Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Tax Credit PPH Pasal 24

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

TAX CREDIT PPH PASAL 24

PPh Pasal 24 merupakan penerapan yang berlawanan dengan PPh Pasal 26, PPh ini merupakan pemajakan yang dilakukan oleh negara dimana Wajib Pajak Indonesia memperoleh penghasilan dari luar negeri. Indonesia menganut prinsip bahwa, penghasilan wajib pajak Indonesia di seluruh dunia harus digabung di Indonesia (World Wide Income). Oleh kerena itu, untuk menghindari pemajakan ganda, pajak yang dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan atau dapat dijadikan pengurang di PPh terutang di dalam negeri.

TUJUAN PEMBERIAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI Ketentuan tentang KPLN diatur dalam Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaannya dalam KMK No 164 Tahun 2002. Suatu pengakuan harus dilakukan atas keberadaan pajak luar negeri yang juga telah dikenakan atas penghasilan dimaksud oleh negara sumber manca. Pengakuan tersebut didasarkan pada fakta bahwa : 1. WPDN dengan penghasilan luar negeri dapat menanggung beban pajak yang lebih banyak dibanding dengan mereka yang hanya mempunyai penghasilan dalam negeri 2. Beban pajak lebih banyak tersebut menyebabkan investasi di mancanegara dapat menjadi kurang menarik bagi WPDN dibanding dengan investasi domestik Fakta pertama berkaitan dengan keadilan terhadap WPDN dengan berbagai sumber penghasilan . hal itu bermula dari pemikiran bahwa penghasilan luar negeri adalah sama dengan penghasilan dalam negeri merupakan unsur tambahan kemampuan ekonomi wajib pajak. Fakta kedua berhubungan dengan kebijakan yang harus ditempuh atas dampak sistem pajak pada pengambilan keputusan investasi dan bisnis

Dalam KPLN, utang pajak luar negeri menggantikan sepenuhnya atau sebagian pajak Indonesia yang terutang atas penghasilan luar negeri, pemikiran demikian dianggap dapat memberikan keadilan pemajakan. Apabila pajak luar negeri lebih besar dari pajak Indonesia, pemberian limitasi KPLN menyebabkan beban pajak lebih ( excess burden) WPDN dengan penghasilan luar negeri seandainya disandingkan dengan mereka yang hanya memperoleh penghasilan (dalam jumlah sama) dari sumber dalam negeri. Hal tersebut secara sederhana, mencerminkan kenyataan bahwa tarif dan beban pajak di negara manca lebih tinggi dari tarif dan beban pajak Indonesia. Dalam keadaan tersebut, keadilan pemajakan masih tetap terpenuhi berdasarkan persepsi pemajakan umum Indonesia (bahwa semua wajib pajak, untuk tujuan aplikas UU PPh, telah dihitung pajak berdasarkan ketentuan yang sama). Namun apabila seandainya pajak lebih di negara sumber tersebut oleh Indonesia dikembalikan hanya karena ingin mempersamakan beban pajak antar WPDN hal ini akan menimbulkan ketidakadilan karena sepertinya pemerintah memberikan subsidi pajak atas investasi di luar Indonesia dan selanjutnya menghambat investasi dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kelebihan pajak tersebut merupakan tambahan biaya dan risiko WPDN yang melakukan investasi atau kegiatan di luar Indonesia. Kegagalan memperhitungkan pajak luar negeri yang melebihi pajak Indonesia menghasilkan beban pajak lebih WPDN atas investasi di mancanegara seandainya disandingkan dengan pajak atas (penghasilan dari) investasi domestik murni, memberikan implikasi perlindungan pasar investasi dalam negeri Indonesia karena dengan pajak yang lebih rendah daya saing tempat investasi
Page 1

menjadi lebih baik. Kebijakan netralitas ekspor kapital secara konsekuen sehubungan dengan pengambilan keputusan investasi akan menuntut perhitungan sepenuhnya (full credit) atas pajak yang dibayar di luar negeri. Namun, untuk memenuhi tuntutan netralitas penuh tersebut perlu diperhatikan dampaknya terhadapa penerimaan negara karena dengan pengkreditan penuh dan bahkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak di luar negeri dapat memberikan implikasi seolah-olah Indonesia memberikan subsidi kepada investor untuk menanam modal di luar Indonesia. Oleh karena itu, dalam praktik internasional hampir tidak ada negara yang mengaplikasikan hal dimaksud.

KETENTUAN KREDIT PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI Tata cara pengkreditan PPh Pasal 24 diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 sebagai berikut : 1. Wajib Pajak Dalam Negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. 2. Penggabungan penghasilan dari luar negeri tersebut dilakukan sebagai berikut : a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan; b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; c. Untuk perolehan dividen dilakukan pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 3. Kerugian yang diderita dari luar negeri tidak dapat dikompensasikan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. 4. Apabila dalam penghasilan kena pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh terutang di Indonesia. 5. Pengkreditan tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. Jumlahnya paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang di bayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan kena pajak dikalikan dengan PPh terutang atas penghasilan kena pajak dan paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Penghasilan Kena Pajak tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final dan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh tahun pajak berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan dan tidak dapat dimintakan restitusi. Untuk pengkreditan, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP wajib melampirkan : a. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri; b. Foto kopi Surat Pemberitahuan yang disampaikan di luar negeri; dan
Page 2

6. 7. 8.

9.

c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. 10. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan dari luar negeri, WP harus melakukan pembetulan dan jika hasilnya kurang bayar maka tidak dikenakan sanksi SPT Pembetulan dan jika hasilnya lebih bayar, maka kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. CONTOH KREDIT PAJAK LUAR NEGERI 1. PT. Nikmat Iman selama tahun pajak 2009 memperoleh laba dari dalamdan luar negeri sebagai berikut : Laba dalam negeri Rp. 1.000.000.000 Laba dari Malaysia, dengan tax 30% Penghasilan neto seluruhnya Kompensasi rugi Penghasilan Kena Pajak PPh terutang = 28% x Rp. 1.500.000.000 (tarif pasal 17 tahun 2009) Rp. 500.000.000 Rp. 1.500.000.000 Rp. 0 Rp. 1.500.000.000 Rp. 420.000.000

Penghitungan PPh Pasal 24 yang dapat diperkenankan adalah sebagai berikut : a). Jumlah tertentu = Penghasilan neto luar negeri / Penghasilan Kena Pajak x PPh terutang = (500.000.000 / 1.500.000.000) x Rp. 420.000.000 = Rp. 140.000.000 b). PPh yang telah dibayar di luar negeri = 30% x Rp. 500.000.000 = Rp. 150.000.000 c). Proporsi kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah = Rp. 140.000.000 Sehingga kurang bayar PPh Pasal 29 adalah : Jumlah PPh terutang dikurangi kredit pajak, = Rp. 420.000.000 140.000.000 = Rp. 280.000.000 PPh yang masih harus disetor atas penghasilan dari luar negeri adalah sebagai berikut : PPh atas penghasilan luar negeri Rp. 500.000.000 x 28% = Rp. 140.000.000 Kredit pajak yang diperkenankan di dalam negeri = Rp. 140.000.000 Tambahan pajak yang harus dibayar di dalam negeri = Rp. 0 2. PT. Jujurlah selama tahun pajak 2009 memperoleh laba dan menderita kerugian dari dalam dan luar negeri sebagai berikut : Laba dalam negeri Rp. 1.000.000.000 Kompensasi Rugi tahun lalu Rp. 500.000.000 Rugi dari Filipina Rp. 500.000.000 Penghasilan neto seluruhnya Rp. 0

Untuk penghitungan perpajakan, kerugian dari Filipina tidak dapat diperhitungkan dengan penghasilan dalam negeri.
Page 3

Laba dalam negeri Kompensasi Rugi tahun lalu Penghasilan Kena Pajak PPh terutang = 28% x Rp. 500.000.000

Rp. 1.000.000.000 Rp. 500.000.000 Rp. 500.000.000 Rp. 140.000.000

3. PT. Kasih selama tahun pajak 2009 memperoleh penghasilan dan menderita kerugian dari dalam dan luar negeri dari beberapa Negara sebagai berikut : Laba dalam negeri Rp. 1.000.000.000 (PPh 25 sebesar Rp. 100.000.000) Dividen dari Ltd.Niki lho (Jepang), tax 10% (Saham 25%) Bunga bank dari Singapura Ltd.Bank Shopo (Tax 10%) Kompensasi Rugi dalam negeri Penghasilan neto seluruhnya Rp. Rp. 500.000.000 100.000.000

Rp. 500.000.000 Rp. 1.100.000.000

Untuk penghitungan perpajakan, dividen dan bunga harus di buat masing dalam penghitungan kredit pajak luar negeri. Laba dalam negeri Rp. 1.000.000.000 Dividen (Jepang) Bunga (Singapura) Kompensasi Rugi dalam negeri Penghasilan Kena Pajak PPh terutang = 28% x Rp. 1.100.000.000 Rp. 500.000.000 Rp. 100.000.000 (Rp. 500.000.000) Rp. 1.100.000.000 Rp. 308.000.000

Kredit pajak luar negeri sebagai berikut : a). Negara Jepang i). Jumlah tertentu = Penghasilan Neto Luar Negeri / PKP x PPh terutang = 500.000.000 / 1.100.000.000 x Rp. 308.000.000 = Rp. 140.000.000 ii). PPh yang dibayar = Penghasilan bruto x 10% = 500.000.000 x 10% = Rp. 50.000.000 iii). Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan = Rp. 50.000.000 b). Negara Singapura i). Jumlah tertentu = Penghasilan Neto Luar Negeri / PKP x PPh terutang = 100.000.000 / 1.100.000.000 x Rp. 308.000.000 = Rp. 28.000.000 ii). PPh yang dibayar = Penghasilan bruto x 15% = 100.000.000 x 15% = Rp. 15.000.000 iii). Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan = Rp. 15.000.000 Sehingga kurang bayar PPh Pasal 29 adalah : Jumlah PPh terutang dikurangi kredit pajak luar negeri,
Page 4

Rp. 308.000.000 50.000.000 15.000.000 = Rp. 243.000.000 Jumlah PPh terutang dikurangi kredit pajak luar negeri dan dalam negeri, Rp. 312.500.000 50.000.000 15.000.000 Rp. 100.000.000 = Rp. 143.000.000 PPh yang masih harus disetor atas penghasilan dari luar negeri adalah sebagai berikut: PPh atas penghasilan luar negeri Jepang dan Singapura Jepang Rp. 500.000.000 x 28% = Rp. 140.000.000 Singapura Rp. 100.000.000 x 28% = Rp. 28.000.000 Jumlah = Rp. 168.000.000 PPh yang masih harus disetor atas penghasilan dari luar negeri adalah sebagai berikut: PPh atas penghasilan luar negeri Rp. 168.000.000 Kredit pajak yang diperkenankan di dalam negeri Rp. 65.000.000 Tambahan pajak yang harus dibayar di dalam negeri Rp. 103.000.000

Page 5

Anda mungkin juga menyukai