School Work">
Ambang Lebar
Ambang Lebar
Ambang Lebar
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1. DAS ( Daerah Aliran Sungai )
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung
punggung / pegunungan dimana air hujan yang jatuh didaerah tersebut akan mengalir
menuju sungai utama pada suatu titik / stasiun yang ditinjau. DAS ditentukan dengan
menggunakan peta topografi yang dilengkapi dengan garis garis kontur. Limpasan
berasal dari titiktitik tertinggi dan bergerak menuju titik titik yang lebih rendah
dalam arah tegak lurus dengan garisgaris kontur. Daerah yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan titiktitik tertinggi tersebut adalah DAS.
2. Panjang Sungai
Panjang sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai, dari stasiun
yang ditinjau atau muara sungai sampai ujung hulunya. Sungai utama adalah sungai
terbesar pada daerah tangkapan dan yang membawa aliran menuju muara sungai.
Pengukuran panjang sungai dan panjang DAS adalah penting dalam analisis
aliran limpasan dan debit aliran sungai. Panjang DAS adalah panjang maksimum
sepanjang sungai utama dari stasiun yang ditinjau ( atau muara ) ke titik terjauh dari
batas DAS. Panjang pusat berat adalah panjang sungai yang diukur sepanjang sungai
dari stasiun yang ditinjau sampai titik terdekat dengan titik berat daerah aliran sungai.
Pusat berat DAS adalah pusat berat titik perpotongan dari dua atau lebih garis lurus
yang membagi DAS menjadi dua DAS yang kira kira sama besar. (Bambang
Triatmodjo. 2008 )
sebagainya yang menahan air hujan, tetapi debit minimumnya terdapat lebih
kecil.
b) Pada daerah aliran yang bentuknya lebar dengan banyak sungai cabang, banjir
dari sungai cabang sering mencapai sungai induknya dalam waktu yang
bersamaan. Tidak demikian keadaannya pada daerahdaerah yang bentuknya
sempit dan panjang. Sehubungan dengan daerahdaerah yang berbentuk lebar
tersebut, banjirnya lebih besar daripada didaerah sempit memanjang.
Selanjutnya, di daerah-daerah yang letaknya sejajar dengan arah hujan sering
terdapat banjir besar.
c) Keadaan Topografi. Di daerah yang permukaan tanahnya miring terdapat
aliran permukaan yang deras dan besar, terlebih jika tanahnya keras dan rapat.
Kemiringan ratarata dasar sungai sangat besar pengaruhnya pada kecepatan
meningkatnya banjir.
d) Kepadatan drainase, yaitu panjang dari saluransaluran persatuan luas
daerahnya. Kepadatan drainase yang kecil menunjukkan secara relatif
pengaliran melalui permukaan tanah yang panjang untuk mencapai sungai,
disini kehilangan air bisa menjadi besar. Selain itu meningkatnya banjir
berlangsung lambat.
e) Geologi. Sifatsifat tanah berpengaruh banyak pada banyaknya air yang
hilang. Kerapatan tanah dan tebalnya lapisan tanah yang tembus air sangat
menentukan besarnya infiltrasi dan evaporasi.
f) Elevasi ratarata dari daerah aliran. Hujanhujan lebat umumnya lebih banyak
terjadi di daerahdaerah pegunungan daripada daerah dataran.
g) Keadaan daerah umumnya. Banyaknya tumbuhan perkampungan, kota,
daerahdaerah pertanian dan lain sebagainya mempengaruhi banyaknya
kehilangan air. Perkampungan, kota dan daerah industri mengurangi
banyaknya infiltrasi.
3.
Curah Hujan
Menurut Suyono Sosrodarsono (1983), curah hujan yang diperlukan untuk
mendukung pekerjaan
24
Dengan I24
N adalah intensitas hujan untuk curah hujan harian (mm/24jam), RN adalah
10
penakar, dan P1, P2,.....PN adalah curah hujan di tiap stasiun penakar 1, 2,......N.
11
pada stasiun i (Ai) sama dengan 100% dan A adalah luas areal, Pi adalah kedalaman
hujan distasiun i maka: i =
Dengan P adalah curah hujan rerata DPS, A1,A2,......An adalah luas bagian
bagian antara garisgaris isohiet dan P1, P2,.......PN adalah curah hujan ratarata pada
bagianbagian A1, A2,......,AN.
Cara Thiessen merupakan salah satu cara yang memberikan hasil yang lebih
teliti daripada cara Rata-rata Aljabar dan cara garis Isohiet. Meskipun hasil yang
diberikan dari masing-masing cara tidak berbeda jauh. Curah hujan dalam tiap
poligon dianggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan dalam tiap poligon,
luas tiap poligon diukur dengan planimeter. Jika titik-titik pengamatan itu banyak dan
variasi curah hujan didaerah bersangkutan besar, maka ketelitian cara Thiessen akan
sangat meningkat. Sebaliknya pada cara rata-rata Aljabar dan pembuatan peta isohiet
12
ini akan terdapat kesalahan pribadi (individual error) sipembuat peta (Suyono
Sosrodarsono, 1983).
1. Hidrolika Banjir
Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah
tempat presipitasi yang terkonsentrasi ke sungai dan mengalirkannya ke laut. Pada
penyusunan hidrograf, Suyono Sosrodarsono (1993), menyatakan bahwa persentasi
puncak itu adalah penting untuk diperhitungkan. Maka semua persentasi debit dapat
diperoleh dari debit rata-rata dalam interval waktu. Akan tetapi dalam suatu daerah
pengaliran yang besar, harga rata-rata pada interval waktu dimana telah termasuk
harga maksimumnya yang akan mendekati harga puncak. Sedangkan penetapan
tingkat-tingkat sungai menggunakan cara Strahler (1964), yang pada dasarnya
sebagai berikut ini:
a. Sungaisungai paling ujung adalah sungaisungai tingkat satu
b. Apabila dua buah sungai dengan tingkat yang sama bertemu akan membentuk
sungai satu tingkat lebih tinggi.
c. Apabila sesuai sungai dengan suatu tingkat bertemu dengan sungai lain dengan
tingkat yang lebih rendah maka tingkat sungai pertama tidak berubah.
Perubahan kondisi permukaan air sungai dengan kala ulang yang cukup
lama, misalnya 50 dan 100 tahun sulit untuk diperkirakan. Mengingat pada keadaan
debit banjir permukaan air itu berubah-ubah, maka pengukuran dengan interval yang
13
yang
terbaik
Triatmodjo,1996).
untuk
menyelesaikan
masalah
tersebut
(Bambang
14
15
Rumus Manning :
Q = A V = A1/n R2/3I1/2 .
(2.1)
2. Debit
Debit sungai dapat diukur secara langsung atau tidak langsung.
a) Pengukuran secara langsung
Pengukuran debit sungai secara langsung dilakukan dengan mengukur luas
potongan melintang palung sungai dan kecepatan rata-rata airnya. Untuk mengukur
kecepatan air digunakan alat pengukur kecepatan air (current meter). Kecepatan air
diberbagai titik didalam palung sungai berbeda-beda. Untuk perhitungan diambil
kecepatan rata-rata. Cara mengukur kecepatan air dengan current meter dan cara
mendapatkan harga untuk kecepatan rata-rata dan menghitung debit sungainya.
Debit sungai juga dapat kita ketahui dari tinggi permukaan air diatas dasar
kalau sebelumnya sudah kita tentukan lebih dulu hubungan antara tinggi air dan
debit. Untuk ini pada berbagai ketinggian air diukur debitnya dan hasilnya
digambarkan dengan suatu grafik. Ordinat menunjukkan tinggi muka air diatas dasar
sungai sedangkan absisnya menunjukkan debit, lengkung yang diperoleh pada
16
grafiknya disebut rating curve. Rating curve dapat ditentukan dengan metode kwadrat
kecil , regresi, korelasi, atau dengan logaritma.
b) Pengukuran secara tidak langsung
Menentukan debit sungai secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:
(1.)Luas penampang palung sungai diukur sedang kecepatan air dihitung secara
analitis.
(2.)Debit sungai dihitung dari bangunan bangunan air yang teradapat dalam
sungai, misalnya gorong gorong, jembatan, talang siphon, bangunan terjun,
bendung. Besar debit aliran yang melalui bangunan itu dihitung dengan rumus
hidraulika yang berlaku untuk bangunan yang bersangkutan.
(3.)Debit sungai dihitung dari hujan
(4.)Debit sungai dihitung dengan menggunakan rumus rumus empiris.
Cara tidak langsung umumnya dipakai kalau pengukuran secara langsung
tidak dapat dilakukan. Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan,
kecepatan aliran (V) adalah sama di setiap titik pada tampang lintang.
17
Zat Cair
V
Zat Cair Riil
(2.2)
Dimana :
Q
: Debit Aliran
: Tampang Aliran
: Kecepatan Aliran
(2.3)
18
Debit banjir rencana merupakan debit air yang direncanakan dan dialirkan
oleh pelimpah. Debit tersebut dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
Q = 1.71 Cd Be H1
Dalam hal ini :
Q
: Debit limpasan ( m / dt )
H1
Cd
: Koefisien Debit
Be
Be
: B-2 ( n Kp + Ka ) H1
Dimana :
Be
: Jumlah pilar
Kp
Ka
H1
19
20
1) Methode Weduwen
Menghitung debit banjir pada suatu sungai dengan metode weduwen
dibutuhkan data curah hujan, luas cathment area, panjang sungai, elevasi tempat
bending dan titik sepanjang cathcment area untuk beda tinggi. (Suyitno,1994)
Rumus:
Qn = Mn.f.q.
R70
240
(2.4)
R
R70 = I =
Mp
6 R II
Mp
(2.5)
21
R70
240
(2.6)
(2.7)
ARSA
APBAR
PBAR
ARF
SIMS
MSL
22
LAKE
ARF
1 10
0.99
10 30
0.97
30 30000
QT = GF(T.AREA) x MAF
Dalam hal ini :
QT = Debit banjir dengan periode T tahun
GF = Grown Factor ( Tabel )
MAF = Mean Annual Flood
Tabel 2 Grown Factor ( GF )
Return
Catchment Area
Periode
< 180
300
600
900
1200
>1500
1.28
1.27
1.27
1.22
1.19
1.17
10
1.56
1.54
1.48
1.44
1.41
1.37
20
1.88
1.84
1.78
1.70
1.64
1.59
50
2.35
2.30
2.18
2.10
2.03
1.95
100
2.78
2.72
2.57
2.47
2.37
2.27
Harga PBAR di hitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu dengan rumus :
R = 1/ n ( R1 + R2 + R3 + + Rn )
Dalam hal ini:
(2.8)
23
= Jumlah pengamatan
R1
R2
R3
Rn
24
4. Elevasi air tinggi dan muka air rendah: Muka air tinggi adalah muka air diatas
muka air rata-rata dan muka air rendah adalah muka air dibawah rata-rata.
5. Elevasi air normal: elevasi muka air yang letaknya dibawah setengah elevasi
muka air yang terjadi selama periode tertentu, akan tetapi akan lebih tinggi dari
setengah sisa elevasi muka air tersebut.
6. Elevasi muka air maksimum tahunan rata-rata: Angka rata-rata elevasi muka air
maksimum tahunan selama beberapa tahun.
7. Elevasi muka air minimum tahunan rata-rata: Angka rata-rata elevasi muka air
minimum tahunan selama beberapa tahun.
8. Elevasi muka air terendah: muka air terendah dari semua muka air yang terukur
selama 355 hari dalam setahun.
9. Elevasi muka air rencana: Ditentukan dengan perhitungan aliran uniform atau
aliran non uniform. Perhitungan aliran uniform biasanya digunakan formula
manning untuk memperoleh kecepatan arus rata rata (Suyono Sosrodarsono,
1985).
5. Pengukuran Elevasi muka air
Elevasi muka air distasiun pengukuran merupakan parameter penting
dalam hidrometri. Elevasi tersebut diukur dengan datum (elevasi referensi) yang bisa
berupa elevasi muka air laut rerata atau datum lokal (Bench Mark). Alat pencatat
elevasi muka air dapat berupa papan duga dengan meteran (Staff Gauge) atau alat
pengukur elevasi muka air secara otomatis (AWLR, Automatic Water Level
Recorder). Pengamtan muka air dilakukan di lokasi dimana akan dibuat bangunan air
25
seperti bendungan, bangunan pengambilan air, atau ditempat penting lainnya. Tujuan
pengukuran tinggi muka air adalah untuk meramalkan aliran pada daerah banjir,
merencanakan dimensi bangunan yang akan dibangun pada sungai tersebut atau pada
lokasi yang ada didekatnya.
1. Papan Duga
Papan duga merupakan alat paling sederhana untuk mengukur elevasi muka
air. Alat ini terbuat dari kayu atau plat baja yang diberi ukuran skala dalam
sentimeter, yang dapat dipasang ditepi sungai atau pada suatu bangunan seperti
jembatan, bendung dan sebagainya. Angka nol pada papan duga ditempatkan pada
titik terendah dari skala sehingga semua pembacaan adalah positif. Disuatu sungai
dimana perbedaan elevasi muka air tertinggi dan terendah besar, maka pemasangan
papan duga dapat dilakukan secara bertingkat. Untuk sungai yang mempunyai tebing
teratur dan saluran buatan, papan duga dapat dipasang secara miring pada tebing
dengan skala ukuran memperhatikan kemiringan tebing.
Pengamatan elevasi muka air pada papan duga biasanya dilakukan sekali
dalam sehari. Meskipun penggunaan alat ini murah, tapi mempunyai kelemahan yaitu
tidak tercatatnya muka air pada jam jam lain yang mungkin mempunyai informasi
penting, misalnya puncak banjir. ( Bambang Triatmodjo. 2008 ).
26
27
ini merupakan hubungan antara tinggi muka air sebagai fungsi waktu (Stage
Hydrograph). AWLR dapat dibedakan menjadi dua macam:
1) AWLR dengan pelampung (float ) dan
2) Pneumatic Water Level Recorder
Keuntungan penggunaan AWLR yaitu:
a) Pencatatan data muka air lebih tinggi lebih akurat,
b) Tinggi muka air maksimum dan minimum tercatat secara otomatis tepat pada
waktu terjadinya,
c) Pencatatan fluktuasi muka dapat terlaksana secara otomatis,
d) Dapat mengurangi kesalahan pengukuran karena faktor manusia
Data pengukuran tinggi muka air di dapat dari pembacaan grafik pesawat
otomatis stasiun pengamatan muka air sungai atau dari pembacaan papan duga air
biasa, yang biasanya dipasang pada pilar atau landhofd dari jembatan. Data ini
diamati dalam jangka waktu yang panjang pada tempat yang dapat memberi
gambaran mengenai banjir disungai. Data tersebut merupakan data lapangan yang
dikumpulkan dari stasiun hidrologi. Pencatatan tinggi muka air, baik yang otomatis
maupun manual dibuat elevasi rata-rata harian lalu dicari harga maksimum tinggi
muka air dan waktu terjadinya harga maksimum tersebut. Pengukuran tinggi muka air
banjir ini dimulai dari bagian hilir ke hulu dengan menetapkan suatu titik tertentu
sebagai titik awal perhitungan. Titik ini dapat berupa:
28
Pos duga air yang mempunyai lengkung aliran dan berada dihilir daerah hitungan
Titik awal sebarang, jika tidak ada titik acuan dengan memperhatikan :
-
Titik muka air awal sebarang tidak boleh lebih rendah daripada tinggi muka
air kritik.
Jarak antara titik awal sebarang dengan daerah hitungan harus cukup jauh.
Observasi elevasi muka air pada suatu titik ditengah sungai menunjukkan
tinggi permukaan air sungai pada titik tersebut dan dinyatakan dengan tinggi terhadap
suatu datum frekuensi. Biasanya datum referensi ini adalah elevasi muka air rendah
maksimum dimuara sungai atau datum standar lainnya. Ada juga alat pengukur muka
air otomatis yang menggunakan pelampung dalam sumuran yang dihubungkan
dengan air sungai dan dapat mencatat naik turunnya pelampung pada kertas yang
dipasangkan mengelilingi silinder yang diputar oleh mekanisme jam, selain tipe
pelampung ada juga tipe gelembung udara, tipe tekanan air supersonic dan tipe
tekanan elektrik. Sebagai pencatat biasanya digunakan tipe analog dan akhir-akhir ini
mulai menggunakan tipe digital. Alat-alat pengukur muka air dipasang pada titik-titik
yang penting untuk keperluan perencanaan persungaian, pelaksanaan pekerjaan
persungaian dan pemeliharaan sungai, alat-alat ini tidak boleh dipasang pada lokasi
yang arus sungainya deras, dasar sungainya mencolok dan gelombangnya besar.
29
aliran
disepanjang
saluran
dapat
dihitung
dengan
30
sedangkan keadaan ini tidak mempunyai pengaruh pada aliran superkritis. Dengan
kata lain, aliran subkritis dapat dikatakan beroperasi dengan suatu kontrol di hilir (
downstream control ) dan aliran superkritis dengan suatu kontrol di hulu ( upstream
control ). ( Ranga Raju, 1986 )
A
Bendung pelimpas
Aliran
Aliran subkritis
Aliran superkritis
A
B
31
32
langsung. Pada perhitungan profil muka air bendung Karang ini digunakan standar
metode bertahap.
1. Metode Bertahap
Pertimbangan jarak yang pendek dengan panjang x di mana kemiringan
gesekan rata rata adalah If
rata rata.
Gambar 6. Aluran berubah berangsur angsur dalam suatu jarak yang pendek.
( Ranga raju, 1986 )
Io . x + h1 +
Atau
x =
V12
+ h2 +
+ If . x
2 . g
2 . g
( 2.9 )
33
rata rata
namun dua metode yang lazim digunakan. Dalam metode pertama, kemiringan
gesekan pada akhir tahapan dihitung dari persamaan manning dan If dihitung sebagai
rata rata dari yang dua ini, yaitu :
V12 . n2
( 2.10 )
V22 . n2
( 2.11 )
If1 =
If2 =
4
R31
4
R32
If rata rata =
If1 + If2
2
( 2.12 )
rata rata
dengan kedalaman rata rata dan kecepatan di dalam panjang tahapan, yaitu :
If rata rata =
2
Vrata-rata
. n2
4
R3
rata-rata
( 2.13)
34
di mana Rrata rata adalah jari jari hidraulis dan Vrata-rata disamakan dengan kecepatan
rata rata pada penampang ini. Apabila perubahan dalam kedalaman antara kedua
ujung dari tahapan adalah sangat kecil, kedua metode perhitungan secara praktis akan
menghasilkan harga If
rata rata
tidak kecil, If rata rata yang diperoleh dari kedua metode itu akan berbeda dan ini akan
mempengaruhi panjang tahapan yang dihitung dari persamaan ( 2.9 ).
2. Standar Metode Bertahap
Pada aliran berubah berangsur angsur dalam saluran non prismatis luas
penampang dan bentuk tidaklah konstan disepanjang saluran. Yaitu pada umumnya,
juga ditandai dengan bentuk penampang yang tidak teratur. Sungai biasanya adalah
saluran non prismatis. Kehilangan energi dalam saluran yang demikian adalah jumlah
gesekan dan kehilangan bentuk. Persamaan ( 2.9 ) hanya menggunakan kehilangan
gesekan dan tidak dapat digunakan secara langsung untuk perhitungan dalam saluran
non prismatis kecuali apabila kehilangan bentuk diterangkan dengan mengubah
perhitungan If.
Menunjuk ke Gambar 6 dan dengan memberi nama z1 dan z2 sebagai
ketinggian dasar di atas bidang persamaan, dapat ditulis :
h1 + z1 +
V12
2 . g
= h2 + z2+
2 . g
+ h f + he
( 2.14 )
di mana hf adalah tahanan gesekan pada panjang x dan he adalah kehilangan bentuk
di atas panjang yang sama. Kehilangan gesekan hf dapat ditulis sebagai :
hf = If rata rata . x
( 2.15 )
35
V12 + V22
2 .g
( 2.16 )
harga k umumnya bervariasi dari 0,10 sampai dengan 0,30 dalam penyempitan aliran
dan dari 0,20 sampai dengan 0,50 pada penyebaran aliran. Suatu pertambahan k
adalah dikehendaki apabila menonjolkan seperti belokan, hambatan dan lain lain
yang menimbulkan suatu tambahan kehilangan energi, pada jarak itu. Mulai dari
kondisi yang diketahui pada penampang 1, masalah ini menurun ke penentuan
kondisi pada penampang 2, dengan cara demikian sehingga persamaan ( 2.14 )
dipenuhi. ( Ranga Raju, 1986 ).
Pada dasarnya penampang itu diketahui hanya pada stasiun khusus ( yaitu
pada harga x yang diketahui ) dalam saluran non prismatis dan masalah dalam hal
yang demikian menjadi suatu perhitungan kedalaman pada harga x yang diketahui
daripada penentuan jarak untuk kedalaman yang diketahui. Hal ini dapat dengan tepat
sekali dilakukan dengan sedikit perubahan dari teknik integral numerik.
Perhitungan untuk standar metode bertahap adalah berdasarkan persamaan
(2.14). Dengan mempertimbangkan hal aliran subkritis untuk ilustrasi, perhitungan
akan berjalan ke arah hulu. Untuk setiap debit yang ditentukan, kedalaman aliran
akan diketahui pada penampang kontrol. Sehingga diperlukan untuk menghitung
kedalaman aliran pada penampang segera di hulu penampang pengatur. Kedalaman
aliran pada penampang ini diasumsikan dan energi h1 + z1 + v12/2.g dihitung. Karena
pada kedua ujung jarak ini diketahui, hf dan he dapat dihitung dengan persamaan
36
(2.15) dan persamaan (2.16). Harga h1 + z1 + v12/2.g sekarang dapat dihitung dari
persamaan (2.14) dan dibandingkan dengan harga yang diperoleh sebelumnya.
Apabila keduanya tidak cocok, harga h1 yang baru diasumsikan dan perhitungan
diulangi sampai kedua harga itu cocok. Oleh karena itu, prosedur itu diulangi untuk
stasiun yang lain.
Adapun rumus rumus yang lain yang digunakan untuk menghitung profil muka air
diberikan berikut ini :
a. Luas tampang basah ( A )
Untuk tampang persegi luas tampang basah dicari dengan rumus :
(2.17)
37
(2.18)
(2.19)
38
R=
(2.20)
2/3 1/2
(2.21)
Keterangan :
Q = Debit ( m3/s )
A = Luas tampang basah ( m2 )
n = Harga koefisien Manning
R = Radius hidraulik ( m )
P = Keliling tampang basah ( m )
I = Kemiringan dasar saluran
B = Lebar saluran ( m )
yn = Kedalaman normal ( m )
e. Kedalaman Kritis (yc )
Untuk mencari harga kedalaman kritis tampang persegi digunakan rumus :
yc
(2.22)
39
Keterangan :
Q = Debit ( m3/s )
B = Lebar saluran ( m )
g = Grafitasi
yc = Kedalaman kritis ( m )
Untuk mencari harga kedalaman kritis tampang trapesium digunakan rumus:
yc =
+2
g B+myc
(2.23)
Keterangan :
Q = Debit ( m3/s )
B = Lebar saluran ( m )
g = Grafitasi
yc = Kedalaman kritis ( m )
f. Lebar muka air ( T )
Pada saluran tampang persegi lebar muka air adalah sama dengan lebar saluran (B).
40
C. PERENCANAAN HIDROLIS
1.Umum
Perncanaan hidrolis bagian-bagian pokok bangunan utama akan dijelaskan
dalam pasal-pasal berikut ini. Perencanaan tersebut mencakup tipe-tipe bangunan
yang telah dibicarakan dalam pasal-pasal terdahulu, yakni:
-
Bendung pelimpah
Bendung mekanis
Pengambilan bebas
Pompa dan
Di sini akan diberikan kriteria untuk bagian-bagian dari tipe bangunan yang
dipilih dan sebagai tambahan dapat digunakan SNI 03-1724-1989,SNI 03-2401-1991.
41
2.Bendung Pelimpah
2.1 Lebar bendung
Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya
sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah
sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge):
dibagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini mean
tahunan dapat diambil untuk mementukan lebar rata-rata bendung.
Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih adari 1,2 kali lebar rata-rata
sungai pada ruas stabil. Untuk sungai-sungai yang mengakut bahan-bahan sedimen
kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar
rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut. Agar pembuatan
banguna peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya
di batasi sampai sekitas 12-14 m3/dtk, yang memberikan tinggi energi maksimum
sebesar 3,5-4,5 m (lihat gambar)
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan
persamaan berikut:
Be = B-2 (nKp+Ka) H1
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
(2.24)
42
43
44
3.Peluap
3.1 Peluap Ambang Lebar
a. Peluap Ambang Lebar Sempurna
suatu pelimpah dinamakan ambang lebarapabila terdapat suatu penampang
diatas ambang yan gmempunyai garis-garis arus lurus sehingga pembagian
tekanan di penampang tersebut adalah tekanan hidrostatik. Dinamakan
pelimpah
sempurna
apabila
kedalaman
air
di
hilir
pelimpah
tidak
+ (
berarturan:
45
=0
=+(
+ (2 )
=
=0
maka peluap ambang lebar akan terjadi ES minimum sehingga akan terjadi kedalaman
aliran hc. Pada keadaan tersebut akan terdapat debit maksimum .
3
=3 (
sehingga :
=(
)+
3
)
2
Dimana :
Q
: debit aliran
= 0,544
46
Cd
: koefisien debit
: lebar ambang
: percepatan grafitasi
=
=
Bh3 2 (
47
Gambar 12. Diagram yang menunjukan aliran di atas peluap tertekan dan peluap
dengan kontraksi
(Lujito:2010)
48
2
3
Dengan :
Cd= 0,611+0,075
(2.25)
2
1 3
3
2 (0,611 + C1
H
)H
W
Dimana harga K1 diambil dari gambar 13 dan C1 diambil dari gambar 14.
Harga K1 disarankan sama dengan 0,95.
=
dan
49
: Debit (m3/detik)
Cd
: Koefisien debit
2
3
50
: Percepatan gravitasi
: jumlah kontraksi