Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Pendahuluan Pembuatan Medium - M Arif Fadhlurrahman - 03031381924073 - Kamis (10.30-13.00) WIB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

Nama : M Arif Fadhlurrahman

NIM : 030313818924073
Shift/Kelompok : Kamis (10.30-13.00) WIB/III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mikroorganisme terdiri dari berbagai jenis bakteri, jamur, alga, protozoa,
archae, virus, dan fungi. Mikroorganisme dapat mempengaruhi kehidupan
makhluk hidup baik secara langsung maupun tidak langsung. Mikroorganisme
mempunyi sifat yang menguntungkan bagi manusia dan dapat bersifat sangat
merugikan, terutama masalah kesehatan. Mikroorganisme tidak terlalu dianggap
penting sebelum-sebelumnya karena tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan proses
dalam pemanfaatan mikroorganisme menjadi produk yang bermanfaat bagi
manusia. Manusia juga menyadari bahwa pentingnya sumber energi/nutrisi yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Mikroorganisme yang menguntungkan bagi manusia tentu dapat
dipelihara dan terus dikembangkan pada suatu medium. Mikroorganisme yang
merugikan juga akan tetap dipelihara untuk dapat dipelajari mengenai cara
penanggulangannya. Pemeliharaan berbagai macam jenis mikroorganisme sangat
membutuhkan suatu medium dengan menyediakan semua nutrisi yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Umumnya, medium beriakan berisi air, sumber
energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen
sera unsur-unsur sekelumit (trace element). Bahan dasar medium juga dapat
ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, dan vitamin.
Proses pembuatan medium sangatlah penting untuk suatu penelitian yang
menggunakan mikroorganisme. Proses pembuatan medium sangatlah penting
untuk dikembangkan mengingat beberapa mikroorganisme terkadang memerlukan
tempat khusus untuk bertahan hidup. Percobaan mengenai medium akan
membahas mengenai berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk pembuatan
tempat pertumbuhan mikroba dan teknik memindahkan mikroorganisme dengan
steril. Praktikum mengenai pembuatan medium sangat penting untuk menunjang
berbagai informasi yang dibutuhkan bagi praktikan dalam proses pembuatan
medium dengan baik dan metode dalam pemindahan mikroorganisme.

1
2

2.1. Rumusan Masalah


1) Bagaimana pengaruh dari penggunaan medium yang telah rusak?
2) Bagaimana cara penentuan kombinasi medium dalam produksi suatu
senyawa?
3) Bagaimana kondisi di dalam medium yang baik untuk pertumbuhan
mikroba?

1.3. Tujuan Percobaan


1) Mengetahui pengaruh dari penggunaan medium yang telah rusak
terhadap proses pertumbuhan mikroba.
2) Mengetahui cara penentuan kombinasi medium dalam produksi suatu
senyawa.
3) Mengetahui kondisi di dalam medium yang baik untuk pertumbuhan
mikroba.

1.4. Manfaat Percobaan


1) Dapat menjadi bahan dasar untuk penelitian pengaruh penggunaan
medium yang telah rusak untuk pertumbuhan mikroba.
2) Praktikan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai
cara penentuan kombinasi medium suatu senyawa.
3) Dapat menjadi literatur untuk menambah ilmu bagi masyarakat mengenai
kondisi di dalam medium yang baik untuk pertumbuhan mikroba.

1.5. Hipotesis
1) Mikroba tetap akan tumbuh pada medium yang telah rusak, namun
pertumbuhannya tidak sebaik pada medium segar (Basarang, 2020).
2) Penentuan kombinasi medium didapat dengan cara menentukan rasio
komponen yang tepat agar mikroba dapat melakukan metabolisme
(Sunaryanto dan Handayani, 2015).
3) Media harus dalam kondisi yang steril untuk menumbuhkan mikroba
yang diperlukan (Sujaya, 2017).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Medium Perkembangan Mikroorganisme


Suatu media sebagai tempat perkembangan mikroorganisme sangatlah
diperlukan untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat mikroorganisme
dalam bidang mikrobiologi. Media perkembangan harus memenuhi persyaratan
nutrisi yang dibutuhkan oleh suatu mikroorganisme (Atlas, 2004). Karbon,
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn,
Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, dan air. Energi ialah nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk perkembangannya. (Cappuccino dan Natalie, 2014).
Upaya pembiakan mikroorganisme juga memerlukan kondisi lingkungan
yang sesuai agar bakteri dapat berkembang dengan baik. Mikroorganisme
memerlukan bahan-bahan organik dan ion-ion pendukung sebagai sumber energi
dan katalis dalam perkembangannya (Carrol dkk, 2016). Faktor-faktor yang
penting bagi proses pembiakan mikroorganisme adalah nutrisi, oksigen dan gas
lain, kelembaban, pH media, suhu, serta kontaminan. Media yang baik untuk
pembiakan mikroorganisme harus mengandung unsur-unsur seperti karbon,
nitrogen, fosfat inorganic, sulfur, logam, air, dan mineral (Zimbro dkk, 2009).
Medium memiliki fungsi untuk menumbuhkan mikroba, mengisolasi,
memperbanyak jumlah, menguji sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah mikroba
(Hidayat, 2006). Proses pembuatan medium harus disterilisasi terlebih dahulu dan
menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi yang terjadi di dalam
medium perkembangan mikroorganisme tersebut (Dwidjoseputro, 1981). Medium
yang digunakan untuk perkembangan mikroba terbagi menjadi beberapa jenis,
salah satunya yaitu medium berdasarkan wujudnya, fungsinya, serta bentuknya.
2.1.1. Medium Berdasarkan wujudnya
Media yang umum digunakan di dalam laboratorium merupakan medium
biakkan yang menggunakan bahan padat yang berupa agar-agar. Bentuk medium
ditentukan oleh ada atau tidaknya penambahan zat pemadatan, misalnya agar-agar
atau gelatin. Medium perkembangan mikroba dibedakan berdasarkan bentuknya
terdiri dari tiga macam, antara lain medium padat, medium cair, dan semi padat
atau semi cair. Medium padat merupakan medium yang menggunakan bahan

3
4

pemadatan seperti agar-agar. Tepung agar yang ditambahkan tergantung kepada


jenis mikroba yang akan dibiakkan. Mikroba memerlukan jumlah kadar air yang
tinggi sehingga jumlah tepung agar-agar harus sedikit, tetapi apabila kadar air
harus rendah maka penambahan tepung agar-agar harus menjadi lebih banyak.
Medium dengan fase padat umumnya digunakan untuk proses pembiakkan.
Industri tape menggunakan medium yang berupa ketela pohon ataupun ketan yang
diproses secara alami. Industri perkebunan jamur merang menggunakan medium
organik seperti, sekam padi, dan jerami (Gunawan dan Wydia, 2008).
1.1.3. Medium Berdasarkan Fungsinya
Medium pertumbuhan mikroba berdasarkan fungsinya terbagi atas tujuh
macam, berupa medium diperkaya, selektif, diferensial, penguji, dan medium
khusus. Medium diperkaya merupakan medium yang ditambah dengan zat-zat
tertentu seperti serum atau ekstrak dari tanaman yang tidak mengandung
fibrinogen. Medium diperkaya dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba
bersifat heterotrof. Bakteri bersifat heterotrof seperti bakteri patogen salah satunya
Brucella abortus, Mycobacterium tuberculosis, Diplococcus pneumonia, dan
Neisseria gonorrheae. Medium diperkaya sangat cocok untuk memelihara basil
dipteri. Serum pada medium diperkaya dicampurkan ke dalam medium yang
sudah disterilkan, apabila tidak dicampurkan maka serum tersebut akan mengental
yang diakibatkan adanya pemanasan dalam proses (Dwidjoseputro, 1981).
Medium selektif merupakan medium dengan penambahan zat kimia
tertentu yang bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba lainnya yang tidak
dikehendaki karena bersifat selektif. Medium yang selektif misalnya mengandung
kristal violet pada kadar tertentu bisa mencegah pertumbuhan bakteri gram-positif
tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri gram-negatif. Agar-agar endo adalah
salah satu contoh medium untuk mengembangkan mikroorganisme.
Medium diferensial merupakan medium yang mengandung zat-zat kimia
tertentu yang dapat menyebabkan suatu mikroba membentuk pertumbuhan
ataupun perubahan untuk memiliki ciri spesifik. Hal tersebut dapat dibedakan
dengan mudah. Aplikasi medium diferensial misalnya medium daerah agar dapat
digunakan untuk membedakan bakteri homolitik untuk pemecah darah serta
bakteri non-homolitik. Medium penguji adalah medium dengan susunan tertentu
5

yang dapat digunakan untuk pengujian vitamin, baik vitamin asam-asam amino,
antibiotik, dan lain sebagainya. Medium khusus merupakan medium untuk
menentukan tipe pertumbuhan mikroba dan mengadakan perubahan kimia.
2.1.3. Medium Berdasarkan Bentuknya
Medium padat dapat diartikan sebagai medium yang mengandung
banyak agar atau zat pemadat, kurang lebih 15% agar sehingga mediumnya
menjadi padat. Medium padat bisa dibedakan menjadi tiga jenis menurut
bentuknya, yaitu medium tegak, medium miring, dan medium lempeng. Tiga
medium tersebut dapat dibedakan berdasarkan arah dan posisi dari tabung reaksi
yang digunakan pada saat pengamatan berlangsung (Yuwono, 2019).
2.2. Saboroud Dextrose Agar Medium
Fungi patogen di dalam laboratorium mikrobiologi yaitu didiagnosis
dengan beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan sediaan langsung, pembiakan,
tes imunologi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan menggunakan sinar wood.
Pembiakan ataupun kultur jamur pada umumnya menggunakan pembenihan pada
beberapa media, antara lain Saboroud Dextrose Agar (SDA), Potato Dextrose
Agar (PDA), dan Coal Meal Agar (CMA) (Mutiawati, 2016). Media yang
digunakan sebagai media pertumbuhan fungi Aspergillus sp. di laboratorium.
Salah satunya adalah media SDA, dengan penambahan beberapa antibiotik
kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakterinya. Komposisi dari media
SDA adalah pepton yang dapat berperan sebagai sumber nitrogennya, dextrose
sebagai sumber karbohidratnya, agar-agar sebagai bahan tambahan untuk pemadat
serta kloramfenikol untuk pencegahan pertumbuhan bakteri (Getas, 2014).
2.3. Medium Perkembangan Tanaman Sukun
Tanaman sukun adalah tanaman yang menghasilkan buah dengan
kandungan gizi tinggi, dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok
alternatif pengganti beras (Adinugraha dan Kartikawati, 2012). Komposisi gizi
sukun yaitu mengandung karbohidrat 25%, protein 1,5%, dan lemak 0,3%. Buah
sukun juga banyak mengandung unsur mineral, serta vitamin B1, B2, dan C.
Kandungan air buah sukun cukup tinggi yaitu 69,3% serta proses penanaman jauh
lebih mudah dibandingkan dengan padi yang cukup sulit untuk ditanam.
6

Pembuatan sari pati buah sukun dapat dilakukan dengan cara sukun
dihancurkan menggunakan blender, ditambahkan aquadest, kemudian disaring
menggunakan kain kasa sehingga tidak ada lagi kotoran atau ampas sukun dalam
sari buah sukun. Ekstraknya didiamkan selama satu malam untuk mendapatkan
endapan atau pati, kemudian filtrat dibuang dan endapannya dikeringkan.
Penimbangan sari pati buah sukun dilakukan dengan mengikuti aturan jumlah
penimbangan pada media SDA sebagai media kontrolnya. Sari pati sukun yang
telah bersih dan kering akan ditimbang, dilarutkan dengan aquadest, kemudian
ditambahkan agar-agar batang yang berfungsi sebagai pemadatnya.
Campuran tersebut kemudian disterilisasi menggunakan autoclave pada
suhu 121°C selama 15 menit, pada tekanan satu atm, lalu dituang pada cawan
petri secara aseptik. Jamur Aspergillus niger diinokulasi setelah dingin dengan
cara menambahkan antibiotik kloramfenikol metode single dot pada media sari
pati sukun. Kelangsungan hidup fungi Aspergillus niger memerlukan protein
sebagai sumber nutrisi yang harus tersedia didalam medium pertumbuhan.
Fungi Aspergillus niger juga memerlukan kondisi habitat yang memiliki
kelembaban yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang cukup. Mikroorganisme
yang telah dipindahkan dan dibiakkan ke dalam suatu medium awalnya akan
mengalami fase adaptasi dan penyesuaian sel dengan lingkungan pembentukan
enzim untuk menguraikan substrat (Roosheroe dkk, 2014). Jamur mengalami fase
akselerasi setelah fase adaptasi dan fase lag yang kemudian akan berkembang
menjadi fase aktif. Jamur Aspergillus niger memiliki kemampuan untuk
membelah dengan cepat. Jamur Aspergillus niger akan mengalami pertumbuhan
secara konstan dan terus-menerus menuju fase eksponensialnya. Fase tersebut
merupakan fase yang dimana pada bagian dari fase perbanyakan dan
perkembangbiakkan dari jumlah sel jamur sebelum dikembangbiakkan.
Aktivitas sel akan meningkat dan dipengaruhi oleh medium tempat
tumbuhnya, seperti kandungan nutrien dan kondisi lingkungan termasuk suhu dan
kelembaban udara pada mediumnya (Manfaati, 2011). Kondisi ini membuktikan
bahwa syarat-syarat pada pertumbuhan mikroorganisme. Khususnya Aspergillus
niger, seperti konsentrasi substrat, baik protein, karbohidrat, mineral dan vitamin,
serta pH pada modifikasi media sari pati buah sukun memenuhi untuk
7

pertumbuhan Aspergillus niger. Pengamatan secara makroskopik diperoleh


morfologi dari koloni Aspergillus niger berwarna cokelat tua hingga warnanya
kehitaman dan berfilamen. Pengamatan secara mikroskopik dapat memperoleh
hasil yaitu tampak hifa yang bercabang, bersegmen, dan membentuk sudut tajam
di atas sel kakinya ataupun hifa yang tidak mempunyai segmen.
Biakan Aspergillus sp. pada agar-agar sabouraud diinkubasikan pada
suhu 37-40°C tumbuh membentuk koloni berupa granular, berserabut, smooth,
cembung, dan koloni yang kompak serta berwarna hijau kelabu, hijau coklat,
hitam, dan putih. Media SDA merupakan media yang sering digunakan untuk
mengisolasikan jamur. Konsistensi dari media SDA berbentuk padat dan tersusun
dari bahan sintesis. Fungsi media SDA adalah mengisolasikan mikroorganisme
menjadi kultur murni untuk budidaya jamur patogen, komersal, dan ragi serta
digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, dan membantu dalam diagnosis ragi
penyebab infeksi. Komposisi dari media SDA, yakni Mycological peptone,
glukosa, dan agar. Komponen media SDA Mycological peptone menyediakan
nitrogen dan sumber vitamin untuk pertumbuhan organisme, glukosa sebagai
sumber energi, dan agar sebagai bahan pemadat (Yuniarty dan Rosianty, 2017).
2.4 Medium Perkembangan Mikroba pada Ubi Jalar Putih
Pengunaan medium ubi jalar putih yang dijadikan sebagai medium
bakteri gram negatif adalah Escherichia coli dan juga bakteri gram positif yaitu
Bacillus subtilis. Keuntungan penggunaan media ubi jalar putih yaitu sebagai
media pertumbuhan dari bakteri yang bernilai ekonomis dengan harga yang
murah, mudah untuk didapat, dan terdapat sumber nutrisi yang cukup untuk
melakukan pertumbuhan pada bakterinya. Pembuatan media dari ubi jalar putih
dilakukan dengan cara membuat ekstrak terlebih dahulu yang dilakukan dengan
merebus umbi dari ubi jalar putih dalam aquadest, lalu ditambahkan dengan
sedikit gula dan agar ke dalam ekstrak umbi tersebut. Larutan NaOH ditambahkan
sampai pH dari larutan tersebut menjadi netral (Ismawati, 2016).
Media kontrol pada pembuatan medium dengan ubi jalar putih adalah
dapat menggunakan nutrient agar yang ditimbang dan melarutkannya ke dalam
aquadest steril, serta memanaskannya di atas hot plate. Langkah yang terakhir
yaitu mensterilkan media yang telah dibuat dengan menggunakan autoklaf.
8

Inokulasi bakteri E.coli dan Bacillus subtilis dengan metode streak plate
kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri
dapat diamati berdasarkan tingkat kesuburan, ketebalan garis streak, dan
kepadatan koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media pertumbuhannya.
Pertumbuhan E.coli pada media ubi jalar putih ditinjau dari garis streak
yang terbentuk tebal, ukuran koloni bakteri kecil, dan pertumbuhan E.coli subur.
Kepadatan koloni yang terbentuk padat, warna koloni putih, koloni terlihat jelas,
mudah diamati, dan jumlah koloni banyak serta mudah untuk diamati. Perlakuan
Bacillus subtilis pada media ubi jalar putih memiliki pertumbuhan yang baik.
Ditinjau dari aspek garis streak yang terbentuk tebal, ukuran koloni bakteri kecil,
dan pertumbuhan Bacillus subtilis subur. Kepadatan koloni terliha berbentuk
padat, berwarna putih, koloni terlihat jelas, mudah diamati, dan koloni banyak
pada pertumbuhan Bacillus subtilis. Pertumbuhan bakteri E.coli dan Bacillus
subtilis yang subur karena pada ubi jalar putih memiliki kandungan karbohidrat
yang sangat tinggi. Pertumbuhan mikroba pada ubi jalar putih tidak jauh berbeda
dengan pertumbuhan bakteri pada media kontrolnya (Hartati, 2017).
Pertumbuhan kedua bakteri yang ada dalam media nutrient agar yaitu
dapat diamati dari ketebalan garis streak yang sangat tebal, ukuran koloni besar,
kepadatan koloni cukup padat, dan warna koloni bakteri yaitu putih susu. Koloni
bakteri dapat terlihat dengan jelas dan sangat mudah untuk dilakukan analisa dan
pengamatan. Beberapa faktor tersebut merupakan kandungan nutrisi dari mikroba,
proses pembuatan ekstrak, dan kandungan serat pada umbi. Faktor lainnya adalah
pada saat musim pemanenan umbi-umbian, penyimpanan dan pengawetan, serta
pengaruh dari perubahan nilai (pH) menggunakan autoklaf (Ariyanti, 2016).
2.5. Autoclave
Sterilisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang secara efektif
membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang dapat berpindah (seperti
jamur, bakteri, virus) dari permukaan peralatan. Mikroorganisme dapat
dikendalikan yaitu dihambat atau dimatikan dengan menggunakan berbagai
proses. Metode sterilisasi dapat dibagi menjadi dua kelompok umum yaitu fisik
dan kimia meskipun sterilisasi dapat dicapai dengan bahan kimia tertentu,
umumnya metode fisik lebih handal. Salah satu metode paling efektif untuk
9

mematikan mikroorganisme menggunakan suhu tinggi . Salah satu alat sterilisator


yang menggunakan metode panas uap bertekanan adalah autoclave. Autoclave
adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam peralatan dan perlengkapan yang
digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas pada umumnya 15 Psi
dan dengan suhu 121℃. Lama sterilisasi yang dilakukan selama 15 menit.
Autoclave biasanya digunakan dalam bidang mikrobiologi, kedokteran,
body piercing, kedokteran hewan, kedokteran gigi, dan podiatry untuk
mensterilisasi alat-alat dari gelas, sampah medis, kandang hewan, dan media
lisogenik. Terdapat tiga jenis autoclave, yaitu gravity displacement, prevacuum
atau high vacuum, dan steam-flush pressure-pulse autoclave (Pratiwi, 2017).
2.5.1. Gravity Displacement Autoclave

Gambar 2.5.1. Gravity Displacement Autoclave


(Sumber : Yulianto dan Arsyad, 2020)
Udara dalam ruang autoklaf dipindahkan hanya berdasarkan gravitasi.
Prinsipnya adalah memanfaatkan keringanan uap dibandingkan dengan udara,
sehingga udara terletak dibawah uap. Cara kerjanya dimulai dengan memasukan
uap melalui bagian atas autoclave sehingga udara tertekan ke bawah. Secara
perlahan, uap mulai semakin banyak sehingga menekan udara semakin turun dan
keluar melalui saluran di bagian bawah autoclave. Suhu meningkat dan terjadi
sterilisasi. Autoclave ini dapat bekerja dengan baik pada suhu 121-134◦C.
2.5.2. Prevacum atau High Vacuum Autoclave
Autoclave ini dilengkapi pompa yang mengevakuasi hampir semua udara
dari dalam autoclave. Cara kerjanya dimulai dengan pengeluaran udara. Proses ini
berlangsung selama 8-10 menit. Uap dimasukkan ke dalam autoclave ketika
10

keadaan vakum tercipta. Akibat kevakuman udara, uap segera berhubungan


dengan seluruh permukaan benda, kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga
proses sterilisasi berlangsung. Autoclave ini dapat bekerja dengan dengan baik dan
optimal cakupan suhu 132 - 135 °C dengan waktu 3 – 4 menit (Pratiwi, 2017).

Gambar 2.5.2. Autoclave Prevacum


(Sumber : Yulianto dan Arsyad, 2020)
2.5.3. Steam-Flush Pressure-Pulse Autoclave
Satu lagi jenis autoclave berdasarkan pada prinsip kerjanya. Steam-Flush
atau juga disebut dengan Pressure-Pulse merupakan autoclave dengan prinsip
kerja dorongan dan tekanan. Sesaat sebelum proses sterilisasi, uap dialirkan dan
juga dorongan tekanan dengan nilai diatas tekanan atmosfer sehinga udara akan
terdorong keluar. Proses ini dilakukan secara berulang. Waktu dalam satu siklus
sterilisasi dengan model autoclave ini bergantung dari benda yang disterilkan.

Gambar 2.5.3. Autoclave Pulse Pressure


(Sumber : Yulianto dan Arsyad, 2020)
11

2.6. Penelitian Terkait


Napitupulu dkk (2019) telah melakukan penelitian di Laboratorium
Biologi Molekuler dan Farmasetika Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Sam Ratulangi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
menganalisis morfologi dan molekuler jenis-jenis bakteri yang berasosiasi dalam
media pemeliharaan rotifer yang menggunakan limbah perikanan.
Media pemeliharaan rotifer dalam penelitian ini dibuat berdasarkan pada
metode yang sudah dikembangkan oleh Rumengan dkk (2017) dengan nomor
paten P00201609066 dan Wulur dkk (2018) dengan nomor paten P14201802692.
Media merupakan air laut artificial dengan salinitas 25 ppt yang diberikan ikan
mentah dengan komposisi 2 gram per 10 liter. Air laut tersebut dibuat dengan
melarutkan garam sebanyak 875 gram dalam 35 liter air sumur. Larutan kemudian
diaduk dengan pengaduk hingga garam terlarut sempurna di dalam air.
Ikan mentah diberikan sebagai penyediaan sumber nutrisi bagi rotifer
setelah air garam dilarutkan. Metode yang diterapkan menggunakan acuan dari
metode pembuatan media rotifer sederhana yang sudah dipatenkan oleh
Rumengan dkk (2017) dengan nomor paten P00201609066 dan Wulur dkk (2018)
dengan nomor paten P14201802692. Metode yang telah dipatenkan tersebut,
perbandingan ikan mentah dengan volume media pemeliharaan rotifer sebesar 250
sampai 300 gram ikan mentah per 1000 liter media pemeliharaan rotifer.
Pertama-tama, ikan mentah disiapkan dari jenis Euthynnus affinis satu
ekor. Kemudian ikan digiling menggunakan alat penggiling. Ikan yang sudah
digiling kemudian ditimbang sebanyak 2 gram untuk media kultur rotifer. Ikan
yang sudah ditimbang diletakkan ke dalam potongan kain kecil yang berisi batu
kecil di dalamnya kemudian diikat menggunakan benang woll. Penambahan batu
berfungsi sebagai pemberat pakan agar tenggelam ke dasar media.
Sebelum dilakukan pengkulturan rotifer menggunakan media yang
diberikan ikan mentah, dilakukan penghitungan kepadatan rotifer kembali. Hal ini
bertujuan untuk memeriksa apakah rotifer masih bertahan hidup pada media yang
sebelumnya atau tidak. Diketehui bahwa kepadatan rotifer masih berjumlah 100
individu/ml dari hasil perhiitungan kepadatan rotifer. Hal tersebut menunjukkan
bahwa rotifer masih bertahan hidup dan bisa dilakukan pengkulturan.
12

Ikan seberat 2 gram yang sudah dibungkus dengan potongan kain berpori
dimasukkan ke dalam 10 liter media pemeliharaan rotifer pada saat pengkulturan.
Media awal dituangkan ke rotifer sebanyak 7,5 liter ke dalam ember berukuran 70
liter setelah pakan dimasukkan. Rotifer yang dikultur diberikan aerasi selama 24
jam. Media kultur rotifer disampling sebanyak 1 mL untuk diilakukan isloasi.
Identifikasi morfologi dapat dilakukan berdasarkan warna, ukuran,
elevation, margin, dan bentuk koloninya menggunakan acuan pada Leboffe dan
Pierce (2012) setelah dilakukan isolasi bakteri dari media kultur rotifer. Hasil dari
identifikasi tersebut didapatkan bakteri Bacillus sp. yang dapat dilihat ciri-cirinya
pada Tabel.2.6.1 dan Gambar.2.6.1 yang tertera di bawah ini.
Kode Ukuran Warna Elevation Margin Whole
Bakteri Colony

F0-0-3-1 Sedang Putih Susu Umbonate Erose Round

F0-0-3-3 Kecil Putih Kekuningan Raised Margin Smooth Round

Tabel 2.6.1. Morfologi Bakteri Berdasarkan Warna, Ukuran, Elevation, Margin dan
Whole Colony

Gambar 2.6.1. Penampakan Bakteri Bacillus sp. Pada Media Agar


(Sumber : Napitupulu dkk, 2019)
Berdasarkan uraian pada Tabel.2.6.1 dapat dilihat bahwa isolat bakteri
F0-0-3-1 yang berukuran sedang dan isolat bakteri F0-0-3-3 berukuran kecil.
Selain itu, bakteri Bacillus sp. pada bakteri F0-0-3-1 memiliki warna putih susu
sedangkan bakteri F0-0-3-3 memiliki warna putih kekuningan. Bentuk elevasi dari
sampel F0-0-3-1 berbentuk umbonate, sedangkan sampel F0-0-3-3 berbentuk
margin. Bentuk margin dari F0-0-3-3 Berbentuk smooth dan sampel bakteri F0-0-
3-1 berbentuk erose. Whole Colony dari semua isolat bakteri berbentuk round.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1) Tabung Reaksi
2) Pipet Tetes
3) Kompor Listrik
4) Autoklaf
5) Spatula
3.1.2. Bahan
1) Kentang (Segar)
2) Dekstrosa
3) Agar-agar
4) Aquadest
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.1 Jamur ditumbukan pada medium Agar Kentang Dekstrosa (AKD) /
Potato Dextrose Agar (PDA)..
1) Kentang dicuci kemudian dipotong-potong kecil dan dimasak selama 1
jam. Volume air dijaga supaya tetap dengan ditambahkan air suling.
2) Kentang yang telah dimasak tadi kemudian disaring dan dekstrosa
dimasukkan ke dalam filtrat kentang serta agar-agar sampai larut dengan
baik.
3) Lalu dituang ke dalam tabung sesuai dengan kebutuhan, dan disumbat
dengan kapas.
4) Disterilkan dengan autoklaf (121°C/15 lbs) selama 15 menit.
3.2.2. Sterilisasi dengan Autoklaf
1) Autoklaf diisi dengan aquadest sebanyak 3-5 liter, lalu dipanaskan
sampai semua udara keluar dari autoklaf.
2) Alat/bahan yang telah disterilkan dan diletakan pada rak dari autoklaf.

13
14

3) Rak tersebut dimasukkan ke dalam autoklaf dan ditutup rapat kecuali


klep udara supaya udara yang mungkin masih ada dalam autoklaf dapat
keluar, karena jika dalam autoklaf masih ada udara sedangkan klep sudah
ditutup rapat, maka sterilisasi tidak dapat tercapai pada suhu dan tekanan
yang diharuskan.
DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H. A., dan Kartikawati, N. K. 2012. Variasi Morfologi dan


Kandungan Gizi Buah Sukun. Jurnal Wana Benih. Vol. 13(2): 99-106.
Ariyanti, V. N., dkk. 2016. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan
Bakteri Heterotrof di Perairan Pantai Kartini Kabupaten Jepara.
Diponegoro Journal of Maquares. Vol. 5(4): 142-149.
Atlas, R. M. 2004. Handbook of Microbiological Media fourth Edition Volume 1.
United States Of America: CRC Press.
Basarang, M. 2020. Penggunaan Serbuk Infus Bekatul Sebagai Bahan Baku
Bekatul Dekstrosa Agar untuk Pertumbuhan Jamur. Jurnal Ilmu Alam dan
Lingkungan. Vol. 11(1): 1-9.
Cappuccino, J. G., dan Natalie, S. 2013. Manual Laboratorium biologi; alih
bahasa, Nur Miftahurrahmah. Jakarta: EGC.
Carrol, K., Morse, S., Mietzner, T., Miller, S., Jawetz,, Melnick and Adelberg.
2016. Medical Microbiology. 27th ed. United States: McGraw-Hill
Education.
Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Getas, I. W. 2014. Pengaruh Penambahan Glukosa dan Waktu Inkubasi pada
Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Candida albicans. Jurnal Media Bina Ilmiah. Vol. 8(1): 51-56.
Gunawan dan Wydia, A. 2008. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hartati, S. 2017. Pemanfaatan Ubi Jalar Putih Sebagai Media Alternatif untuk
Pertumbuhan Bibit Fo Jamur Tiram dan Jamur Merang. [SKRIPSI].
Surakarta (IDN). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hidayat. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Ismawati, N. 2016. Pemanfaatan Ubi Jalar Putih, Ubi Jalar Kuning, dan
Singkong sebagai Media Alternatif Potato Dextrose Agar (PDA) untuk
Pertumbuhan Aspergillus niger. [SKRIPSI]. Surakarta (IDN). Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Leboffe, M. J dan Pierce, B. E. 2012. Brief Microbiology. Laboratory Theory &
Application 2nd Edition. Englewood: Morton Publishing.
Manfaati, R. 2011. Pengaruh Komposisi Media Fermentasi terhadap Produksi
Asam Sitrat oleh Aspergillus niger. Jurnal Fluida. Vol. 7(1): 23-27.
Mutiawati, V. K. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida albicans. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 16(1): 53-63.
Napitupulu, H. G., Rumengan, I. F. M., Wullur, S., Ginting, E. L., Rimper, J. R.
T. S. L., dan Toloh, B.H. 2019. Bacillus sp. Sebagai Agensia Pengurai
dalam Pemeliharaan Brachionus rotundiformis yang Menggunakan Ikan
Mentah Sebagai Sumber Nutrisi. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 7(1): 148-165.
Pratiwi, D. N. 2017. Model Pembelajaran “Oven dan Autoklaf”. Bengkulu:
Jurusan Analisis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
Roosheroe, I. G., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A. 2014. Mikologi Dasar dan
Terapan Edisi Revisi. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.
Rumengan, I. F. M., Kaligis, E., Warouw, V., dan Wullur, S. 2017. Karakteristik
Morfologi Telur Dorman Rotifer (Brachionus rotundiformis) Hasil Kultur
Massal. Jurnal Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Vol. 8(2):
240-246.
Sujaya, I. N. 2017. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Denpasar: Universitas
Udayana.
Sunaryanto, R., dan Handayani, B. H. 2016. Penentuan Kombinasi Medium
Terbaik Galaktosa dan Sumber Nitrogen Pada Proses Produksi Etanol.
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI). Vol. 2(1): 20.
Wulur, S., Rumengan, I. F. M., Warouw, V., dan Ompi, M. 2018. Metode
Pembuatan Pakan dari Limbah Perikanan yang Telah di Kemas Kedap
Udara dalam Kondisi Buku untuk Pemeliharaan Rotifer. Paten No.
P14201802692.
Yulianto, D. R., dan Arsyad, M. 2020. Perencanaan Kalibrasi dan Meintance
Mesin Sterilisasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal D3 Teknik
Elektronika Intitut Teknologi Nasional Yogyakarta. Vol. 4(2): 2-4.
Yuniarty, T., dan Rosianty, A. 2017. Pemanfaatan Sari Pati Buah Sukun
(Artocarpusaltilis) sebagai Alternatif Media Pertumbuhan Aspergillus
niger. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol. 5(2): 117-121.
Yuwono, T. 2019. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Zimbro, M. J., David, A. P., Sharon, M. M., George, E. W., and Julie, A. J. 2009.
DifcoTM & BBLTM Manual: Manual of Microbiological Culture Media,
Second Edition. Maryland: Becton, Dickinson and Company.
LAMPIRAN HASIL CEK PLAGIARISME

Gambar 1. Hasil Cek Plagiarisme

Anda mungkin juga menyukai