Dokumen tersebut merupakan panduan belajar mata kuliah Bidang Studi Ideologi Pancasila dan UUD 1945 di Lemhannas. Mata kuliah ini membahas dua modul utama, yaitu Pancasila dan perkembangannya, serta UUD 1945 hasil amandemen dan sosialisasinya. Peserta didik diharapkan memahami Pancasila sebagai ideologi nasional dan dasar negara, serta perkembangan UUD 1945 melalui proses amandemen dan sosialisas
50%(2)50% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara)
2K tayangan112 halaman
Dokumen tersebut merupakan panduan belajar mata kuliah Bidang Studi Ideologi Pancasila dan UUD 1945 di Lemhannas. Mata kuliah ini membahas dua modul utama, yaitu Pancasila dan perkembangannya, serta UUD 1945 hasil amandemen dan sosialisasinya. Peserta didik diharapkan memahami Pancasila sebagai ideologi nasional dan dasar negara, serta perkembangan UUD 1945 melalui proses amandemen dan sosialisas
Dokumen tersebut merupakan panduan belajar mata kuliah Bidang Studi Ideologi Pancasila dan UUD 1945 di Lemhannas. Mata kuliah ini membahas dua modul utama, yaitu Pancasila dan perkembangannya, serta UUD 1945 hasil amandemen dan sosialisasinya. Peserta didik diharapkan memahami Pancasila sebagai ideologi nasional dan dasar negara, serta perkembangan UUD 1945 melalui proses amandemen dan sosialisas
Dokumen tersebut merupakan panduan belajar mata kuliah Bidang Studi Ideologi Pancasila dan UUD 1945 di Lemhannas. Mata kuliah ini membahas dua modul utama, yaitu Pancasila dan perkembangannya, serta UUD 1945 hasil amandemen dan sosialisasinya. Peserta didik diharapkan memahami Pancasila sebagai ideologi nasional dan dasar negara, serta perkembangan UUD 1945 melalui proses amandemen dan sosialisas
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 112
0
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
BIDANG STUDI/MATERI POKOK IDEOLOGI
SUB. B.S. PANCASILA DAN PERKEMBANGANYA
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI PROGRAM PENDIDIKAN SINGKAT ANGKATAN (PPSA) XIX TAHUN 2013 01 1
PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH BIDANG STUDI IDEOLOGI PANCASILA DAN UUD 1945
1. Pendahuluan 2. Relevansi 3. Deskripsi Mata Kuliah 4. Standar Kompetensi 5. Kompetensi Dasar 6. Struktur Materi
No. Pokok Bahasan/Topik Subpokok Bahasan
1. Pancasila dan Perkembangannya 1. Lahirnya Pancasila 2. Pancasila Sebagai Dasar Negara, Pandangan, Hidup Bangsa, dan Ideologi Nasional 3. Pancasila di antara Ideologi Besar Dunia 4. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Bersifat Universal 5. Pancasila dalam Era Globalisasi
2. UUD 1945 Hasil Amandemen dan Sosialisasinya 1. Latar Belakang Lahirnya Amandemen UUD 1945 2. Proses Amandemen UUD 1945 3. Sosialisasi UUD 1945 Hasil Amandemen
7. Rencana Penyempurnaan Buku Pedoman Bidang Ideologi No. Waktu Jenis Buku
1. 1 minggu Buku Panduan Belajar 2. 1 minggu Modul 1 3. 2 minggu Modul 2 2
8. Petunjuk Belajar Untuk mempelajari mata kuliah Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen dan Sosialisasinya, sebaiknya para peserta didik membaca buku, seperti Restorasi Pancasila Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas (Fisip UI, J akarta, 2006). Seyogianya para peserta didik membuat rangkuman pemahaman setiap modul untuk dibandingkan satu sama lain. Hal itu akan memudahkan pemahaman keseluruhan isi atau materi Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen dan Sosialisasinya. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa mempelajari Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen dan Sosialisasinya relatif tidak sama dengan mempelajari ilmu hukum secara umum atau universal karena Pancasila merupakan pengejawantahan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat filosofis atau abstrak, sedangkan UUD 1945 memancarkan nilai-nilai Pancasila yang bersifat konkret atau normatif sebagai sumber hukum.
9. Daftar Istilah
a. Norma : patokan perilaku b. Nilai : gagasan tentang apakah sesuatu pengalaman penting atau tidak penting c. Sosialisasi : suatu proses ketika seseorang menghayati norma kelompoknya
3
PANDUAN UMUM MATA KULIAH BIDANG STUDI IDEOLOGI PANCASILA DAN UUD 1945 1. Pendahuluan Bangsa Indonesia patut merasa bersyukur bahwa para pendiri negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersepakat menjadikan lima sila yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia telah ditetapkan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang disebut Pancasila. Kandungan dan dinamika nilai-nilai Pancasila melekat pada eksistensi Pancasila itu sendiri, baik sebagai ideologi nasional, dasar negara, maupun falsafah hidup bangsa sekaligus merupakan jati diri atau identitas bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan dimensi paling dalam yang bersifat abstrak dan berkedudukan sangat tinggi dalam fenomena kehidupan masyarakat serta memiliki kekuatan integratif bagi seluruh komponen bangsa yang saling berbeda, baik secara vertikal maupun horisontal. Nilai-nilai Pancasila merupakan sumber etika dan moralitas bangsa Indonesia yang selanjutnya berkembang dalam wujud sikap dan perilaku atau tindakan-tindakan nyata dalam kehidupan warga masyarakat. Dewasa ini Pancasila sedang mengalami cobaan atau ujian yang cukup berat untuk kesekian kalinya, baik dalam kaitannya dengan eksistensi Pancasila itu sendiri maupun pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Tidak dapat disangkal bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir setelah era reformasi, perhatian warga masyarakat, baik perseorangan, kelompok, maupun kelembagaan, baik lembaga pemerintah maupun nonpemerintah, terhadap Pancasila cenderung makin tipis. Mulai muncul sikap-sikap sinis atau acuh tak acuh dan lebih jauh lagi timbul kecenderungan untuk meninggalkannya. Hal ini cukup memprihatinkan karena nilai-nilai Pancasila tidak lagi terpancar dalam diri dan sebagian aparat penentu kebijakan. Bahkan, Pancasila makin terlupakan dengan ditandai dibubarkannya lembaga Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dan Kementerian Penerangan sebagai corong pemasyarakatan, pemberdayaan, dan pengamalan Pancasila dalam 4
pembangunan nasional.
Banyak produk hukum dan penegakan hukum yang kurang mencerminkan atau kurang memancarkan nilai-nilai Pancasila tertuang dengan tidak adanya rasa keadilan serta rendahnya moral dan akhlak. Nilai-nilai dasar Pancasila yang melekat dalam Pembukaan UUD 1945 dan terpancar dalam pasal-pasal UUD 1945 yang dijabarkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan berbagai landasan pemikiran sebagai nilai instrumental Pancasila relatif masih jauh dari harapan. Pancasila sebagai sumber dasar hukum nasional dan UUD 1945 sebagai sumber hukumnya yang harus terjabarkan secara hierarkis ke dalam berbagai peraturan pelaksanaan (undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah) tampaknya belum dapat diwujudkan secara konkret dalam wujud nilai-nilai praksisnya. Masih cukup banyak diperlukan pembenahan, antara lain, pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama kualitas penentu kebijakan yang mengemban amanat rakyat, memiliki moral dan akhlak yang dapat diteladani, serta memiliki kemampuan dalam menghadapi pengaruh globalisasi. Pengalaman pahit eksistensi Pancasila dalam tragedi nasional G-30-S/PKI tahun 1965 merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi tantangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Pemasyarakatan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi terbuka yang bersifat universal harus betul-betul dipahami dan dihayati oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, terutama keberadaan Pancasila di antara ideologi besar dunia. Berbagai amandemen dari pasal-pasal UUD 1945 harus tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis, terutama dalam menghadapi pengaruh globalisasi yang dipicu oleh perkembangan iptek yang relatif berubah dengan cepat. Hasil amandemen UUD 1945 (pasal-pasal) perlu dimasyarakatkan atau disosialisasikan, baik yang berkaitan dengan lahirnya amandemen, proses amandemen, maupun metode atau pelaksanaan sosialisasi amandemen UUD 1945. Pemahaman terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen diharapkan akan membantu dan mempermudah peserta didik mengikuti pendidikan di Lemhannas dalam mempelajari bidang studi Ideologi dan UUD 5
1945.
2. Relevansi Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen di dalam sistem manajemen nasional atau sistem penyelenggaraan pemerintahan NKRI merupakan pedoman atau landasan dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sesuai dengan paradigma nasional, Pancasila yang merupakan sumber dasar hukum dijadikan sebagai landasan idiil dan UUD 1945 yang merupakan sumber hukum dijadikan sebagai landasan konstitusional. Pancasila dan UUD 1945 merupakan salah satu mata kuliah atau materi inti ajaran yang berisikan atau memancarkan nilai-nilai Pancasila, baik nilai dasar, nilai instrumental, maupun nilai praksis Pancasila. Dengan memperhatikan kedudukan atau posisi peserta didik sebagai kader-kader pimpinan nasional pada masa mendatang, diharapkan setelah menyelesaikan pendidikan di Lemhannas RI, peserta didik mampu menghadapi, mengatasi, dan menyelesaikan berbagai masalah nasional dalam kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya, dengan mempelajari mata kuliah Pancasila dan UUD 1945 ini, Anda sebagai bagian dari penyelenggara negara diharapkan tidak mudah terpengaruh dengan ideologi mana pun di dunia, dapat menegakkan hukum yang bersumber dari UUD 1945, serta dapat menjadi teladan dalam mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai aparatur negara maupun sebagai pribadi. 3. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah atau materi ajaran Pancasila dan UUD 1945 dibagi menjadi tiga buku yang terdiri atas satu buku panduan belajar dan dua modul. Setiap modul berisi pemahaman singkat, relevansi, dan uraian materi yang harus dipahami. Kedua modul tersebut adalah sebagai berikut. a. Modul 1 berisikan materi Pancasila dan perkembangannya. Dalam modul ini dijelaskan lahirnya Pancasila serta Pancasila sebagai dasar negara, falsafah pandangan hidup bangsa, dan ideologi nasional. Selain itu, dijelaskan pula 6
tentang Pancasila di antara ideologi besar dunia, Pancasila sebagai ideologi terbuka dan bersifat universal, serta Pancasila di dalam menghadapi era globalisasi. b. Modul 2 berisikan materi UUD 1945, hasil amandemen, dan sosialisasinya. Dalam modul ini dijelaskan latar belakang lahirnya amandemen UUD 1945. Lahirnya amandemen ditekankan pada hakikat diperlukannya amandemen, sedangkan proses amandemen menjelaskan kegiatan amandemen dan keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan amandemen. Penjelasan tentang sosialisasi UUD 1945 hasil amandemen, terutama diarahkan pada pentingnya sosialisasi, latar belakang, dan proses terjadinya perubahan beberapa pasal UUD 1945 serta pokok-pokok materi perubahan pasal-pasal UUD 1945. 4. Standar Kompetensi Setelah mempelajari modul-modul ini, diharapkan para peserta didik mengerti, memahami, dan menghayati Pancasila dan UUD 1945 beserta perkembangannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Memahami dan menghayati Pancasila dan UUD 1945 bukan hanya sebagai sumber dasar hukum dan sumber hukum, melainkan juga sebagai landasan idiil dan landasan konstitusional dalam proses pengambilan keputusan. Di samping itu, peserta didik diharapkan dapat memahami dan mengaktualisasikan di dalam hierarki paradigma nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional dan pencapaian tujuan nasional. 5. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari modul-modul ini, peserta didik diharapkan mampu a. menjelaskan secara terperinci Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen dan sosialisasinya serta b. mengonstruksi fenomena Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi di masyarakat.
7
PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH MODUL 1 PANCASILA DAN PERKEMBANGANNYA
1. Deskripsi. Pancasila yang digali dari akar budaya Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia sejak zaman dulu. Nilai-nilai itu, antara lain, nilai agama, adat istiadat, dan perjuangan untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan. Nilai-nilai luhur ini mengkristal dalam rumusan Pancasila sebagai perwujudan filsafat kemanusiaan yang mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan (alam) tempat hidupnya. Rumusan Pancasila merupakan suatu pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia sebagai suatu kebenaran yang dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa. Idealisme tersebut bersifat abstrak yang kemudian dijadikan sebagai ideologi nasional. Sebagai falsafah hidup bangsa dan ideologi nasional, Pancasila memerlukan norma (aturan) yang bersifat mengatur sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat dalam pengamalan atau pengejawantahannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, rumusan lima sila Pancasila dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijadikan sebagai dasar negara serta merupakan sumber dasar hukum NKRI. Kebenaran Pancasila yang didasarkan pada filsafat kemanusiaan dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia lainnya, dan dengan alam (ruang hidup) telah menempatkan Pancasila diakui di antara ideologi- ideologi besar dunia dan di era globalisasi sebagai ideologi terbuka yang bersifat universal. 2. Relevansi. Setelah mempelajari materi ini, para peserta didik akan memperoleh pemahaman pengetahuan tentang Pancasila sebagai ideologi nasional, dasar negara dan falsafah hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan dalam perumusan berbagai 8
pengambilan keputusan sebagai nilai instrumental serta dalam berbagai sikap dan perilaku manusia Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai praksis Pancasila.
3. Pokok Bahasan Pokok bahasan dalam modul ini adalah sebagai berikut. a. Lahirnya Pancasila b. Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa c. Pancasila di antara Ideologi Besar Dunia d. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Ideologi Nasional e. Pancasila dalam Era Globalisasi 4. Uraian Singkat Sampai saat ini masih belum terdapat kesamaan persepsi atau penjelasan yang sama tentang pemahaman falsafah Pancasila. Pancasila sering dikhawatirkan sama dengan agama dan hanya sebagai alat pemersatu, terutama oleh golongan tertentu yang berseberangan dengan Pancasila. Pancasila diterjemahkan secara harfiah, diuraikan dalam butir-butir Pancasila (45 butir), dan dirumuskan dalam berbagai sistim nilai yang rasanya makin sulit dicerna oleh masyarakat awam yang rendah kualitasnya. Pancasila bukan suatu agama, tetapi suatu falsafah yang diyakini dan disepakati sebagai suatu kebenaran yang di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur yang didasarkan pada ajaran agama. Pancasila merupakan ajaran yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang merupakan perpaduan dirinya sebagai makhluk individu yang beriman dan bertakwa dengan dirinya sebagai makhluk sosial yang bermoral dan berakhlak mulia. Pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan mencerminkan moral dan akhlak seseorang yang secara kumulatif akan menggambarkan moral dan akhlak suatu komunitas (bangsa Indonesia). Kelima sila dalam Pancasila saling terkait dan saling jiwa-menjiwai yang tak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus dilihat secara utuh, terpadu, dan menyeluruh dari sila kesatu sampai dengan sila kelima. Sejak NKRI terbentuk Pancasila telah dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional. Dari pengalaman sejarah, khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi 9
tidak pernah lepas dari perkembangan politik, demikian juga sebaliknya. Salah satu pakar ideologi (Freeden) mengatakan bahwa ideologi merupakan bentuk pemikiran politik yang menyediakan akses langsung yang penting untuk memahami pembentukan dan hakikat teori politik, kekayaannya, keanekaragamannya, dan seluk-beluknya. Ideologi menurut pakar Indonesia, Prof. Notonegoro, identik dengan cita-cita negara yang pasti dimiliki setiap negara. Kedekatan ideologi dengan politik dan cita-cita negara menuntut ideologi Pancasila untuk tidak dapat dilepaskan dengan ideologi- ideologi lain di dunia sebagai ideologi terbuka yang bersifat universal, termasuk dalam menghadapi pengaruh globalisasi yang dipicu oleh perkembangan kemajuan iptek yang relatif berubah dengan cepat. Pemikiran dunia Barat (F. Ratzel dan R. Kjollen) menyatakan bahwa manusia butuh negara dan negara butuh ruang hidup sehingga menjadikan negara sebagai suatu organisme hidup (entitas biologis) dan secara langsung maupun tidak langsung terus berusaha memperluas ruang hidupnya. Dari sudut pandang ideologi Pancasila, kehadiran manusia, negara, dan ruang hidup merupakan anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup bersama dalam mewujudkan cita-cita bersama (cita-cita negara).
10
PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH MODUL 2 UUD 1945 HASIL AMANDEMEN DAN SOSIALISASINYA 1. Deskripsi. UUD 1945 pada dasarnya terdiri atas Pembukaan UUD 1945 yang memancarkan nilai-nilai dasar Pancasila dan pasal-pasal UUD 1945 yang memancarkan nilai-nilai instrumen Pancasila. Pembukaan UUD 1945 merupakan fundamen negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. UUD 1945 berisi pernyataan kemerdekaan bangsa dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan tersebut hanya terjadi sekali dalam sejarah dan tidak dapat diulangi kembali. Mengubah pembukaan UUD 1945 berarti mengakhiri keberadaan NKRI yang dengan susah payah direbut dari penjajah dengan menelan korban harta dan nyawa putra-putri Indonesia yang telah berikrar dalam Sumpah Pemuda. Nilai-nilai dasar Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi weltanschaung dan light star bangsa Indonesia serta merupakan parameter bagi pasal-pasal UUD 1945 yang telah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. MPR bersepakat untuk tetap mempertahankan Pembukaan UUD 1945 dalam pengertian bahwa amandemen UUD 1945 tidak dilakukan terhadap Pembukaan UUD 1945. Amandemen UUD 1945 dilaksanakan dalam perubahan beberapa pasal UUD 1945 yang disesuaikan dengan perkembangan sistim demokrasi di Indonesia yang lebih transparan serta menekankan pada kebebasan dan keterbukaan berdasarkan falsafah Pancasila. Alasan untuk mengamandemen pasal-pasal UUD 1945, antara lain, tuntutan terhadap perubahan (reformasi) yang melihat dan merasakan bahwa terdapat pasal- pasal UUD 1945 yang kurang berpihak kepada kepentingan rakyat dan lebih banyak untuk kepentingan penguasa (pemerintahan negara). Hal ini dapat dimaklumi karena UUD 1945 lahir dalam situasi dan kondisi yang relatif sangat mendesak yang menuntut 11
adanya UUD 1945 sebagai dasar bagi suatu negara yang baru dan merdeka. Sehubungan dengan hal itu, amandemen pasal-pasal UUD 1945 sekiranya perlu dikaitkan dengan masih adanya peraturan peninggalan penjajah yang lebih banyak berpihak kepada kepentingan penjajah (penguasa) yang apabila tidak diamandemen akan dapat merugikan rakyat. 2. Relevansi. Setelah mempelajari materi ini, para peserta didik akan memperoleh pemahaman tentang perlunya amandemen pasal-pasal UUD 1945 yang sesuai dengan tuntutan reformasi yang menginginkan perubahan. Perubahan pasal- pasal didasarkan pada sistem demokrasi Pancasila yang menempatkan kekuasaan dan kedaulatan langsung berada di tangan rakyat. Pelaksanaan UUD 1945 dipahami sesuai dengan sistem pemerintahan yang berlaku hingga terjadinya amandemen pasal-pasal UUD 1945 saat ini. Secara lebih khusus, para peserta didik dapat memahami pentingnya UUD 1945 sebagai sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai landasan konstitusional dalam pencapaian tujuan nasional. 3. Pokok Bahasan Pokok bahasan dalam modul ini adalah sebagai berikut. a. Latar Belakang Lahirnya Amandemen Pasal-Pasal UUD 1945 b. Proses Amandemen UUD 1945 dan Sosialisasinya c. Kandungan Permasalahan dalam Amandemen UUD 1945 4. Uraian Singkat Perjalanan sejarah pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan NKRI telah banyak mengundang kontroversi, terutama berkaitan dengan sistem pemerintahan dan sistem pembagian kekuasaan yang selama bertahun-tahun (puluhan tahun) lebih didominasi oleh lembaga eksekutif, baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun masa pemerintahan Soeharto. Kaburnya bunyi pasal-pasal UUD 1945 tentang kabinet presidensiil dan kabinet parlementer serta besarnya kekuasaan Presiden dan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang relatif dikuasai oleh presiden, telah menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang tidak berdaya dan berakibat pada munculnya tuntutan reformasi untuk mengadakan perubahan atau mengamandemen 12
beberapa pasal dalam UUD 1945 beserta penjelasannya. Proses amandemen dilaksanakan dalam empat tahap perubahan, yaitu a. menekankan adanya pengurangan hak prerogratif presiden; b. pengurangan kekuasaan pusat (otonomi daerah); c. MPR bukan pemegang kedaulatan rakyat tertinggi (rumusan fungsi MPR); serta d. hal-hal lain seperti bentuk dan kedudukan MPR, pergantian Presiden, DPA, dan berbagai masalah yang berkaitan dengan keuangan dan moneter, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian, dan kesejahteraan, serta aturan peralihan. Disahkannya amandemen pasal-pasal UUD 1945 setidak-tidaknya telah dapat menghilangkan sikap apriori dan penolakan terhadap perubahan UUD 1945 oleh sebagian masyarakat. Hasil amandemen perlu dimasyarakatkan (disosialisasikan), terutama untuk menghindari persepsi keliru tentang UUD 1945 hasil amandemen yang tidak diartikan sebagai upaya membuat sebuah UUD baru. UUD 1945 berkaitan erat dengan pengaturan dan pembatasan kekuasaan serta mengikat dan harus menjadi acuan dalam setiap kebijakan, strategi, maupun langkah-langkah atau upaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diambil para pemimpin pemerintahan negara, pimpinan politik, pimpinan masyarakat, bahkan seluruh masyarakat. Perlu dimengerti dan dipahami bahwa UUD 1945 hasil amandemen perlu dimasyarakatkan dengan baik dan jelas melalui sistem sosialisasi secara teratur dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
13
DAFTAR ISI
Kegiatan Belajar 1 1. Lahirnya Pancasila . 1 2. Subtansi Pidato MR. Muh Yamin . 2 3. Subtansi Pidato Ki Bagoes Hadi Koesoemo... 9 4. 5. Subtansi PidatoIr. Soekarno................................................. Rangkuman................................................................................................................................... 15 23 Kegiatan Belajar 2 Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa 25 1. Pengalaman Masa Penjajahan . 25 2. Bhineka Tugal Ika ... 26 3 Pancasila Dalam Pembukaan UUD 1945. 27 4. Wujud Perjuangan Pembebasan Bangsa .. 29 5. 10. Pancasila adalah Falsafah dan Cita-cita Moral Bangsa .. 32 6. Rangkuman .. 35 7. Latihan .. 35 Bacaan Utama 36 Bacaan Pendukung .. 36 Bacaan yang dianjurkan 36 Kegiatan Belajar 3 37 Pancasila Diantara Idiologi Besar Dunia .. 37 1. Liberalisme 42 2. Konservatisme .. 45 3. Marxisme dan Komunisme 48 4. Demokrasi . 52 5. Anarkisme .. 54 6. Feminisme .. 56 14
7. Ekologisme 57 8. Nasionalisme . 59 9. Fasisme 61 10 Islam Fundamental .. 62 Latihan . 64 Petunjuk Jawaban . 66 11. Rangkuman .. 67 Kegiatan Belajar 4 68 Pancasila sebagai Idiologi Terbuka dan Idiologi Nasional 68 1. Hakikat dan Fungsi Idiologi .. 68 2. Pancasila Sebagai Idiologi Nasional .. 69 3. Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka .. 73 4. Tantangan Aktualisasi Pancasila .. 76 5. Rangkuman .. 80 Latihan . 80 Daftar Bacaan 82 Bacaan yang dianjurkan .. 81 Kegiatan Belajar 5 83 1. Pancasila diera Globalisasi 83 2. Anatomi Konflik (Kepentingan) Idiologi .. 86 3. Bagaimana Kaum Pancasilais Menghadapinya .............................................. 89 Orientasi Pancasila . 91 Rangkuman . 94 Soal Latihan 95 Daftar Bacaan .. 95
15
Kegiatan Belajar 1 1. L AHI RNYA PANCASI L A Pada awal tahun 1945 dengan ditandai kekalahan J epang dalam perang di kawasan Asia Pasifik, pemerintah J epang memberikan janji kemerdekaan di wilayah pendudukannya, antara lain, di Indonesia untuk mencegah terjadinya pemberontakan. Untuk menanggapi kebijakan J epang tersebut, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Badan penyelidik ini beranggotakan 58 orang dan terbagi habis dalam beberapa seksi serta satu panitia hukum dasar. Panitia hukum dasar beranggotakan 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dalam perkembangannya berubah nama menjadi Panitia Undang-Undang Dasar. Dari Panitia Undang-Undang Dasar ini, dibentuk lagi panitia kecil perancang undang-undang dasar yang dipimpin oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo. BPUPKI melaksanakan dua kali sidang resmi. Yang dimana pertama pada tanggal 28 Mei sampai dengan 1 J uni 1945 untuk membahas dasar negara dan sidang kedua pada tanggal 1017 J uli 1945 untuk membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. BPUPKI sempat melaksanakan sidang tidak resmi dengan memanfaatkan masa reses antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua untuk membahas rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dengan selesainya tugas BPUPKI mempersiapkan dasar negara dan undang-undang dasar negara, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang baru bisa bersidang untuk pertama kalinya sesudah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 22 Agustus 1945. Dari jadwal rencana sidang resmi pertama, BPUPKI membicarakan dasar negara (dari tanggal 28 Mei sampai dengan 1 J uni 1945) pada tanggal 29 Mei yang menampilkan pembicara, antara lain, Muh. Yamin, Margono, Sosrodiningrat, Wiranata 16
Kusumah, Sumitro, Woerjaningrat, Surjo, Soesanto, Dasaad, Rooseno, dan Aris P. Dari para pembicara ini hanya Mr. Muh. Yamin yang menyampaikan pidato. Demikian pula, pada tanggal 30 Mei terdapat nama pembicara, antara lain, Drs. Moh. Hatta, Agus Salim Samsudin, Wongsonegoro, Soerachman, Abdul Kadir, Soewandi Abdul Rahim, Soekirman dan Soetarjo. Namun, hanya Dr. Moh. Hatta yang berpidato selama lebih dari satu jam. Naskah pidatonya tidak terdokumentasikan dan sampai saat ini masih dalam pencarian guna pelurusan sejarah. Pada tanggal 31 Mei dijadwalkan pembicara, antara lain, Mr. Muh. Yamin, Sanusi, Soehardjo, Soekarno, dan Hadikoesoemo. Akan tetapi, hanya Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Soepomo dan Mr. Muh. Yamin yang menyampaikan pidatonya. Selanjutnya, pada tanggal 1 J uni 1945 dijadwalkan pembicara, antara lain, Baswedan, Muzakir, Ir. Soekarno, Latuharhary, dan Soekarjo. Namun, hanya Ir. Soekarno yang menyampaikan pidatonya. J adi, selama sidang resmi pertama tanggal 28 Mei hingga 2 J uni 1945 hanya lima pembicara yang menyampaikan pidato tentang dasar negara, yaitu Mr. Muh. Yamin, Dr. Moh. Hatta, Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dari kelima pembicara ini hanya empat pidato yang dokumentasinya ditemukan, yaitu naskah pidato Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, sedangkan pidato Drs. Moh. Hatta tidak ditemukan. Dalam sidang resmi pertama ini, Mr. Muh. Yamin sempat dua kali berpidato. Hanya pidato pertama pada tanggal 29 Mei 1945 yang berhubungan dengan dasar negara, sedangkan pidato kedua pada tanggal 31 Mei 1945 menitikberatkan pada rencana daerah wilayah negara Indonesia. Berikut ini disajikan substansi pidato Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
2. Substansi pidato Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 Peri Kebangsaan J ika Indonesia ingin merdeka sekarang, ada tiga pekerjaan yang harus segera dirampungkan, yaitu mengumpulkan segala bahan untuk pembentukan negara, menyusun undang-undang dasar, dan menjalankan isi hukum dasar dalam negara yang terbentuk. Negara baru yang akan kita dirikan haruslah negara kebangsaan (nationale staat atau etat national) sesuai dengan kewajaran peradaban kita sekarang. Kita 17
sebelumnya mempunyai dua negara dengan susunan negara bagian atas (kerajaan), yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Namun kedua negara tersebut sudah putus 400 tahun yang lalu. Pada saat ini ada lebih dari 300 kerajaan kecil yang lebih bercorak kedaerahan dan penduduknya tidak saling berhubungan secara keputranegaraan. Kita tidak dapat merujuk pada susunan tata negara bagian atas dulu dan bercermin pada 300 kerajaan kecil saat ini. Walaupun kedua negara tersebut pernah mengalami zaman keemasan dulu, kita harus menyusun negara bagian bawah. Dalam menyusun negara bagian bawah, kita tidak perlu meniru susunan negara luar karena sebagai bangsa kita telah beradab dan berbudaya sejak ribuan tahun lalu. Dengan merujuk pada peradaban rakyat zaman sekarang dan dari susunan negara hukum adat bawahan, dari sanalah kita kumpulkan sari tata negara yang sebetul-betulnya menjadi dasar negara. Pokok dasar negara haruslah menurut watak peradaban Indonesia dan bukan meniru atau menyalin konstitusi negara lain. Peradaban dan keinginan kita sebagai bangsa hendaklah menjadi corak kepada negara yang akan dibentuk dan negara Republik Indonesia yang diingini oleh bangsa Indonesia adalah negara kebangsaan Indonesia sebagai suatu etat nasional. Pinjaman, salinan, dan tiruan dari luar hanya boleh dijadikan cermin saja. a. Peri Kemanusiaan Paham Indonesia merdeka bukan cuma lepas dari penjajahan Belanda, melainkan juga ingin menyusun masyarakat baru dalam suatu negara merdeka. Kemerdekaan akan menghidupkan kedaulatan negara, baik ke dalam maupun ke luar. Kemerdekaan dan kedaulatan ke dalam memberi perlindungan tinggi pada putra negara dengan hak milik dan harta benda dalam lingkar batas negara. Kemerdekaan dan kedaulatan ke luar memberi kesempatan luas kepada negara Indonesia untuk mengatur hubungannya dengan negara lain. Negara kedaulatan inilah yang diinginkan rakyat Indonesia, bukan yang lain, sehingga kita menolak bujukan status dominion dan protektorat. Kita menginginkan negara kedaulatan agar dapat ikut memeluk keanggotaan keluarga bangsa-bangsa secara penuh. Keanggotaan ini mengatur hubungan diplomasi secara merdeka. Oleh sebab itu, kedaulatan harus berdasarkan perikemanusiaan secara universal yang berisi humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa karena dasar 18
perikemanusiaan adalah dasar universalisme dalam hukum internasionalisme dan aturan kesusilaan segala bangsa dan negara merdeka. b. Peri Ketuhanan Bangsa Indonesia yang akan menjadi negara merdeka itu adalah bangsa beradab luhur dan dalam peradabannya mempunyai Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, negara kesejahteraan Indonesia merdeka akan berketuhanan. Tuhan akan melindungi negara Indonesia merdeka. c. Peri Kerakyatan 1) Permusyawaratan Surat Asysyura, ayat 38 berbunyi, Segala urusan harus dimusyawarahkan. Permusyawaratan memberi tiga dasar keinginan berikut. a) Dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan sesama manusia, manusia akan selalu berjalan di jalan Tuhan. b) Dengan permusyawaratan, beban pengelolaan negara tidak dipikul oleh satu orang, tetapi dipikul bersama banyak orang. c) Permusyawaratan mengecilkan kekhilafan perseorangan dan menghindarkan negara dari kesesatan. Dalam sejarah Islam, permusyawaratan Islam telah diamalkan, termasuk ketika Islam masuk ke Indonesia. Namun, sebelum agama-agama masuk ke Indonesia, tonggak budaya mufakat sudah ada dalam bentuk masyarakat desa karena sejak zaman purbakala susunan desa ini sudah ada. Dasar mufakat ini tidak runtuh oleh pengaruh Hindu dan Buddha dan ketika agama Islam masuk ke Indonesia, budaya mufakat ini bertambah mekar lagi. 2) Perwakilan Kemampuan dan keterampilan bangsa Indonesia dalam mengolah tata negara sudah ada sejak ribuan tahun dengan melihat 21.000 desa di Pulau J awa, 700 nagari di Minangkabau, susunan negeri sembilan di 19
Malaya, begitu pula di Borneo, Bugis, Ambon, Minahasa, dan tempat lain. Susunan persekutuan ini tidak rusak oleh pengaruh Hindu, Buddha, serta feodalisme dan penjajahan. Desa tetap desa, walaupun susunannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman dan desa merupakan salah satu tonggak persekutuan adat yang lebih banyak samanya daripada bedanya di seluruh Indonesia. Dalam susunan inilah terpilih orang yang memegang kekuasaan dan menjadi perwakilan untuk ke susunan yang lebih besar lagi. Perwakilan inilah yang memusyawarahkan hal-hal yang lebih besar dan lebih luas. Perwakilan tidak saja menguatkan persekutuan hukum adat dalam tata negara bagian bawah, tetapi menjadi pedoman dalam keinginan bangsa sekarang dalam menyusun tata negara bagian tengah dan bagian atas. Perwakilan inilah yang akan menjadi sambungan jiwa tata negara rakyat dan dasar perwakilan merupakan dasar abadi menurut kebudayaan Indonesia. 3) Kebijaksanaan Pembentukan negara mewujudkan suatu pembaruan dan pembaruan tidak lepas dari ketuhanan dan adat pusaka Indonesia yang sudah dipengaruhi feodalisme pemerintahan jajahan. Negara Indonesia harus disusun atas logika dan nasionalisme sehat. Melalui organisasi pergerakan kemerdekaan, golongan terpelajar telah menyumbangkan pikiran dan tenaga dalam pergerakan dan melalui pergerakan ini dinamika dan cita-cita rakyat Indonesia dapat dibaca. Hikmat kebijaksanaan yang menjadi pimpinan kerakyatan Indonesia adalah nasionalisme yang sehat karena telah melepaskan diri dari anarkisme, liberalisme, dan semangat penjajahan. a) Paham Negara Tiga dasar di atas membawa kita pada susunan negara yang berdasar pada kenyataan. Kita tidak bergandengan dengan pikiran Plato dengan Respublica- nya, Aristoteles 20
dengan Politea-nya serta Thomas More dengan Utopia-nya. (1) Negara Indonesia menolak tata negara yang melanggar dasar permuyawaratan, perwakilan, dan kebijaksanaan. (2) Negara Indonesia menolak segala paham federalisme, monarki, liberalisme, autokrasi dan birokrasi, serta demokrasi Barat. (3) Negara Indonesia menolak segala macam penjajahan. Negara Indonesia adalah negara kebangsaan yang merdeka dan berdaulat penuh. (4) Negara Indonesia menolak paham pemerintahan istibdadi, paham pemerintahan khilaah, dan paham pemerintahan filsafatiyah. (5) Negara Indonesia menolak segala dasar penjajahan kolonialisme sebagai dasar pembentukan negara. (6) Negara Indonesia menolak segala tindakan yang mengecewakan kedaulatan negara dengan menjalankan kebonekaan. Dengan menolak keenam paham di atas, negara Indonesia akan mewujudkan paham-paham berikut. (1) Negara rakyat Indonesia merupakan negara persatuan yang tidak terpecah yang dibentuk di atas dan di dalam badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi. Negara kesatuan atas paham unitarisme. (2) Negara rakyat Indonesia mempunyai satu kedaulatan yang dijunjung kepala negara dan oleh daerah dan rakyat Indonesia. (3) Kepala negara, pusat pemerintahan, pemerintah daerah, dan pemerintahan persekutuan desa dipilih secara umum dalam permusyawaratan yang disusun secara kerakyatan. Negara rakyat Indonesia merupakan negara 21
pemerintahan syuriyah yang berdasarkan permusyawaratan antar orang yang berilmu dan berakal sehat yang dipilih berdasarkan paham perwakilan. (4) Permusyawaratan, pemilihan, dan pembaruan pikiran menjadi dasar pengangkatan dan segala pemutusan urusan negara. (5) Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat yang diperbarui dengan jalan nasionalisme dan pembaruan zaman dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian bawah. (6) Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala negara yang terbagi atas (a) Wakil kepala negara, (b) Kementerian, dan (c) Pusat parlemen balai perwakilan yang terbagi atas majelis dan balai perwakilan. (d) Antara bagian atas dan bagian bawah di bentuk bagian tengah sebagai pemerintah daerah. (e) Negara rakyat Indonesia menjalankan pembagian pekerjaan negara atas jalan desentralisasi atau dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme atau perpecahan negara. (f) Negara rakyat Indonesia menjadi anggota yang berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa- bangsa sedunia. d. Pembelaan Negara. Pengakuan dasar yang tiga itu memberi dasar pada soal kemiliteran, pembelaan negara, dan pemertahanan negeri dengan senjata. Permusyawaratan berdasarkan agama menimbulkan perang jihad, dasar adat mengharuskan kita membela negeri melawan kelaliman, dan rasionalisme mendorong kemajuan teknik dalam berperang. 22
e. Budi Negara. Tiap negara yang terbentuk oleh peradaban sempurna harus mempunyai budi pekerti atau moral sebagai corak atau identitas dari bangsanya. Budi pekerti negara merupakan tali perhubungan hati rakyat dengan negara yang melindunginya. 1) Setia Negara Negara pertama Kerajaan Syailendra Sriwijaya sanggup menahan gelombang massa karena memiliki moral yang dipusatkan pada rasa kebaktian dengan wujud kesetiaan kepada negara kesatuan. Tidak berbakti kepada negara adalah suatu kesalahan yang besar. Walaupun kerajaan ini runtuh, budaya setia masih berakar pada masyarakatnya. Negara kedua Majapahit mempunyai moral menumpukkan kepercayaan penuh kepada tenaga rakyat. 2) Tenaga Rakyat Negara kedua Majapahit menjadi kuat di Asia Tenggara, terutama setelah potensi tenaga rakyat yang besar dimanfaatkan seefektif mungkin oleh Mahapatih Gajah Mada. Zaman sekarang memang sudah berubah, tetapi kekuatan rakyat tetap merupakan potensi dan saat ini seluruh rakyat Indonesia mempunyai tekad untuk merdeka dan moral rakyat yang ingin dan mau merdeka ini merupakan dasar budi pekerti mereka. 3) Kemerdekaan Setia negara, tenaga rakyat, dan ingin merdeka adalah moral negara ketiga. Moral ini akan masuk dalam urat nadi negara baru. Moral negara ini sangat tingggi nilainya karena budi pekerti tertanam dalam negara berketuhanan Yang Maha Esa, yang beradab dan berkebangsaan. f. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial) Negara jangan dirasakan sebagai ikatan hidup yang menyempitkan hidup rakyat atau dipandang sebagai autokrasi atau oligarki. Kegembiraan akan muncul apabila negara yang dibentuk atas peradaban kita memberikan jaminan 23
dalam undang-undang dasar akan adanya perubahan besar yang menyangkut bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah serta seluruh kehidupan ekonomi sehari-hari. Untuk itu, hendaklah negara baru ini berhubungan langsung dengan keinginan rakyat. 1. Daerah Negara Hendaklah negara yang dibentuk ini meliputi daerah yang diinginkan oleh rakyat Indonesia. Tentulah juga tanah negara berwarna Indonesia. Kita tidak mau ada satu enklave di dalam wilayah negara. 2. Penduduk dan Putra Negara Pada saat pelantikan negara nanti sudah ditentukan siapa yang menjadi putra negara, hendaklah sudah ada ketentuan tentang golongan peranakan Arab dan Tionghoa sebelum pelantikan negara. 3. Bentuk Negara Indonesia Pada saat pelantikan negara baru, bertambahlah di atas dunia anggota keluarga yang sudah berumur tua dan berperadaban luhur dengan wilayah yang mahaluas dan kaya, makmur, dan sudah permai serta rakyatnya yang beragama. Kesejahteraan rakyat menjadi dasar dan tujuan negara yang ringkasnya adalah keadilan masyarakat atau keadilan sosial. Dalam Perang Dunia II ini berkat bantuan tentara Dai Nippon dan berkat kesungguhan perjuangan rakyat Indonesia, kita ditakdirkan naik dari kedudukan negara jajahan menjadi negara rakyat merdeka. Bentuk negara Indonesia yang merdeka berdaulat ini adalah suatu Republik Indonesia yang tersusun dalam paham unitarisme. 4. Pidato Mr. Muh. Yamin tersebut ditutup dengan syair.
3. Substansi Pidato Ki Bagoes Hadi koesoemo pada tanggal 31 Mei 1945 Bila masyarakat atau negara sudah kocar kacir sudah ada batas antara baik buruk, halal haram, allah akan membangkitkan para nabi untuk memimpin dan membangun masyarakat menuju keadilan, ketentraman keamanan dan kesejahteraan.Hidup manusia adalah masyarakat, manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain harus saling tolong menolong. Kita kaum tahu bagaimana Nabi membentuk 24
negara akan masyarakat akan masyarakat baru . Kita kaum tahu apa yang membuat kesal dan kekacuan di masyarakat yaitu perlakuan jahat . Setengah kekuatan jahat yang paling berbahaya adalah tamah dan serakah (menang sendiri,enak sendiri, kaya sendiri, dapat nama sendiri)agar tidak ada yang menang sendiri, dapat nama sendiri, kita perlu musyawarah. Dalam usaha memperbaiki masyarakat Nabi dan Rosul menitik beratkan pada perbaikan budi pekerti , Bila semua berbudi pekerti baik tidak perlu ada aturan yang menyikapi karena ada hawa nafsu maka diperlukan peraturan dan pemerintah agar masyarakat tertip, aman sentosa,sejahtera. Pedoman apa saja yang diajukan para nabi ? ada empat peran pokok yaitu: a. Ajaran Iman atau kepercayaan pada Allah dan perkara gaib.Dari Iman timbul watak dan Budi pekerti baik yang akan mematahkan nafsu jahat. b. Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti pada allah ajaran ibadah ini baru terasa manfatnya bila seseorang telah melakukanya sendiri, ajaran ini pertama hanya terangkan / diajarkan tapi baru bermanfaat setelah diimplementasikan, kedua ajaran diatur merupakan kemajuan manusia pada Tuhannya. c. Ajaran beramal sholeh, Maknaya merekah tepi semua orang memahami artinya, Manusia mau berbuat baik, kepada orang tua anak, anak, tetangga, tamu handai taulan golongan lain dan kepada masyarakat. d. Ajaran berjihad dijalan allah sukarela berjuang berkorban tanpa pamprih untuk menegakkan dan kebenaran. Keempat perkara ini merupakan ringkasan ajaran islah yang telah diajarkan para nabi untuk memperbaiki, menyusun masyarakat serta negara. Hubungan mukmin dengan mukmin lainya seperti batu dalam tembok saling mengokohkannya seperti keadaan untuk kita satu anggota tubuh sakit badan merasakan (sabda nabi Muhammad SAW) 350 tahun penjajahan membuat bangsa terpecah belah agama seharusnya menjadi tali pengikat yang kuat tapi bahkan mejadi pangkal cek cok dan perpecahan padahal agama adalah petunjuk Tuhan menuju kebahagiaan dan kesejahteraanpertama didunia dan akhirat. Bukan Cuma perkara agama yang dapat menimbulkan perselisihan perkara apakah bentuk negara republik atau monarhki, serikat atau kesatuan dapat menimbulkan perselisihan. Permusyawaratan harus didasarkan kesucian dan kejujuran 25
tidak boleh berdasarkan perorangan, golongan, menang sendiri karena akan menimbulkan perpecahan sampai saat ini bekas bekas politik penjajahan masih ada. J ika saudara menghendaki negara Indonesia dengan rakyat kuat dirikanlah negara ini atas petujuk alquran dan hadisk seperti yang sudah diterangkan tadi. Bila menginginkan ekonomi kuat dirikanlah negara ini diatas perintah allah .......... ( surat nabil 14). Bila menginginkan negara kuat dalam pertahanan dan keamanan bangunlah negara atas firman allah..( surat infal 62, surat shof 2-3-4)surat shof(10-11-12-13). Bila menginginkan berdirinya pemerintahan yang adil bijaksana bersendi permusyawaratan tidak memaksa tentang agama dirikan negara ini atas islam..(surat mak 90, surat 5., surat al imronisa, surat syuro 38, surat baqoroh 256) bagi yang tidak setuju negara berdasarkan agama dengan alasan alasan lain agar agama tetap suci jangan dicampururusan negara. Dalam alquran 6000 ayat dan hanya 100 ayat yang mengatur ibadat dan akhirat sisanya mengenai tata negara dan wawasan keduniaan, sudah 1400 tahunhukum islam di berlakukan dibanyak negara islam. Ada juga berannggapan bukan agama islam sudah sholat dan hukunnya wajib tidak cocok dengan negara modern. Pemerintah india belanda telah mengganti hukum islam tentang waris pada 1922 dan dijalankan pada 1934, juga ada upaya mengganti hukum islam dalam pernikahan. Sudah banyak hukum islam telah menjadi adat isti adat yang dapat dilihat dalam budaya pedesaan. Sebagian besar pahlawan yang berani melakukan implementasi berdasarkan perjuangannya pada islam. Mudah mudahan negara indonesia baru nanti berdasarkan islam dan menjadi negara yang tegak ,teguh, kuat, dan kokoh. Syarat mutlak adanya suatu negara harus ada daerah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat menurut hukum internasional, juga syarat mutlak tentang pembelaan tanah air. Tentang syarat mutlak pertama yaitu daerah, saya setuju daerah batas Hindia Belanda, tetapi jika wilayah lain ingin bergabung,seperti contoh negari malaka dan Borneo utara kita tidak berkeberatan terutama bukan yang menentukan tapi saudara saudara kita yang ada di Malaka dan Borneo utara. Tentang syarat mutlak kedua yaitu rakyat sebagai warga negara, tentunya penduduk asli Indonesia langsung menjadi warga negara, sedangkan warga peranakan yang berkeinginan menjadi warga negara harus diterima menjadi warga negara. Yang perlu dijaga adalah tidak terjadi 26
kewarganegaraan rangkap atau kehilangan kewarganegaraan. Syarat mutlak kerja yaitu pemerintah berdaulat menurut hukum internasional. Menurut dasar apa negara yang akan kita dirikan. Ada 3 uraian negara yaitu: a. Persatuan negara (cenheidsetaat) atau negara serikat (Brudstaat ) atau sebagai perubahan negara ( sttenbond) b. Bagaimana hubungan negara negara dengan agama c. Apakah republik atau monarhki Untuk itu perlu kita ketahui dulu tentang negara dan ada keluarga teori, berbangsa aliran pikiran tentang negara. Untuk pemerintahan berdaulat menurut hukum internasional, kita harus membicarakan dasar sistem pemerintahan, apakah persatuan negara, atau negara serikat atau persekutuan negara, bagaimana hubungan negara dan agama, serta apakah berbentuk republik atau monarki. Untuk itu, perlu kita ketahui dulu tentang negara. a. Teori Individualisme Thomas Hobbes dan J ohn Locke, J ean J aques Rosseau, Herbert Spencer, serta H.J . Larki mengatakan bahwa negara ialah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak di antara seluruh individu di dalam masyarakat tersebut. Dasar individualisme ada di negeri Eropa Barat dan Amerika. b. Teori Golongan Karl Marx, Engel, dan Lenin mengatakan bahwa negara adalah alat dari golongan (kelas) untuk menindas golongan (kelas) lain. Negara kapitalis adalah alat kaum borjuis untuk menindas kaum buruh. Oleh sebab itu, perlu ada revolusi kaum buruh merebut kekuasaan agar kaum buruh ganti menindas kaum borjuis. c. Teori Integralistik Spinoza, Adam Muller, dan Hegel mengatakan bahwa negara bukan untuk kepentingan individu atau golongan, melainkan untuk menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara merupakan susunan masyarakat yang integral. Semua golongan menyatu sebagai masyarakat organis. Negara tidak memihak pada golongan yang besar atau kuat, juga tidak mementingkan kepentingan individu, tetapi menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. 27
Kita tidak dapat meniru negara lain dan mencontoh dari luar hanya sebagai peringatan saja. Tiap-tiap negara mempunyai corak sendiri dan mempunyai kultur sosial sendiri sehingga yang baik bagi suatu negara belum tentu baik bagi negara lain. Struktur negara Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial Indonesia sendiri. Sistem Eropa Barat dengan individualisme dan liberalisme telah memisahkan individu dari masyarakat sosialnya dan saat ini telah terjadi krisis rohani di sana. Sifat ini harus kita jauhkan dari pembangunan negara Indonesia. Dasar susunan negara Uni Soviet yang diktator proletariat mungkin cocok dengan kondisi sosial negeri Uni Soviet, tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat asli masyarakat Indonesia. Negara J erman dengan nasional sosialisnya sekarang menyerah dalam peperangan ini. Prinsip totaliter berkaitan dengan persamaan darah serta daerah dalam hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Prinsip nasional sosialis merupakan prinsip persatuan antara pemimpin dan rakyat dan hal ini sesuai dengan adat ketimuran. Negara Dai Nippon berdasarkan atas persatuan kekal antara kaisar, negara, dan rakyat. Tennoo adalah pusat rohani seluruh rakyat dan negara yang bersandar atas kekeluargaan. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat cocok untuk Indonesia. Semangat kebatinan dan struktur kerohanian bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawula dan gusti, persatuan mikrokosmos dan makrokosmos, persatuan antara rakyat dan pemimpinnya. Sifat tata negara asli Indonesia masih dapat dilihat sampai saat ini berupa desa, baik di J awa maupun di luar J awa yang pemimpinnya bersatu dengan rakyatnya. Kepala rakyat yang memegang adat senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya. Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, semua golongan diliputi suasana gotong royong semangat kekeluargaan. Negara Indonesia nanti harus sesuai dengan sifat dan corak masyarakatnya maka negara harus mengikuti aliran integralistik, yaitu negara yang bersatu dengan rakyatnya dan mengatasi seluruh golongan dalam lapangan apa pun. Teori negara integralistik tidak mengesampingkan adanya golongan dan individu. Negara mengakui dan menghormati adanya golongan dalam masyarakat nyata, tetapi semua individu dan golongan akan insaf pada kedudukannya sebagai bagian dari organik dan negara seluruhnya. Dalam negara persatuan ini hendaklah dipisahkan antara agama dan negara. 28
Kita tidak akan mendirikan negara Islam. Pengertian negara Islam berbeda dengan pengertian Negara berdasar cita-cita hukum agama Islam. Pada negara Islam, negara dan agama adalah satu. Turki sebelumnya adalah negara Islam, tetapi sejak 1924 Turki tidak lagi negara Islam walaupun rakyatnya hampir seluruhnya beragama Islam. Mesir, Irak, Iran, dan Saudi Arabia, masih negara Islam. Kita tidak akan meniru negara lain dalam menyusun negara Indonesia, tetapi harus melihat pada keistimewaan masyarakat Indonesia yang nyata. Indonesia mempunyai sifat berbeda dengan Mesir, Irak, Iran, dan Saudi Arabia. Kita berada di Asia dalam lingkungan yang bukan Islam krpus. Di Mesir, Irak, dan Iran pun masih ada aliran pikiran yang mempersoalkan penyesuaian hukum syariah dengan kebutuhan internasional dan kebutuhan modern aliran zaman sekarang. J ika kita akan mendirikan negara Islam, pemikiran tersebut akan timbul di negara kita sehingga kita tidak mendirikan negara persatuan karena mendirikan negara Islam berarti negara mempersatukan diri dengan golongan terbesar yang akan menimbulkan minderhedan golongan agama kecil. Hendaknya kita mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter. Negara bersatu ini bukan negara yang tidak beragama. Negara bersatu ini tetap memelihara budi pekerti luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur yang semuanya itu memakai dasar moral yang dianjurkan oleh agama Islam. Kita tidak mendirikan negara federasi, tetapi negara persatuan. Mengenai sentralisasi dan desentralisasi, hal itu bergantung pada masa, tempat, dan soal bersangkutan. Apakah monarki atau republik, itu hanya masalah bentuk. Yang penting adalah bagaimana kepala negara menyatu dengan rakyatnya. Cara mengangkat pemimpin jangan meniru cara Barat karena alirannya individualisme sehingga amat berbeda dengan corak Indonesia. Untuk menjamin kepala negara terus menyatu dengan rakyat harus dibentuk badan permusyawaratan. Kepala negara harus terus bergaul dengan badan ini supaya mengetahui terus apa keinginan rakyat. Menyatunya pemimpin dengan rakyatnya harus diteruskan sampai pada tingkat kepala daerah, bahkan sampai pada tingkat kepala desa atau kepala adat. Dalam negara integralistik, hubungan negara dengan ekonomi menggunakan sistem sosialisme negara yang mengatur bahwa perusahaan penting akan diurus negara. Namun, negara akan menentukan di mana, pada masa apa, perusahaan apa 29
yang dapat dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau oleh swasta demi kepentingan negara dan rakyat. Mengenai masalah tanah, negara menguasai seluruh tanah dan tambang-tambang penting dikuasai negara. Namun, tanah pertanian tetap dipegang oleh petani mengingat sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani. Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan. Oleh sebab itu, sistem koperasi harus menjadi dasar ekonomi Indonesia. 4. Substansi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 Selama tiga hari berturut-turut sudah banyak yang berpidato, tetapi yang diutarakan bukan yang diperlukan BPUPKI, yaitu dasar negara (philosophische grondslag). Apa arti merdeka? Merdeka merupakan suatu kemandirian politik (political independence). J angan terlalu jelimet mengartikan merdeka, jangan harus ada ini dan itu. Saudi Arabia merdeka ketika lebih dari 80 persen rakyatnya buta huruf. Kemerdekaan itu bagai jembatan dan di seberang jembatan. Itulah prinsipnya, kita sempurnakan masyarakatnya. J angan gentar dan jangan jelimet memikirkan harus ada ini dan itu baru merdeka, tapi kita harus merdeka sekarang, sekarang, dan sekarang. Uni Soviet, Saudi Arabia, Amerika Serikat, ternyata sanggup mempertahankan kemerdekaannya. Apabila kemerdekaan dibandingkan dengan perkawinan, ada yang berani lekas kawin, ada yang takut, ada yang harus tunggu punya rumah, dan sebagainya baru kawin. Saudara kita si Marhaen berani kawin walaupun cuma punya satu tikar dan gubug. Kita sekarang mau merdeka atau tidak. Di dalam Indonesia merdeka barulah kita memerdekakan rakyat kita satu per satu. Di dalam Indonesia merdeka kita sehatkan dan sejahtera rakyat kita. Kalau kita sudah bicara tentang merdeka, kita bicarakan mengenai dasar, philosophische grondslag, weltanschaung. Hitler mendirikan J erman di atas national sozialistische weltanschaung. Lenin mendirikan negara Soviet dengan Marxistische, Nippon mendirikan Dai Nippon di atas Tennoo Koodoo Seishin. Ibnu, yaitu Islam Saud mendirikan negara Saudi Arabia di atas dasar agama. Weltanschaung harus kita bulatkan dulu sebelum Indonesia merdeka dan para idealis di dunia bekerja mati-matian untuk menyusun dan merealisasikan weltanschaung mereka. Lenin mendirikan Uni Soviet dalam 10 hari di tahun 1917, tetapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1895. Adolf Hitler berkuasa pada tahun 1935, tetapi weltanschaung-nya sudah 30
dipersiapkan sejak 1922. Dr. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok pada tahun 1912 tapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1885, yaitu San Min Chu I. a. Kebangsaan Kita tidak mendirikan negara buat satu orang, satu golongan, tetapi buat semua sehingga dasar pertama untuk negara Indonesia adalah dasar kebangsaan. Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia. Dasar kebangsaan bukan kebangsaan dalam arti sempit. Arti bangsa menurut Ernest Renan, Le desir detre ensemble, kehendak akan bersatu. Otto Bauer juga menyatakan bangsa adalah persatuan perangai karena persatuan nasib. Kedua definisi ini memang sudah ketinggalan begitu muncul ilmu baru geopolitik di mana persatuan manusia dengan tempat menjadi objeknya. Kita bukan cuma membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya. Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan desir detre ensemble walaupun Minangkabau hanya bagian kecil dari nusantara, demikian juga masyarakat J ogja, Sunda, dan Bugis. Nationale staat meliputi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia yang merupakan satu kesatuan. Dalam sejarah kita cuma dua kali mengalami nationale staat, yaitu di masa Sriwijaya dan Majapahit. Di masa Mataram memang merdeka, tetapi tidak nationale staat. Orang Tionghoa klasik tidak mau kebangsaan karena mereka memeluk paham Kosmopolitisme, tetapi untung ada Dr. Sun Yat Sen yang mengubah paham tersebut. b. Internasionalisme Dasar kebangsaan ada bahayanya, yaitu dapat menimbulkan chauvinisme yang bisa mengarah pada Indonesia uber alles. Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa satu, dan punya bahasa yang satu, tetapi Indonesia hanya satu bagian kecil dunia. Kita akan mendirikan negara Indonesia merdeka sekaligus menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, internasionalisme tidak berarti kosmopolitisme yang meniadakan bangsa. Internasionalisme tidak dapat hidup subur bila tidak berakar di buminya nasionalisme, sedangkan nasionalisme tidak dapat hidup di taman sarinya internasionalisme. Prinsip pertama dan kedua 31
saling bergandengan erat.
c. Mufakat, Perwakilan, dan Permusyawaratan Kita tidak mendirikan negara untuk satu orang, satu golongan, tetapi semua untuk semua, satu buat semua, semua buat satu, dan agar negara menjadi kuat perlu permusyawaratan perwakilan. Untuk pihak Islam inilah tempat terbaik untuk memelihara agama. Dengan cara mufakat kita perbaiki semua hal yang bersangkut paut agama. Golongan agama dapat memanfaatkan dasar ini untuk memperjuangkan kepentingannya. d. Kesejahteraan Sosial Selama tiga hari belum terdengar prinsip kesejahteraan, prinsip tidak ada kemiskinan di Indonesia. Apakah kita mau merdeka dengan kaum kapitalis merajalela ataukah rakyatnya yang sejahtera? Di Eropa dan Amerika ada badan perwakilan, tetapi nyatanya kapitalis merajalela di sana. Demokrasi yang kita perlukan bukanlah demokrasi Barat, melainkan demokrasi yang memberi penghidupan, yaitu demokrasi politik ekonomi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Kita mengenal cerita Ratu Adil di mana rakyat miskin berjuang dan menciptakan dunia baru yang lebih sejahtera yang dipimpin oleh Ratu Adil. Kita tidak saja memiliki persamaan politik, tetapi juga persamaan ekonomi, yaitu kesejahteraan bersama. Badan permusyawaratan kita bukan saja badan permusyawaratan politik demokrasi, melainkan juga mewujudkan dua prinsip, yaitu politiche rechtvaadigheid dan sociale recht vaardigheid. Dalam badan permusyawaratan kita bicarakan segala hal, termasuk urusan kepala negara. Diharapkan semua kepala negara harus dipilih dan negara bukan monarki. Kita sudah punya empat prinsip, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, dan kesejahteraan sosial. Prinsip yang kelima adalah ketuhanan. Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi setiap orang Indonesia hendaknya bertuhan 32
dengan tuhannya sendiri. Hendaknya rakyat bertuhan secara kebudayaan, dengan tiada egoisme agama. Marilah kita jalankan agama secara berkeadaban, saling menghormati. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur. Kelima dasar ini tidak dinamakan Pancadharma karena dharma berarti kewajiban, sedangkan kita saat ini membicarakan dasar. Kelima dasar ini dinamakan Pancasi l a karena sila berarti asas atau dasar. J ika ada yang tidak senang, angka lima dapat diperas. Kebangsaan dan internasionalisme kebangsaan serta peri kemanusiaan diperas menjadi socio-nasionalisme. Demokrasi dan kesejahteraan diperas menjadi satu menjadi socio-democratie dan tinggal ketuhanan yang saling menghormati. Dari lima tinggal tiga, yaitu socio-nasionalisme, socio democratie, dan ketuhanan. Ketiga dasar ini dinamakan Tri si l a. J ika tidak senang dengan angka tiga dan minta satu dasar, negara Indonesia adalah semua buat semua, ada kata Indonesia tulen, yaitu gotong royong. Negara Indonesia yang kita dirikan harus berdasarkan gotong royong dan dasar yang satu ini dinamakan Ekasi l a. Tidak ada satu pun weltanschaung yang menjelma menjadi realitas tanpa perjuangan. J ika ingin merealisasikan Pancasila, perlu perjuangan. Dengan berdirinya negara Indonesia tidak berarti perjuangan selesai. J ustru, kita baru memulai perjuangan, tetapi sifat dan coraknya lain. Sesudah sidang resmi pertama, ada beberapa sidang tidak resmi selama masa reses, antara lain, sidang Panitia 9 yang membahas Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar. Sidang ini ditangani oleh Moh. Hatta, Muh. Yamin, Subardjo, Maramis, Ir. Soekarno, K.H Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokro Soejoso, dan Haji Agus Salim. Mereka berhasil menyusun konsep Pembukaan UUD Indonesia merdeka yang mereka namakan Piagam Djakarta dan ditandatangani pada tanggal 22 J uni 1945. Konsep ini dilaporkan oleh Ir. Soekarno dalam sidang resmi kedua BPUPKI pada tanggal 10 J uli 1945. Di dalam konsep ini dasar negara berbunyi, Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam 33
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah menyampaikan pembukaan ini, Ir. Soekarno menambahkan, antara lain, masuk di dalamnya ketuhanan dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam, masuk di dalamnya kebulatan nasionalisme Indonesia, persatuan bangsa Indonesia masuk di dalamnya, keadilan sosial, sociale recht vaardigheid masuk di dalamnya. Maka oleh karena itu, panitia kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa inilah preambul yang dapat menghubungkan dan mempersatukan semua aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai .... Dalam tanya jawab selanjutnya, ada pertanyaan yang isinya berkeberatan tentang dimasukkannya hal yang mewajibkan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya dengan alasan bahwa hal ini dapat memunculkan permasalahan antara hukum adat dan hukum agama, terutama dalam warisan (adat Minangkabau) dan dalam masalah tanah (adat Maluku). Pertanyaan itu diajukan oleh Latuharhary. J awaban Ir. Soekarno adalah, Barangkali tidak perlu diulangi bahwa preambul adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan paham antara golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam. J adi, manakala kalimat ini tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak dapat menerima preambul ini. Haji Agus Salim juga menambahkan keterangan yang ada sangkut pautnya adat Minangkabau dengan syariat Islam. Dalam sidang resmi kedua BPUPKI tanggal 14 J uli 1945, Ketua Panitia UUD, Ir. Soekarno, melaporkan konsep Pernyataan Indonesia Merdeka. Pernyataan kemerdekaan ini mirip Declaration of Independence Amerika Serikat. Pernyataannya dimulai dengan bait pertama preambul Undang-Undang Dasar (Djakarta Charter) yang dilanjutkan dengan alasan-alasan Indonesia menyatakan kemerdekaannya, lalu masuk bait kedua preambul. Selanjutnya, dalam bait ketiga terdapat pernyataan ... MENYATAKAN KEMERDEKAANNYA .... yang tercetak dengan huruf 33egara33 dan tebal. Dalam bait keempat preambul, dasar negara masih seperti dalam Piagam Djakarta. Dasar negara tidak ada perubahan sampai BPUPKI selesai bersidang. 34
Dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 di gedung Tyunoo Sangi Lu (sekarang Kementerian Luar Negeri), sidang diketuai dan dibuka oleh Ir. Soekarno yang selanjutnya mempersilakan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya untuk menyampaikan pidato yang isinya, antara lain, menghilangkan pernyataan Indonesia merdeka dan pembukaan yang lama serta menggantinya dengan pembukaan yang dirancang oleh panitia kecil. Selanjutnya, pembukaan tersebut dibacakan dengan Bab IV Dasar Negara yang sudah berbunyi, Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ki Bagus Hadikusumo menyarankan agar pernyataan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab dihilangkan saja. Pada akhir sidang dimufakati bahwa pembukaan undang-undang dasar yang dibacakan terdapat pada Bab IV Dasar Negara yang isinya seperti yang ada saat ini, yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan ini Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia dianggap sah. Antara kedua pidato usul dasar negara tersebut, baik dari Mr. Muh. Yamin maupun dari Ir. Soekarno terdapat banyak substansi yang hampir sama. Keduanya sama-sama mengajukan lima dasar dan sama-sama dimulai dengan kata kebangsaan. Pada dasar kedua Muh. Yamin mengajukan peri kemanusiaan, sedangkan Ir, Soekarno mengajukan internasionalisme/peri kemanusiaan. Peri ketuhanan diusulkan sebagai dasar ketiga oleh Mr. Muh. Yamin sementara Ir. Soekarno mengusulkannya pada dasar kelima. Dasar keempat yang diajukan Mr. Muh. Yamin adalah peri kerakyatan, permusyawaratan, perwakilan, dan kesejahteraan. Sementara itu, Ir. Soekarno memasukkannya pada dasar ketiga, yaitu mufakat, perwakilan, dan 35
permusyawaratan. Dasar kesejahteraan rakyat diusulkan menjadi dasar kelima oleh Muh. Yamin, sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan kesejahteraan sosial menjadi menjadi dasar keempat. Dasar pertama, baik oleh Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno diuraikan cukup panjang. Dasar kerakyatan oleh Mr. Muh. Yamin juga diuraikan panjang dan lebih mendetail, sedangkan oleh Ir. Soekarno dasar mufakat diuraikan tidak begitu panjang dan mendetail. Mr. Muh. Yamin tidak memberi nama kelima dasar yang ia usulkan, sedangkan Ir. Soekarno memberi nama Pancasila. Bahkan, oleh Ir. Soekarno kelima dasar tersebut masih bisa diperas menjadi tiga dasar dengan nama Trisila dan masih bisa diperas lagi menjadi satu dasar dengan nama Ekasila. Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memerinci dasar per dasar dalam pidatonya, tetapi keseluruhan pidatonya mengandung substansi paham integralistik yang kuat sekali. Sayangnya, kumpulan pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan sampai saat ini. Namun, ada sedikit masukan bahwa pidato Drs. Moh. Hatta yang menyangkut masalah hak individu kurang terlihat dalam pidato Mr. Muh. Yamin ataupun Ir. Soekarno dan tidak mungkin dimunculkan oleh Prof Dr. Mr. Soepomo yang beraliran integralistik. Baik Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno menekankan negara kebangsaan adalah negara semua untuk semua. Paham tersebut tidak integralistik dan tidak individualistis. Sementara itu, paham integralistik sangat menitikberatkan pada persatuan antara pimpinan dan rakyatnya serta persatuan dalam negara seluruhnya (totaliter). Ketika Ir. Soekarno menyampaikan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila dan Ekasila, pada dasar gotong royong Ir. Soekarno sudah mendekati kesamaan substansi dengan pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kebetulan Prof. Dr. Soepomo merupakan ketua tim kecil perancang undang-undang dasar negara Indonesia sehingga dalam batang tubuh UUD negara substansi Integralistik terasa sekali. Pengaruh aliran Islam cukup kuat dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia walaupun tidak ada dari aliran Islam yang menyampaikan pidato untuk dasar negara. Namun, dalam interupsi pada 36
pidato serta dalam tanya jawab pada sidang resmi kedua dan sidang-sidang tidak resmi, terlihat sekali betapa kuatnya mereka ingin memasukan kewajiban syariat Islam dalam dasar negara maupun dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara. Dari Tim 9 yang dibentuk untuk menyusun Preambule Undang-Undang Dasar terjadi diskusi tawar-menawar cukup alot antara aliran Islam dan negara dan akhirnya muncul Preambule Undang-Undang Dasar dengan dasar negara yang mencantumkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya yang kita kenal dengan Piagam Jakarta. Paham komunis tidak masuk dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar negara karena organisasi ini dibubarkan pemerintah J epang. J epang menganut paham fasisme yang amat bertentangan dengan komunisme. Suasana kebatinan ingin cepat merdeka dan ingin memanfaatkan momentum yang ada (vacuum of power) ikut memengaruhi para pendiri bangsa (founding fathers) dalam menyusun dasar negara. Hal ini disadari karena sebentar lagi J epang akan kalah dan sebentar lagi sekutu akan mendarat di pusat kekuasaan di Indonesia yang ikut diboncengi pemerintahan Belanda atau Nederlandsch Indi Civil Administratie (NICA). Sementara itu, para petinggi J epang di J akarta ikut dalam sidang BPUPKI sehingga pengaruh kehadiran mereka cukup besar dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara. Salah satunya adalah pembuatan dokumen Pernyataan Kemerdekaan Indonesia yang ingin mencontoh dokumen Declaration of Independence-nya Amerika Serikat. Di dalam dokumen ini tertulis peran besar angkatan perang J epang dalam membebaskan Indonesia dari penjajahan negara Barat (Belanda) dan akhirnya memerdekakan Indonesia pada akhir Perang Dunia II. Pada tanggal 18 Agustus saat sidang pertama PPKI ketika J epang sudah menyerah dan Indonesia sudah merdeka, pada awal sidang langsung dinyatakan bahwa Pernyataan Kemerdekaan dan Pembukaan Undang- Undang Dasar lama dihilangkan dan diganti dengan pembukaan yang baru. Dalam dokumen itu pernyataan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi 37
pemeluknya sudah tidak ada lagi. Luapan kegembiraan merdeka serta suasana kekeluargaan yang kuat dan kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi ancaman sekutu sementara tentara J epang masih menunjukkan keberadaannya telah menyelimuti para pendiri bangsa (founding fathers) untuk terus bermufakat mengatasi perbedaan pendapat. Munculnya kerelaan untuk lebih mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok atau aliran telah menghasilkan kesepakatan mengesahkan dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Tidak semua masalah prinsip telah diselesaikan dengan mufakat karena masalah bentuk negara (monarki atau republik) diputuskan melalui voting. 5. RANGKUMAN Dalam pokok bahasan di atas, kita telah mempelajari substansi isi pidato usul dasar negara Indonesia yang disampaikan oleh tiga orang pembicara dan bagaimana penyempurnaannya sampai pada teks yang ada saat ini. Substansi yang disampaikan Mr. Muh. Yamin banyak kesamaannya dengan yang disampaikan oleh Ir. Soekarno. Ketika Ir. Soekarno sampai pada Ekasila gotong royong, substansi Prof. Dr. Mr. Soepomo yang berupa negara integralistik negara identik dengan pemikiran Ir. Soekarno. Ada suasana kebatinan dan kebijaksanaan yang kuat sekali dalam musyawarah para pendiri bangsa (founding fathers) ketika menyusun dasar negara sehingga perbedaan yang tajam dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Latihan Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar 1, cobalah kerjakan latihan berikut ini! 1. Apa kesamaan dan perbedaan substansi antara perikemanusiaan dari Mr. Muh. Yamin dan internasionalisme dari Ir. Soekarno dalam pidatonya ketika mengusulkan dasar negara Indonesia? 2. Mengapa paham negara menurut Ernest Renan dan Otto Bauer sudah dirasakan kuno pada saat penyampaian pidato mengusulkan dasar negara? 3. Mengapa paham integralistik saat itu begitu kuat, baik dalam penyampaian 38
sebagai usulan dasar negara maupun dalam pengumuman batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945 ? 4. Begitu kuatnya keinginan untuk memasukkan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluknya dalam dasar negara membuat semua usul pembukaannya dalam sidang kedua BPUPKI tidak diterima. Namun, pada awal sidang pertama PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 kalimat yang berbunyi kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya sudah dikeluarkan dari dasar negara. Suasana kebatinan apa yang memengaruhinya? 5. Mr. Muh. Yamin mengusulkan kesejahteraan dalam pidatonya, sedangkan Ir. Soekarno mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada yang berbicara tentang kesejahteraan sosial. Apa perbedaan substansi antara kesejahteraan rakyat Mr. Muh. Yamin dengan kesejahteraan sosial Ir. Soekarno? Daftar Bacaan Bacaan Utama Sekretariat Negara. 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
39
Kegiatan Belajar 2 PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA
1. Pengalaman Masa Penjajahan Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad menumbuhkan hasrat yang kuat untuk hidup bebas sebagai dambaan bangsa. Pengalaman atas penderitaan dan kemiskinan selama itu melahirkan kesadaran akan prinsip kemanusiaan dan keadilan. Pengalaman akan kebodohan dan keterbelakangan membangkitkan harga diri dan semangat untuk maju. Sementara itu, pengalaman akan kelemahan dan ketidakberdayaan menumbuhkan solidaritas dan komitmen terhadap sesama bangsa sebagai satu kekuatan. Inti berbagai pengalaman dan semangat itu pada dasarnya merupakan tuntutan pengakuan bangsa Indonesia sebagai manusia seutuhnya dan perlakuan terhadapnya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi. Ciri hakiki manusia adalah kebebasan, bebas dari segala bentuk pemaksaan dan penindasan serta bebas untuk merealisasikan diri sesuai dengan pilihannya. Kebebasan adalah nilai fundamental yang melekat pada manusia sejauh itu merupakan hak asasi yang tidak bisa diganggu gugat, yaitu bebas dalam berpikir, berkeyakinan, dan berekspresi sesuai dengan bakat dan potensinya dalam seluruh bidang kehidupan. Dalam Orde Baru ada kecenderungan untuk memperkecil arti kebebasan ini karena dianggap membatasi kekuasaan pemerintah. Sebagai nilai etis sudah tentu kebebasan menuntut pertanggungjawaban atas segala bentuk perbuatan yang dipilih. Tuntutan akan kebebasan secara intrinsik bersifat antikolonialisme, antiperbudakan, antiabsolutisme, dan antidiktator yang totalitarian. Agar kebebasan itu berlangsung dengan baik tanpa mengganggu satu terhadap yang lain karena pada hakikatnya manusia adalah individu yang sekaligus anggota komunitas, mereka bergabung sebagai kontrak sosial untuk membentuk satu bangsa dan mendirikan negara RI. Dengan demikian, lahirlah negara bangsa dan negara hukum. Tugas negara adalah melindungi para warganya agar dapat menjalankan hak, kewajiban, serta pengembangan dirinya dengan tertib dan aman dengan menciptakan 40
iklim dan kondisi yang baik bagi eksistensi dan dinamika hidup mereka. Untuk itu, pemerintahan negara merupakan kewenangan mengatur penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara berdasarkan hukum yang ditentukan. Dengan demikian, kekuasaan pemerintah tidak dibenarkan melanggar hak-hak asasi yang melekat pada masing-masing warga negara sehingga justru harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada rakyat sebagai sumber kekuasaan. Hal itu berarti bahwa negara demokrasi dalam arti kedaulatan ada di tangan rakyat. 2. Bhineka Tunggal Ika Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku yang mempunyai adat istiadat, bahasa, dan budaya serta keyakinan dan kepercayaan yang beraneka ragam. Dalam kondisi kemajemukan itu, masyarakat Indonesia yang mengalami penjajahan sebagai nasib bersama bertekad untuk mengusir penjajah dan memperjuangkan kemerdekaannya bersama-sama. Persatuan tekad tersebut membuat masyarakat Indonesia menjadi eka dalam kebinekaan yang harus selalu diisi dengan kebijakan dan usaha konkret demi tercapainya tujuan bersama. Persatuan tersebut tidak berarti hilangnya eksistensi dan ciri dari berbagai kebudayaan yang menunjukkan kekhasannya masing-masing ataupun penyeragaman yang menghilangkan kearifan lokal. Akan tetapi, persatuan tersebut justru merupakan mozaik dari unsur-unsur yang membentuk kekuatan bersama. Kekuatan tersebut lebih didorong oleh kesatuan sikap yang menghargai nilai-nilai fundamental yang disebut dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai Pancasila. Visi Bhineka Tunggal Ika dapat diperjelas melalui pendekatan multikulturalisme. Masyarakat yang majemuk tidak dengan sendirinya adalah masyarakat multikultural. Dalam teori multikulturalisme terkandung prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lain-lain yang menjadi acuan kuat dalam menganalisis masalah serta konstelasi kemajemukan etnis dan kultural masyarakat dewasa ini. Dengan pendekatan itu visi Pancasila secara tajam dan tepat dapat memahami dan sekaligus memecahkan masalah kekerasan, sektarian, primordial, serta tantangan disintegrasi dan bahaya separatisme dengan solusi yang lebih komunikatif, dialogis, adil, dan saling menghargai demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama. Dengan semua hal itu Pancasila benar-benar berfungsi sebagai kesepakatan 41
bersama dari seluruh masyarakat untuk kejayaan dan kemaslahatan Indonesia baru. 3. Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 J ika bicara tentang Pancasila, pada dasarnya kita mengacu pada prinsip-prinsip yang dinyatakan sebagai dasar negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 45 merupakan kristalisasi seluruh sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia sampai titik klimaksnya, yaitu proklamasi kemerdekaan. Di situ tecermin visi dan kesadaran, cita-cita moral bangsa, makna proklamasi kemerdekaan, dan negara RI yang dibangun sebagai institusi yang mampu mengantar bangsa Indonesia mencapai dan mewujudkan keinginannya secara bersama. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 45 harus dipahami sebagai satu keseluruhan yang setiap alineanya mengungkapkan makna dalam kaitan fungsional dengan alinea lain. Adapun butir-butir pemaknaannya dapat dirumuskan sebagai berikut. Pertama: Visi dan Kesadaran Bangsa Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaaan dan perikeadilan. (Alinea 1) Rumusan tersebut mencerminkan visi dan kesadaran bahwa bangsa Indonesia mempunyai hak dan kemerdekaan atas dasar eksistensinya sebagai kelompok manusia. Oleh karena itu, hak tersebut harus diakui dalam arti bahwa bangsa Indonesia berhak untuk diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (human dignity). J adi, harkat dan martabat bangsa pada hakikatnya berakar pada harkat dan martabat manusia. Kedua: Cita-Cita Moral Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. (Alinea 3) Cita-cita moral yang tecermin di dalam rumusan ini adalah keinginan berkehidupan kebangsaan yang bebas. Bebas dalam arti bebas dari penjajahan, penindasan, kesengsaraan, kemiskinan, ketertinggalan, rasa takut, dan sebagainya. Di samping itu, bebas juga berarti bebas untuk memiliki pendapat dan mengungkapkan 42
pendapat dalam arena publik, bebas untuk memilih keyakinan serta menghayati keyakinannya secara terbuka, bebas untuk mengembangkan bakat dan potensinya dengan mencari ilmu serta mengembangkan kemampuan profesionalnya, dan sebagainya. Ringkasnya adalah kebebasan untuk aktualisasi diri. Ketiga: Legitimasi Perjuangan Kemerdekaan Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. (Alinea 2) Rumusan tersebut menunjukkan pembenaran atas usaha-usaha bangsa untuk membebaskan diri dari rintangan, tekanan, serta halangan yang dihadapi. Pembebasan diri bangsa pertama kali dilakukan terhadap penjajahan untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Namun, disadari bahwa kemerdekaan pada dasarnya harus diperjuangkan dengan berbagai bentuk usaha serta tingkat intensitasnya. Hal itu berarti bahwa kebebasan pada dasarnya adalah pembebasan. J adi, rumusan tersebut di atas merupakan legitimasi terhadap perjuangan revolusioner yang tidak berhenti pada pencapaian kemerdekaan, tetapi secara lebih lanjut mengisi kemerdekaan melalui berbagai tindakan dalam proses humanisasi. Oleh karena itu, semangat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah emansipatoris, yaitu memberikan aspirasi untuk bergerak melepaskan diri dari segala bentuk dominasi yang membelenggu diri manusia. Keempat: Wadah Kelembagaan Kemudian dari pada itu maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat .... (Alinea 4) Rumusan itu menunjukan bahwa pembebasan hanya mungkin dicapai melalui pembentukan negara bangsa Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Prinsip dasar keberadaan negara serta pedoman pembebasan bangsa adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 43
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara khusus dinyatakan dengan tegas dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa semangat Pembukaan UUD 1945 yang dituangkan di dalam undang-undang dasar mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, yaitu presiden, kabinet, DPR, lembaga peradilan, penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi, serta pejabat dan birokrat untuk mematuhi budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita rakyat yang luhur. Artinya, etika politik dan etika profesi masing- masing harus dipatuhi. Dengan demikian, apa yang secara hakiki perlu dikemukakan tentang Pancasila dan relevansinya dewasa ini? Secara ringkas dapat dikemukakan butir-butir berikut. a. Pancasila pada dasarnya merupakan lima nilai dasar yang mencerminkan harkat dan martabat manusia. Mematuhi prinsip ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berarti menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. b. Cita-cita moral bangsa agar berkehidupan kebangsaan yang bebas merupakan aspirasi utama dalam pergerakan nasional serta berlaku sampai sekarang dan selanjutnya dalam menghadapi tantangan ke depan. c. Sesuai dengan fungsi dan semangat emansipatorisnya, gerakan pembangunan bertujuan membebaskan masyarakat dari berbagai rintangan dan bentuk penindasan. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa gerakan pembebasan akan menghadapi kekuatan yang melawannya karena kepentingan-kepentingan yang melatarbelakanginya. 4. Wujud Perjuangan Pembebasan Bangsa J ika ditinjau dari ukuran emansipasi sepanjang sejarah bangsa, pada umumnya dapat ditentukan adanya tiga babak, yaitu periode revolusi, periode pembangunan, dan periode reformasi. Pada setiap periode terungkap indikasi keberhasilan serta kegagalan masing-masing. Pertama: Periode Revolusi (19081950) Proses revolusi terwujud dalam gerakan memerdekakan bangsa dari penjajahan asing sampai keberhasilannya mendirikan negara bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan hak self determination-nya, yaitu hak menentukan nasib melalui keputusannya sendiri. 44
Pembebasan melalui revolusi diawali dengan tumbuhnya pergerakan nasional yang tecermin dalam berdirinya perkumpulan Budi Utomo (1908) untuk membangun kesadaran serta kultur bangsa, dibentuknya organisasi politik serta organisasi kepemudaan yang mencapai keberhasilannya dengan ikrar Sumpah Pemuda (1928), hingga diraihnya puncak keberhasilan dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi ini akhirnya diakui secara resmi oleh pemerintah Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag (1949). Periode revolusi ini telah berhasil dalam usaha emansipatorisnya karena mampu mewujudkan cita-cita moral bangsa menjadi praksis (Horkheimer). Praksis adalah perpaduan antara kesadaran atau keyakinan yang tegas terhadap kebebasan yang menjadi hak setiap bangsa dan manusia sebagai warganya, kehendak dan tekad yang kuat memperjuangkan hak kebebasannya itu, serta tindakan emansipatoris sebagai wujud pembebasan dan pembebasan diri dari berbagai bentuk penindasan. Revolusi terwujud secara riil dalam tindakan yang beraspirasikan semangat patriotik melawan penjajah demi kepentingan bersama serta sikap rela berkorban baik harta, benda, keluarga, ataupun nyawa. Demikian pula, revolusi termotivasi oleh perjuangan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompok, serta solidaritas nasional yang saling bahu-membahu melawan penjajah dan yang bebas dari pertimbanganpertimbangan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ataupun primordialisme. Kedua: Periode Pembangunan (19501998) Pembangunan diawali dengan pembangunan politik melalui langkah-langkah membangun kualitas bangsa yang dikenal dengan pembangunan karakter bangsa atau nation and character building (Soekarno) sejak awal kemerdekaan dan dalam zaman Orde Lama (19591965). Pembangunan politik berhasil membangun bangsa dengan mengobarkan kesadaran nasional dan solidaritas bangsa dalam jiwa seluruh masyarakat kepulauan nusantara yang serba majemuk dan beraneka ragam. Pada masa ini terbentuk sikap nasionalisme, patriotisme, antikolonialisme, antikapitalisme, dan antiimperialisme. Namun, titik kelemahan pembangunan politik ini terletak pada lemahnya penanganan masalah-masalah kesejahteraan dan kemiskinan yang makin krusial. 45
Sebagai reaksi terhadap kelemahan itu, Orde Baru menitikberatkan pembangunan di bidang ekonomi sebagai prioritas (Soeharto). Sampai tahun 1980-an pembangunan ekonomi berhasil menjalankan konsolidasi serta memulai roda perekonomian sehingga mampu menghasilkan kemajuan ekonomi yang signifikan. Namun, keberhasilan pembangunan ekonomi membawa serta beban sosial dan korban manusia. Manusia tidak siap untuk menyambut keberhasilan ekonomi, sehingga muncul sifat dan sikap keserakahan. Proses keserakahan dimulai dari atas dengan menjalankan pemusatan kekuasaan di satu tangan, kooptasi kekuasaan dan kekuatan ke lingkungan lembaga eksekutif, represi terhadap kelompok masyarakat yang bersifat kritis, serta penyalahgunaan Pancasila menjadi alat kekuasaan dan alat penguasa. Ketidakberhasilan dalam menjalankan pembebasan terletak pada tidak berhasilnya mewujudkan cira-cita moral dalam praksis. Kemajuan ekonomi dicapai secara cukup berarti, tetapi pengaturan hasil kemajuan ekonomi dan kemakmuran tidak berjalan secara adil dan jujur sehingga jatuh di tangan kelompok dan elit tertentu. Kritik dan protes terhadap kenyataan ini ditindak dengan semena-mena melalui kekerasan dan penindasan oleh penguasa. Pernyataan cita-cita tidak terbukti dalam kenyataan. Ketiga: Periode Reformasi (sejak 1998) Sebagai reaksi terhadap ketidakwajaran dan penyelewengan tersebut di atas, terjadilah ketidakpuasan dan kekecewaan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat menuntut perombakan serta perubahan yang menyeluruh melalui reformasi total. Namun, tuntutan itu sangat sulit dilaksanakan karena Orde Baru telah menanamkan bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Periode reformasi semula berhasil menjalankan demokratisasi sebagai landasan untuk mewujudkan cita-cita moral menjadi praksis. Kebebasan yang diperjuangkan kembali ternyata disalahartikan sebagai kewenangan untuk bertindak semau gue sehingga menjadi kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, proses dan usaha pembebasan praktis tidak mungkin berjalan karena situasi politik justru dikuasai oleh kekuatan politik yang oportunistik sehingga menjadi lebih parah dan benar-benar terpuruk. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sulit diberantas. Kekerasan, perkosaan, dan pembunuhan tetap berjalan, serta tindakan kriminalitas dan 46
premanisme lain merajalela. Dengan demikian, usaha untuk mewujudkan cita-cita moral menjadi praksis dewasa ini tersendat-sendat. J alan menuju usaha pembebasan hanya bisa dibuka, sejauh tumbuh kesadaran kuat serta tekad yang tegas untuk menghadapi dan memerangi berbagai hambatan dan rintangan tersebut. 5. Pancasila: Falsafah Hidup dan Cita-Cita Moral Bangsa Dalam memorandum DPRGR 9 J uli 1966 yang disahkan oleh MPRS dengan ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI. Pandangan hidup adalah weltanschaung, yaitu pandangan dunia atau way of life, yaitu cara menjalani kehidupan. Walaupun istilahnya berbeda, artinya sama. Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan tentang hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala sesuatu yang ada. Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak, kepribadian, serta mewarnai kebiasaan, perilaku, dan kegiatan lembaga-lembaga masyarakat. Kelima nilai dasar yang tercakup dalam Pancasila merupakan inti dambaan yang memberikan makna hidup dan sekaligus menjadi tuntutan serta tujuan hidup, bahkan menjadi ukuran dasar seluruh peri kehidupan bangsa. Dengan kata lain, Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kesatuan bangsa. Pancasila sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral bangsa Indonesia merupakan inti semangat bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di Indonesia. Seperti diketahui, di tanah air kita terdapat berbagai ajaran moral sesuai dengan adanya berbagai agama dan kepercayaan serta adat-istiadat. Setiap moral itu mempunyai coraknya sendiri, berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku bagi umatnya yang bersangkutan. Namun, dalam moral-moral itu terdapat unsur-unsur bersama yang bersifat umum dan mengatasi segala paham golongan. Dengan demikian, nampaklah bahwa moral Pancasila mengatasi segala golongan dan bersifat nasional. 47
Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan menjadi dasar negara RI. Dalam kedudukannya sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa sila pertama menuntut setiap warga bangsa mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan berkepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinannya. Sila kedua mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradab terhadapnya. Sila ketiga menumbuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara. Sila keempat mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung, bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Akhirnya, sila kelima mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat. Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang- undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerja sama di antara mereka, hak-hak dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim dan semangat kemanusiaan. 48
Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu, masalah yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini harus senantiasa diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara terhadap peri kehidupan bangsa. Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang- undangan terbatas pada moral bersama rakyat (public morality). Sehubungan dengan pengamalan Pancasila dalam konteks moral perseorangan, negara wajib menciptakan suasana yang mampu memupuk budi pekerti luhur dengan baik. Dalam penjelasan umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Akhirnya, dalam kedudukannya sebagai etika politik kenegaraan dapat secara ringkas ditegaskan bahwa sebagaimana dimaksudkan dalam sila pertama, negara wajib (1) menjamin kemerdekaan setiap penduduk tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik, (2) memajukan toleransi dan kerukunan agama, serta (3) menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci. Sila kedua mewajibkan (1) negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai manusia yang dikaruniai martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban asasi serta (2) semua bangsa sebagai warga dunia bersama-sama membangun dunia baru yang lebih baik berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Sila ketiga mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai satu negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina dan menjunjung tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan kepentingan nasional. Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui dan menghargai kedaulatan rakyat serta mengusahakan agar rakyat melaksanakan kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya. Hal itu berarti bahwa negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat. Akhirnya, sila kelima mewajibkan negara untuk (1) 49
mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta (2) membagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua warga negara dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap yang lemah. 6. Rangkuman Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad menumbuhkan hasrat yang kuat untuk hidup merdeka sebagaimana tercantum dalam empat alinea Pembukaan UUD 1945. Lima nilai dasar Pancasila pada hakikatnya merupakan cita-cita dan tuntutan moral sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu hidup rukun, tenggang rasa, dan gotong royong walaupun berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi memiliki dan dipersatukan oleh harkat kemanusiaan yang sama untuk berjuang mengisi kemerdekaan secara demokratis, adil, dan beradab. Latihan J awablah pertanyaan-pertanyaan berikut! 1. Apa kaitan pengalaman masa penjajahan dengan tumbuhnya prinsip-prinsip dasar Pancasila? 2. Apa arti hubungan keekaan dalam kebinekaan? 3. Apakah pertimbangan-pertimbangan dasar yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara RI? 4. J elaskan makna setiap alinea dalam Pembukaan UUD 1945! 5. J elaskan wujud perjuangan pembebasan bangsa dalam periode historis! 6. Apa kecenderungan dan arah pandangan hidup dunia dewasa ini? 7. Apa alasan dasar dan pertimbangan untuk melestarikan Pancasila pada masa yang akan datang? 8. Uraikan relevansi nation and character building dalam era dewasa ini! 9. Apakah multikuturalisme itu dan apa relevansinya bagi pengembangan budaya nasional
50
Bacaan Utama
Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Filosofis Humaniter. Makalah dalam Simposium Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional, Bandung, 2 Mei 2005. Poespowardojo, Soerjanto. 1993. Kebijaksanaan Kebudayaan Nasional dalam Strategi Kebudayaan. J akarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bacaan Pendukung Bourdieu, Piere. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press.
Sekretariat J enderal MPR RI (2002) dan Setkab RI (2004). Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Soekarno. 1959. Di Bawah Bendera Revolusi I dan II. J akarta.
Storey, J ohn. 1993. An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Culture. New York, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Harvester Wheatsheap.
Tarnas, Richard. 1993. The Passion of the Western Mind. Understanding the Ideas That Have Shaped Our World View. New York: Ballantine Books.
Undang Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen).
Bacaan yang dianjurkan Naskah-Naskah Lemhannas
51
Kegiatan Belajar 3 PANCASI L A DI ANTARA I DEOL OGI BESAR DUNI A Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XVIII Tahun 1998, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa. Pancasila adalah falsafah pandangan hidup bangsa karena digali dari akar budaya bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai ras dan suku yang memiliki bahasa dan adat istiadatnya masing-masing. Meskipun suku-suku bangsa itu menempati daerah yang terpisah, ada banyak kesamaan di antara mereka dalam nilai-nilai tertentu. Secara keseluruhan suku bangsa ini bertuhan dan memiliki ritual budaya dalam menyembah tuhannya. Nilai kemanusiaan sebagai budaya dijunjung sesama suku yang ada di Indonesia, termasuk nilai mufakat, musyawarah dan perwakilan, serta kebijaksanaan. Di Indonesia sudah pernah ada dua negara yang mempersatukan seluruh Nusantara, yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Dengan demikian, wilayah yang luas ini pernah mengalami dua kali kesempatan persatuan dan kesatuan. Kesejahteraan rakyat atau kesejahteraan sosial banyak ditemukan dalam tulisan- tulisan indah atau syair kuno yang menggambarkan masyarakat yang sejahtera. Sebagai ideologi nasional, semua telah merasakan nilai-nilai idealisme yang ada dalam lima kalimat terakhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai ini telah mempersatukan bangsa Indonesia selama masa kemerdekaannya dan akan terus mempersatukan bangsa Indonesia selamanya di masa depan. Ada banyak usaha untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa, baik dari luar maupun dari dalam serta gabungan usaha dari keduanya. Namun, sampai saat ini nilai ini masih kuat sebagai pegangan bersama mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Secara konstitusional bangsa Indonesia pernah terpaksa menjalankan konstitusi RIS yang amat bertentangan dengan nilai kebangsaan dalam Pancasila. Akan tetapi, konstitusi ini tidak bertahan lama dan kembali ke konstitusi sementara 1950. Tidak terhitung rongrongan imperialisme sepanjang sejarah RI serta rongrongan dari paham 52
agama dan paham komunis, tetapi rongrongan itu dapat diatasi melalui perjuangan rakyat bersama aparat keamanan. Perjalanan sejarah sepanjang masa kemerdekaan membuktikan bahwa bangsa Indonesia memegang kuat nilai-nilai tersebut. Sebagai dasar negara, karena secara formal terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila menjadi dasar dari hukum dasar RI. Sebagai ideologi, tentunya Pancasila harus tersosialisasi dalam bentuk ajaran atau doktrin yang mengandung nilai-nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ajaran atau doktrin ini harus menjadi referensi dalam semua aspek kehidupan bangsa. Sampai saat ini kita belum memiliki platform yang jelas mengenai ekonomi Pancasila, yang rumusannya baik secara ilmiah maupun dalam kebijakan serta strateginya di strata pemerintahan sudah mengandung nilai Pancasila. Sampai dengan saat ini masih banyak pandangan orang bahwa Pancasila sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa Indonesia adalah karya Ir. Soekarno semata. Pada saat BPUPKI bersidang ada banyak anggota yang menyampaikan pidato usul dasar negara antara lain, yaitu Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Drs. Moh. Hatta, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dari hasil para pembicara tersebut, panitia sembilan menyusun Preambul Undang-Undang Dasar 1945 dengan lima kalimat terakhir preambul merupakan dasar negara. Mr. Muh. Yamin mengajukan lima dasar, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memberikan perincian dasar negara satu per satu, tetapi secara keseluruhan mengusulkan paham integralistik dalam susunan negara Indonesia. Dokumen pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan sampai saat ini, sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar, yaitu kebangsaan, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Selain mengandung nilai kebangsaan, pidato usul dasar negara oleh Mr. Muh. Yamin juga mengandung banyak nilai budaya asli masyarakat Indonesia, sedangkan usul Prof. Dr. Mr. Soepomo mengandung paham integralistik yang kuat sekali. Sementara itu, Drs. Moh. Hatta memberikan masukan nilai kebangsaan yang juga mengandung nilai kemanusiaan (hak asasi) yang kuat. Pidato usul Dasar Negara dari Ki Bagoes Hadikoesoemo mengandung nilai kebangsaan yang diambil dari nilai ajaran 53
islam. Usul dasar negara dari Ir. Soekarno sangat kuat nilai kebangsaannya, termasuk keinginan untuk segera merdeka dan memiliki dasar untuk merdeka. Ir. Soekarno memberi nama Pancasila untuk kelima dasar yang diusulkannya yang selajutnya dapat diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Rumusan lima kalimat akhir di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan rangkuman dari keempat usul dasar negara yang disampaikan para pembicaranya. Ungkapan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Tuhan Yang Maha Esa disampaikan oleh Ir. Soekarno dan Mr. Muh. Yamin dalam pidato mereka. Pernyataan Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak ada dalam naskah pidato Ir. Soekarno, Mr. Muh. Yamin, ataupun Prof. Dr. Mr. Soepomo karena Mr. Muh. Yamin menyampaikan istilah peri kemanusiaan (humanity), sedangkan Ir. Soekarno menyampaikan istilah internasionalisme/peri kemanusiaan (humanisme). Istilah yang adil dan beradab berasal dari naskah Drs. Moh. Hatta. Substansi persatuan Indonesia terdapat dalam naskah Ir. Soekarno, Mr. Muh. Yamin, dan Prof. Dr. Mr. Soepomo. Subtansi kerakyatan, perwakilan, dan permusyawaratan ada dalam naskah Mr. Moh. Yamin walaupun pada dasar kelima beliau mengusulkan kesejahteraan rakyat. Pada akhir naskah pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo muncul istilah keadilan rakyat dan dalam naskah pidato Ir. Soekarno dimunculkan istilah kesejahteraan sosial. Dalam naskah Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo juga terkandung nilai persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada agama islam demikian juga nilai kemanusiaan, nilai musyawarah mencapai kesepakatan, nilai keadilan dan kesejahteraan yang semuanya didasarkan dari agama islam. Keempat naskah pidato usul dasar negara serta proses penyusunan dan perubahan penyempurnaan dasar negara RI yang sekaligus menjadi ideologi dan pandangan hidup bangsa merupakan rangkuman dari subtansi para pemidato usul dasar negara antara lain Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Drs. Moh. Hatta, Ir. Soekarno dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila adalah nilai ketuhanan Yang Maha Esa, ketuhanan yang berbudaya dan berbudi pekerti luhur, serta ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Nilai kemanusiaan yang universal (humanity); menghormati sesama bangsa di antara bangsa-bangsa; nilai keadilan yang beradab; nilai kebangsaan semua buat semua, semua buat satu, dan satu buat semua; 54
nilai kerakyatan/kedaulatan rakyat, kemufakatan, musyawarah, perwakilan, dan nilai kebijaksanaan; nilai keadilan sosial dalam kesejahteraan; dan nilai kesederajatan dan keserasian serta kesamaan dan kesesuaian secara budaya ada dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Nilai-nilai tersebut bersifat universal karena diakui sebagai nilai yang mendunia. Apakah ideologi perlu bernama? Banyak ideologi bernama, tetapi banyak juga tidak bernama. Semua bangsa pasti memiliki ideologi masing-masing. Bangsa Amerika Serikat pasti memiliki ideologi, tetapi tidak bernama. Ketika Republik Rakyat China lahir, Dr. Sun Yat Sen menamakan ideologi mereka San Min Chu I. Ideologi J epang bernama Tenno Koodo Seishin. Hitler mendirikan J ermania dengan ideologi Nasional Sosialisme dan Lennin mendirikan Uni Soviet dengan Marxisme Leninisme (komunisme). Sesuatu yang bernama memang mudah disosialisasikan sekaligus mudah dirongrong, dikritisi, dan dikecam. Karl Marx tidak menamakan ajarannya Marxisme, tetapi para pengikutnya menamakan ajaran dari rangkuman buku-buku yang ditulisnya dengan Marxisme. Padahal, tidak ada satu pun buku tulisan Karl Marx berjudul Marxisme. Istilah ideologi pertama kali dimunculkan oleh filsuf Prancis yang bernama Antoine Destut de Tracy (17541836) pada tahun 1796. Pada saat itu pengaruh otoritas pemerintah feodal dan pengaruh gereja kuat sekali sehingga mulai muncul reaksi dari gerakan dengan nama Abad Pencerahan. De Tracy melihat ideologi sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. De Tracy ingin meneruskan kemajuan dengan memperbaiki manusia untuk menunjukkan mana gagasan yang salah dan mengembangkan sistem pendidikan sekuler yang dapat menghasilkan manusia yang lebih baik. Sayangnya, kerja sama antara ideologi dan sains serta studi-studi objektif tidak berlangsung lama sehingga istilah ideologi cepat merosot, bahkan menjadi istilah peyoratif yang lebih mengacu pada objek daripada sains. Sebagai konsep yang peyoratif, Karl Marx menggunakan istilah ini dalam teori sosial politiknya. Ia menggunakan istilah ideologi dalam semua pengertian kata ini dalam bukunya German Ideology. Kata ideologi menjadi terkenal dalam ajaran marxisme, baik oleh Karl Marx sendiri maupun yang kemudian dilanjutkan oleh Lenin. 55
Istilah tersebut dalam perkembangannya mendapat predikat jelek karena kedekatannya dengan Marxisme-Komunisme. Orde Baru tetap menggunakan istilah ini, bahkan memopulerkannya dalam rangka menyosialisasikan Pancasila kepada masyarakat. Pada era Orde Baru Pancasila sangat dikeramatkan dan disakralkan oleh pemerintah yang saat itu amat mendominasi segala aspek kehidupan bangsa sehingga ideologi ini menjadi hegemoni (ideologi menurut Gramsci, 18911937). Ideologi yang menjadi hegemoni akan lenyap bersama lenyapnya suatu rezim. Mengamalkan ideologi seperti pada era Orde Baru dapat membahayakan ideologi itu sendiri. Saat ini pada era reformasi dapat dirasakan bahwa sebagian masyarakat telah mengidentikkan Pancasila dengan Orde Baru. Kegunaan ideologi dapat dibagi atau dilihat dari empat pendekatan, yaitu 1. Ideologi sebagai pemikiran politik, 2. Ideologi sebagai norma dan keyakinan, 3. Ideologi sebagai bahasa simbol dan mitos, serta 4. Ideologi sebagai kekuasaan elite. Keempat pendekatan tersebut secara keseluruhan tidak bersifat eksklusif. Ada kecenderungan kuat bahwa pendekatan 2 dan 3 diminati pula dalam penerapan kekuasaan. Namun, keempat pendekatan tersebut menunjukkan bidang kajian utama yang berbeda. Pendekatan yang pertama secara khusus lebih berhubungan dengan isme Barat, seperti liberalisme, marxisme, dan sosialisme. Pendekatan kedua berhubungan dengan kumpulan pandangan yang dianut oleh masyarakat biasa, yakni pemikiran- pemikiran yang cenderung kurang sistematis, seperti anggapan masyarakat tertentu bahwa wajar saja mereka memiliki penghasilan tinggi yang relatif berbeda dengan orang lain tanpa perlu mengartikulasi ideologi kapitalis liberal. Pendekatan ketiga lebih banyak mengarah pada simbol dan mitos, seperti tanda gambar Kakbah pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan menunjukkan alirannya yang agamis Islam. Pendekatan keempat lebih berhubungan dengan cara para elite yang berusaha untuk memastikan komformitas dan dukungan, seperti kepastian dukungan untuk calon presiden dan kepala daerah dari partai pendukungnya. Dari pengalaman sejarah, khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi tidak 56
terlepas dari perkembangan politik. Demikian pula, sebaliknya, antara ideologi dan politik ada hubungan kuat yang timbal balik. Ideologi politik merupakan salah satu pengertian dari sekian banyak pengertian tentang ideologi. Ideologi politik adalah seperangkat keyakinan dan pemikiran normatif serta empiris yang relatif koheren yang berpusat pada masalah hakikat manusia, proses sejarah, dan susunan sosiopolitik. Ideologi sering diistilahkan secara peyoratif untuk mencirikan gagasan-gagasan yang tampaknya mengambang, ekstrem, mengandung kepalsuan, dan fanatik. Ada cukup banyak pandangan paham idealis dan paham politik tentang ideologi. Pandangan mereka relatif berbeda sehingga salah satu pakar ideologi David McLellan mengatakan bahwa ideologi adalah konsep yang paling sulit untuk dipahami dalam seluruh ilmu-ilmu sosial. Pakar ideologi lain, yaitu Freeden menyatakan bahwa ideologi merupakan bentuk pemikiran istilah yang menyediakan akses langsung yang penting untuk memahami pembentukan dan hakikat teori politik, kekayaannya, keanekaragamannya, dan seluk-beluknya. Penyelidikan ilmiah terhadap ideologi harus diberi peringkat yang sama dengan kajian terhadap filsafat politik. Di sini terlihat jelas kuatnya hubungan antara ideologi dan politik sekaligus memperlihatkan pada tataran pendidikan mana pelajaran ideologi sepantasnya diberikan. Ideologi merupakan konsep yang sulit dipahami karena sudah pada level filsafat sehingga seyogianya pelajaran ideologi Pancasila diberikan di tingkat perguruan tinggi. Sementara itu, nilai praksisnya sudah bisa diberikan dalam bentuk pelajaran Budi Pekerti dan Kewarganegaraan dalam pendidikan formal dari SD sampai dengan SMA dan dalam pendidikan informal di luar sekolah. 1. LIBERALISME Konsep ideologi adalah temuan zaman modern sehingga perkembangan ideologi-ideologi politik tidak dapat dipisahkan dari konteks modernisasi yang kebetulan dimulai di Eropa Barat. Di samping membawa banyak perbaikan, proses modernisasi ini sekaligus juga mendatangkan bencana dan bahaya dalam kehidupan manusia. Ada dua tonggak penting perubahan drastis di dunia Barat saat itu, yaitu revolusi industri di Inggris dan revolusi Perancis di Perancis. Revolusi industri mendorong perkembangan sains sedangkan revolusi Perancis mendorong kesetaraan sosial dan kebebasan 57
individu masyarakat modern. Selain mendatangkan kemajuan, kedua revolusi ini juga mendatangkan krisis nilai kultural yang dipegang teguh dalam tradisi terjadinya alienasi individu dari masyarakatnya pada saat itu. Pada masa itu masyarakat Eropa masih dalam budaya era agraris ketika ikatan kekeluargaan di masyarakat serta tempat mereka lahir dan dibesarkan kuat sekali. Dengan ditemukannya mesin uap, era industri dimulai dan terjadi perubahan budaya dari agraris ke budaya industri. Setiap peralihan budaya akan menimbulkan anomi (bingung karena kehilangan pegangan berupa nilai) dan bagi yang sulit atau lambat berinteraksi akan menimbulkan alienasi (perasaan terpinggirkan atau tersingkirkan) dalam masyarakat. Bersamaan itu pula, di Perancis terjadi perubahan politik yang drastis dari sistem monarki menjadi sistem republik yang membuat perubahan budaya dari masyarakat feodal tradisional ke budaya kebebasan dan kesederajatan. Perubahan ini pun menimbulkan anomi dalam masyarakat. Sebelum kedua peristiwa besar di atas, sebagian besar pengaruh sosial pembentukan individualisme liberal adalah perang agama dan munculnya ilmu pengetahuan modern pada abad ke-16 dan ke-17. Perang agama menimbulkan komitmen kaum liberal tentang rasionalisme dan persamaan individu. Ada pembelaan yang kuat bagi kaum liberal terhadap kebebasan sipil dan pribadi supaya dapat hidup sesuai dengan keyakinannya sendiri tanpa diancam hukuman karena pandangan agamanya, pandangan politik, dan pandangannya pada nilai-nilai kesusilaan. Pada era yang sama mulai terjadi peralihan dari feodalisme ke kapitalisme ketika kaum liberal mempertanyakan kebebasan dalam kesempatan ketika sebagian besar peluang usaha saat itu dikuasai oleh tatanan feodal yang diwariskan turun-temurun. Para idealis memunculkan banyak pemikiran baru mengenai kebebasan, kesederajatan, dan persaudaraan yang dikenal dengan liberte, egalite, dan fraternite. Pemikiran-pemikiran inilah yang akhirnya menumbuhkan liberalisme dan berkembang menjadi ideologi. Liberalisme dapat dianggap sebagai titik tolak modernisasi karena ideologi ini sama tuanya dengan modernisasi tersebut dan ideologi inilah yang mendorong proses perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Walaupun telah berproses sejak abad ke-16 dan ke-17, ideologi ini cepat muncul di 58
permukaan ketika masyarakat tidak tahan lagi akibat penindasan dari monarki absolut di Perancis pada abad ke-18. Ideologi tersebut relatif cepat mendapat dukungan karena memberi jaminan hukum yang lebih baik atas hak-hak dan kebebasan individu serta kesetaraan sosial yang dianggap niscaya pada saat itu. Dukungan ideologi ini pada kebebasan individu dan hak pilih privat berjalan seiring dan berhubungan timbal balik dengan ekonomi kapitalistik (gairah pasar hanya mungkin apabila intervensi politik mendekati nol). Di sinilah liberalisme saling berhubungan timbal balik dengan kapitalisme. Konsep dasar liberalisme sebenarnya tidak banyak berbeda dengan nilai-nilai Pancasila karena yang diperjuangkan liberalisme, yaitu liberte, egalite, dan fraternite sudah terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Perbedaan prinsip antara liberalisme dan Pancasila terletak pada pandangan tentang kebebasan, yaitu kebebasan individu amat menonjol dan dominan pada liberalisme, sedangkan Pancasila menganggap negara adalah semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua. Ajaran liberalisme tidak mulus begitu saja, tetapi banyak mendapat reaksi dan kritik. Reaksi dan kritik ini melahirkan aliran lain yang berkembang menjadi ideologi. Atas reaksi dan kritik tersebut, aliran liberalisme membenahi diri sehingga selama peralihan abad ke-19 ke abad ke-20 aliran ini berkembang menjadi dua aliran, yaitu liberalisme sosial dan liberalisme neoklasik. Liberalisme sosial berhubungan dengan pandangan yang lebih positif tentang kebebasan dan campur tangan negara yang lebih besar, khususnya dalam regulasi pembaruan ekonomi dan sosial. Liberalisme neoklasik melekat pada pandangan yang sangat negatif tentang kebebasan pemahaman atas kemandirian pasar. Dari kedua aliran tersebut, liberalisme sosial relatif lebih dekat pada nilai Pancasila daripada liberalisme neoklasik karena peran negara dalam regulasi ekonomi dan sosial sudah diperhatikan dalam liberalisme sosial. Selama perang dingin terjadi perang ideologi antara paham totaliterian dan paham liberalisme. Doktrin totalitarian lebih bersifat ideologis, utopis, historis, dan holistik sementara liberalisme bersifat empiris pluralistik dan tidak bertujuan membangun negara yang ideal. Untuk menghadapi tantangan kuat doktrin totalitairian ini aliran liberalisme terus berbenah diri. 59
Pada peralihan abad ke-21 ini secara bertahap terjadi pembelokan dari liberalisme ke demokrasi sosial di satu pihak, sedangkan di pihak lain terjadi pembelokan ke arah konservatisme. Liberalisme yang membelok ke demokrasi sosial lebih mendekati nilai-nilai Pancasila daripada yang membelok ke konservatisme. Pada sistem liberalisme demokrasi sosial ada upaya pemerintah untuk mengontrol agar si Kuat tidak menjadi lebih kuat sekaligus mengangkat si Lemah menjadi lebih kuat, dengan menerapkan pajak progresif. 2. Konservatisme Sejak awal liberalisme di Prancis sudah memunculkan sikap skeptis (apatisme dan sinisme) pada ideologi baru ini. Di halaman depan sudah dibahas bahwa liberalisme menimbukan anomi dan alienasi di masyarakat. Masyarakat yang anomi dan teralienasi mudah dipengaruhi pemikiran lain yang memunculkan apatisme dan sinisme yang menggugat aliran baru tersebut. Penggugat ini bernama konservatisme yang akhirnya berkembang menjadi ideologi baru. Ideologi ini tidak anti terhadap perubahan, tetapi menentang perubahan yang dipaksakan secara melampaui batas oleh ideologi tertentu. Ideologi ini amat berhati-hati terhadap setiap perubahan dan mengambil jarak terhadap setiap optimisme berlebihan. Konservatisme lebih mewujudkan kondisi manusiawi yang memiliki batas-batas kemampuan, baik rohani maupun jasmani yang tidak mudah begitu saja diubah dari luar. Konservatisme dalam hal ini bersikap lebih realistis terhadap kondisi manusia. Istilah konservatif muncul pertama kali di Perancis ketika Chateaubriand (1708 1848) memberi nama conservateur pada jurnal yang ia terbitkan untuk menolak perluasan politik baru, terutama gagasan demokratis yang menjadi manifestasi utama politik baru tersebut. Istilah ini segera diadopsi oleh kelompok lain yang menentang kemajuan demokrasi dalam bentuk yang lebih radikal. Di Amerika Serikat pada abad ke-19, kaum Republikan menggunakan istilah konservatif untuk menyebut dirinya dan di Inggris digunakan untuk menyebut partai Torry. Konservatif menganggap realisme bukan suatu doktrin kekuasaan semata, melainkan doktrin tentang batasan-batasan ciptaan yang ada terbagi dalam .konflik dualitas yang beraneka ragam, antara badan dan jiwa atau individu dan masyarakat 60
serta antara pemerintah dan yang diperintah. Bagi konservatif, mengimpikan penghilangan konflik-konflik ini dari eksintensi manusia merupakan tanda dari semua konsepsi kaum utopian tentang tatanan. Ada kedekatan dan ketidaksamaan antara konservatif dan nilai Pancasila karena Pancasila juga tidak menginginkan hal-hal yang drastis dalam perubahan. Pancasila juga amat memperhatikan kondisi yang manusiawi. Ketidaksamaan antara konservatif dengan Pancasila adalah konservatif mengambil posisi yang oposan dengan sesuatu yang baru dan dipaksakan sementara posisi oposan ini kurang dikenal dalam nilai Pancasila. Pancasila tetap mengakui kondisi alamiah yang berbeda dan tidak dapat disamakan secara kodrati karena kesamaannya lainnya dengan konservatif adalah tidak ada konflik perbedaan ini dalam kehidupan manusia. Konservatif berkembang dalam tiga subaliran, yaitu konservatif reaksioner, konservatif revolusioner, dan konservatif moderat. Konservatif reaksioner, menganggap semua tatanan di jagad raya ini statis sebagai sesuatu yang teratur susunannya dan masing-masing memiliki posisinya sendiri dan apabila keluar dari posisi tersebut, hal itu merupakan rumusan anarki. Kaum reaksioner mengklaim bahwa politik akan stabil bila bersandar pada konsensus nilai spiritual yang sesungguhnya. Mereka menganggap bahwa demokrasi dengan kebebasan akan memusnahkan demokrasi itu sendiri. Aliran ini sedikit bertentangan dengan nilai Pancasila karena Pancasila menganggap bahwa hubungan antara manusia dan Tuhan Penciptanya dan dengan sesama manusia serta dengan alam lingkungannya adalah hubungan yang dinamis, berkembang, dan berubah sesuai dengan waktu. Konservatif revolusioner menganggap pemikiran statis sebagai suatu kemunduran dan menyatakan bahwa realisme adalah penerimaan intrinsik dari konflik yang ada (ada lelaki ada perempuan, ada jasmani ada rohani) dan perjuangan merupakan esensi dari kehidupan itu sendiri. Aliran ini tetap meyakini adanya konflik, tetapi harus ada perjuangan untuk mengatasinya. Aliran revolusioner lebih dekat dengan nilai-nilai Pancasila jika dibandingkan dengan aliran reaksioner. Konservatif moderat menganggap realisme ditandai oleh penerimaan simpatik terhadap keanekaragaman eksistensi dengan komitmen untuk diakomodasi di dalam kerangka kerja sama negara yang terbatas. Cita-cita politik aliran moderat ini bersifat 61
seimbang, kompromis, moderat, dan sudah ada usaha untuk berdamai dengan demokrat dan sosialis. Aliran moderat ini sudah hampir mirip dengan Pancasila, tetapi tetap ada perbedaannya, seperti kedudukan oposisinya yang tidak dikenal dalam nilai- nilai Pancasila yang penuh dengan nilai musyawarah. Konservatif lebih sering disebut sebagai kaum kanan karena kurang memberikan konstribusi pada kemajuan. Sebenarnya, istilah kiri dan kanan lebih mengacu kepada pengaturan kursi Majelis Nasional di Perancis pada tahun 1789. Anggota yang menginginkan pembaruan akan menempati kursi sebelah kiri, sedangkan yang kurang atau tidak menyetujui perubahan duduk di sebelah kanan. Peristilahan kaum kanan dan kaum kiri telah melahirkan aliran tengah atau jalan tengah yang diumumkan oleh MacMillan (18941986). Era setelah Perang Dunia II mulai dirasakan masyarakat Eropa dengan kemunduran di bidang rohani, yaitu hubungan masyarakat dengan gereja akibat dari demokrasi liberal yang cenderung sekular. Mulai ada usaha untuk mempertemukan aliran tolalitarian dengan individualis liberal. J alan tengah ini mendapat banyak kritik, antara lain, ketika terjadi pertemuan tripartit informal di antara pemerintah, kongres persatuan dagang, dan konfederasi industri Inggris. Banyak pakar menyebutnya sebagai persetujuan dagang model Uni Soviet. Banyaknya kritik terhadap jalan tengah memunculkan aliran kanan baru pada konservatif. Aliran kanan baru memiliki dua mazhab, yaitu mazhab ekonomi dan mazhab politik. Bagi mazhab ekonomi, masyarakat bebas memerlukan pasar bebas dan legitimasi negara yang sebagian besar berasal dari kontribusinya pada penciptaan dan pemeliharaan pasar bebas tersebut. Untuk mempertahan tesis di atas, mazhab ekonomi berpendapat bahwa jasa besar ekonomi kanan baru adalah merestorasi rasionalitas dari institusi yang tidak direncanakan (antara lain, pasar bebas) dalam suatu masa yang cenderung menyamakan rasionalitas dengan perencanaan. Dalam kenyataannya, mazhab ini kekurangan dasar etis bagi cita-cita politiknya. Sementara itu, mazhab politik bersimpati pada ideologi pasar bebas. Akan tetapi, mazhab politik mengubahnya dengan menambahkan kepedulian terhadap faktor komunal dan moral serta penekanan yang lebih besar tehadap nasionalisme dan kewibawaan negara. J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, aliran jalan tengah lebih mendekati 62
nilai Pancasila daripada totaliterisme dan individualisme karena jalan tengah ini mengambil hal yang positif pada totaliterisme dan individualisme sambil mengeliminasi hal yang negatif dari kedua ideologi di atas. Meskipun aliran kanan baru, terutama pada mazhab politik lebih dekat pada nilai-nilai Pancasila daripada jalan tengah, tetap ada perbedaan, yaitu bahwa aliran ini memosisikan dirinya terhadap aliran baru, sedangkan Pancasila, sebagai ideologi terbuka, siap menerima semua aliran yang akan diseleksi kesesuaiannya. Pada peralihan abad ke-21 ini pengaruh aliran konservatif kanan-baru lebih menonjol, terutama karena konstribusinya terhadap sifat yang paling mencolok pada dekade ini yang sudah menjadi perubahan dalam kerangka perdebatan politik, antara lain, sosialisme tidak menganut lagi monopoli ortodoksi dan partai sosialis mulai terlibat dalam penilaian kembali. J ika hal ini berlanjut, perkembangan aliran konservatif makin dekat pada nilai-nilai Pancasila. 3. Marxisme dan Komunisme Dalam aliran-aliran yang menentang liberalisme, marxisme dan komunisme adalah yang paling brutal dan radikal walaupun ada kesamaannya karena, baik liberalisme maupun marxisme atau komunisme sama-sama tumbuh untuk mendukung perubahan dalam proses modernisme. Marxisme lebih menekankan persaudaraan (fraternite) dari semboyan Revolusi Prancis liberte, egalite, fraternite. Kondisi ini menurut mereka tidak diwujudkan dalam dunia liberalisme. Kesetaraan dan kebebasan yang didengungkan liberalisme hanya berlaku sebagian dan tidak menyeluruh. Hal ini membuktikan bahwa liberalisme memihak pada kepentingan segelintir orang yang diuntungkan oleh masyarakat liberal. Kritik atas kapitalisme yang mengoyak keadilan sosial merupakan hardcore dari doktrin marxisme dalam semua versinya, baik komunis Soviet, revisionisme, maoisme, catroisme, maupun neo-marxisme Barat. Kritik-kritik itu ternyata menimbulkan otokritik pada masyarakat liberal dan telah terjadi perubahan besar pada masyarakat kapitalis sehingga apa yang dibayangkan marxisme terhadap kapitalisme ternyata tidak borjuis lagi sehingga marxisme dan komunisme kehilangan sasarannya. Meskipun demikian, bukanlah berarti bahwa marxisme tidak ada gunanya karena apa yang hidup dalam marxisme telah diserap dalam iklim intelektual umum. Tidak dapat disangkal oleh siapa 63
pun bahwa keberhasilan marxisme adalah menyadarkan akan adanya ketidakadilan struktur dalam masyarakat modern yang sebagian besar dibentuk oleh kepentingan ekonomi. Salah satu hasil dari evolusi internal marxisme adalah munculnya ideologi sosialisme demokratis dan demokrasi sosial. Antara marxisme dan komunisme banyak kesamaannya dan dapat dikatakan marxisme adalah teorinya, sedangkan komunisme adalah praktiknya. Dalam pemikiran Marx, manusia merupakan makhluk praktis yang proses berpikirnya diatur oleh kebutuhan-kebutuhan materiil. Perjuangan manusia untuk memenuhi kebutuhan materiil yang berkembang agaknya merupakan hal yang lebih nyata daripada aktivitas mental kita. Amat ditekankan pentingnya kekuatan-kekuatan produktif (alat dan instrumen) serta hubungan produksi (cara manusia mengorganisasi dirinya agar menggunakan kekuatan-kekuatan produktifnya tersebut). J ika kekuatan produksi ini dimiliki oleh kelompok minoritas, hubungan produksi akan bersifat eksploitatif sebab kelompok mayoritas dipaksa bekerja dengan upah rendah, sedangkan kaum minoritas parasit menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk menikmati surplus bagi diri mereka sendiri. Marx membagi masyarakat dalam dua kelas dengan merujuk pada kepemilikan dan non-kepemilikan alat produksi. Untuk menghilangkan perbedaan di antara kelas ini, kepemilikan pribadi atas alat produksi dihilangkan, termasuk agama, ketimpangan, pertentangan kelas, dan penindasan negara. Bagi Marx, semua sejarah adalah sejarah pertentangan kelas dan memberi suatu model perkembangan harus melalui lima tahap, yaitu tahap asiatik, kuno, feodal, borjuis (kapitalis), dan akhirnya komunis. Apabila dibandingkan dengan nilai-nilai Pancasila, marxisme-komunisme memiliki beberapa persamaan dan perbedaan prinsip. J ika komunisme memperjuangkan keadilan sosial, persaudaraan, dan kesamaan, nilai-nilai ini juga ada dalam Pancasila. Perbedan prinsipnya terletak pada pertentangan kelas yang ada pada marxisme serta negara merupakan alat bagi golongan tertentu untuk menguasai golongan lain. Dalam Pancasila dianut paham semua untuk semua, semua untuk satu, serta satu untuk semua. Pancasila memiliki nilai keseimbangan dalam hubungan manusia dengan Tuhan penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya sehingga bertentangan dengan ajaran materialistis dalam 64
marxisme. Marxisme sendiri tidak populer di tempat kelahirannya di J erman. Di samping ideologi ini tidak digali dari nilai budaya bangsa J ermania, dalam kenyataannya liberalisme tidak muncul sebagai kapitalis yang digambarkan marxisme. Karl Marx menghabiskan masa tuanya di London sebagai orang yang kurang dikenal. Lenin membawa dan mengembangkan ideologi marxisme di Rusia untuk kepentingan kelompoknya mencapai tujuan pembaruan masyarakat di wilayah kekaisaran Rusia. Lenin mengajukan teori revolusi yang pecah dari bawah yang memiliki tiga sifat utama berikut. 1. Kelas pekerja secara eksklusif, melalui usaha mereka sendiri, hanya dapat mengembangkan kesadaran serikat dagang yang pada dasarnya suatu bentuk kesadaran borjuis karena ia tidak dapat melampaui logika dari sistem yang ada. 2. Kesadaran kaum sosialis yang asing dengan pengalaman sehari-hari kaum proletariat harus dikembangkan melalui kaum intelektual borjuis dan selanjutnya diberikan sebagai suatu karunia kepada mereka yang masih bodoh. 3. Partai hendaknya tidak berasal dari kelas pekerja dan bagi kelas pekerja serta barisan depan diangkat sendiri dari semua latar belakang sosial dan tunduk pada kultur disiplin partai pusat. Lenin menambah bobot ideologi dengan strategi mencapai tujuan sehingga ajaran ini menjadi marxisme-leninisme (komunisme). Marxisme-lenisisme sebenarnya lebih disesuaikan dengan kondisi Uni Soviet yang agraris. Ketika terjadi polarisasi kekuatan dunia setelah Perang Dunia II yang ditandai dengan munculnya perang dingin antara blok barat dan blok timur, Stalin memanfaatkan ideologi ini untuk menyatukan negara tetangga Rusia ke dalam Uni Soviet. J adilah komunis komintern yang mengarah pada organisasi yang mendunia. Secara teoretis cukup banyak subaliran marxisme, seperti marxisme ortodoks dan marxisme hegelian. Marxisme orthodoks dengan pemikirnya Kautsky dan Plekhanov mengafirmasikan secara teoretis dari buku Marx yang berjudul Das Capital. Substansi buku itu menggambarkan hakikat kapitalis yang memiliki sifat menghancurkan diri sendiri (self destructive nature) dan bergerak menuju sosialisasi alat produksi. 65
Marxisme hegelian dengan pendukungnya Gramsci dan Lukacs tidak mau lagi menafsirkan tindakan manusia semata-mata dari segi pikiran dan roh. Bagi mereka kontribusi besar filsafat Marx terletak pada penggabungan secara sempurna kreativitas manusia dan materialitas sosial ekonomi. Meskipun laki-laki dan perempuan bekerja dalam batas-batas yang sudah ditentukan secara struktural, mereka menyimpan suatu kapasitas otonomi. Marxisme dalam praktiknya adalah kaum komunis yang lama- kelamaan mulai dikenal sebagai rezim komunis yang mulai mengacu pada pelembagaan marxisme-leninisme sebagai instrumen kekuasaan yang zalim sehingga terjadi jurang besar antara pengertian komunis versi marxisme dan komunis dalam praktik. Ada upaya untuk membebaskan marxisme dari tanggung jawab kezaliman komunis dalam praktik dengan menyatakan bahwa semua revolusi komunis terjadi di negara yang tidak memiliki tradisi toleransi, terbelakang dalam pendidikan, dan tidak dipersiapkan untuk revolusi proletariat murni, yaitu revolusi oleh kaum pekerja terpelajar. Marxisme orthodoks sudah mengingatkan Lenin akan bahayanya suatu revolusi karena akan menimbulkan kediktatoran atas kaum proletariat dan bukan kediktatoran dari proletariat. Kezaliman rezim Lenin dapat dilihat ketika kaum Bolshevik meneror partai penentang, menindas otonomi universitas, mematikan kebebasan pers, mencabut hak milik atas tanah yang begitu luas dan mencabut hak pilih warga, menyingkirkan kaum intelektual, serta mengenalkan pembersihan ke semua bidang kehidupan. Yoseph Stalin, pengganti Lenin, ternyata lebih zalim dalam mempraktikkan marxisme. Komunis Asia yang mengikuti jalan Stalin adalah Polpot di Kamboja yang terkenal dengan pembunuhan massalnya. Sementara itu, di Eropa, antara lain, ada di Albania. Di China kediktatoran partai dan pemujaan pribadi secara berlebihan kebetulan mendapat peneguhan dari ajaran yang dianut, yaitu Confusius yang mengangkat Mao Zedong sebagai ketua partai sekaligus pemimpin tertinggi RRC. Pada tingkat teratas Mao membuat tiga amendemen terhadap teori Marxis, yaitu 1. Meremehkan pentingnya proletariat kota dan mengklaim bahwa revolusi mulai dari pedalaman dan dipelopori oleh kaum tani. 2. Menempatkan kesadaran atas kemauan politik di atas kondisi objektif atau materi; serta. 66
3. Memperluas konsep kelas yang mencakup konsep tentang bangsa. Mao menolak istilah pertentangan kelas dalam revolusi dan menolak anggapan bahwa revolusi di China adalah revolusi internal. Bagi Mao, China adalah negara miskin dan proletariat yang tertindas oleh bangsa borjuis yang makmur. Pertentangan kelas diubah menjadi masalah internasional dengan bangsa-bangsa menjadi pendukung utamanya. Pada medio 1960-an pemujaan Mao mengarah pada malapetaka dengan munculnya revolusi kebudayaan, antara lain, dengan cara para pekerja didorong untuk mempermalukan manajer dan teknisi mereka, mahasiswa didorong untuk mempermalukan mahaguru mereka, dan ribuan orang terdidik dibunuh atau dipenjarakan. Akibatnya, perekonomian menurun drastis walaupun akhirnya tentara diperintahkan untuk menekan tatanan yang sudah rusak. Mao wafat pada 1976. Sesudah kematiannya, semua kaum radikal disingkirkan. Selanjutnya, China mulai mengenalkan beberapa keistimewaan ekonomi pasar tanpa menghilangkan ideologi bidang politik. Marxisme pada peralihan abad ke-21 secara menyeluruh sudah didiskreditkan walaupun masih ada protes dari akademisi yang ingin memisahkan antara marxisme praktis dan marxisme dalam gagasan. Melalui marxisme, dalam kritiknya terhadap masyarakat borjuis tentang ketidakadilan ekonominya dan klaim politiknya yang curang, Marx telah membuat beberapa hal yang masih valid sampai saat ini. Partai komunis pertama di Indonesia yang didirikan oleh Sneevliet beraliran marxisme-leninisme. Ketika Muso kembali dari Moskow pengaruh komunisme komintern mulai masuk dalam partai komunis Indonesia dan menjelang peristiwa G-30- S/PKI, pengaruh maoisme begitu kuat dalam partai komunisme Indonesia. Ketika Deng Hsiao Ping muncul sebagai pimpinan di China, mulai ada usaha untuk mengurangi pengaruh maoisme di China sekaligus menghilangkan standar ganda politik luar negeri China (di satu pihak membatu pemerintah suatu negara, di lain pihak membantu subversi partai komunis di negara tersebut), termasuk di Indonesia. 4. Demokrasi Sosial dan Sosialisme Demokratis Demokrasi sosial merupakan hasil evaluasi internal marxisme Barat. Istilah ini memaknai marxisme yang terorganisasi. Selain itu, istilah ini sendiri telah mengandung gerakan antireformis yang terorganisasi. Sosialis demokratis juga merupakan istilah 67
yang diciptakan oleh penganutnya sebagai suatu tindakan melepaskan diri dari ikatan realitas sosialisme yang tidak demokratis pada abad ke-20. Akan tetapi, hal itu sekurang-kurangnya dalam beberapa pola dimaksudkan untuk menegaskan kembali komitmen terhadap transformasi sistem daripada hanya suatu demokrasi sosial yang membaik. Demokrasi sosial muncul sebagai bentuk sosialisme abad ke-20 yang dominan di Barat. Demokrasi itu menjadi oposan utama terhadap konservatisme politik dan organisasi praktik kapitalisme. Demokrasi sosial bukanlah satu satunya oposisi dalam istilah kaum sosialis karena doktrin ini menemukan musuh dari para pembela status quo sehingga ia menemukan musuh lain dalam tradisi marxis yang membantah mandat sosialisnya dan mengklaim untuk menawarkan suatu alternatif yang canggih secara intelektual dan hebat secara politis. Permasalahan yang harus diperhitungkan tentang demokrasi sosial adalah apakah ia harus dilihat sebagai suatu revisi terhadap Marxisme berdasarkan asal dan lintasan politiknya atau apakah ia lebih akurat untuk dianggap sebagai tradisi politik dalam kebenarannya sendiri. Pecahnya sosialisme menjadi tradisi marxis dan demokrasi sosial merupakan karakteristik fundamental dari sebagian besar sejarah abad ke-20. Sosialisme sebagai doktrin merupakan produk abad modern. Sejarah awalnya tidak luput dari Revolusi Prancis dan revolusi Industri di Inggris yang memunculkan revolusi politik dan dari revolusi politik memunculkan revolusi ekonomi dan sosial. Sosialisme muncul di Inggris dan Prancis pada dekade awal abad ke-19. Para pemikirnya merupakan pemikir ekonomi dan pemikir awal ilmu manajemen ilmiah yang mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Mesin ekonomi harus di nakhodai oleh manajer ilmiah dan ilmu manajemen modern mulai dikembangkan yang memengaruhi hubungan antara majikan dan buruh. Organisasi buruh mulai muncul dan berkembang makin kuat sehingga memengaruhi legislatif dalam pembuatan undang-undang mengenai perburuhan. Pada akhir abad ke-19 muncul perseroan terbatas yang status hukumnya lebih jelas sehingga dunia hukum mulai mengatur segi ekonomi. Apa yang ditakuti marxisme tentang kapitalisme tidak terwujud, tetapi kritikan marxisme telah dijadikan otokritik oleh liberalisme kapitalis sehingga melahirkan sosialisme demokratis. Pada abad ke-20 ilmu manajemen berkembang dari manajemen ilmiah ke 68
manajemen hubungan manusia. Dalam konsep manajemen tersebut, harkat kemanusian pekerja makin diperhatikan pada era ini. Dalam manajemen muncul jabatan manajer personalia di dunia usaha. Harkat manusiawi ini makin dijunjung dalam dunia usaha sehingga memunculkan pemikir-pemikir baru yang beraliran sosialisme demokratis. J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, nilai sosialisme secara jelas terkandung dalam dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ideologi sosialisme demokratis dan demokrasi sosial banyak kecocokannya dengan Pancasila hanya karena kedekatannya dengan ideologi marxisme dan ada relatif banyak ajaran marxisme yang diadopsi sosialisme. J ika Pancasila menitikberatkan pada keseimbangan, kesetaraan, dan kesesuaian kaya miskin, majikan, dan pekerja, sosialisme lebih menitikberatkan pada kepentingan masyarakat banyak, terutama kaum bawah. Dalam peralihan abad ke-21 ini sedang diusahakan perkembangan jenis sosialisme baru yang masih berakar dari tradisi lamanya, tetapi peran-peran kontemporernya dirumuskan kembali. Pakar Michael Harrington menjelaskan hal ini sebagai republikanisme sosialis yang terjadi ketika perkembangan politik, ekonomi, dan sosial dari negara modern mengarahkan sosialisme ke arah suatu konsepsi tentang tujuannya yang etis, multikelas, dan desentralistis yang didasarkan pada penciptaan masyarakat baru, baik di dalam negara maupun di seluruh dunia. 5. Anarkisme. Ideologi ini memiliki persaudaraan batin dengan komunisme. Keduanya sama-sama menolak negara dan kapitalisme. J ika komunisme menonjolkan ide solidaritas, anarkisme ingin meradikalkan prioritas individu atau kolektif dan ide otonomi moral yang sudah terlampir pada liberalisme. Anarkis menginginkan liberalisme harus konsekuen dan tidak berhenti pada konsep negara minimal. Negara itu sendiri harus dilenyapkan karena merupakan sumber kendala otonomi individu dan ancaman bagi kebebasan. Revolusi anarkis tidak berhenti pada pergantian rezim, tetapi berlanjut pada perlenyapan spontan segala otoritas dan hukum. Di sinilah tujuan akhir anarkisme, yaitu berupa asosiasi sukarela dari individu-individu otonom atau self goverment. Program anarkisme merupakan dasar desentralisasi politik radikal sampai ke 69
tangan individu terakhir. Sejauh liberalisme dipandang sebagai penegakan hukum (rule of law), anarkisme akan menunjang liberalisme. Akan tetapi, di pihak lain anarkisme meradikalkan liberalisme dalam asas kebebasan dan otonomi. Tujuan anarkisme secara praktis tidak akan tercapai jika rule of law yang menjadi medium sekaligus pembatas kesenjangan individu yang satu terhadap yang lain dilenyapkan. Anarkisme adalah salah satu ideologi dan salah satu aliran pemikiran yang betul ada dan bukan untuk ditakuti dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beberapa pemikiran anarkis tentang negara, antara lain, sistem hukum dan penegakan hukumnya dibuat dan dijalankan demi kepentingan kelas yang berkuasa dan pemilik kekayaan, metode hukumannya, antara lain, penjara adalah model barbarian, kekuatan angkatan bersenjata yang jauh melindungi masyarakat merupakan instrumen kekuatan yang kejam yang dirancang untuk perang, negara dijalankan dengan ongkos mahal dan boros dalam melaksanakannya, serta negara mempraktikkan birokrasi yang tidak efisien dan menetapkan pajak dengan sewenang-wenang. Reaksi permusuhan terhadap negara pemerintah dan otoritas yang terorganisasi ini diakarkan pada pengalaman awal kelaliman monarki dan otoritarian yang begitu khas di abad ke-19 di Rusia. Pandangan anarkisme mengenai harta milik (Wlilliam Goldwin) adalah bahwa setiap harta benda yang seharusnya menjadi harta milik individu yang kepemilikan atasnya akan menghasilkan kebaikan yang paling besar bagi banyak orang. Harta milik hendaklah didistribusikan menurut klaim-klaim yang dibutuhkan di tempat-tempat yang mengharuskan adanya pemerataan kekayaan. Perkembangan sains di bidang manajemen studi juga memengaruhi pemikiran para anarkis. Mesinisasi di bidang industri menjadikan manusia pekerja sebagai subsistem dari manajemen tersebut. Hal ini membuat manusia menjadi semacam robot hidup yang diatur berdasarkan siklus jam kerjanya sesuai dengan sistem manajemen. Di satu pihak, mesin tidak mengenal letih, sedangkan manusia pekerja butuh istirahat. Manajemen melihat hal ini sebagai suatu yang kurang manusiawi sehingga berkembang ke manajemen hubungan manusia yang dimulai pada awal abad ke-20. J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, Pancasila tidak mengenal azas kolektivitas dan tidak memprioritaskan individu. Pancasila mengambil jalur tengah 70
berupa semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua. Oleh sebab itu, anarkisme tidak sesuai dengan Pancasila. Anarkisme menolak rule of law, sedangkan Pancasila adalah dasar dari hukum dasar Indonesia. Pada peralihan ke abad ke-21 ini anarkisme memang sudah berada pada posisi kegagalan. Ideologinya sering dinamakan doktrin reaksioner dan tidak laku. Secara lebih halus ideologi tersebut akan dikatakan sebagai ideologi yang absurd romantis yang tidak dapat berdamai dengan realitas dari suatu dunia yang individualistis, birokratis, dan urbanistis. Namun, ideologi tidak dapat juga disepelekan karena kritiknya pada segi negatif dari negara dan birokrasinya, terutama di abad yang makin skeptis terhadap efisiensi dan manfaat tindakan suatu negara serta kebutuhan rohani yang radikal untuk mengatasi masalah perkotaan, ekologi, dan industri. 6. Feminisme. Ketimpangan struktural dalam masyarakat liberal kapitalis yang disoroti marxisme dipakai oleh feminisme sebagai titik tolak untuk mengungkapkan ketimpangan yang lebih fundamental dalam masyarakat kapitalistik, yaitu ketimpangan gender. Ideologi feminisme mencoba meyakinkan bahwa penindasan seksual lebih mendasar daripada penindasan kelas. Dari tiga ide Revolusi Prancis, ide egalite (persamaan) harus diwujudkan secara radikal dalam bentuk kesetaraan gender. Perjuangan feministik terhadap kesetaraan gender sudah sesuai dan inheren dalam modernisasi. Emansipasi dari prasangka purba manusia bahwa rumah atau ruang privat adalah lokus alamiah perempuan ditentang kaum feministik sebagai hal yang tidak alamiah, tetapi artifisial. Melalui kemajuan teknologi modern, seperti penggunaan alat kontrasepsi, terungkap bahwa perempuan juga dapat tidak bergantung pada fungsi-fungsi domestik. Keperempuanan bukan hakikat yang tidak dapat diubah. J ika keprivatan keperempuanan dipersoalkan, distingsi privat dan publik dalam liberalisme akan digugat oleh feministik karena mereka menganggap distingsi tersebut artifisial yang dibuat berdasarkan konsensus masyarakat yang didominasi laki-laki. Menuntut kaum feministis, relasi kekuasaan bukan cuma pada dunia publik, melainkan telah merasuk sampai dunia privat, antara lain, terjadinya kekerasan pada perempuan dalam keluarga. Seperti anarkisme dan marxisme, kritik feministik tampaknya hanya tinggal kritik saja dan tertinggal jauh oleh begitu cepatnya globalisasi serta tuntutan ekonomi pasar. 71
Tuntutan feministis atas kesetaraan gender dalam pendidikan, partisipasi demokratis, akses ke dunia profesi, dan sebagainya tampaknya belum banyak mengubah situasi. Begitu besarnya potensi perempuan sehingga membuat tuntutan dari kaum feminis patut dipertimbangkan adalah karena perempuan mengisi separuh penduduk dunia, melaksanakan hampir dua pertiga dari jam kerja dunia, tetapi menerima sepersepuluh pendapatan dunia dan memiliki harta milik kurang dari seperseratus harta milik dunia. Ternyata dunia belum adil pada perempuan. Nilai-nilai dalam Pancasila memiliki nilai kesetaraan kesederajatan sehingga dalam idealisme Pancasila tidak ada perbedaan status hak dan kesempatan antara perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, Pancasila tidak terfokus pada kesetaraan yang terlalu khusus antara laki-laki dan perempuan, seperti yang diperjuangkan oleh kaum feministis. Pancasila memiliki nilai keharmonisan antara yang alamiah dan sosial sehingga walaupun tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam status hak dan kesempatan, Pancasila tidak menganggap pria sama dengan wanita karena secara kodrat alamiah memang berbeda. Pada peralihan abad ke-21 ini, peran perempuan makin menonjol dalam hampir semua kegiatan, baik sosial, politik, ekonomi, maupun hankam. Perolehan peran-peran ini dalam kehidupan masyarakat tidak hanya murni tuntutan kaum feministis, tetapi lebih banyak karena perkembangan sosial di masyarakat itu sendiri. Perkembangan politik akan memicu perkembangan ekonomi dan perkembangan ekonomi akan memicu perkembangan sosial. Hambatan terbesar dalam kesetaraan gender ini untuk masa kapan pun adalah di bidang agama, terutama pada agama Katolik dan Islam yang merupakan agama terbesar di dunia saat ini. Kedua agama tersebut sampai saat ini dan sampai kapan pun tidak akan mengizinkan imam dari kaum perempuan karena terkait dengan ajaran yang dogmatis. Beberapa ayat di kitab suci pun memunculkan dominasi suami dalam keluarga pada saat istri harus menghomati suami sebagai kepala keluarga. 7. Ekologisme. Ketika semua ideologi lain memusatkan diri pada dunia sosial, ada satu ideologi yang prihatin terhadap dunia alamiah, yaitu ekologisme yang juga merupakan biosentrisme. Modernisasi kapitalistik merupakan bentuk perkosaan manusia terhadap ibu bumi sehingga terjadi analogi antara nasib alam dengan nasib perempuan dalam feminisme yang memunculkan aliran baru ekofeminisme. Alam yang 72
ditanamkan oleh industrialisasi dan teknologisasi pada gilirannya akan membentuk dan membuat bumi menjadi tempat yang tidak layak lagi didiami oleh manusia. Ekologisme ingin berusaha menghindarkan manusia dari malapetaka itu. Programnya, antara lain, ekonomi hijau, politik hijau, dan masyarakat hijau. Sekilas tampaknya ideologi ini hanya beroperasi dengan reparasi-reparasi kerusakan yang ditimbulkan oleh modernisasi kapitalistik, yakni program penghijauan atau tanah yang telah ditanduskan. Ideologi ini memiliki tuntutan yang lebih dalam lagi untuk mengubah gaya hidup kapitalis yang hedonistis dan konsumtif lewat penarikan diri dari antroposentrisme yang mengajarkan bahwa manusia lebih berhak hidup di bumi ini daripada makhluk alamiah lainnya. Ajaran ekologisme ini berhasil memunculkan kesadaran ekologis sejak awal pembentukannya pada abad ke-18. Ekologisme sebenarnya sudah ada dalam budaya masyarakat tradisional sebelum dimanipulasi dan dieksploitasi oleh ekonomi pasar. Kebebasan otonomi dan kesamaan yang diperjuangkan liberalisme tidak lebih dari antroposentrisme yang membahayakan lingkungan. Di sini terlihat bahwa ekologisme secara sistematis mengangkat keberadaan yang sebenarnya secara potensial sudah ada dalam kebudayaan-kebudayaan dan dilakukan oleh kapitalisme. Secara alamiah ekologisme lahir seumur dengan peradaban manusia yang menyatu dengan alamnya dan baru pada abad ke-18 mulai muncul pemikir, seperti Thomas Malthus yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia meningkat secara geometris, sedangkan produksi makanan hanya meningkat secara aritmetris sehingga dikhawatirkan terjadi kelaparan pada masa depan. Pemikir lain dari Amerika Serikat, yaitu J ohn Muir (18381946) yang secara resmi sudah mendesak pemerintah untuk memelihara hutan belantara, dan Gillord Penchot (18651946) mendesak perlindungan terhadap sumber daya alam karena nilai kemanfaatannya. Gagasan keduanya memunculkan ide preservasionis (Muir) dan konservasionis (Pinchot) yang telah diwariskan kepada kita sampai saat ini. J ika dihadapkan dengan nilai Pancasila, paham ini memiliki banyak kesamaan karena Pancasila mengakui hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Berkaitan dengan sila Persatuan Indonesia, persatuan yang dimaksud bukan hanya persatuan sesama bangsa, melainkan juga persatuan dengan bumi tempat berpijak. Perbedaannya adalah bahwa dalam Pancasila tidak hanya ada hubungan manusia 73
dengan alam lingkungan, tetapi juga ada hubungan dengan Tuhan penciptanya serta sesama manusia. Ekologisme peralihan abad ke-21 akan terus ada dan makin berpengaruh karena isu global, seperti isu lingkungan hidup yang makin kuat memengaruhi segala kehidupan manusia. Memang ada sedikit perbedaan antara Ekologisme dan aliran lingkungan (environmentalisme). Gerakan hijau makin diperlukan dan ada dalam kehidupan manusia. Dengan makin kuatnya gerakan hijau mengemukakan permasalahan yang berkaitan dengan program ekologi dan menekankannya sebagai unsur politik, masa depan ekologisme akan terus cerah. 8. Nasionalisme. Ideologi nasionalisme agak berbeda dari ideologi lain yang lahir karena reaksi atau bentuk dan koreksinya terhadap liberalisme. Nasionalisme sebagai suatu kesadaran dan perasaan sentimental sebangsa sudah ada seumur dengan peradaban manusia. Ideologi ini tidak sekadar mengeksplorasi kesadaran modern, tetapi juga sudah memiliki ide-ide kolektif asli yang masih murni utuh. Bangunan tentang kelompok original itu, baik bangsa, ras, maupun agama dapat mengutuhkan kembali identitas kolektif yang luntur akibat proses modernisasi kapitalistis. Elemen-elemen kesadaran modern, seperti konsep kedaulatan dan rasionalitas penguasaan massa jalin-menjalin dengan sentimen ke-kita-an yang ditimba banyak dari masa silam. Nasionalisme modern lahir dari Revolusi Prancis dan menjadi saudara kembarnya liberalisme. Dalam kategori bangsa (nation) dicakup asas kenegaraan, kewarganegaraan, dan kebebasan universal. Dahulu kala masyarakat membangsa hingga menegara karena ras. Akan tetapi, dengan terjadinya mobilisasi penduduk akibat kelaparan, epedemi, bencana alam, dan perang suku di suatu wilayah tertentu, sudah sulit mendapatkan masyarakat yang seratus persen seetnis. Masyarakatnya sudah multietnis dan heterogen. Masyarakat yang multietnis dan heterogen ini ingin membangsa dan menegara dan menurut Ernest Renan persyaratannya adalah ada kehendak ingin bersatu. Persatuan ini diperkuat lagi dengan ilmu geopolitik, yaitu persatuan antara manusia dan tanah tempat berpijak. Nasionalisme modern adalah demosentris dan bukan etnosentris. Namun, ada kecenderungan suatu bangsa ingin memunculkan identitasnya karena identitas merupakan salah satu sarana memperkuat bangsa (nation) tersebut. Identitasisme 74
akan mengarah pada kekitaan dan paham bangsa yang mengarah pada kekitaan tidak sesuai dengan nilai Pancasila terutama sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai Kemanusiaan adalah nilai universal yang membuat bangsa saling menghormati dengan bangsa lain. Ir Soekarno dalam menyampaikan pidato usul dasar negara mengusulkan internasionalisme/peri kemanusiaan untuk membatasi nasionalisme fanatis yang mengarah pada chauvinisme dan etnosentrisme. Banyak pemikir menyampaikan soal pemikiran mereka tentang nasionalisme, antara lain, Max Weber yang mengatakan bahwa nasionalisme merupakan suatu ideologi yang memiliki kekuatan pengaruh yang menggerakkan serta merupakan perasaan menjadi bagian dari sesuatu dan berfungsi membangun perasaan bagi satu komunitas nasional. Para penyebar ideologi ini mengantributkan kepada negara mereka suatu identitas kultural yang khas yang menetapkan negara itu terpisah dari negara lain dan memberikan suatu tempat khusus di dalam proses historis. Komunitas ini diidentifikasikan dengan seperangkat karakteristik unik yang berasal dari realitas konstitusional, historis, geografis, agama, bahasa, etnis, atau genetis. Selama negara bangsa yang muncul menegakkan prinsip civil society sebagai proses ketika semua penduduk tetap menikmati sepenuhnya hak asasi manusia karena kewarganegaraan terlepas dari kriteria etnis, nasionalisme tidak dapat dipecah dari liberalisme politik dan menghasilkan nasionalisme liberal. Dengan demikian, identitas- identitas subjektif yang berupa kecintaan pada negara akan menimbulkan patriotisme yang dapat dibedakan dari identitas primer (etnis). Dalam masyarakat patrional kebutuhan yang universal terhadap identitas dan rasa memiliki sering dipenuhi oleh bentuk kecintaan objektif yang hebat pada tanah air (chauvinisme) atau pada etnis sendiri (etnosentrisme). Orang sering memelihara perasaan ini dengan memusuhi negara etnis atau kelompok lain yang berbeda yang ada dalam negara. Emosi semacam ini rentan terhadap muatan yang revolusioner. Dalam kasus ini nasionalisme dapat berlaku sebagai legitimasi terhadap kebencian kepada orang asing (xenofobia) dan diskriminasi berdasarkan etnis (rasisme). Baik nasionalisme liberal maupun nasinalisme dengan identitas primer tidak cocok dengan Pancasila karena muatan individualisme dan kebebasan dalam 75
nasionalisme liberal sangat kuat, sedangkan identitas primer akan memunculkan chauvinisme. Kebangsaan Indonesia ke dalam menganut semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua, sedangkan kebangsaan Indonesia ke luar menganut saling menghormati antarbangsa di dunia. Pancasila tidak mengenal diskriminasi sehingga Pancasila tidak mengenal chauvinisme. Dalam peralihan ke abad ke-21 pengaruh etnosentris sangat kuat dalam membentuk negara. Hal itu dapat dilihat dari pecahnya Uni Soviet. Negara aslinya muncul kembali dengan etnosentrisme yang sangat kuat pada negara barunya. Yugoslavia pecah kembali karena etnosentrisme dengan membentuk negara pecahan. Cekoslovakia pecah juga karena pengaruh etnosentrisme ras Ceko dan Slovakia. Ada upaya negara bagian Quebec di Kanada memisahkan diri dari negara induknya Kanada karena etnosentrisme. Bangsa Kurdi yang berada di perbatasan Turki, perbatasan Irak, dan perbatasan Iran ingin menegara berdasarkan etnosentrisme, tetapi menemui kendala dari negara induk Turki, Irak, dan Iran yang tidak mau negara Kurdistan berdiri. 9. Fasisme. Fasisme melihat demokrasi liberal sebagai sesuatu yang mengasingkan manusia dan mengancam kohesi sosial. Dengan demikian, ideologi ini tidak saja kembali ke kolektivisme, tetapi juga mementaskan mitos kepemimpinan gaya khas fasisme dalam mencapai tujuan politiknya, yaitu partai massa, pemimpin kharismatik, pemakaian teror, dan propaganda total. Ideologi ini memusuhi liberalisme, konservatisme, dan komunisme sekaligus. Orang menganggap fasisme sebagai kegagalan modernitas, tetapi ada paham yang memandangnya sebagai tahap perkembangan di dalam modernitas kapitalistis itu sendiri. Ideologi ini termasuk yang paling kompleks karena menggabungkan filsafat yang berjauhan satu sama lain, seperti ide tentang kuasa elite dari Plato, kehendak umum dari Rousseau, prioritas atas individu dari Hegel, pemujaan kekuasaan dan mitos keyakinan akan elan sejarah dari Bergson, serta kultur kekerasan dari Sorel. Berbagai arus pemikiran tersebut terhimpun secara mendalam di satu titik yang berfungsi sebagai legitimasi kekuasaan totalitas. Di dalam bukunya, Mein Kampf Hitler menuliskan bahwa ekonomi ini merupakan tingkat kegunaan kedua atau ketiga dan ekonomi harus dilihat sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas. Fasisme klasik lebih menonjol pada serangan-serangan terhadap ideologi lain, khususnya komunisme, konservatisme, dan terutama 76
liberalisme. Sebagai pendatang baru di dunia politik, fasisme memosisikan eksistensinya dengan menyerang ideologi yang sudah mantap. Fasisme klasik bercirikan partai massal dengan menggunakan propaganda yang luas dan dipimpin oleh pemimpin karismatik. Sesudah tahun 1945, fasisme klasik dianggap sampah politik, lalu muncul fasisme baru yang dikenal dengan neo-fasisme, antara lain, beberapa rezim besar, seperti Pinochet di Cili dan Saddam Husein di Irak. Pemikir neo- fasisme berupaya untuk merevisi fasisme klasik, tetapi neo-fasisme muncul berbeda- beda. Bahkan, ada yang masih mendewakan kembali antisemitisme Hitler. Beberapa neo-fasisme mendukung Eropaisme dengan maksud menyelamatkan Eropa dari neo- komunisme. J ika dihadapkan dengan Pancasila, ideologi tersebut tidak cocok dengan nilai Pancasila karena Pancasila menolak chauvinisme, sedangkan fasisme memujanya. Asas mufakat dan asas kemanusiaan dalam Pancasila bertentangan dengan metode propaganda total dan praktek antisemitisme yang telah dipraktekkan dalam pembunuhan jutaan warga Yahudi di camp selama Perang Dunia II. Pada peralihan abad ke-21 ini, neo-fasisme mungkin masih dapat berkembang dalam kelompok muda yang teralienasi, terutama di bekas J erman Timur yang perekonomiannya masih belum sama dengan masyarakat bekas J erman Barat. Kesenjangan ini membuat mereka ingin mempraktikkan indentitas yang berbeda seiring dengan kondisi makin banyaknya imigran asing yang masuk ke J erman. Mereka menjadi pesaing kaum muda eks J erman Timur di bidang lapangan kerja. Menyatunya Eropa dalam satu mata uang dan keimigrasian memudahkan masyarakat Eropa Timur ke Eropa Barat mencari lapangan kerja. Kehadiran mereka makin memberi peluang kaum muda J erman yang teralienasi untuk menjadi neo-fasis. 10. Islam Fundamental. J ika fasisme bereaksi kompleks terhadap modernitas, Islam fundamental atau Islamisme bereaksi secara khusus terhadap satu elemen modernitas, yaitu sekularisme. Islam fundamental merupakan reaksi terhadap sekularisme dan liberalisme dan muncul dalam gerakan kembali ke fundamen agama. Karena gerakan ini lahir akibat modernisasi, dapat dikatakan bahwa fundamentalisme adalah anak dari modernisasi itu sendiri. Hasrat teokrasi lahir dari konfrontasi atas modernitas dengan cara-cara modern. 77
Tesis lama di Barat mengatakan bahwa fundamentalisme lahir dari ketidakmampuannya untuk menanggapi krisis-krisis yang ditimbulkan oleh modernisasi. Namun, perlu ditambahkan bahwa ketidakmampuan itu mendapat sumbangan dari beban sejarah kolonialisme atas negara-negara Islam dan dari ketimpangan global yang menghasilkan konflik utara-selatan dewasa ini. Melalui sikap antiliberal dan anti- Barat, Islamisme dapat dilihat sebagai dekolonisasi yang terlambat serta fanatisme, puritanisme, eksklusivisme, dan ekstremisme yang terkandung di dalam dogma dan yang praktisnya telah menjadikan Islamisme sebagai agama baru di tengah kemajemukan di dalam Islam itu sendiri. Fundamentalisme Islam merupakan sebuah ideologi yang berusaha untuk menetapkan kembali agama Islam sebagai sistem politik dalam dunia modern. Dalam pengertian ini, Islam menjadi suatu sistem organik total yang bersaing secara komprehensif dengan jangkauan ideologi serta sistem negara lain. Dalam Islam sendiri ada keanekaragaman, baik yang sudah mendunia, regional, maupun lokal. Sekularisasi dapat menjadi salah satu dari sejumlah makna yang menandai hubungan antara negara dan agama. Hasil pemantauan banyak paham menyatakan bahwa penolakan Islam terhadap sekularisme kuat sekali. Pada dekade kedua memasuki abad ke-20 Turki menjadi negara Islam pertama yang menyatakan sekularisme di negaranya. Padahal, negara itu selama berabad-abad menjadi pusat kesultanan Islam terbesar dunia. J ika dihadapkan dengan nilai Pancasila, sejak awal ketika mempersiapkan kemerdekaan, para pendiri bangsa (founding fathers) yang mengusulkan dasar negara tidak setuju Indonesia berdasarkan pada agama atau Islam walaupun lebih dari 90 persen warganya beragama Islam. Para pendiri bangsa memberikan solusi agar kepentingan Islam dapat disalurkan, antara lain, dibuktikan dengan usulan Ir. Soekarno tentang sila mufakat, musyawarah, dan perwakilan. Dalam musyawarah dan perwakilan inilah umat Islam dan umat beragama lain menyalurkan aspirasi kepentingannya untuk dimusyawarahkan dan dimufakatkan. Sementara itu, sila ketuhanan tidak memungkinkan bangsa Indonesia menganut sekularisme. Sila kebangsaan menganut paham negara semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua bukan hanya untuk satu golongan saja (agama, 78
suku, golongan). Pada peralihan abad ke-21 ini kemungkinan berkembangnya fundamentalisme Islam relatif besar akibat kebijakan Amerika Serikat yang kurang adil terhadap ekonomi dan politik di Timur Tengah. Amerika Serikat tetap menganakemaskan Israel yang menjadi musuh bebuyutan negara-negara Islam, tetangga Israel. Kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang ingin menguasai minyak di Timur Tengah dari hulu sampai hilir menimbulkan reaksi dari beberapa pengusaha Arab sehingga memunculkan gerakan Alqaeda. Kebijakan Amerika Serikat di Irak menimbulkan reaksi di negara Islam lainnya sehingga terjadi.perubahan besar politik di negara tersebut, antara lain, kemenangan Partai Hamas di Palestina dan munculnya kembali pemerintahan yang lebih fundamental di Iran. Kondisi di Irak sendiri belum dapat diprediksikan. Akan tetapi, jika Amerika Serikat tidak berhasil menurunkan tingkat pertentangan kelompok-kelompok agama di Irak dan terjadi perang saudara yang lebih radikal, akan timbul korban yang cukup besar di kedua pihak (Sunni dan Syiah). Pihak Amerikalah yang akan dipersalahkan oleh kaum fundamentalis sebagai penyebabnya. Semua isu negatif yang ditujukan ke Amerika Serikat merupakan vitamin bagi tumbuhnya fundamentalisme Islam di semua negara Islam jika ada yang memprakasainya. Kelompok fundamentalis di setiap negara Islam bisa saja diorganisasi secara mendunia oleh kelompok anti-AS tertentu. Latihan Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar 3 ini, cobalah kerjakan latihan berikut ini! 1. Pada era global yang ditandai dengan kemajuan pesat di bidang informasi dan transportasi, besar sekali kemungkinan masuknya nilai dari ideologi lain yang kurang cocok dengan Pancasila. Bagaimana peran dan fungsi Pancasila sebagai ideologi terbuka dalam menghadapi hal itu? 2. Semua fenomena kehidupan manusia memiliki kutub ekstrem positif dan kutub ekstrem negatif. Apa pun fenomenanya memiliki segi positif sekaligus segi negatifnya. Hal apa saja yang positif dari modernisasi yang melahirkan liberalisme dan apa saja yang negatif jika dihadapkan pada nilai-nilai Pancasila? 3. Fasisme dengan ciri partai massa, pemimpin yang kharismatik, dan propaganda 79
yang kuat, pernah ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia selama ini. Berikan contoh-contohnya! 4. Pada era Orde Baru Presiden Soeharto pernah secara resmi mengatakan Suka tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap, kita akan menerima liberalisasi ekonomi. Apakah hal itu merupakan tanda-tanda begitu besarnya peneterasi aliran liberalisme dalam sistem ekonomi Indonesia atau peringatan pada bangsa bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka siap menerima nilai baru yang harus disaring dalam filter Pancasila dan diarahkan sesuai dengan ajaran ideologi Pancasila? Beri tanggapan! 5. Kritik dari marxisme terhadap liberalisme memunculkan sosialisme demokratis dan demokrasi sosial. Nilai sosialisme demokratisme dan demokrasi sosial lebih dekat dengan nilai Pancasila. Marxisme sudah ada di Indonesia sejak 1912 dan sistem politik Indonesia pernah mengalami kedekatan dengan sistem liberal di era tahun 1950-an. Apakah kritik seperti di atas terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia di bidang politik terutama pada era 1950-an? Beri tanggapan! 6. Emansipasi wanita sebagai gerakan sudah muncul sejak abad ke-19 dan terus berkembang sampai saat ini. Peran wanita dalam pemerintahan sudah ada sejak zaman Majapahit dan terakhir pada masa Presiden RI kelima. Apakah pergerakan emansipasi ini sudah mengideologi dalam feminisme atau hanya berbentuk ikut-ikutan? Bagaimana dengan gerakan pencinta lingkungan di Indonesia, apakah sudah mengideologi atau merupakan gerakan yang ikut-ikutan? Beri tanggapan! 7. Pajak progresif dan kebijakan trickle down sempat disampaikan langsung oleh Presiden Soeharto kepada para konglomerat Indonesia. Kedua kebijakan ini muncul dalam kebijakan ekonomi kanan baru dalam aliran konservatisme. Kebijakan dapat muncul sebagai jawaban atas kritik marxisme pada sistem ekonomi liberal yang individualistis. Apakah kedua kebijakan tersebut bisa lolos dalam filter Pancasila sebagai ideologi terbuka dan diterapkan dalam sistem ekonomi Indonesia? Beri tanggapan! 8. Banyak pakar mengatakan bahwa identitas sebagai bangsa Indonesia makin turun. Untuk mengikutkan penanaman identitas perlu peningkatan kesadaran kekitaan meskipun hal itu bertentangan dengan Pancasila. Bagaimana cara meningkatkan identitas bangsa tanpa menimbulkan chauvinisme (kekitaan)? 80
9. Tidak satu pun anggota BPUPKI dari aliran agama Islam yang menyampaikan pidato usul dasar negara, tetapi dalam interupsi dalam pidato dan diskusi penyampaian Preambul Undang-Undang Dasar, peran mereka banyak sehingga muncul tujuh kata yang berwarna syariat Islam dalam sila pertama Pancasila. Namun, pada tanggal 18 Agustus dalam sidang pertama PPKI dimufakati bahwa ketujuh kalimat tersebut dihapus. Dalam perjalanan sejarah bangsa pengaruh dan tekanan untuk memasukkan syariat Islam dalam batang tubuh serta dalam aturan perundangan RI dan peraturan daerah sangat kuat. Bagaimana dengan otonomi khusus Aceh yang secara kontitusional bersyariat Islam dan bagaimana pula dengan isu-isu syariat Islam pada peraturan-peraturan daerah di pemerintahan daerah? Beri tanggapan! 10. Akhir-akhir ini kritik tajam kepada aparat pemerintah dan negara makin kuat sehingga dapat menimbulkan anomi dan alienasi dalam masyarakat yang memungkinkan berkembangnya sinisme dan apatisme. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat akan merasakan tidak ada gunanya punya negara. Apakah ini dapat diklarifikasikan sebagai anarkisme? Beri tanggapan! Petunjuk Jawaban 1. Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat berperan sebagai filter penyaring dan koridor pengarah dengan melaksanakan fungsi-fungsi, seperti sosialisasi, pemilahan, dan penilaian. 2. Baca lagi liberalisme terutama yang berkaitan dengan Pancasila! 3. Baca lagi fasisme terutama pada ciri-ciri fasisme! 4. Baca kembali liberalisme terutama pada kebebasan partai yang dikaitkan dengan isu-isu global dan Pancasila sebagai ideologi terbuka! 5. Baca kembali marxisme, terutama yang berkaitan dengan ketidakadilan liberalisme dan otokritik bagi liberalisme untuk berbenah diri. Baca lagi perkembangan marxisme di Indonesia pada saat Sneevliet mendirikan ISDV (Indische Sociaal- Democratische Vereniging), ketika Muso kembali dari Uni Soviet, dan menjelang G-30- S/PKI! 6. Baca lagi feminisme dan ekologisme! 7. Baca lagi konservatisme, terutama pada aliran baru! 8. Baca lagi nasionalisme, terutama pada kekitaannya! 81
9. Baca lagi modul Lahirnya Pancasila serta Fundamentalisme! 10. Baca lagi anarkisme, terutama pada tuntutannya agar negara bubar!
11. Rangkuman Dalam pokok bahasan di atas telah diterangkan pokok-pokok ideologi dan ideologi politik serta Pancasila sebagai ideologi. Perkembangan modernisasi yang dimulai di Prancis dan Inggris melahirkan ideologi liberalisme, kapitalisme, individualisme, dan sekularisme. Sesuatu yang baru akan mendapat reaksi dan reaksi langsung muncul dari konservatisme serta marxisme yang berkembang menjadi ideologi sampai saat ini. Kritik-kritik marxisme pada liberalisme dijadikan otokritik bagi liberalisme untuk berbenah diri dan melahirkan demokrasi sosial dan sosialisme demokratis yang berkembang sebagai ideologi baru. Liberalisme membutuhkan negara untuk melindungi kepentingannya yang memunculkan reaksi dari anarkisme yang menolak adanya negara sekaligus liberalisme kapitalistis. Kritik marxisme terhadap modernisasi digunakan feminisme sebagai penindasan terhadap harkat perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan feminisme, kaum ekologis juga menilai bahwa akibat dari modernisasi dan industrilisasi, telah terjadi perkosaan manusia terhadap ibu bumi dan mereka berjuang menyelamatkan bumi dari kerusakan oleh manusia. Liberalisme yang lahir dari revolusi Perancis melahirkan juga nasionalisme yang demosentris. Hal itu bertentangan dengan ethnosentrisme serta chauvinisme pada fasisme yang ikut juga berkembang menjadi ideologi. Modernisasi melahirkan sekularisme yang mendapat tantangan kuat dari kelompok agama, terutama Islam sehingga lahir fundamentalisme Islam.
DAFTAR BACAAN Bacaan Utama Benge, Eugene J . Pokok-Pokok Manajemen Modern. Eatwell, Roger and Anthony Wright. Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer. Sekertariat Negara RI. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bacaan Pendukung yang Dianjurkan Naskah-Naskah Lemhannas RI 82
83
Kegiatan Belajar 4 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN IDEOLOGI NASIONAL
1. Hakikat dan Fungsi Ideologi Ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (atau masyarakat) untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya itu, seseorang menangkap yang dilihatnya benar dan tidak benar serta apa yang dinilai baik dan tidak baik. Demikian pula, ia akan menjalankan kegiatan-kegiatan sebagai perwujudan keseluruhan pengetahuan dan nilai yang dimilikinya. Dengan demikian, akan terciptalah baginya suatu dunia kehidupan masyarakat dengan sistem dan struktur sosial yang sesuai dengan orientasi ideologisnya. Namun, ini tidak berarti bahwa dunia kehidupan masyarakat semata-mata merupakan manifestasi ideologi karena ideologi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri lepas dari kenyataan hidup masyarakat. Ideologi adalah produk kebudayaan suatu masyarakat sehingga dalam arti tertentu juga merupakan manifestasi kenyataan sosial. Pada hakikatnya ideologi tidak lain adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya, yaitu ideologi dan kenyataan hidup masyarakat, terjadi hubungan dialektis sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memacu ideologi makin realistis dan di pihak lain mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi tidak hanya mencerminkan cara berpikir masyarakat, tetapi juga membentuk masyarakat menuju cita-cita. Dengan demikian, terlihatlah bahwa ideologi bukanlah sekedar pengetahuan teoritis belaka, melainkan merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan satu pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya. Makin mendalam kesadaran ideologis seseorang, makin tinggi pula rasa komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tecermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati dalam hidup 84
bermasyarakat. Dengan demikian, fungsi ideologi adalah memberikan a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian di alam sekitarnya; b. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia; c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak; d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya; e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan; serta f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, dan memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
2. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional . Sebagai ideologi nasional, Pancasila berfungsi menggerakkan masyarakat untuk membangun bangsa dengan usaha-usaha yang meliputi semua bidang kehidupan. Pancasila tidak menentukan secara apriori sistem ekonomi dan politik, tetapi sistem apa pun yang dipilih harus mampu menyalurkan aspirasi utama tersebut di atas. Sebagai ideologi nasional, Pancasila yang pada dasarnya menampilkan nilai- nilai universal, menunjukkan wawasan yang integral-integratif dan sebagai ideologi modern mampu memberikan gairah dan semangat yang tinggi. Berbeda dengan ideologi-ideologi Barat, Pancasila yang dilahirkan dalam budaya dan sejarah peradaban timur sangat menjunjung tinggi peran religiusitas yang justru sangat didambakan dalam alam kehidupan dan peradaban teknokratis sekarang ini. Dimensi religius membebaskan manusia dari dominasi kebendaan dengan menunjukkan transendensi terhadap-Nya melalui pemaknaan yang spiritual sehingga tidak akan kering kehabisan inspirasi dan bahkan menawarkan harapan dan perspektif ke depan. Sementara itu, dimensi etis mempertahankan manusia dalam memiliki harkat 85
dan martabatnya dan memperjuangkan terwujudnya kemanusiaan dan keadilan di dunia. Dengan demikian, Pancasila menawarkan solusi terhadap krisis dunia dengan menjaga keutuhan manusia sebagai pribadi di tengah keramaian peradaban dunia yang sedang mengalami proses alienasi kultural. Salah satu peran Pancasila yang menonjol sejak permulaan penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri sendiri. Sebagaimana kita ketahui, kondisi masyarakat sejak permulaan hidup kenegaraan adalah serba majemuk. Masyarakat Indonesia bersifat multietnis, multireligius, dan multiideologis. Kemajemukan tersebut menunjukkan adanya berbagai unsur yang saling berinteraksi. Berbagai unsur dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat merupakan benih-benih yang dapat memperkaya khazanah budaya untuk membangun bangsa yang kuat, tetapi sebaliknya dapat memperlemah kekuatan bangsa dengan berbagai percekcokan dan perselisihan. Oleh karena itu, proses hubungan sosial perlu diusahakan agar berjalan secara sentripetal agar terjadi apa yang menjadi populer dalam tahun-tahun pertama perjuangan, yaitu samenbundeling van alle krachten (persatuan bersama semua kekuatan). Di samping itu, kemerdekaan bangsa Indonesia dicapai lewat revolusi. Penggalangan kekuatan tersebut sangat diperlukan untuk membekali bangsa Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah dan mengusirnya dari bumi nusantara. Dengan melihat situasi bangsa sedemikian itu, masalah pokok yang pertama kali harus diatasi pada masa itu adalah bagaimana menggalang persatuan dan kekuatan bangsa yang sangat dibutuhkan untuk mengawali penyelenggaraan negara. Dengan kata lain, nation and character building merupakan prasyarat dan tugas utama yang harus dilaksanakan. Dalam konteks politik inilah Pancasila dipersepsikan sebagai ideologi persatuan. Pancasila diharapkan mampu memberikan jaminan terhadap perwujudan misi politik itu karena merupakan hasil rujukan nasional sehingga setiap kekuatan sosial masyarakat merasa terikat dan ikut bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian, Pancasila berfungsi pula sebagai acuan bersama untuk memecahkan perbedaan serta pertentangan politik di antara golongan dan kekuatan politik. 86
Karena urgensi untuk memecahkan masalah-masalah politik selama dua dasawarsa dalam penyelenggaraan negara, Pancasila dipersepsikan sebagai sintesa atau perpaduan yang mempersatukan berbagai sikap hidup yang berada di tanah air. Berbagai aliran dan pendirian yang berbeda dipertemukan dalam Pancasila. Pancasila menyediakan arena yang di satu pihak memberikan keleluasaan bergerak, tetapi di pihak lain memberikan patokan moral yang tidak boleh dilanggar. Pancasila dapat diinterpretasikan secara luas. Akan tetapi, bagaimana pun luasnya Pancasila tidak dapat diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga meliputi pengertian yang bertentangan. Sebaliknya, Pancasila tidak dapat dipersempit sehingga menjadi monopoli golongan masyarakat tertentu saja. Persepsi tersebut di atas dapat diperjelas dengan gagasan Bung Karno yang mengemukakan ibarat wadah dan isi (1953). Negara adalah suatu wadah yang dapat diisi apa pun. Karena negara RI disusun berdasarkan Pancasila, apa pun isi yang dituangkan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bagaimana pun juga, persepsi demikian memberikan implikasi-implikasi tertentu. Dalam alam pikiran tersebut, Pancasila merupakan ideologi nasional yang meliputi dan memayungi segenap orientasi di dalamnya. Artinya, adanya pandangan- pandangan hidup di dalam masyarakat diakui dan dibenarkan untuk berkembang, baik dengan mengeksplisitkan potensi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maupun melalui akulturasi. Pengembangan itu diperlukan untuk memperkuat kebudayaan daerah sebagai sarana artikulasi masyarakat. Di samping itu, eksistensi pandangan- pandangan hidup tersebut diperlukan pula untuk mengisi dan memperkaya ideologi nasional dalam menjalankan fungsinya untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks pemahaman seperti itulah kebudayaan nasional yang menurut penjelasan UUD 1945 merupakan rangkuman dari puncak-puncak kebudayaan itu diharapkan menumbuhkan saling pengertian dan saling penghargaan yang sangat diperlukan dalam kancah hidup bersama. Berkaitan dengan hal itu, persepsi politik yang memberikan pembenaran hak hidup bagi pandangan-pandangan hidup dalam rangka mengisi ideologi nasional pada khususnya dan pembenaran eksistensi kebudayaan daerah dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional pada umumnya membuka pula peluang 87
terjadinya berbagai interpretasi subjektif yang diberikan oleh setiap kekuatan sosial politik. Berbagai interpretasi itu di satu pihak dapat benar-benar memperkaya ideologi nasional dan kebudayaan nasional, tetapi di lain pihak bisa juga memperkosanya karena memaksakan suatu pandangan subjektif tertentu demi kepentingan-kepentingan politik tertentu. Pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila adalah doktrin revolusi sebagaimana tercatat dalam sejarah adalah contoh pemerkosaan yang dimaksudkan. Lebih lanjut, interpretasi subyektif dapat mencerminkan suatu paham serta golongan tertentu yang nyata-nyata keluar jalur karena tidak adanya keserasian antara pahamnya dan nilai-nilai Pancasila atau menganggap Pancasila semata-mata sebagai perangkat sopan santun belaka, seperti tecermin dalam adanya pemberontakan-pemberontakan pada masa lalu. Dengan kata lain, suatu pandangan hidup sebagai subideologi ditampilkan sebagai tandingan terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional dan memaksanya dengan kekuatan fisik. Penampilan Pancasila sebagai ideologi persatuan telah menunjukkan relevansi dan kekuatannya dalam dua dasawarsa sejak permulaan kehidupan dan penyelenggaraan negara RI. Pancasila merupakan filsafat politik. Rakyat Indonesia telah dibangun dengan kesadaran yang kuat sebagai bangsa yang memiliki identitas dan hidup bersatu dalam jiwa nasionalisme dan patriotisme. Namun, terlihat adanya kelemahan dalam persepsi dalam periode tersebut. Kemiskinan yang parah dan berlarut-larut kurang mendapatkan perhatian dan kurang ditanggulangi. Rakyat yang sejak lama mengharapkan perbaikan hidup kurang ditanggapi. Situasi demikian ditangkap oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai peluang dengan memanfaatkan serta mengangkatnya sebagai isu politik utama. Kejelian ini memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa organisasi politik yang tidak lama sebelumnya telah mengadakan pemberontakan di Madiun yang dalam waktu singkat dapat menarik dukungan berjuta- juta orang di belakangnya.
3. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapinya. Kemajuan 88
ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi, dan pesatnya perkembangan sarana komunikasi membuat dunia makin kecil dan interdependensi di kalangan bangsa- bangsa di dunia menguat. Ini berarti bahwa pembangunan nasional tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor dalam negeri, tetapi juga banyak dipengaruhi oleh faktor- faktor yang berkaitan dengan modal. Bangsa Indonesia yang sedang sibuk membangun dengan usaha memecahkan masalah-masalah dalam negeri, seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial, mau tidak mau terseret ke dalam jaringan poltik dunia yang makin dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi raksasa. Globalisasi ekonomi jelas memberikan dampak yang cukup jauh, baik dalam bentuk ancaman ketergantungan yang mempersulit usaha bangsa menuju kemandirian maupun dalam bentuk pemupukan modal di kalangan kelompok elite yang tidak selalu sejalan dengan kebijaksanaan pemerataan kesejahteraan. Hal itu semua menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk bertahan hidup, yaitu tantangan untuk memiliki cara hidup dan tingkat kehidupan yang wajar secara manusiawi dan adil. Tantangan itu hanya bisa diatasi apabila bangsa Indonesia di satu pihak tetap mempertahankan identitasnya dalam ikatan persatuan nasional dan di pihak lain mampu mengembangkan dinamikanya agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dinamika tersebut mengandalkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap proses kehidupan yang baru dan berinovasi untuk menciptakan kualitas kerja dan kualitas produk yang makin baik. Daya saing masyarakat hanya akan meningkat apabila sikap yang rasional, kritis, dan kreatif di kalangan masyarakat selalu dipupuk. Untuk menjawab tantangan tersebut, jelaslah Pancasila perlu tampil sebagai ideologi terbuka karena ketertutupan hanya akan membawa kemandekan. Keterbukaan tidak berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkret sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru. Suatu ideologi adalah terbuka, sejauh tidak dipaksa dari luar, tetapi terbentuk justru atas kesepakatan masyarakat sehingga merupakan milik masyarakat. Sebaliknya, ideologi tertutup memutlakkan pandangan secara totaliter sehingga masyarakat tidak mungkin mengambil jarak terhadapnya dan tidak mungkin memilikinya. Bahkan, masyarakat dan martabat manusia akan 89
dikorbankan untuknya. Dalam idelogi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang bersifat mendasar dan tidak langsung bersifat operasional sehingga setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu datang silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa penjabaran ideologi dilaksanakan melalui interpretasi dan reinterpretasi yang kritis. Di situlah dapat ditunjukan kekuatan ideologi terbuka, sebuah hal yang tidak didapatkan dalam ideologi tertutup, karena memiliki sifat yang dinamis dan tidak akan membeku. Sebaliknya, ideologi tertutup mematikan cita-cita atau nilai-nilai dasar dan hanya mampu menunjukkannya sebagai fosil-fosil yang mati. Dalam menjabarkan nilai-nilai dasar Pancasila agar menjadi makin operasional sehingga makin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dewasa ini, perlu diperhatikan beberapa dimensi yang menunjukkan ciri khas dalam orientasi Pancasila. Sekurang-kurangnya ada tiga dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi teleologis yang menunjukkan bahwa pembangunan mempunyai tujuan, yaitu mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945. Hidup bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi bergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan usaha manusia. Dengan demikian, dimensi ini menimbulkan dinamika dalam kehidupan bangsa. Kehidupan manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah yang bergantung pada kekuatan produksi sebagaimana dikemukakan pandangan marxisme. Manusia terlalu tinggi derajatnya untuk sepenuhnya hanya ditentukan oleh faktor ekonomi. Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai semangat, dan mempunyai niat ataupun tekad. Oleh karena itu, manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, niat ataupun tekadnya itu ke dalam kenyataan dengan daya kreasinya. Dimensi kedua adalah dimensi etis. Ciri ini menunjukkan bahwa dalam Pancasila martabat manusia mempunyai kedudukan yang sentral. Seluruh proses dalam pembangunan diarahkan untuk mengangkat derajat manusia melalui penciptaan untuk kehidupan yang manusiawi. Ini berarti bahwa pembangunan yang manusiawi harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya. Di pihak lain, manusia pun dituntut untuk bertanggung jawab atas usaha dan pilihan yang 90
ditentukannya. Dimensi etis menuntut pembangunan yang bertanggung jawab. Dimensi ketiga adalah dimensi integral -integratif. Dimensi ini menempatkan manusia tidak secara individualistis, tetapi dalam konteks strukturnya. Manusia adalah pribadi, tetapi juga relasi. Oleh karena itu manusia harus dilihat dalam keseluruhan sistem yang meliputi masyarakat, dunia, dan lingkungannya. Pembangunan diarahkan bukan saja kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan kualitas strukturnya. Hanya dengan wawasan yang utuh seperti itu keseimbangan hidup bisa terjamin. Berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik beberapa simpulan untuk menjadi arahan dalam usaha menjabarkan Pancasila secara operasional. Penjabaran Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu memikirkan terciptanya struktur proses berikut ini dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat dalam menyongsong tahap tinggal landas. Pertama adalah perlunya dinamisasi kehidupan masyarakat. Hal itu diperlukan agar bertumbuh mekanisme sosial yang mampu menanggapi permasalahan dengan daya-daya inovasi, kreasi, dan kompetisi. Kedua adalah perlunya demokratisasi masyarakat yang mampu membentuk setiap warga negara dewasa dan mampu untuk bertindak berdasarkan keputusan pribadi dan tanggung jawab pribadi. Kedewasaan demokratis tecermin dalam kesanggupan sikap insan untuk melihat masalah di lingkungannya, menganalisisnya, mengambil keputusan, dan berani melaksanakan pilihannya secara bertanggung jawab. Ketiga, perlu terjadinya fungsionalisasi atau refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat. Suatu sistem kehidupan mempunyai bagian-bagian yang menjalankan fungsinya masing-masing. Tidak berfungsinya satu bagian akan mengganggu kelancaran seluruh sistem sehingga tidak berjalan secara wajar. Namun, beban yang berlebihan pada satu bagian akan mengganggu pula arus gerak sistem secara keseluruhan. Diperlukan koorperasi dan koordinasi yang hidup dan seimbang di antara bagian-bagian sistem masyarakat. Keempat adalah perlunya dilaksanakan institusionalisasi nilai-nilai, yang membuat seluruh mekanisme masyarakat berjalan dengan wajar dan sehat. Kekuatan dan dinamika kehidupan masyarakat tidak hanya tercipta dalam penghayatan nilai-nilai yang luhur, tetapi harus disertai dengan pelembagaan nilai-nilai luhur tersebut dalam 91
berbagai bidang kehidupan sehingga terjadi hubungan yang saling mendukung antara aktor (sebagai pelaku) dan struktur (sebagai jaringan yang mengondisikannya).
4. Tantangan Aktualisasi Pancasila Pancasila pada hakikatnya adalah ideologi humanis yang bercirikan emansipatoris. Sebagai ideologi Pancasila mempunyai daya kekuatan yang menggerakkan masyarakat agar menjalankan tindakan-tindakan riil dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan aspirasi nilai-nilai yang dikandungnya. Tindakan-tindakan itu bersifat emansipatoris karena pada dasarnya merupakan langkah pembebasan bangsa dari berbagai bentuk penjajahan, penindasan, kekerasan, dan dominasi. Berkaitan dengan hal itu, harus disadari bahwa kita pun sekarang ini hidup dalam zaman global. Berkat penetrasi iptek, informasi, modal, dan media komunikasi, dunia kita sering disebut sebagai Global Village (Anthony Giddens), Borderless World (Kenichi Ohmae), ataupun bercirikan Space Compression (D. Harvey) beserta arus kepentingannya yang menyebar ke pelosok-pelosok dunia pada umumnya. Ini berarti kalau tidak hati-hati karena tidak mampu bertahan karena kepribadian yang lemah, orang akan terombang-ambing oleh pengaruh arus global yang tentu saja membawa kepentingannya sendiri. Proses globalisasi yang menimbulkan tantangan dan ancaman bagi bangsa Indonesia dewasa ini adalah desakan konsumerisme (Baudrillard) yang melanda kehidupan bangsa bagaikan tsunami. Globalisasi membawa masyarakat dapat menyaksikan gedung-gedung menjulang dan hotel-hotel yang mewah untuk dihuni dan dikunjungi. Globalisasi juga mendorong mereka untuk mengagumi mal-mal yang penuh dengan komoditas yang dijajakan melalui etalase model pakaian ala Marks & Spencer, Nike dan Adidas, restoran-restoran bergengsi, seperti Starbucks, Kentucky Fried Chicken, dan McDonald serta iklan-iklan di layar TV serta pertunjukan-pertunjukan menarik melalui multimedia. Itu semua tidak sekadar menawarkan komoditas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi juga secara halus (tidak disadari) mendesakkan, bahkan memaksakan semuanya menjadi seakan-akan merupakan kebutuhan riil yang sebenarnya. Dengan demikian, masyarakat membeli gengsi dengan makan di restoran dan mal-mal tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat menjalani 92
kehidupan yang semu (Hyper Reality, Baudrillard) karena tidak hanya keputusan pribadi yang otentik dalam menentukannya, tetapi status yang dibentuk oleh faktor pengaruh dari luar melalui iklan dan tayangan yang tiada berkesudahan dan menjadi ukuran semu pula. Dengan demikian, masyarakat tidak menyadari telah dikelabui oleh desakan serta pengaruh iklan dan media massa tersebut sehingga konsekuensinya membuat masyarakat makin konsumtif walaupun masyarakat pada dasarnya memang konsumtif pasif dan tidak mampu memproduksi bahan-bahan kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, bangsa Indonesia dibuat menjadi bangsa importir yang terpaksa hidup dari barang-barang kebutuhan yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian, masyarakat menjalani kehidupan yang palsu. Masyarakat dibuat hidup mewah karenanya walaupun sebenarnya miskin. Ancaman konsumerisme ini terletak dalam kenyataan bahwa kekuatan-kekuatan perusahaan ekonomi merupakan pemegang kekuatan global yang mampu menjadikan konsumerisme sebagai alat untuk mendatangkan keuntungan dengan mengeksploitasi kondisi bangsa-bangsa miskin yang bergantung kepada kekuatan-kekuatan ekonomi global tersebut. Dengan kata lain, konsumerisme menjadi alat untuk mempertahankan dominasi kekuatan ekonomi global terhadap bangsa-bangsa yang menderita itu. Oleh karena itu, agar masyarakat dapat hidup bebas sesuai dengan jati diri serta hidup otentik, sepatutnya bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukannya. Bangun artinya menggalang kekuatan untuk mencegah konsumerisme dan ketergantungan tersebut dengan membuat bangsa berorientasi kepada kerja yang produktif. Kerja produktif tidak sekadar meneruskan cara kerja masyarakat secara tradisional, tetapi juga meningkatkan kualitas kerja yang rasional. Ini berarti menumbuhkan etos kerja yang menjadi andalan masyarakat produktif. Melalui proses itu, bangsa Indonesia akan menghargai hasil karyanya sendiri dan mempunyai percaya diri karena etos kerja adalah wujud yang mencerminkan perkembangan dan peningkatan harkat bangsa sebagai manusia. Dengan meninggalkan bentuk kehidupan yang palsu dan semu itu, bangsa Indonesia akan kembali sebagai bangsa yang sadar akan harkatnya sendiri untuk mampu bersaing. Namun, semua itu adalah suatu tekad dan satu niat yang penting. Untuk itu, ada tantangan berat yang harus diatasi terlebih dahulu, yaitu menghadapi ancaman oportunisme karena secara kultural paham itu merupakan akar 93
keterpurukan bangsa dewasa ini. Sikap oportunistik yang sudah merambah ke mentalitas kaum elite masyarakat Indonesia berakibat melemahkan daya ketahanan bangsa dari dalam, membuyarkan rasa komitmen nasional, merenggangkan solidaritas terhadap sesama warga, dan, dengan demikian, membiarkan kesatuan dan keutuhan bangsa sebagai formalitas belaka. Itu semua terjadi karena diawali dengan anggapan yang tidak memperhatikan dan bahkan mengingkari prinsip-prinsip sebagai norma hidup yang harus ditaati, dengan menyatakan bahwa setiap perbuatan adalah baik selama berguna bagi seseorang dan bermanfaat bagi pencapaian kepentingan pribadinya. J adi, pada dasarnya tidak ada nilai-nilai dasar, termasuk nilai-nilai Pancasila yang wajib diterima untuk mengatur kehidupan secara normatif. J elaslah sikap yang pragmatis itu membuka lebar-lebar merajalelanya nafsu serakah di segala bidang, keserakahan untuk memiliki harta benda (hebzucht), keserakahan untuk berkuasa (heerzucht); dan keserakahan untuk dihormati (eerzucht) (I. Kant). Dengan memprioritaskan nafsu keserakahan itu dalam perilaku serta peri kehidupan, timbul anggapan bahwa tujuan menghalalkan segala cara, tiada nilai-nilai moral sebagai pedoman hidup, dan tiada hati nurani diindahkan lagi karena kesadaran moral sudah tumpul dan bahkan punah. Kondisi oportunistik semacam itu mendorong seseorang untuk bertindak tidak jujur, tidak adil, dan bahkan bertindak semena-mena dengan menyalahgunakan wewenang, menjalankan KKN, dan tidak segan-segan menjalankan kekerasan dan kriminalitas. Disposisi mental seperti itu membuat seseorang mudah berbohong, munafik, sanggup berkhianat terhadap rekan sahabatnya, hingga tega menjual bangsa dan tanah airnya. Pada kenyataannya ia kehilangan martabat serta harga diri sebagai manusia. Meskipun dikelilingi oleh kekayaan serta jabatan berlimpah, ia tetap bukan lagi manusia yang sebenarnya. Itulah bahaya oportunisme yang dapat menyebabkan bangsa dan negara terpuruk sampai ke titik yang rendah hanya karena ulah elite masyarakat, elite politik, dan elite kepemimpinan bangsa tertentu yang tenggelam dalam kubangan oportunistik. Mampukah bangsa Indonesia yang terjangkit oleh wabah penyakit oportunisme ini menghadapi ancaman konsumerisme untuk bisa bangun kembali? Perlu disadari bahwa kondisi oportunistik ini memberi peluang yang makin besar bagi dominasi 94
kelompok kepentingan global terhadap kelompok bangsa-bangsa yang miskin, menderita, dan tersingkir. Oleh sebab itu, kalau kita ingin mengatasi keterpurukan bangsa dan berhasil membangun bangsa seutuhnya, kita perlu mengusahakan peningkatan ketahanan budaya bangsa dan mengintegrasikannya dengan bentuk- bentuk ketahanan di bidang lainnya melalui tindakan-tindakan komunikatif (Habermas) dalam praksis sebagai wujud kenyataan riil yang berinspirasikan pengetahuan dan kehendak emansipatoris. Fragmentasi ketahanan bangsa dalam setiap bidang kehidupan berakibat fragmentasi pula dalam keberhasilan pembangunan. Adapun pembentukan ketahanan budaya berarti menjalankan reorientasi semangat dan cita-cita moral Pembukaan UUD 1945 yang intinya memperjuangkan pembebasan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. J ustru karena itu kita hidup pada zaman global ketika masalah dan tantangan baru harus direinterpretasi dengan tepat sehingga bisa ditemukan arahan kebijakan-kebijakan nasional secara benar dan relevan. Pembebasan adalah proses usaha melepaskan diri dari berbagai dominasi dan ketergantungan menuju pembentukan sikap yang mencerminkan jati diri bangsa serta hidup bersama dalam interdependensi yang sehat. Selanjutnya, agar bisa dilakukan tindakan-tindakan serta langkah-langkah konkret secara bersama sebagai cerminan hasil dialog dan komunikasi, perlu diusahakan kembali, terutama di daerah masing- masing, tumbuhnya ranah publik atau public sphere (Habermas), yaitu suatu arena tempat komunikasi dan diskusi terbuka diselenggarakan secara teratur di antara berbagai unsur kekuatan sebagai kontrol sosial, seperti organisasi masyarakat, pers dan media massa, lembaga studi dan penelitian, dan perguruan tinggi untuk mencapai kesepakatan bersama sebagai wujud usaha pembebasan bangsa dari keterpurukannya.
5. Rangkuman Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan prinsip serta orientasi hidup bernegara yang diyakini mampu menggerakkan bangsa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Sesuai dengan maknanya yang universal, ideologi Pancasila bersifat terbuka yang artinya tidak boleh primordial ataupun eksklusif, tetapi harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia untuk kepentingan bersama. 95
Dalam memecahkan masalah-masalah dalam negeri dan menghadapi tantangan global, ideologi Pancasila harus mampu menjalankan fungsinya yang emansipatoris, seperti mencegah pengaruh konsumerisme, memberantas oportunisme, serta sekaligus meningkatkan etos kerja dan mendorong tindakan-tindakan yang meningkatkan komunikasi masyarakat dalam institusi-institusi sosial.
Latihan J awablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas! 1. Uraikan pengertian ideologi dan fungsinya dalam masyarakat! 2. Apa ciri-ciri khas Pancasila sebagai ideologi nasional? 3. J elaskan perbedaan antara ideologi tertutup dan ideologi terbuka serta berikan contohnya! 4. Apa ciri-ciri mendasar Pancasila yang harus menjadi acuan untuk penjabaran ideologisnya ke dalam bidang-bidang kehidupan bangsa? 5. Apa tantangan aktualisasi Pancasila dalam pembangunan bangsa dan negara RI? 6. Uraikan tentang perlunya wawasan kebangsaan dan pendidikan wawasan kebangsaan dewasa ini!
96
Daftar Bacaan Bacaan Utama
Poespowardojo, Soerjanto. 1990. Pancasila Sebagai Ideologi dari Segi Pandangan Hidup Bersama. J akarta: BP-7 Pusat. _____. Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Filosofis Humaniter. Makalah dalam Simposium Kewaspadaan dan Tannas, Bandung, 2 Mei 2005.
Bacaan Pendukung Budi Hardiman, Fransisco. 1990. Kritik dan Ideologi, Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Bell, Daniel. 1962. The End of Ideology. Cambridge, Masschusetts, and London: Harvard University Press. Baudrillard, J ean. 1998. The Consumer Society. London: Myths and Struc. Eagleton, Terry. 1981. Ideology an Introduction. London, NY: Verso. Gidden, Anthony. 2000. Sociology. Policy Press. Gray, J ohn. 1993. Post-Liberalism, Studies in Political Thought. London and New York: Routledge. Habermas. 1962. The Structure Transformation of the Public Sphere. _____. 1984. Theory of Communicative Action. Horkheimer, Max. 1976. Traditional and Critical Theory dalam Paul Connerton (ed.), Critical Sociology. Hardmondsworth, Middle Sex. Horkheimer, Max and Th. W. Adomo. 1973. Dialectic of Enlightenment. London. Kenichi Ohmae. 1994. The Borderless World, Power and Strategy in the Global Marketplace. London: Harper Collins Publishers. Mangunwijaya, YB. 1983. Teknologi dan Dampak Kebudayaannya (Volume I). J akarta: 97
Yayasan Obor Indonesia. Poespowardojo, Soerjanto. 1989. Filsafat Pancasila. Sebuah Pendekatan Sosio- Budaya. J akarta: PT Gramedia. Rawls, J ohn A. 1973. Theory of Justice. New York: Oxford Univ. Press. Slavojzizek (ed). 1994. Mapping Ideology. London, New York: Verso. Soekarno. 1959. Di Bawah Bendera Revolusi I dan II. J akarta. Toffler, Alvin. 1970. The Third Wave. Toronto, New York, London, Sydney, Auckland: Bantam Books. Sekretariat J enderal MPR RI (2002) dan Setkab RI (2004). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bacaan yang Dianjurkan Naskah-Naskah Lemhannas RI
98
Kegiatan Belajar 5 1. PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Arus globalisasi dan gelombang reformasi dalam berbagai bidang telah mengakibatkan terjadinya perubahan masyarakat yang sangat cepat dan seringkali menimbulkan terjadinya benturan di masyarakat. Iklim keterbukaan dan kebebasan yang menyertainya melahirkan berbagai peristiwa sosial, politik, dan kebudayaan yang berpengaruh cukup signifikan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Terjadinya penurunan moral bangsa, munculnya fenomena kekerasan, munculnya sikap-sikap yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, merebaknya pemahaman agama secara ekstrem dan fanatis, serta merebaknya konflik-konflik di sejumlah daerah dan permasalahan sosial lainnya dapat dijadikan indikasi bahwa ideologi negara di negeri ini sudah memudar dan menunjukkan adanya masalah identitas yang mengancam keutuhan bangsa dan jalannya demokrasi. J ika dicermati, berbagai rangkaian peristiwa politik, sosial, ekonomi, dan keamanan akhir-akhir ini menandakan memudarnya ideologi nasional sehingga berbagai pihak sering mempertanyakan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Pokok permasalahannya adalah bahwa kita tidak menyadari adanya perang ideologi yang dibarengi dengan perang kepentingan di dunia yang menjadikan negara- negara sedang berkembang, termasuk Indonesia sebagai wilayah atau medan peperangan tersebut. Perang ideologi dan perang kepentingan yang meliputi politik, ekonomi, dan sosial budaya itu terjadi sekaligus dan saling berkaitan. Negara-negara industri yang haus untuk mengeksploitasi habis sumber-sumber ekonomi negara berkembang memaksa negara-negara lain mengikuti arus globalisasi. Dalam arus globalisasi itulah negara-negara tertentu memaksa negara-negara lain untuk mengikuti cara berpikir serta sistem politik, sosial, dan ekonomi mereka. Demokrasi, baik yang diusung oleh kaum demokrat liberal maupun demokrat sosial (sosdem) dijajakan secara setengah paksa terhadap negara atau masyarakat dunia ketiga dengan bungkus globalisasi. 99
Negara-negara sedang berkembang dianggap terbelakang secara ekonomi jika tidak mengikuti sistem politik, ekonomi, dan sosial mereka. Respons negara-negara berkembang terhadap tekanan tersebut berlainan satu sama lain. Sebagian tetap tegar pada ideologi dan sistem sendiri dengan cara mengisolasi atau melakukan penyesuaian-penyesuaian, tetapi tetap berpegang teguh pada konsep nasional masing- masing. Sebagian lagi mengikuti apa yang menjadi kemauan negara-negara besar karena tidak tahu cara melepaskan diri dari jerat negara-negara besar tersebut. Sebagian negara atau masyarakat lain mempunyai kesadaran untuk melawan kemauan negara-negara Barat. Mereka yang melawan ini dibagi menjadi dua, yakni mereka yang berperang habis-habisan dengan keyakinan untuk menghancurkan negara-negara besar sebagai satu-satunya jalan untuk melepaskan cengkeraman ideologi Barat. Alqaeda dan sejenisnya dapat digolongkan ke dalam kelompok ini. Kelompok lain yang berusaha melawan Barat adalah kaum nasionalis di berbagai negara yang berusaha menahan arus tekanan Barat di segala bidang dengan cara membangkitkan segenap kekuatan spiritual dan material bangsa agar bangsa tersebut tetap bertahan dan tetap bermartabat serta berkepribadian. Ideologi besar dunia yang diwakili demokrasi liberal dan demokrasi sosial saling bersaing untuk menyulap dunia ketiga sebagai bagian dari mereka. Alqaeda dan sejenisnya yang menjadikan Islam sebagai ideologi perjuangan dan jihad qital (jihad dalam pengertian membunuh) sebagai metode perjuangan dianggap sebagai musuh bersama oleh kaum demokrasi liberal dan demokrasi sosial. Jihad qital sebagai ideologi perlawanan terhadap Barat bukanlah monopoli kelompok muslim ekstrem, tetapi juga diminati oleh orang-orang nonmuslim yang menentang paham-paham liberal dan sosialis, misalnya berbagai kasus aksi teror yang digerakkan oleh orang-orang Barat yang sebelumnya memeluk agama Kristen, kemudian masuk Islam. Indonesia sebagai kawasan dengan potensi sosial dan ekonomi yang sangat besar menjadi ajang peperangan mereka. Secara tidak disadari sebagian masyarakat kita telah menjadi sekutu ketiga ideologi tersebut. Tidak sedikit para elite nasional secara lantang menyuarakan kepentingan dari paham demokrasi liberal dan demokrasi sosial tanpa saringan. Mereka yang sangat berupaya ingin menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis tanpa mempertimbangkan hajat hidup rakyat banyak sebagaimana 100
amanat konstitusi adalah salah satu contoh pengikut atau mereka yang terpengaruh paham demokrasi liberal. Sementara itu, mereka yang sering meneriakkan referendum di daerah konflik merupakan contoh mereka yang menjadi pengikut demokrasi sosial. Sesungguhnya demokrasi liberal dan demokrasi sosial mengandung nilai positif sepanjang aplikasinya sesuai dengan nilai yang tumbuh di masyarakat. Akan tetapi, manakala nilai dan aspirasi masyarakat diabaikan sebagaimana contoh di atas, kedua paham tersebut menjadi sumber permasalahan di negara ini. Mengabaikan muatan nasional dan lokal dalam penerapan suatu ideologi sama dengan mempersilakan pihak asing menguasai jalan pikiran kita. Baik negara-negara Barat yang mengikuti demokrasi liberal maupun demokrasi sosial sebenarnya mempunyai tujuan sama, yakni agar pengaruh dan penguasaan atas sumber-sumber ekonomi di Indonesia dapat mereka raih. Lawan kelompok demokrasi tersebut adalah mereka yang mempergunakan simbol-simbol Islam sebagai slogan perjuangan yang sebagian di antaranya tampil secara vulgar dalam bentuk aksi teror. Sebagian yang lainnya melakukan perlawanan dengan saluran sosial dan politik dengan mengadopsi paham-paham radikal Islam Timur Tengah. Benturan ketiga ideologi dari luar itulah yang memengaruhi kehidupan politik dan keamanan di negeri ini. Kalau tidak hati-hati menyikapinya, bukan tidak mungkin Indonesia terhapus dari peta dunia. Terorisme yang tidak dapat dikendalikan akan mendorong campur tangan negara asing, bahkan mungkin dalam bentuk fisik. Liberalisme tanpa batas akan menimbulkan anarki dan kekacauan di segala bidang, sedangkan gagasan-gagasan pengikut sosdem tentang referendum dan disentralisasi yang sangat besar tanpa dilandasi oleh pemerintahan nasional yang efektif akan menyebabkan disintegrasi nasional. 2. Anatomi Konflik (Kepentingan) Ideologi. Kaum demokrat liberal menghendaki negara-negara dunia ketiga melakukan perubahan sistem politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Perubahan sistem politik didasarkan pada prinsip- prinsip demokrasi Barat, seperti otonomi yang seluas-luasnya, jika perlu, pemisahan daerah tertentu dari NKRI. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan-kepentingan ekonominya dapat masuk ke beberapa daerah tertentu dengan mudah karena 101
mempunyai daya tawar lebih besar daripada kalau menghadapi pemerintah pusat yang kuat. Bahkan, mereka terus berupaya mengurangi dominasi negara yang dianggap membatasi kebebasan masyarakat dalam berpolitik, misalnya dengan penghapusan kewenangan negara untuk membubarkan organisasi meskipun organisasi itu membahayakan bagi kelangsungan negara. Hal yang sama juga dilakukan oleh kaum demokrat sosial. Perbedaannya hanya terletak pada cara dan sarana yang dipakai dalam merebut pengaruh politik, menguasai sumber-sumber ekonomi, dan memengaruhi simpati dan pemikiran masyarakat. Tujuan dari kedua kaum demokrat tersebut adalah peranan negara yang terbatas dari peranan swasta yang kuat, terutama sektor bisnis serta membiarkan mekanisme pasar bekerja, melakukan deregulasi dengan mengurangi segenap restriksi pada industri, mencabut semua rintangan birokrasi perdagangan, dan mencabut atau menghilangkan tarif bagi perdagangan demi terjaminnya perdagangan bebas (free trade). Sebenarnya, selama pasar bebas dapat memberikan perlindungan terhadap masyarakat menengah dan kecil, tidaklah menjadi persoalan. Masalahnya adalah banyak elite yang sering mengabaikan kepentingan rakyat karena terlanjur terperangkap oleh pemikiran Barat. Dalam bidang sosial budaya mereka mengupayakan adanya kebebasan pers yang sangat luas dan liberalisasi kehidupan beragama yang berlebihan. Hal ini berpengaruh bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehingga pemikiran dan gaya hidup masyarakat tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai agama dan tradisi. Hal itu berdampak pada lunturnya jati diri bangsa yang selama ini menjunjung kehidupan yang relegius. Selain itu, desentralisasi yang berlebihan juga telah mendorong menguatnya rasa primordialisme atau semangat identitas kedaerahan yang mengancam integrasi bangsa. Semangat desentralisasi daerah yang berlebihan justru menjadi pemicu konflik horizontal yang dapat mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa. Apalagi semangat identitas kedaaerahan tersebut pada dasarnya tidak diiringi dengan kesiapan daerah tersebut dalam menjalankan pemerintahan sendiri dan menghadapi kepentingan pertarungan ideologi dunia. Adapun metode yang digunakan adalah melakukan tekanan ekonomi, pembentukan opini melalui media massa, dan pengendalian kaum intelektual dengan berbagai isu seperti hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, demokratisasi, dan 102
sederet isu turunannya. Tekanan-tekanan tersebut dilakukan baik melalui kebijakan luar negeri maupun melalui jalur-jalur non-governmental organization (NGO). Kebijakan embargo dan sejenisnya atau kebijakan dengan cara meminjam tangan lembaga- lembaga internasional, seperti IMF dan Bank Dunia merupakan alat untuk menekan negara-negara sedang berkembang. NGO-NGO asing melalui lembaga-lembaga pembiayaan (funding) mengikat NGO-NGO nasional untuk menyuarakan kepentingan mereka melalui perubahan UUD, UU, dan berbagai peraturan. Peranan perusahaan multinasional (multinational corporation) dalam hal ini juga tidak kecil, terutama dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi dan sekaligus pengendalian terhadap elite politik pusat dan daerah. Sekalipun secara ideologis keduanya paralel, yakni melebarkan sayap demokrasi, tetapi tidak diragukan lagi adanya benturan kepentingan di antara mereka. Kaum demokrasi liberal dalam menancapkan pengaruhnya di Indonesia menekankan pada terjadinya perubahan sistem politik dengan cara mempengaruhi kalangan DPR dan intelektual. Sementara itu, kaum demokrasi sosial memprioritaskan pada penguatan elemen-elemen masyarakat madani (civil society). Benturan di antara kaki tangan mereka sering terjadi, misalnya pengungkapan hal-hal negatif dari masing- masing kelompok, seperti kasus pencemaran lingkungan hidup PT Newmont. Contoh lain adalah kaum liberal mendorong pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Papua sebagai awal pembentukan sistem bikameral sebagai embrio negara federal. Sementara itu, kaum demokrat sosial tidak mau kalah dengan mendorong terwujudnya otonomi seperti model Aceh. Di pihak lain, berbagai kepentingan dari kedua kaum demokrat tersebut tidak selamanya memberikan kebaikan atau kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Titik balik dari berbagai kepentingan kaum demokrat liberal dan demokrat sosial adalah munculnya perlawanan yang tidak jarang dengan cara kekerasan. Salah satu perlawanan itu muncul dari kaum jihadi Indonesia yang menebarkan aksi terorisme. Kaum jihadi bersikeras menghilangkan pengaruh Barat, terutama Amerika Serikat. Teror atau jihad qital (jihad dalam pengertian membunuh) menjadi simbol dan metode perlawanan dalam memperjuangkan Islam yang kafah (totalistik) dan menegakkan syariat Islam sebagai hukum negara dan Islam sebagai dasar negara 103
sehingga cita-citanya adalah membangun negara Islam dan khilafah Islamiyah. Praktek keagamaannya cenderung puritanisme dan menentang nasionalisasi ajaran Islam sehingga mereka sangat memusuhi apa pun yang bersifat sekuler dari Barat. Kaum jihadi juga terus berupaya melakukan tekanan-tekanan sosial politik yang tidak jarang dilakukan dengan cara kekerasan untuk mengganggu stabilitas politik dan keamanan. Bentuk-bentuk teror mereka arahkan sebagai hantaman bagi kekuatan demokrasi dan penolakan terhadap sikap-sikap liberal dalam bidang moralitas, gaya hidup, dan politik. Untuk memperoleh pengaruh dan kekuatan massa, mereka membentuk kelompok- kelompok masyarakat Islam yang eksklusif. Keeksklusifan ini mengakibatkan diaspora sel-sel kaum jihadi dalam bentuk Islam militan atau ekstrem yang memolitisasi Islam sebagai ideologinya. Hal itu memungkinkan kaum jihadi melakukan interaksi dan membangun jaringan dengan kelompok-kelompok masyarakat Islam Timur Tengah yang memiliki kesamaan dalam misi dan garis perjuangan, terutama Alqaeda. J elas kiranya bahwa benturan ketiga ideologi luar itu menimbulkan ketidakstabilan. Teror sebagai metode melawan pengaruh demokrasi liberal dan demokrasi sosial dapat kita rasakan mudaratnya. Unjuk rasa tanpa alasan kuat di berbagai perusahaan yang bersifat nasional menghambat perekonomian. Berbagai produk perundang-undangan yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat, misalnya amandemen UUD 1945 yang kebablasan menimbulkan keresahan politik, bagi termasuk mereka yang pernah memperjuangkan perubahan tersebut. 3. Bagaimana Kaum Pancasilais Menghadapinya? Sejak era reformasi kaum Pancasilais terlena oleh proses demokratisasi karena tidak begitu memahami peta pertarungan ideologi dunia. Sebenarnya, sudah ada kesadaran untuk bangkit, tetapi ada ketakutan akan dianggap sebagi pendukung Orde Baru karena selama ini terdapat stigma bahwa Pancasila sama dengan Orde Baru. Bahkan, mereka terpecah-pecah dan tersebar ke dalam berbagai kekuatan politik. Oleh karena itu, perlu adanya langkah bersama dalam misi dan perjuangan yang terpadu untuk menghadapi pertarungan ideologi dunia tersebut agar keberlangsungan bangsa Indonesia yang bermartabat dan berkepribadian dapat diteruskan. Indonesia, dengan berlandaskan Pancasila sebagai ideologi terbuka, terus melakukan penyesuaian dan pengadopsian berbagai perkembangan yang positif dari 104
berbagai ideologi dunia. Oleh karena itu, penyaringan (filtering) dan penemuan kembali (reinvention) tradisi harus tetap dilakukan agar tidak tergilas dan terombang-ambing pertarungan politik global tersebut. Upaya penyaringan itu harus bersumber pada ideologi negara Pancasila yang telah menjadi falsafah negara dan menjadi konsensus bersama. Sebagai falsafah negara, Pancasila mempunyai nilai-nilai dasar yang dapat menjadi saringan ideologi luar negeri yang masuk karena kelima sila dalam Pancasila, yang merupakan satu kesatuan, pada dasarnya mengandung sejumlah nilai utama yang meliputi ciri khas bangsa Indonesia. Nilai dasar itu ternyata relevan dengan paradigma demokrasi. Singkatnya, Pancasila mengandung beberapa saringan (filter) yang diharapkan mampu menyaring arus masuknya ideologi dari luar, tetapi tidak menafikannya. Nilai-nilai tersebut, antara lain, adalah tauhid, toleransi, pluralisme, kemoderatan, dan keseimbangan. Pertama, dengan tauhid sebagai nilai pertama, kita menghayati keesaan Tuhan dari perspektif agama masing-masing dan tidak diperkenankan untuk melakukan perbandingan apalagi menilai agama lain. Ketauhidan ini tepatnya untuk membangun kehidupan yang religius berdasarkan nilai-nilai agama masing-masing dan tidak berarti harus menyamakan semua agama. Kedua, toleransi (tasamuh), terutama dalam kehidupan beragama dan bersuku bangsa akan meminimalkan terjadinya politisasi agama, radikalisme agama, dan primordialisme kedaerahan. J ika sikap keberagaman tidak memiliki nilai-nilai tasamuh, tentu akan terbentuk fanatisme yang berlebihan. Ketiga, pluralisme (taaddudiyah) merupakan pengakuan atas perbedaan agama, bangsa, suku, dan ras agar selalu berhubungan dan menjalin taaruf (komunikasi dan solidaritas) yang merupakan prasarana utama tegaknya toleransi. Keempat, kemoderatan (tawasuth) berkaitan dengan sikap keterbukaan bangsa Indonesia terhadap berbagai perkembangan dunia. Sikap modernisasi ini tidak berjalan sendiri. Selain berdasarkan prinsip-prinsip religius dan pluralistis, sikap tersebut juga dibarengi dengan keseimbangan (tawazun) dan keadilan. Kelima, keseimbangan (tawazun) memberikan batas bagi kebebasan (liberalisme) agar tidak kebablasan. Nilai tersebut sangat dibutuhkan agar tidak memunculkan sifat fanatisme, ekstremisme, dan radikalisme. 105
Berkaitan dengan hal itu, reorientasi dan reaktualisasi falsafah negara Pancasila lewat pendekatan tauhid, tasamuh, taaddudiyah, tawasuth, dan tawazun menjadi cukup kontekstual dan perlu dicoba untuk diimplementasikan dalam menghadapi dinamika ideologi dunia.
Orientasi Pancasila. Selain itu, perlu dicatat bahwa Pancasila juga merupakan landasan perubahan dan orientasi bagi pelaksanaan pembangunan selanjutnya, tetapi bukan untuk disalahgunakan demi membangun kekuasaan dan kepentingan yang sempit. Nilai-nilai Pancasila mencakup seluruh kebutuhan hak-hak dasar dan azasi manusia sehingga merupakan landasan dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang heterogen, baik dari aspek agama, etnis, ras, bahasa, golongan, maupun kepentingan. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan ideologi-ideologi dunia lainnya, orientasi Pancasila sangatlah berbeda sebagaimana diuraikan berikut. a. Pancasila merupakan orientasi kemanusiaan yang berarti bahwa bukan hanya sila kedua (kemanusiaan yang adil dan beradab), melainkan juga keempat sila lainnya merupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan itu sendiri yang melandasi seluruh kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan ideologi terbuka yang berorientasi pada kemanusiaan. b. Pancasila mengakui Tuhan sebagai pencipta dan sumber keberadaan serta menghargai penghayatan religius dalam masyarakat sebagai hal yang bermakna. Penghayatan religius yang terwujud dalam kehidupan keagamaan dan kepercayaan menunjukkan kelengkapan dan keutuhan manusia sebagai pribadi. c. Visi Pancasila tentang manusia selalu bersifat integral sebagai manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Kehidupan manusia tidak dapat direduksi ke dalam sektor ekonomi belaka, tetapi juga menemukan dasar infrastrukturnya di dalam bidang-bidang lain. Dengan demikian, pembangunan ekonomi harus direncanakan secara integral bersama bidang-bidang lain untuk mewujudkan perbaikan mutu hidup masyarakat. Pancasila melihat masyarakat lebih sebagai kenyataan budaya yang terungkap, baik secara infrastruktural maupun suprastruktural dalam berbagai kehidupan sosial, ekonomi, politik, 106
budaya, dan hankam. d. Pandangan Pancasila juga mengakui adanya beberapa tingkatan atau kelas di dalam masyarakat. Ini adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal. Di dalam masyarakat tentu terdapat perbedaan kepentingan yang apabila tidak diatur secara baik dapat mengakibatkan terjadinya sengketa atau perselisihan. Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa pertentangan sosial merupakan ciri yang melandasi hubungan masyarakat. Landasan hubungan masyarakat bukanlah permusuhan atau kebencian, melainkan kekeluargaan. Hal itu berarti bahwa sesama anggota masyarakat bukanlah musuh (konteks komunisme), bukan juga orang asing (konteks liberalisme), tetapi merupakan saudara dan partner untuk diajak bekerja sama dalam rasa solidaritas dan keterbukaan. e. Pandangan Pancasila tentang hak milik pribadi pada dasarnya diakui sebagai faktor yang diperlukan untuk perkembangan pribadi manusia dan penjagaaan mobilitas masyarakat. Akan tetapi, hak milik tersebut juga mempunyai fungsi sosial. f. Pandangan Pancasila tentang alienasi berkaitan dengan alinea pertama Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa ... kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Hal itu berarti bahwa pada hakikatnya Pancasila justru tercetus untuk menghapuskan segala bentuk alienasi. Alienasi masih terdapat di dunia, baik dalam masyarakat kapitalis maupun dalam masyarakat komunis atau sosialis. g. Aspek moral Pancasila berkaitan dengan kewajiban setiap warga negara Indonesia untuk berusaha memperbaiki kehidupan bersama berdasarkan kelima sila sebagai nilai susila dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing. Secara moral setiap warga negara perlu menghayati Pancasila dengan kesadaran hatinya bahwa nilai-nilai Pancasila benar-benar menunjukkan martabat warga negara sebagai insan rohani (human being). Menurut Pancasila, bukan saja tujuan harus secara etis baik, tetapi caranya pun untuk mencapai tujuan itu harus secara etis-halal pula. h. Berkaitan dengan negara, Pancasila memandang negara bukan milik 107
kelompok kelas tertentu, melainkan milik negara dari seluruh rakyat sehingga harus memperhatikan kepentingan seluruh rakyat. Negara bertitik tolak dari warga-warganya yang diakui sebagai pribadi yang mandiri, bebas, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, negara Pancasila merupakan negara demokrasi yang berprinsip bahwa kekuasaan datang dari rakyat, kekuasaan dijalankan oleh rakyat melalui perwakilan, dan kekuasaan dilaksanakan untuk kepentingan rakyat seluruhnya. i. Berkaitan dengan pandangan Pancasila tentang demokrasi, demokrasi Pancasila secara konsekuen tidak menghendaki adanya sikap dogmatis dalam partai, tetapi justri hendak menumbuhkan sikap dewasa. Oleh karena itu, sikap kritis rasional harus dihargai dan dikembangkan untuk mempertinggi daya kreativitas partai. Persaingan antarpartai dalam kehidupan politik tidak dengan sendirinya harus ditangkap dalam pengertian negatif, tetapi justru dapat bermanfaat, asal dilaksanakan dalam semangat kekeluargaan. j. Berkaitan dengan nasionalisme, dengan mengakui asas kemanusiaan yang adil dan beradab, secara tegas Pancasila menyatakan bahwa nasionalisme adalah azas yang fundamental.
Penutup J ika Pancasila ingin diimplementasikan untuk menjadikan bangsa Indonesia tetap bersatu padu, makin kukuh, dan tegak berdiri di tengah bangsa-bangsa lain di dunia, perlu ada upaya yang secara sadar dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk memelihara dan mengembangkan faktor-faktor yang memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta upaya untuk mencegah faktor-faktor (antara lain faktor ideologi luar) yang dapat menghambat bahkan memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.
108
Rangkuman Setelah mengamati perkembangan negara dan bangsa Indonesia akhir-akhir ini, dapat dirasakan bahwa kadar semangat kebersamaan dalam seluruh aspek kehidupan menurun. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa terabaikan, pelaksanaan demokrasi dinilai kebablasan, kehidupan ekonomi mengalami kesenjangan, budaya korupsi terus berkembang, stabilitas keamanan terganggu, nilai- nilai kultural mengalami erosi, dan lain sebagainya. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya komprehensif untuk menumbuhkan kembali rasa kebersamaan agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga dengan memperhatikan rambu-rambu berupa paradigma nasional, yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, wawasan nusantara sebagai landasan visional, ketahanan nasional sebagai landasan konseptual, serta persatuan perundang-undangan lainnya sebagai landasan operasional. Berkaitan dengan hal itu, globalisasi di satu pihak memang mempercepat penambahan khazanah pengetahuan dan memperkaya wawasan masyarakat. Akan tetapi, perkembangan yang tersiar dalam proses globalisasi tersebut memuat pula kepentingan-kepentingan, nilai-nilai budaya, ataupun ideologi-ideologi yang tidak seluruhnya dapat diterima dan sejalan dengan kepentingan nasional dan nilai-nilai budaya serta ideologi yang sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam ideologi Pancasila. Nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia, seperti, kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat, serta solidaritas antarumat beragama, antaretnis, dan antarbudaya, makin hari makin kabur karena terpengaruh oleh ideologi asing, seperti liberalisme dan individualisme sehingga semangat untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika melemah. Pengaruh ideologi asing juga membawa dampak terhadap bergesernya karakter individu dan/atau masyarakat yang semula lebih berorientasi pada kepentingan umum masyarakat, bangsa, dan negara berubah menjadi kepentingan pribadi dan/atau golongan ataupun yang semula santun dan berbudi luhur berubah ke arah tindakan yang destruktif. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lemahnya semangat dalam menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 109
Soal Latihan 1. Benarkah telah terjadi krisis ketidakpedulian terhadap Pancasila? 2. Globalisasi membawa banyak ironi dan kontraksi, gelombang demokratisasi, serta krisis moneter, ekonomi, dan politik (sejak akhir 1997) sehingga menyebabkan Pancasila makin kehilangan relevansinya. J elaskan pernyataan tersebut! 3. J elaskan faktor-faktor yang menyebabkan Pancasila makin sulit posisinya dan termarginalkan! J elaskan pula langkah-langkah (strategis) yang mendesak untuk mengatasi masalah-masalah tersebut!
Daftar Bacaan Bacaan Utama Petras, J ames dan Henry Veltmeyer. Imperialisme Abad 21. Poespowardojo, Soejanto. Filsafat Pancasila. Steger, Manfred B. Globalisasi, Bangkitnya Ideologi Pasar.
Bacaan Pendukung Adams, Lan. Ideologi Politik Mutakhir. Adisusilo, Sutarjo, J .R. Sejarah Pemikiran Barat. Besar, Abdul Kadir. Pancasila. Eatwell, Roger dan Anthony Wright. Ideologi Politik Kontemporer. Hass, Willy Brandt. Shaping Globalization. Newman, Michael. Sosialisme Abad 21. Thompson, J ohn B. Kritik Ideologi Global. Wibowo, Francis Wahono. Neoliberalisme (Editor l).
Bacaan yang Dianjurkan Pokja Ideologi, Lemhannas RI Naskah Lemhannas RI
110
Petunjuk Jawaban Modul 1 Kegiatan Belajar 1 1. Baca kembali substansi pidato Mr. Muh. Yamin dan Ir. Soekarno mengenai Lima Dasar Negara terutama pada sila peri kemanusiaan dan internasionalisme! 2. Baca kembali pidato Lima Dasar Negara dari Ir. Soekarno pada sila nasionalisme! 3. Baca kembali pidato Lima Dasar Negara Prof. Dr. Soepomo yang sempat menjadi Ketua Tim Kecil Perancang Undang-Undang Dasar! 4. Suasana mufakat dan ingin mendahulukan kepentingan yang lebih besar dari pada kepentingan kelompok 5. Baca kembali substansi pidato Mr. Muh. Yamin dan Ir. Soekarno tentang Lima Dasar Negara pada sila kesejahteraan rakyat dan kesejahteraan sosial!
111
BIDANG STUDI/MATERI POKOK
IDEOLOGI
Modul 1: Pancasila dan Perkembangannya
Tim Penyempurna Naskah:
1. Kapokja Bidang Ideologi: Marsda TNI Isnawan, S.I.P.