Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Avaluasi Pembelajaran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Avaluasi Pembelajaran

Dosen Pengampu:
Drs. Abdul Khalis Razak Mpd

Oleh :

M. Zaki Rainur Hakim 3120220063


A. Latar Belakang
Seorang pendidik atau calon pendidik pada dasarnya tidak hanya
diharuskan mampu mengajar, tetapi juga harus mempunyai kemampuan
untuk melakukan kegiatan evaluasi dengan baik. Sebelum melakukan
evaluasi pembelajaran, seorang pendidik atau calon pendidik harus
memahami apa itu pengertian evaluasi pembelajaran, tujuan, fungsi, ruang
lingkup, prinsip penilaian pembelajaran dan model-model dari evaluasi
pembelajaran serta mampu menyusun prosedur, jenis-jenis, dan bentuk
penilaian pembelajaran. Maka dari itu, penulis dalam makalah ini akan
menjelaskan mengenai konsep dasar evaluasi pembelajaran, karena hal ini
sangatlah penting terutama bagi pendidik maupun yang diorientasikan
menjadi seorang pendidik.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumusakan menjadi beberapa rumusan masalah antara lain sebagia berikut:
1. Bagaimanakah konsep dasar evaluasi?
2. Apakah definisi evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes?
3. Apakah tujuan evaluasi hasil belajar menurut para ahli?
4. Bagaimanakah ruang lingkup evaluasi pembelajaran?
5. Bagaimanakah model-model evaluasi pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengertian, tujuan,
fungsi, ruang lingkup, prinsip penilaian pembelajaran, serta mampu
menyusun prosedur, jenis-jenis, dan bentuk penilaian pembelajaran. Selain
itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Matematika.
A. Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga professional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi. Dengan demikian, salah satu kompetensi yang harus
dimiliki seorang pendidik adalah kemampuan mengadakan evaluasi, baik
dalam proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajar. Kemampuan
melaksanakan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang
mesti dikuasai oleh seorang pendidik maupun calon pendidik sebagai salah
satu kompetensi professionalnya. Evaluasi pembelajaran merupakan satu
kompetensi professional seorang pendidik. Kompetensi tersebut sejalan
dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornya
adalah melakukan evaluasi pembelajaran.1

B. Pengertian Evaluasi, Penilaian, pengukuran dan test


Istilah evaluasi pembelajaran sering disamaartikan dengan ujian.
Meskipun saling berkaitan, akan tetapi tidak mencakup keseluruhan makna
yang sebenarnya. Ujian ulangan harian yang dilakukan guru di kelas atau
bahkan ujian akhir sekolah sekalipun, belum dapat menggambarkan esensi
evaluasi pembelajaran, terutama bila dikaitkan dengan penerapan kurikulum
2013. Sebab, evaluasi pembelajaran pada dasarnya bukan hanya menilai hasil
belajar, tetapi juga proses-proses yang dilalui pendidik dan peserta didik
dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Istilah tes, pengukuran (measurement), penilaian (assesment) dan
evaluasi sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi.

1
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan pembelajaran,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011) hal. 7

3
4

Secara konsepsional istilah-istilah tersebut sebenarnya berbeda satu sama


lain, meskipun mempunyai keterkaitan yang sangat erat2
Evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses yang yang sistematis,
berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan
penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.(5) Evaluasi mencakup
sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun dosen.
Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan
kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk
mengetahui sampai sejauh mana efisiensi proses pembelajaran yang
dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.3
Penilaian dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment yang
berarti menilai sesuatu. Menilai itu sendiri bararti mengambil keputusan
terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu seperti menilai baik
atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, tinggi atau rendah, dan
sebagainya. Penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang
proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-
keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Jika dilihat dalam
konteks yang lebih luas, keputusan tersebut dapat menyangkut keputusan
tentang peserta didik (seperti nilai yang akan diberikan), keputusan tentang
kurikulum dan program atau juga keputusan tentang kebijakan pendidikan.4
Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan
kuantitas daripada sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, starategi
pembelajaran, sarana prasana sekolah dan sebagainya. Untuk melakukan
pengukuran tentu dibutuhkan alat ukur. Dalam bidang pendidikan, psikologi,

2
Asrul, dkk, Evaluasi Pembelajaran, 2014, (Cet 1, Medan: Ciptapustaka Media), h. 3.
3
Ratnawulan elis, Evaluasi Pembelajaran,2014,(Bandung:Penerbit pustaka) h.29.
4
Ida Farida, Evaluasi Pembelajaran,2017(Bandung:PT Remaja Rosdakarya),h.2.
5

maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya


menggunakan tes sebagai alat ukur. 5
Pengukuran dapat dilakukan menggunakan instrument pengukuran (alat
Ukur) berupa tes dan Non-tes. Tes adalah pemberian suatu tugas atau
rangkaian tugas dalam bentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus
dikerjakan oleh peserta didik. Hasil pelaksanaan tugas tersebut digunakan
untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap peserta didik. Alat
ukur tes dapat berupa tes tertulis (paper and pencil test) dan tes lisan6.

C. Tujuan evaluasi.
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa,
nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan atau
pengukuran. Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan
oleh semua orang yang bersangkutan, bukan hanya guru melainkan juga
siswa itu sendiri. Sehingga, dari hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai
dimana kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran, serta mengetahui
dimana kesulitan siswa dalam proses pembelajaran agar dapat dijadikan
sebagai bahan perbaiakan dan pengembangan program pembelajaran.7
Tujuan evaluasi pembelajaran terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus; tujuan umum adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan
yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf
kemajuan yang dialami peserta didik, setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu dan untuk mengukur dan menilai
sampai dimanakah evektifitas mengajar dan metode-metode mengajar yang
telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang
dilaksanakan oleh peserta didik sedangkan tujuan khusus adalah untuk
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.

5
Suharsimi arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,2001(Jakarta:PT Bumi
Aksara),h.1.
6
Asrul, dkk, Evaluasi Pembelajaran, 2014, (Cet 1, Medan: Ciptapustaka Media), h. 4.
7
Sukardi, Evaluasi Pendidikan,2009(Jakarta:PT Bumi Aksara).h.10
6

Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau


rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
prestasinya masing-masing dan untuk mencari dan menemukan faktor-faktor
penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti
program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau
cara-cra perbaikannya. Tujuan evaluasi pembelajaran dapat diketahui baik
atau tidaknya tergantung dari kualitas proses pembelajaran dilaksanakan
dalam kurun waktu tertentu, dengan demikian ada beberapan tujuan dari
evaluasi pembelajaran antara lain:
1. Untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar
berlangsung, untuk memeberikan balikan bagi penyempurnaan program
pembelajaran.
2. Untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasil belajar
peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka 36 Evaluasi
Pembelajaran Sekolah Dasar rapor. dan juga dapat dipakai untuk
perbaikan proses pembelajaran secara keseluruhan.
3. Untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk kelas
akselerasi atau ke lembaga pendidikan tertentu.
4. Untuk kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas.
5. Untuk mengklasifikasikan siswa berdasar tingkat ketuntasan pencapaian
standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD);
6. Untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki ketrampilan-
ketrampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah menguasai
kompetensi dasar sebagaimana yang tercantum dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
7. Untuk menyampaikan balikan kepada peserta didik tentang tingkat
capaian hasil belajar pada setiap KD disertai dengan rekomendasi
tindak lanjut yang harus dilakukan;
7

8. Untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik yang belum mencapai


standar ketuntasan, pendidik harus melakukan pembelajaran remidial,
agar setiap siswa dapat mencapai standar ketuntasan yang
dipersyaratkan;
9. Untuk megetahui kemampuan peserta didik yang telah mencapai
standar ketuntasan yang dipersyaratkan, dan dianggap memiliki
keunggulan, pendidik dapat memberikan layanan pengayaan; 10. Untuk
mengevaluasi efektifitas kegiatan pembelajaran dan merencanakan
berbagai upaya tindak lanjut.
10. Untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.8

D. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran


Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan objek evaluasi itu sendiri. Jika
objek tersebut mengenai pembelajaran, makasemua hal yang berkaitan
dengan pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran. Adapun
ruang lingkup evaluasi pembelajaran dapat ditinjau dari beberapa perspektif,
yaitu domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses dan hasil belajar, serta
kompetensi. Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang wajib dipelajari oleh peserta didik disetiap jenjang pendidikan.
Pentingnya mempelajari matematika bukan hanya sekedar memperoleh
prestasi yang tinggi dalam bidang matematika, tetapi lebih dari itu
matematika merupakan jembatan bagi siswa melatih proses berpikir
sistematis, logis, dan kritis dalam menyelesaikan masalah. Salah satu
kompetensi yang penting untuk dikembangakan dalam matematika adalah
kemampuan pemecahan masalah.(Fitriani, 2019)
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil

8
Afandi Muhammad, Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar,2013(Semarang:UNISSULA
Press) h.35
8

belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga
ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di anatara ketiga ranah
itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran. Merujuk pada Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan ,
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Blom (1956) bahwa
ruang lingkup yang menjadi tujuan daripada pendidikan adalah ranah/ domain
kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif / Kemampuan Intelektual) Terdapat 6
tingkatan yaitu :
a) Pengetahuan; Kemampuan mengingat/menghafal fakta, istilah,
Prinsip, teori, Proses dan pola Struktur.
b) Pemahaman; Kemampuan mengungkapkan kembali dengan bahasa
sendiri tetang teori, prinsip-prinsip, konsep, sistem, struktur sehingga
melahirkan ide dan gagasan
c) Penerapan; Kemampuan mengaplikan ide dan gagasan dari teori-
teori, prinsip-prinsip, rumus-rumus, abstrak kesituasi yang konkrit.
d) Analisis; Kemampuan menguraikan, mengidentifikasi,
keseluruhan/suatu system yang berhubungan dari ede dangagasan
yang telah diaplikasikan.
e) Sintesis; Kemampuan menyatukan komponen-komponen sehingga
dapat ditarik kesimpulan (suatu hasil yang baru).
f) Evaluasi; Kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, situasi,
nilai-nilai dan metode (sintesis) berdasarkan berdasarkan kriteria
(PAP dan PAN).
2. Affektive Domain (Ranah Afektif/ Kemampuan Emosi dan Minat)
Terdapat 5 tingkatan yaitu : a)
a) Penerimaan; Kemampuan menerima dan memahami apa yang
disampaikan oleh pendidik.
9

b) Responsive; Kemampuan menanggapi atau melibatkan diri terhadap


materi yang diberikan dan siswa mampu berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
c) Penghargaan/penilaian; Kemampuan memberi nilai terhadap
stimulus, informasi respon / materi yang diberikan yang
informasinya bermanfaat.
d) Pengorganisasian/ mengelola; Kemampuan mengorganisasikan
stimulus, materi, informasi ke dalam system yang dimiliki.
e) Karakterisasi; Kemampuan mengintregasikan nilai menjadi bagian
yang terpadu.
3. Psychomotor Domain (ranah psikomotor) Keterampilan motorik halus
dan motorik kasar dalam melakukan tindakan, Terdapat 4 tingkatan
yaitu :
a) Menirukan: Kemampuan menirukan apa yang diajarkan oleh guru.
b) Memanipulasi: Kmampuan menambah tindakan-tindakan yang
diajarkan pendidik.
c) Artikulasi/ ketepatan waktu: Kemampuan mengkoordinasikan
tindakan-tindakan secara tepat dan teratur.
d) Naturalisasi: Kemampuan melakukan tindakan secara alami dengan
tidak menggunakan tenaga lebih .

E. Model-model evaluasi pembelajaran


Terdapat berbagai model evaluasi menururt Worthen, Blaine R., dan
James R. Sanders (1987). Mereka mengklasifikasi model evaluasi menjadi
model pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence
model), model sistem (system model), dan model illuminatif (illuminative
model).
1. Measurement Model
Model yang tertua dibanding model-model evaluasi yang lain, tokoh-
tokoh pengembang model ini antara lain R. Thorndike dan R. L. Ebel.
Menurut model ini, penilaian pendidikan adalah “pengukuran” terhadap
1
0

berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-


perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam
rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di
sekolah. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah tingkah laku,
terutama tingkah laku siswa, yang mencakup kemampuan hasil belajar,
kemampuan pembawaan (intelegensi dan bakat), minat, sikap, dan juga
aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek penilaian
mencakup aspek kognitif maupun afektif dari tingkah laku siswa. Alat
penilaian yang lazim digunakan dalam model ini adalah tes tertulis atau
paper and pencil test. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat
mungkin ada kecenderungan untuk mengembangkan alat-alat penilaian
(tes) yang baku atau standardized. Tes yang belum dibakukan dipandang
kurang dapat mencapai tujuan dari pengukuran. Diperlukan uji coba
berkali-kali terhadap instrument yang dikembangkan. Setelah suatu tes
diujicobakan kepada sampel yang cukup besar, kemudian berdasarkan
data yang diperoleh, dilakukan analisis untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas tes secara keseluruhan maupun setiap soal (analisis butir tes)
yang terdapat di dalamnya. Untuk mengungkapkan hasil yang telah
dicapai kelompok maupun masing-masing individu di dalam penilaian
mengenai suatu bidang pelajaran tertentu, dikembangkan suatu norma
kelompok berdasarkan angka-angka nyata yang diperoleh siswa di dalam
tes yang telah dilaksanakan. Atas dasar norma kelompok inilah, nilai
untuk masing-masing siswa ditentukan. Oleh karena itu, nilai yang
dicapai siswa lebih menggambarkan “kedudukan” siswa tersebut di dalam
kelompoknya disebut (relative norm) Penilaian Acuan Norma (PAN).
2. Congruence Model
Model ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang
pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukkan adanya
persamaan dengan model yang pertama. Tokoh model ini Raph W. Tyler,
John B. Carrol, dan Lee J. Cronbach Menurut Tyler, proses pendidikan
berisi tiga komponen yang saling terkait, yaitu tujuan pendidikan,
11

pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Penilaian merupakan


kegiatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan dapat
dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan
pada akhir kegiatan pendidikan.
Hal itu mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan
perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada peserta didik,
maka yang penting dalam proses penilaian adalah memeriksa sejauh mana
perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan tersebut telah dicapai
peserta didik. Salah satu inovasi menarik yang mengiringi perubahan
paradigma pembelajaran adalah ditemukan dan diterapkannya
pembelajaran konstrukstivistik yang lebih tepat dalam mengembangkan
dan menggali pengetahuan siswa secara konkret dan mandiri . (Syarifuddin et
al., 2019)Tindak lanjut dari penilaian ini adalah sebagai bahan bimbingan
lebih lanjut kepada peserta didik serta memberikan informasi kepada
pihak luar yang terkait dengan hasil belajar peserta didik. Penilaian adalah
usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan
pendidikan yang diinginkan, dan hasil belajar yang telah dicapai. Oleh
karena tujuan pendidikan menyangkut tentang perubahan perilaku yang
diinginkan pada peserta didik, maka penilaian dimaksudkan untuk
memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan yang diinginkan tersebut
telah dicapai. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah
memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar, maka
yang dijadikan objek penilaian adalah tingkah laku siswa. Secara lebih
khusus, yang dinilai adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan
(intended behavior) yang diperlihatkan oleh siswa pada akhir kegiatan
pendidikan. Ruang lingkup perilaku meliputi; pengetahuan, keterampilan,
dan nilai/sikap. Congruence model tidak membatasi alat penilaian pada
tes tertulis atau paper and pencil test saja. Carrol, misalnya, menyebutkan
perlunya digunakan alat-alat penilaian lain seperti tes perbuatan dan
observasi. Ringkasnya, dalam menilai hasil belajar yang mencakup
berbagai jenis (pengetahuan, keterampilan, dan nilai/sikap) berbagai
1
2

kemungkinan alat penilaian perlu digunakan. Penilaian dipergunakan


sebagai alat ukur pencapaian hasil belajar setelah menempuh proses
pendidikan, maka diperlukan prosedur pre and post test. Model ini tidak
menyarankan dilaksanakannya penilaian perbandingan untuk melihat
sejauh mana kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang ada.
Tyler dan Cronbach lebih mengarahkan peranan penilaian pada tujuan
untuk memperbaiki kurikulum atau sistem pendidikan.
3. System Model
Hakikat evaluasi menurut sistem model adalah untuk membandingkan
performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan
dengan sejumlah kriteria tertentu, akhirnya sampai pada suatu deskripsi
dan judgment mengenai sistem yang dinilai tersebut. Prinsip-prinsip
model ini adalah sebagai berikut.
a) Menekankan pentingnya sistem sebagai suatu keseluruhan yang
dijadikan objek penilaian, tanpa membatasi pada aspek hasil yang
dicapai saja. Dikatakan Gene V. Class bahwa the complete and
detailed description of what constitutes the educational program is a
concern of the educational sistem evaluation model.
b) Perbandingan antara performance dan criteria merupakan salah satu
inti yang penting. Menurut Daniel L. Stufflebeam salah satu
kelemahan dari penilaian yang ada sekarang adalah kurang jelasnya
kriteria yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian tersebut.
c) Kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang
keadaan dari sistem yang telah dinilainya, melainkan harus sampai
pada suatu judgment mengenai baik-buruknya dan efektif tidaknya
sistem pendidikan tersebut.
d) Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian berfungsi sebagai
bahan atau input bagi pengambilan keputusan mengenai sistem yang
bersangkutan
e) Hasil penilaian digunakan sebagai bahan atau input bagi
pengampilan keputusan, dalam rangka penyempurnaan sistem
13

maupun penyimpulan mengenai kebaikan sistem yang bersangkutan


secara menyeluruh.
a) Illuminative Model, oleh pengembangnya didasarkan atas alasan
bahwa penggunaan berbagai cara evaluasi di dalam model ini bila
dikombinasikan akan help illuminative problems, issues, and
significant program features. Model ini dikembangkan terutama di
Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan di bidang
antropologi. Salah satu tokoh yang paling menonjol dalam
pengembangan model ini adalah Malcolm Parlett. Tujuan penilaian
menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap
sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan
bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah,
tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta
pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan
pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi
sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model
ini lebih menekankan penggunaan judgment, selaras dengan
semboyannya the judgment is the evaluation. Objek evaluasi yang
diajukan dalam model ini mencakup; latar belakang dan perkembangan
yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi
(pelaksanaan) sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta
kesukaran-kesukaran yang dialami dari tahap perencanaan hingga
implementasinya di lapangan Ringkasnya, objek evaluasi dalam model
ini meliputi kurikulum yang terlihat maupun tersembunyi (hidden
curriculum). Tahapan evaluasi dalam Illuminatif model terdiri dari tiga
fase sebagai berikut.
a) Tahap pertama observe. Pada tahap ini, evaluator mengunjungi
sekolah atau lembaga yang sedang mengembangkan sistem tertentu.
Evaluator mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa, persoalan,
serta reaksi dari guru maupun siswa terhadap pelaksanaan sistem
tersebut.
1
4

b) Tahap kedua Inquiry further. Pada tahap ini, berbagai persoalan yang
terlihat atau terdengar dalam tahap pertama diseleksi untuk
mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut.
c) Tahap ketiga Seek to explain. Pada tahap ini, evaluator mulai meneliti
sebab akibat dari masingmasing persoalan. Pada tahap ini, faktor-
faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan dicoba untuk
ditelusuri. Data semula terpisah satu dengan lainnya mulai disusun
dan dihubungkan dalam kesatuan situasi. Langkah selanjutnya
dilakukan interpretasi data yang diharapkan dapat dijadikan bahan
dalam pengambilan keputusan. Dari langkah-langkah tersebut, faktor
penting dalam evaluasi model ini adalah perlunya kontak langsung
antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan
model ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan
pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang
dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal
rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan. Di
samping itu, faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam
evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar
daripada sejumlah bagianbagian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam dunia
pendidikan memiliki banyak model dan pendekatan, mulai model yang
dominasi pengukuran secara kuantitatif seperti pada measurement model
hingga model yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti Illuminative
model. Dengan mempelajari berbagai model akan memperluas cakrawala
serta wawasan sehingga tidak terpancang pengunaan satu model saja,
melainkan dapat menggabungkan (merger) dua model atau lebih, atau bahkan
mengembangkan model tersendiri. Pada prinsipnya, evaluasi yang baik
adalah yang memenuhi prinsip-prinsip validitas, reliabilitas, objektivitas,
15

kontinuitas, serta komprehensif sehingga informasi yang dihasilkan dapat


dijadikan bahan dalam pembuatan keputusan benar dan bijak.9
Model-model Evaluasi Pada tahun 1949, Tyler pernah mengemukakan
model evaluasi black box. Model ini banyak digunakan oleh orang-orang
yang melakukan kegiatan evaluasi. Studi tentang evaluasi belum begitu
menarik perhatian orang banyak, karena kurang memiliki nilai praktis. Baru
sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai berdiri sendiri menjadi salah satu
program studi di perguruan tinggi, tidak hanya di jenjang sarjana (S.1) dan
magister (S.2) tetapi juga pada jenjang doktor (S.3). Sekitar tahun 1972,
model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan Cowley, misalnya, berhasil
mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan
menerbitkannya dalam suatu buku.
The summative function of evaluation is used for accountability,
information, selection, or continuation. So evaluation should help the
development of implementation, the need for a program, program
improvement, accountability, selection, motivation, increase knowledge and
support from those involved.(Danial et al., 2019) Model evaluasi yang
dikembangkan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang
berakar pada teori psikometrik. Dalam model tersebut, pengukuran dan tes
masih sangat dominan, sekalipun tidak lagi diidentikkan dengan evaluasi.
Penggunaan disain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan
Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya
model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan
alternatif dari para expert. Pandangan alternatif yang dilandasi sebuah
paradigma fenomenologi banyak menampilkan model evaluasi. Dari sekian
banyak model-model evaluasi yang dikemukakan, tes dan pengukuran tidak
lagi menempati posisi yang menentukan. Penggunaannya hanya untuk tujuan-

9
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. 2010. (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya)
1
6

tujuan tertentu saja, bukan lagi menjadi suatu keharusan, seperti ketika model
pertama ditampilkan.
Tes dan pengukuran tidak lagi menjadi parameter kualitas suatu studi
evaluasi yang dilakukan. Perkembangan lain yang menarik dalam model
evaluasi ini adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam
penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton
(1980) disebut paradigm of choice. Walaupun usaha ini tidak melahirkan
model dalam pengertian terbatas tetapi memberikan alternatif baru dalam
melakukan evaluasi. Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai
model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda,
sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said
Hamid Hasan (2009) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut :
1. Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : model Tyler, model teoritik
Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model
Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro.
2. Model evaluasi kualitatif, yang meliputi : model studi kasus, model
iluminatif, dan model responsif
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikunto dan
Cepi Safruddin AJ (2007 : 24) membedakan model evaluasi menjadi delapan,
yaitu :
1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
3. Formatif Sumatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael
Scriven
4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan.
7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam.
17

8. Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus. 10

10
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 2012, (Cet 2, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementrian Agama RI), h. 68.
A. Kesimpulan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah
dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar
dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran adalah kegiatan
pengendalian penjaminan dan penetapan mutu pembelajaran terhadap
berbagai komponen pembelajaran pada setiap jalur dan jenjang pembelajaran
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
mahasiswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan)
mahasiswa. Pengukuran dalam bahasa inggris berarti measurement, yang
dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu.
Mengukur pada dasarnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas
dasar. Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat
pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan
dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam
asesment pembelajaran disamping alat ukur yang lain
Chittenden (1994) secara simpel mengklasifikasikan tujuan penilaian
(assessment purpose) adalah untuk keeping track, checkingup, finding-out,
and summing-up.
Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran
Dalam Perspektif Sistem Pembelajaran. Ruang Lingkup Evaluasi
Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Proses dan Hasil Belajar. Ruang
Lingkup Evaluasi Pembelajaran Dalam Perspektif Penilaian Berbasis Kelas.
Terdapat berbagai model evaluasi menururt Worthen, Blaine R., dan
James R. Sanders (1987). Mereka mengklasifikasi model evaluasi menjadi
model pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence

18
19

model), model sistem (system model), dan model illuminatif (illuminative


model).
B. Saran
Dari pembahasan diatas, menunjukan bahwa pemahaman tentang
konsep dasar evaluasi dan pembalajaran sangat diperlukan oleh seorang guru
atau calon guru demi tercapainya tujuan pembelajaran yang baik, efektif, dan
efisisien. Selain itu, hendaknya makalah ini dapat menjadi referensi untuk
pembuatan makalah sejenis.
Daftar Pustaka

Arifin Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajara. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pendidikan Islam Kementrian Agama RI

Arikunto Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT


Bumi Aksara.

Asrul, dkk. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Ciptapustaka Media


Danial, D., Nurjannah, N., & Mirna, M. (2019). Evaluation of The Learning
Program of Mathematics Study Program at Islamic Institute Of
Muhammadiyah Sinjai. Matematika Dan Pembelajaran, 7(1), 65.
https://doi.org/10.33477/mp.v7i1.1046
Fitriani. (2019). KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP.
JTMT: Journal Tadris Matematika, 01(01), 25–30.
http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/Jtm/article/view/393
Syarifuddin, S., Danial, D., & Jamaluddin, J. (2019). Efektivitas Model Learning
Cycle dalam Pembelajaran Matematika Materi Teorema Pythagoras Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 3 Salomekko Kabupaten Bone. PROSIDING
Seminar Nasional FKIP Universitas Muslim Maros, 1, 236–243.
Hamalik, Oemar. (2010). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya

Elis Ratnawulan. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:Penerbit pustaka

Ida Farida. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Muhammad Afandi.2013. Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar.


Semarang:UNISSULA Press

Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT Bumi Aksara

Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011).


Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.

20

Anda mungkin juga menyukai