengan dilakukan titrasi menggunakan KMnO 4 ( warna KMnO4 yaitu ungu
pekat ) terhadap Fe(NO3)3 dan H2SO4 1 N, pada proses titrasi mencapai titik
ekivalen terjadi perubahan warna larutan menjadi merah jambu pada suasan
asam. Proses yang terjadi adalah ( Underwood, 1999 ) :
Pada percobaan ketiga, yaitu penetapan kadar Fe (III). Larutan sampel yang
digunakan yaitu (Fe (NO3)3). Selanjutnya ditambahkan dengan HCl pekat yang
tujuannya yaitu untuk melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel ( Svehla, 1985 ).
Sebelum titrasi dilakukan, larutan tersebut dipanaskan kemudian dilakukan
pendinginan dan penambahan SnCl 2. Penambahan SnCl2 berfungsi untuk
mereduksi besi (III) menjadi besi (II) dalam sampel yang telah dilarutkan dengan
HCl. Selanjutnya kelebihan ion timah (II) dapat menggangu titrasi larutan sampel
dengan KMnO4, karena apabila masih terdapat ion timah (II) maka ion timah
tersebut akan bereaksi dengan permanganat (Underwood, 1986 ). Saat
penambahan HgCl2, dilakukan hingga terbentuk endapan. Namun, pada
percobaan, tidak ditemukan adanya endapan. Ini dapat disebabkan karena
larutan HgCl2 yang sudah terlalu lama pembuatannya hingga konsentrasinya
dapat berkurang.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan volume KMnO 4 saat standarisasi
dengan Na-Oksalat sebesar 4,1 ml, pada penentuan kadar Fe (II) volume KMnO 4
yang digunakan adalah 0,2 ml dan pada penentuan kadar Fe (III) volume KMnO 4
yaitu 1 ml. Namun berdasar hasil perhitungan, didapatkan konsentrasi KMnO 4
sebesar 1,09 N, kadar Fe (II) 12,208 mg dan kadar Fe (III) sebesar 48,832 mg.
Dalam prose titrasi larutan KMnO4 yang sudah digunakan harus langsung
dipindahkan dari buret, karena KMnO4 bersifat oksidator kuat yang menyebabkan
terjadinya reaksi yang menimbulkan endapan pada dinding buret sehingga dapat
mempengaruhi proses titrasi (Khopkar, 2003 ).
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, analisa data dan pembahasan yang telah dikaji,
dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Permanganometri adalah titrasi yang menggunakan kalium permanganat
yang merupakan oksidator kuat sebagai titran.
2. Tidak digunakannya indikator pada percobaan ini dikarenakan KMnO 4
merupakan oksidator kuat.
3. KMnO4 bertindak sebagai autoindikator.
4. Na-Oksalat merupakan standar primer yang baik bagi permanganat dalam
larutan berasam yang dapat diperoleh dari derajat kemurnian yang tinggi,
stabil pada pemanasan dan tidak higroskopik.
5. Semakin banyak KMnO4 yang diteteskan maka semakin cepat warna
merah jambu menghilang.
6. Penambahan HCl pada penetapan kadar Fe (III) bertujuan untuk
melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel.
7. Penambahan SnCl2 bertujuan agar dapat mereduksi besi (III) menjadi besi
(II).
8. Kelebihan ion timah (II) dapat mengganggu titrasi larutan sampel dengan
KMnO4, karena apabila masih terdapat ion timah (II) maka ion timah akan
bereaksi dengan permanganat.
9. Berdasarkan hasil pengamatan, volume KMnO4 untuk titrasi Fe (II) lebih
kecil daripada volume KMnO4 untuk titrasi Fe (III).
10.Normalitas KMnO4 yang didapat adalah 1,09 N.
11.Kadar Fe (III) lebih besar dari kadar Fe (II).
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Intyastiwi. 2010. Titrasi Permanganometri. Didownload pada
(http://www.pdf.kq5.org/oleh- kelompok-9.html) pada tanggal 17 Desember
2010,pukul 16.30 WITA.
Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Underwood, A.L. , Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.